DASAR DASAR BIMBINGAN KONSELING

(1)

A. Pengertian Bimbingan dan Konseling

Mengikuti uraian pada Bab 1 dan Bab II dapat diambil pengertian bahwa pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan dari manusia, untuk manusia, dan olch manusia. Dari manusia, artinya pelayanan itu diselenggarakan berdasarkan hakikat keberadaan manusia dengan segenap dimensi kemanusiaannya. Untuk manusia, dimaksudkan bahwa pelayanan tersebut diselenggarakan demi tujuan-tujuan yang agung, mulia dan ppsitif bagi kehidupan kemanusiaan menuju manusia seutuhnya, baik manusia sebagai in'dividu maupun kelompok. Oleh manusia mengandung pengertian penyelenggara kegiatan itu adaiah manusia dengan segenap derajat, martabat dan keunikan masing-masing yang tcrlibat di dalamnya. Proses bimbingan dan konseling sepcrti itu melibatkan manusia dan kemanusiaannya sebagai totalitas, yang menyangkut segenap potensi-potensi dan kecenderungan-kecenderungannya, perkembangannya, dinamika kehidupannya, per-masalahan-permasalahannya, dan interaksi dinamis antara berbagai unsur yang ada itu.

Dalam kehidupan sehari-hari, seiring dengan penyeienggaraan pendidikan pada umumnya, dan dalam hubungan saling pengaruh antara orang yang satu dengan yang lainnya, peristiwa bimbingan setiap kali dapat lerjadi. Orang tua membimbing anak-anaknya; guru membimbing murid-muridnya, baik melalui kegiatan pengajaran maupun non pengajaran; para pemimpin membimbing warga yang dipimpinnya melalui berbagai kegiatan, misakiya berupa pidato, santiaji, rapat, diskusi, dan instruksi. Proses bimbingan dapat pula terjadi melalui media cetak (buku, surat kabar, majalah, dan Iain-lain), dan media elektronika {radio, televisi, film, video, tele komperensi, tele diskusi. dan Iain-lain). Semua peristiwa bimbingan yang (erlaksana seperti itu dapat disebut sebagai bimbingan informal yang bentuk. isi dan tujuan, serta aspek-aspek penyelenggaraan tidak terumuskan secara nyata.

Sesuai dengan tingkat perkembangan budaya manusia, muncullah kemudian upaya-upaya bimbingan yang sclanjutnya disebut bimbingan formal. Bentuk. LSI dan tujuan. serta aspck-aspek penyelenggaraan bimbingan {dan


(2)

konseling) formal itu mempunyai rumusan yang nyata.

Bentuk nyata dari gerakan bimbingan (dan konseling) yang formal berasal dari Amerika Serikat yang telah dimulai pengembangannya sejak Frank Parson mendirikan sebuah badan bimbingan yang disebut Vocational Bureau di Boston pada tahun 1908. Badan itu sclanjutnya diubah namanya menjadi Vocational Guidance Bureau (Jones, 1951). Usaha Parson inilah yang menjadi cikal-bakal pengembangan gerakan bimbingan (dan konseling) di seluruh dunia. (ermasuk Indonesia. Oleh sebab itu, dalam rangka lebih memahami pengertian bimbingan (dan konseling) perlu ditinjau pengertian bimbingan (dan konseling) secara lebih luas untuk dijadikan pangkal tolak bagi pembahasan seluk beluk bimbingan dan konseling lebih jauh.

B. Istilah Penyuluhan dan Konseling

Istilah konselingdalam buku ini digunakan untuk menggantikan istilah "penyuluhan" yang selama ini menyertai kata bimbingan, yaitu kesatuan istilah "bimbingan dan penyuluhan".

Masyarakat umum telah mengenal istilah bimbingan dan penyuluhan sebagai terjemahan dari istilah asing "Guidance and Counseling". Dengan demikian yang dimaksud dengan "penyuluhan" di sini adalah sesuatu yang sama artinya dengan konseling. Istilah mana yang dipakai, penyuluhan atau konseling, memang masih menjadi bahan ketidaksesuaian di antara berbagai pihak, baik mereka yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam profesi bimbingan dan konseling itu sendiri. Istilah mana yang sebaiknya dipakai, penyuluhan atau konseling? Apabila profesi bimbingan dan konseling akan ditegakkan secara kukuh, maka kesatuan istilah yang dipakai semua pihak yang bergerak dalam profesi tersebut, harus dimantapkan. Apabila profesi bimbingan dan konseling hendak ditawarkan secara jelas kepada masyarakat luas, maka satu istilah untuk satu pengertian yang amat pokok harus dipakai, sehingga masyarakat tidak menjadi ragu'maupun menjadi salah paham. Istilah penyuluhan memang secara historis telah dipakai sejak tahun 1960-an, yaitu tahun-tahun awa! dimulainya gerakan bimbingan di Indonesia. Istilah ini


(3)

dipakai terus sampai sekarang.

Sejak tahun 1960-an istilah bimbingan dan penyuluhan seperti telah memasyarakat, khusus di kalangan persekolahan. Namun sejak awal tahun 1970-an muncul pemakaian istilah "penyuluhan" yang sama sekali di Iuar pengertian konseling sebagaimana dimaksudkan semula (Prayitno, 1987). "Penyuluhan" dalam pengertiannya yang kemudian itu lebih mengarah pada usaha-usaha suatu badan, baik pemerintah maupun swasta untuk meningkatkan kesadaran, pemahaman, sikap dan keterampilan warga masyarakat berkenaan dengan hal tertentu. Misalnya '"Penyuluhan Pertanian" bermaksud meningkatkan kesadaran, pemahaman, sikap dan keterampilan

warga masyarakat, khususnya petani, berkenaan dcngan aspek pertanian tertentu, seperti cara-cara bertanam. pemilihan bibit, penggunaan pupuk, pemberantasan hama dan sebagainya. Demikian berbagai usaha "penyuluhan" muncul, antara Penyuluhan Gizi, Penyuluhan Keluarga Berencana, Penyuluhan Hukum, Penyuluhan Kesehatan. Tidak dlsangsikan bahwa di masa mendatang berbagai penyuluhan yang lain akan diperkenalkan dan dilancarkan di tengah-tengah masyarakat.

Penggunaan istilah penyuluhan dalam arti "konseling" dan penyuluhan dalam arti "pembinaan masyarakat" seolah-olah berlomba dan saling mempertahankan keberadaan masing-masing. Dalam "perlombaan" ini dapat dimengerti bahwa penyuluhan dalam arti yang kedua lebih memperoleh pasaran, dalam arti konseling makin tertinggal dan lerkungkung dalam lingkungannya sendiri, khususnya lingkungan sekolah. Yang lebih memprihatinkan lagi ialah penyuluhan dalam arti konseling itu ternyata steril, kurang mampu memantapkan diri sendiri maupun pelayanannya kepada masyarakat. Dalam keadaan seperti ini dikhawatirkan pengertian penyuluhan dalam arti konseling makin luntur atau mungkin tidak dikenal di satu pihak, dan di pihak lain penggunaan penyuluhan dalam arti yang lainnya makin meluas dan sama sekali tidak dapat dibendung.


(4)

Akibat yang lebih jauh ialah masyarakat akan menyamaraiakan saja pengertian penyuluhan untuk konseling dan penyuluhan untuk arti yang lain itu. Tidak perlu diherankan apabila masyarakat akan menganggap bahwa tugas guru BP (Bimbingan dan Penyuluhan) di sekolah adalah sama seperti mgas para penyuluh pertanian, penyuluh kesehatan dan sebagainya. Padahal, pekerjaan konseling dan pekerjaan penyuluhan pertanian dan sebagainya itu sangat berbeda. Persamaannya memang ada. tctapi perbedaannya lebih menonjol dan substansial daripada persamaannya itu. Adalah semacam kemustahilan apabila ada orang yang menghara'pkan agar masyarakat dididik supaya mereka memahami perbedaan antara penyuluhan dalam "bimbingan dan penyuluhan" dan penyuluhan dalam arti yang lain, misalnya penyuluhan pertanian, yang satu artinya konseling sedang lain pembinaan.

E. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling

Peiayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Sesuai dengan makna uraian tentang pemahaman, penanganan dan, penyi-kapan (yang meliputi unsur-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan) konselor terhadap kasus, pekerjaan profesional itu hams dilaksanakan dengan

mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan efektivitas proses dan lain-lainnya. Kaidah-kaidah tersebut didasarkan atas tuntutan keiimuan Iayanan di satu segi (antara lain bahwa layanan harus didasarkan atas data dan tingkat perkembangan klien), dan tuntutan optimalisasi proses penyelenggaraan layanan di segi lain (yaitu antara lain suasana konseling ditandai oleh adanya kehangatan, pemahaman, penerimaan, kebebasan dan keterbuka-an, serta berbagai sumber daya yang perlu diaktifkan).

Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling kaidah-kaidan tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Apabila asas-asas itu diikuti dan terselenggara dengan baik sangat dapat


(5)

diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan; sebaliknya, apabila asas-asas itu diabaikan atau dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat di dalam pelayanan, serta profesi bimbingan dan konseling itu sendiri.

Asas-asas yang dimaksudkan adalah asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kcnonnatifan, keahlian, ahli tangan, dan tut wuri handayani (Prayitno, 1987). I. Asas Kerahasiaan

Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau tidak layak diketahui orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak; terutama penerima bimbingan klien schingga mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan klien, sehingga akibatnya pelayanan bimbingan tidak dapat tempat di hati klien dan para calon klien; mereka takut untuk meminta bantuan, sebab khawatir masalah dan diri mereka akan menjadi bahan gunjingan. Apabila hal terakhir itu terjadi, maka tamatlah riwayat pelayanan bimbingan dan konseling di tangan konselor yang tidak dapat dipercaya oleh klien itu.

2. Asas Kesukarelaan

Proses bimbingan dan konseling hams berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak si terbimbing atau klien, maupun dari pihak konselor. Klien diharapkan secara suka dan rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa, menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan segenap fakta, data, dan seluk-beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada konselor; dan konselor juga hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau


(6)

dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.

3. Asas Keterbukaan

Dalam pelaksanaan bimbingan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien. Keterbukaan ini bukan hanya sekadar bersedia menerima saran-saran dari luar, malahan lebih dari itu, diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia membuka din untuk kepentingan pemecahan masalah. Individu yang membutuhkan bimbingan diharapkan dapat berbicara sejujur mungkin dan berterus terang tentang dirinya sendiri sehingga dengan keterbukaan ini penelaahan serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan si terbimbing dapat dilaksanakan.

Keterusterangan dan kejujuran si terbimbing akan terjadi jika si terbimbing tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan dan kesukarelaan; maksudnya, si terbimbing telah betul-betul mempercayai konselomya dan benar-benar mengharapkan bantuan dari konselomya. Lebih jauh, keterbukaan akan semakin berkembang apabila klien tahu bahwa konselomya oun terbuka.

Keterbukaan di sini ditinjau dari dua arah. Dari pihak klien diharapkan pertama-tama mau membuka diri sendiri sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh orang lain (dalam hal ini konselor), dan kedua mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan lainnya dari pihak luar. Dari pihak konselor, keterbukaan terwujud dengan kesediaan konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan diri konselor sendiri jika hal itu memang dikehendaki oleh klien. Dalam hubungan yang bersuasana seperti itu, masing-masing pihak bersifat transparan (terbuka) terhadap pihak lainnya.

4. Asas Kekinian

Masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan bukan masalah yang sudah lampau, dan juga bukan masalah yang mungkin akan dialami di masa yang akan datang. Apabila ada hal-hal tertentu yang menyangkut masa lampau dan/atau masa yang akan datang yang perlu


(7)

dibahas dalam upaya bimbingan yang sedang diselenggarakan itu, pembahasan tersebut hanyalah merupakan latar belakang dan/atau latar depan dari masalah yang dihadapi sekarang, sehingga masalah yang sedang dialami dapat terselesaikan. Dalam usaha yang bersifat pencegahan, pada dasarnya pertanyaan yang perlu dijawab adalah apa yang perlu dilakukan sekarang sehingga kemungkinan yang kurang baik di masa datang dapat dihindari.

Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien atau jelas-jelas terlihat misalnya adanya siswa yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera memberikan bantuan. Konselor tidak selayaknya menunda-nunda memberi bantuan dengan berbagai dalih. Dia harus mendahulukan kepentingan klien daripada yang tain-lain. Jika dia benar-benar memiliki alasan yang kuat untuk tidak rnemberikan bantuannya kini, maka dia harus dapat mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang dilakukan itu justru untuk kepentingan klien.

5. Asas Kemandirian

Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan si ter-bimbing dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau ter-gantung pada konselor. Individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan cirj-ciri pokok mampu:

a) mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya; b) menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis; c) mengambi! keputusan untuk dan oleh diri sendiri;

d) mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu; dan

e) mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan f) kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.

Kemandirian dengan ciri-ciri umum di atas haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan peranan klien dalam kehidupannya sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling, dan hal itu didasari baik oleh konselor maupun klien.


(8)

Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien tidak meiakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja giat dari klien sendiri. Konselor hendaklah membangkitkan semangat klien sehingga ia mampu dan mau mclaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.

Asas ini merujuk pada pola konseling "multi dimensional" yang tidak hanya mengandalkan transaksi verbal antara klien dan konselor. Dalam konseling yang berdimensi verbal pun asas kegiatan masih harus ter-selenggara, yaitu klien aktif menjalani proses konseling dan aktif pula melaksanakan/menerapkan hasil-hasil konseling.

7. Asas Kedinamisan

Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien. yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan itu tidaklah sekadar mengulang hal yang lama, yang bersifat monbton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju, dinamis sesuai dengan arah perkembangan klien yang dikehendaki. Asas kedinamisan mengacu pada hal-hal baru yang hendaknya terdapat pada dan menjadi ciri-ciri dari proses konseling dan hasil-hasiinya.

8. Asas Keterpaduan

Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan sebagai aspek kepribadian klien. Sebagaimana diketahui individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang kalau keadaannya tidak seimbang, serasi dan terpadu justru akan menimbulkan masalah. Di samping keterpaduan pada diri klien, juga harus diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan. Jangan hendaknya aspek layanan yang satu tidak serasi dengan aspek layanan yang lain. Untuk terselenggaranya asas keterpaduan, konselor perlu memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta


(9)

berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien. Kesemuanya itu dipadukan dalam keadaan serasi dan saling menunjang dalam upaya bimbingan dan konseling

9. Asas Kenormatifan

Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi layanan harus sesuai dengan norma-norma yang ada. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang dimaksudkan.

Ditilik dari permasalahan klien, barangkali pada awalnya ada materi bimbingan dan konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya klien mengalami masalah melanggar norma-norma tertentu), namun justru dengan pelayanan bimbingan dan konselinglah tingkah laku yang melanggar norma itu diarahkan kepada yang lebih bersesuaian dengan norma.

10. Asas Keahlian

Usaha bimbingan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling) yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai keberhasilan usaha pemberian layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan itu.

Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor (misalnya pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. Teori dan praktek bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh karena itu, seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktek konseling secara baik.

yang bersangkutan, dan setiap masalah ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu. Hal yang terakhir itu secara langsung mengacu kepada batasan yang telah diuraikan


(10)

pada Bab II. bahwa bimbingan dan konseling hanya memberikan kepada individu-individu yang pada dasarnya normal {tidak sakit jasmani maupun rohani) dan bekerja dengan kasus-kasus yang terbebas dari masalah-masalah kriminal ataupun perdata. 12. Asas Tutwuri Handayani

Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan klien. Lebih-lebih di lingkungan di sekolah, asas ini makin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan "ing ngarso sung tuiodo, ing madya mangun karso".

Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada waktu klien mengalami masaiah dan menghadap kepada konselor saja, namun di tuar hubungan proses bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya pelayanan bimbingan dan konseling itu.

A. Landasan Filosofis

Katafilosofi ataufilsufat berasal dari bahasa Yunani: philos berarti cinta, dan shopos berarti bijaksana. Jadi filosofis berarti kscinlaan lerhadap keEijaksanaan, Lebih luas, kamus Webster New Universal membcrikan pengertian bahwa filsafat merupakan ilmu yang mempelajari kckuatan yang didasari proses berfikir dan bertingkah laku, teori tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum dasar yang mengatur alam semesta serta'mendasari semua pengetahuan dan kenyataan, termasuk ke dalamnya studi tentang estetika, etika, logika, metafisika, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, filsafat merupakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya, setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya, serta setuntas-tuntasnya tentang sesuatu. Tidak ada lagi pemikiran yang lebih dalam, lebih luas, lebih tinggi, lebih lengkap ataupun lebih tuntas daripada pemikiran filosofis.

Pemikiran yang paling dalam, paling luas, paling tinggi, dan paling tuntas itu mengarah kepada pemahaman tentang hakikat sesuatu. Sesuatu yang dipikirkan itu dikupas, diteliti, dikaji dan direnungkan segala scginya melalui


(11)

proses pemikiran yang selurus-lurusnya dan setajam-tajamnya sehingga diperoleh pemahaman menyeluruh tentang hakikat keberadaan dan keadaan sesuatu itu. Hasil pemikiran yang menyelumh itu selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk bertindak berkenaan dengan sesuatu yang dimaksudkan itu. Karena tindakan yang dilakukan itu didasarkan atas pemahaman yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya, setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya, serta setuntas-tuntasnya itu maka tindakan itu tidak gegabah atau bersifat acak yang tidak tentu ujung pangkalnya, melainkan merupakan tindakan yang terarah, terpilih, terkendali, teratur, dan dapat dipertanggungjawabkan. Tindakan seperti itu teguh dan penuh dengan kehatian-hatian. Lebih jauh, olehkarena pemahaman berdasarkan pemikiran filosofis itu mencakup juga segi-segi estetika, etika dan logika, maka tindakan yang berlandaskan pemahaman filosofis itu akan dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan etis, serta dapat memenuhi tuntutan estetika. Tindakan seperti itu tidak lain adalah tindakan bijaksana. Dalam kaitan itu, tidaklah meleset apabila dikatakan bahwa istilah filosofi atau filsafat itu mempunyai makna cinta bijaksana, karena orang-orang yang tindakannya didasarkan atas hasil pemikiran filsafat adalah orang-orang yang bijaksana.

Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi serangkaian kegiatan atau tindakan yang semuanya diharapkan merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan pemikiran filosofis tentang berbagai hal yang bersangkut-paut dalam pelayanan bimbingan dan konseiing. Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor pada khususnya, yaitu membantu konselor dalam memahami situasi konseling dan dalam membuat keputusan yang tepat. Di samping itu pemikiran dan pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap, lebih fasilitatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya (Belkin, 1975). Di sini akan diuraikan beberapa pemikiran filosofis yang selalu terkait dalam pelayanan bimbingan dan konseling, yaitu tentang hakikat manusia, tujuan dan tugas kehidupan.


(12)

B. Landasan Religius

Pada bagian terdahulu telah dikemukakan beberapa unsur-unsur keagamaan terkait erat dalam hakikat, keberadaan, dan perikehidupan kemanusiaan. Dalam pembahasan lebih lanjut tentang landasan religius bagi layanan bimbingan dan konseling perlu ditekankan tiga hai pokok, yaitu: (a) keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk

Tuhan,

(b) sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama. dan

upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan' dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah individu.

D. Landasan Sosial Budaya

Dalam Bab I telah dikemukakan adanya dimensi-dimensi kemanusia-an. Salah satu dari dimensi kemanusiaan itu adalah "dimensi kesosialan". Sebagai makhluk sosial, manusia tidak pernah dapat hidup seorang diri. Di mana pun dan bilamana pun manusia hidup senantiasa membentuk kelompok hidup terdiri dari sejumlah anggota guna menjamin baik keselamatan, perkembangan, maupun keturunan. Dalam kehidupan berkelompok itu, manusia harus mengembangkan ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing individu sebagai anggota demi ketertiban pergaulan sosial mereka. Ketentuan-ketentuan itu biasanya berupa perangkat nilai, norma sosial maupun pandangan hidup yang terpadu dalam sistem budaya yang berfungsi sebagai rujukan hidup para pendukungnya. Rujukan itu, melebihi

proses belajar, diwariskan kepada generasi penerus yang akan melestarikan-nya. Karena itu masyarakat dan kebudayaan itu sesungguhnya merupakan dua sisi dari satu mata uang yang sama (Budhi Santoso, 1992), yaitu sisi generasi tua sebagai pewaris dan


(13)

sisi generasi muda sebagai penerus.

E. Landasan Ilmiah dan Teknologis

Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangan-pengembangan pelayanan itu secara berkelanjutan.

1. Keilmuan Bimbingan dan Konseling

Ilmu, sering juga disebut "ilmu pengetahuan", merupakan sejumlah pengetahuan yang disusun secara logis dan sistematik. Pengetahuan ialah sesuatu yang diketahui melalui pancaindra dan pengolahan oleh daya pikir. Dengan demikian, ilmu bimbingan dan konseling adalah berbagai pengetahuan tentang bimbingan dan konseling yang tersusun .secara logis dan sistematik. Sebagai layaknya ilmu-ilmu yang lain, ilmu bimbingan dan konseling%iempunyai objek kajiannya sendiri, metode penggalian pengetahuan yang menjadi ruang Hngkupnya, dan sistematika pemaparannya.

Objek kajian bimbingan dan konseling ialah upaya bantuan yang diberikan kepada individu yang mengacu pada keempat fungsi pelayanan yang tersebut terdahulu (fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan, dan pemeliharaan/pengembangan). Segenap hal yang berkenaan dengan upaya bantuan itu (termasuk di dalamnya karakteristik individu yang memperoleh layanan, jenis-jenis layanan dan kegiatan, kondisi pelayanan, dan Iain-lain) diungkapkan, dipelajari seluk-beluk dan sangkut-pautnya, ditelaah latar belakang dan kemungkinan masa depan, dan akhimya disusun secara logis. dan sistematis menjadi paparan ilmu. Bagaimanakah cara mengungkapkan pengetahuan tentang bimbingan dan konseling itu? Untuk itu dapat drpergunakan berbagai cara atau metode, seperti pengamatan, wawancara, analisis dokumen (riwayat hidup, laporan perkembangan, himpunan data, dan Iain-lain), prosedur tes dan inventory, analisis laboratoris. Melalui metode-metode itu akan diperolehiah sejumlah besar pengetahuan tentang objek kajian bimbingan dan konseling. Namun demikian, pengetahuan yang banyak itu belum memiliki makna


(14)

yang lebih luas dan belum dapat dimanfaatkan, serta belum menjadi bagian dari ilmu bimbingan dan konseling, apabila belum ditafsirkan dan diberi arti baik secara spesifik maupun luas daiam kaitannya dengan daerah kajian bimbingan dan konseling. Pemberian makna dan arti itu harus dilakukan secara logis dan sistematik, berdasarkan penalaran dan kaidah-kaidah keilmuan yang laras dan mapan. Paparan melalui laporan hasii penelitian, buku teks, dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya mengenai objek kajian bimbingan dan konseling merupakan wujud dari keilmuan bimbingan dan konseling.

Telah lama dikenal, bahkan sejak awal gerakan bimbingan dicetuskan, pelayanan bimbingan dan konseling menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan, dan pengolahan tingkungan secara ilmiah (McDaniel, 1956). Dalam kaitan itu, McDaniei mengemukakan bahwa konselor adalah seorang ilmuwan, karena mendasarkan teori, pendekatan, dan tindakan-tindakannya pada kaidah-kaidah keilmuan. Di samping itu, konselor juga disebutkan sebagai seniman, karena apa-apa yang dilakukannya tidak terlepas dari unsur-unsur kemanusiaan yang harus didekati dan ditangani dengan penuh kehangatan dan kreativitas dalam hubungan antarpribadi (antara konselor dan klien). Dalam kaitan itu dapat disimpulkan bahwa keilmuan bimbingan dan konseling harus diimbangi (dilengkapi) dengan unsur-unsur seni hubungan antar pribadi.

F. Landasan Pedago'gis

Setiap masyarakat, tanpa terkecuali, senantiasa menyelenggarakan pendidikan dengan berbagai cara dan sarana untuk menjamin keiangsungan hidup mereka. Boleh dikatakan bahwa pendidikan itu merupakan salah satu lembaga sosial yang universal dan berfungsi sebagai sarana reproduksi sosial (Budi Santoso, 1992). Dengan reporduksi sosial itulah nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial yang melandasi kehidupan masyarakat itu diwujudkan dan dibina ketangguhannya. Karena itu berbagai cara dilakukan masyarakat untuk mendidik anggotanya, seperti menceritakan dongeng-dongeng mitos, menanamkan etika sosial dengan memberitahu, menegur dan keteladanan; melalui permainan, terutama yang memperkenalkan peran- peran soal, serta Iain-lain kegiatan di antara teman sebaya, dan kerabat. Kegiatan pendidikan itu kini meluas


(15)

dilakukan di sekoiah maupun luar sekolah dengan menggunakan aiat bantu yang didukung dengan teknologi modern,

Pada bagian ini pendidikan akan ditinjau sebagai landasan bimbingan dan konseling dari tiga segi, yaitu pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan, pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan pelayanan bimbingan dan konseling.

A. Fungsi Bimbingan dan Konseling

Dalam kelangsungan perkembangan dan kehidupan manusia, berbagai pelayanan diciptakan dan diseienggarakan. Masing-masing pelayanan itu berguna dan memberikan manfaat untuk memperlancar dan memberikan dampak positif sebesar-besamya terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan itu, khususnya dalam bidang tertentu yang menjadi fokus pelayanan yang dimaksud. Misalnya, pelayanan kesehatan {yang diberikan oleh Puskesmas) berguna dan memberikan manfaat kepada yang ber-kepentingan untuk memperoleh informasi tentang kesehatan, pemeriksaan, dan pengobatan agar kesehatan yang bersangkutan terpelihara. Pelayanan hukum (yang diberikan oleh LBH/Lembaga Bantuan Hukum) berguna dan memberikan manfaat agar warga masyarakat yang berkepentingan menjadi lebih sadar hukum dan dapat mempergunakan kaidah-kaidah hukum untuk berbagai urusan yang menyangkut diri mereka. Pelayanan yang diberikan di restoran atau toko berguna agar para pengunjung atau langganan memperoleh informasi dan kemudahan-kemudahan, berkenaan dengan makanan atau barang-barang yang mereka kehendaki. Dengan pelayanan-pelayanan itu warga masyarakat yang berkepentingan memperoleh keuntungan tertentu. Kegunaan, manfaat, keuntungan ataupun jasa yang diperoleh dari adanya suatu pelayanan, merupakan hasil dari terlaksananya fungsi pelayanan yang dimaksud. Dengan demikian, fungsi suatu pelayanan dapat diketahui dengan melihat kegunaan, manfaat, ataupun keuntungan dan dapat diberikan oleh pelayanan yang dimaksud. Suatu pelayanan dapat dikatakan tidak berfungsi apabila ia tidak memperlihatkan kegunaan ataupun tidak memberikan manfaat atau keuntungan tertentu.


(16)

Fungsi bimbingan dan konseling ditinjau dari kegunaan atau manfaat, ataupun keuntungan-keuntungan apa yang diperoleh melalui pelayanan tersebut. Fungsi-flingsi itu banyak dan dapat dikelompokkan menjadi empat fungsi pokok, yaitu: (a) fungsi pemahaman, (b) fungsi pencegahan, (c) fungsi pengentasan, (d) fungsi pemeliharaan dan (e) fungsi pengembangan.

1. Fungsi Pemahaman

Dalam fungsi pemahaman, kegunaan, manfaat, atau keuntungan -keuntungan apakah yang dapat diberikan oleh layanan bimbingan dan konseling? Jasa yang diberikan oleh pelayanan ini adalah berkenaan dengan pemahaman. Pemahaman tentang apa dan oleh siapa? Pertanyaan yang terakhir itu perlu dijawab dengan mengaitkan fokus utama pelayanan bimbingan dan konseling, yaitu klien dengan berbagai permasalahannya, dan dengan tujuan-tujuan konseling. Berkenaan dengan kedua hal tersebut pemahaman yang sangat perlu dihasilkan oleh pelayanan bimbingan dan konseling adalah pemahaman tentang diri klien beserta permasalahannya oleh klien sendiri dan oleh pihak-pihak yang akan membantu klien, serta pemahaman tentang lingkungan klien oleh klien.

2. Fungsi Pencegahan

Ada suatu slogan yang berkembang dalam bidang kesehatan/yaitu "mencegah lebih baik daripada mengobati". Slogan ini relevan dengan bidang bimbingan dan konseling yang sangat mendambakan sebaiknya individu tidak mengalami sesuatu masalah. Apabila individu tidak mengalami sesuatu masalah, maka besarlah kemungkinan ia akan dapat melaksanakan proses perkembangannya dengan baik, dan kegiatan kehidupannya pun dapat terlaksana tanpa ada hambatan yang berarti. Pada gilirannya, prestasi yang hendak dicapainya dapat pula semakin meningkat.

Upaya pencegahan memang telah disebut orang sejak puluhan tahun yang lalu. Pencegahan diterima sebagai sesuatu yang baik dan perlu dilaksanakan. Tetapi hal itu kebanyakan baru disebut-sebut saja; pervvujudannya yang bersifat operasional konkret belum banyak terlihat.


(17)

Bagi konselor profesional yang misi tugasnya dipenuhi dengan perjuangan untuk menyingkirkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi perkembangan individu, upaya pencegahan tidak sekadar merupakan ide yang bagus, tetapi adalah suatu keharusan yang bersifat etis (Horner & McEIhaney, 1993). Oleh karena itu, pelaksanaan fungsi pencegahan bagi konselor merupakan bagian dari tugas kewajibannya yang amat penting.

3. Fungsi Pengentasan

Dalam kehidupan sehari-hari, bila seseorang yang menderita "demam" dan "demamnya" ia tidak dapat tersembuhkan dengan dikerok atau dengan meminum obat yang dibeli di waning atau rumah obat, maka ia pergi ke dokter. Apa yang diharapkan orang tersebut dari pelayanan dokter? Tentulah kesembuhan dirinya dari "demam" yang dideritanya itu. Demikian pula analoginya bila seseorang mengalami masalah yang tidak mampu diatasinya sendiri. Ta pergi ke konselor. Apa yang diharapkan oleh orang itu dari pelayanan konselor? Tidak lain teratasinya masalahnya itu.

Orang yang mengalami masalah itu dianggap berada dalam suatu keadaan yang tidak mengenakan sehingga periu diangkat atau dikeluarkan dari bendanya yang tidak mengenakkan. Ia perlu dientas dari keadaan yang tidak disukainya itu. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan itu adalah upaya pengentasan melalui pelayanan bimbingan dan konseling. Dalam hal itu, pelayanan bimbingan dan konseling menyelenggarakan fiingsi pengentasan.

Secara sederharta kesejajaran antara fungsi penyembuhan pelayanan dokter dan fungsi pengentasan pelayan konselor adalah sebagaimana terlibat pada bagan berikut (Gambar 8 di halaman 210).

4. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan

Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik yang ada pada diri individu, baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan yang telah dicapai selama ini. Inteligensi yang tinggi, bakat yang


(18)

istimewa, minat yang menonjol untuk hal-hal yang positif dan produktif, sikap dan kebiasaan yang telah terbina dalam bertindak dan bertingkah laku sehari-hari, cita-cita yang tinggi dan cukup realistik, kesehatan dan kebugaran jasmani, hubungan sosial yang harmonis dan dinamis, dan berbagai aspek positif lainnya dari individu perlu dipertahankan dan dipelihara. Bukan itu saja. Lingkungan yang baik pun (lingkungan fisik, sosial dan budaya) harus dipelihara dan sebesar-besamya dimanfaatkan untuk kepentingan individu dan orang-orang lain. Jangan sampai rusak ataupun berkurang mutu dan kemanfaatannya.

B. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling

Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoretik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakan-nya bersumber dari kajian fllosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial budayanya, pengerlian, tujuan, fungsi, dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Misalnya Van Hoose (1969) mengemukakan bahwa:

(a) bimbingan didasarkan pada keyakinan bahwa dalam diri tiap anak terkandung kebaikan-kebaikan; setiap pribadi mempunyai potensi dan pendidikan hendaklah mampu membantu anak memanfaatkan potensi nya itu.

(b) bimbingan didasarkan pada ide bahwa setiap anak adalah unik; seseorang anak berbeda dari yang lain.

(c) bimbingan merupakan baniuan kepada anak-anak dan pemuda dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka menjadi pribadi-pribadi yang sehat.

(d) bimbingan merupakan usaha membantu mereka yang memerlukannya untuk mencapai apa yang menjadi idaman masyarakat dan kehidupan umumnya.

(e) bimbingan adalah pelayanan, unik yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dengan Iatihan-latihan khusus, dan untuk melaksanakan pelayanan


(19)

bimbingan diperlukan minat pribadi khusus pula.

Semua butir yang dikemukakan oleh Van Hoose itu benar, tetapi butir-butirtersebut belum merupakan prinsip-prinsip yangjelas aplikasinya dalam praktek bimbingan dan konseling. Apabila butir-butir tersebut hendak dijadikan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, maka aspek-aspek operasionalisasinya harus ditambahkan.

Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayan, penyelenggaraan pelayanan. Berikut ini dicatatkan sejumlah prinsip bimbingan dan konseling yang diramu dari sejumlah sumber (Bernard & Fullmer, 1969 dan 1979; Crow & Crow, 1960; Miller & Fruehling, 1978).

7. Prinsip-Prittsip Berkenaan dengan Sasaran Pelayanan

Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu, baik secara perorangan maupun kelompok. Individu-individu itu sangat bervariasi, misalnya dalam hal umumya, jenis kelaminnya, status soslal ekonomi keluarga, kedudukan, pangkat dan jabatannya, keterikatannya lerhadap suatu lembaga tertentu, dan variasi-variasi lainnya. Berbagai variasi itu menyebabkan individu yang satu berbeda dari yang lainnya. Masing-masing individu adalah unik. Secara lebih khusus lagi, yang menjadi sasaran pelayanan pada umumnya adalah perkembangan dan perikehidupan individu, namun secara lebih nyata dan langsung adalah sikap dan tingkah lakunya. Sebagaimana telah disinggung terdahulu, sikap dan tingkah laku individu amat dipengaruhi oleh aspek-aspek kepribadian dan kondisi diri sendiri, serta kondisi lingkungannya.

2. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Masalah lndividu

Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu tidaklah selaiu positif. Faktor-faktor yang pengaruhnya negatif akan menimbulkan hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan individu.yang akhirnya menimbulkan masalah tertentu pada diri individu. Masalah-masalah yang timbul seribu satu macam dan sangat bervariasi. baik dalam jenis dan intensitasnya. Secara ideal pelayanan bimbingan dan konseling ingin membantu semua


(20)

individu dengan berbagai masalahnya itu. Namun. sesuai dengan keterbatasan yang ada pada dirinya sendiri, pelayanan bimbingan dan konseling hanya mampu menangani masalah klien secara terbatas.

3. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Program Pelayanan

Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling baik diselenggarakan secara "insidental", maupun terprogram. Pelayanan "insidental" diberikan kepada klien-klien yang secara langsung (tidak terprogram atau terjadwal) kepada konselor unruk meminta banruan. Konselor memberikan pelayanan kepada mereka secara langsung pula sesuai dengan permasalahan klien pada waktu mereka itu datang. Konselor memang tidak menyediakan program khusus untuk mereka. Klien-klien "insidental" seperti itu biasanya datang dari luar lembaga tempat konselor bertugas. Pelayanan "insidental" itu merupakan pelayanan konselor yang sedang menjalankan "praktek pribadi".

4. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Pelaksanaan Layanan

Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling (baik yang bersifat "insidental" maupun terprogram) dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan. Tujuan ini selanjutnya akan diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidangnya, yaitu konselor profesional. Konselor yang bekerja di suatu lembaga yang cukup besar (misalnya sebuah sekolah), sangat berkepentingan dengan penyelenggara program-program bimbingan dan konseling secara teratur dari waktu ke waktu. Kerja sama dengan berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar berbagai ternpat ia bekerja perlu dikembangkan secara optimal.

5. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Dalam lapangan operasional bimbingan dan konseling, sekolah me-rupakan lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di sekolah pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur; sekolah memiliki kondisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini pada kadar yang


(21)

tinggi. Para siswanya yang sedang dalam tahap perkembangan yang "meranjak" memerlukan segala jenis layanan bimbingan dan konseling dalam segenap fungsinya. Para guru terlibat langsung dalam pengajaran yang apabila pengajaran itu dikehendaki mencapai taraf keberhasilan yang tinggi, memerlukan upaya penunjang untuk bagi optimalisasi belajar siswa. Dalam kaitan ini tepatlah apa yang dikatakan oleh Bernard & Fullmer (1969) bahwa "guru amat memperhatikan bagaimana pengajaran berlangsung, sedangkan konselor amat memperhatikan bagaimana murid belajar? seiring dengan itu, Crow & Crow (I960) mengemukakan perubahan materi kurikulum dan prosedur pengajaran hendaklah memuat kaidah-kaidah bimbingan. Apabila kedua hal itu memang terjadi, materi dan prosedur pengajaran berkaidah bimbingan, dibarengi oleh kerjasama yang erat antara guru dan konselor, dapat diyakini bahwa proses belajar-mengajar yang dilakukan oleh guru untuk murid itu akan sukses.

A. Orientasi Bimbingan dan Konseling

Orientasi yang dimaksudkan di sini ialah "pusat perhatian" atau "titik berat pandangan". Misalnya, seseorang yang berorientasi ekonomi dalam pergaulan, maka ia akan menitikberatkan pandangan atau memusatkan perhatiannya pada perhitungan untung ragi yang dapat ditimbulkan oleh pergaulan yang ia adakan dengan orang lain; sedangkan orang yang berorientasi agama akan melihat pergaulan itu sebagai lapangan tempat dilangsungkannya ibadah menurut ajaran agama.

Apakah yang menjadi titik berat pandangan atau pusat perhatian konselor terhadap kliennya? Itulah orientasi bimbtngan dan konseling yang menjadi pokok pembicaraan pada bagian ini.

1. Orientasi Perseorangan

Misalnya seorang konselor memasuki sebuah kelas; di dalam kelas itu ada sejumiah orang siswa. Apakah yang menjadi titik berat pandangan konselor berkenaan dengan sasaran layanan, yaitu siswa-siswa yang hendaknya memperoleh layanan bimbingan dan konseling. Semua siswa itu secara keseiuruhan ataukah masing-masing siswa seorang demi seorang? "Orientasi perseorangan" bimbingan dan konseiing


(22)

menghendaki agar konselor menitikberatkan pandangan pada siswa secara individual. Satu per satu siswa perlu mendapat perhatian. Pemahaman konselor yang baik terhadap keseiuruhan siswa sebagai kelompok dalam kelas itu penting juga, tetapi arah pelayanan dan kegiatan bimbingan ditujukan kepada masing-masing siswa. Kondisi keseiuruhan (kelompok) siswa itu merupakan konfigurasi (bentuk keseiuruhan) yang dampak positif dan negatifnya terhadap siswa secara individual harus diperhitungkan.

2. Orientasi Perkembangan

Ketika membahas fungsi-fungsi bimbingan dan konseling (Bab V) telah dikemukakan salah satu fungsi tersebut adalah fungsi pemeliharaan dan pengembangan. Orientasi perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih menekankan lagi pentingnya peranan perkembangan yang terjadi dan yang hendaknya diterjadikan pada diri individu. Bimbingan dan konseling memusatkan perhatiannya pada keseluruhan proses perkembangan itu.

3. Orientasi Permasalahan

Ada yang mengatakan bahwa hidup dan berkembang itu mengandung risiko. Perjalanan kehidupan dan proses perkembangan sering kali temyata tidak mulus, banyak mengalami hambatan dan rintangan. Padahal tujuan umum bitnbingan dan konseling, sejalan dengan tujuan hidup dan perkembangan itu sendiri, ialah kebahagiaan. Hambatan dan rintangan dalam perjalanan hidup dan perkernbangan pastilah akan menganggu tercapainya kebahagiaan itu. Agar tujuan hidup dan perkembangan, yang sebagiannya adalah tujuan bimbingan dan konseling, itu dapat tercapai dengan sebaik-baiknya, maka risiko yang mungkin menimpa kehidupan dan perkembangan itu harus selalu diwaspadai. Kewaspadaan terhadap timbulnya hambatan dan rintangan itulah yang meiahirkan konsep orientasi masalah dalam pelayanan bimbingan dan konseling.

A. Layanan Orientasi


(23)

memperkenalkan siswa baru dan atau seseorang terhadap lingkungan yang baru dimasukinya. Pemberian layanan ini bertolak dari anggapan bahwa memasuki lingkungan baru bukanlah hal yang selalu dapat berlangsung dengan mudah dan menyenangkan bagi setiap orang. Ibarat seseorang yang baru pertama kali datang ke sebuah kota besar, maka ia berada dalam keadaan serba "buta"; buta tentang arah yang hendak dituju, buta tentang jalan-jalan, dan buta tentang itu dan ini. Akibat dari kebutaannya itu, tidak jarang ada yang tersesat dan tidak mencapai apa yang hendak ditujunya. Demikianjuga bagi siswabamdi sekoiah'dan atau bagi orang-orang yang baru memasuki suatu dunia kerja, mereka belum banyak mengenal tentang lingkungan yang baru dimasukinya.

B. Layanan Informasi

Secara umum, bersama dengan layanan orientasi bermaksud mem-berikan pemahaman kepada individu-individu yang berkepentingan tentang berbagai hal yang diperlukan untuk menjalani suatu tugas atau kegiatan, atau untuk menentukan arah suatu tujuan atau rencana yang dikehendaki. Dengan demikian, Iayanan orientasi dan informasi itu pertama-tama meru-pakan perwujudan dari fungsi pemahaman pelayanan bimbingan dan konseling. Lebih jauh, Iayanan orientasi dan informasi akan dapat menunjang pelaksanaan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling lainnya dalam kaitan antara bahan-bahan orientasi dan informasi itu dengan permasalahan individu. C. Layanan Penempatan dan Penyaluran

Individu sering mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan, sehingga tidak sedikit individu yang bakat, kemampuan minat, dan hobinya tidak tersalurkan dengan balk. Individu seperti itu tidak mencapai perkembangan secara optimal. Mereka memerlukan bantuan atau bimbingan dari orang-orang dewasa, terutama konselor, dalam menyalurkan potensi dan mengembangkan dirinya.

Di sekolah banyak wadah dan kegiatan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan bakat, kemampuan dan minat serta hobi, misalnya kegiatan kepramukaan, Palang Merah Remaja (PMR), kelompok pencinta alam, kegiatan kesenian, olahraga, kelompok-kelompok belajar, dan sebagainya. Demikian juga untuk pengembangan bakat dan minat yang lebih lanjut, sekolah penyediaan


(24)

jurusan-jurusan dan program-program khusus pendidikan dan latihan. D. Layanan Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan yang penting diselenggarakan di sekoiah. Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan-kegagaian yang dialami siswa dalam belajar tidak sclalu disebabkan oleh kebodohan atau rendahnya inteligensi. Sering kegagalan itu terjadi disebabkan mereka tidak mendapat layanan bimbingan yang memadai.

Layanan bimbingan belajar dilaksanakan melalui tahap-tahap : (a) pcngenalan siswa yang mengalami masalah belajar, (b) pengungkapan sebab-sebab timbulnya masalah belajar, dan (c) pcmbcrian bantuan pengentasan masalah belajar.

E. Layanan Konseling Perorangan

Pada bagian-bagian terdahulu konseling teiah banyak disebut. Pada bagian ini konseling dimaksudkan sebagai pelayanan khusus dalam hubungan langsung tatap muka antara konselor dan klien. Dalam hubungan itu masalah klien dicermati dan diupayakan pengentasannya, sedapat-dapatnya dengan kekuatan klien sendiri. Dalam kaitan itu, konseling dianggap sebagai upaya layanan yang paling utama dalam pelaksanaan fungsi pengentasan masalah klien. Bahkan dikatakan bahwa konseling merupakan '"jantung hatinya" pelayanan bimbingan secara menyeluruh. Hal itu berarti agaknya bahwa apabila layanan konseling telah memberikan jasanya, maka masalah klien akan teratasi secara efektif dan upaya-upaya bimbingan lainnya tinggal mengikuti atau berperan sebagai pendamping. Atau dengan kata lain, konseling merupakan layanan inti yang pelaksana-annya mcnuntut persyaratan dan mutu usaha yang benar-benar tinggi, Ibarat seorang jejaka yang menaksir seorang gadis, apabila jejaka itu telah mampu memikat "jantung hati" gadis itu, maka segala urusan dan kehendak akan dapat diselenggarakan dan dicapai dengan lancar.

F. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok


(25)

klien orang-perorangan, maka bimbingan dan konseling kelompok mengarahkan layanan kepada sekelompok individu. Dengan satu kali kegiatan, layanan kelompok itu memberikan manfaat atau jasa kepada sejumlah orang. Kemanfaatan yang lebih meluas inilah yang paling menjadi perhatian semua pihak berkenaan dengan layanan kelompok itu. Apalagi pada zaman yang menekankan perlunya efisiensi, perlunya perluasan pelayanan jasa yang mampu menjangkau lebih banyak konsumen secara tepat dan cepat, layanan kelompok semakin menarik. Bahkan Larrabee & Terres (1984) meramalkan bahwa pada tahun 2004 layanan konseling kelompok mendominasi segenap upaya pelayanan bimbingan dan konseling. Pada waktu itu dunia dan masyarakat sudah sangat terbuka, lembaga-lembaga kemasyarakatan, sekolah, dan keluarga juga sangat terbuka; arus informasi dan mobilitas penduduk semakin deras; segala macam kebutuhan semakin meningkat baik jenis maupun intensitasnya ~ hal itu semua mengakibatkan semakin banyak orang memeriukan bimbingan dan konseling yang tepat dalam waktu yang relatif cepat. Jawaban terhadap tantangan itu ialali konseling kelompok.

G. Kegiatan Penunjang

Pelaksanaan berbagai jenis layanan bimbingan dan konseling memer-iukan sejumlah kegiatan penunjang.

Agaknya memang benar apabila dikatakan bahwa alat dan keleng-kapan yang paling handal dimiliki oleh konselor untuk nietijalankan tugas-tugas pelayanannya ialah mulut dan berbagai keterampiian berkomunikasi, baik verbal maupun non-verbal. Namun, mengingat apa yang menjadi isi komunikasi itu menjangkau wawasan yang sedemikian luas dan "multidimensional", serta harus sesuai dengan data dan kenyataan yang berkenaan dengan objek-objek yang dibicarakan, maka konselor perlu diperlengkapi dengan berbagai data, keterangan dan informasi, terutama tentang klien dan lingkungannya.

A. Pengertian dan Ciri-Ciri Profesi

Istilah "profesi" memang selalu menyangkut pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan dapat disebut profesi. Untuk mencegah kesimpangsiuran tentang arti profesi


(26)

dan hal-hal yang bersangkut paut dengan itu. berikut ini dikemukakan beberapa istilah dan ciri-ciri profesi.

1. Beberapa Istilah Tentang Profesi

Berkaitan dengan "profesi" ada beberapa istilah yang hendaknya tidak dicampuradukkan, yaitu profesi, profesional, profesionalisme, profesionalitas, dan profesionalisasi.

"Profesi7' adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para

petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu.

"Profesional" menunjuk kepada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi; misalnya sebutan dia seorang "profesional" Kedua, penampilan seorang dalam me!akukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Dalam pengertian kedua ini, istilah profesional sering dipertentangkan dengan istilah non-profesional atau amatiran.

"Profesionalisme'r menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk

meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.

"Profesionalitas", mengacu kepada sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya.

"Profesionalisasi" menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi mau-pun kemampuan para anggota suatu profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai anggota suatu profesi. Profesionalisasi pada dasarnya merupakan serangkaian proses pengembangan kepro-fesionalan, baik dilakukan melalui pendidikan/Jatihan pra-jabatan (pre-servie training) maupun pendidikan/latihan dalam jabatan (in-service training). Oleh sebab itu, profesionalisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hayat dan tanpa henti.


(27)

2. Ciri-Ciri Profesi

Suatu jabatan atau pekerjaan disebut profesi apabila ia memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri tertentu. Sejumlah ahli seperti McCully, 1963; Tolbert, 1972; dan Nugent, 1981) telah merumuskan syarat-syarat atau ciri-ciri dari suatu profesi. Dari rumusan-rumusan yang mereka kemukakan itu dapat disimputkan syarat-syarat atau ciri-ciri utama dari suatu profesi sebagai berikut:

a. Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki fungsi dan kebermaknaan sosial yang sangat menentukan.

b. Untuk mewujudkan fungsi tersebut pada butir di atas para anggotanya (petugasnya dalam pekerjaan itu) harus menampilkan peiayanan yang khusus yang didasarkan atas teknik-teknik intelektual, dan keterampilan-keterampilan tertentu yang unik.

c. Penampilan peiayanan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin saja, melainkan bersifat pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntut pemecahan dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.


(28)

(29)

(30)

Prof. Dr. H. Prayitao, M.Sc.Ed.

Drs. Erman Amti

DASAR-DASAR

BIMBINGAN

DAN


(31)

DASAR-DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING

MARLINA SAGITA 15110054


(1)

dan hal-hal yang bersangkut paut dengan itu. berikut ini dikemukakan beberapa istilah dan ciri-ciri profesi.

1. Beberapa Istilah Tentang Profesi

Berkaitan dengan "profesi" ada beberapa istilah yang hendaknya tidak dicampuradukkan, yaitu profesi, profesional, profesionalisme, profesionalitas, dan profesionalisasi.

"Profesi7' adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu.

"Profesional" menunjuk kepada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi; misalnya sebutan dia seorang "profesional" Kedua, penampilan seorang dalam me!akukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Dalam pengertian kedua ini, istilah profesional sering dipertentangkan dengan istilah non-profesional atau amatiran.

"Profesionalisme'r menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.

"Profesionalitas", mengacu kepada sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya.

"Profesionalisasi" menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi mau-pun kemampuan para anggota suatu profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai anggota suatu profesi. Profesionalisasi pada dasarnya merupakan serangkaian proses pengembangan kepro-fesionalan, baik dilakukan melalui pendidikan/Jatihan pra-jabatan (pre-servie training) maupun pendidikan/latihan dalam jabatan (in-service training). Oleh sebab itu, profesionalisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hayat dan tanpa henti.


(2)

2. Ciri-Ciri Profesi

Suatu jabatan atau pekerjaan disebut profesi apabila ia memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri tertentu. Sejumlah ahli seperti McCully, 1963; Tolbert, 1972; dan Nugent, 1981) telah merumuskan syarat-syarat atau ciri-ciri dari suatu profesi. Dari rumusan-rumusan yang mereka kemukakan itu dapat disimputkan syarat-syarat atau ciri-ciri utama dari suatu profesi sebagai berikut:

a. Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki fungsi dan kebermaknaan sosial yang sangat menentukan.

b. Untuk mewujudkan fungsi tersebut pada butir di atas para anggotanya (petugasnya dalam pekerjaan itu) harus menampilkan peiayanan yang khusus yang didasarkan atas teknik-teknik intelektual, dan keterampilan-keterampilan tertentu yang unik.

c. Penampilan peiayanan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin saja, melainkan bersifat pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntut pemecahan dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.


(3)

(4)

(5)

Prof. Dr. H. Prayitao, M.Sc.Ed.

Drs. Erman Amti

DASAR-DASAR

BIMBINGAN

DAN


(6)

DASAR-DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING

MARLINA SAGITA 15110054