BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kewenangan United Nation High Commisioner For Refugees (Unhcr) Dalam Perlindungan Pengungsi Konflik Suriah Di Wilayah Turki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia internasional pengungsi telah dikenal sejak lama dimana

  pengungsi merupakan sekumpulan kelompok orang yang meninggalkan negara atau tempatnya akibat rasa takut dan rasa tidak nyaman yang mengancam keselamatan mereka. Pengungsi adalah persoalan klasik yang sering timbul dalam sejarah peradaban umat manusia. Seperti terjadinya bencana alam dan pengungsi yang diakibatkan konflik bersenjata yang terjadi di negara atau tempatnya, serta adanya rasa takut yang mengancam keselamatan mereka. Pengungsi yang melintasi batas negara dan masuk dalam suatu wilayah yang memiliki kedaulatan memang pantas mendapat perhatian sebab merupakan persoalan universal

  Pada awalnya perpindahan penduduk secara domestik hanyalah sebuah persoalan domestik suatu negara tetapi seiring dengan banyaknya negara yang menaruh perhatian terhadap persoalan ini sehingga kemudian menjadi persoalan bersama. Ketika seorang pengungsi meninggalkan negara asalnya atau tempat tinggal sebelumnya, mereka meninggalkan sebagian besar hidup, rumah, kepemilikan dan keluarganya. Permasalahan ini menimbulkan problematika salah satunya nasib orang-orang tersebut. Bagaimana mereka mampu bertahan dalam kondisi yang sulit, bagaimana mereka mengusahakan kehidupan yang lebih baik untuk mereka sendiri dan keturunanya sebab Pengungsi tersebut tidak dapat dilindungi oleh negara asalnya karena mereka terpaksa meninggalkan negaranya. Karena itu, perlindungan dan bantuan kepada mereka menjadi tanggung jawab

   komunitas internasional.

  Kerjasama antar negara penting untuk mengatasi masalah pengungsi, terutama jika terjadi perpindahan massal yang mendadak menyeberangi perbatasan negara. Gerakan internasional bisa mengurangi beban yang ditanggung negara-negara perbatasan secara signifikan, upaya yang dilakukan dapat berupa penyelesaian krisis politik di negara asal pengungsi, bantuan dan keuangan serta materi kepada negara-negara pemberi suaka untuk membantu pengungsi.

  Perwujudan kepedulian Internasional dimulai pada tahun 1951 dimana diadakannya suatu Konvensi Internasional mengenai status pengungsi dan pada tahun 1967 diadakanya konvensi internasional juga mengenai status pengungsi.

  Badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (selanjutnya disebut PBB) mencatat, sekitar 15,4 juta orang dipaksa mengungsi meninggalkan negara mereka. Sementara 27 juta orang tercatat dipaksa mengungsi di dalam negara mereka sendiri. PBB mencatat bahwa sebagian besar pengungsi ada di negara- negara miskin. PBB mencatat sepertiga pengungsi dunia berasal dari Afghanistan. Jumlah pengungsi terbesar berikutnya berasal dari Irak, Somalia, Kongo dan Sudan. Laporan itu juga mengungkapkan bahwa empat dari lima pengungsi di dunia tinggal di negara miskin seperti Pakistan, Iran dan Suriah.

  PBB memperingatkan bahwa masalah pengungsi kini kian kompleks. Konflik lama yang tak kunjung tuntas membuat para pengungsi tak bisa kembali

1 UNHCR : Pengungsi. Sebagaimana dimuat di dalam http://www.unhcr.or.id/id/siapa-

  ke kampung halamannya. Sementara konflik baru menimbulkan gelombang

   pengungsi baru.

  Dalam perjalanan sejarah kemudian dikenal adanya organisasi internasional yang dibentuk oleh PBB. Sebelumnya lembaga yang khusus menangani pengungsi bernama IRO (The International Refugees Organization) dan setelah beberapakali mengalami masa fluktuasi sampai akhirnya lembaga yang paling eksis adalah lembaga terakhir yang dibentuk dengan nama United

  

Nations High Commisioner for Refugee ( selanjutnya disebut UNHCR) di bentuk

  berdasarkan resolusi Majelis Umum PBB No. 428 (V), dan keberadaannya diakui sejak bulan Januari 1951. Awal pembentukan UNHCR adalah untuk masa tiga tahun yaitu dari 1 Januari 1951 namun masa kerja itu diperpanjang sampai dengan

  31 Desember 1953. Tetapi karena lembaga ini dipandang punya kapabilitas dalam menangani pengungsi maka beberapa waktu berikutnya masa kerjanya diperpanjang.

  United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) hadir sebagai

  lembaga internasional yang dibawahi oleh PBB untuk mengatasi permasalahan pengungsi. UNHCR dibentuk pada Desember 1950, yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikan Konvensi Pengungsi 1951, yang dikukuhkan kembali pada 2001. Sejak didirikan, UNHCR telah membantu lebih dari 50 juta pengungsi dengan memberikan bantuan kemanusiaan, termasuk makanan,

2 Pengungsi Dunia Capai Jumlah Tertinggi dalam 15 tahun Terakhir.Sebagaimana di

  muat di dalam penampungan, dan bantuan medis, dan lembaga ini dianugerahi Hadiah Nobel

3 Perdamaian pada 1954 dan 1981.

  Beberapa kasus permohonan pengungsi yang pernah ditangani oleh UNHCR diantaranya yaitu pengungsi asal Irak di Amerika pada tahun 2003 pengungsi asal Afrika, Timur Tengah, dan Asia di Perancis pada tahun 1990, serta pengungsi asal Afrika yang datang ke Belanda, Yunani, dan Italia. Untuk kasus di Indonesia, UNHCR pertama kali menangani kedatangan pengungsi asal Vietnam dan Kamboja yang melarikan diri ke negara-negara di Asia Tenggara dengan menggunakan perahu. Manusia pengungsi asal Vietnam ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan manusia perahu. Jumlah manusia perahu yang semakin meningkat mendorong PBB untuk menyelenggarakan Konferensi Internasional di

4 Jenewa pada bulan Juli 1979.

  Dalam melaksanakan tugasnya, UNHCR berpedoman kepada mandat yang diberikan oleh Majelis Umum PBB dan Economic and Social Council (ECOSOC). Dalam Statuta UNHCR tahun 1951 menyebutkan tentang fungsi utama UNHCR adalah “Memberikan perlindungan internasional dan mencari solusi permanen untuk masalah pengungsi dengan membantu pemerintah untuk memfasilitasi pemulangan sukarela para pengungsi tersebut, atau asimilasi mereka dalam komunitas-komunitas nasional baru”. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut UNHCR kemudian melakukan koordinasi, membuat penghubung dengan pemerintah-pemerintah, Badan khusus PBB, LSM dan organisasi-organisasi antar pemerintah untuk UNHCR mencari solusi permanen terhadap beragam masalah 3 Richard W. Mansbach dan Kirsten L. Rafperty, Pengantar Politik Global, (Bandung:Nusa Media, 2012), hlm. 748. 4 Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional, (Jakarta:Sinar Grafika, 2012),hlm.167

  yang dihadapi oleh para pengungsi sebagi bentuk kepedulian internasional terhadap pengungsi Internasional.

  Berdasarkan uraian diatas makan penulis melakukan penelitian dengan judul “ Kewenangan United Nation High Comissioner for Refugees (UNHCR)

  dalam Perlindungan Konflik Suriah di Wilayah TurkiB.

   Perumusan Masalah

  Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaturan pengungsi internasional dalam Hukum Internasional? 2. Bagaimana hak dan kewajiban Negara yang wilayahnya terdapat pengungsi

  Internasional? 3. Bagaimana peran United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) dalam perlindungan pengungsi konflik Suriah di wilayah Turki?

  C.Tujuan dan Manfaat Penulisan

  Adapun Tujuan Penulisan ini adalah untuk : 1. Untuk mengetahui pengaturan pengungsi internasional dalam Hukum

  Internasional 2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban Negara yang wilayahnya terdapat pengungsi Internasional.

3. Untuk mengetahui kewenangan United Nation High Commisioner for

  Refugees (UNHCR) dalam perlindungan pengungsi konflik Suriah di wilayah Turki.

  Manfaat penulisan di dalam pembahasan skripsi ditujukan kepada berbagai pihak terutama :

1. Secara Praktis sebagai bahan masukan bagi masyarakat luas tentang apa itu

  United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR) dan fungsinya 2.

  Secara Teoritis sebagai bahan masukan penambahan referensi tentang perkembangan United Nation High Commisioner for Refugges (UNHCR) dalam menangani perlindungan pengungsi konflik bersenjata.

D. Keaslian Penulisan

  Penulisan skripsi ini didasarkan atas ide atau gagasan penulis dan telah dilakukan penelusuran di Perpustakaan Fakultas Hukum USU oleh Petugas Pustaka bahwa judul skripsi Kewenangan United Nation High Commisioner For

  

Refugees (UNHCR) Dalam Perlindungan Pengungsi Konflik Suriah Di Wilayah

  Turki., ini tidak ditemukan dan tidak ada yang mirip. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tulisan ini adalah asli.

  Skripsi ini asli ditulis dan diproses melalui pemikiran penulis, referensi dari peraturan-peraturan, buku-buku, kamus hukum, internet, bantuan dari pihak- pihak yang berkompeten dalam bidangnya yang berkaitan dengan skripsi ini. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

E. Metode Penelitian

  Metode Penelitian dalam skripsi ini menggunakan penelitian hukum normative, penelitian hukum normative ini digunakan dengan uraian sebagai berikut : 1.

  Sifat Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu

   pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

  Pendekatan penelitian yang digunakan adalah bersifat kualitatif, dengan cara menganalisis bahan hukum secara komprehensif baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang diperoleh selama melakukan penelitian. Selain itu juga dilakukan secara deskriptif yaitu penulis berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan dan teori-teori yang berkaitan Kewenangan United Nation High Commisioner For Refugees (UNHCR) Dalam Perlindungan Pengungsi Konflik Suriah Di Wilayah Turki 2.

  Sumber data Sumber data yang akan menjadi sumber Informasi yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang telah jadi, dikumpulkan dan diolah menjadi data yangsiap pakai. Data sekunder dalam penulisan ini terdiri dari :

5 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

  a.

  Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yang relevan dengan masalah penelitian, yakni berupa Konvensi internasional tahun 1951 tentang status pengungsi, UNHCR dan sebagainya.

  b.

  Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan tulisan- tulisan atau karya-karya para ahli hukum dan buku-buku teks, jurnal, makalah, surat kabar, majalah, artikel, internet, dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.

  c.

  Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus bahasa, ensiklopedia, dan lain-lain baik di bidang hukum maupun di luar bidang hukum yang digunakan untuk melengkapi data penelitian ini.

  3. Teknik Pengumpul data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik studi literature, yang ditujukan untuk memperoleh bahan-bahan dan informasi- informasi sekunder yang diperlukan dan relevan penelitian, yang bersumber dari buku-buku, media pemberitaan, jurnal, serta sumber informasi lainya. Bentuk bisa berupa data-data yang terdokumentasikan melalui situs-situs internet yang relevan.

  4. Analisis data Jenis Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Analisis kualitatif merupakan proses kegiatan yang meliputi, mencatat, mengorganisasikan, mengelompokkan dan mensintesiskan data selanjutnya memaknai setiap kategori data, mencari dan menemukan pola, hubungan- hubungan, dan memaparkan temuan-temuan dalam bentuk deskripsi naratif yang bisa dimengerti dan dipahami oleh orang lain. Analisis data kualitatif merupakan metode untuk mendapat data yang mendalam dan suatu data yang mengandung makna dan dilakukan pada obyek yang alamiah. Metode ini menggunakan data yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung dengan kata lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

F. Tinjauan Kepustakaan 1.

  Pengertian Hukum Internasional Berikut ini akan diuraikan secara panjang lebar difinisi hukum internasional dari masa kemasa sampai pada tingkat kesepakatan sebuah definisi, yaitu sebagai berikut :

  Grotius (pelopor terbesar hukum internasional) menguraikan bahwa hukum internasional adalah hukum yang membahas kebiasaan-kebiasaan (custom)

   yang diikuti negara pada zamanya.

  Peraturan-peraturan hukum internasional tertentu diperluas kepada orang- perorangan dan satuan-satuan bukan negara sepanjang hak dan kewajiban mereka berkaitan dengan masyarakat internasional dari negara-negara. Hukum internasional antara lain menetapkan aturan-aturan tentang hak-hak wilayah dari negara (berkaitan dengan darat, laut, dan ruang angkasa), perlindungan 6 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Terj. Bambang Iriana, Jakarta: Sinar lingkungan internasional, perdagangan dann hubungan komersial internasional, penggunaan kekerasan oleh negara, dan hukum hak asasi manusia serta hukum

   humaniter.

  Hukum internasional tidak memiliki badan legislatif internasional untuk membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur secara langsung kehidupan masyarakat internasional. Satu-satunya organisasi internasional yang kira-kira melakukan fungsi legislatif adalah Majelis Umum PBB. Tetapi resolusi yang dikeluarkannya tidak mengikat kecuali yang menyangkut kehidupan organisasi

  

  internasional itu sendiri. Memang ada konferensi-konferensi internasional yang diselenggarakan dalam kerangka PBB untuk membahas masalah-masalah tertentu,

   tetapi tidak selalu merumuskan law-making treaties.

2. United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR)

  Fenomena kemanusiaan khususnya pengungsi telah terjadi pasca Revolusi di Rusia serta runtuhnya kekaisaran Ottoman. Disaat itu, jutaan orang mengungsi ke luar wilayah negara asalnya. Keberadaan mereka di luar negaranya berakibat tidak adanya lagi perlindungan hukum dari negara asalnya. Kondisi tersebut kemudian mendorong LBB membentuk Komisaris Tinggi LBB untuk Pengungsi. Tugas utama badan tersebut untuk menetapkan status hukum dan memastikan diberikannya perlindungan internasional kepada pengungsi. Era LBB telah

   merintis disusunnya instrumen internasional untuk perlindungan pengungsi.

  7 C. de Rover, To Serve & To Protect – Acuan Universal Penegakan HAM, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), hlm. 4 8 9 Ibid., hlm 8 10 J.G. Starke, Op. Cit. hlm 40-44 Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional, (Jakarta: Sinar grafika, 2012) hlm. 136

  United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) adalah sebuah

  badan kemanusiaan PBB untuk urusan pengungsi yang berdiri pada 14 Desember 1950. Sebelumnya PBB juga pernah mendirikan sebuah badan kemanusiaan untuk mengatasi masalah pengungsi pada tahun 1944-1949 bernama United Nations

  

Relief and Rehabilitation Administration (UNRRA) dan dilanjutkan oleh

International Refugee Organization (IRO). Kedua badan tersebut didirikan pada

  awal perang dunia kedua untuk membantu pengungsi Eropa yang terpencar akibat peperangan. Mulanya UNHCR adalah lembaga ad-hoc yang berdurasi tiga tahun untuk menyelesaikan tugasnya, setelah itu akan dibubarkan. Namun pada tahun berikutnya, pada 28 Juli 1951, Konvensi PBB tentang status pengungsi dijadikan sebuah dasar hukum dalam membantu pengungsi dan statuta dasar kerja UNHCR. UNHCR sendiri Berkantor pusat di Jenewa, Switzerland.

  2. Pengungsi Pengungsi adalah sekumpulan orang yang tidak ingin tinggal kembali di tempatnya akibat suatu hal yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka, bisa dikarenakan Bencana alam, konflik bersenjata maupun alasan alasan lain yang dapat membuat sekumpulan orang merasa tidak nyaman berada di tempatnya, pengungsi dibagi menjadi empat bagian yaitu : a.

  Pengungsi Internal Secara global, orang-orang yang harus mengungsi dalam negeri sendiri atau

  Internally Displaced People (IDPs) telah berkembang secara luas di berbagai

  bagian di dunia ini sebagai akibat bencana alam dan bencana yang disebabkan oleh manusia. Sampai saat ini, jumlah orang yang mengungsi dari negara mereka karena bencana yang disebabkan manusia telah menjadi populasi yang besar yang menjadi perhatian UNHCR.

  b.

  Pengungsi Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, menjabarkan definisi pengungsi sebagai “seseorang yang dikarenakan oleh ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang disebabkan oleh alasan an ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu dan keanggotaan partai politik tertentu, berada diluar Negara kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari Negara teresebut. Ketika seorang pengungsi meninggalkan negara asalnya atau tempat tinggal sebelumnya, mereka meninggalkan sebagian besar hidup, rumah, kepemilikan dan keluarganya. Pengungsi tersebut tidak dapat dilindungi oleh negara asalnya karena mereka terpaksa meninggalkan negaranya. Karena itu, perlindungan dan bantuan kepada mereka menjadi tanggung jawab komunitas internasional. Pengungsi dalam kriteria refugee adalah pengungsi yang meninggalkan negaranya dalam keadaan terpaksa sehingga wajar tidak memiliki dokumen perjalanan yang lengkap.

  F.

  Pencari Suaka Seringkali terminologi pencari suaka dan pengungsi menimbulkan kebingungan. Seorang pencari suaka adalah seseorang yang menyebut dirinya sebagai pengungsi, namun permintaan mereka akan perlindungan belum selesai dipertimbangkan. Seorang pencari suaka yang meminta perlindngan akan dievaluasi melalui prosedur penentuan status pengungsi (RSD), yang dimulai sejak tahap pendaftaran atau registrasi pencari suaka. Selanjutnya setelah registrasi, UNHCR dibantu dengan penerjemah yang kompeten melakukan interview terhadap pencari suaka tersebut. Proses interview tersebut akan melahirkan alasan-alasan yang melatar belakangi keputusan apakah status pengungsi dapat diberikan atau ditolak. Pencari suaka selanjutnya diberikan satu buah kesempatan untuk meminta banding atas permintaannya akan perlindungan internasional yang sebelumnya ditolak.

  G.

  Orang - orang Tanpa Kewarganegaraan Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, menjabarkan definisi pengungsi sebagai “seseorang yang dikarenakan oleh ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang disebabkan oleh alasan an ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu dan keanggotaan partai politik tertentu, berada diluar negara kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari Negara teresebut. Ketika seorang pengungsi meninggalkan negara asalnya atau tempat Seseorang yang stateless adalah seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan di negara manapun.

  3. Perlindungan Pengungsi Perlindungan pengungsi merupakan suatu bentuk kepedulian internasional dimana perlindungan ini diatur dalam konvensi tahun 1951 dan protokol 1967 yang mengatur prinsip-prinsip dan hak-hak serta kewajiban bagi pengungsi. Pengungsi sendiri sangat membutuhkan perlindungan, dimana bentuk perlindunganya adalah segala bentuk kebutuhan hidup bagi para pengungsi.

  Dalam konvensi 1951 tertera bahwa bahwa semua negara, yang mengakui sifat sosial dan kemanusiaan masalah pengungsi, akan melakukan segala tindakan di dalam kekuasaan mereka, untuk mencegah agar masalah ini tidak menyulut

  

  ketegangan antara Negara-negara. Disini terlihat bahwa setiap Negara berkewajiban melindungi pengungsi serta memberikan perlindungan bagi pengungsi Prinsip yang diakui dalam hukum internasional adalah prinsip non refoulement, artinya negara tidak boleh mengusir pencari suaka atau pengungsi yang masuk di wilayahnya. Prinsip ini sudah menjadi hukum kebiasaan internasional sehingga harus dilaksanakan oleh semua negara.

  4. Konflik Suriah Pemberontakan Suriah 2011-2012 adalah persoalan kaum Muslimin karena para mujahid yang berperang melawan rezim Bashar di sana hakikatnya demi kepentingan Islam. Demonstrasi publik dimulai pada tanggal 26 Januari 2011, dan berkembang menjadi pemberontakan nasional. Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad, penggulingan pemerintahannya, dan mengakhiri hampir lima dekade pemerintahan Partai Ba'ath dan mengganti dengan sistem Islam yang kaffah di bawah naungan Khilafah.

  Pemerintah Suriah mengerahkan Tentara Suriah untuk memadamkan pemberontakan tersebut, dan beberapa kota yang terkepung. Menurut saksi, tentara yang menolak untuk menembaki warga sipil dieksekusi oleh tentara Suriah. Pemerintah Suriah membantah laporan pembelotan, dan menyalahkan "gerombolan bersenjata" untuk menyebabkan masalah pada akhir warga

  11 sipil dan tentara pembelot dibentuk unit pertempuran, yang dimulai kampanye

  

pemberontakan melawan Tentara Suriah.

  Para pemberontak bersatu di bawah bendera Tentara Pembebasan Suriah dan berjuang dengan cara yang semakin terorganisir, namun komponen sipil dari oposisi bersenjata tidak memiliki kepemimpinan yang terorganisir. Pemberontakan memiliki nada sektarian, meskipun tidak faksi dalam konflik tersebut telah dijelaskan sektarianisme sebagai memainkan peran utama. Pihak oposisi didominasi oleh Muslim Sunni, sedangkan angka pemerintah terkemuka adalssad dilaporkan didukung oleh Alawi dan paling banyak adalah orang Kristen di negara ini.

5. Wilayah Turki

  Republik Turki

  Wilayahnya terbentang dari SemenanjungBarat Daya dan daerah

  di

  timur lautyang merupakan bagian dari Turki digunakan untuk menandai batas wilaya

  

  12 Perang Saudara Suriah. Dimuat di dalam diakses pada tanggal 26 Februari 2015 13 Turki. Dimuat di dalamiakses pada tanggal 27

  

  antara

  

  

  

2

  2

   (302,535 sq mi); darat: 770,760 km uas negara Turki 783,562 km

  2

  (297,592 sq mi), laut: 9,820 km (3,792 sq mi). Turki membentang lebih dari 1,600 km (994 mi) dari barat ke timur tapi umumnya kurang dari 800 km (497 mi)

  2

  dari utara ke selatan. Total luas daratan sekitar 783,562 km (302,535 sq mi),

  2

  dengan rincian 756,816 km (292,208 sq mi) berada di dan

  2

  23,764 km (9,175 sq mi) berada di

  

Anadolu ) adalah semenanjung besar dan menyerupai persegi panjang yang

  terletak sebagaimana jempatan antara Eropa dan Asia. Wilayah Anatolia Turki merupakan 97% dari total wilayah negara itu. Wilayah itu juga dapat disebut asia

  

  Seiring dengan terjadinya konflik bersenjata di Suriah , Jumlah pengungsi Suriah telah meningkat menjadi 5,8 juta. Turki sendiri merupakan salah satu Negara yang paling banyak di datangi oleh pengungsi Suriah. Karena letak Turki yang strategis dan Turki merupakan Negara yang damai dan dapat memberikan perlindungan bagi pengungsi internasional. Turki merupakan Negara dalam urutan pertama yang paling banyak menampung pengungsi Suriah terdapat 1,9 juta jiwa, termaksud 450.000 anak-anak dan 270.000 perempuan berada di Turki selebihnya pengungsi tersebut melarikan diri ke negara-negara tetangga seperti Lebanon, Yordania. 14 Geografi Turki. Di muat di dalamiakses

G. Sistematika Penulisan

  Sistematika Penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam bentuk uraian :

  Bab I. PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, tujuan Penulisan, Manfaat penulisan, Metode penelitian, Keaslian penulisan serta Sistematika Penulisan.

  BAB II PERANAN UNITED NATION HIGH COMMISIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM PERLINDUNGAN PENGUNGSI KONFLIK BERSENJATA Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang Pengertian Pengungsi, Penentuan Status Pengungsi serta Pengaturan Hukum Internasional mengenai Pengungsi dan Tugas dan Peranan United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR). BAB III HAK DAN KEWAJIBAN NEGARA YANG WILAYAHNYA TERDAPAT PENGUNGSI INTERNASIONAL Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang definisi United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR), Sejarah United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR), serta hak-hak pengungsi dalam konflik Perang,

  Bab IV KEWENANGAN UNITED NATION HIGH COMMISIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DALAM PERLINDUNGAN PENGUNGSI KONFLIK SURIAH DI WILAYAH TURKI Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang Upaya Perlindungan Pengungsi pada Konflik suriah di wilayah Turki, kasus konflik Suriah dan Kewenangan United Nation High Commisioner For Refugees (UNHCR) dalam perlindungan pengungsi konflik Suriah di wilayah Turki

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini adalah bab terakhir dimana akan diberikan kesimpulan dan saran.