Identifikasi Karakteristik Morfologis dan Hubungan Kekerabatan pada Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.) di Beberapa Desa Kabupaten Simalungun

  TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

  Sistematika jahe menurut Hapsoh dan Hasanah (2011) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Subdivisio : Angiospermae, Kelas : Monocotyledoneae, Ordo : Zingiberales, Famili : Zingiberaceae, Genus : Zingiber, Spesies : Zingiber officinale Rosc.

  Tanaman jahe terdiri atas akar, rimpang, batang, daun dan bunga. Perakaran tanaman jahe merupakan akar tunggal yang semakin membesar seiring dengan bertambah umurnya, hingga membentuk rimpang serta tunas-tunas yang akan tumbuh menjadi tanaman baru. Akar tumbuh dari bagian bawah rimpang, sedangkan tunas akan tumbuh dari bagian atas rimpang (Kementerian Pertanian, 2011).

  Batang merupakan batang semu dengan tinggi mencapai 30 cm sampai 1 m (BPTP, 2012). Terdiri dari pelepah daun yang yang berpadu. Bagian luar batang agak licin dan sedikit mengkilap berwarna hijau tua. Biasanya batang dihiasi titik- titik berwarna putih. Batang itu biasanya basah dan mengandung banyak air (succulent) sehingga tergolong tanaman herba (Rostiana, et. al., 1991).

  Daun terdiri atas pelepah dan helaian. Pelepah daun melekat membungkus satu sama lain sehingga membentuk batang. Helaian daun tersusun berseling, tipis berbentuk bangun garis sampai lanset, berwarna hijau gelap pada bagian atas dan lebih pucat pada bagian bawah, tulang daun sangat jelas, tersusun sejajar. Panjang daun sekitar 5-25 cm dan lebar 0,8-2,5 cm. bagian ujung daun agak tumpul dengan panjang lidah 0,3-0,6 cm. permukaan atas daun terdapat bulu-bulu putih. Ujung daun meruncing, pangkal daun membulat atau tumpul. Batas antara pelepah dan helaian daun terdapat lidah daun (Ajijah, et. al., 1997).

  Bunga berupa malai keluar di permukaan tanah, berbentuk tongkat atau bulat telur yang sempit dengan panjang 2,75-3 kali lebarnya, sangat tajam, panjang malai 3,5-5 cm, lebar 1,5-1,75 cm, tangkai bunga hampir tidak berbulu dengan panjang 25 cm, terdapat sisik pada tangkai bunga berjumlah 5-7 buah, berbenuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, hampir tidak berbulu, panjang sisik 3-5 cm, mahkota bunga berbentuk tabung 2-2,5 cm, helainya agak sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5-2,5 mm, lebar 3-3,5 mm, kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm, tangkai putik berjumlah 2 (BPTP, 2012).

  Buah berbentuk bulat panjang, berkulit tipis berwarna merah yang memiliki tiga ruang berisi masing-masing banyak bakal biji berwarna hitam dan memiliki selaput biji (Rugayah, 1994).

  Rimpang bercabang, kulit berbentuk sisik tersusun melingkar dan berbuku- buku, warna kuning cokelat sampai merah tergantung jenisnya, daging berwarna kuning cerah, berserat, aromatik dan merupakan perubahan bentuk dari batang yang terdapat di dalam tanah. Rimpang jahe mempunyai bau yang sangat spesifik (Hapsoh dan Hasanah, 2011). Gambar 1. Tanaman Jahe Gambar 2. Rimpang Jahe Putih Besar Gambar 3. Rimpang Jahe Putih Kecil Gambar 4. Rimpang Jahe Merah Syarat Tumbuh Iklim

  Budidaya jahe memerlukan lahan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Untuk pertumbuhan jahe yang optimal diperlukan persyaratan iklim dan lahan sebagai berikut : iklim tipe A, B, dan C, ketinggian tempat 300-900 m dpl, temperatur rata- rata tahunan 25-30

  C, jumlah bulan basah (>100 mm/bln) 7-9 bulan per tahunnya. Curah hujan 2500-4000 mm/tahun, intensitas cahaya matahari 70-100 % atau agak ternaungi sampai terbuka (Rostiana, et. al., 2005). Jahe terutama dibudidayakan di daerah tropika dengan ketinggian tempat antara 0-1.700 m dpl, memerlukan suhu tinggi serta curah hujan yang cukup selama masa pertumbuhannya. Suhu tanah yang diinginkan antara 25-30

  C. Curah hujan yang dibutuhkan antara 2.500-4.000 mm/tahun (Hapsoh dan Hasanah, 2011).

  Tanah

  Tanah yang mengandung banyak humus, subur dan gembur dengan drainase yang baik merupakan lahan yang disukai jahe. Tanaman ini ditanam di berbagai tipe tanah, tetapi akan lebih baik pada jenis tanah latosol dan andosol (Rahayuningsih, 2006).

  Untuk mendapatkan hasil rimpang yang baik, tanah harus dalam keadaan remah dan ringan sehingga memberi kesempatan akar tersebut berkembang dengan normal. Tanaman ini tidak tahan genangan air sehingga drainasenya harus selalu diperhatikan. Tanaman jahe merah mampu tumbuh di tanah yang masam pada pH 5-6 (Hapsoh dan Hasanah, 2011).

  Karakteristik Jahe dan Penyebarannya

  Menurut Cronquist (1981), family Zingiberaceae terdiri dari 47 genus dan sekitar 1000 spesies. Tersebar luas di wilayah tropika, terutama di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Famili Zingiberaceae dikelompokkan atas tiga “tribes’, masing- masing Globbeae terdiri dari 4 genus dan 100 spesies; Zingiberaceae terdiri dari 18 genus dan 300 spesies; dan Alpineae terdiri dari 25 genus dan 600 spesies. Menurut Pandey (2003) bahwa ada kira-kira 47 genus dari 1400 jenis dalam famili Zingiberaceae ini ditemukan pertama kali di daerah tropik di dunia, tetapi terutama terdapat di daerah Indo-Malaya dimana terdapat kira-kira 50 % dari jumlah spesies yang ditemukan.

  Penyebaran tanaman jahe sudah tentu tidak dapat dipisahkan dari keanekaragaman tipe agroklimat di setiap kawasan. Di Indonesia dikenal beberapa klon jahe seperti jahe kecil atau jahe emprit, jahe merah atau sunti dan jahe gajah. Sampai dengan saat ini secara nasional telah dikoleksi plasma nutfah jahe sejumlah 28 nomor dari berbagai tipe dan daerah. Dengan ketersediaan sumber variasi genetik yang luas itu, memberikan kemungkinan yang leluasa untuk menentukan langkah- langkah perbaikan varietas melalui seleksi dan hibridisasi sehingga didapatkan varietas unggul baru (Lembaga Penelitian Undana, 2006). Menurut Samosir (2011) variasi genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip yang diharapkan akan besar. Terjadinya variasi dalam suatu tanaman dapat disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan dan faktor keturunan atau genetik. Perbedaan kondisi lingkungan memungkinkan munculnya variasi dimana variasi tersebut dapat menetukan penampilan akhir dari suatu tanaman. Keragaman penampilan tanaman dapat mengakibatkan perbedaan sifat dalam tanaman atau perbedaan keadaan lingkungan atau kedua-duanya. Apabila keragaman tanaman masih tetap timbul sekalipun bahan tanaman dianggap mempunyai susunan genetik yang sama (berasal dari jenis tanaman yang sama) dan ditanam pada tempat yang sama. Ini berarti cara yang diterapkan tidak mampu menghilangkan perbedaan sifat dalam tanaman atau keadaan lingkungan atau kedua-duanya (Sitepu, 2011).

  Di Indonesia dikenal 3 varietas jahe yakni jahe merah (Z. officinale var. rubrum), jahe putih kecil (Z. officinale var. amarum) dan jahe putih besar (Z. officinale var. officinale). Ketiga jenis jahe tersebut memiliki perbedaan morfologi pada ukuran dan warna kulit rimpang (Rostiana et al. 1991), Menurut Prayitno (2002), ada 3 kultivar jahe yaitu : 1.

  Jahe putih/kuning besar atau yang lebih dikenal dengan sebutan jahe gajah.

  Memiliki ukuran terbesar disbanding dua jenis jahe lain, sedangkan aromanya kurang tajam dan rasanya kurang pedas, berwarna kuning atau kuning muda.

  2. Jahe putih/kuning kecil sering disebut jahe emprit. Warna cenderung putih sedangkan ukurannya lebih kecil disbanding jahe gajah tetapi lebih besar disbanding jahe merah, memiliki bentuk pipih dengan aroma yang tidak tajam.

3. Jahe merah atau jahe sunti, berwarna merah muda, aromanya tajam dan rasanya pedas, serta memiliki ukuran yang paling kecil disbanding dua jenis jahe lainnya.

  Adapun klon/nomor harapan beberapa varietas jahe antara lain sebagai berikut : Jahe besar terdiri dari 6 klon yaitu Cimanggu 1, JPB1, JPB2, JPB3, JPB4 dan JPB6, Jahe putih kecil terdiri dari 10 klon yaitu JPK1, JPK2, JPK3, JPK4, JPK5, JPK6, JPK7, JPK8, JPK9 dan JKP10. Sedangkan untuk jahe merah hanya terdiri dari 2 klon yaitu JM1 dan JM2 (Bermawie, 2006).

  Secara morfologi dan dengan jelas dapat dilihat, jahe besar, jahe kecil dan jahe merah dibedakan terutama oleh ukuran rimpang dan warna kulit rimpang.

  Rostiana et. al., (1991) menyebutkan perbedaan karakteristik ketiga tipe jahe antara lain adalah ukuran rimpang, warna rimpang, kandungan serat, dan warna daun.

  Lebih lanjut Bermawie, et. al., (2003) menyebutkan ketiga tipe jahe tersebut berbeda dalam hal penampakan rimpang (struktur, warna, bobot rimpang/rumpun, diameter, tinggi dan panjang), panjang akar, batang (tinggi, jumlah, warna dan bentuk), dan daun (panjang, lebar dan warna) serta mutu rimpangnya (kadar atsiri, pati, dan serat). Jahe merah umumnya mempunyai kadar atsiri tinggi, sedangkan kadar pati dan kadar serat ketiga tipe jahe tersebut bervariasi, baik antar tipe maupun di dalam tipe yang sama. Secara umum, jumlah perbedaan antara jahe merah dan jahe besar secara morfologi lebih banyak dibanding antara jahe besar dan jahe kecil. Setiap varietas jahe bisa memiliki persamaan atau perbedaan ciri/karakter. Menurut Irawan dan Purbayanti (2008), adanya persamaan atau perbedaan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui jauh dekatnya hubungan kekerabatan antar kultivar. Semakin banyak persamaan ciri, maka semakin dekat hubungan kekerabatannya. Sebaliknya semakin banyak perbedaan ciri, maka semakin jauh hubungan kekerabatannya.

  Pengelompokkan ciri yang sama merupakan dasar untuk pengklasifikasian.

  Jahe Termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), satu family dengan temu-temuan lainnya seperti : temu lawak (Curcuma xanthorrizha),temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), Lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain (BPTP, 2012).

  Jenis Zingiberaceae secara alami dapat tumbuh di hutan hujan tropis yaitu dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Menurut Nurainas dan Yunaidi (2006), tempat tumbuh yang disenangi tumbuhan ini umumnya tempat-tempat yang lembab tapi ada beberapa jenis yang ditemukan pada hutan sekunder, hutan terbuka, pinggir sungai, rawa-rawa dan kadang dapat tumbuh pada daerah terbuka dengan cahaya matahari penuh.

  Menurut penelitian yang dilakukan Siagian (2010) menyatakan bahwa perbedaan jumlah Zingiberaceae yang diperoleh dari dua lokasi penelitian di kawasan Taman Eden 100 Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara disebabkan salah satunya karena perbedaan faktor fisik lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan Zingiberaceae, cakupan daerah yang diteliti kurang luas. Selain itu, bunga dapat mempengaruhi dalam penyebaran Zingiberaceae karena kebanyakan kasus dari para peneliti jarang menemukan bunga Zingiber sehingga data yang diperoleh tidak lengkap. Menurut Holttum (1950) bunga Zingiber umurnya pendek dan bunga mekar pada pagi hari dan setelah itu menutup dalam beberapa jam. Selain itu, bunga cepat mengalami kerusakan dan memungkinkan penyebaran Zingiber jarang terjadi sehingga jenis yang diperoleh di lokasi penelitian sedikit.

  Penyusunan Deskripsi Menurut SK. Menteri Pertanian Nomor : 700/Kpts/OT.320/D/12/2011

  menyatakan bahwa deskripsi varietas merupakan kumpulan karakter penciri varietas yang dapat digunakan untuk identifikasi dan pengenalan varietas yang dimaksud, pembanding dalam uji kebenaran varietas, serta acuan pengamatan morfologi tanaman dalam proses sertifikasi atau pemurnian varietas. Tiap karakter yang tercantum didalam deskripsi varietas merupakan hasil pengamatan dari uji keunggulan varietas yang dilaksanakan dalam bentuk adaptasi atau observasi.

  Mengingat bahwa karakter varietas untuk setiap komoditas tanaman berbeda, sehingga untuk memudahkan dalam penyusunan deskripsi perlu dibuat standar minimal parameter yang harus dicantumkan dalam deskripsi masing-masing komoditas.

  Metode pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang digunakan dalam studi penelitian ini adalah melakukan pengamatan langsung berbagai informasi di lapangan mengenai berbagai jenis tanaman yang dibudidayakan. Menurut Connole (1993) memberikan batasan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang memfokuskan pada kegiatan-kegiatan mengidentifikasi, mendokumentasi dan mengetahuinya dengan cara interpretasi. Sedangkan menurut Nasir (2001) karakter kualitatif merupakan wujud fenotipe yang saling berbeda tajam antara satu dengan yang lain secara kualitatif dan masing-masing dapat dikelompokkan dalam bentuk kategori. Karakter ini dikendalikan oleh sedikit gen. Sementara karakter kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen.

  Menurut Siagian (2010), jenis-jenis Zingiberaceae yang ditemukan dicatat morfologi penting seperti habitat, letak rhizome, bau rhizome, warna kulit rhizome, warna sisik rhizome, tinggi batang, permukaan batang, warna daun, permukaan daun, warna bunga, bau bunga, letak bunga, dan warna buah serta cirri lain yang akan hilang bila dikeringkan, kemudian dikoleksi dan diberi label gantung bernomor setelah dilakukan pengambilan foto pada bagian tanaman yang dianggap penting.

  Deskripsi karakter dari varietas harus diuraikan berdasarkan urutan bagian tanaman sebagai berikut : tanaman, batang, daun, tandan bunga, bunga dan bagiannya, buah dan bagiannya, biji, sifat lainnya (seperti ketahanan terhadap hama dan penyakit, toleransi terhadap cekaman, kualitas, data DNA, dsb). Untuk karakter yang merupakan bagian tanaman agar diurut sebagai berikut : habitat, tinggi, panjang, lebar, ukuran, bentuk, warna (dapat mengacu bagan warna yang telah baku), dan lain-lain. Gunakan sistematika penulisan sifat yang ringkas, yaitu untuk setiap bagian tanaman diikuti oleh (:) dan karakter dipisahkan dengan (,) (Wibowo dan Adelyana, 2007).

  Pelaksanaan karakterisasi koleksi dilakukan oleh kurator plasma nutfah dan harus mengacu kepada kaidah ilmiah yang sudah ditentukan (Bermawie, 2005).

  Menurut Puslitbangbun (2007) kegiatan karakterisasi jahe meliputi:

  1. Rancangan lingkungan, desain penanaman harus menggunakan rancangan lingkungan, biasanya rancangan acak kelompok, dengan jumlah ulangan disesuaikan dengan kaidah statistik.

  2. Rancangan analisis, data hasil pengamatan dianalisis secara statististik terutama untuk sifat morfologi kuantitatif.

  3. Varietas Pembanding, penanaman harus menggunakan pembanding, berupa varietas unggul nasional atau varietas lokal. Khusus untuk jahe karena sudah ada varietas unggul yang dilepas, maka karakterisasi plasma nutfah selanjutnya harus menggunakan pembanding varietas tersebut. Sehingga potensi sifat plasma nutfah yang diamati diketahui dengan jelas apakah lebih baik atau lebih buruk dari varietas unggul yang sudah ada.

  4. Waktu pengamatan, pengamatan karakter morfologi dilakukan pada kondisi pertumbuhan vegetatif optimal biasanya umur 5-6 bulan setelah tanam.

  5. Jumlah tanaman sampel, jumlah sampel yang diamati minimal 10 rumpun tanaman sampel tiap aksesinya. Sampel diambil dari tanaman yang terletak ditengah-tengah petak penanaman.

  

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan di desa Dolok Saribu Kecamatan Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun dengan ketinggian tempat ± 1200 m dpl, desa Dolok Parmonangan Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun dengan ketinggian tempat ± 1300 m dpl, dan desa Hutaraja Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun dengan ketinggian tempat ± 1100 m dpl. Penelitian ini dimulai pada bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September 2014. Penentuan lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan data produksi jahe tetinggi yang berada di setiap daerah. Berdasarkan hasil survei yang diperoleh maka lokasi yang dipilih untuk melakukan pengamatan berada di tiga desa tersebut.

  Kondisi Umum Lokasi Penelitian

  Secara geografis Simalungun letaknya diapit oleh 8 kabupaten, yaitu Kabupaten Serdang Bedagai, Deli Serdang, Karo, Tobasa, Samosir, Asahan, Batu Bara, dan Kota Pematangsiantar. Letak astronomisnya antara 02 36’-03 18’ Lintang

  2 Utara dan 98 32’-99 35’ Bujur Timur dengan luas 4.386,60 km berada pada

  ketinggian 0-1400 meter diatas permukaan laut dimana 75 persen lahannya berada pada kemiringan 0-15% sehingga Kabupaten Simalungun merupakan Kabupaten Terluas ke-3 setelah Kabupaten Madina dan Kabupaten Langkat Sumatera Utara dan memiliki letak yang cukup strategis serta berada di kawasan Danau Toba-Parapat.

  Kabupaten Simalungun terdiri dari 31 Kecamatan dengan kecamatan terluas adalah Kecamatan Raya sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Haranggaol Horison dengan rata-rata jarak tempuh ke ibukota Kabupaten 51,42 km dimana jarak terjauh adalah Kecamatan Silou Kahean 127 km dan Ujung Padang 113 km (BPS, 2012).

  Bahan dan Alat

  Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah beberapa tanaman jahe yang diambil dari tiga kecamatan dengan masing-masing kecamatan terdiri atas satu desa yaitu “desa Dolok Saribu Kecamatan Dolok Pardamean “desa Dolok Parmonangan Kecamatan Dolok Panribuan”, dan “desa Hutaraja Kecamatan Purba yang akan diteliti karakteristik morfologi dari masing-masing tanaman tersebut.

  Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kamera, gunting, parang, ember, jangka sorong, buku lapangan, alat ukur berupa timbangan dan meteran, spidol, kertas karton/kain putih, pulpen dan plastik.

  Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

  Metode deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang akan diselidiki (Nazir, 2011). Dalam hal penelitian ini untuk mengidentifikasi karakteristik jahe yang ada di beberapa wilayah Kabupaten Simalungun. Pengambilan sampel diambil menggunakan metode purposive sampling merupakan teknik pengambilan yang dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh satuan sampling yang memiliki karakteristik yang dikehendaki (Setiawan, 2005).

  Penelitian dari tiga desa di Kabupaten Simalungun tersebut diketahui terdiri dari beberapa sampel yaitu : Jahe desa Dolok Saribu (A) terdiri dari 15 sampel, yaitu : A A A A A

  1

  4

  7

  10

  13 A

  2 A

  5 A

  8 A

  11 A

  14 A

  3 A

  6 A

  9 A

  12 A

  15 Jahe desa Dolok Parmonangan (B) terdiri dari 15 sampel, yaitu :

  B

  1 B

  4 B

  7 B

  10 B

  13 B B B B B

  2

  5

  8

  11

  14 B

  3 B

  6 B

  9 B

  12 B

  15 Jahe desa Hutaraja (C) terdiri dari 15 sampel, yaitu :

  C C C C C

  1

  4

  7

  10

  13 C

  2 C

  5 C

  8 C

  11 C

  14 C C C C C

  3

  6

  9

  12

  15 Jumlah sampel/desa : 15 sampel

  Jumlah sampel keseluruhan : 45 sampel Analisis data fenotipe pada karakter kuantitatif dilakukan untuk melihat keragaman yang ada pada populasi. Analisis perbandingan keragaman juga dilakukan dengan melihat perbandingan keragaman fenotipe dengan standar deviasi keragaman fenotipe.

  Nilai keragaman fenotipe dihitung dengan rumus:

  2

  2

  2

  p = ( ) – [( /n] σ ∑x ∑x) n-1

  2

  p = Keragaman fenotipe σ x = Nilai sampel n = Jumlah populasi yang diuji

  Selanjutnya standar deviasi keragaman fenotipe dihitung berdasarkan rumus :

  2

2 Sd p = p

  σ σ

2 Sd σ p = Standar deviasi keragaman fenotipe

  Kriteria penilaian terhadap luas dan sempitnya keragaman ditentukan berdasarkan Anderson dan Bancroft (1952) dalam Pinaria, et, al., (1995) sebagai berikut:

  2

  2

  p berarti bahwa keragaman luas (beragam) Apabila σ p > 2 x Sd σ

  2

2 Apabila σ p < 2 x Sd σ p berarti bahwa keragaman sempit (seragam)

  Data kualitatif dan kuantitatif yang telah terstandarisasi diolah menggunakan program SPSS dengan analisis gerombol (cluster) untuk mengetahui tingkat kekerabatan antar aksesi dari setiap sampel masing-masing jahe di tiga desa di Kabupaten Simalungun. Analisis cluster digunakan untuk melihat hubungan interdependensi (kekerabatan) antara seluruh set variabel yang diteliti dengan mengelompokkannya ke dalam obyek kelompok yang relatif homogen berdasarkan pada suatu set variabel yang dipertimbangkan untuk diteliti. Dalam analisis cluster pengelompokkan hubungan interdependensi dapat disajikan dalam dendogram (Sutanto, 2009).

Dokumen yang terkait

BAB II UPAYA PENCEGAHAN PERUSAKAN HUTAN A. Upaya-Upaya yang dapat dilakukan dalam Mencegah Perusakan Hutan - Upaya Hukum dalam Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Upaya Hukum dalam Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

0 0 19

BAB II PENGATURAN TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN UMUM D. Pengujian Kendaraan Umum - Prosedur Pengujian Kendaraan Umum Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 4 Tahun 2012 Ditinjau Dari Aspek Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kabupaten Karo)

0 0 30

KATA PENGANTAR - Prosedur Pengujian Kendaraan Umum Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 4 Tahun 2012 Ditinjau Dari Aspek Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kabupaten Karo)

0 0 26

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR A. Teori-teori Kriminologi Penyebab Terjadinya Kejahatan - Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak(Studi Kasus Putusan No.300/PID.B/20

0 0 40

BAB I - Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak(Studi Kasus Putusan No.300/PID.B/2013/PN.KBJ)

0 0 43

Eksplorasi dan Karakterisasi Mikroorganisme dari Biji Karet dan Manfaatnya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell Arg.)

0 0 14

Eksplorasi dan Karakterisasi Mikroorganisme dari Biji Karet dan Manfaatnya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell Arg.)

0 2 8

KATA PENGANTAR - Eksplorasi dan Karakterisasi Mikroorganisme dari Biji Karet dan Manfaatnya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell Arg.)

0 0 10

Identifikasi Karakteristik Morfologis dan Hubungan Kekerabatan pada Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.) di Beberapa Desa Kabupaten Simalungun

0 0 22