LAYANAN DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK MENGEMBANGKAN SELF-DISCLOSURE DALAM PERSAHABATAN: Studi Deskriptif tentang Self-disclosure dalam Persahabatan di SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.

(1)

LAYANAN DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK MENGEMBANGKAN SELF-DISCLOSURE DALAM PERSAHABATAN (Studi Deskriptif tentang Self-disclosure dalam Persahabatan di SMA Taruna

Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

oleh Sovi Navisah NIM 1105359

DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015


(2)

LAYANAN DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK MENGEMBANGKAN SELF-DISCLOSURE DALAM PERSAHABATAN\ (Studi Deskriptif tentang Self-disclosure dalam Persahabatan di SMA Taruna

Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016)

oleh SOVI NAVISAH

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Sovi Navisah 2015

Universitas Pendidikan Indonesia Oktober 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruh atau sebagaian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

SOVI NAVISAH NIM. 1105359

LAYANAN DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK MENGEMBANGKAN SELF-DISCLOSURE DALAM PERSAHABATAN (Studi Deskriptif tentang Self-disclosure dalam Persahabatan di SMA Taruna

Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016)

disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing

Dr. Hj. Euis Farida, M.Pd NIP. 19590110 198403 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Prof. Dr. Uman Suherman AS., M.Pd NIP. 19620623 198610 1 001


(4)

ABSTRAK

Sovi Navisah (1105359) Layanan Dasar Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan disclosure dalam Persahabatan (Studi Deskriptif tentang Self-disclosure dalam Persahabatan di SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui self-disclosure dalam persahabatan peserta didik (remaja). Populasi dalam penelitian ini berjumlah 104 orang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan harapan memperoleh data mengenai gambaran umum peserta didik yang memiliki keterbukaan diri dalam persahabatan. Metode yang digunakan metode deskriptif untuk mendeskripsikan keterbukaan diri peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung. Pengumpulan data menggunakan angket keterbukaan diri yang didalam nya terdiri dari enam aspek, yaitu sikap dan opini, selera dan minat, kepribadian, sekolah, keuangan dan fisik. Hasil penelitian menunjukan bahwa 1). peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung mempunyai keterbukaan diri yang tinggi dalam persahabatan, namun perlu adanya upaya pengembangan. Peserta didik yang termasuk dalam keterbukaan diri kategori tinggi mendapatkan persentase 86,2% yaitu 90 orang dan keterbukaan diri dalam kateori rendah mendapatkan persetase 13,8% yaitu 14 orang. 2) Penyusunan rancangan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan pereserta didik.


(5)

ABSTRACT

Sovi Navisah (1105359) Basic Guidance and Counseling Services to Develop Self-Disclosure in Friendship (Descriptive Study About Self-disclosure in relationship in SMA Taruna Bakti Bandung in Academic Year 2015/2016).

This study aims to determine the self-disclosure in friendship students (teenagers). The population in this study amounted to 104 students. This study uses a quantitative approach in the hope of obtaining a general overview of data about students who have openness in their friendship. The method which is used is descriptive method to describe the openness of self-disclosure XI class in SMA Taruna Bakti. Collecting data using a questionnaire which in its self-disclosure consists of six aspects, they are the attitudes and opinions, tastes and interests, personality, school, financial and physical. The results showed that 1) students in XI class in SMA Taruna Bakti Bandung has a high self-disclosure in friendship, but still need for development efforts. Students are included in the category of high-gain self-disclosure with percentage 86.2%, they are 90 students and openness in low category get percentage 13.8%, they are 14 students. 2)Preparation of the draft implementation guidance and counseling services according to the needs of students.


(6)

i DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

UCAPAN TERIMAKASIH... ii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... 7

1.4Metode Penelitian... 8

1.5Manfaat Penelitian ... 7

1.6Stuktur Organisasi Skripsi ... 8

BAB II KONSEP SELF-DISCLOSURE , PERSAHABATAN DAN LAYANAN DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING 2.1Self-disclosure ... 9

2.2Perkembangan Remaja Sebagai Peserta Didik SMA ... 20

2.3Konsep Persahabatan ... 23

2.4Layanan Dasar Bimbingan dan Konseling ... 26

2.5Penelitian Terdahulu ... 29

2.6Posisi Penelitian ... 31

BAB III METODE PENELITIAN 3.1Desain Penelitian ... 32

3.2Partisipan ... 32

3.3Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

3.4Definisi Operasional Variabel ... 33

3.5Instrumen Penelitian ... 36


(7)

3.7Prosedur Penelitian ... 42

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Temuan Penelitian ... 44

4.2Rancagan Layanan Dasar Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Self-disclosure dalam Persahabatan Peserta Didik ... 57

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1Simpulan ... 67

5.2Keterbatasan Penelitian ... 68

5.3Rekomendasi ... 68


(8)

iii DAFTAR GAMBAR

2.1.4 Jendela Johari (Johari Window) ... 17

DAFTAR GRAFIK 4.1Gambaran Umum Self-disclosure dalam Persahabatan Peserta Didik Kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016 ... 45

4.2Gambaran Pencapaian Aspek Self-disclosure dalam Persahabatan Peserta Didik Kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016 ... 46

4.3Gambaran Pencapaian Indikator Self-disclosure dalam Persahabatan Peserta Didik Kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016 ... 47

4.4Gambaran Pencapaian Self-disclosure dalam Persahabatan 14 Peserta Didik yang Tergolong Rendah Kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016 ... 48

DAFTAR TABEL 3.1Kisi-kisi Instrumen Self-disclosure dalam Persahabatan ... 37

3.2Hasil Uji Reliabilitas ... 39

3.3Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 39

3.4Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban ... 40

3.5Pengkategorian Self-disclosure dalam Persahabatan ... 41

3.6Interpretasi Skor Kategori Self-disclosure dalam Persahabatan ... 41

4.1Gambaran Umum Self-disclosure dalam persahabatan Peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016 ... 44

4.2Gambaran Umum Self-disclosure dalam persahabatan Peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016 ... 59

4.3Rancangan Operasional Layanan Dasar Bimbingan dan Konseling untuk mengembangkan self-disclosure dalam persahabatan peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016 ... 65


(9)

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : SURAT-SURAT PENELITIAN A. Surat Pengangkatan Dosen Pembimbing Skripsi B. Surat Pernyataan Instrumen

C. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Upi D. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Jurusan E. Surat Penelitian Keterangan Penelitian dari Sekolah

LAMPIRAN 2 : INSTRUMEN SELF-DISCLOSURE DALAM PERSAHABATAN A. Kisi-Kisi Instrumen Self-disclosure dalam Persahabatan

B. Instrumen Self-disclosure dalam Persahabatan LAMPIRAN 3 : PENGOLAHAN DATA

A. Data Mentah B. Hasil Uji Validitas C. Hasil Uji Reliabilitas D. Hasil Pengolahan Data

LAMPIRAN 4 : RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING

A. Rancangan Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok B. Dokumentasi

C. Hasil Konsultasi Bimbingan Skripsi


(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Penelitian

Pada masa usia SMA (Sekolah Menengah Atas) dapat dikategorikan dalam masa usia remaja madya dengan rentang usia dari 15-18 tahun. Remaja merupakan usia dimana banyak mengalami perubahan hubungan sosial dan berusaha untuk memahami orang lain, bahwa setiap individu mempunyai keunikan tersendiri satu dengan yang lainnya berbeda dalam hal fisik, sikap maupun pemikiran. Dalam hal proses memahami yang dilakukan, mendorong remaja untuk dapat menjalin hubungan sosial yang lebih akrab. Menurut Havighurst (dalam Yusuf, 2004, hlm. 74-94) salah satu tugas perkembangan pada usia SMA yang harus dijalani yaitu mencapai kematangan dalam hubungan teman sebaya dan mengembangkan kemampuan komunikasi sosial. Tugas perkembangan yang harus di laksanakan oleh remaja pada tingkat SMA dalam mencapai kematangan hubungan dengan teman sebaya adalah dengan cara membina hubungan persahabatan. Persahabatan merupakan salah satu contoh dari suatu hubungan diadik, yaitu komunikasi yang berlangsung dua arah antara dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas karena adanya praktik komunikatif dan membuka diri satu sama lainnya.

Salah satu jenis hubungan yang dialami oleh remaja adalah persahabatan. Ikatan dalam hubungan persahabatan banyak ditemui atas dasar minat yang sama dan adanya kemiripan satu dengan lainnya. Persahabatan merupakan hubungan yang bersifat timbal balik, seimbang, dan stabil. Remaja dapat mengekspresikan pikiran dan perasaan pribadi mereka. Mereka juga memperoleh tempat yang memungkinkan untuk berani menyampaikan opini, kelemahan, dan memperoleh bantuan ketika berada dalam masalah.

Para remaja melaporkan bahwa mereka dapat lebih mengungkapkan informasi yang bersifat mendalam dan pribadi kepada teman-teman mereka dari pada para anak yang lebih kecil atau kepada orangtua mereka. Remaja juga menyatakan mereka lebih mengandalkan teman dari pada orangtua untuk memenuhi kebutuhan, untuk


(11)

kebersamaan, untuk meyakinkan harga diri, dan keakraban. Meningkatnya kedekatan dan pentingnya persahabatan memberikan tantangan kepada remaja untuk menguasai kemampuan sosial yang lebih baik (Buhrmester & Furman, 1987, hlm. 1103).

Remaja memiliki persahabatan yang berkualitas tinggi di bandingkan dengan anak-anak, mereka mengatakan bahwa teman-teman yang baik adalah saling menceritakan segala sesuatu, mengungkapkan pemikiran pribadi dan berbagi perasaan yang mereka miliki. Keterbukaan diri merupakan ciri khas dari sebuah persahabatan, remaja juga mengatakan bahwa teman-teman mereka akan saling membela satu sama lainnya dalam perkelahian untuk menunjukkan rasa kesetiakawanan mereka (Berndt, 2002, hlm. 7).

Semakin tingginya kualitas persahabatan antar remaja menyebabkan remaja dituntut untuk mempelajari sejumlah kemampuan agar dapat menjaga hubungan berjalan dengan baik, termasuk mengetahui bagaimana cara untuk membuka diri sendiri dengan tepat, mampu menyediakan dukungan emosi kepada teman, dan menangani masalah agar tidak merusak keakraban dari persahabatan. Kemampuan ini membutuhkan pengambilan sudut pandang, empati, dan pemecahan masalah sosial bila pada remaja dibandingkan dengan kemampuan yang dibutuhkan pada masa kanak-kanak.

Menurut Bauminger et al, (dalam Christensen, 2011, hlm. 2) persahabatan juga menyediakan individu dengan ikatan emosional yang konsisten dan rasa memiliki untuk diperlukan, menciptakan rasa kebermaknaan dalam suatu hubungan. Memiliki kepercayaan dan terpercaya yang bersedia membantu memberikan hubungan emosional, dan menjadi bagian dari hubungan pribadi yang unik memberikan rasa memiliki. Kedekatan emosional dan rasa memiliki mengindikasikan bagaimana individu memaknai persahabatan.

Keterbukaan diri yang terjadi pada persahabatan dilandasi dengan adanya kepercayaan diantara sahabat, saling percaya bahwa mereka bisa menjaga rahasia tentang masalah pribadi yang di ceritakannya. Semakin tinggi keterbukaan antar sahabat membuat semakin kecil kemungkinan terjadi nya konflik yang terjadi, namun bukan berarti keterbukaan yang sangat tinggi itu baik. Keterbukaan diri


(12)

(self-disclosure) sangat baik untuk persahabatan namun harus mempunyai batasan privasi sesuatu yang harus diceritakan atau cukup individu tersebut yang mengetahuinya. Menurut Greene et al, (dalam Gibbs, 2006, hlm. 156)keterbukaan diri secara umum memiliki efek yang positif pada pengembangan suatu hubungan, meskipun di akui bahwa seseorang mempunyai siklus antara menjadi terbuka dan tertutup dalam mengungkapkan diri mereka, namun jika seseorang terlalu banyak mengungkapkan diri (terutama informasi yang negatif) dalam hubungan, mungkin akan memiliki efek yang negatif pula.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2014), tentang profil self-disclosure peserta didik dan implikasinya terhadap bimbingan dan pribadi sosial. Temuan penelitian menunjukkan self disclosure peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2015/2016 secara umum berada pada kategori tinggi yaitu 67% dan 33% pada kategori rendah. Peserta didik yang berada pada ketgori tinggi sudah terbuka dan mengungkapkan informasi pribadi kepada teman secara mendalam, mengungkapkan informasi diri mengenai sikap dan opini, selera dan minat, sekolah, keuangan, pribadi, dan fisik, serta hubungan yang terjalin dengan teman sudah sangat akrab, namun masih memerlukan bimbingan. Tingkap pencapaian aspek atau opini self-disclosure peserta didik berada pada kategori tinggi, yaitu topik mengenai sekolah, topik mengenai kepribadian, topik sikap dan opini, topik selera dan minat, dan topik fisik, topik seputar keuangan berada pada kategori rendah. Terdapat perbedaan self-disclosure antara peserta didik laki-laki dan peserta didik perempuan kelas VII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2015/2016, peserta didik perempuan lebih terbuka dan mengungkapkan informasi pribadi kepada teman serta hubungan yang dijalin sudah akrab.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan di SMA Taruna Bakti Bandung melalui wawancara kepada guru bimbingan dan konseling masih terdapat peserta didik yang enggan menceritakan masalah pribadinya kepada guru-guru bimbingan dan konseling, namun ketika sudah terjadinya masalah yang serius peserta didik baru terbuka. Berdasakan observasi dan wawancara yang dilaksanakan kepada peserta didik, diketahui bahwa mereka tidak mudah menaruh kepercayaan kepada


(13)

teman mereka mengenai masalah pribadi yang dihadapi karena merasa takut jika masalah tersebut disebar luaskan kepada teman lainnya. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal yang kurang baik, oleh karena itu perlu adanya upaya untuk mengembangkan self-disclosure yang terjadi di dalam persahabatan peserta didik SMA Taruna Bakti Bandung.

Keterbukaan diri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hubungan interpersonal, keterbukaan diri adalah sikap untuk membuka diri tentang keadaan dirinya secara terbuka dan apa adanya. Keterbukaan dalam komunikasi menghilangkan kesalahpahaman dan kecurangan. Keadaan seperti inilah yang akan menciptakan hubungan interpersonal yang baik. Keakraban hubungan interpersonal ditandai oleh adanya sikap terbuka, saling percaya, sehingga seseorang dapat “secara total mengungkapkan segala sesuatu tanpa resiko” (Suranto Aw, 2011, hlm. 31)

Dalam keterbukaan diri hal yang paling mendasar adalah kepercayaan, biasanya individu akan mulai terbuka jika kepada orang yang sudah lama dikenalnya. Kepercayaan terhadap orang lain yang mendasar ditentukan oleh pengalaman bertahun-tahun. Self-disclosure diartikan sebagai tindakan individu dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi terhadap orang lain. Informasi yang bersifat pribadi mencakup aspek atau topik pembicaraan mengenai sikap dan opini, selera atau minat, sekolah, kepribadian, keuangan, fisik (Jourard, 1971a, hlm.8).

Berdasarkan pengertian keterbukaan diri (self-disclosure) dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa kunci dari suksesnya keterbukaan diri adanya saling percaya satu sama lainnya. Ketika mengenal seseorang selama bertahun-tahun dan mengenal lebih jauh bagaimana karakter dan sifat membuat kita memahami apakah orang tersebut layak untuk bisa menjaga informasi mengenai pribadi yang kita bagi, selain itu individu juga ingin mendapatkan umpan balik dari keterbukaan diri yang dilakukannya dengan cara mendapatkan kepercayaan dan keterbukaan diri dari sahabatnya tersebut.

Self-disclosure sebagai suatu jenis komunikasi yang mengungkapkan informasi tentang diri seperti pikiran, perasaan, pendapat pribadi yang biasanya disembunyikan dikomunikasikan kepada orang lain, dan menyatakan self-disclosure


(14)

memfasilitasi pengembangan dan pembentukan hubungan interpersonal yang tulus dan bermakna (Devito, 2010, hlm. 59).

Penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dalam Gainau, 2008, hlm. 3) menunjukkan bahwa individu yang mampu dalam keterbukaan diri (self-disclosure) akan dapat mengungkapkan diri secara tepat, terbukti mampu menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya diri sendiri, lebih kompeten, dapat diandalkan, lebih mampu bersikap positif, percaya terhadap orang lain, lebih objektif, dan terbuka. Sebaliknya individu yang kurang mampu dalam keterbukaan diri (self-disclosure) terbukti tidak mampu menyesuaikan diri, kurang percaya diri, timbul perasaan takut, cemas, merasa rendah diri, dan tertutup. Johnson mengatakan bahwa ciri-ciri self-disclosure tersebut, mempengaruhi kesehatan mental seseorang.

Individu yang mampu terbuka akan dapat mudah memahami dirinya sendiri karena mampu menerima pandangan orang lain, sehingga mudah mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Selain itu, kita dapat mudah mengatasi masalah yang dihadapi dengan adanya solusi dan dukungan yang diberikan oleh orang lain, dalam hal ini kita percaya bahwa orang tersebut dapat dipercaya karena sudah mampu terbuka menceritakan masalah pribadi sehingga membuat orang lainpun percaya dan terbuka juga, saling terbuka dan percaya merupakan asal mulanya terbentuk suatu hubungan persahabatan.

Berdasarkan pentingnya keterbukaan diri (self-disclosure) yang dimiliki peserta didik saat ini perlu adanya pengembangan lebih untuk meningkatkan komunikasi interpersonal yang dimiliki, oleh karena itu perlu adanya penelitian empiris yang mampu memberikan solusi tentang pengembangan keterbukaan diri pada peserta didik. Layanan yang akan dibuat untuk mengembangkan self-disclosure dalam persahabatan yaitu berupa layanan dasar melalui bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok dapat di definisikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu melalui suasana kelompok yang memungkinkan setiap anggota untuk belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya pengembangan wawasan, sikap dan atau keterampilan yang diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah atau dalam upaya pengembangan pribadi. Oleh karena


(15)

itu peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Layanan Dasar Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Self-disclosure dalam Persahabatan”

1.2Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian 1.2.1 Identifikasi

Salah satu faktor penentu kekuatan hubungan dalam persahabatan yang dilakukan oleh remaja salah satunya adalah keterbukaan diri (self-disclosure). Jika seseorang terlibat dalam persahabatan di mana tidak ada banyak keterbukaan, ia dapat melihat bahwa persahabatan memiliki pandangan yang negatif atau buruk. Salah satu penyebab rusaknya hubungan adalah kurangnya keterbukaan diri dalam komunikasi, namun sayangnya banyak orang berfikir bahwa keterbukaan diri sudah tidak diperlukan lagi pada saat hubungan yang sudah semakin memburuk, dikarenakan bahwa orang lain tidak akan memberikan manfaat dan dukungan jika sudah membuka diri dan mempunyai ketakutan akan merugikan (Devito, 2010, hlm. 280). Fehr (dalam Christensen, 2011, hlm. 4) menyatakan bahwa keterbukaan diri tidak terjadi di setiap persahabatan, namun seorang individu memiliki harapan dalam menciptakan keintiman melalui persahabatan.

Keterbukaan diri merupakan aspek yang penting dalam mengenal orang lain, namun jika orang tersebut tidak mau terbuka akan dirinya, maka ia tidak akan mengenal sahabatnya sebagai pribadi yang utuh. Diketahui bahwa dalam suatu hubungan persahabatan jika tidak adanya keterbukaan diri kemungkinan kurangnya rasa mempercayai, menghargai, kejujuran dan kepedulian. Mengetahui hal ini, masuk akal untuk meneliti pengembangan self-disclosure pada persahabatan dengan menggunakan layanan dasar yaitu bimbingan kelompok sehingga individu dapat menggambarkan hubungan persahabatan serta perubahan dinamika persahabatan dengan mengembangkan proses komunikatif dalam menciptakan keterbukaan diri. Dengan perubahan sifat dalam persahabatan, juga memungkinkan individu


(16)

memahami, menilai, dan membangun hubungan sosial lain mereka sedikit dengan berbeda.

1.2.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dijabarkan dalam pertanyaan penelitian:

1) Bagaimana gambaran umum self-disclosure dalam persahabatan peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016 ?

2) Bagaimana rancangan layanan dasar bimbingan dan konseling untuk mengembangkan self-disclosure dalam persahabatan peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran empirik mengenai self-disclosure dalam persahabatan peserta didik dan menyusun rancangan pelaksanaan layanan dasar bimbingan dan konseling untuk menengembangkan keterbukaan diri (self-disclosure) dalam persahabatan peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1) Memperoleh gambaran umum self-disclosure dalam persahabatan peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016;

2) Membuat rancangan layanan dasar bimbingan dan konseling untuk mengembangkan self-disclosure dalam persahabatan peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan mengenai pengembangan keterbukaan diri (self-disclosure) dalam persahabatan.

1.4.2 Manfaat Praktis


(17)

1) Bagi Peserta Didik SMA

Diharapkan penelitian ini bisa membantu mengembangkan self-disclosure pada diri peserta didik dalam menjalin hubungan persahabatan.

2) Bagi Guru BK

Diharapkan penelitian ini bisa di jadikan sebagai salah satu acuan untuk memberikan layanan kepada peserta didik dalam mengembangkan keterbukaan diri (self-disclosure).

3) Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini bisa di jadikan bahan kajian yang berhubungan dengan self-disclosure pada remaja khusus nya dalam persahabatan dan penelitian selanjutnya self-disclosure dalam persahabatan remaja akhir dalam konteks pendidikan di universitas.

1.5Struktur Organisasi Skripsi

Penelitian ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut. Bab I pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah penelitian yang berisikan fenomena yang terjadi dan permasalahan, identifikasi dan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skrpisi. Bab II kajian pustaka, terdiri dari pembahasan mengenai teori-teori seperti konsep self-disclosure, persahabatan, remaja sebagai peserta didik SMA, dan layanan dasar bimbingan dan konseling. Bab III metodologi penelitian, yang meliputi pendekatan dan metode penelitian, tempat dan partisipan penelitian, definisi operasional variabel penelitian, instrumen penelitian, langkah-langkah penelitian, dan teknik analisis data yang digunakan. Bab IV temuan penelitian dan pembahasan, yang terdiri dari pemaparan deskripsi temuan penelitian dan pembahasan serta rancangan layanan dasar bimbingan dan konseling. Bab V penutup, yang terdiri dari simpulan dan rekomendasi penelitian.


(18)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang yang bertujuan menganalisis data yang diarahkan untuk menjawab rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan dengan menganalisis data menggunakan statistik, Sugiyono (2013, hlm. 31). Penelitian kuantitatif ini guna membantu memperoleh gambaran umum self-disclosure dalam persahabatan peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan dan mencari jawaban secara mendasar tentang masalah yang terjadi secara aktual tanpa menghiraukan kejadian pada waktu sebelum dan sesudahnya dengan cara mengolah, menganalisis, menafsirkan dan menyimpulkan data hasil penelitian. Metode ini dipilih karena bermaksud mendeskripsikan, menganalisis, dan mengambil suatu generalisasi mengenai self-disclosure dalam persahabatan peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.

3.2Partisipan

Dalam melaksanakan penelitian mengenai self-disclosure dalam persahabatan ini berlokasi di SMA Taruna Bakti Bandung yang beralamat di jalan L.L.RE. Martadinata, No. 52 Bandung. Peneliti memilih lokasi penelitian berdasarkan fenomena keterbukaan diri dalam persahabatan yang ada pada peserta didik, sehingga perlu adanya pengembangan guna lebih meningkatkan keterbukaan diri. Banyaknya peserta didik yang belum mampu terbuka pada sahabatnya dalam lingkungan sekolah maupun guru bimbingan dan konseling tentang informasi pribadi, dilatar belakangi karena rendahnya kepercayaan peserta didik bahwa orang lain mampu menjaga informasi yang dibaginya. Oleh karena itu dengan adanya fenomena tersebut perlu


(19)

adanya upaya layanan bimbingan dan konseling dalam mengembangkan keterbukaan diri yang dimiliki peserta didik khususnya dalam hubungan persahabatan.

Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini merupakan peserta didik klas XI SMA Taruna Bakti Bandung kelas XI, dasar pertimbangan atas pemilihan partisipan diantaranya sebagai berikut ini :

1) Menurut Wiliam Kay (dalam Yusuf, 2004, hlm. 72) salah satu tugas perkembangan remaja ialah mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok. Salah satu faktor pendukung keterampilan komunikasi interpersonal adalah keterbukaan diri.

2) Pada tingkat Sekolah Menengah Atas memasuki remaja madya dengan rentang usia 15-18 tahun. Remaja lebih terbuka mengenai informasi pribadinya kepada sahabat dibandingkan kepada orang yang lebih muda atau orangtua.

3) Dalam memasuki Sekolah Menengah Atas, peserta didik dituntut untuk dapat bersosialisasi didalam lingkungan baru yang tentunya berbeda dengan masa SMP, saat mulai tumbuhnya kepercayaan dan mulai terjalinnya hubungan persahabatan pada saat kelas X. Namun peserta didik harus membentuk anggota kelas baru pada saat kenaikan kelas XI. Dengan adanya pembentukan anggota kelas baru apakah peserta didik dapat mampu tetap terbuka dan menjaga persahabatan yang sudah dijalinnya.

3.3Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, Sugiyono (2013, hlm. 117). Populasi penelitian ini adalah peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung.

Teknik pengambilan sampel penelitian yang digunakan adalah total sampling. Menggunakan semua sampel tanpa melihat latar belakang.


(20)

Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel, yaitu self-disclosure dalam persahabatan dan layanan dasar bimbingan dan konseling.

1) Self-disclosure dalam Persahabatan

Self-disclosure diartikan sebagai tindakan individu dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi terhadap orang lain. Informasi yang bersifat pribadi mencakup aspek atau topik pembicaraan mengenai sikap dan opini, selera atau minat, sekolah, kepribadian, keuangan, fisik (Jourard, 1971a, hlm.8). Salah satu jenis hubungan yang membutuhkan adanya keterbukaan diri adalah hubungan persahabatan. Self-disclosure (keterbukaan diri) adalah menyampaikan informasi baik secara verbal atau non verbal, lisan maupun tulisan tentang keunikan diri pribadi seseorang, pilihan-pilihan yang ia buat, dan atau bagian-bagian yang tidak dapat diukur dari dirinya, misalnya perasaannya (Jourard, 1971, hlm. 2 ).

Buhrmester (dalam Wardani, 2010, hlm. 2) menyatakan semakin besarnya tingkat keakraban pada persahabatan antar remaja menyebabkan remaja dituntut untuk mempelajari sejumlah kemampuan agar memiliki hubungan yang akrab, termasuk mengetahui bagaimana cara untuk membuka diri sendiri dengan tepat, mampu menyediakan dukungan emosi kepada teman, dan menangani masalah agar tidak merusak keakraban dari persahabatan.

Sebuah persahabatan yang mempunyai kualitas tinggi ditandai dengan tingginya perilaku saling menolong diantara sahabat, keakraban dan perilaku positif, rendahnya konflik, persaingan dan perilaku negatif. Penelitian menunjukan bahwa kualitas dalam persahabatan akan mempengaruhi keberhasilan inividu dalam interaksi sosial dengan teman sebayanya. Kualitas dalam persahabatan juga mempengaruhi langsung sikap dan perilaku, ini dikarenakan dengan adanya kualitas persahabatan yang tinggi akan dapat mengurangi rasa malu serta isolasi diri (Berndt, 2002, hlm. 7).

Keterbukaan diri merupakan pemberian informasi yang diberikan oleh diri kepada orang lain mengenai informasi pribadi atas dasar kepercayaan, sasaran dari keterbukaan diri adalah seseoarang yang telah lama dikenalnya selama bertahun-tahun. Hubungan yang dibina oleh persahabatan dalam peserta didik juga sangat


(21)

membutuhkan keterbukaan diri yang tinggi, namun keterbukaan yang tinggi itu harus mempunyai batasan-batasan.

Keterbukaan diri atau self-disclosure dalam persahabatan yang dimiliki peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung adalah sebuah keterampilan dalam komunikasi, dimana peserta didik mengungkapkan diri pribadi mereka kepada sahabat dalam sikap atau opini (attitude and opinions), selera dan minat (taste and interest), sekolah (school), keuangan (money), kepribadia (personality), dan fisik (body). Secara lebih rinci di jabarkan sebagai berikut ini.

Jourard (1971a, hlm. 6) mengemukakan bahwa ada 6 aspek keterbukaan diri (self-disclosure), di antaranya yaitu :

a) Sikap dan opini (Attitude and Opinions), mencakup informasi sikap dan pendapat mengenai keagamaan, pergaulan remaja, dan keadaan rumah.

b) Selera dan minat (Taste and Interest), mencakup informasi tentang selera dalam berpakaian, makanan dan minuman, buku bacaan, acara TV favorit dan minat yang disukai.

c) Sekolah (School), mencakup informasi keadaan lingkungan sekolah, evaluasi kemampuan belajar dan rencana masa depan.

d) Keuangan (Money), mencakup keadaan keuangan seperti sumber keuangan, pengeluaran yang dibutuhkan, dan cara mengatur keuangan.

e) Kepribadian (Personality), hal-hal yang mencakup keadaan emosional, seperti marah, cemas, sedih serta hubungan dengan lawan jenis.

f) Fisik (Body). mencakup informasi pertumbuhan fisik dan kondisi kesehatan fisik.

2) Layanan Dasar Bimbingan dan Konseling

Depdiknas (2008, hlm. 207-212) menjelaskan bahwa layanan dasar bimbingan dan konseling diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan


(22)

sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya.

Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua konseli agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu konseli agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara rinci tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli agar (1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan agama), (2) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya, (3) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan (4) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.

3.5Instrumen Penelitian

Intrumen yang digunakan dalam penelitian adalah angket atau kuesioner. Angket atau kuesioner merupakan alat yang digunakan sebagai pengumpulan data dalam suatu penelitian. Instrumen diadaptasi dari Rahman (2014), instrumen tersebut dibuat berdasarkan modifikasi dari Jourard Self-disclosure Quesioner (JSDQ) yang disusun oleh Sidney M. Jourard (1971) dan dimodifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan peneliti.

3.5.1 Jenis Instrumen

Jenis instrumen atau angket yang digunakan dalam penelitian adalah angket tertutup, yaitu responden diberikan pertanyaan mengenai self-disclosure dalam persahabatan yang disertai alternatif jawaban. Selanjutnya responden hanya perlu menjawab, alternatif pilihan jawaban yang telah disediakan. Proses pengumpulan data yang dilakukan dengan menyebarkan angket self-disclosure dalam persahabatan kepada peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung. Semua item pertanyaan pada angket self-disclosure dalam persahabatan merupakan item dengan pernyataan positif (favorable).


(23)

3.5.2 Pengembangan Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Kisi-kisi instrumen penelitian untuk mengungkapkan tingkat self-disclosure peserta didik dikembangkan berdasarkan definisi operasional variabel yaitu aspek self-disclosure dalam persahabatan. Aspek-aspek self-disclosure terdiri dari sikap dan opini (attitude and opinios), selera dan minat (taste and interest), sekolah (school), keuangan (money), kepribadian (personality), dan fisik (body). Kisi-kisi instrumen disajikan pada tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Self-disclosure dalam Persahabatan Peserta Didik (Sebelum Uji Coba Kelayakan Instrumen)

No Aspek Indikator No Item

(+)

Total 1. Sikap dan

Opini (Attitude and Opinions)

Peserta didik mengungkapkan sikap mengenai hal-hal keagamaan.

1, 2, 3 3 Peserta didik mengungkapkan pendapat

pergaulan remaja.

4, 5, 6 3 Peserta didik mengungkapkan pendapat

mengenai keadaan keluarga.

7, 8, 9,10 4 2. Selera dan

minat (Taste and Interest)

Peserta didik mengungkapkan selera dalam makanan, musik, buku bacaan, acara TV, dan berpakaian.

11, 12, 13, 14, 15

5

Peserta didik mengungkapkan minat yang disukai.

16, 17, 18 3 3. Sekolah

(School)

Peserta didik mengungkapkan keadaan lingkungan sekolah, evaluasi

kemampuan belajar, dan rencana masa depan.

19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27

9

4. Keuangan (Money)

Peserta didik mengungkapkan mengenai kondisi keuangan dan cara mengatur keuangan.

28, 29, 30 3

5. Kepribadian (Personality)

Peserta didik mengungkapkan keadaan emosional (bahagia, marah, cemas, sedih, rasa tidak suka, rasa bangga, kegagalan, kesalahan, dan hal memalukan)

31, 32, 33, 34, 35, 36,37

7

Peserta didik mengungkapkan hubungan dengan lawan jenis.

38, 39, 40, 41, 42, 43

6 6. Fisik (Body) Peserta didik mengungkapkan 44, 45, 46, 6


(24)

mengenai pertumbuhan fisik dan kondisi kesehatan fisik.

47, 48, 49 Jumlah 49

3.5.3 Uji Keterbacaan

Uji keterbacaan dilakukan kepada lima peserta didik SMA dengan tujuan mengukur sejauh mana instrumen tersebut dapat dipahami dan dimengerti oleh peserta didik, hasilnya adalah sebagai berikut.

1) Petunjuk pengerjaan instrumen sudah dipahami oleh siswa. 2) Item-item pernyataan yang kurang dipahami akan diperbaiki. 3) Penulisan huruf yang salah

Berdasarkan hasil uji keterbacaan kepada lima peserta didik tingkat SMA secara umum tidak mendapatkan kesulitan yang berarti, dalam arti para peserta didik memahami setiap pernyataan yang ada dalam instrumen. Selanjutnya hasil uji keterbacaan tersebut di uji cobakan kepada subjek penelitian sesungguhnya dan dihitung secara statistik untuk mengetahui validitas dan reliabilitas.

3.5.4 Uji Validitas Butir Item

Berkaitan dengan uji validitas instrumen yang bertujuan untuk mengetahui bahwa intrumen yang dgunakan dapat mampu mengukur apa yang diinginkan. Sugiyono mengatakan “valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur” (Sugiyono, 2010, hlm 173).

Langkah-langkah pengolahan data untuk menentukan validitas instrumen dilakukan dengan analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antara skor item instrumen dengan rumus Spearman Brown. Pengolahan data di lakukan dengan bantuan program SPSS 21.0 for windows. Berdasarkan hasil uji validitas yang telah dilakukan, instrumen self-disclosure dalam persahabatan yang terdiri dari 49 pernyataan dinyatakan valid semua, sehingga tidak ada item pernyataan yang dibuang. Uji validitas ini dilakukan untuk menguji validitas setiap item pernyataan, dan didapatkan indeks validitas instrumen bergerak di antara 0,386-0,848.


(25)

Pengujian reliabilitas instrumen bertujuan untuk mengetahui tingkat keajegan suatu intrumen penelitian, yakni sejauh mana tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg, relatif tidak berubah walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda. Perhitungan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach dengan menggunakan program SPSS 21.0. Pengujian reliabilias dilakukan dengan pernyataan yang telah dinyatakan valid, hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Hasil Uji Reliabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.938 49

Tabel 3.3

Kriteria Reliabilitas Instrumen

Nilai Cronbach’s Alpha Tingkat Keandalan

0.0-0.20 Kurang andal

>0.20-0.40 Agak Andal >0.40-0.60 Cukup andal

>0.60-0.80 Andal

>0.80-1.00 Sangat Andal

(Hair et al, 2010, hlm. 125) Berdasarkan hasil perhitungan statistik untuk mengetahui tingkat reliabilitas self-disclosure dalam persahabatan diperoleh hasil sebesar 0,938. Sesuai dengan


(26)

kriteria maka relibilitas instrumen ini berada pada kategoti dengan tingkat derajat keterandalan sangat tinggi. Instrumen yang digunakan sudah sangat baik digunakan sebagai alat pengumpul data dalam meneliti tentang self-disclosure dalam persahabatan.

3.6Analisis Data

Setelah data terkumpul melalui instrumen yang telah disebar, didapatkan gambaran self-disclosure dalam persahabatan peserta didik. Berikut ini merupakan langkah-langkah untuk dapat mengolah data.

3.6.1 Verifikasi Data

Verifikasi data adalah bertujuan untuk menyeleksi data yang dianggap layak untuk diolah. Tahapan verifikasi data sebagai berikut ini:

1) Melakukan pengecekan jumlah instrumen yang terkumpul.

2) Merekap data yang diperoleh dari peserta didik dan melakukan penyekoran sesuai dengan tahapan penyekoran yang telah ditetapkan.

Setelah dilakukan verifikasi data dari 104 responden / peserta didik yang mengisi nstrumen self-disclosure dalam persahabatan, semuanya dinyatakan layak karena peserta didik mengisi instrumen self-disclosure dalam persahabatan dengan baik tanpa ada pernyataan yang terlewatkan.

3.6.2 Pedoman Penyekoran Data Hasil Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengungkapn self-disclosure dalam persahabatan peserta didik menggunakan skala 4 yang menyediakan empat alternatif jawaban. Data yang ditetapkan kemudian diberi skor sesuai dengan ketentuan. Alternatif jawaban dijelaskan pada tabel berikut.

Tabel 3.4

Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban Pilihan Jawaban Bobot Nilai Skor

Sangat Sesuai (SS) 4

Sesuai (S) 3


(27)

Sangat Tidak Sesuai (STS) 1

Pada alat ukur, setiap intrumen diasumsikan memiliki nilai 1-4. Bobotnya sebagai berikut.

1) Untuk pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS) memiliki skor 4. 2) Untuk pilihan jawaban Sesuai memiliki (S) skor 3.

3) Untuk pilihan jawaban Tidak Sesuai memiliki (ST) skor 2.

4) Untuk pilihan jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS) memiliki skor 1. 3.6.3 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mengukur gambaran umum keterampilan self-disclosure dalam persahabatan peserta didik selanjutnya disusun rancangan pelaksanaan layanan dasar bimbingan dan konseling. tahapan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut ini:

1) Menentukan pengkategorian nilai dengan cara menjumlahkan hasil data dari 49 item pernyataan yang didapat, setelah itu menentukan panjang kelas.

=

(Furqon, 2009, hlm. 24-25) Keterangan:

R = panjang kelas Xmaks = skor maksimum Xmin = skor minimum bk = banyak kelas

2) Setelah didapatkan panjang kelas, selanjutnya mengelompokan data yang didapat menjadi dua kategori, yaitu Rendah (Low Disclosure) dan tinggi (High Disclosure) dengan menggunakan pedoman sebagai berikut ini :

Tabel 3.5

Pengkategorian Self-Disclosure dalam Persahabatan


(28)

81-136 Rendah

137-193 Tinggi

Kategori self-disclosure dalam persahabatan dapat di interpretasikan sebagai berikut ini.

Tabel. 3.6

Interpretasi Skor Kategori Self-disclosure dalam Persahabatan Kategori Self-disclosure Rentang Skor Interpretasi

81-136 Rendah Peserta didik yang memiliki self-disclosure pada kategori rendah ditandai dengan belum dapat terbuka mengenai informasi diri pribadi kepada sahabatnya, informasi pribadi tersebut dalam hal sikap dan opini, selera dan minat, sekolah, keuangan, kepribadian dan juga fisik. Belum mampu menjalin hubungan yang akrab merupakan faktor belum terbukanya peserta didik kepada sahabatnya.

137-193 Tinggi Peserta didik yang memiliki self-disclosure pada kategori tinggi sudah mampu menjalin hubungan yang akrab dengan teman. Peserta didik percaya dan mampu mengungkapkan informasi diri pribadi peserta didik kepada sahabatnya dalam hal sikap dan opini, selera dan minat, sekolah, kepribadia, keuangan dan fisik.

3.7Prosedur Penelitian

3.7.1 Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian mempunyai tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan pelaporan. Secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut ini :


(29)

1) Tahap Persiapan

a) Menyusun proposal dan mempresentasikannya didepan dosen mata kuliah metode riset. Proposal di revisi setelah itu disahkan oleh dewan skripsi, calon skripsi, dan ketua Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.

b) Pembuatan surat dan mengajukan permohonan pengangkatan dosen pembimbing pada tingkat fakultas.

c) Mengajukan permohonan izin penelitian daru Universitas untuk disampaikan kepada Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, dan Rektor, kemudian surat izin yang telah di sahkan dan disampaikan kepada SMA Taruna Bakti Bandung.

2) Tahap Pelaksanaan

a) Melakukan studi pendahuluan ke SMA Taruna Bakti Bandung, untuk mengungkapkan fenomena tentang keterampilan self-disclosure dalam persahabatan pada peserta didik.

b) Menentukan instrumen yang digunakan dan perizinan adaptasi modifikasi instrumen yang digunakan, selanjutnya ditimbang oleh dosen ahli untuk menjudgement instrumen penelitian.

c) Mengumpulkan data melalui penyebaran intrumen penelitian kepada peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.

d) Mengolah dan menganalisis data, mendeskripsikan dan penganalisisan data yang telah terkumpul yang selanjutnya mendeskripsikan temuan penelitian dengan menarik kesimpulan dan membuat rekomendasi.

e) Pembuatan rancangan pelaksanaan layanan bimbingan kelompok untuk mengembangkan self-disclosure dalam persahabatan peserta didik.

3) Tahap Pelaporan

a) Hasil akhir penelitian disusun menjadi laporan akhir penelitian. b) Penelitian diujikan pada saat ujian sarjana.

c) Selanjutnya hasil dari ujian sarjana dijadikan rekomendasi bagi penyempurna penelitian.


(30)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1Simpulan

Berdasarkan temuan penelitian dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut ini. 1) Temuan penelitian mengenai keterbukaan diri (self-disclosure) dalam

persahabatan peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016 menggambarkan berada pada kategori tinggi. Artinya peserta didik sudah mampu terbuka lebih mendalam mengenai informasi pribadi dan sudah memiliki sikap percaya kepada sahabatnya mengenai aspek sikap dan opini, selera dan minat, sekolah, keuangan, kepribadian dan fisik. Berdasarkan hasil pencapaian aspek keterbukaan diri (self-disclosure) dalam persahabatan dari tertinggi sampai terendah yaitu selera dan minat, sekolah, kepribadian, sikap dan opini, fisik dan keuangan. Meskipun peserta didik mempunyai keterbukaan diri dalam kategori tinggi, akan tetapi perlu adanya pengembangan. Setelah dianalisis lebih dalam pada setiap peserta didik, terdapat 14 orang mempunyai keterbukaan diri (self-disclosure) dalam persahabatan tergolong pada kategori rendah. Peserta didik yang mempunyai keterbukaan diri rendah belum bisa secara mendalam dan percaya menginformasikan diri pribadinya mengenai sikap dan opini, selera dan minat, sekolah, keuangan, kepribadian dan fisik. Terdapat 2 aspek terendah yaitu mengenai informasi fisik dan keuangan, oleh karena itu harus adanya upaya bantuan untuk lebih meningkatkan keterbukaan diri.

2) Hasil dari penelitian keterbukaan diri (self-disclosure) dalam persahabatan yaitu berupa layanan dasar bimbingan berupa bimbingan kelompok untuk mengembangkan keterbukaan diri (self-disclosure) dalam persahabatan peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016 (Rancangan Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling terlampir).


(31)

5.2Keterbatasan Penelitian

1) Dalam pengisian angket dalam penelitian keterbukaan diri (self-disclosure) dalam persahabatan mempunyai kekhawatiran bahwa peserta didik kurang cermat dan jujur.

2) Kurangnya sampel penelitian sehingga data yang dihasilkan kurang beragam. 3) Angket penelitian mempunyai sasaran penelitian peserta didik hanya kepada

sahabatnya. Sasaran lain keterbukaan beragam bisa kepada orangtua, kakek, nenek, kakak, adik, dan konselor.

4) Layanan dasar berupa bimbingan kelompok hanya berupa rancangan dan tidak di uji cobakan, sehingga belum diketahui keefektifannya.

5.3Rekomendasi

5.3.1 Bagi Konselor di Sekolah

Hasil penelitian dapat dijadikan acuan untuk memberikan layanan dasar bimbingan berupa bimbingan kelompok kepada peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016. Layanan bimbingan melalui bimbingan kelompok untuk mengembang keterbukaan diri (self-disclosure) dalam persahabatan, yang telah dirancang oleh peneliti, dapat dijadikan rujukan untuk pemberian layanan oleh konselor kepada peserta didik.

5.3.2 Bagi Peneliti Selanjutnya

1) Penelitian selanjutnya dapat meneliti tentang keterbukaan diri (self-disclosure) dalam persahabatan yang ada pada masa kanak-kanak, dewasa, usia madya dan usia lanjut .

2) Mengembangkan penelitian keterbukaan diri peserta didik (remaja) kepada ayah, ibu, kakek, nenek, adik dan kakak.

3) Meneliti keterbukaan diri peserta didik (remaja) dalam persahabatan yang berlatar belakang suku, budaya, usia, urutan kelahiran, sosial ekonomi dan prestasi akademik.


(32)

4) Meneliti perbedaan keterbukaan diri peserta didik (remaja) dengan latar belakang keluarga bercerai dan keluarga tidak bercerai.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

ABKIN. (2007). Rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal. Bandung : ABKIN.

Adams and Cantin. (2012). Self-disclosure in friendships as the moderator of the association between peer victimization and depressive symptoms in overweight adolescents. Journal of Early Adolescence

Antaki. (2005). Self-disclosure as a situated interactional practice.British Journal of Social Psycholog

Arikunto. (2006). Prosedur penelitian : suatu pendekatan praktik. Jakarta : Bumi Aksara. Diterbitkan : Skripsi UIN Surabaya. [Online]. Tersedia

http://digilib.uinsby.ac.id/8610/2/bab%202.pdf [12 November 2014]

Baron & Byrne. (2003). Alih bahasa : Ratna Djuwita. Psikologi sosial : edisi ke sepuluh jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Bauminger. (2008). Intimacy in adolescent friendship: The roles of attachment, coherence, and self-disclosure. Journal of Social and Personal Relationships Berndt, J. (2002). Friendship quality and social development. Journal Department of

Psychological Sciences, Purdue University, West Lafayette, Indiana

Buhrmester & Furman. (1987). The development of companionship and intimacy. Journal Child DevelopmentBuhrmester, dkk. (2014). Reciprocal associations between friendship attachment and relational experiences in adolescence. Journal of Social and Personal Relationships

Burton. (2011). The psycho-educational value of friendship amongst adolescents. Dissertation University Of South Africa

Christensen. (2011). “You’re the only person i can talk to” the role of self-disclosure in the social construction of friendship. Journal of Undergraduate Research Creswell, J. W. (2012). Educational research: planning, conducting, evaluating

quantitative and qualitative research 4th edition: Boston : Pearson Education, Inc.

Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan remaja. Bogor : Ghalia Indonesia.

Depdiknas. (2008). Penataan pendidikan profesional konselor dan layanan bimbingan dan koseling dalam jalur pendidikan formal. Jakarta : Rosda Karya

Derlega, et,al. (2006d). The Cambridge handbook of personal relationship, ed. Cambridge : Cambridge University Press.

Devito, J. (2010). Alih bahasa: Agus Maulana. Komunikasi antar manusia. Tangerang Selatan : Karisma Publishing Group


(34)

Dwi. (2012). Self-disclosure tentang perilaku seks bebas dalam persahabatan mahasiswi perguruan tinggi x di Bangkalan. Jurnal Universitas Trunojoyo Madura

Ekasari, (2013). Hubungan antara pengungkapan diri (self-disclosure) melalui blackberry messenger dan kualitas hidup (quality of life) pada remaja. Jurnal Ilmiah Universitas Surabaya

Erdost, T. (2004). Trust and self-disclosure in the context of computer mediated communication. A thesis submitted to the graduate school of social sciences of middle east technical university. Tidak Di Terbitkan

Furqon. (2009). Statistik terapan unttuk penelitian. Bandung : Alfabeta

Gainau. (2008). Keterbukaan diri (self disclosure) siswa dalam perspektif budaya dan implikasinya bagi konseling. Jurnal Ilmiah Widya Warta, 33(1), 39-112 Gibbs, Ellison & Heino. (2006). Self-presentation in online personals: the role of

anticipated future interaction, self-disclosure, and perceived success in internet dating. Journal Communication Research

Hadipranoto. (2012). Peranan komunikasi dalam menyelesaikan konflik pada hubungan persahabatan siswa SMA Sedes Sapientiae. Skripsi Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Soegijapranata.

Hair, J.F., et al. (2010). Multivariate data analysis. (1th edition). New Jersey : Pearson Education Inc.

Hanifah. (2012). Meningkatkan keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya melalui bimbingan kelompok teknik johari window. Jurnal Bimbingan dan Konseling, FIP, Universitas Negeri Semarang.

Hargie, O & Dickson, D. (2004a). Skilled communication interpersonal: research, theory, and practice, 4th edition. London : Routladge.

Hidayat. (2010). Peranan komunikasi antarpribadi sebagai solusi konflik pada hubungan persahabatan remaja SMA Negeri 7 Medan. Skiprsi Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Sumatera Utara. Tidak Di Terbitkan

Hurlock, E. B. (1997). Alih bahasa: Meitasari Tjandra. Psikologi perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta : Erlangga.

Jourard, S. M. (1971a). Self-disclosure: an exsperimental analysis of the transparent self. New York: Wiley (Intercience).

Jourard, S.M. (1971b). The transparent self. New York: Van Nostrand-Reinhold. Kana. (2008). Keterbukaan diri pada janda cerai yang mencari pasangan melalui

internet. Skripsi Jurusan Psikologi, Universitas Gunadarma. Tidak Di Terbitkan


(35)

Lestarina. (2012). Self-disclosure individu pada aktivitas kencan online. Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Kekhususan Komunikasi Massa, Universitas Indonesia. Tidak Di Terbitkan

Miller. (2005). Communication theories: perspectives, process and contexts (second edition). Singapore: Mc-Graw-Hill

Nisfiannoor & Kartika, (2004). Hubungan antara regulasi emosi dan penerimaan kelompok teman sebaya pada remaja. Jurnal Psikologi Vol. 2 No. 2

Nugroho. (2013). Self disclosure terhadap pasangan melalui media facebook di tinjau dari jenis kelamin. Jurnal Online Psikologi Vol. 01 No. 02

Nurihsan. (2005). Strategi layanan bimbingan dan konseling. Bandung : PT. Refika Aditama.

Nurihsan. (2006). Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar belakang kehidupan. Bandung : PT. Refika Aditama.

Omarzu. (2000). A disclosure decision model: determining how and when individuals will self-disclose. Journal, Department of Psychology The University ofIowa Prayitno dan Amti, E. (1999). Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Jakarta : PT.

Rineka Cipta.

Rahman, A.A. (2014). Profil self-disclosure peserta didik dan implikasinya terhadap bimbingan pribadi sosial. Skripsi Jurusan PPB. FIP UPI.

Rakhmat & M. Solehudin. (2006). Pengukuran dan penilaian hasil belajar. Bandung : Andira.

Robinson & Shaver. (1973). Measures of Social Psychologycal Attitude. Michigan: Institute for Social Reseach The University of Michigan.

Rozalia. (2011). Kontribusi motif afiliasi dan rasa malu terhadap self-disclosure pada remaja. Skripsi Jurusan Psikologi, Universitas Gunadarma.

Rubiyanti & Widyana. (2010). Pengaruh pelatihan pengungkapan diri terhadap peningkatan kemampuan komunikasi interpersonal karyawan. Jurnal Program Pasca Sarjana Magister, Profesi Psikologi, Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Rusmana, N. (2009). Bimbingan dan konseling kelompok di sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Santrock, J. W. (2007a). Alih bahasa: Widyasinta. Remaja (edisi 11 jilid 2). Jakarta : Erlangga.

Santrock, J. W. (2007b). Alih bahasa: Benedictine Widyasinta. Remaja (edisi 11 jilid 2). Jakarta : Erlangga

Shertzer, B, & Stone, S.C. (1966). Fundamental of guidance. Boston : HMC Sugiyono. (2007). Metode penelitian pendidikan. Bandung : Alfabeta.


(36)

Sugiyono. (2013). Metode penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Supratiknya. (1995). Komunikasi antar pribadi tinjauan psikologi. Yogyakarta: Kanisius.

Suranto. (2011). Komunikasi interpersonal. Yogyakarta : Graha Ilmu

Tokic & Pec´nik. (2010). Parental behaviors related to adolescents’ self-disclosure:

Adolescents’ views. Journal of Social and Personal Relationships

Yuhana. (2012). Hubungan keterbukaan diri dengan kesepian pada mahasiswa merantau yang tinggal di tempat kost. Skripsi Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma.

Yusuf, S. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Willis, S. (2009). Konseling keluarga (family counseling). Bandung : Alfabeta. Willis, S. (2010). Remaja dan permasalahannya. Bandung : Rosda.

Wardani. (2010). Persahabatan pada remaja penderita leukemia. Skrpsi Universitas Sumatera : diterbitkan [Online]. Tersedia.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21036/5/Chapter%20I.pdf [12 November 2014]

Winkel. W.S. (1991). Bimbingan dan konseling di institusi pendidikan. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.


(1)

5.2Keterbatasan Penelitian

1) Dalam pengisian angket dalam penelitian keterbukaan diri (self-disclosure) dalam persahabatan mempunyai kekhawatiran bahwa peserta didik kurang cermat dan jujur.

2) Kurangnya sampel penelitian sehingga data yang dihasilkan kurang beragam. 3) Angket penelitian mempunyai sasaran penelitian peserta didik hanya kepada

sahabatnya. Sasaran lain keterbukaan beragam bisa kepada orangtua, kakek, nenek, kakak, adik, dan konselor.

4) Layanan dasar berupa bimbingan kelompok hanya berupa rancangan dan tidak di uji cobakan, sehingga belum diketahui keefektifannya.

5.3Rekomendasi

5.3.1 Bagi Konselor di Sekolah

Hasil penelitian dapat dijadikan acuan untuk memberikan layanan dasar bimbingan berupa bimbingan kelompok kepada peserta didik kelas XI SMA Taruna Bakti Bandung Tahun Ajaran 2015/2016. Layanan bimbingan melalui bimbingan kelompok untuk mengembang keterbukaan diri (self-disclosure) dalam persahabatan, yang telah dirancang oleh peneliti, dapat dijadikan rujukan untuk pemberian layanan oleh konselor kepada peserta didik.

5.3.2 Bagi Peneliti Selanjutnya

1) Penelitian selanjutnya dapat meneliti tentang keterbukaan diri (self-disclosure) dalam persahabatan yang ada pada masa kanak-kanak, dewasa, usia madya dan usia lanjut .

2) Mengembangkan penelitian keterbukaan diri peserta didik (remaja) kepada ayah, ibu, kakek, nenek, adik dan kakak.

3) Meneliti keterbukaan diri peserta didik (remaja) dalam persahabatan yang berlatar belakang suku, budaya, usia, urutan kelahiran, sosial ekonomi dan prestasi akademik.


(2)

4) Meneliti perbedaan keterbukaan diri peserta didik (remaja) dengan latar belakang keluarga bercerai dan keluarga tidak bercerai.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

ABKIN. (2007). Rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam

jalur pendidikan formal. Bandung : ABKIN.

Adams and Cantin. (2012). Self-disclosure in friendships as the moderator of the

association between peer victimization and depressive symptoms in overweight adolescents. Journal of Early Adolescence

Antaki. (2005). Self-disclosure as a situated interactional practice.British Journal of Social Psycholog

Arikunto. (2006). Prosedur penelitian : suatu pendekatan praktik. Jakarta : Bumi Aksara. Diterbitkan : Skripsi UIN Surabaya. [Online]. Tersedia

http://digilib.uinsby.ac.id/8610/2/bab%202.pdf [12 November 2014]

Baron & Byrne. (2003). Alih bahasa : Ratna Djuwita. Psikologi sosial : edisi ke

sepuluh jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Bauminger. (2008). Intimacy in adolescent friendship: The roles of attachment,

coherence, and self-disclosure. Journal of Social and Personal Relationships

Berndt, J. (2002). Friendship quality and social development. Journal Department of Psychological Sciences, Purdue University, West Lafayette, Indiana

Buhrmester & Furman. (1987). The development of companionship and intimacy. Journal Child DevelopmentBuhrmester, dkk. (2014). Reciprocal associations

between friendship attachment and relational experiences in adolescence.

Journal of Social and Personal Relationships

Burton. (2011). The psycho-educational value of friendship amongst adolescents. Dissertation University Of South Africa

Christensen. (2011). “You’re the only person i can talk to” the role of self-disclosure in the social construction of friendship. Journal of Undergraduate Research

Creswell, J. W. (2012). Educational research: planning, conducting, evaluating

quantitative and qualitative research 4th edition: Boston : Pearson Education,

Inc.

Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan remaja. Bogor : Ghalia Indonesia.

Depdiknas. (2008). Penataan pendidikan profesional konselor dan layanan

bimbingan dan koseling dalam jalur pendidikan formal. Jakarta : Rosda

Karya

Derlega, et,al. (2006d). The Cambridge handbook of personal relationship, ed. Cambridge : Cambridge University Press.

Devito, J. (2010). Alih bahasa: Agus Maulana. Komunikasi antar manusia. Tangerang Selatan : Karisma Publishing Group


(4)

Dwi. (2012). Self-disclosure tentang perilaku seks bebas dalam persahabatan

mahasiswi perguruan tinggi x di Bangkalan. Jurnal Universitas Trunojoyo

Madura

Ekasari, (2013). Hubungan antara pengungkapan diri (self-disclosure) melalui

blackberry messenger dan kualitas hidup (quality of life) pada remaja. Jurnal

Ilmiah Universitas Surabaya

Erdost, T. (2004). Trust and self-disclosure in the context of computer mediated

communication. A thesis submitted to the graduate school of social sciences of middle east technical university. Tidak Di Terbitkan

Furqon. (2009). Statistik terapan unttuk penelitian. Bandung : Alfabeta

Gainau. (2008). Keterbukaan diri (self disclosure) siswa dalam perspektif budaya

dan implikasinya bagi konseling. Jurnal Ilmiah Widya Warta, 33(1), 39-112

Gibbs, Ellison & Heino. (2006). Self-presentation in online personals: the role of

anticipated future interaction, self-disclosure, and perceived success in internet dating. Journal Communication Research

Hadipranoto. (2012). Peranan komunikasi dalam menyelesaikan konflik pada

hubungan persahabatan siswa SMA Sedes Sapientiae. Skripsi Fakultas

Psikologi, Universitas Katolik Soegijapranata.

Hair, J.F., et al. (2010). Multivariate data analysis. (1th edition). New Jersey : Pearson Education Inc.

Hanifah. (2012). Meningkatkan keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman

sebaya melalui bimbingan kelompok teknik johari window. Jurnal Bimbingan

dan Konseling, FIP, Universitas Negeri Semarang.

Hargie, O & Dickson, D. (2004a). Skilled communication interpersonal: research,

theory, and practice, 4th edition. London : Routladge.

Hidayat. (2010). Peranan komunikasi antarpribadi sebagai solusi konflik pada

hubungan persahabatan remaja SMA Negeri 7 Medan. Skiprsi Jurusan Ilmu

Komunikasi, Universitas Sumatera Utara. Tidak Di Terbitkan

Hurlock, E. B. (1997). Alih bahasa: Meitasari Tjandra. Psikologi perkembangan :

suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta : Erlangga.

Jourard, S. M. (1971a). Self-disclosure: an exsperimental analysis of the transparent

self. New York: Wiley (Intercience).

Jourard, S.M. (1971b). The transparent self. New York: Van Nostrand-Reinhold. Kana. (2008). Keterbukaan diri pada janda cerai yang mencari pasangan melalui

internet. Skripsi Jurusan Psikologi, Universitas Gunadarma. Tidak Di


(5)

Lestarina. (2012). Self-disclosure individu pada aktivitas kencan online. Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Kekhususan Komunikasi Massa, Universitas Indonesia. Tidak Di Terbitkan

Miller. (2005). Communication theories: perspectives, process and contexts (second

edition). Singapore: Mc-Graw-Hill

Nisfiannoor & Kartika, (2004). Hubungan antara regulasi emosi dan penerimaan

kelompok teman sebaya pada remaja. Jurnal Psikologi Vol. 2 No. 2

Nugroho. (2013). Self disclosure terhadap pasangan melalui media facebook di

tinjau dari jenis kelamin. Jurnal Online Psikologi Vol. 01 No. 02

Nurihsan. (2005). Strategi layanan bimbingan dan konseling. Bandung : PT. Refika Aditama.

Nurihsan. (2006). Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar belakang

kehidupan. Bandung : PT. Refika Aditama.

Omarzu. (2000). A disclosure decision model: determining how and when individuals

will self-disclose. Journal, Department of Psychology The University ofIowa

Prayitno dan Amti, E. (1999). Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Rahman, A.A. (2014). Profil self-disclosure peserta didik dan implikasinya terhadap

bimbingan pribadi sosial. Skripsi Jurusan PPB. FIP UPI.

Rakhmat & M. Solehudin. (2006). Pengukuran dan penilaian hasil belajar. Bandung : Andira.

Robinson & Shaver. (1973). Measures of Social Psychologycal Attitude. Michigan: Institute for Social Reseach The University of Michigan.

Rozalia. (2011). Kontribusi motif afiliasi dan rasa malu terhadap self-disclosure

pada remaja. Skripsi Jurusan Psikologi, Universitas Gunadarma.

Rubiyanti & Widyana. (2010). Pengaruh pelatihan pengungkapan diri terhadap

peningkatan kemampuan komunikasi interpersonal karyawan. Jurnal Program

Pasca Sarjana Magister, Profesi Psikologi, Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Rusmana, N. (2009). Bimbingan dan konseling kelompok di sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Santrock, J. W. (2007a). Alih bahasa: Widyasinta. Remaja (edisi 11 jilid 2). Jakarta : Erlangga.

Santrock, J. W. (2007b). Alih bahasa: Benedictine Widyasinta. Remaja (edisi 11 jilid

2). Jakarta : Erlangga


(6)

Sugiyono. (2013). Metode penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif,

dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Supratiknya. (1995). Komunikasi antar pribadi tinjauan psikologi. Yogyakarta: Kanisius.

Suranto. (2011). Komunikasi interpersonal. Yogyakarta : Graha Ilmu

Tokic & Pec´nik. (2010). Parental behaviors related to adolescents’ self-disclosure:

Adolescents’ views. Journal of Social and Personal Relationships

Yuhana. (2012). Hubungan keterbukaan diri dengan kesepian pada mahasiswa

merantau yang tinggal di tempat kost. Skripsi Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma.

Yusuf, S. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Willis, S. (2009). Konseling keluarga (family counseling). Bandung : Alfabeta. Willis, S. (2010). Remaja dan permasalahannya. Bandung : Rosda.

Wardani. (2010). Persahabatan pada remaja penderita leukemia. Skrpsi Universitas

Sumatera : diterbitkan [Online]. Tersedia.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21036/5/Chapter%20I.pdf [12 November 2014]

Winkel. W.S. (1991). Bimbingan dan konseling di institusi pendidikan. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.