PELAKSANAAN PELAYANAN DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING PADA SMA DI KOTA METRO TAHUN AJARAN 2012/2013

(1)

ABSTRAK

PELAKSANAAN PELAYANAN DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING PADA SMA DI KOTA METRO TAHUN AJARAN 2012/2013

Oleh

LILIS PUSPITANINGRUM

Masalah dalam penelitian ini adalah belum maksimalnya pelaksanaan pelayanan dasar bimbingan dan konseling pada SMA di Kota Metro. Adapun permasalahannya adalah “Sejauhmana pelaksanaan pelayanan dasar bimbingan dan konseling dilaksanakan pada SMA di Kota Metro Tahun Ajaran 2012/2013?”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan pelayanan dasar bimbingan dan konseling pada SMA di Kota Metro Tahun Ajaran 2012/2013.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah 40 responden SMA di Kota Metro. Teknik pengumpulan data menggunakan angket tentang pelayanan dasar dan wawancara.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa guru bimbingan dan konseling telah melaksanakan komponen pelayanan dasar yang mencakup layanan bimbingan kelas, layanan orientasi, layanan informasi, layanan bimbingan kelompok, dan aplikasi instrumen bimbingan dan konseling yang termasuk dalam pelayanan dasar. Secara keseluruhan pelaksanaan pelayanan dasar bimbingan dan konseling pada SMA di kota Metro tahun ajaran 2012/2013 mencapai 77,25%.

Berdasarkan temuan ini disarankan kepada; (1) guru bimbingan dan konseling diharapkan agar lebih profesional lagi dalam melaksanakan layanan bimbingan dan konseling dan mengikuti workshop dan seminar yang berkenaan dengan bimbingan dan konseling sehingga menambah wawasan tentang perkembangan bimbingan dan konseling, (2) pihak sekolah diharapkan dapat memberikan jam khusus bimbingan dan konseling pada setiap kelas dan kepala sekolah dapat menjalin kerjasama yang baik dengan guru bimbingan dan konseling dalam melaksanakan pelayanan dasar bimbingan dan konseling (3) pihak dinas agar tidak mengangkat guru bimbingan dan konseling yang tidak berlatar belakang pendidikan minimal S1 bimbingan dan konseling, (4) peneliti selanjutnya diharapkan tidak melakukan penelitian pada guru bimbingan yang tidak berlatar belakang bimbingan dan konseling serta melakukan penelitian pada siswa agar dapat mengetahui pelaksanaan pelayanan dasar bimbingan dan konseling.


(2)

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu sistem totalitas fungsional dan terarah pada suatu tujuan yaitu usaha untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berkemampuan tinggi serta beriman dan bertakwa, seperti yang tercantum pada tujuan pendidikan nasional dalam UU No 20 Tahun 2003 adalah sebagai berikut:

“mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu dalam penyelenggaraannya tidak cukup hanya dilakukan melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi harus di dukung oleh peningkatan profesionalisasi dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong diri sendiri dalam memilih dan mengambil keputusan demi pencapaian cita - citanya.


(3)

Kemampuan seperti itu tidak hanya menyangkut aspek akademis, tetapi juga menyangkut aspek perkembangan pribadi, sosial, kematangan intelektual, dan sistem nilai peserta didik. Pendidikan bermutu disekolah adalah pendidikan yang menghantarkan peserta didik pada pencapaian standar akademis yang diharapkan dalam kondisi perkembangan diri yang sehat dan optimal.

Hurlock (1980) mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Remaja dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai bagi orang-orang seusianya. Adanya perubahan baik di dalam maupun di luar dirinya itu membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut memperluas lingkungan sosial diluar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lainnya.

Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak dan orang


(4)

dewasa. Oleh karena itu, remaja sering dikenal dengan fase ”mencari jati diri” atau fase ”topan dan badai”. Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya.

Kota Metro merupakan kota pendidikan yang ada di Lampung. Visi Dinas Pendidikan Kota Metro yaitu pendidikan unggul, berwawasan global dan berakhlak mulia (http://www.metrokota.go.id/?page=konten&&no=11). Untuk mewujudkan Kota Metro menjadi Kota Pendidikan dimana sampai saat ini berbagai program pembangunan di bidang pendidikan yang terus diprioritaskan. Mulai dari pembangunan sarana dan prasarana pendidikan untuk mendukung keberlangsungan pembelajaran di sekolah secara optimal maupun di sisi pendukung yang lain. Dinas Pendidikan menyadari bahwa misi dan tujuan tersebut di atas dapat terwujud apabila didukung dengan penerapan tata nilai ideal yang akan sangat menentukan keberhasilan dalam melaksanakan proses pembangunan pendidikan sesuai dengan fokus prioritas yang telah ditetapkan untuk mendukung pengembangan Kota Metro sebagi Kota Pendidikan yang unggul dan sejahtera. Penetapan tata nilai yang merupakan dasar sekaligus pemberi arah bagi sikap dan perilaku semua pegawai dalam menjalankan tugas sehari-hari. Selain itu, tata nilai tersebut juga akan menyatukan hati dan pikiran seluruh pegawai dalam usaha mewujudkan fokus prioritas Dinas Pendidikan Kota Metro.

Secara formal bimbingan dan konseling telah diakui sebagai bagian integral dalam proses pendidikan di Indonesia. Terdapat sejumlah peraturan dan kebijakan pemerintah yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan


(5)

konseling di sekolah, antara lain UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas; Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah; SK Mendikbud No. 025/O/1995. Bahkan dalam Dokumen Kurikulum 2004 disebutkan bahwa “sekolah berkewajiban memberikan bimbingan dan konseling kepada siswa yang menyangkut tentang pribadi, sosial, belajar, dan karier”.

Prayitno (2001: 66) menyebutkan bahwa bimbingan dan konseling dalam konteks sistem pendidikan nasional Indonesia ditempatkan sebagai bantuan kepada peserta didik untuk dapat menemukan pribadi, memahami lingkungan, dan merencanakan masa depan. Subjek yang ditangani konselor adalah subjek didik yang berada dalam perkembangan normal. Bimbingan dan konseling merupakan suatu hubungan yang dinamis antara konselor dan siswa, oleh karena itu pembimbing di sekolah menerima tanggung jawab yang melibatkan dirinya dalam kehidupan-kehidupan anak didik dilandasi dengan ilmunya dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Namun demikian, berbagai masalah masih dirasakan bimbingan dan konseling terutama didalam pelaksanaannya.

Menurut Prayitno dkk. (2004: 9) bimbingan dan konseling merupakan keahlian pelayanan dengan paradigma layanan bantuan yang dapat bersifat pedagogis, psikologis dan religius/spiritual. Paradigma atau contoh perubahan pelayanan bimbingan dan konseling mengacu pada upaya pendidikan dengan memperhatikan faktor-faktor psikologis dan religius/spiritual individu yang dilayani dan unsur budaya/etnis yang melatar belakangi individu sebagai peserta didik/siswa. Untuk terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang professional dan optimal sesuai misi yang diemban, maka layanan


(6)

bimbingan dan konseling, perlu ditunjang dengan program yang komprehensif berbasiskan tugas-tugas perkembangan salah satunya mencakup komponen pelayanan dasar yang baik, konselor yang kompeten, didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, organisasi yang kuat, serta lingkungan belajar yang kondusif untuk mengantarkan peserta didik mencapai perkembangan yang optimal.

Menurut Depdiknas (dalam Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik ABKIN): 2007) program bimbingan dan konseling mengandung empat komponen pelayanan yaitu pelayanan dasar, pelayanan responsif, pelayanan perencanaan individual, dan dukungan sistem. Pelaksanaan pelayanan dasar diperuntukkan bagi semua konseli dengan kegiatan tatap muka terjadwal di kelas. Strategi pelaksanaan pelayanan dasar meliputi bimbingan kelas, pelayanan orientasi, pelayanan informasi, bimbingan kelompok, dan aplikasi instrumen.

Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling tidaklah selalu berjalan tanpa kendala. Kita ketahui bahwa bimbingan dan konseling merupakan bagian dari organisasi sekolah, sehingga elemen-elemen sekolah yang lainnya mempengaruhi jalannya pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Kendala tersebut cukup banyak ditemukan justru berasal dari diri konselor sekolah itu sendiri. Kendala yang ditemukan yaitu konselor belum mampu dalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling. Sedangkan diketahui bahwa konselor sekolah merupakan pelaksana utama layanan bimbingan dan konseling.


(7)

Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak selalu berjalan dengan baik. Dalam observasi yang dilakukan oleh peneliti pada beberapa sekolah, peneliti menemukan ada guru pembimbing yang tidak berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling. Peneliti menemukan terdapat guru pembimbing di SMA di kota Metro yang belum melaksanakan layanan bimbingan kelas berupa curah pendapat karena belum ada jam bimbingan dan konseling di kelas pada setiap minggunya. Guru pembimbing belum mampu melakukan bimbingan kelompok dengan baik karena tidak mengetahui tahap-tahap melakukan bimbingan kelompok sehingga terlihat seperti diskusi kelompok biasa. Guru pembimbing kurang mengaplikasikan instrumen dalam mengumpulkan data siswa sehingga data yang terkumpul hanya data pribadi siswa yang berupa angket dan setelah terkumpul terkadang guru pembimbing juga tidak mengetahui informasi tentang siswa tersebut karena hanya sebatas formalitas untuk data sekolah.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis akan melakukan kajian untuk mengetahui pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang terjadi pada SMA di Metro. Dengan demikian maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul “ Pelaksanaan Pelayanan Dasar Bimbingan dan Konseling pada Sekolah Menengah Atas di Kota Metro Tahun Ajaran 2012/2013.”


(8)

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah dalam penelitian sebagai berikut :

a) ada guru pembimbing yang tidak berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling,

b) guru pembimbing belum melaksanakan layanan bimbingan kelas yaitu berupa curah pendapat dalam kelas,

c) guru pembimbing belum mampu melakukan bimbingan kelompok dengan baik, karena guru pembimbing tidak mengetahui tahap-tahap melakukan bimbingan kelompok sehingga terlihat seperti diskusi kelompok biasa, d) guru pembimbing kurang mengaplikasikan instrumen dan data yang

terkumpul hanya data pribadi siswa yang berupa angket dan setelah terkumpul terkadang guru pembimbing juga tidak mengetahui informasi tentang siswa tersebut karena hanya sebatas formalitas untuk data sekolah. 3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pada identifikasi masalah yang telah dilakukan dipilih sejumlah masalah, untuk lebih memperjelas dan menghindari adanya salah pengertian dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi pada pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yaitu pelayanan dasar pada Sekolah Menengah Atas di Kota Metro Tahun Ajaran 2012/ 2013 .

4. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah


(9)

pelaksanaan pelayanan dasar bimbingan dan konseling belum berjalan secara optimal. Bimbingan dan konseling di sekolah belum mampu melaksanakan pelayanan dasar bimbingan dan konseling dengan baik. Dengan demikian maka permasalahan pelaksanaan pelayanan dasar bimbingan dan konseling dapat dirumuskan sebagai berikut : “Sejauhmana pelayanan dasar bimbingan dan konseling dilaksanakan pada SMA di Kota Metro ?”

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan pelayanan dasar bimbingan dan konseling pada SMA di Kota Metro Tahun Ajaran 2012/2013.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan, kegunaan penelitian ini adalah untuk menjelaskan tentang manfaat yang diharapkan dari peneliti itu sendiri. Adapun kegunaan penelitian itu sendiri ada dua hal yaitu:

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis diharapkan dapat berguna dalam mengembangkan pengetahuan bimbingan dan konseling khususnya dalam hal pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya.


(10)

b. Kegunaan Praktis

Sebagai bahan masukan bagi sekolah yang bersangkutan akan pentingnya pelaksanaan tugas guru pembimbing yaitu dalam melaksanakan pelayanan dasar bimbingan dan konseling secara optimal di sekolah. Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi mahasiswa sebagai calon tenaga pelaksana bimbingan dan konseling dan bagi konselor sekolah agar menyadari bahwa bimbingan dan konseling adalah bagian yang penting dalam pendidikan. Selain itu juga diharapkan bagi instansi pendidikan untuk mengupayakan pendidikan yang lebih baik agar personil bimbingan konseling yang dihasilkan semakin baik lagi di masa yang akan datang serta sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk mendapatkan informasi ini.

3. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Ruang lingkup ilmu : penelitian ini termasuk dalam lingkup bimbingan dan konseling .

b) Ruang lingkup objek : objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan pelayanan dasar bimbingan dan konseling . c) Ruang lingkup subjek : subjek dalam penelitian ini adalah konselor SMA

di Kota Metro Tahun Ajaran 2012/2013.

d) Ruang lingkup wilayah : penelitian ini dilakukan di SMA di Kota Metro. e) Ruang lingkup waktu : penelitian ini dilakukan pada Tahun Ajaran


(11)

C. Kerangka Pemikiran

Konselor sekolah adalah penyelenggara kegiatan BK di sekolah yang secara resmi digunakan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 dengan menyatakan “konselor adalah pendidik” dan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2005 menyatakan “konselor adalah pelaksana pelayanan konseling di sekolah” yang sebelumnya menggunakan istilah petugas BP, guru BP/BK dan guru pembimbing. Pelaksana utama pelayanan bimbingan dan konseling adalah konselor dan terdapat pelaksana pendukung pelayanan bimbingan dan konseling yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru mata pelajaran, wali kelas dan staf administrasi. Namun perlu dipertegas bahwa konselor sekolah merupakan pelaksana utama sehingga disebut sebagai ujung tombak. Jadi dapat dipahami bahwa baik atau tidaknya penyelengaraan bimbingan konseling sebagian besar dipengaruhi oleh konselor sebagai tenaga utama pelaksana.

Berbagai jenis layanan dan kegiatan perlu dilakukan sebagai wujud pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling terhadap sasaran layanan yaitu peserta didik. Dengan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling secara optimal maka pelaksanaan bimbingan dan konseling dapat terlaksana dengan baik. Konselor harus mampu melaksanakan layanan bimbingan dan konseling dengan kompetensi yang dimiliki yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional sehingga akan membantu peserta didik untuk menjadi peserta didik yang mandiri dan tentu saja membantu dalam proses pendidikan.


(12)

Sesuai dengan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling di sekolah, pelayanan bimbingan dan konseling diberikan kepada seluruh peserta didik. Berbagai jenis layanan perlu dirinci menjadi satuan-satuan kegiatan layanan yang masing-masing diuraikan dan dipersiapkan dengan matang sesuai dengan kebutuhan peserta didik sebagai sasaran. Dalam penyelenggaraan setiap layanan guru pembimbing perlu memperhatikan dan menerapkan prosedur dan teknik masing-masing layanan secara tepat, asas-asas bimbingan dan konseling, dan kerjasama dengan pihak di dalam dan di luar sekolah.

Untuk dapat menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi. Guru pembimbing wajib mengembangkan pemahaman, prosedur dan teknik masing-masing layanan itu melalui pendidikan prajabatan tenaga bimbingan dan konseling serta kegiatan pengembangan lainnya yang diprogramkan secara tepat. Demikian juga asas-asas dan kode etik perlu dihayati dan dilaksanakan diterapkan setepat-tepatnya. Asas-asas dan kode etik merupakan jiwa dari setiap layanan. Apabila asas dan kode etik bimbingan tidak terselenggara dengan baik, dikhawatirkan layanan yang diberikan akan merugikan pada upaya pelayanan bimbingan secara menyeluruh.

Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi


(13)

kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya.

Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua konseli agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu konseli agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Menurut Depdiknas (dalam Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik ABKIN): 2007) tujuan pelayanan dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli agar:

1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan agama),

2) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya,

3) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan 4) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan

hidupnya.

Dengan tujuan di atas diharapkan pelaksanaan pelayanan dasar lebih terfokus untuk mencapai tujuan tersebut sehingga dapat membantu konseli dalam menyelesaikan masalah.

Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya membantu konseli dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya (sebagai standar kompetensi kemandirian). Dengan adanya fokus pengembangan yang mencakup standar kompetensi kemandirian maka pelaksanaan pelayanan dasar menjadi mudah dan terfokus sehingga


(14)

diharapkan guru pembimbing mampu melaksanakan pelayanan dasar dengan optimal.

Penelitian ini dirancang untuk mengetahui pelaksanaan pelayanan dasar bimbingan dan konseling dalam lingkungan yang lebih luas yaitu pada SMA yang tersebar di kota Metro. Dengan mengetahui pelaksanaan pelayanan dasar bimbingan dan konseling maka dapat dilihat sejauh mana pelaksanaan pelayanan dasar bimbingan dan konseling ini berjalan dan layanan yang diberikan nantinya menjadi lebih baik sesuai dengan prosedur dan teknik masing-masing layanan serta memperhatikan asas-asas dan kode etik serta akan mengetahui pelaksanaan pelayanan dasar bimbingan dan konseling yang diberikan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis.


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Layanan Bimbingan dan Konseling

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling

Istilah bimbingan dan konseling sudah sangat populer dewasa ini, bahkan sangat penting peranannya dalam sistem pendidikan kita. Menurut Sukardi (2008: 1) bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita, mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntutan yang diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah dalam rangka meningkatkan mutunya. Hal ini sangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pendidikan itu adalah merupakan usaha sadar yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi-potensinya (bakat, minat, dan kemampuannya). Kepribadian menyangkut masalah perilaku atau sikap mental dan kemampuannya meliputi masalah akademik dan keterampilan. Tingkat kepribadian dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang merupakan suatu gambaran mutu dari orang bersangkutan.


(16)

a. Pengertian Bimbingan

Berdasarkan Pasal 27 Peraturan Pemerintah No. 29/90 menyebutkan bahwa: “ bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan.”

Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri, serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar peserta didik mengenal secara objektif lingkungan, baik lingkungan fisik, dan menerima berbagai kondisi lingkungan itu secara positif dan dinamis pula. Pengenalan lingkungan itu, yang meliputi lingkungan rumah, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, dan alam sekitar serta “ lingkungan yang lebih luas”, diharapakan menunjang proses penyesuaian diri peserta didik dengan lingkungan yang dimaksud, serta dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk pengembangan diri secara mantap dan berkelanjutan. Sedangkan bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar peserta didik mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya sendiri, baik yang menyangkut bidang pendidikan, bidang karier, maupun bidang budaya/keluarga/kemasyarakatan.

Natawidjaja (dalam Sukardi, 2008: 19) menyatakan :

“bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahaminya dirinya sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat dan kehidupan pada umumnya. Dengan demikian, dia akan dapat menikamati kebahagiaan hidupnya dan dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat


(17)

pada umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.”

Sedangkan menurut Jones dkk (dalam Prayitno, 2004: 95) menyatakan :

“bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian-penyesuaian yang bijaksana. Bantuan itu berdasarkan atas prinsip-prinsip demokrasi yang merupakan tugas dan hak setiap individu untuk memilih jalan hidupnya sendiri sejauh tidak mencampuri hak orang lain. Kemampuan membuat pilihan seperti itu tidak diturunkan (diwarisi), tetapi harus dikembangkan.”

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada seseorang atau sekelompok orang secara terus-menerus dan sistematis oleh guru pembimbing agar individu atau sekelompok individu dapat mengembangkan kemampuannya serta dalam mengambil keputusan sehingga menjadi individu yang mandiri. Bimbingan dapat diberikan baik untuk menghindari kesulitan-kesulitan maupun untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh individu di dalam kehidupannya. Dengan adanya bimbingan maka diharapkan agar individu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.

b. Pengertian Konseling

Pengertian konseling yang dikemukakan oleh Natawidjaja (dalam Sukardi, 2008: 21) mendefinisikan bahwa :

“konseling merupakan satu jenis layanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, di mana yang seorang (yaitu konselor) berusaha membantu yang lain (yaitu klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang.”


(18)

Sedangkan menurut Surya (dalam Sukardi, 2008: 38) mengungkapkan bahwa : “konseling itu merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada konseli supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang. Dalam pembentukan konsep yang sewajarnya mengenai: (a) dirinya sendiri, (b) orang lain,(c) pendapat orang lain tentang dirinya,(d) tujuan- tujuan yang hendak dicapai, dan (e) kepercayaan.”

Menurut ASCA (American School Counselor Association) (dalam Yusuf, 2006: 33) mengemukakan bahwa:

“konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya.”

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konseling merupakan suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau tatap muka antara konselor dan klien yang berisi usaha yang laras, unik, human (manusiawi), yang dilakukan dalam suasana keahlian dan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku, agar klien memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin pada masa yang akan datang. Proses konseling dapat dilakukan secara individual (two between person), dan konseling kelompok (group counseling). Pemecahan masalah dalam proses konseling itu dijalankan dengan wawancara atau diskusi antara klien dengan konselor dan wawancara itu dijalankan secara face to face (tatap muka ). Keputusan akhir dari suatu masalah nantinya ada pada diri konseli itu sendiri.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa bimbingan dan konseling di sekolah adalah proses pemberian bantuan yang diberikan oleh konselor atau pembimbing


(19)

kepada seorang klien atau peserta didik secara berkesinambungan, agar dapat menentukan pilihan-pilihan untuk menyesuaikan diri, memahami diri, mengoptimalkan diri, membuat keputusan, dan menyelesaikan masalah serta mencapai kemampuan yang optimal untuk memikul tanggung jawab atas keputusan yang telah diambil untuk dirinya sendiri. Melalui bimbingan dan konseling inilah upaya pencapaian tugas perkembangan peserta didik dapat diwujudkan.

2. Tujuan Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari keseluruhan kegiatan pendidikan di sekolah. Oleh sebab itu bimbingan konseling memegang peranan penting dalam mencapai program bimbingan di sekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan anak untuk menhadapi kehidupan sebaik-baiknya sebagai pribadi dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Dengan demikian kegiatan bimbingan dan konseling mempunyai sasaran yang sangat penting untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Menurut Prayitno dan Erman (2004: 114) tujuan umum dari layanan bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Berdasarkan tujuan di atas maka bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi,


(20)

pilihan, penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya.

Menurut Prayitno dan Erman (2004: 114) tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu. Masalah-masalah individu bermacam ragam jenis, intensitas, dan sangkut-pautnya, serta masing-masing bersifat unik. Tujuan bimbingan dan konseling untuk seorang individu berbeda dari (dan tidak boleh disamakan dengan) tujuan bimbingan dan konseling. Dengan penjelasan di atas konselor di tuntut untuk lebih peka dalam menghadapi masing-masing individu yang bermasalah karena sesuai dengan tujuan tidak boleh disamakan dengan yang lain terutama dalam hal pemecahan masalah.

Menurut Depdiknas (dalam Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik ABKIN) : 2007) tujuan pelayanan konseling pada latar belakang pendidikan formal yaitu pelayanan bimbingan itu diberikan dengan tujuan agar peserta didik dapat:

a. merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier serta kehidupannya di masa akan datang,

b. mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin,

c. menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya,

d. mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.

Berdasarkan tujuan di atas dapat kita ketahui bahwa tujuan pelayanan konseling pada latar belakang pendidikan formal yaitu konselor membantu konseli agar


(21)

dapat menyelesaikan studinya sehingga dapat menentukan kariernya agar dapat merencanakan kehidupan yang masa datang, Konselor juga bertugas menggali potensi-potensi yang dimiliki oleh masing-masing konseli sehingga dapat mengembangkan dengan kekuatan yang dimiliki. Pada dasarnya konseli mengalami kesulitan dalam menghadapi studinya, serta dalam penyesuaian di dalam lingkugannya baik keluarga, masyarakat maupun lingkungan kerjanya, disini konselor membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan berbagai lingkungan dan mengatasi kesulitan tersebut.

3. Pentingnya Bimbingan di Sekolah Menengah Atas

Kebutuhan akan bimbingan adalah hal yang universal, tidak terbatas pada masa anak dan masa remaja. Bimbingan yang diberikan pada masa-masa selanjutnya akan menanmbah kemampuan anak memilih aktivitas dalam bidang pekerjaan, kemasyarakatan, dan pendidikan secara bijaksana pada masa remaja dan masa dewasa. Bimbingan preventif di sekolah menengah akan mengurangi kebutuhan bimbingan di kemudian hari.

Menurut Winkel dan Hastuti (2007: 146) memasuki sekolah pada jenjang pendidikan ini tidak membawa perubahan drastis dalam rutinitas sekolah bagi siswa, karena dia sudah biasa dengan pergantian bidang studi dan tenaga pengajar dalam jadwal pelajaran. Namun, rentang umur antara 16-19 tahun yang meliputi sebagian besar dari masa remaja, merupakan masa yang sangat berarti bagi perkembangan kepribadian seseorang. Oleh karena itu, pelayanan bimbingan harus lebih intensif dan lebih lengkap, dibanding dengan pelayanan di satuan pendidikan di bawahnya.


(22)

Hurlock (1980) mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Remaja dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai bagi orang-orang seusianya. Adanya perubahan baik di dalam maupun di luar dirinya itu membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut memperluas lingkungan sosial diluar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lainnya.

Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja sering dikenal dengan fase ”mencari jati diri” atau fase ”topan dan badai”. Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya.

Pendidikan menengah berkenaan dengan tujuan institusional ditetapkan bahwa pendidikan menengah bertujuan meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk


(23)

mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial.

Kebutuhan utama pada masa ini bersifat psikologis, seperti mendapat perhatian tanpa pamrih negatif apapun, mendapat pengakuan terhadap keunikan pikiran dan perasan mereka, menerima kebebasan yang wajar dalam mengatur kehidupannya sendiri tanpa dilepaskan sama sekali dari perlindungan keluarga. Hal-hal yang perlu dikembangkan dalam masa ini adalah rasa tanggung jawab, persiapan diri untuk memasuki corak kehidupan orang dewasa, memantapkan diri dalam memainkan peranan sebagai pria dan wanita, perencanaan masa depan sesuai dengan bidang studi dan pekerjaan yang sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang dianut dan keadaan nyata dalam masyarakat.

Menurut Winkel dan Hastuti (2007: 148) bimbingan kelompok maupun individual diterapkan secara seimbang. Agar pelayanan sampai pada semua siswa, sebagian besar kegiatan dilaksanakan dalam bentuk bimbingan kelompok. Namun, jika siswa remaja sangat peka dalam hal-hal yang dianggap pribadi maka kesempatan untuk konseling sewaktu-waktu harus tersedia.

4. Paradigma Bimbingan dan Konseling

Menurut Prayitno dkk (2004: 9) bimbingan dan konseling merupakan keahlian pelayanan dengan paradigma layanan bantuan yang dapat bersifat pedagogis, psikologis dan religius/spiritual. Dengan paradigma atau contoh perubahan pelayanan bimbingan dan konseling mengacu pada upaya pendidikan dengan memperhatikan faktor-faktor psikologis dan religius/spiritual individu yang


(24)

dilayani dan unsur budaya/etnis yang melatar belakangi individu sebagai peserta didik/siswa.

a. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Bersifat Pedagogis

Materi layanan bimbingan dan konseling dikemas dengan memperhatikan perkembangan ilmu, pengetahuan, teknologi, dan seni. Dari sudut pandang pedagogis atau pendidikan, bimbingan dan konseling adalah bagian integral dari pendidikan, yaitu tujuan pendidikan adalah juga menjadi tujuan bimbingan dan konseling. Landasan, fungsi, prinsip-prinsip bimbingan dan konseling harus sejalan dengan konsep pendidikan. Dari pendekatan pedagogis, siswa tidak hanya belajar melakukan latihan dan belajar melalui pengajaran, juga belajar menjadi (learning to be), mengembangkan potensi diri seoptimal mungkin, dan mengembangkan diri menjadi manusia seutuhnya serta menyentuh hal-hal yang berurusan dengan (a) pengembangan hubungan interpersonal, (b) interpersonal, (c) pengembangan motivasi, (d) komitmen, (e) daya juang, (f) kematangan/ketahanlamaan (adversity), (g) mengembangkan karier .

Bimbingan dan konseling merupakan ilmu khusus, sehingga tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh para guru pembimbing/konselor dan guru mata pelajaran yang alih fungsi pada bimbingan dan konseling perlu dievalusi kembali. Menurut Kartadinata (dalam Prayitno, 2004: 10) sebutan konselor secara eksplisit di dalam Undang-Undang No. 20/2003 tenatng Sistem Pendidikan Nasional merupakan pengakuan formal terhadap eksistensi profesi konselor sebagai tenaga pendidik lainnya seperti guru.


(25)

b. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Bersifat Psikologis

Pendekatan psikologis pada bimbingan dan konseling ialah pada bimbingan, yang dilakukan pada awal memasuki SMA/MA, melibatkan orang tua dan guru, dan bentuk bimbingan berupa pelatihan dengan materi pengembangan dinamika kelompok, berpikir kritis dan kreatif, sedangkan pada konseling; dapat dilakukan kapan saja dengan bekerjasama dengan guru mata pelajaran, bila diperlukan kerjasama dengan pihak terkait. Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan bagi siswa dengan memperhatikan kemungkinan dan kenyataan tentang adanya kesulitan siswa untuk mencapai perkembangan yang optimal, sehingga guru pembimbing/konselor perlu memberikan kepada siswa hingga mampu memahami diri, mengarahkan diri, bertindak dan bersikap di dalam pengambilan keputusan dari pemecahan masalahnya. Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada siswa agar dapat memahami dirinya, memahami lingkungannya dalam tata kehidupan dan mengembangkan rencana dan kemampuannya untuk mengambil keputusan tentang masa depannya.

c. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Bersifat Spiritual/Religius

Adanya counseling spiritual yang diprogramkan secara formal dengan dasar-dasar ilmiah pada program bimbingan dan konseling bidang kesehatan mental dan penyembuhan penyakit jiwa, pelaksanaannya didasari dengan berbagai disiplin ilmu seperti kesehatan mental, psychotherapy, faith healing (penyembuhan melalui keimanan) dan prinsip-prinsip religio psychotherapy dijadikan pegangan dalam pendekatan keimanan. Fungsi bimbingan dan


(26)

konseling sebagai fasilitator dan motivator klien dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri; fungsi pencegahan terhadap gangguan mental spiritual dan lingkungan yang menghambat proses perkembangan hidup klien, reppresif/kuratif terhadap penyakit mental dan spiritual klien dengan merujuk kepada ahli (psikiater, psikolog,dan sebagainya).

Kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami kini, berdampak terpisahnya nilai-nilai spiritual, Charlene (dalam Prayitno, 2004: 12) menyebutkan kondisi yang seperti ini sebagai “spiritual wellness” suatu keadaan yang tercermin dalam keterbukaan terhadap dimensi spiritual. Pada kondisi ini telah mendorong berkembangnya konseling yang berfundasikan spiritual atau religi. Karakteristik manusia mempunyai hubungan baik dengan Tuhan, sesama manusia dan alam semesta, bilamana kondisi hubungan terputus; diperlukan konseling.Dalam proses konseling, guru pembimbing/konselor menjalin hubungan dengan klien dan klien memperbaiki hubungannya, baik dengan tuhan, sesama manusia dan alam semesta.

Berdasarkan uraian di atas dengan paradigma atau contoh perubahan pelayanan bimbingan dan konseling mengacu pada upaya pendidikan dengan memperhatikan faktor-faktor psikologis dan religius/spiritual individu yang dilayani dan unsur budaya/etnis yang melatar belakangi individu sebagai peserta didik/siswa. Dari sudut pandang pedagogis atau pendidikan, bimbingan dan konseling adalah bagian integral dari pendidikan, yaitu tujuan pendidikan adalah juga menjadi tujuan bimbingan dan konseling. Dengan konseling spiritual maka dapat mencegah terhadap gangguan mental spiritual dan lingkungan yang menghambat


(27)

proses perkembangan hidup klien, represif/kuratif terhadap penyakit mental dan spiritual klien dengan merujuk kepada ahli (psikiater, psikolog,dan sebagainya). Pendekatan psikologis pada bimbingan dan konseling ialah pada bimbingan, yang dilakukan pada awal memasuki SMA/MA, melibatkan orang tua dan guru, dan bentuk bimbingan berupa pelatihan dengan materi pengembangan dinamika kelompok, berpikir kritis dan kreatif, sedangkan pada konseling; dapat dilakukan kapan saja dengan bekerjasama dengan guru mata pelajaran, bila diperlukan kerjasama dengan pihak terkait.

Bila pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling yang bersifat pedagogis, psikologis, dan spiritual dapat berjalan dengan maka konselor akan lebih mudah dalam memahami dari masing-masing individu. Ketiga sifat tersebut dapat membantu individu dalam mencapai tujuan hidupnya. Dalam melakukan pelayanan tersebut tentu konselor tetap berkolaborasi dengan personel pelaksana yang lain.

5. Personil Bimbingan dan Konseling

Personel pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah segenap unsur yang terkait dalam organigram pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dengan koordinator dan guru pembimbing/ konselor sebagai pelaksana utamanya. Layanan bimbingan dan konseling dilaksanakan di bawah tanggung jawab Kepala Sekolah dan seluruh staf. Berikut ini adalah tugas para personel bimbingan dan konseling menurut Supriatna (2011: 87):


(28)

a. Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah

Kepala sekolah adalah penanggung jawab kegiatan pendidikan di Sekolah/Madrasah secara menyeluruh, khususnya pelayanan bimbingan dan konseling. Tugas kepala sekolah dan wakil kepala sekolah adalah :

1) mengoordinasikan seluruh kegiatan pendidikan, yang meliputi kegiatan pengajaran, pelatihan serta bimbingan dan konseling di sekolah,

2) menyediakan dan melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan dalam kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah,

3) memberikan kemudahan bagi terlaksananya program bimbingan dan konseling di sekolah,

4) melakukan supervise terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah,

5) menetapkan koordinator guru bimbingan dan konseling yang bertanggung jawab atas koordinasi pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah berdasarkan kesepakatan bersama guru bimbingan dan konseling,

6) membuat surat tugas guru bimbingan dan konseling dalam proses bimbingan dan konseling pada setiap awal catur wulan,

7) menyiapkan surat pernyataan melakukan kegiatan bimbingan dan konseling sebagai bahan ususlan angka kredit bagi guru pembimbing, 8) mengadakan kerjasama dengan instansi lain yang terkait dalam

pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling,

9) mengoordinasikan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling kepada semua personil sekolah,

10)melaksanakan kebijakan pimpinan sekolah terutama dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling.

b. Koordinator Bimbingan dan Konseling

Koordinator bimbingan dsan konseling adalah salah satu konselor diantaranya, berperan sebagai pembantu kepala Sekolah/Madrasah bidang pelayanan bimbingan dan konseling yang bertugas :

1) mengkoordinasikan konselor dalam :

i) memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling, ii) menyusun program kegiatan bimbingan dan konseling, iii) melaksanakan program bimbingan dan konseling,

iv) mengadministrasikan kegiatan bimbingan dan konseling, v) mengadakan tindak lanjut,


(29)

2) mengusulkan kepada kepala sekolah/madrasah mengusahakan bagi terpenuhinya tenaga, prasarana dan sarana, alat dan perlengkapan pelayanan bimbingan dan konseling,

3) mempertanggungjawab pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling kepada kepala sekolah/madrasah,

4) berpartisipasi aktif dalam kegiatan kepengawasan oleh pengawas sekolah/madrasah bidang bimbingan dan konseling.

c. Konselor

Konselor adalah tenaga pendidik yang berkualifikasi strata satu (S-1) program studi bimbingan dan konseling dan menyelesaikan Pendidikan Profesi Konselor (PPK). Sedangkan penerima/pengguna pelayanan profesi bimbingan dan konseling dinamakan konseli. Konselor sebagai pelaksana utama, tenaga inti dan ahli atau tenaga profesional, bertugas :

1) memasyarakatkan kegiatan bimbingan dan konseling,

2) merencanakan program bimbingan dan konseling bersama coordinator bimbingan dan konseling,

3) merumuskan persiapan kegiatan bimbingan dan konseling,

4) melaksanakan layanan bimbingan dan konseling terhadap siswa yang menjadi tangung jawabnya,

5) mengevaluasi proses dan hasil kegiatan layanan bimbingan dan konseling,

6) menganalisis hasil evaluasi,

7) melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil analisis penelitian, 8) mengadministrasikan kegiatan bimbingan dan konseling,

9) mempertanggungjawabimbingan dan konselingan tugas dan kegiatan kepada koordinator guru bimbingan dan konseling.

d. Guru Mata Pelajaan

Sebagai pengampu mata pelajaran dan/atau praktikum, guru dalam pelayanan bimbingan dan konseling memiliki peran sebagai berikut :

1) membantu memasyarakatkan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik,

2) melakukan kerjasama dengan guru bimbingan dan konseling dalam mengidentifikasi peserta didik yang memerlukan bimbingan dan konseling,

3) mengalihtangankan peserta didik yang memerlukan bimbingan dan konseling kepada guru bimbingan konseling,


(30)

4) mengadakan upaya tindak lanjut layanan bimbingan dan konseling (program perbaikan dan program pengayaan),

5) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh layanan bimbingan dan konseling dari guru bmbingan dan konseling, 6) membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka

penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta,

7) ikut serta dalam program layanan bimbingan dan konseling.

e. Wali Kelas

Sebagai pembina kelas, dalam pelayanan bimbingan dan konseling wali kelas berperan :

1) Membantu guru pembimbing melaksanakan layanan bimbingan dan konseling yang menjadi tanggung jawabnya,

2) membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya untuk mengikuti layanan bimbingan dan konseling,

3) memberikan informasi tentang keadaan siswa kepada guru pembimbing untuk memperoleh layanan bimbingan dan konseling, 4) menginformasikan kepada guru mata pelajaran tentang siswa yang

perlu diperhatikan secara khusus, 5) ikut serta dalam konferensi kasus f. Staf Administrasi

Staf administarsi memiliki peranan yang penting dalam memperlancar pelaksanaan program bimbingan dan konseling yaitu :

1) membantu guru pembimbing (konselor) dan koordinator bimbingan dan konseling dalam mengadministrasikan seluruh kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah,

2) membantu guru pembimbing dalam menyiapkan seluruh kegiatan bimbingan dan konseling,

3) membantu guru pembimbing dalam layanan bimbingan dan konseling.

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa pelaksana bimbingan dan konseling tidak hanya konselor tetapi terlibat juga di dalamnya mulai dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru mata pelajaran, wali kelas, koordinator


(31)

bimbingan dan konseling serta staf administrasi. Disini masing-masing personel dituntut untuk melakukan kerjasama dengan baik sehingga pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dapat berjalan dengan lancar. Apabila ada salah satu dari personel tidak melakukan tugasnya maka akan terjadi kendala dalam pelaksanaan. Sebagai contoh guru mata pelajaran wajib melaporkan kepada konselor tentang perkembangan belajar dari peserta didik yang diajarnya agar konselor dapat mengikuti perkembangan dari masing-masing individu. Konselor sebagai pelaksana utama juga harus aktif dalam menggali informasi dari masing-masing personel.

6. Komponen Program Bimbingan dan Konseling

Menurut Depdiknas (dalam Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik ABKIN): 2007) program bimbingan dan konseling mengandung empat komponen pelayanan. Komponen pelayanan ini membantu guru pembimbing dalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling. Empat komponen pelayanan itu adalah :

a. Pelayanan Dasar 1. Pengertian

Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil


(32)

keputusan dalam menjalani kehidupannya. Layanan dasar bimbingan ini juga berisi layanan bimbingan belajar, bimbingan sosial, bimbingan pribadi dan bimbingan karir, layanan ini untuk seluruh peserta didik, disajikan atau di luncurkan dengan menggunakan Strategi klasikal dan dinamika kelompok.

2. Tujuan

Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua konseli agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu konseli agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Menurut Depdiknas (dalam Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik ABKIN): 2007) secara rinci tujuan pelayanan dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli agar:

1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan agama),

2) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya,

3) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan 4) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan

hidupnya.

Dengan tujuan di atas diharapkan pelaksanaan pelayanan dasar lebih terfokus untuk mencapai tujuan tersebut sehingga dapat membantu konseli dalam menyelesaikan masalah.


(33)

3. Fokus pengembangan

Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karier. Semua ini berkaitan erat dengan upaya membantu konseli dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya (sebagai standar kompetensi kemandirian). Materi pelayanan dasar dirumuskan dan dikemas atas dasar standar kompetensi kemandirian antara lain mencakup pengembangan:

1) self-esteem,

2) motivasi berprestasi,

3) keterampilan pengambilan keputusan, 4) keterampilan pemecahan masalah,

5) keterampilan hubungan antar pribadi atau berkomunikasi, 6) penyadaran keragaman budaya,

7) perilaku bertanggung jawab.

Hal-hal yang terkait dengan perkembangan karier (terutama di tingkat SLTP/SLTA) mencakup pengembangan:

1) fungsi agama bagi kehidupan, 2) pemantapan pilihan program studi, 3) keterampilan kerja profesional,

4) kesiapan pribadi (fisik-psikis, jasmaniah-rohaniah) dalam menghadapi pekerjaan,

5) perkembangan dunia kerja, 6) iklim kehidupan dunia kerja, 7) cara melamar pekerjaan, 8) kasus-kasus kriminalitas,

9) bahayanya perkelahian masal (tawuran), dan 10)dampak pergaulan bebas.

Dengan adanya fokus pengembangan yang mencakup standar kompetensi kemandirian maka pelaksanaan pelayanan dasar menjadi mudah dan terfokus sehingga diharapkan guru pembimbing mampu melaksanakan pelayanan dasar dengan optimal.


(34)

4. Strategi Implementasi Program

Strategi implementasi program untuk pelayanan dasar meliputi: 1) Bimbingan Kelas

Layanan bimbingan kelas adalah salah satu pelayanan dasar bimbingan yang dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik dikelas secara terjadwal, konselor memberikan pelayanan bimbingan ini kepada peserta didik. Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa diskusi kelas atau curah pendapat.

Dari pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa bimbingan kelas dapat diartikan sebagai layanan yang di berikan kepada semua siswa. Pada bimbingan kelas ini menggunakan berbagai macam alat bantu seperti : media cetak, media panjang, OHT, rekaman radio–tape dan lain-lain. Layanan bimbingan kelas dapat mempergunakan jam pengembangan diri.

Layanan bimbingan klasikal mempunyai berbagai fungsi, antara lain: a) dapat terjadinya interaksi sehingga saling mengenal antara guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan peserta didik atau konseli, b) dapat terjalinnya hubungan emosional antara guru bimbingan dan konseling dengan peserta didik sehingga akan terciptanya hubungan-hubungan yang bersifat mendidik dan membimbing, c) dapat terciptanya keteladanan dari guru bimbingan dan konseling bagi peserta didik yng dapat berpengaruh terhadap perubahan-perubahan sikap dan perilaku lebih baik pada peserta didik, d) dapat sebagai wadah atau adanya media terjadinya komunikasi langsung antara guru bimbingan dan konseling dengan peserta didik,


(35)

khusus bagi peserta didik dapat menyampaikan permasalahan kelas atau curhat di kelas,

e) dapat terjadinya kesempatan bagi guru bimbingan dan konseling melakukan tatap muka, wawancara dan observasi terhadap kondisi peserta didik dan suasana belajar di kelas, f) sebagai upaya pemahaman terhadap peserta didik dan upaya pencegahan, penyembuhan, perbaikan, pemeliharaan, dan pengembangan pikiran, perasaan, dan kehendak serta perilaku peserta didik.

2) pelayanan orientasi

Menurut Sukardi (2008: 60) layanan orientasi yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik dan pihak-pihak yang lain yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap peserta didik (terutama orang tua) memahami lingkungan (seperti sekolah) yang baru dimasuki peserta didik, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan baru. Menurut Sukardi (2002: 43) fokus pelaksanaan layanan orientasi meliputi pengenalan lingkungan dan fasilitas sekolah, menjelaskan peraturan dan hak-hak serta kewajiban siswa, menjelaskan organisasi dan wadah-wadah yang dapat membantu dan meningkatkan hubungan sosial siswa, menjelaskan kurikulum dengan seluruh aspek-aspeknya, menjelaskan peranan kegiatan bimbingan karir, dan menjelaskan peranan pelayanan bimbingan dan konseling.


(36)

3) pelayanan informasi

Menurut Sukardi (2002: 44) layanan informasi yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik dan pihak-pihak lain yang dapat memberikan pengaruh yang besar kepada peserta didik (terutama orang tua) dalam menerima dan memahami informasi (seperti informasi pendidikan dan informasi jabatan) yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan sehari-hari sebagai pelajar, anggota keluarga, dan masyarakat. Fokus pelaksanaan layanan informasi meliputi menjelaskan tata tertib sekolah, cara bertingkah laku, tata karma, dan sopan santun, menjelaskan fasilitas penunjang atau sumber belajar, cara mempersiapkan diri dan belajar di sekolah, langkah-langkah yang perlu ditempuh guna menetapkan karier, dan memasuki perguruan tinggi yang sesuai dengan cita-cita karier.

4) bimbingan kelompok

Menurut Sofyan (1996: 35) bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan kepada sekelompok untuk memecahkan secara bersama masalah-masalah yang menghambat perkembangan siswa. Fokus pelaksanaan layanan bimbingan kelompok menurut Sukardi (2002: 48) meliputi pengenalan sikap dan kebiasaan, bakat, dan minat dan cita-cita serta penyalurannya, pengenalan kelemahan dan kekuatan diri serta penanggulangannya, pengembangan kemampuan berkomunikasi, pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, dan pengembangan teknik-teknik pengusaan ilmu pengetahuan.


(37)

5) aplikasi instrumen

Menurut Sukardi (2002: 231-232) aplikasi instrumen bimbingan dan konseling yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta didik (klien), keterangan tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan yang lebih luas. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes. Fokus pelaksanaan aplikasi instrumen meliputi kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kondisi mental dan fisik siswa, pengenalan terhadap diri sendiri, kemampuan pengenalan lingkungan dan hubungan sosial, tujuan, sikap, kebiasaan, keterampilan, dan kemampuan belajar, informasi karier dan pendidikan, dan kondisi keluarga dan lingkungan.

b.Pelayanan Responsif

1. Pengertian

Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan. Konseling individual, konseling krisis, konsultasi dengan orang tua, guru, dan alih tangan kepada ahli lain adalah ragam bantuan yang dapat dilakukan dalam pelayanan responsif.


(38)

2. Tujuan

Tujuan pelayanan responsif adalah membantu konseli agar dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu konseli yang mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Tujuan pelayanan ini dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian pribadi konseli yang muncul segera dan dirasakan saat itu, berkenaan dengan masalah sosial-pribadi, karier, dan atau masalah pengembangan pendidikan.

3. Fokus pengembangan

Fokus pelayanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan konseli. Masalah dan kebutuhan konseli berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya secara positif. Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk memperoleh informasi antara lain tentang pilihan karier dan program studi, sumber-sumber belajar, bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika, pergaulan bebas. Masalah lainnya adalah yang berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan mengganggu kenyamanan hidup atau menghambat perkembangan diri konseli, karena tidak terpenuhi kebutuhannya, atau gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangan. Masalah konseli pada umumnya tidak mudah diketahui secara langsung tetapi dapat dipahami melalui gejala-gejala perilaku yang ditampilkannya. Masalah (gejala perilaku bermasalah) yang mungkin dialami konseli diantaranya:


(39)

2) merasa rendah diri,

3) berperilaku impulsif (kekanak-kanakan atau melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkan-nya secara matang),

4) membolos dari Sekolah/Madrasah, 5) malas belajar,

6) kurang memiliki kebiasaan belajar yang positif, 7) kurang bisa bergaul,

8) prestasi belajar rendah, 9) malas beribadah,

10)masalah pergaulan bebas (free sex), 11)masalah tawuran,

12)manajemen stress, dan 13)masalah dalam keluarga.

Untuk memahami kebutuhan dan masalah konseli dapat ditempuh dengan cara asesmen dan analisis perkembangan konseli, dengan menggunakan berbagai teknik, misalnya inventori tugas-tugas perkembangan (ITP), angket konseli, wawancara, observasi,sosiometri, daftar hadir konseli, leger, psikotes dan daftar masalah konseli atau Alat Ungkap Masalah (AUM).

4. Strategi Implementasi Program

Strategi implementasi program untuk pelayanan responsif meliputi: 1) konseling individual,

2) konseling kelompok, 3) referral,

4) kolaborasi dengan guru mata pelajaran atau wali kelas, 5) kolaborasi dengan orang tua,

6) kolaborasi dengan pihak-pihak di luar sekolah, 7) konsultasi,

8) bimbingan teman sebaya, 9) kunjungan rumah, dan 10)konferensi kasus.


(40)

c. Perencanaan Individual 1. Pengertian

Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Pemahaman konseli secara mendalam dengan segala karakteristiknya, penafsiran hasil asesmen, dan penyediaan informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang dimiliki konseli amat diperlukan sehingga konseli mampu memilih dan mengambil keputusan yang tepat di dalam mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk keber-bakatan dan kebutuhan khusus konseli. Kegiatan orientasi, informasi, konseling individual, rujukan, kolaborasi, dan advokasi diperlukan di dalam implementasi pelayanan ini.

2. Tujuan

Perencanaan individual bertujuan untuk membantu konseli agar: 1) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya,

2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karier, dan

3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya.

Tujuan perencanaan individual ini dapat juga dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi konseli untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karier, dan pengembangan sosial-pribadi oleh dirinya sendiri. Isi layanan perencanaan individual adalah hal-hal yang menjadi kebutuhan konseli untuk memahami secara khusus tentang perkembangan


(41)

dirinya sendiri. Dengan demikian meskipun perencanaan individual ditujukan untuk memandu seluruh konseli, pelayanan yang diberikan lebih bersifat individual karena didasarkan atas perencanaan, tujuan dan keputusan yang ditentukan oleh masing-masing konseli. Melalui pelayanan perencanaan individual, konseli diharapkan dapat:

1) mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karier, dan mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya, informasi tentang Sekolah/Madrasah, dunia kerja, dan masyarakatnya,

2) menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya,

3) mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya,

4) mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya.

Dengan tujuan pelayanan perencanaan di atas guru pembimbing dapat melihat apakah konseli telah mencapai tujuan yang diharapkan oleh pelayanan prencanaan. Jika konseli belum mampu mencapai tujuan tersebut maka dapat dikatakan pelaksanaan pelayanan perencanaan individu belum berhasil.

3. Fokus pengembangan

Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek akademik, karier, dan sosial-pribadi. Secara rinci cakupan fokus tersebut antara lain mencakup pengembangan aspek :

1) akademik meliputi memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar sepanjang hayat,

2) karier meliputi mengeksplorasi peluang-peluang karier, mengeksplorasi latihan-latihan pekerjaan, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif, dan


(42)

3) sosial-pribadi meliputi pengembangan konsep diri yang positif, dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif.

Aspek fokus pengembangan di atas tentu saja merupakan bidang-bidang bimbingan dan konseling sehingga dalam memberikan pelayanan semua aspek dapat terlaksana dari aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.

4. Strategi Implementasi Program

Strategi implementasi program untuk pelayanan perencanaan individual dapat dilakukan melalui pelayanan penempatan penyaluran untuk membentuk peserta didik menempati posisi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Konselor membantu peserta didik menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh.

d.Dukungan Sistem

Ketiga komponen diatas, merupakan pemberian bimbingan dan konseling kepada konseli secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infra struktur (misalnya Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli.

Program ini memberikan dukungan kepada konselor dalam memperlancar penyelenggaraan pelayanan diatas. Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di Sekolah/Madrasah. Dukungan sistem ini meliputi aspek-aspek:


(43)

1. Pengembangan Jejaring (networking)

Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor yang meliputi: 1) konsultasi dengan guru-guru,

2) menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat,

3) berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan Sekolah/Madrasah,

4) bekerjasama dengan personel Sekolah/Madrasah lainnya dalam rangka menciptakan lingkungan Sekolah/Madrasah yang kondusif bagi perkembangan konseli,

5) melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling, dan

6) melakukan kerjasama atau kolaborasi dengan ahli lain yang terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling.

Dengan adanya pengembangan jejaring (network) akan mempermudah guru pembimbing dalam melaksanakan dukungan sistem karena guru pembimbing bukan satu-satunya penyelenggara bimbingan dan konseling. Dengan melakukan kolaborasi maka guru pembimbing akan lebih mudah mendapat informasi yang dibutuhkan mulai dari orang tua, guru mata pelajaran dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan konseli.

2. Kegiatan Manajemen

Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan (1) pengembangan program, (2) pengembangan staf, (3) pemanfaatan sumber daya, dan (4) pengembangan penataan kebijakan.


(44)

1) Pengembangan Profesionalitas

Konselor secara terus menerus berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan keterampilannya melalui (a) in-service training, (b) aktif dalam organisasi profesi, (c) aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah; seperti seminar dan workshop (lokakarya), atau (d) melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi (Pascasarjana).

2) Pemberian Konsultasi dan Berkolaborasi

Konselor perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan guru, orang tua, staf Sekolah/Madrasah lainnya, dan pihak institusi di luar Sekolah/ Madrasah (pemerintah, dan swasta) untuk memperoleh informasi, dan umpan balik tentang pelayanan bantuan yang telah diberikannya kepada para konseli, menciptakan lingkungan Sekolah/Madrasah yang kondusif bagi perkembangan konseli, melakukan referal, serta meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling. Dengan kata lain strategi ini berkaitan dengan upaya Sekolah/Madrasah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan. Jalinan kerjasama ini seperti dengan pihak-pihak :

(1) instansi pemerintah, (2) instansi swasta,

(3) organisasi profesi, seperti ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia),

(4) para ahli dalam bidang tertentu yang terkait, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan orang tua konseli,

(5) MGBK (Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling), dan (6) Depnaker (dalam rangka analisis bursa kerja/lapangan pekerjaan).


(45)

Dengan adanya kerjasama dengan pihak-pihak di atas jika guru pembimbing membutuhkan bantuan maka akan mempermudah guru pembimbing dalam melaksanakan layanan bimbingan dan konseling. Dan jika ada konseli yang tidak bisa ditangani oleh guru pembimbing maka bisa dialihkan pada pihak yang lebih ahli dalam bidangnya.

3) Manajemen Program

Suatu program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara, dan tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah.

Dengan adanya komponen program bimbingan dan konseling yang mengandung empat komponen pelayanan yaitu pelayanan dasar bimbingan, pelayanan responsif, perencanaan individual, dan dukungan sistem itu lebih terlihat jelas dan terperinci lagi bagaimana konselor memberikan pelayanan terhadap peserta didik. Pada pelayanaan dasar konselor dapat melakukan layanan orientasi, layanan informasi, bimbingan kelas, bimbingan kelompok, serta aplikasi instrumen yang semuanya merupakan dasar dalam melakukan pelayanan bimbingan dan konseling. Pelayanan responsif dilakukan saat konseli menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan segera misalnya dengan konseling individual dan kolaborasi dengan pihak lain. Perencanaan individual yang membantu konseli dalam merencanakan masa depan serta dukungan sistem yang membantu konselor dalam mengembangkan kemampuan profesionalnya sebagai


(46)

seorang konselor misalnya dengan mengikuti pelatihan-pelatihan bimbingan dan konseling.

B. Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Atas

1. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling

Terdapat beberapa prinsip-prinsip yang menjadi landasan bagi pelaksanaan bimbingan dan konseling. Guru pembimbing yang telah memahami secara benar dan mendasar prinsip-prinsip dasar bimbingan dan konseling ini akan dapat menghindarkan diri dari kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dalam praktik pemberian layanan bimbingan dan konseling.

Menurut Sukardi (2008: 40) prinsip-prinsip bimbingan dan konseling sebagai berikut :

a. prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan yaitu :

1. bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, agama, dan status sosial ekonomi,

2. bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan dinamis,

3. bimbingan dan konseling memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan individu,

4. bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama kepada perbedaan individual yang menjadi orientasi pokok pelayanannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sasaran layanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu baik secara perorangan maupun kelompok. Individu-individu itu sendiri bervariasi misalnya dalam hal umurnya, jenis kelaminnya, status sosial ekonomi keluarga, kedudukan, pangkat dan jabatannya, keterikatannya terhada suatu lembaga tertentu dan variasi-variasi lainnya. Berbagai variasi itu menyebakan bimbingan dan


(47)

konselingan individu yang satu berbeda dari yang lainnya. Masing-masing individu adalah unik. Secara lebih khusus lagi yang menjadi sasaran pelayanan pada umumnya adalah perkembangan dan perikehidupan individu , namun secara lebih nyata dapat kita lihat yaitu sikap dan tingkah lakunya yang dipengaruhi oleh kepribadian dan konsep diri dari masing-masing individu.

b. prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan individu yaitu: 1. bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut

pengaruh kondisi mental/ fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu,

2. kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah pada individu dan kesemuanya menjadi perhatian utama pelayanan bimbingan.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil bahwa berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu tidaklah selalu positif. Faktor-faktor yang pengaruhnya negatif akan menimbulkan hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan individu yang akhirnya menimbulkan masalah tertentu pada diri individu. Masalah-masalah yang timbul sangat bervariasi, baik dalam jenis dan intensitasnya. Secara ideal pelayanan bimbingan dan konseling ingin membantu semua individu dengan berbagai masalahnya itu.

c. prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program layanan yaitu :

1. bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan dan pengembangan individu; karena itu program bimbingan harus disesuaikan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik,


(48)

2. program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat dan kondisi lembaga,

3. program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan yang terendah sampai yang tertinggi,

4. terhadap isi dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu adanya penilaiaan dan teratur.

Berdasarkan uraian di atas maka konselor bertanggung jawab sepenuhnya atas penyusunan program pelayanan bimbingan dan konseling serta pemberian pelayanan bimbingan dan konseling. Program ini berorientasi pada seluruh sasaran layanan dengan memperhatikan masalah yang mungkin timbul dan jenis layanan yang dapat diselenggarakan dan rentangan waktu yang tersedia. Dalam penysusunan program pelayanan konselor tentu harus memperhatikan kebutuhan individu berdasarkan jenjang pendidikannya serta konselor harus melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan tersebut agar dapat diketahui sejauh mana program pelayanan terlaksana.

d. prinsip-prinsip yang berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan yaitu: 1. bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk pengembangan

individu yang akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahan,

2. dalam proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh individu hendaknya atas kemauan individu itu sendiri, bukan karena kemauan atas desakan dari pembimbing atau pihak lain,

3. permasalah individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan hasil pelayanan bimbingan,

4. kerjasama antara pembimbing, guru dan orang tua amat menentukan hasil pelayanan bimbingan,

5. pengembangan program pelayaanan bimbingan dan konseling ditempuh melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlihat dalam proses pelayanan dan program bimbingan dan konseling itu sendiri.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling dimulai dengan pemahaman tentang


(49)

tujuan layanan. Tujuan ini selanjutnya akan diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidangnya yaitu konselor. Konselor membantu konseli dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya dengan tujuan memandirikan konseli dalam pengambilan keputusan. Disini konselor dapat melakukan kerjasama dengan orang tua, serta guru dalam menentukan hasil pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan.

Menurut Depdiknas (dalam Rambu- Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik ABKIN): 2007) disebutkan prinsip-prinsip itu adalah :

1. bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli,

Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli mengandung arti bahwa semua konseli atau peserta didik, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupaun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa.

2. bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi,

Prinsip bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi mengandung arti bahwa setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut.

3. bimbingan menekankan hal yang positif,

Prinsip ini dimaksudkan untuk menumbuhkan persepsi yang positif pada peserta didik bahwa bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, membantu peserta didik


(50)

membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.

4. bimbingan dan konseling merupakan usaha bersama,

Bimbingan dan konseling bukan hanya tugas dan tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala sekolah.

5. pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan dan konseling,

Prinsip pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan dan konseling mengandung arti bahwa bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan.

6. bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai setting kehidupan. Bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai seting kehidupan mengandung arti bahwa pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di sekolah/madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan lainnya.

Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling merupakan pemaduan hasil-hasil teori dan praktek yang dirumuskan dan dijadikan pedoman dan dasar bagi penyelenggaraan pelayanan. Prinsip-prinsip itu berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah individu, program dan penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling. Konselor terikat oleh prinsip-prinsip tersebut, di sekolah maupun di luar sekolah.


(51)

2. Fungsi Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Bimbingan konseling di sekolah semakin memiliki peranan yang penting dalam menunjang proses pendidikan yang efektif dan efisien. Pelayanan bimbingan dan konseling berguna dan memberikan manfaat untuk memperlancar dan memberikan dampak positif sebesar-besarnya terhadap kelangsungan perekembangan dan kehidupan itu. Selanjutnya secara rinci dikemukakan oleh Yusuf (2006: 45-46) fungsi-fungsi bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut :

a. fungsi pemahaman,

Fungsi pemahaman yaitu fungsi bimbingan yang membantu peserta didik (siswa) agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Siswa diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.

b. fungsi pencegahan,

Fungsi pencegahan yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya supaya tidak dialami oleh peserta didik. Konselor memberikan bimbingan kepada siswa tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya.


(1)

RIWAYAT HIDUP

Pendidikan yang dilalui oleh penulis, yaitu Taman Kanak-kanak (TK) Purnama Notoharjo diselesaikan tahun 1997. Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Purwo Adi Lampung Tengah diselesaikan pada tahun 2002. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Metro diselesaikan pada tahun 2005. Sekolah Menengah Atas (SMA) Muhammadiyah 1 Metro diselesaikan pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung pada program studi S1 Bimbingan Konseling melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Pada tahun 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Universitas Negeri Malang, di rumah sakit jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, di SMAN 5 Malang, dan di MTsN 1 Malang. Pada tahun 2011 juga penulis melakukan Praktik Lapangan Bimbingan dan Konseling (PLBK) di SMP Kebagusan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan organisasi Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Unila pada tahun 2008-2010 sebagai anggota.

Penulis bernama Lilis Puspitaningrum, lahir di Purwo Adi tanggal 18 Januari 1990, merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Hi. Saryono dan Ibu Estuningsih, S.Pd.


(2)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan ridhonya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pelaksanaan Pelayanan Dasar Bimbingan dan Konseling Pada SMA Di Kota Metro Tahun Ajaran 2012-2013”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus diselesaikan mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling agar bisa meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung. Dalam penyusunan skripsi ini penulis medapat bimbingan, arahan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Umu Pendidikan Universitas Lampung;

2. Bapak Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantu Dekan III FKIP Universitas Lampung;

3. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

4. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si. selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Lampung;


(3)

5. Bapak Dr. Syarifuddin Dahlan, M.Pd. selaku dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya selama penyusunan skripsi ini serta memberikan ilmunya selama perkuliahan;

6. Ibu Ratna Widiastuti, S.Psi., M.A., Psi. selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan waktu, ide, petunjuk, bimbingan selama penyusunan skripsi serta memberikan ilmunya selama perkuliahan;

7. Ibu Shinta Mayasari, S.Psi.,M.Psi.,Psi. selaku dosen pembahas atau penguji dalam skripsi ini, yang telah memberikan masukan, kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini;

8. Bapak dan Ibu dosen program studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Lampung, terima kasih atas ilmu-ilmu yang telah diberikan selama perkuliahan berlangsung;

9. Seluruh staf FKIP Universitas Lampung yang secara tidak langsung membantu dalam penyelesaian skripsi penulis;

10.Seluruh guru bimbingan dan konseling di SMA di Kota Metro yang telah memberikan izin dan membantu selama proses penelitian; dewan guru beserta tenaga administrasi SMA di Kota Metro yang telah banyak membantu selama penelitian;

11.Teristimewa untuk Ayahanda Hi. Saryono dan Ibunda tercinta Estuningsih, S.Pd yang tak henti-hentinya menyayangi, mendoakan, mendukung, dan selalu menanti keberhasilanku;

12.Kakakku Ekis Setiawan, S.T., serta adikku Hidayah Tri Astuti dan Viollita Gladisya Aisyah tersayang yang selalu memberikanku semangat serta menghiburku saat jenuh;


(4)

13.Untuk Muhammad Khadafi seseorang yang selalu memberikan motivasi untuk selalu sabar dalam menyelesaikan skripsi ini semoga bisa menjadi yang terbaik untuk masa depanku;

14.Sahabat-sahabatku: Gesha Narulita, Mella Widya Marlina, Mira Eryatama, Linda Novita Natalia yang telah menemani hari-hariku sehingga tidak merasa kesepian;

15.Untuk Desti (Saprol), Ratna (Menir), dan Uli (Ardi) yang terimakasih telah menemaniku keliling SMA di kota Metro untuk menyelesaikan penelitian meskipun cuaca panas dan hujan;

16.Teman-teman Bimbingan dan Konseling angkatan 2008 : Agustina Ari, Ari Widayat, Ariska Rahmalia Jati, Amelia Ratih Dewanti, Arini Nur Aini, Cempaka Puri, Cindy Kalisa, Deni Astriana, Dika Ananda, Dwi Meilia Wati, Eny Apriyanti, Esti Yulistia S, Fransiska Kusuma Ningrum, Hendi Pradana, Marshinta Rani F, Merry Sitohang, Mifta Amalia Sopha, Milani Sari, Muhammad Idris, Nurul Surya Ningrum, Putu Diknasari Ewa, Rahmat Adi S, Ratih Fatmasari, Rika Yuniarti, Riky Fernando, Riki Rosadi, Sari Pratiwi, Siti Nur Fitriana, Titis Rofiana, Tio Yolanda, Tubagus Chandra M, Turina, Tri Suci Asih, Umi Salamah, Widia, Wiwit Wiarti, Yeni Febriyanti, Yondariwati, Yossi Hartati L, dan Yuspa Ringga, terimakasih atas kebersamaannya selama ini yang begitu indah;

17.Teman-teman mahasiswa PPL FKIP Unila Dewi, Herfin, Farida, Enik, Yin Yin, Wulan, Restu, Fredi, dan Anjar yang telah membuat cerita indah selama PPL dan KKN serta kebersamaan yang tidak mungkin terlupakan;


(5)

adik-adik tingkat yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas dukungan dan bantuannya selama ini;

19.Teman-teman kos an Difra : Nisa, Eva, Veny, Tanjung, Mba Dedew, Mba Dewi, Ama yang telah menemani tiap malam untuk begadang serta bercanda dan bercerita tentang keluh kesah selama ini;

20.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah membantu penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, Maret 2013 Penulis,


(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

nama : Lilis Puspitaningrum

NPM : 0813052030

tempat, tanggal lahir : Purwo Adi, 18 Januari 1990

alamat : Purwo Adi 19 P, Dusun II, RT 005/ RW 003, Kecamatan Trimurjo, Lampung Tengah.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi dengan judul “PELAKSANAAN

PELAYANAN DASAR PADA SMA DI KOTA METRO TAHUN AJARAN 2012/2013” adalah benar hasil karya penulis berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan November Tahun 2012. Skripsi ini bukan hasil menjiplak atau hasil karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.

Bandar Lampung, 27 Maret 2013

Lilis Puspitaningrum NPM. 0813052030