BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning Siswa Kelas IV SD

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hasil Belajar

  2.1.1.1 Pengertian Belajar

  Slameto (2003) berpendapat, bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

  Sudjana berpendapat (1996), bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada indivodu yang belajar (Jihad, 2012; 2).

  Menurut Gagne, belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dan proses pertumbuhan seseorang secara alamiah ( Suprijono, 2009;2).

  2.1.1.2 Pengertian Hasil Belajar

  Hasil belajar menurut Abdurrahman (1999) yaitu kemampuan yang diperoleh anak setelah malalui kegiatan belajar. Sudjana (2004) berpendapat, hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya ( Jihad, 2012;15).

  Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne hasil belajar berupa: 1.

  Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan menipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan. kemampuan analitis-sintetis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip- prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.

  3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

  4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

  5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

  Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan),

  

comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application

  (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.

  Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja (Suprijono, 2012; 5).

2.1.1.3 Ranah Kognitif

  Bloom dalam Sudjana (2009:50) mengemukakan adanya enam kelas/tingkatan yaitu : a)

  Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. c) Aplikasi, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.

  d) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian- bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

e) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.

  f) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.

2.1.1.4 Ranah Afektif

  Sudjana (2010:30) mengemukakan ada 6 jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar a)

  Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll . Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejalaatau rangsangan dari luar.

  b) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.

  c) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk didalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

  d) Organisasi, yakni pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk ke dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dll.

  e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan

  Penilaian afektif pada penelitian ini menggunakan motivasi belajar siswa. Karena dengan mengetahui motivasi belajar siswa maka lebih mudah untuk menilai hasil belajarnya.Apabila motivasi belajar siswa baik, maka hasil belajar dan psikomotor siswa juga lebih baik.

  Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.Motivasi memiliki komponen dalam dan komponen luar. Ada kaitan yang erat antara motivasi dan kebutuhan, serta drive dengan tujuan dan insentif (Zainal Aqib, 2010 : 50)

  Pengertian motivasi diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah suatu proses perubahan energi pada diri seseorang yang memberikan semangat, arah dan kegigihan perilaku untuk mencapai sebuah tujuan. Menurut Drajat (1995:144) aspek motivasi belajar adalah sebagai berikut :

  a) Tekun dalam belajar

  b) Ulet dalam menghadapi kesulitan belajar

  c) Mandiri dalam belajar

  d) Berprestasi dalam belajar

2.1.1.5 Ranah Psikomotor

  Menurut Leighbody (dalam Haryati 2007: 26) dalam melakukan penilaian hasil belajar keterampilan sebaiknya mencakup : a) Kemampuan siswa menggunakan alat dan sikap kerja.

  b) Kemampuan siswa menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urutan pekerjaan.

  c) Kecepatan siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya.

  d) Kemampuan siswa dalam membaca gambar dan atau symbol.

  e) Keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.

2.1.1.6 Penilaian Hasil Belajar

  Menurut Depdiknas (2001) (dalam Asep Jihad dan Abdul Haris, 2012:54), yang dicapai siswa, yang hasilnya digunakan sebagai dasar untuk menentukan perlakuan selanjutnya.

  Depdikbud (1994) mengemukakan “penilaian adalah suatu kegiatan untuk memberikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil yang telah dicapai siswa. Kata “menyeluruh” mengandung arti bahwa penilaian tidak hanya ditujukan pada penguasaan salah satu bidang tertentu saja, tetapi mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai.

  Zainal Arifin (2012:4) menarik kesimpulan bahwa penilaian adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu.

  2.1.1.7 Fungsi Penilaian Hasil Belajar

  Fungsi penilaian menurut Asep Jihad dan Abdul Haris (2012:56), yaitu sebagai berikut: a.

  Alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional. Dengan fungsi ini maka penilaian harus mengacu kepada tujuan-tujuan instruksional.

  b.

  Umpan balik bagi perbaikan proses belajar mengajar. Perbaikan mungkin dapat dilakukan dalam hal tujuan instruksional, kegiatan belajar siswa, strategi mengajar guru, dan lain-lain.

  c.

  Dasar dalam penyusunan laporan kemajuan siswa kepada orangtuanya.

  Dengan demikian, penilaian berfungsi sebagai pemantau kinerja komponen-komponen kegiatan proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan yang diharapkan dalam proses belajar mengajar. Informasi yang diberikan oleh hasil analisis terhadap hasil penilaian sangat diperlukan bagi pembuatan kebijakan-kebijakan yang harus dilakukan oleh seorang guru untuk peningkatan mutu proses belajar mengajar.

  2.1.1.8 Tujuan Penilaian Hasil Belajar

  Dalam pedoman Depdikbud (1994) (dalam Asep Jihap dan Abdul Haris, sekaligus memberi umpan balik.lebih bersifat koreksi, bahwa tujuan penilaian untuk mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan atau kesulitan belajar siswa, dan sekaligus memberi umpan balik yang tepat.

2.1.1.9 Prinsip Penilaian Hasil Belajar

  Sistem penilaian dalam pembelajaran, baik pada penilaian berkelanjutan maupun penilaian akhir, hendaknya dikembangkan berdasarkan sejumlah prinsip sebagai berikut (Asep Jihad dan Abdul Haris. 2012:63): a.

  Menyeluruh Penguasaan kompetensi/kemampuan dalam mata pelajaran hendaknya menyeluruh, baik menyangkut standar kompetensi, kemampuan dasar serta keseluruhan indikator ketercapaian, baik menyangkut domain kognitif (pengetahuan), afektif (sikap, perilaku, dan nilai), serta psikomotor (keterampilan), maupun menyangkut evaluasi proses dan hasil belajar.

  b.

  Berkelanjutan Disamping menyeluruh, penilaian hendaknya dilakukan secara berkelanjutan

  (direncanakan dan dilakukan terus menerus) guna mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan hasil belajar siswa sebagai dampak langsung (dampak instruksional/pembelajaran) maupun dampak tidak langsung (dampak pengiring/nurturan effect) dari proses pembelajaran.

  c.

  Berorientasi pada indikator ketercapaian Sistem penilaian dalam pembelajaran harus mengacu pada indikator ketercapaian yang sudah ditetapkan berdasarkan kemampuan dasar/kemampuan minimal dan standar kompetensinya. Dengan demikian hasil penilaian akan memberikan gambaran mengenai sampai seberapa indikator kemampuan dasar dalam suatu mata pelajaran telah dikuasai oleh siswa.

  d.

  Sesuai dengan pengalaman belajar Sistem penilaian dalam pembelajaran harus disesuaikan dengan pengalaman belajarnya.

2.1.1.10 Instrumen Penilaian

  Seperti yang tercantum dalam buku Pelaksanaan Penilaian (dalam Asep Jihad dan Abdul Haris, 2012:67), istilah instrumen penilaian disebut dengan istilah teknik penilaian yang berupa teknik tes dan nontes.

  a.

  Tes Tes merupakan himpunan pertanyaan yang harus dijawab, harus ditanggapi, atau tugas yang harus dilaksanakan oleh orang yang dites. Tes digunakan untuk mengukur sejauh mana seorang siswa telah menguasai pelajaran yang disampaikan terutama meliputi aspek pengetahuan dan keterampilan.

  Alat penilaian teknik tes, yaitu: 1. Tes tertulis, merupakan tes atau soal yang harus diselesaikanoleh siswa secara tertulis.

  2. Tes lisan, merupakan sekumpulan tes atau soal atau tugas pertanyaan yang diberikan kepada siswa dan dilaksanakan dengan cara tanya jawab.

  3. Tes perbuatan, merupakan tugas yang pada umumnya berupa kegiatan praktek atau melakukan kegiatan yang mengukur keterampilan.

  Bentuk penilaian berupa tes terdiri atas: 1. Bentuk Objektif, meliputi pilihan ganda, isian, benar salah, menjodohkan, serta jawaban singkat.

  2. Bentuk Uraian, meliputi uraian terbatas atau uraian bebas.

  b.

  Nontes Penilaian nontes merupakan prosedur yang dilalui untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik minat, sifat, dan kepribadian. Melalui:

  1. Pengamatan, yakni alat penilaian yang pengisiannya dilakukan oleh guru atas dasar pengamatan terhadap perilaku siswa, baik secara perorangan maupun kelompok, di kelas maupun di luar kelas.

  2. Skala sikap, yaitu alat penilaian yang digunakan untuk mengungkap sikap siswa melalui pengerjaan tugas tertulis dengan soal-soal yang lebih mengukur daya nalar atau pendapat siswa.

4. Catatan harian, yaitu catatan mengenai perilaku siswa yang dipandang mempunyai kaitan dengan perkembangan pribadinya.

  5. Daftar cek, yaitu suatu daftar yang dipergunakan untuk mengecek terhadap perilaku siswa telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum (Depdiknas, 2001).

2.1.2 Pendekatan Contextual Teaching and Learning

  2.1.2.1 Pengertian Contextual Teaching and Learning

  Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata. Dalam pembelajaran kontekstual, belajar bukan hanya sekadar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses mengalami secara langsung. Dalam pembelajaran kontekstual, belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki (Hamruni, 2012;173).

  Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) menurut US. Departement of Education the National School to Work Office yang dikutip oleh Blanchard (2001) (dalam Trianto, 2011;101)merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja.

  2.1.2.2 Asas-asas Pembelajaran CTL

  7 asas-asas (komponen) yang melandasi pelaksanaan pembelajaran CTL (Hamruni, 2012:180), yaitu: 1.

  Konstruktivisme Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari diupayakan untuk mendorong siswa agar bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman. Hal ini karena pengetahuan hanya akan fungsional manakala dibangun oleh individu. Pengetahuan yang hanya diberikan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Penerapan asas konstruktivisme dalam pembelajaran kontekstual adalah mendorong siswa agar mampu mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata.

2. Inkuiri

  Inkuiri berarti proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.

  Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu: a.

  Merumuskan masalah.

  b.

  Mengajukan hipotesis.

  c.

  Mengumpulkan data.

  d.

  Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan.

  e.

  Membuat kesimpulan. Penerapan asas inkuiri dalam pembelajaran kontekstual, dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian, siswa harus didorong untuk menemukan masalah. Jika masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntun siswa untuk melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Manakala data telah terkumpul selanjutnya siswa dituntun untuk menguji hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan kesimpulan. Melalui proses berfikir yang sistematis seperti di atas, diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis, yang kesemuanya itu diperlukan sebagai dasar

  3. Bertanya (Questioning) Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Dalam pembelajaran kontekstual, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.

  Dalam suatu pembelajaran yang produktif kemampuan bertanya sangat penting, karena digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain: a.

  Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran.

  b.

  Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.

  c.

  Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.

  d.

  Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan.

  e.

  Membimbing siswa untuj menemukan atau menyimpulkan sesuatu. Dalam setiap tahapan dan proses pembelajaran kegiatan bertanya hampir selalu digunakan. Oleh karena itu, kemampuan guru untuk mengembangkan teknik-teknik bertanya sangat diperlukan.

  4. Masyarakat belajar (Learning Community).

  Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam pembelajaran kontekstual menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain.

  Dalam pembelajaran kontekstual, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang sifatnya heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling belajar, yang cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu

  5. Pemodelan (Modeling)

  Modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai

  contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan.

  Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran

  kontekstual, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretik-abstrak.

  6. Refleksi (Reflection) Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.

  Dalam pembelajaran kontekstual, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalaman belajarnya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan.

  7. Penilaian Nyata (Authentic Assesment).

  Penilaian nyata (authentic assesment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.

2.1.2.3 Langkah-langkah Penerapan Contextual Teaching and Learning

  Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas (Trianto, 2011:106): 1.

  Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik 3.

  Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya 4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok) 5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran 6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan 7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

2.1.2.4 Karakteristik Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

  Karakteristik pembelajaran CTL menurut Atik Wintarti (2008:25), yaitu: a.

  Kerjasama b. Saling menunjang c. Menyenangkan, tidak membosankan.

  d.

  Belajar dengan bergairah.

  e.

  Pembelajaran terintegrasi.

  f.

  Menggunakan berbagai sumber.

  g.

  Siswa aktif.

  h.

  Sharing dengan teman. i.

  Siswa kritis guru kreatif. j.

  Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain-lain. k.

  Laporan kepada orang tua bukan hanya raport tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dan lain-lain.

2.1.2.5 Kelebihan Contextual Teaching and Learning

  Kelebihan Contextual Teaching and Learning menurut Anisa (2009), yaitu:

  1. Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri kegiatan yang berhubungan dengan materi yang ada sehingga siswa dapat memahaminya sendiri.

  2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pemebelajaran CTL menuntut siswa menemukan sendiri bukan menghafalkan.

  3. Menumbuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang materi yang dipelajari.

  4. Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru.

  5. Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang lain untuk memecahkan masalah yang ada.

  6. Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaram

2.1.2.6 Kelemahan Contextual Teaching and Learning

  Kelemahan Contextual Teaching and Learning menurut Dzaki (2009), yaitu:

  1. Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa tidak mengalami sendiri.

2. Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompoknya.

  3. Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh bekerjasama dengan yang lainnya, karena siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam kelompoknya.

2.1.3 Ilmu Pengetahuan Alam

2.1.3.1 Pengertian IPA

  Menurut H.W Fowler (dalam Laksmi Prihantoro, 1986: 1.3), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala- gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi.

  IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di permukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati oleh indera.

  Adapun Wahyana (1986) (dalam Trianto, 2013:136)mengatakan bahwa

  IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

  Sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Dalam hal ini para guru, khususnya yang mengajar sains atau IPA di sekolah dasar, diharapkan mengetahui dan mengerti hakikat pembelajaran IPA, sehingga dalam pembelajaran IPA guru tidak kesulitan dalam mendesain dan melaksanakan pembelajaran. Siswa yang melakukan pengamatan juga tidak mendapatkan kesulitan dalam memahami konsep sains (Susanto, 2013:167).

  Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur (Marsetio Donosepoetro, 1990: 6). Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk

2.1.3.2 Karakteristik IPA

  IPA memiliki karakteristik sebagai dasar untuk memahaminya, karakteristik tersebut menurut Jacobson dan Bergman (1980) (dalam Susanto, 2013:170), meliputi: 1.

  IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori.

  2. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental serta mencermati fenomena alam, termasuk juga penerapannya.

  3. Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyingkap rahasia alam.

  4. IPA tidak dapat membuktikan semua tetapi hanya sebagian atau beberapa saja.

  5. Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif.

2.1.3.3 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

  b.

  Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

  c.

  Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

  d.

  Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

  e.

  Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

  f.

  Meningkatkan keasadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

  g.

  Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar

  Adapun tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar dalam Badan Nasional Standar Pendidikan (2006) (dalam Susanto,2013:171), dimaksudkan untuk: a.

  Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap posotif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

2.1.3.4 Ruang Lingkup IPA

  Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut (Lias,2013):

  1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

  2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi :cair, padat dan gas.

  3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

  4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

2.2 Kajian yang Relevan

  Penelitian Sindu Nugroho, Ulfi 2012 yang berjudul Upaya Meningkatkan

  

Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL)

Dengan Menemukan Sendiri Siswa Kelas IV SD Negeri Salatiga 12 Kecamatan

Sidorejo Kota Salatiga pada Smeseter 2 Tahun Ajaran 2011/2012 Program Studi

S1 PGSD FKIP Universitas Kristen Satya Wacana menunjukkan bahwa adanya

  peningkatan hasil belajar IPA. Hal ini nampak pada peningkatan hasil perbandingan antar siklus. Skor rata-rata yang diperoleh di kondisi pra siklus sebesar 74,51 naik menjadi 92,42 pada siklus 1 dan pada siklus 2 naik lagi menjadi 94,76. Adapun ketuntasan belajar klasikal pada kondisi pra silus 67,57%, siklus 1 naik menjadi 78,38% dan pada siklus 2 naik menjadi 100%. Sedangkan skor minimal pada kondisi prasiklus sebesar 46, pada siklus 1 naik menjadi 75,33 dan pada siklus 2 tetap 90,17. Sedangkan skor maksimal pada kondisi prasiklus 96 dan siklus 1 99,42 dan siklus 2 menjadi 99,75.

  Selain itu, penelitian Kusnarti 2012 yang berjudul Meningkatkan Hasil

  

Belajar IPA Melalui Metode Eksperimen Dengan Pendekatan CTL Siswa Kelas

  

IV Semester 1 SD Negeri Growong Lor 3 Juwana Kabupaten Pati Tahun

2011/2012 menunjukan bahwa dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV

  SD Growong Lor 03. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan presentase menggunakan metode eksperimen dengan pendekatan CTL adalah 29,26%. 2. Saat siklus 1 prosentase ketuntasan kelas IV mengalami kenaikan menjadi 75,60%. 3. Prosentase ketuntasan pada siklus 2 kelas IV naik menjadi 100%, artinya pada siklus 2 sudah semua siswa kelas IV tuntas.

2.3 Kerangka Berpikir

  Pada kondisi awal ketika guru masih menggunakan metode konvensional atau hanya menyampaikan materi dengan metode ceramah dalam kelas menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas IV SDN Purworejo 02 Kecamatan Blora Kabupaten Blora sangat rendah, karena kurangnya minat siswa terhadap penjelasan guru, siswa tidak merespon pertanyaan, serta siswa tidak berani bertanya kepada guru ketika ada materi yang kurang difahami. Ada juga siswa yang bermain sendiri dengan teman sebangkunya. Guru harus lebih banyak memiliki bahan referensi, hal ini untuk menjaga agar guru memiliki pemahaman yang jauh lebih baik tentang materi yang akan diajarkan.

  Salah satu pendekatan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA adalah melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), dimana CTL ini adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Diharapkan dengan menerapkan pendekatan ini dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Melalui pemanfaatan pendekatan CTL ini siswa akan lebih mudah memahami dan menguasai materi pada mata pelajaran IPA, siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran, siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga suasana kelas menjadi lebih menarik dan tidak membosankan. Dengan diterapkannya pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL ini, suasana kelas yang tidak membosankan, siswa dapat aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar dan sebagian besar siswa nilainya mencapai KKM. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis

  

Bagan Kerangka Berfikir

  Standar Kompetensi : 9. Memahami Perubahan Kenampakan Permukaan Bumi dan Benda Langit Kompetensi Dasar : 9.1 Mendeskripsikan Perubahan Kenampakan Bumi

  9.2 Mendeskripsikan Posisi Bulan dan Kenampakan Bumi dari Hari ke Hari Siswa kurang aktif dalam

  Pembelajaran pada pembelajaran, tidak Kompetensi Dasar berani bertanya, dan

  Energi masih Kondisi bermain sendiri dengan menggunakan

  Awal teman sebangku, sehingga metode hasil belajar siswa rendah konvensional dan tidak mencapai KKM ≥ 68

  Siklus 1 Menggunakan

  Tindak Menggunakan Pendekatan CTL dalam

  Pendekatan an pembelajaran IPA

  Siklus 2 Menggunakan

  Siswa aktif dan Pendekatan CTL

  Kondisi hasil belajar dalam pembelajaran Akhir meningkat

  IPA

2.4 Hipotesis Tindakan

  Melalui pendekatan Contextual teaching and learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN 2 Purworejo Kecamatan Blora Kabupaten Blora semester II tahun pelajaran 2014/2015 sebesar 80% siswa mendapatkan nilai ≥ 68.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPAMelalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) Berbantuan Media Power Point pada Siswa Kelas IV SD Negeri Popongan Keca

0 1 94

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Alat Peraga untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas 5 SD N 2 Kayugiyang Kecamatan Garung Kabupaten

0 0 22

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Alat Peraga untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas 5 SD N 2 Kayugiyan

0 0 10

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Alat Peraga untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas 5 SD

0 1 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Alat Peraga untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas 5 SD N 2 Kayugiyang Kecamatan Garung Kabupaten

0 0 63

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran PKn - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Berbantu Media Video Interaktif terhadap Hasil Belajar PKN Siswa K

0 0 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Lokasi Penelitian 3.1.1 Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Berbantu Media Video Interaktif terhadap Hasil Be

0 1 13

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Berbantu Media Video Interaktif terhadap Hasil Belajar PKN Siswa Kelas 5 SDN Mangunsari 03

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Berbantu Media Video Interaktif terhadap Hasil Belajar PKN Siswa Kelas 5 SDN Mangunsari 03 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2014

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektivitas Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Berbantu Media Video Interaktif terhadap Hasil Belajar PKN Siswa Kelas 5 SDN Mangunsari 03 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2014

0 0 112