PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENYEBAB KERUSAKAN JALAN PADA JALAN PEMUDA KAFFA – JALAN RAYA BURNEH BANGKALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP).

PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENYEBAB KERUSAKAN J ALAN
PADA J ALAN PEMUDA KAFFA – J ALAN RAYA BURNEH BANGKALAN
DENGAN MENGGUNAKAN
METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

TUGAS AKHIR

`

OLEH :
SARTIKA SARI AGUSTIN
NPM : 0953010010

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
2013

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENYEBAB KERUSAKAN J ALAN
PADA J ALAN PEMUDA KAFFA – J ALAN RAYA BURNEH BANGKALAN
DENGAN MENGGUNAKAN
METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Tugas Akhir
Progam Studi Teknik Sipil FTSP UPN “Veteran” Jawa Timur

Tim Penguji

Pembimbing Utama

Penguji I
Ibnu Sholichin, ST.,MT.,
NPT. 3 7109 99 0167 1

Masliyah, ST., MT.,
Penguji II


Pembimbing Pendamping
Iwan Wahjudijanto, ST.,MT.,
NPT. 3 7102 99 0167 1
Nugroho Utomo, ST.,MT.,
NPT. 3 7501 04 0195 1

Penguji III

Ir. Hendrata Wibisana, MT.,
NIP. 19651208 199103 1 00 1

Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur

Ir. NANIEK RATNI J ULIARDI AR., M.Kes.
NIP. 19590729 198603 2 00 1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan tugas akhir ini dengan judul ” PENENTUAN SKALA PRIORITAS
PENYEBAB KERUSAKAN JALAN PADA JALAN PEMUDA KAFFA – JALAN
RAYA BURNEH BANGKALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE
ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) “.
Penyusunan tugas akhir ini dilakukan guna memenuhi salah satu persyaratan
untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S-1) di Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan UPN ”Veteran” Jawa Timur.
Dalam menyesaikan tugas akhir ini penulis banyak mendapat bimbingan
serta bantuan yang sangat bermanfaat untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Ibu Ir. Naniek Ratni Juliardi AR, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran”
Jawa Timur.
2. Bapak Ibnu Sholichin, ST., MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Nugroho Utomo, ST., MT. Selaku pembimbing II. Terimakasih
atas ilmu, bimbingan, saran, dan waktu yang telah diberikan sehingga
tugas akhir ini selesai tepat waktu.

ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4. Para dosen dan staff pengajar yang telah memberikan bekal ilmu dan
pengetahuan yang amat berguna.
5. Teman – teman yang sangat membantu dalam penyelesaian tugas akhir
ini.
Dan sebagai akhir kata penulis harapkan agar tugas akhir ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Surabaya, November 2013

Penulis


iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI

ABSTRAK ···········································································

i

KATA PENGANTAR ·····························································

ii

DAFTAR ISI ········································································

iv

DAFTAR GAMBAR ·······························································


viii

DAFTAR TABEL ··································································

xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah · ······················································

1

1.2. Rumusan Masalah ······························································

2

1.3. Tujuan Penelitian ·······························································

3

1.4. Batasan Masalah ·······························································


3

1.5. Lokasi Penelitian ·······························································

4

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA
2.1. Geometrik…….…………………………………………………………..

5

2.1.1. Komposisi Arus Dan Pemisah Arah ·································

6

2.1.2. Perilaku Pengemudi Dan Populasi Kendaraan ····················

6


2.2 Jalan Perkotaan………………….………………………………………...

7

2.2.1. Klasifikasi Jalan Berdasarkan Fungsi ·······························

7

2.2.1. Klasifikasi Jalan Berdasarkan Kelas·································

8

2.3 Karakteristik Arus Lalu Lintas ·················································

9

2.4. Prinsip Perencanaan Perkerasan Jalan ·······································

10


2.5. Kerusakan-kerusakan Permukaan Jalan ·····································

12

iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.5.1 Jenis – jenis Kerusakan Pada Perkerasan Lentur ···················

13

2.5.1.1. Retak (cracking) ··············································

13

2.5.1.2. Perubahan Bentuk (Distortion) ·····························

19


2.5.1.3. Cacat Permukaan (Surface disintergration)················

23

2.5.1.4. Permukaan Licin (Slippery Surface) ······················

25

2.6. Penentuan Nilai Kerusakan ···················································

26

2.7 Metode Analytic HierarchyProcess (AHP)

································

29

2.7.1. Penggunaan AHP ······················································


30

2.7.2. Konsistensi AHP·······················································

33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Umum ············································································

35

3.2. Metodologi Evaluasi Kerusakan Jalan ·······································

35

3.3. Pengerjaan Persiapan ···························································

35

3.4. Pengumpulan Data …………………………………………… …………

35

3.5. Analisa Data ……………………………………………………………...

36

3.5. Diagram Pengerjaan Tugas Akhir………………………………… ……..

37

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Penilaian Kerusakan.……………………………………………………..

38

4.2 Analisa Nilai Kerusakan……….………………………………………....

39

4.3. Perhitungan Kerusakan·························································

40

4.3.1. Jenis kerusakan Tambalan ············································

40

4.3.2. Jenis kerusakan Retak ·················································

41

4.3.3. Jenis kerusakan Lepas·················································

41

4.3.4. Jenis kerusakan Lubang ···············································

42

v
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4.3.5. Jenis kerusakan Alur ··················································

42

4.3.6. Jenis kerusakan Gelombang ··········································

43

4.3.7. Jenis kerusakan Ambles ··············································

43

4.4 Perbandingan Dari Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penyebab
Kerusakan Jalan Faktor Internal dan Faktor Eksternal………………….

49

4.4.1 Perbandingan Dari Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi
Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Internal ……………………....

49

4.4.1.1 Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Internal Pada Segmen I

49

4.4.1.2 Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Internal Pada Segmen II

54

4.4.1.3 Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Internal Pada Segmen III

58

4.4.1.4 Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Internal Pada Segmen IV

63

4.4.1.5 Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Internal Pada
Segmen I – Segmen IV ……………………………………

68

4.4.2 Perbandingan Dari Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi
Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Eksternal ……………………..

69

4.4.2.1 Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Eksternal Pada Segmen I

69

4.4.2.2 Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Eksternal Pada Segmen II

73

4.4.2.3 Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Eksternal Pada Segmen III 78
4.4.2.4 Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Eksternal Pada Segmen IV 82
4.4.2.5 Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Eksternal
Pada Segmen I – Segmen IV ………………………………

87

4.5 Rekomendasi Perbaikan Dan Penanganan Kerusakan Jalan
Pada Segmen I – Segmen IV ……………………………………………..

vi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ………………………………………………………………

90

5.2. Saran ……………………………………………………………………..

91

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….

92

vii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Lokasi Penelitian ·····················································

4

Gambar 2.1 Susunan Konstruksi Perkerasan Lentur ····························

10

Gambar 2.2 Penyebaran Beban Roda Hingga Lapisan Subgrade ··············

11

Gambar 2.3 Retak Halus ···························································

13

Gambar 2.4 Retak Buaya ···························································

14

Gambar 2.5 Retak Tepi ·····························································

15

Gambar 2.6 Edge Joint ·····························································

16

Gambar 2.7 Lane joint Crack ······················································

16

Gambar 2.8 Retak Refleksi ·························································

17

Gambar 2.9 Retak Susut ····························································

18

Gambar 2.10 Retak Selip ···························································

18

Gambar 2.11 Retak Sambungan Pelebaran ······································

19

Gambar 2.12 Rutting ································································

20

Gambar 2.13 Corrugation ··························································

21

Gambar 2.14 Grade Depression ····················································

22

Gambar 2.15 Showing ······························································

23

Gambar 2.16 Upheaved ·····························································

23

Gambar 2.17 Potholes ······························································

24

Gambar 2.18 Ravelling ······························································

24

Gambar 2.19 Flushing ······························································

25

Gambar 2.20 Polished Agregate ···················································

26

Gambar 2.21 Struktur Hirarki Secara Umum ·····································

31

Gambar 2.22 Tahapan AHP ························································

34

viii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Gambar 3.1 Diagram Pengerjaan Tugas Akhir …………………………….

37

Gambar 4.1 Pembagian Segmen pada Lokasi Kerusakan Jalan…………….

38

Gambar 4.2 Grafik Nilai Kerusakan Jalan pada Segmen I
(STA 0+500 – 1+800………………………………………….

44

Gambar 4.2 Grafik Nilai Kerusakan Jalan pada Segmen II
(STA 0+500 – 1+800………………………………………….

45

Gambar 4.2 Grafik Nilai Kerusakan Jalan pada Segmen III
(STA 0+500 – 1+800………………………………………….

46

Gambar 4.2 Grafik Nilai Kerusakan Jalan pada Segmen IV
(STA 0+500 – 1+800………………………………………….

47

Gambar 4.2 Grafik Nilai Kerusakan Jalan Pemuda Kaffa – Jalan Raya Burneh
(STA 0+500 – 5+700)………………………………………….

48

Gambar 4.7 Grafik Bobot Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Internal pada
Segmen I……………………………………………………….

53

Gambar 4.8 Grafik Bobot Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Internal pada
Segmen II……………………………………………………….

58

Gambar 4.9 Grafik Bobot Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Internal pada
Segmen III………………………………………………………

63

Gambar 4.10 Grafik Bobot Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Internal pada
Segmen IV…………………………………………………….

67

Gambar 4.11 Grafik penyebab kerusakan Jalan Faktor Internal …………...

68

Gambar 4.12 Grafik Bobot Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Eksternal pada
Segmen I………………………………………………………

ix
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

73

Gambar 4.13 Grafik Bobot Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Eksternal pada
Segmen II……………………………………………………….

78

Gambar 4.14 Grafik Bobot Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Eksternal pada
Segmen III………………………………………………………

82

Gambar 4.15 Grafik Bobot Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Eksternal pada
Segmen IV……………………………………………………...

87

Gambar 4.16 Grafik penyebab kerusakan Jalan Faktor Eksternal …………... 88

x
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kapasitas Jalan …………………………………..……………

7

Tabel 2.2

Nilai Prosentase Kerusakan …………..…………..…………..

27

Tabel 2.3

Nilai Jumlah Kerusakan……………………………………….

28

Tabel 2.4

Nilai Kondisi Kerusakan ….………………………. ………….

29

Tabel 2.5

SkalaPenilaian Antara Dua Elemen……….………. …………...

32

Tabel 2.6

Nilai Pembangki Random……….………. ……………………...

33

Tabel 4.1 Nilai Kerusakan Jenis Tambalan pada Segmen I – Segmen IV …

40

Tabel 4.2 Nilai Kerusakan Jenis Retak pada Segmen I – Segmen IV………. 41
Tabel 4.3 Nilai Kerusakan Jenis Lepas pada Segmen I – Segmen IV………

41

Tabel 4.4 Nilai Kerusakan Jenis Lubang pada Segmen I – Segmen IV…….

42

Tabel 4.5 Nilai Kerusakan Jenis Lubang pada Segmen I – Segmen IV…….

42

Tabel 4.6 Nilai Kerusakan Jenis Gelombang pada Segmen I – Segmen IV..

43

Tabel 4.7 Nilai Kerusakan Jenis Ambles pada Segmen I – Segmen IV……

43

Tabel 4.8

Nilai Kerusakan Jalan pada Segmen I (STA 0+500 – 1+800)…...

44

Tabel 4.9

Nilai Kerusakan Jalan pada Segmen II (STA 1+800 – 3+100)….

45

Tabel 4.10 Nilai Kerusakan Jalan Pada Segmen III (STA 3+100 – 4+400)...

46

Tabel 4.11 Nilai Kerusakan Jalan pada Segmen IV (STA 4+400 – 5+700)..

47

Tabel 4.12 Nilai Kerusakan Jalan Pemuda Kaffa – Jalan Raya Burneh
(STA 0+500 - 5+700)…………………………………………..

48

Tabel 4.13 Matrik Berpasangan Hasil Survei Dari Penyebab Kerusakan
Jalan Faktor Internal pada Segmen I…………………………….

49

Tabel 4.14 Bobot Faktor AHP (Analytic Hierarchy Process)………………

50

xi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Tabel 4.15

Rekapitulasi Bobot Seluruh Responden Penyebab Kerusakan
Jalan Faktor Internal pada Segmen I…………………………

Tabel 4.16

52

Matrik Berpasangan Hasil Survei Dari Penyebab Kerusakan
Jalan Faktor Internal pada Segmen II……………………….

54

Tabel4.17

Bobot Faktor AHP (Analytic Hierarchy Process)…………….

55

Tabel 4.18

Rekapitulasi Bobot Seluruh Responden Penyebab Kerusakan
Jalan Faktor Internal pada Segmen II…………………………

Tabel 4.19

57

Matrik Berpasangan Hasil Survei Dari Penyebab Kerusakan
Jalan Faktor Internal pada Segmen III………………………..

59

Tabel 4.20

Bobot Faktor AHP (Analytic Hierarchy Process)……………. 59

Tabel 4.21

Rekapitulasi Bobot Seluruh Responden Penyebab Kerusakan
Jalan Faktor Internal pada Segmen III………………………… 62

Tabel 4.22

Matrik Berpasangan Hasil Survei Dari Penyebab Kerusakan
Jalan Faktor Internal pada Segmen IV………………………..

63

Tabel4.23

Bobot Faktor AHP (Analytic Hierarchy Process)…………….

66

Tabel 4.24

Rekapitulasi Bobot Seluruh Responden Penyebab Kerusakan
Jalan Faktor Internal pada Segmen IV………………………

67

Tabel 4.25

Rekapitulasi Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Internal……

68

Tabel 4.26

Matrik Berpasangan Hasil Survei Dari Penyebab Kerusakan
Jalan Faktor Eksternal pada Segmen I………………………..

69

Tabel4.27

Bobot Faktor AHP (Analytic Hierarchy Process)…………….

70

Tabel 4.28

Rekapitulasi Bobot Seluruh Responden Penyebab Kerusakan
Jalan Faktor Eksternal pada Segmen I………………………… 72

xii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Tabel 4.29

Matrik Berpasangan Hasil Survei Dari Penyebab Kerusakan
Jalan Faktor Eksternal pada Segmen II……………………

74

Tabel 4.30

Bobot Faktor AHP (Analytic Hierarchy Process)…………

74

Tabel 4.31

Rekapitulasi Bobot Seluruh Responden Penyebab Kerusakan
Jalan Faktor Eksternal pada Segmen II……………………

Tabel 4.32

77

Matrik Berpasangan Hasil Survei Dari Penyebab Kerusakan
Jalan Faktor Eksternal pada Segmen III……………………

78

Tabel4.33

Bobot Faktor AHP (Analytic Hierarchy Process)…………..

79

Tabel 4.34

Rekapitulasi Bobot Seluruh Responden Penyebab Kerusakan
Jalan Faktor Eksternal pada Segmen III…………………….

Tabel 4.35

81

Matrik Berpasangan Hasil Survei Dari Penyebab Kerusakan
Jalan Faktor Eksternal pada Segmen IV…………………….

83

Tabel4.36

Bobot Faktor AHP (Analytic Hierarchy Process)………….

83

Tabel 4.37

Rekapitulasi Bobot Seluruh Responden Penyebab Kerusakan
Jalan Faktor Eksternal pada Segmen IV……………………

86

Tabel 4.38

Rekapitulasi Penyebab Kerusakan Jalan Faktor Eksternal …… 87

Tabel 4.39

Tindakan Perbaikan Dan Penanganan Berdasarkan Kerusakan
Jalan Pada Segmen I – Segmen IV……………………………. 89

xiii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENYEBAB KERUSAKAN J ALAN
PADA J ALAN PEMUDA KAFFA – J ALAN RAYA BURNEH BANGKALAN
DENGAN MENGGUNAKAN
METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

SARTIKA SARI AGUSTIN
NPM : 0953010010
ABSTRAK
Banyaknya kendaraan lalu lintas yang melewati Jalan Pemuda Kaffa – Jalan
Raya Burneh mengakibatkan kerusakan jalan di sepanjang jalan ini. Secara umum
penyebab kerusakan di sepanjang Jalan Pemuda Kaffa – Jalan Raya Burneh dikarenakan
adanya beban lalu lintas yang berlebihan yang menyebabkan umur pakai lebih pendek
dari perencanaan. Untuk itulah perlu adanya perhatian khusus dalam penanganan dan
perawatan jalan di sepanjang Jalan Pemuda Kaffa – Jalan Raya Burneh. Dalam
penyelesaian perhitungan kerusakan dipergunakan Metode Bina Marga dan penentuan
penyebab kerusakan menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
Dari hasil perhitungan dengan metode ahp diperoleh beberapa faktor penyebab
kerusakan jalan berupa faktor internal diperoleh pelaksanaan konstruksi yang tidak
memenuhi ketentuan sebesar 35.850%, penanganan yang kurang tepat 28.163%,
pengawasan yang lemah 22.190%, data desain yang kurang akurat 13.994%. Faktor
eksternal diperoleh volume kendaraan yang berlebih sebesar 30.067%, mutu aspal yang
kurang baik 21.962%, umur rencana yang telah dilewati 23.933%, sistem drainase yang
kurang baik 25.009%.
Kondisi kerusakan jalan terbesar terdapat pada jenis kerusakan lubang dengan
nilai kerusakan 43 pada lokasi segmen III STA 3+100 – 4+400. Nilai sebesar 43 yang
menunjukkan jalan tesebut dalam kondisi buruk maka jalan yang mengalami kerusakan
lubang - lubang perlu dilakukan penambalan.

Kata kunci : Prioritas, Analytical Hierarchy Process (AHP)

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Saat ini terdapat kesenjangan perkembangan antara Pulau Madura dengan

wilayah lain di Propinsi Jawa Timur, dimana tingkat perkembangan wilayah Pulau
Madura relatif lebih rendah yang disebabkan tidak memadainya aksesibilitas dari dan
ke Pulau Madura. Untuk memantapkan laju pertumbuhan ekonomi tersebut maka
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) Propinsi Jawa Timur tahun
1997/1998-2011/2012 direncanakan untuk menghubungkan Pulau Madura dan Pulau
Jawa dengan menggunakan prasarana jembatan yang dikenal dengan nama Jembatan
Suramadu.
Jembatan Suramadu diyakini dapat meningkatkan kelancaran arus lalu lintas
atau angkutan barang dan orang. Dengan semakin lancarnya arus lalu lintas berarti
menghemat waktu dan biaya. Manfaat selanjutnya adalah merangsang tumbuhnya
aktivitas perekonomian. Berdasarkan kajian Departemen PU, dampak dari Jembatan
Suramadu dapat meningkatkan pertumbuhan PDRB di 4 Kabupaten di Madura.
Kabupaten Bangkalan di nilai pertumbuhan PDRB-nya paling besar di antara
kabupaten-kabupaten di Madura, khususnya pada ruas Jalan Pemuda Kaffa – Jalan
Raya Burneh. Hal tersebut terjadi karena ruas jalan tersebut merupakan jalan akses
dari atau ke arah Jembatan Suramadu.
Selain arus lalu lintas dari arah Jembatan Suramadu, Jalan Pemuda Kaffa –
Jalan Raya Burneh juga merupakan jalan akses dari atau ke arah Pelabuhan Kamal
yang berfungsi sebagai pendistribusian barang dan jasa menuju ke Kabupaten

1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep serta daerah – daerah
yang ada di Madura.
Banyaknya kendaraan lalu lintas yang melewati Jalan Pemuda Kaffa – Jalan
Raya Burneh Bangkalan mengakibatkan kerusakan jalan di sepanjang jalan ini.
Untuk itulah perlu adanya perhatian khusus dalam penanganan masalah jalan di
sepanjang Jalan Pemuda Kaffa – Jalan Raya Burneh. Dari latar belakang yang ada,
peneliti mencoba untuk mencari penyebab kerusakan jalan sehingga dapat
menentukan bagaimana penanganan dan pemeliharaan jalan di sepanjang Jalan
Pemuda Kaffa – Jalan Raya Burneh dengan menggunakan Metode Analytic
Hierarchy Process (AHP).
Metode AHP merupakan metode yang tepat dalam menentukan urutan
kriteria penyebab kerusakan jalan di sepanjang ruas jalan Jalan Pemuda Kaffa – Jalan
Raya Burneh, dengan melibatkan sejumlah referensi dan responden, kriteria pilihan
serta penyediaan satu skala penilaian tertentu, yang disusun dalam suatu kuesioner
sehingga hasil dari evaluasi dengan metode AHP ini dapat memberikan hasil
optimum untuk penanganan dan pemeliharaan di sepanjang Jalan Pemuda Kaffa Jalan Raya Burneh.
1.2.

Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka akan di bahas rumusan permasalahan

antara lain :
1. Jenis kerusakan apa saja yang terjadi pada permukaan perkerasan ruas jalan
di sepanjang Jalan Pemuda Kaffa – Jalan Raya Burneh ?

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

2. Bagaimana analisa faktor – faktor penyebab kerusakan jalan dengan
menggunakan metode AHP (Analytic Hierarchy Process) ?
3. Usaha – usaha apa saja yang dapat di lakukan untuk memperbaiki kondisi
ruas jalan yang ada di sepanjang Jalan Pemuda Kaffa – Jalan Raya Burneh ?
1.3.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan

proposal tugas akhir ini adalah :
1. Mengetahui jenis dan tingkat kerusakan yang terjadi di sepanjang Jalan
Pemuda Kaffa – Jalan Raya Burneh.
2. Mengetahui faktor – faktor penyebab kerusakan jalan menggunakan metode
AHP (Analytic Hierarchy Process).
2. Mengetahui penanganan dan pemeliharaan jalan yang dapat di lakukan untuk
memperbaiki kondisi ruas jalan yang ada di sepanjang Jalan Pemuda Kaffa –
Jalan Raya Burneh.
1.4.

Batasan Masalah
Batasan masalah digunakan agar pembahasan terhadap masalah tidak

menyimpang atau meluas dari topik yang akan dibahas. Adapun batasan masalah
penulisan tugas akhir ini adalah:
1. Analisa permasalahan hanya di sepanjang ruas Jalan Pemuda Kaffa – Jalan
Raya Burneh.
2. Nilai kerusakan jalan yang dianalisa sesuai dengan metode penelitian
kerusakan jalan dari Bina Marga
3. Analisa penyebab kerusakan jalan menggunakan Metode AHP

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

1.5. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini lokasi studi berada di Jalan Pemuda Kaffa – Jalan Raya
Burneh Bangkalan seperti yang ditunjukan pada Gambar 1.1 berikut :

Gambar 1.1 Lokasi Penelitian

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA

2.1.

Geometrik
Karakteristik geometrik untuk jalan berbagai tipe akan mempunyai kinerja

berbeda pada pembebanan lalu lintas tertentu misalnya jalan terbagi dan jalan tidak
terbagi, sedangkan untuk lebar jalur lalu lintas, kecepatan arus bebas dan kapasitas
meningkat dengan pertambahan lebar jalur lalu lintas.
Karakteristik geometrik tipe jalan yang digunakan untuk masing-masing tipe
jalan menggunakan analisa operasional, perencanaan dan perancangan jalan
perkotaan. Untuk setiap tipe jalan ditentukan prosedur perhitungan yang dapat
digunakan pada kondisi :
a. Alinyemen datar atau hampir datar
b. Alinyemen horizontal lurus atau hampir lurus
Pada sigmen jalan yang tidak dipengaruhi antrian akibat hambatan samping
atau arus iringan kendaraan yang tinggi dari samping.
1. Tipe Jalan
Tipe jalan akan mempunyai kinerja berbeda pada pembebanan lalu lintas
tertentu, misalnya jalan terbagi dan tak terbagi, jalan satu arah.
2. Jalur Lalu Lintas
Kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan pertambahan lebar
jalur lalu lintas.

5
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

3. Kereb
Kereb sebagai batas antara jalur lalu lintas dan trotoar berpengaruh terhadap
dampak hambatan samping pada kapasitas dan kecepatan kapasitas jalan dengan
kereb lebih kecil dari jalan dengan bahu. Selanjutnya kapasitas berkurang jika
terdapat penghalang tetap dekat tepi jalur lalu lintas, tergantung apakah jalan
mempunyai kereb atau bahu.
4. Median
Median yang baik direncanakan untuk menurunkan kapasitas.
2.1.1. Komposisi Arus dan Pemisah Arah
a. Pemisah arah lalu lintas
Kapasitas jalan dua arah paling tinggi pada pemisah arah 50-50, yaitu
bilamana arus pada kedua arah adalah sama pada peride waktu dianalisa.
b. Komposisi lalu lintas
Komposisi lalu lintas mempengaruhi hubungan kecepatan arus, jika arus dan
kapasitas dinyatakan dalam kendaraan per jam yaitu tergantung pada rasio sepeda
motor per kendaraan berat dalam arus lalu lintas. Jika arus dan kapasitas dinyatakan
dalam satuan mobil penumpang (smp/jam) tidak dipengaruhi oleh komposisi lalu
lintas.
2.1.2. Perilaku pengemudi dan populasi kendaraan.
Keanekaragaman perilaku dari pengemudi dan pengguna jalan yang ada di
Indonesia khususnya didaerah perkotaan dimasukan dalam prosedur perhitungan
secara tidak langsung melalui ukuran kita.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

2.2.

J alan per kotaan
Definisi dari jalan perkotaan adalah suatu jalan yang mempunyai

perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh
jalan, minimum pada satu sisi jalan, berupa perkembangan lahan atau bukan. Jalan di
atau dekat pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000 selalu digolongkan
dalam kelompok ini. Jalan di daerah perkotaan dengan penduduk kurang dari
100.000 juga digolongkan dalam kelompok ini jika mempunyai perkembangan
samping jalan yang permanen dan menerus. Klasifikasi jalan dibedakan berdasarkan
fungsi dan kelas jalan seperti ditunjukkan pada tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi jalan
Klasifikasi
Fungsi

Lalu Lintas Harian Rata - Rata
(LHR) dalam smp

Kelas

Utama

I

>20.000

Sekunder

II A

6.000 sampai 20.000

II B

1.500 sampai 8.000

II C

< 2.000

III

-

Penghubung

Sumber : Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya.
Oleh: Direktorat Djendral Bina Marga

2.2.1. Klasifikasi jalan berdasar kan fungsi
Berdasarkan fungsinya jalan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1.

Jalan arteri atau jalan utama
Jalan yang melayani lalu lintas yang tinggi antara kota-kota yang
penting atau antara pusat-pusat produksi dan pusat-pusat ekspor.
Jalan-jalan dalam golongan ini harus direncanakan untuk dapat
melayani lalu lintas yang cepat dan berat.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

2.

Jalan sekunder atau kolektor
Jalan yang melayani lalu lintas yang cukup tinggi antar kota-kota
penting dan kota-kota yang lebih kecil, serta melayani daerah-daerah
disekitarnya.

3.

Jalan lokal atau penghubung
Jalan untuk keperluan aktifitas daerah yang juga dipakai jalan
penghubung antara jalan-jalan dari golongan yang sama atau yang
berlainan.

2.2.2. Klasifikasi jalan berdasar kan kelas
1.

Kelas I : Kelas jalan ini mencakup semua jalan utama dan
dimaksudkan untuk dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam
komposisi lalu lintasnya tak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan
tak bermotor. Jalan dalam kelas ini merupakan jalan yang berjalur
banyak dengan konstruksi perkerasan dari jenis yang terbaik dalam
arti tingginya tingkatan pelayanan terhadap lalu lintas.

2. Kelas II : Kelas jalan ini mencakup semua jalan sekunder. Dalam
komposisi lalu lintasnya terdapat lalu lintas lambat. Kelas jalan ini
berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya dibagi dalam tiga kelas,
yaitu : II A, II B, dan II C.
a. Kelas IIA : adalah jalan raya sekunder dua jalur atau lebih dengan
konstruksi permukaan jalan dari jenis aspal beton (hot mix) atau
yang setara, dimana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

kendaraan lambat tapi tanpa kendaraan tak bermotor. Untuk lalu
lintas lambat, harus disediakan jalur tersendiri.
b. Kelas IIB : adalah jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi
permukaan jalan dari penetrasi berganda atau yang setaraf dimana
dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat, tetapi
tanpa kendaraan yang tak bermotor.
c. Kelas IIC : adalah jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi
permukaan jalan dari jenis penetrasi tunggal dimana dalam
komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan tak bermotor.
3. Kelas III : Kelas jalan ini mencakup semua jalan-jalan penghubung
dan merupakan konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua. Konstruksi
permukaan jalan yang paling tinggi adalah pelaburan dengan aspal.
2.3.

Karakteristik arus lalu lintas
Karakteristik arus lalu lintas sangat perlu dipelajari dalam menganalisis arus

lalu lintas. Untuk dapat mepresentasikan karakteristik arus lalu lintas dengan baik,
dikenal 3 (tiga) parameter utama yang harus diketahui di mana ketiga parameter
tersebut saling berhubungan secara matematis satu dengan lainnya, yaitu :
a.

Arus (Volume) lalu lintas, dinyatakan dengan notasi V adalah jumlah
kendaraan yang melewati suatu titik tertentu dalam suatu ruas jalan
tertentu dalam satu satuan waktu tertentu, biasa dinyatakan dalam satuan
kendaraan/jam.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

b.

Kepadatan (Density) lalu lintas, dinyatakan dengan notasi D adalah
jumlah kendaraan yang berada dalam satu satuan panjang jalan tertentu,
biasa dinyatakan dalam satuan kendaraan/km.

c.

Kecepatan (Speed) lalu lintas, dinyatakan dengan notasi S adalah jarak
yang dapat ditempuh dalam satu satuan waktu tertentu, biasa dinyatakan
dalam satuan km/jam.

2.4.

Prinsip Perencanaan Per kerasan jalan
Perkerasan jalan merupakan lapisan yang terletak diantara lapisan tanah dasar

dan roda kendaraan, sehingga merupakan lapisan yang berhubungan langsung
dengan kendaraan. Lapisan ini yang berfungsi memberikan pelayanan terhadap lalulintas dan menerima beban repetisi lalu-lintas setiap harinya, oleh karena itu pada
waktu penggunaannya diharapkan tidak mengalami kerusakan-kerusakan yang dapat
menurunkan kualitas pelayanan lalu-lintas. Untuk mendapatkan perkerasan yang
memiliki daya dukung yang baik dan memenuhi faktor keawetan dan faktor
ekonomis yang diharapkan maka perkerasan dibuat berlapis-lapis.
Lapis Per mukaan ( Surface course)
Lapis Pondasi atas ( Base Coarse )
Lapis Pondasi Bawah
Tanah Dasar
Gambar 2.1 Susunan Konstruksi Per kerasan Lentur

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

Pada gambar 2.1 diperlihatkan lapisan-lapisan perkerasan yang paling atas
disebut lapisan permukaan yaitu kontak langsung dengan roda kendaraan dan
lingkungan sehingga merupakan lapisan yang cepat rusak terutama akibat air.
Dibawahnya terdapat lapisan pondasi, dan lapisan pondasi bawah, yang diletakkan
diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Selain itu juga, untuk menghasikan
perkerasan dengan kualitas dan mutu yang direncanakan maka dibutuhkan
pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengelolaan agregat, serta sifat bahan
pengikat seperti aspal dan semen yang menjadi dasar untuk merancang campuran
sesuai jenis perkerasan yang dibutuhkan.

Gambar 2.2 Penyebaran Beban Roda Hingga Lapisan Subgrade
Pada gambar 2.2 terlihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan
jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata (w). Beban tersebut
diterima oleh lapisan permukaan (surface course ) dan disebarkan hingga ketanah
dasar (subgrade),dan menimbulkan gaya pada masing-masing lapisan sebagai akibat
perlawanan dari tanah dasar terhadap beban lalu lintas yang diterimanya. Beban
tersebut adalah :
1. Muatan atau berat kenderaan berupa gaya vertikal
2. Gaya gesekan akibat rem berupa gaya horizontal
3. Pukulan roda kendaraan berupa getaran-getaran

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

Karena sifat dari beban tersebut semakin kebawah semakin menyebar, maka
pengaruhnya semakin berkurang sehingga muatan yang diterima masing-masing
lapisan berbeda.
2.5.

Kerusakan-Kerusakan Per mukaan J alan
Penanganan konstruksi perkerasan apakah itu bersifat pemeliharaan,

penunjang, peningkatan, ataupun rehabilitasi dapat dilakukan dengan baik setelah
kerusakan-kerusakan yang timbul pada perkerasan tersebut dievaluasi mengenai
kerusakan tersebut. Besarnya pengaruh suatu kerusakan dan langkah penanganan
selanjutnya sangat tergantung dari evaluasi yang dilakukan.
Kerusakan pada perkerasan jalan dapat disebabkan oleh :
1. Lalu lintas yang dapat berupa peningkatan beban.
2. Air yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainasejalan yang tidak baik,
naiknya air dengan sifat kapilaritas.
3. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat
material konstruksi itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem
pengolahan yang tidak baik.
4. Iklim. Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan
umunya tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan
jalan.
5. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh
sistem pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh
sifat tanah dasar yang memang jelek.
6. Proses pemadatan di atas lapisan yang kurang baik.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

2.5.1. J enis Kerusakan Pada Per kerasan Lentur
Menurut Manual Pemeliharaan Jalan No.03/MN/B/1983 yang dikeluarkan
oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan jalan dapat dibedakan atas :
1. Retak (Cracking)
2. Perubahan bentuk (Distortion / Deformation)
3. Cacat permukaan (Surface Disintergration)
4. Permukaan licin (Slippery surface)
2.5.1.1. Retak (Cracking)
Keretakan pada perkersan lentur (Flexible Pavement) dapat terjadi dalam
berbagai bentuk, masing-masing berbentuk retak yang disebabkan oleh sebagai
berikut :
1. Retak Halus (Hair Cracking)
Retak halus adalah retak dengan celah lebih kecil atau sama dengan 3 mm
dengan penyebaran setempat atau meluas. Retak tersebut dapat meresap air lapisan di
bawahnya. Jika retak ini tidak ditangani, maka akan berkembang menjadi retak kulit
buaya (Alligator Cracks). Retak halus dapat disebabkan bahan perkerasan kurang
baik. Retak halus digambarkan pada gambar 2.3 sebagai berikut :

Gambar 2.3 Retak halus

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

2. Retak Kulit Buaya (Alligator Cracks)
Retak kulit buaya yaitu keretakan dengan lebar celah lebih besar atau sama
dengan 3 mm yang saling berhubungan membentuk kotak–kotak kecil yang mirip
dengan kulit buaya, retak ini sering disebut chicken wire cracks, karena membentuk
kotak-kotak yang lebih kecil seperti kawat ayam (anyaman yang berbentuk kotakkotak). Jika retak ini tidak segera ditangani, maka akan berkembang menjadi lubang
(potholes). Akibat pelepasan butir-butir. Retak kulit buaya diakibatkan oleh tidak
stabilnya permukaan dibawahnya akibat lapisan subgrade yang jenuh, sehingga
perkerasan mengalami kerusakan, kerusakan ini juga disebabkan dengan perkerasan
yang kurang baik. Gambar kerusakan kulit buaya ditunjukkan pada gambar 2.4
berikut :

Gambar 2.4 Retak Buaya
3. Retak Tepi
Retak tepi berupa retak memanjang, dengan atau tanpa cabang yang
mengarah ke bahu jalan. Retak semacam ini umumnya pararel dengan tepi
perkerasan dan terletak antara 0 sampai 30 cm dari tepi perkerasan, retak ini dapat
meresap air kelapisan bawah, jika tidak ditangani maka retak tepi ini akan
berkembang menjadi lebih besar yang diikuti pelepasan butir pada tepi retak.
Umumnya retak tepi disebabkan karena lemahnya daya dukung lateral bahu jalan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

Retak ini disebabkan karena adanya penurunan atau pengembangan material
dibawah tapi perkerasan, akar-akar pohon berada di tepi jalan, drainase yang kurang
baik. Gambar retak tepi digambarkan pada gambar 2.5 berikut:

Gambar 2.5 Retak Tepi
4. Retak pertemuan perkerasan dengan bahu jalan (edge joint cracks)
Retak pertemuan perkerasan dengan bahu jalan biasanya berupa retakan yang
cukup dalam. Retak ini memisahkan

perkerasan dengan bahu jalan, bentuknya

memanjang, meresap air ke lapisan di bawahnya. Jika tidak ditangani, retak ini dapat
berkembang menjadi besar yang diikuti dengan pelepasan butir pada tepi retak.
Penyebabnya kerusakan ini adalah keadaan tanah bawah mengikat perubahan kadar
air, yang disebabkan kondisi drainase yang buruk.
Selain itu kondisi bahu jalan yang lebih tinggi daripada perkerasan jalan atau
adanya penurunan pada perkerasan dibanding bahunya menyebabkan air tidak dapat
mengalir ke selokan jalan sehingga air tersebut meresap lewat sambungan tepi
kemudian terjadi retak pada sambungan ini. Juga adanya penyusutan campuran
perkerasan dan adanya kendaraan roda berat yang melintas di jalan ini. Retak ini
digambarkan pada gambar 2.6 berikut:

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

Gambar 2.6 Retak pertemuan perkerasan dengan bahu jalan

5. Retak Sambungan Jalur / Jalan (Lane Joint cracks)
Retak ini merupakan retak memanjang dan terletak pada sambungan jalur lalu
lintas dan memisahkan sambungan perkerasan. Retak ini dapat meresap air ke
lapisan di bawahnya. Jika diabaikan maka keretakan ini akan mengakibatkan
keretakan yang smakin membesar dan diikuti pelepasan butir pada tepi retak. Retak
ini umumnya disebabkan karena terjadinya pelemahan atau tidak sempurnanya pada
sambungan perkerasan pada waktu pengerjaan. Retak sambungan ditampilkan pada
gambar 2.7 berikut :

Gambar 2.7 Retak Sambungan Jalur / Jalan
6. Retak refleksi (Reflection cracks)
Retak refleksi merupakan keretakan pada asphalt overlay akibat refleksi dari
keretakan yang telah terjadi dari keretakan yang terjadi pada struktur perkerasan
dibawahnya. Bentuk keretakan dapat berupa longitudinal, transversal, diagonal, dan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

block. Retak refleksi sering terjadi pada flexible pavement dengan portland cement
trade base. Retak ini dapat meresapkan air ke lapisan bawahnya apabila tiak
ditangani maka akan menimbulkan keretakan yang semakin membesar dan pelepasan
butir pada tepi retak. Retak refleksi dapat juga terjadi pada overlay perkerasan lama
tidak diperbaiki terlebih dahulu. Penyebab keretakan ini adalah pergerakan vertical
dan horizontal pada perkerasan dibawah overlay. Retak refleksi ditampilkan pada
gambar 2.8 berikut :

Gambar 2.8 Retak refleksi
7. Retak susut (shrinkage cracks)
Retak susut ialah retak yang saling berhubungan membentuk serangkaian
kotak - kotak besar sisinya lebih dari 30 cm, biasanya bersudut lancip atau tumpul
retak ini dapat meresap air atau ke lapisan bawahnya. Jika tidak ditangani maka
keretakan ini akan diikuti dengan pelepasan butir-butir sehingga timbul lubang.
Retak ini disebabkan karena perubahan volume campuran aspal, base, atau subgrade,
dan kurangnya lalu lintas yang lewat pada perkerasan. Retak susut ditampilkan pada
gambar 2.9 berikut :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

Gambar 2.9 Retak susut
8. Retak selip (Slippage Cracks)
Adalah retak dengan berbentuk lengkung menyerupai bulan sabit searah
dengan dorongan roda kendaraan pada permukaan perkerasan. Retak ini dapat
meresap air ke lapisan bawahnya, jika tidak ditangani maka akan bertambah dengan
pelepasan butir dan berubah menjadi lubang. Penyebabnya kerusakan ini yaitu
kurang adanya rekatan yang baik antar lapisan permukaan dengan lapisan
dibawahnya.
Retak selip diakibatkan adanya debu, minyak, karet, lumpur, air, atau
material non adhesive yang merekat antara lapisan keduanya pada saat
penghamparan. Retak selip ditampilkan pada gambar 2.10 berikut :

Gambar 2.10 Retak selip

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

9. Retak sambungan pelebaran (widening cracks)
Retak sambungan pelebaran merupakan retak yang memanjang yang terlihat
pada lapisan di atasnya perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran. Retak ini
dapat meresap air ke lapisan di bawahnya. Apabila tidak ditangani dengan baik maka
retak ini akan menimbulkan pelepasan butir-butir pada tepi yang retak sehingga retak
akan bertambah lebar. Retak sambungan pelebaran ditampilkan pada gambar 2.11
berikut:

Gambra 2.11 Retak sambungan pelebaran
2.5.2.

Perubahan Bentuk (Distortion / Deformation)
Perubahan bentuk perkerasan merupakan akibat dari sub-base yang kurang

padat atau sub-grade yang mengalami pergerakan. Perubahan bentuk dapat juga
disertai dengan keretakan, disamping itu juga mengakibatkan bahaya lalu lintas,
memungkinkan tertampungnya air dan sering menjadikan perkerasan lebih mudah
rusak. Perubahan bentuk perkerasan dibagi beberapa jenis yaitu :
1. Alur (Channel / Rutting)
Alur berupa alur atau parit yang sejajar dengan as jalan dan memanjang,
umumnya terjadi pada jejak roda. Alur dapat menampung air karena air tidak

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

mengalir ke selokan jalan, bentuk ini dapat mengurangi kenyamanan pengendara
sehingga dapat membahayakan pemakai jalan. Jika tidak ditangani maka kerusakan
ini akan diikuti keretakan pada jalan yang terjadi alur. Alur disebabkan adanya
penurunan atau pergerakan ke atas pada lapisan bawah perkerasan akibat beban lalu
lintas, atau pergerakan aspal itu sendiri. Dapat juga disebabkan kurangnya
pemadatan pada campuran aspal. Alur ditampilkan pada gambar 2.12 berikut:

Gambar 2.12 Perubahan bentuk permukaan berupa alur
2. Korugasi (Corrugation)
Korugasi merupakan bentuk pergerakan plastis yang ditandai dengan kerutan
melintang pada permukaan jalan. Korugasi sering terjadi pada jalan yang banyak
kendaraan melakukan pengereman mendadak dan berjalan lagi secara mendadak,
terjadi pada tikungan yang tajam, bentuk ini mengurangi kenyamanan berkendara.
Penyebab dari korugasi umumnya karena stabilitas perkerasan yang rendah, juga
terjadi lalu lintas sebelum perkerasan stabil (untuk menggunakan aspal cair).
korugasi ditampilkan pada gambar 2.13 berikut :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

Gambar 2.13 Perubahan bentuk permukaan berupa korugasi
3. Penurunan Permukaan / Amblas (Grade Depression)
Penurunan permukaan ditandai dengan areal lebih rendah dari sekitarnya
dengan ukuran terbatas. Amblas dapat disertai dengan retak-retak, kedalaman yang
dapat menampung air, dan meresap air, bisa membahayakan pemakai jalan apabila
tidak ditangani amblas akan menjadi lubang. Penurunan permukaan disebabkan lalulintas yang lebih berat dari yang direncanakan sebelumnya, penurunan dari lapisan
bawah perkerasan, dan buruknya pengerjaan konstruksi yang dijelaskan pada gambar
2.14 berikut:

Gambar 2.14 Perubahan bentuk permukaan b

Dokumen yang terkait

Analisis Metode Fuzzy Analytic Hierarchy Process (Fahp) Dalam Menentukan Posisi Jabatan

12 131 82

Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Metode Preference Ranking Organization Method For Enrichment Evaluation (PROMETHEE) untuk Pemilihan Hardisk Eksternal

19 131 147

Implementasi Metode Profile Matching dan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pada Perekrutan Tenaga Kurir (Studi Kasus PT. JNE Cabang Medan)

16 91 137

Analisis Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) Berdasarkan Nilai Consistency Ratio

2 46 123

Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) (Studi Kasus: Pertanian Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi)

18 117 72

Implementasi Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM) dalam Penentuan Prioritas Pengerjaan Order di PT. Sumatera Wood Industry

6 138 175

Analisis Pemilihan Supplier Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) di PT. Indo CafCo

12 57 78

Studi Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Dan Metode Technique For Order Preference By Similarity To Ideal Solution (TOPSIS) Untuk Peningkatan Kualitas Layanan Di Rumah Sakit Bina Kasih Medan-Sunggal

4 41 149

Implementasi Metode Analytical Hierarchy Process (Ahp) Dalam Penentuan Prioritas Penanganan Jalan Di Kota Palu

0 3 8

PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENYEBAB KERUSAKAN JALAN PADA JALAN PEMUDA KAFFA – JALAN RAYA BURNEH BANGKALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

0 0 19