Studi Deskriptif Mengenai Kreativitas Berpikir Pada Siswa Kelas IV-VI SD di Sekolah Alam Bandung.

(1)

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kreativitas berpikir pada siswa kelas IV-VI SD di sekolah alam Bandung. Di sekolah alam Bandung memiliki karakteristik sekolah yang mengembangkan kreativitas berpikir siswa. Hal tersebut dilihat dari kurikulum yang digunakan mengarah pada misi sekolah untuk mengembangkan akhlak yang baik, penguasaan ilmu pengetahuan, dan mengembangkan jiwa kepemimpinan.Populasi tersebut dipilih karena pada kelas IV-VI terjadi kesenjangan proses pembelajaran. Di mana pada kelas IV-V siswa memperoleh kebebasan untuk mengeksplorasi diri dalam belajar, sedangkan di kelas VI hal tersebut tidak terjadi, karena siswa sedang dipersiapkan untuk menghadapi ujian nasional. Hal tersebut dapat menyebabkan munculnya kesenjangan kreativitas berpikir.

Teori yang digunakan adalah teori berpikir divergen dari Guilford yang di lengkapi oleh William, pencetus model kognitif-afektif, yang menyatakan bahwa kreativitas tidak hanya kognitif namun juga melibatkan afektif. Teori lain yang mendukung adalah tentang perkembangan anak usia akhir berkaitan dengan perkembangan kognitifnya dari Piaget.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik pengambilan data survei. Alat ukur yang digunakan untuk pengambilan data terbagi dalam 2 bagian, yaitu alat ukur kretaivitas berpikir untuk aspek kognitif dan alat ukur kreativitas berpikir untuk aspek afektif. Alat ukur kreativitas berpikir untuk aspek kognitif berbentuk gambar, di mana siswa diminta untuk menggambar sebanyak-banyaknya dalam waktu tertentu dengan menggunakan pola yang telah diberikan sebagai bagian dari gambar yang akan dibuat. Sedangkan alat ukur kreativitas berpikir untuk aspek afektif berbentuk gambar dan cerita, di mana siswa diminta untuk membuat cerita berdasarkan gambar situasi yang diberikan dipandu dengan 4 buah pertanyaan. Validitas alat ukur ini berkisar antara 0.323-0.823 dan reliabilitas untuk alat ukur aspek kognitif yaitu 0.872, sedangkan untuk alat ukur aspek afektif yaitu 0.823. Penelitian ini dilaksanakan pada populasi responden pria dan wanita siswa kelas IV-VI SD di sekolah alam Bandung dan dalam kondisi normal (tidak memiliki kebutuhan khusus). Ukuran sampel dalam populasi yang sesuai dengan kriteria adalah 9orang siswa kelas IV, 20 orang siswa kelas V, dan 25 orang siswa kelas VI, sehingga total responden untuk penelitian ini adalah 54 orang siswa.

75.9% dari keseluruhan total populasi memiliki kreativitas berpikir yang tinggi, di mana variasi tingkatan aspek kreativitas berpikir yang paling banyak muncul adalah aspek kognitif tinggi dan aspek afektif tinggi.Dukungan dari orang tua dan guru menjadi faktor eksternal yang mendukung tingkat kreativitas bepikir siswa.

Kesimpulannya siswa di kelas IV-V memiliki kreativitas berpikir yang tergolong tinggi sedangkan siswa di kelas VI memiliki kreativitas yang tergolong rendah.


(2)

DAFTAR ISI Halaman Judul

Lembar Pengesahan

ABSTRAK……… iii

KATA PENGANTAR ……….. v

DAFTAR ISI ………..………... ix

DAFTAR TABEL ………... xiii

DAFTAR BAGAN ………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN……….. xv

BAB I PENDAHULUAN ………..…... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ……….... 1

1.2 Identifikasi Masalah ………... 13

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ………...…….. 13

1.3.1 Maksud Penelitian ………...…………. 13

1.3.2 Tujuan Penelitian ……….…... 13

1.4 Kegunaan Penelitian ………..………. 13

1.4.1 Kegunaan Teoretis ………..……….. 13

1.4.2 Kegunaan Praktis ………..……… 14

1.5 Kerangka Pemikiran ……….….……….. 14

1.6 Asumsi ……….………. 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 25

2.1 Kreativitas………..………..……. 25


(3)

2.1.2 Pendekatan Empat P ………..………. 27

2.1.3 Teori Pendekatan Empat P……….……. 32

2.1.3.1 Teori Pembentukan Pribadi Kreatif ……….. 32

2.1.3.2Teori-teori tentang “Press”……….……… 35

2.1.3.3Teori-teori tentang Proses Kreatif………. 35

2.1.3.4 Teori tentang Produk Kreatif ……….….. 39

2.1.4 Teori Berpikir Divergen Guilford dan Gaya Mengajar Williams….. 40

2.1.5 Ciri-ciri Kreativitas………..….. 42

2.1.6 Unsur Karakteristik Kreativitas………. 43

2.1.7 Faktor yang mempengaruhi Kreativitas………. 45

2.1.8 Kriteria Kreativitas………. 48

2.2 Green School………… ……….…… 49

2.2.1 Pengertian Green School………. ……….……. 49

2.2.2 Sejarah Green School Bandung………. 49

2.2.3 Konsep Sekolah Alam……… 51

2.2.4 Kurikulum Utama Sekolah Alam……… 52

2.3 Masa Anak Akhir……….……….. 53

2.3.1 Perkembangan Kognitif Masa Anak Akhir.……….. 54

2.3.2 Perkembangan Kreativitas Masa Anak Akhir………... 55

2.3.3 Tugas Perkembangan pada Masa Anak Akhir ………..……… 56

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 58

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian …….….……… 58


(4)

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ……… 58

3.3.1 Variabel Penelitian ……… 58

3.3.2 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional...…………... 59

3.3.2.1Definisi Operasional ………. 59

3.4 Alat Ukur ……….……… 62

3.4.1 Alat Ukur ………. 62

3.4.2 Sistem Skoring………. ……… 65

3.4.3 Kategori Alat Ukur………. 66

3.4.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ……… 67

3.4.4.1Validitas Alat Ukur ……….. 67

3.4.4.2Reliabilitas Alat Ukur ……….. 68

3.4.5. Data Pribadi dan Data Penunjang……… 69

3.4.5.1 Data Pribadi………. 69

3.4.5.2 Data Penujang……….. 69

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ………. 69

3.5.1 Populasi Sasaran ………. 69

3.5.2 Karakteristik Populasi ……… 69

3.6 Teknik Analisis Data ………. 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….…. 71

4.1 Hasil Penelitian……….. …….………… 71

4.1.1 Gambaran Responden……… 71

4.1.2 Gambaran Kreativitas ………. 71


(5)

4.2 Pembahasan………. ……… 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 97

5.1 Kesimpulan …….….……….. 97

5.2 Saran ……… 98

DAFTAR PUSTAKA ……….. 102

DAFTAR RUJUKAN ……….. 103 LAMPIRAN


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Tahap Perkembangan Kognitif Piaget 54

Tabel Kisi-Kisi Alat Ukur 62

Tabel Kisi-Kisi Alat Ukur Aspek Afektif 64

Tabel Skoring Alat Ukur Aspek Kognitif 65

Tabel Konversi Nilai Skoring dan Kategori Tinggi-Rendah 66

Tabel Kategori Golongan Tinggi-Rendah Kreativitas Berpikir 66 Tabel Distribusi Frekuensi Populasi berdasarkan Kelas 71

Tabel Distribusi Frekuensi Kreativitas Berpikir 72

Tabel Tabulasi Silang antara Aspek Kognitif dan Aspek Afektif 72 Tabel Tabulasi Silang antara Kreativitas Berpikir dan Kelas 74 Tabel Tabulasi Silang antara Kreativitas Berpikir dan Kelancaran 76 Tabel Tabulasi Silang antara Kreativitas Berpikir dan Keluwesan 78 Tabel Tabulasi Silang antara Kreativitas Berpikir dan Originalitas 79 Tabel Tabulasi Silang antara Kreativitas Berpikir dan Elaborasi 81 Tabel Tabulasi Silang antara Kreativitas Berpikir dan Rasa Ingin Tahu 82 Tabel Tabulasi Silang antara Kreativitas Berpikir dan Imajinasi 83 Tabel Tabulasi Silang antara Kreativitas Berpikir dan Rasa Tertantang 85 Tabel Tabulasi Silang antara Kreativitas Berpikir dan Pengambilan Resiko 86


(7)

DAFTAR BAGAN

Bagan Kerangka Pemikiran Kreativitas Berpikir 23


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 :Data Pribadi Lampiran 2 : Data Penunjang

Lampiran 3 : Alat Ukur Aspek Kognitif Lampiran 4 : Alat Ukur Aspek Afektif Lampiran 5 : Validitas Alat Ukur Kognitif Lampiran 6 : Validitas Alat Ukur Afektif Lampiran 7 : Reliabilitas Alat Ukur

Lampiran 8 : Tabulasi Silang antara Kreativitas Berpikir dan Data Penunjang Lampiran 9 : Skoring Data Penunjang

Lampiran 10 : Data Skor Alat Ukur Aspek Kognitif Lampiran 11 :Data Skor Alat Ukur Aspek Afektif Lampiran 12 : Data Skor Total Kreativitas Berpikir


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dari waktu ke waktu perkembangan dunia semakin cepat. Perkembangan tersebut terjadi pada seluruh aspek kehidupan manusia dan mempengaruhi banyak hal dalam hidup manusia. Perkembangan yang terjadi memaksa manusia untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Kondisi ini juga memunculkan semakin tingginya tingkat persaingan di masyarakat. Untuk dapat menghadapi kondisi tersebut maka dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas sendiri dapat diperoleh melalui pendidikan yang berkualitas

Pendidikan mempunyai tujuan mengusahakan suatu lingkungan di mana setiap anak didik diberi kesempatan untuk mewujudkan bakat dan kemampuannya secara optimal sehingga dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat (Utami Munandar, 2002), maka pendidikan yang berkualitas penting diberikan pada anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa. Untuk menghasilkan anak-anak-anak-anak yang berkualitas dan mampu menghadapi persaingan dunia, maka anak-anak perlu dipersiapkan untuk menghadapi persaingan tersebut dengan cara memberi pendidikan yang dapat menunjang mereka untuk menjadi anak–anak yang ulet, terampil, tanggap, kreatif dan inovatif. Pendidikan yang diberikan juga harus dapat mengembangkan bakat dan kemampuan yang telah mereka miliki. Sehingga


(10)

kelak anak-anak mampu untuk bertahan bahkan lebih kuat menghadapi perubahan dan persaingan dunia.

Pendidikan di Indonesia semakin banyak dan beragam, tidak hanya sekolah formal namun sekolah non formal dan sekolah informal. Semua itu dibuat dengan tujuan memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan pendidikan yang semakin tinggi. Berdasarkan data dari dinas pendidikan kota Bandung pada tahun 2002, jumlah sekolah negeri dan swasta dari jenjang TK sampai dengan SMU/SMK di Kota Bandung adalah sebanyak 1.711 unit sekolah. Berdasarkan data tersebut dapat diperkirakan bahwa jumlah sekolah ditahun 2010 pasti lebih banyak lagi, dengan demikian orang tua pastinya menghadapi kesulitan dalam memilih dan menentukan sekolah mana yang baik dan tepat bagi anak-anaknya (ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jabar/bandung.pdf).

Sekarang ini muncul sekolah alternatif yang menawarkan model pendidikan yang berbeda dengan sekolah formal pada umumnya. Sekolah alternatif diciptakan untuk menjembatani masalah belajar yang dialami anak. Bagi sejumlah anak yang memiliki kecenderungan perilaku yang cukup aktif, sulit untuk mengendalikan gerak tubuh, banyak ingin tahu, suka menciptakan hal-hal baru, dan mudah bosan / kurang suka dengan rutinitas belajar yang monoton, sekolah alternatif dapat menjadi pilihan pendidikan yang baik. Ada banyak bentuk sekolah alternatif, salah satu bentuk sekolah alternatif yang ditawarkan dan sedang banyak dipilih oleh orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya adalah Green School atau biasa dikenal dengan sekolah alam.


(11)

Menurut Efriyani Djuwita, M.Si seorang Psikolog Perkembangan Anak dan staf pengajar Fakultas Psikologi UI (2007), sekolah alam adalah salah satu bentuk pendidikan alternatif yang menggunakan alam sebagai media

utama pembelajaran siswa didiknya

(http://abudira.wordpress.com/2009/03/17/apa-itu-sekolah-alam/). Penggagas konsep pendidikan Sekolah Alam di Indonesia adalah Lendo Novo. Pada awalnya memang hanya merupakan suatu gagasan pendidikan, tetapi kemudian dicoba diwujudkan menjadi sebuah model sekolah. Sekolah yang dibuat harus mempunyai dimensi alam sebagai sumber ilmu dan bisa dikelola oleh para peserta didik. Konsep pendidikan sekolah alam tidak menggunakan gedung sekolah yang mewah melainkan saung kelas dari kayu, sehingga biaya untuk gedung lebih murah. Pendidikan yang berkualitas tidak ditentukan oleh sarana gedungnya, melainkan pada kualitas guru, metoda yang diterapkan dalam proses belajar mengajar dan kurikulum yang ditunjang oleh buku yang memadai sebagai gerbang ilmu pengetahuan. Konsep dari sekolah alam adalah Learning by doing, holistic education, steiner influences, carbon netral, dan building from sustainable materials (belajar sambil bermain, pendidikan yang menyeluruh, memberi pengaruh, bebas karbon, dibangun dari bahan-bahan yang ramah lingkungan).

Sekolah alam lahir dengan harapan dapat mengembalikan nilai–nilai esensial manusia dalam menyatu dengan alam. Dari hal tersebut sekolah alam memiliki sebuah filosofi hidup yaitu apa yang di pelajari dari alam akan dikembalikan lagi untuk kemajuan dan kelestarian alam. Visi dari sekolah alam


(12)

adalah menghasilkan insan manusia yang cerdas, mandiri, berbudi pekerti baik, dan mempunyai komitmen secara sosial atau terhadap sesama. Sedangkan misinya menciptakan siswa yang berakhlak baik, menguasai ilmu pengetahuan serta memiliki jiwa kepemimpinan. Menurut Efriyani, melalui penggunaan alam sebagai media belajar diharapkan agar kelak anak atau siswa menjadi lebih aware dengan lingkungannya dan mengetahui aplikasi dari pengetahuan yang dipelajari, tidak hanya sebatas teori saja ( http://abudira.wordpress.com/2009/03/17/apa-itu-sekolah-alam/).

Sekolah alam Bandung sendiri berbeda dengan sekolah formal pada umumnya. Beberapa hal yang membedakan antara Sekolah alam Bandung dengan sekolah formal adalah pada konsep pembelajaran, metodologi pembelajaran, materi pembelajaran dan masih terdapat beberapa hal lain yang membedakan seperti bentuk bangunan sekolahnya dan tim pengajar di dalam kelas. Bila dilihat dari konsep pembelajarannya sekolah alam Bandung menggunakan konsep belajar sambil bermain sehingga pemahaman belajar menjadi hal yang menyenangkan, dalam belajar sekolah alam menerapkan sistem bebas dan bertanggung jawab dengan aturan yang longgar. Bila dilihat dari metodologi pembelajarannya sekolah alam Bandung cenderung mengarah pada pencapaian logika berpikir dan inovasi yang baik dalam bentuk action learning melalui kegiatan seperti pengenalan teori, ceramah, diskusi, atau pemecahan masalah yang terstruktur, dan dalam praktiknya bisa dalam bentuk pengenalan studi kasus maupun presentasi. Kurikulum yang diterapkan adalah 40% teori dan 60% praktik. Bila dilihat dari materi pembelajarannya sekolah alam Bandung berusaha untuk menyusun materi


(13)

pembelajaran dengan mengkombinanasikan antara kurikulum nasional dengan program kurikulum sekolah dan terprogram secara mendetail, maksudnya dalam memberikan materi pelajaran, guru-guru di sekolah alam Bandung ini sudah menetapkan tema – tema tertentu sebagai pelengkap kurikulum yang akan dijalani 1-2 bulan. Misalnya saja pada bulan pertama teori dan praktik pembelajarannya bertemakan air, maka pelajaran yang dipelajari disesuaikan dengan tema tersebut seperti biologi, matematika, bahasa Indonesia dan pelajaran lain yang senada atau masih terkait dan tidak mungkin disatukan dengan mata pelajaran yang tidak sesuai. Selain itu pelajaran tiap harinya juga disusun mendetail sejak awal semester. Jadwal pelajaran siswa tiap harinya selalu berbeda dan tidak terjadwal sama setiap minggunya seperti di sekolah formal. Dalam belajarpun sekolah alam Bandung lebih menyarankan untuk melakukan kegiatan belajar di luar ruangan dibandingkan belajar di dalam saung. Untuk mengukur hasil belajar siswanya maka sekali dalam satu semester biasanya akan diadakan evaluasi berupa pameran hasil belajar mereka, contohnya evaluasi pasca penanaman benih jagung. Hasil pelajaran ketika panen tersebut dipamerkan dalam acara tertentu yang dapat diakses oleh publik. Selain itu ada pula seperti ulangan tertulis dimana untuk mengukur pemahaman anak akan materi yang telah disampaikan, sifatnya hanya sebagai review.

Kurikulum pendidikan di sekolah alam memang berbeda. Tujuan dari kurikulum sekolah alam adalah A heightened social consciousness, a sense of responsibility, spirituality & morality, earth awareness with a commitment to save it, collaboration, social entrepreneurship, creative thinking, compassion & open


(14)

mindedness (meningkatkan kesadaran sosial, rasa tanggung jawab, keagaman dan moralitas, kesadaran terhadap dunia dengan komitmen untuk menjaganya, kolaborasi, hubungan sosial, berpikir kreatif, belas kasih dan pikiran terbuka). Kurikulum tersebut diterapkan oleh sekolah alam Bandung dengan konsep belajar sambil bermain yang bebas dan bertanggung jawab, membuka kesempatan bagi setiap siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan diri dalam mempelajari hal baru dari lingkungannya.

Kurikulum sekolah alam terdiri dari 3 bidang utama, yaitu Akhlak, Ilmu Pengetahuan, dan Leadership. Bidang akhlak meliputi keimanan, ibadah, Al-qur'an, sikap hidup dan interaksi dengan alam. Bidang sikap ilmiah dan falsafah ilmu pengetahuan meliputi bahasa, sains, daya pikir, daya kreasi, dan seni. Bidang leadership meliputi, outward bound, pendidikan jasmani, kewirausahaan, dan sosial kemasyarakatan. Melalui kurikulum tersebut anak-anak diharapkan belajar untuk menjadi individu yang berakhlak, berilmu pengetahuan dan berjiwa pemimpin melalui penghayatan dan eksplorasi alam sekitarnya.

Sekolah alam menggunakan lingkungan sekitar mereka sebagai media belajar yang baik bagi siswa. Sebagai media belajar, lingkungan alam selalu berubah secara dinamis. Dibutuhkan kreativitas berpikir dari siswa untuk mengelola dan mengembangkan alam sekitarnya, siswa dapat menggunakan akhlak, ilmu pengetahuan, dan jiwa pemimpin yang dimiliki untuk mengeksplorasi dan mengelola alam. Diharapkan melalui perkembangan tersebut dapat dihasilkan buah-buah yang positif berupa peningkatan akhlak yang baik, ilmu pengetahuan dan jiwa pemimpin yang dimiliki siswa untuk masa depannya.


(15)

Kebutuhan akan kreativitas berpikir bagi perkembangan lingkungan tersebut dirasa penting, oleh karena itu sistem pendidikan di sekolah alam Bandung berusaha untuk merangsang pemikiran, sikap, dan perilaku kreatif-produktif, di samping pemikiran logis dan penalaran. Kreativitas berpikir menjadi penting untuk dikembangkan karena dengan kreativitas berpikir anak dapat mewujudkan dirinya, dan perwujudan diri termasuk salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Menurut Maslow (1968), kreativitas merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan perwujudan diri, atau yang sering disebut sebagai aktualisasi diri, sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia (Utami Munandar, 1999). Selain itu kreativitas berpikir sebagai kemampuan untuk melihat bermacam – macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan formal (Guilford, 1957). Kreativitas berpikir tidak hanya dianggap bermanfaat tapi juga dapat memberikan kepuasan kepada individu dan kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya.

Dalam penelitian Jellen-Urban (1987) yang mengungkap fakta bahwa ternyata anak Indonesia memiliki skor kreativitas paling rendah dibanding dengan negara – negara lain dalam Test for Creative thinking Drawing Production (Utami Munandar, 1999). Kekecewaan akan sistem pendidikan Indonesia juga dirasakan oleh perkumpulan Education Forum (2007), gabungan organisasi – organisasi yang peduli pendidikan, menyatakan bahwa pemerintah tidak serius meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Budaya serta cara berpikir lama masih


(16)

mempengaruhi pendidikan Indonesia sehingga pendidikan Indonesia semakin terpuruk.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Utami Munandar pada tahun 1977, menekankan pentingnya kreativitas berpikir dikembangkan dalam pendidikan formal sehingga semakin membuat berbagai pihak menyadari perlunya langkah-langkah konkret untuk mengembangkan kreativitas berpikir sejak usia dini. Anak-anak diajak untuk semakin berkembang dan memiliki rasa ingin tahu yang besar dalam mempelajari hal baru melalui pendidikan yang baik guna menunjang kreativitas berpikirnya. Kreativitas berpikir perlu dikembangkan sedini mungkin terutama pada usia 6-12 tahun, karena pada usia tersebut penyerapan informasi yang berasal dari lingkungan tempat anak di didik berlangsung dengan cepat, selain itu juga terjadi perkembangan minat yang luas terhadap berbagai objek sehingga adanya perasaan ingin tahu yang kuat dapat menjadi pendorong bagi anak untuk dapat mengeksplorasi lingkungan sebagai media belajarnya. Pada usia ini, anak telah mencapai masa kritis dalam perkembangan kemampuan berpikir kreatifnya (Taylor, 1964 dalam Utami Munandar, 1999).

Sama halnya dengan perkembangan anak secara umum, bersamaan dengan perkembangan kognitif seorang anak maka berkembang pula kreativitas berpikirnya. Setiap anak memiliki kreativitas berpikir dalam dirinya hanya saja derajatnya yang berbeda pada setiap anak. Konsep kreativitas berpikir yang di utarakan oleh Guilford terkait dengan stuktur intelektual di mana salah satunya adalah komponen berpikir divergen atau biasa disebut dengan kemampuan


(17)

berpikir kreatif. Menurut Guilford (1957) Kreativitas adalah kemampuan yang berdasarkan data atau informasi yang tersedia dapat menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Kreativitas berpikir pada anak dapat dilihat berdasarkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), orisinalitas, dan kemampuan mengelaborasi. Pendapat Guilford tersebut dilengkapai oleh Williams, pencetus model perilaku kognitif-afektif yang menyatakan bahwa kreativitas tidak hanya kognitif namun juga afektif, di mana aspek afektif dapat dilihat melalui berani mengambil resiko, merasa tertantang, rasa ingin tahu, serta imajinasi.

Secara umum gejala kreativitas berpikir yang tinggi pada siswa sekolah alam Bandung antara lain semangat dan ceria, aktif bergerak, memiliki minat luas tentang banyak hal dan kritis, punya keingintahuan yang tinggi dan mendapatkan penjelasan secara ilmiah, suka dan berani mengambil risiko, punya banyak alternatif menuntaskan suatu masalah, tidak mudah puas, selalu ingin sempurna, berani tampil beda, senang menggali pengetahuan dan hal-hal baru, senantiasa

mempunyai gagasan-gagasan yang orisinil.

(http://edukasi.kompas.com/read/2009/07/15/16383451/Tahu.Ciri.ciri.Anak.Kreat

if). Namun gejala kreativitas berpikir yang tinggi diatas tidak selalu muncul pada setiap anak, karena gejala yang muncul dapat berbeda-beda tergantung dari karakter masing-masing siswa. Ada pula siswa yang memiliki gejala kreativitas berpikir yang rendah antara lain terlihat kurang menanggapi permasalahan dalam pembelajaran, siswa yang kurang kreativitas tidak akan bisa dengan cepat


(18)

menyelesaikan tugas, dan apabila kesulitan dalam membuat tugas siswa tersebut terlambat reaksinya untuk bertanya kepada orang lain.

Berdasarkan dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti anak-anak kelas IV-VI SD di sekolah alam Bandung, mereka dapat mengekspresikan dirinya saat berinteraksi dengan lingkungan dalam kegiatan belajar. Kemampuan tersebut diperoleh melalui proses belajar untuk menghasilkan inovasi dan variasi ide yang didukung pula dengan dorongan yang berasal baik dari dalam diri sendiri seperti motivasi belajar maupun dari lingkungan seperti fasilitas belajar anak di sekolah yang dapat mengeksplorasi kreativitas anak, hingga pada akhirnya mereka memiliki ide-ide kreatif untuk belajar sesuatu seperti ketika mereka sedang belajar tentang batuan, mereka memiliki ide kreatif untuk mengumpulkan batu-batuan yang ada di sekitar sekolah untuk dianalisa jenis batu apa yang mereka temukan.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dalam survei awal kepada ketua yayasan Sekolah Alam Bandung, pendidikan yang diberikan mulai dari TK hingga SMP. Di Sekolah Alam Bandung anak-anak TK diberi kesempatan untuk mengeksplorasi diri seluas-luasnya melalui kegiatan bermain sambil belajar, dimana guru yang menetapkan sendiri materi pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Pada saat di SD dari kelas I hingga kelas V diberi kesempatan untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri secara lebih dalam kegiatan belajar, sehingga sangat memungkinkan untuk mengembangkan dan melihat gejala kreativitasnya. Sedangkan ketika memasuki SD kelas VI kebebasan untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri dalam kegiatan belajar lebih dibatasi yaitu dengan lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar didalam kelas dan


(19)

mengerjakan soal-soal latihan ujian karena anak-anak mulai dipersiapkan untuk menghadapi Ujian Akhir Nasional. Namun tidak setiap anak terpengaruh dengan kondisi lingkungan belajarnya untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri dalam belajar. Dari keadaan tersebutlah maka dipilih sampel penelitian yaitu siswa kelas IV-VI SD.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kreativitas berpikir pada anak kelas IV-VI SD disekolah alam. Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget seharusnya semakin berkembangnya kemampuan kognitif seorang anak maka kreativitas berpikirnya semakin berkembang juga. Namun pada kenyataannya di sekolah alam Bandung ditemukan gejala kreativitas berpikir yang rendah siswa kelas VI SD karena kebebasan mereka untuk mengeksplorasi diri untuk belajar diluar kelas dikurangi dan lebih banyak melakukan aktivitas belajar didalam kelas dengan kegiatan monoton seperti mengerjakan latihan-latihan soal ujian. Hal tersebut dapat mengurangi kreativitas berpikir anak karena ketika memasuki fase berpikir kreatif yang aktif, kebebasan mereka mulai dibatasi yang pada akhirnya menyebabkan anak menjadi kurang dapat mengeksplorasi diri secara luas. Kemunculan gejala kreativitas berpikir yang rendah ternyata tidak hanya muncul pada siswa kelas IV saja, namun di kelas IV dan V juga terdapat siswa yang menunjukkan gejala kreativitas yang rendah meskipun jumlah siswa kelas IV yang menunjukkan gejala kreativitas rendah lebih banyak dibandingkan kelas IV dan V.

Berdasarkan hasil survei yang diperoleh melalui wawancara kepada guru dan observasi kepada siswa ditemukan bahwa melalui kegiatan belajar di sekolah


(20)

alam siswa dapat mengembangkan kreativitas berpikirnya. Secara umum kegiatan belajar yang dijalani siswa merangsang mereka untuk mengembangkan kemampuan kognitifnya melalui kelancaran, fleksibilitas, originalitas, dan kemampuan mengelaborasi dalam belajar dan kemampuan afektif melalui keberanian mengambil resiko, merasa tertantang, rasa ingin tahu, serta imajinaf dalam keseluruhan hasil belajar, namun siswa kelas VI mengalami hambatan untuk mengembangkan kreativitas berpikirnya. Hal tersebut diakibatkan karena kegiatan belajar di luar kelas bagi siswa kelas VI sudah mulai dibatasi dan lebih banyak fokus di dalam kelas untuk mempersiapkan Ujian Akhir Nasional.

Berdasarkan hasil survei yang diperoleh dari hasil observasi peneliti dan observasi yang dilakukan oleh guru, dikelas IV (17 siswa) 5,9% ( 1 siswa) anak yang didapati memiliki gejala kreativitas berpikirnya rendah, sedangkan 94,1% ( 16 siswa) anak menunjukkan gejala kreativitas berpikir yang tinggi. Dikelas V (32 siswa) 9,4% (3 siswa) anak yang didapati memiliki gejala kreativitas berpikirnya rendah, sedangkan 90,6% (29 siswa) anak menunjukkan gejala kreativitas berpikir yang tinggi. Sedangkan dikelas VI (15 siswa) 73,3% (11 siswa) anak yang didapati memiliki gejala kreativitas berpikirnya rendah, sedangkan 26,7% (4 siswa) anak menunjukkan gejala kreativitas berpikir yang tinggi. Dari fenomena tersebut dapat dilihat adanya kesenjangan perkembangan kreatifitas berpikir antara kelas IV, V, dan VI.

Dari data dan fenomena di atas, dapat dilihat bahwa setiap siswa sekolah alam Bandung memiliki kreativitas berpikir dalam dirinya. Namun kreativitas berpikir pada setiap siswa di kelas IV-VI sekolah alam Bandung derajatnya


(21)

berbeda-beda. Dari fenomena tersebut yang pada akhirnya membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang tingkat kreativitas berpikir pada anak kelas IV-VI SD di sekolah alam Bandung.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui kreatifitas berpikir pada anak kelas IV-VI SD di sekolah alam Bandung

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Untuk memperoleh gambaran tentang kreatifitas berpikir pada anak kelas IV-VI SD di sekolah alam Bandung

1.3.2. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tingkat kreatifitas berpikir pada anak kelas IV-VI SD di sekolah alam Bandung

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis

 Memperdalam pemaknaan pada teori tentang kreativitas berpikir yang diterapkan pada siswa sekolah alam Bandung dalam bidang ilmu psikologi pendidikan, psikologi perkembangan, dan psikologi sosial


(22)

 Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian mengenai topik penelitian yang serupa.

1.4.2. Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi kepada sekolah alam Bandung ( yayasan, kepala sekolah, dan guru ) mengenai kreativitas berpikir siswa di sekolah alam. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tinjauan program sekolah untuk mengembangkan kreativitas berpikir pada siswa-siswa di sekolah alam Bandung.

 Memberikan informasi kepada SD sekolah alam Bandung ( kepala sekolah dan tim guru ) mengenai kreativitas berpikir siswa sekolah alam Bandung. Hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi kurikulum yang telah dijalankan, sehingga visi dan misi sekolah tercapai.

 Memberikan informasi kepada orang tua siswa mengenai kreativitas berpikir siswa sekolah alam Bandung. Informasi ini dapat digunakan orang tua dalam usaha membantu pengembangan potensi kreativitas berpikir siswa khususnya dan optimalisasi perkembangan kepribadian pada umumnya di rumah.

1.5. Kerangka Pemikiran

Anak-anak diusia 6-12 tahun disebut sebagai masa sekolah dasar. Masa sekolah dasar ini terbagi dalam dua fase yaitu kelas rendah dari usia 6-9 tahun dan


(23)

kelas tinggi dari usia 10-12 tahun. Di usia tersebut merupakan perkembangan yang baik bagi anak, di mana mereka mulai mempelajari segala sesuatu lebih cepat dan mendalam. Rasa ingin tahu mereka yang besar menuntun mereka untuk mulai mengeksplorasi diri terhadap banyak hal baru disekitar mereka. Hal tersebut sama dengan program sekolah alam yang menjadikan alam sebagai media belajar bagi anak agar dapat berkembang secara bebas dan bertanggung jawab untuk mengeksplorasi dirinya dalam proses pembelajaran. Di sekolah alam Bandung kemampuan anak semakin dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan di alam terbuka. Anak dapat bergerak secara aktif dengan ruang belajar yang luas yaitu di luar kelas dan bebas bertanya untuk mencari tahu banyak hal di alam dalam melakukan kegiatan belajar. Anak-anak dapat mengembangkan diri dalam proses pembelajaran di alam terbuka, sehingga pada akhirnya anak-anak dapat mecapai filososfi sekolah alam yaitu belajar di alam, dari alam, dan untuk alam. Sekolah alam memberikan program dan fasilitas bagi anak untuk dapat mengembangkan kreativitas berpikirnya guna mengeksplorasi kemampuan diri anak dalam mengelola alam sebagai media belajar.

Secara spesifik pengembangan kemampuan siswa di sekolah alam Bandung berlangsung disetiap kelasnya. Pengemabangan kemampuan diri secara bebas dalam belajar dengan memperhatikan aspek tanggung jawab atas apa yang dipilihnya dapat membantu siswa untuk memiliki wawasan yang lebih luas dan pengetahuan yang mendalam selain itu siswa juga menjadi lebih mandiri baik dalam menghadapi masalah maupun kebiasaan untuk disiplin di kehidupan sehari-hari. Meskipun hal tersebut terjadi disetiap jenjang kelas di sekolah alam Bandung


(24)

namun ada yang berbeda, siswa dikelas I-V diberi kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan kemampuan diri dalam belajar di lingkungan, namun perlakuan serupa tidak diterima siswa kelas VI. Siswa kelas VI mendapatkan tuntutan untuk lebih banyak tinggal diam didalam kelas menerima latihan-latihan soal untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian akhir nasional. Kondisi ini memberi pengaruh bagi proses pengembangan kemampuan diri siswa, yang berakibat pada kemunculan gejalan kreativitas berpikir yang rendah pada siswa kelas VI. Beberapa gejala kreativitas berpikir yang rendah antara lain terlihat kurang menanggapi permasalahan dalam pembelajaran, siswa kurang dapat menyelesaikan tugas dengan cepat, ketika menghadapi kesulitan di kelas siswa terlambat bereaksi terutama untuk bertanya. Kemunculan gejala kreativitas berpikir yang rendah juga ditunjukkan oleh siswa dikelas IV dan V walaupun tidak sebanyak di kelas VI.

Kondisi yang berbeda dalam proses pembelajaran siswa kelas IV-VI SD di sekolah alam Bandung dapat mempengaruhi perkembangan kreativitas berpikir siswa. Kreativitas berpikir sendiri merupakan suatu hal yang berkembang sejalan dengan perkembangan kemampuan kognitifnya. Kreativitas berpikir dianggap penting dimiliki sejak dini karena dengan kreativitas selain sebagai suatu bentuk aktualisasi diri, juga untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri siswa. Menurut Guilford yang terutama berkaitan dengan kreativitas berpikir adalah berpikir divergen sebagai operasi mental. Kreatifitas adalah kemampuan yang berdasarkan data dan informasi yang tersedia dapat menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah di mana penekanannya adalah


(25)

kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban yang dapat dlihat dari beberapa hal yaitu kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), originalitas, dan kemampuan mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci). Pernyataan Guilford tersebut dilengkapi oleh Williams, pencetus model perilaku kognitif-afektif yang menyatakan bahwa kreativitas tidak hanya kognitif namun juga melibatkan sisi afektif di mana dapat di lihat dari pengambilan resiko, merasakan suatu tantangan, rasa ingin tahu, dan imajinasi / firasat. Sehingga pada akhirnya aspek yang diukur dalam kreativitas berpikir dikelompokkan dalam 2 aspek besar yaitu kognitif dan afektif.

Aspek kognitif terdiri dari kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), originalitas, dan kemampuan mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci). Kelancaran berpikir merupakan kemampuan seseorang anak dalam mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pernyataan, selain itu juga mampu memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal dan selalu memikirkan lebih dari satu solusi atau jawaban. Keluwesan berpikir atau sering disebut dengan fleksibilitas merupakan kemampuan dalam menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi dengan mencari banyak alternatif yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi, selain itu juga mampu melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda dan mengubah cara pendekatan yang dirasa lebih efektif dalam menghadapi suatu masalah. Originalitas berpikir merupakan suatu kemampuan untuk memunculkan suatu hal yang baru dan unik dengan melakukan kombinasi yang tidak biasa dilakukan oleh kebanyakan orang. Berpikir terperinci atau


(26)

dikenal dengan elaborasi merupakan kemampuan untuk memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk dan menambah atau memperinci detail-detail suatu obyek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.

Aspek Afektif terdiri dari mengambil resiko, merasakan tantangan, rasa ingin tahu, dan imajinasi / firasat. Mengambil resiko merupakan suatu keberanian untuk melangkah baik dalam melakukan suatu tindakan maupun memberikan jawaban meskipun belum tentu benar atau bahkan bertentangan dengan lingkungannya dengan tidak ragu-ragu, keberanian tersebut disertai dengan perasaan tidak takut gagal dan mendapat kritikan. Merasakan tantangan merupakan merasa tertantang untuk mencoba hal yang baru, menghadapi situasi-situasi yang sulit dan rumit, selain itu lebih menyukai hal-hal yang sulit dan tidak mudah dipecahkan atau dilakukan banyak orang. Rasa ingin tahu merupakan perasaan tertarik dan ingin mengetahui lebih banyak dan lebih dalam terhadap hal baru dengan banyak bertanya untuk memuaskan keingitahuannya yang disertai oleh kepekaan dalam melakukan pengamatan pada obyek, orang, maupun situasi. Imajinatif merupakan kemampuan dalam memperagakan atau membayangkan hal-hal yang tidak atau belum pernah terjadi dengan menggunakan khayalan tetapi dengan didasari peda pengetahuan terhadap perbedaan antara khayalan dan kenyataan.

Aspek kognitif dan afektif membantu melihat kemunculan kreativitas berpikir seorang anak, namun terdapat juga beberapa faktor yang dapat memberi pengaruh pada kreativitas berpikir siswa. Ada faktor internal dan adapula faktor eksternal. Faktor internalnya berasal dari diri sendiri yang terdiri dari IQ, motivasi


(27)

berprestasi, dan faktor genetik. Digambarkan bahwa anak dengan IQ yang tergolong tinggi lebih aktif, memiliki rasa ingin tahu yang besar, selalu ingin mencoba hal baru. Hal tersebut serupa dengan gejala kreativitas. Karena kreativitas berkembang bersama dengan perkembangan kognitif maka kecerdasan seorang anak juga dapat memberikan pengaruh pada perkembangan kreativitasnya. Motivasi berprestasi turut menunjang perkembangan kreativitas karena dengan motivasi belajar yang tinggi dapat membantu anak untuk mengembangkan ide – ide dalam mempelajari hal – hal baru, selain itu dapat mendorong anak untuk terus belajar dan tidak pernah puas dengan apa yang sudah dipelajarinya. Sedangkan faktor genetik turut memberi pengaruh pada pengembangan kreativitas karena kreativitas dapat diturunkan atau bawaan dari lahir.

Sedangkan faktor eksternal lebih berasal dari luar diri individu antara lain yaitu keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Keluarga merupakan sarana pendidikan pertama bagi anak yang paling sederhana namun paling menentukan langkah berikutnya. Orang tua memiliki peranan yang penting dalam pengembangan kreativitas anak. Sikap orang tua yang memberikan pendidikan dalam usaha pengembangan kreativitas antara lain adalah sikap orang tua yang memberikan kebebasan, kasih sayang, dan penghargaan terhadap kreativitas dan usaha anak. Pola asuh orang tua terhadap anaknya dapat juga memberikan dampak pada pengembangan kreativitas anak.

Sekolah juga menjadi faktor penunjang dalam usaha pengembangan kreativitas sebagai institusi pendidikan yang memberikan pengajaran dan sarana


(28)

belajar yang bersifat formal kepada anak – anak. Melalui kurikulum belajar siswa dan model pengajaran yang dilakukan oleh guru dapat membantu anak dalam mengembangkan kreativitas dalam diri seorang anak. Seperti dalam model perilaku kognitif afektif dari Williams, di mana terdapat 3 dimensi yang dapat digunakan dalam menentukan tugas dikelas bagi siswa, selain karakteristik perilaku siswa, terdapat kurikulum dan strategi yang digunakan oleh guru dalam mengajar. Kemampuan guru dalam menguasai kelas dan pengetahuannya harus selalu diperbaharui karena perubahan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang cepat menuntut guru untuk lebih maju dalam mengajar dan menyampaikan pendidikan bagi anak-anak.

Sekolah alam Bandung memiliki 3 bidang fokus dasar kurikulum dalam mengajarkan siswa-siswanya tentang kebebasan dan tanggung jawab baik ketika belajar maupun ketika bersosialisasi. Melalui penerapan 3 bidang fokus dasar kurikulum dalam mata pelajaran yang diberikan kepada siswa, dapat dilihat reaksi yang muncul untuk menyikapi kondisi lingkungan disekitarnya. Dalam bidang akhlak, perilaku yang dapat tampak antara lain selama belajar siswa berusaha atau tidak berusaha untuk menghargai teman, kerjasama, sopan santun, kecintaan terhadap alam dengan cara tidak merusak alam, mengajak teman untuk bertanggung jawab pada alam, menghargai pendapat orang lain, dan berpendapat secara bebas dan bertanggung jawab, aturan yang ditetapkan sekolah untuk mengajarkan tentang kebebasan dan tanggung jawab adalah boleh melakukan apapun asalkan tidak menyakiti baik diri sendiri maupun orang lain. Dalam bidang ilmu pengetahuan adalah siswa harus mengeksplorasi alam sebagai sarana


(29)

belajar, ilmu pengetahuan tersedia di alam sehingga siswa dapat memanfaatkan alam sebagai lingkungan belajar yang dinamis, alam juga merupakan tempat belajar yang menyenangkan bagi anak, siswa dapat menggunakan bahan-bahan yang ada di alam atau bahan hasil daur ulang untuk belajar dan membuatnya berbeda. Bidang leadership lebih kearah mengasah sisi pribadi melalui kegiatan outbound atau olah raga yang terlibat ketika siswa berinteraksi dengan alam, kegiatan kewirausahaan yang secara umum mengajarkan siswa untuk make something from nothing dengan menggunakan segala hal yang ada disekitarnya, dan kegiatan sosial kemasyarakatan melalui belajar dari alam dapat mempromosikan banyak hal yang bisa diolah pada kehidupan bermasyarakat untuk kembali pada kebiasaan-kebiasaan baik.

Sedangkan faktor eksternal lain yang turut memberi pengaruh pada pengembangan kreativitas anak adalah lingkungan masyarakat. Secara tidak langsung perubahan dunia di segala bidang membuat tuntutan di masyarakat semakin meningkat. Tuntutan utamanya adalah anak menjadi individu yang kreatif dan inovatif dalam menghadapi perubahan dunia di segala bidang. Tidak hanya tuntutan dari masyarakat, pemerintah juga memberikan tuntutan yang semakin meningkat yaitu meningkatnya nilai kelulusan bagi siswa di setiap tahunnya. Persaingan menyebabkan begitu banyak masalah dan tuntutan dari lingkungan anak. Maka di butuhkan anak-anak yang kreatif dan inovatif sehingga mereka mampu bertahan menghadapi masalah yang ada bahkan mampu untuk bersaingan dengan yang lain secara sehat menggunakan kreativitas berpikirnya.


(30)

Setiap anak memiliki kreativitas hanya saja derajatnya yang berbeda. Kreativitas dikatakan tinggi bila seorang anak mampu untuk menunjukkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), orisinalitas (mengembangkan, memperkaya, memperinci), kemampuan mengelaborasi, pengambilan resiko, merasakan tantangan, rasa ingin tahu, dan imajinasi / firasat dalam mengutarakan suatu gagasan. Sedangkan kreativitas dikatakan rendah bila seorang anak kurang mampu untuk menampilkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), orisinalitas (mengembangkan, memperkaya, memperinci), kemampuan mengelaborasi, pengambilan resiko, merasakan tantangan, rasa ingin tahu, dan imajinasi / firasat dalam mengutarakan suatu gagasan.


(31)

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Faktor yang mempengaruhi :

 Internal (IQ, motivasi berprestasi, faktor genetik )

 Eksternal (Keluarga, sekolah, lingkungan masyarakat )

Anak kelas IV – VI yang bersekolah di sekolah

alam Bandung

KREATIVITAS BERPIKIR

RENDAH TINGGI

Kognitif  Kelancaran  Fleksibilitas  Originalitas  Elaborasi Afektif

 Mengambil Resiko  Merasakan tantangan  Rasa ingin tahu  Imajinasi 


(32)

1.6. Asumsi

 Perkembangan kreativitas berpikir sejalan dengan perkembangan kognitif  Setiap siswa anak memiliki kreativitas berpikir dalam dirinya hanya

dengan derajatnya saja yang berbeda

 Kreativitas siswa kelas IV-VI SD di sekolah alam Bandung dapat dilihat dari aspek kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), orisinalitas (mengembangkan, memperkaya, memperinci), kemampuan mengelaborasi, pengambilan resiko, merasakan tantangan, rasa ingin tahu, dan imajinasi / firasat

 Kreativitas siswa kelas IV-VI SD di sekolah alam Bandung dipengaruhi oleh faktor internal (IQ, motivasi berprestasi, faktor genetik) dan eksternal (keluarga, sekolah, lingkungan masyarakat)

 Di sekolah alam, kreativitas siswa kelas IV-VI SD dikembangkan melalui proses belajar diluar kelas


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil peneltian dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat ditarik suatu gambaran umum mengenai kreativitas berpikir pada siswa kelas IV-VI SD di sekolah alam Bandung, dengan kesimpulan sebagai berikut:

1. Kreativitas berpikir yang ditampilkan siswa di kelas IV dan V tergolong tinggi di bandingkan pada siswa kelas VI yang lebih menampilkan kreativitas berpikir yang tergolong rendah.

2. Variasi tingkatan kreativitas berpikir antara aspek kognitif dan aspek afektif yang paling banyak ditemukan dalam populasi siswa kelas IV-VI SD di sekolah alam Bandung sebesar 33.3% adalah kreativitas berpikir tinggi dengan aspek kognitif yang tinggi dan aspek afektif yang tinggi pula, Sedangkan Variasi tingkatan kreativitas berpikir antara aspek kognitif dan afektif yang paling sedikit sebesar 14.8% adalah kreativitas berpikir tinggi dengan aspek kognitif yang tinggi namun aspek afektifnya rendah.

3. Kelancaran dan keluwesan terkait dengan aspek kognitif, namun originalitas dan elaborasi tidak terkait dengan kreativitas berpikir hal itu dikarenakan perbedaan pengalaman belajar pada masing-masing siswa. Rasa ingin tahu, imajinasi, rasa tertantang, dan pengambilan resiko terkait dengan aspek afektif, hal ini juga dapat mendukung kemunculan originalitas dan elaborasi.


(34)

4. Faktor internal yang berperan besar dalam mengoptimalkan kreativitas berpikir siswa adalah motivasi berprestasi sedangkan faktor eksternal yang berperan dalam mengoptimalkan kreativitas bepikir siswa adalah dukungan dari orang tua dan guru, dalam memberikan pengajaran dan peran sertanya untuk memperhatikan siswa belajar baik di sekolah maupun belajar di rumah.

5.2. Saran 5.2.1. Teoretis

1. Saran bagi peneliti

Agar hasil penelitian ini dapat dikembangkan melalui tinjauan teoretis dan pembahasan yang lebih mendalam, sehingga kreativitas berpikir secara umum dan aspek-aspek kreativitas berpikir secara khusus dapat lebih dipahami secara mendalam. Juga, mengadakan berbagai penelitian lanjutan yang membahas kreativitas berpikir dan hubungannya dengan faktor-faktor lain dalam diri individu dengan metode penelitian dan sampel yang lebih beragam. Selain itu, peneliti juga diharapkan dapat mengadakan perbaikan ketika melakukan pengukuran kembali dengan memperhatikan bahwa alat ukur kreativtas berpikir ini lebih baik tidak digunakan secara klasikal agar hasilnya lebih maksimal dan penormaan alat ukur harus diperhatikan karena masih sulit untuk menggunakan norma yang mutlak dan lebih baik mengggunakan norma kelompok, sehingga validitas dan reliabilitasnya tetap terjaga.

2. Bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian sejenis

Agar dapat mengadakan penelitian-penelitian dengan desain penelitian yang lebih bervariasi, misalnya desain longitudinal, studi kasus, atau studi hubungan


(35)

(korelasional) untuk membahas perkembangan kreativitas berpikir dalam diri individu dan pengaruh dari lingkungan sekitar individu. Usaha untuk menambahkan data penunjang seperti IQ dapat dilakukan. Data tentang IQ dapat dicari melalui sekolah apabila sekolah memiliki program psikotes bagi siswanya. Juga, memanfaatkan berbagai jenis data penunjang yang berhubungan dengan perkembangan hubungan individu dengan orang tua, sekolah, dan lingkungan bermain diluar sekolah, sehingga dapat memperkaya pembahasan yang muncul dari hasil penelitian. Pertanyaan pada data penunjang ini dapat dibuat lebih mendalam dan mendetail untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai faktor-faktor eksternal yang turut mempengaruhi kreativitas berpikir dalam diri individu. Penggunaan metode wawancara dan observasi dapat digunakan untuk melengkapi data dilapangan.

5.2.2. Guna Laksana

1. Bagi Sekolah Alam Bandung

Agar dapat menggunakan informasi mengenai kreativitas berpikir pada siswa kelas IV-VI untuk memberikan gambaran mengenai kreativitas berpikir pada siswa serta hubungannya dengan faktor yang turut mempengaruhinya, erat kaitannya dengan pengembangan kreativitas berpikir dalam diri siswa, dan informasi ini juga dapat di jadikan sebagai bahan tinjauan program sekolah untuk mengembangkan kreativitas berpikir pada siswa-siswa di sekolah alam Bandung. Sekolah perlu memperhatikan pemberian program pengembangan motorik siswa terutama pada motorik halusnya agar dapat berkembang dengan lebih baik karena ditemukan fenomena bahwa siswa dikelas IV-VI masih banyak yang mengalami kesulitan dalam menulis dengan baik dan benar. Cara pengembangannya dapat dengan


(36)

melatih siswa untuk belajar menulis halus pada buku bergaris kecil selain itu dapat juga menggunakan buku kotak kecil, hal ini dapat membantu siswa untuk melatih gerak motorik halusnya saat menulis.

2. Bagi Kepala Sekolah SD sekolah alam Bandung dan Guru

Agar dapat menggunakan informasi mengenai kreativitas berpikir pada siswa kelas IV-VI sebagai landasan untuk mengevaluasi kurikulum yang telah dijalankan, sehingga visi dan misi sekolah dapat tercapai. Kepala sekolah dan guru dapat bersama-sama mengevaluasi kurikulum yang telah dijalankan terkait dengan program pengembangan kreativitas berpikir siswa. Guru sebaiknya memperhatikan keseimbangan antara kemampuan verbal dan non verbal siswa baik secara lisan maupun tulisan. Mengajak siswa untuk berpikir secara aktif dan kritis dalam proses pembelajaran seperti membuat karangan kemudian mempresentasikannya merupakan salah satu pilihan yang dapat dilakukan. Cara yang dapat dilakukan yaitu memberikan pelatihan menulis bagi siswa, siswa dapat diminta untuk membuat cerita / mengarang sebuah paragraf kemudian membacanya sehingga kemampuan lisan maupun tulisannya terasah dan berkembang secara seimbang. Dapat pula melakukan penyuluhan pada orang tua untuk berperan serta mengembangkan kemampuan siswa baik verbal maupun non verbal dalam bentuk lisan maupun tulisan (mengarang, bercerita, dan menggambar)

3. Bagi Orang Tua siswa di sekolah alam Bandung

Agar dapat menggunakan informasi mengenai kreativitas berpikir pada siswa kelas IV-VI dapat digunakan oleh orang tua dalam usaha membantu pengembangan


(37)

potensi kreativitas berpikir siswa khususnya dan optimalisasi perkembangan kepribadian pada umumnya di rumah. Orang tua dapat turut memberikan dorongan dan motivasi bagi siswa, memacu siswa untuk memunculkan potensi kreativitas berpikirnya. Karena seperti diketahui bahwa proses belajar siswa yang pertama adalah modeling terhadap kedua orang tuanya. Orang tua juga disarankan untuk memantau proses pembelajaran siswa dirumah dengan tujuan memperkuat program belajar yang telah dilakukan di sekolah. Orang tua dan guru diharap dapat bekerjasama untuk mengembangkan potensi kreativitas berpikir tersebut. Media cerita dapat digunakan untuk mengembangkan potensi kreativitas berpikir siswa. Orang tua diharapkan dapat memfasilitasi siswa dalam belajar, mendampingi ketika siswa belajar, dan memperhatikan perkembangannya.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Hurlock, Elizabeth B. 1978. Child Development, Sixth Edition. Mc-Graw Hill Kogakusha, LTD.

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology : A Step-by-Step Guide For Beginners. London : Sage Publications

Mulyadi, Seto. 2004. Bermain dan Kreativitas, Upaya Mengembangkan Kreativitas Anak Melalui Kegiatan Bermain. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Munandar, Utami. 1987. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Munandar, Utami. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Santoso, Satmoko Budi. 2010. Sekolah Alternatif Mengapa Tidak…?!. Jogjakarta : Diva Press ( Anggota IKAPI)

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu – Ilmu Sosial. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.


(39)

DAFTAR RUJUKAN

Amelia, Wenny. 2007. Studi Deskriptif Mengenai Kreativitas pada Siswa Usia 11-12 Tahun yang Menggunakan Kurikulum Berbasis

Kompetensi di SD “X” Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas

Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Blog Ismayanti. 2007. Tumbuhkan Kecintaan Anak Akan Alam.

(http://abudira.wordpress.com/2009/03/17/apa-itu-sekolah-alam/,

diakses 13 Februari 2007)

Dinas Pendidikan Kota Bandung. 2002. Jumlah Sekolah Dirinci Menurut Status Pada Setiap Kecamatan di Kota Bandung. (Online).

(ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jabar/bandung.pdf)

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana. Edisi Revisi III. Bandung.

KOMPAS. COM. 2009. Disekolah Alam, Guru adalah Teman. (Online).

(http://www.smknegeri1jember.sch.id/index.php?option=com_cont

ent&view=article&id=71%3Adi-sekolah-alam-guru-adalah-teman-&catid=42%3Aartikel-inspiratif&Itemid=37&lang=in, diakses 25


(40)

SAB. 2010. Turun Gunung ke sungai di Hulu. Dari Sekolah Alam

Bandung menuju Sekolah Alam Bengkulu.

(

http://sekolahalambandung.com/2010/04/turun-gunung-tak-sekedar-outbound/)

________________. 2002. Data sekolah di Kota Bandung. (Online). (id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bandung)

_____________. 2009. Sekolah Alam Bandung Mendidik Anak Mencintai

Lingkungan. (Online).

(

http://www.beritabandoeng.com/berita/2010-08/75-anak-yatim-


(1)

99

Universitas Kristen Maranatha (korelasional) untuk membahas perkembangan kreativitas berpikir dalam diri individu dan pengaruh dari lingkungan sekitar individu. Usaha untuk menambahkan data penunjang seperti IQ dapat dilakukan. Data tentang IQ dapat dicari melalui sekolah apabila sekolah memiliki program psikotes bagi siswanya. Juga, memanfaatkan berbagai jenis data penunjang yang berhubungan dengan perkembangan hubungan individu dengan orang tua, sekolah, dan lingkungan bermain diluar sekolah, sehingga dapat memperkaya pembahasan yang muncul dari hasil penelitian. Pertanyaan pada data penunjang ini dapat dibuat lebih mendalam dan mendetail untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai faktor-faktor eksternal yang turut mempengaruhi kreativitas berpikir dalam diri individu. Penggunaan metode wawancara dan observasi dapat digunakan untuk melengkapi data dilapangan.

5.2.2. Guna Laksana

1. Bagi Sekolah Alam Bandung

Agar dapat menggunakan informasi mengenai kreativitas berpikir pada siswa kelas IV-VI untuk memberikan gambaran mengenai kreativitas berpikir pada siswa serta hubungannya dengan faktor yang turut mempengaruhinya, erat kaitannya dengan pengembangan kreativitas berpikir dalam diri siswa, dan informasi ini juga dapat di jadikan sebagai bahan tinjauan program sekolah untuk mengembangkan kreativitas berpikir pada siswa-siswa di sekolah alam Bandung. Sekolah perlu memperhatikan pemberian program pengembangan motorik siswa terutama pada motorik halusnya agar dapat berkembang dengan lebih baik karena ditemukan fenomena bahwa siswa dikelas IV-VI masih banyak yang mengalami kesulitan dalam menulis dengan baik dan benar. Cara pengembangannya dapat dengan


(2)

100

Universitas Kristen Maranatha melatih siswa untuk belajar menulis halus pada buku bergaris kecil selain itu dapat juga menggunakan buku kotak kecil, hal ini dapat membantu siswa untuk melatih gerak motorik halusnya saat menulis.

2. Bagi Kepala Sekolah SD sekolah alam Bandung dan Guru

Agar dapat menggunakan informasi mengenai kreativitas berpikir pada siswa kelas IV-VI sebagai landasan untuk mengevaluasi kurikulum yang telah dijalankan, sehingga visi dan misi sekolah dapat tercapai. Kepala sekolah dan guru dapat bersama-sama mengevaluasi kurikulum yang telah dijalankan terkait dengan program pengembangan kreativitas berpikir siswa. Guru sebaiknya memperhatikan keseimbangan antara kemampuan verbal dan non verbal siswa baik secara lisan maupun tulisan. Mengajak siswa untuk berpikir secara aktif dan kritis dalam proses pembelajaran seperti membuat karangan kemudian mempresentasikannya merupakan salah satu pilihan yang dapat dilakukan. Cara yang dapat dilakukan yaitu memberikan pelatihan menulis bagi siswa, siswa dapat diminta untuk membuat cerita / mengarang sebuah paragraf kemudian membacanya sehingga kemampuan lisan maupun tulisannya terasah dan berkembang secara seimbang. Dapat pula melakukan penyuluhan pada orang tua untuk berperan serta mengembangkan kemampuan siswa baik verbal maupun non verbal dalam bentuk lisan maupun tulisan (mengarang, bercerita, dan menggambar)

3. Bagi Orang Tua siswa di sekolah alam Bandung

Agar dapat menggunakan informasi mengenai kreativitas berpikir pada siswa kelas IV-VI dapat digunakan oleh orang tua dalam usaha membantu pengembangan


(3)

101

Universitas Kristen Maranatha potensi kreativitas berpikir siswa khususnya dan optimalisasi perkembangan kepribadian pada umumnya di rumah. Orang tua dapat turut memberikan dorongan dan motivasi bagi siswa, memacu siswa untuk memunculkan potensi kreativitas berpikirnya. Karena seperti diketahui bahwa proses belajar siswa yang pertama adalah modeling terhadap kedua orang tuanya. Orang tua juga disarankan untuk memantau proses pembelajaran siswa dirumah dengan tujuan memperkuat program belajar yang telah dilakukan di sekolah. Orang tua dan guru diharap dapat bekerjasama untuk mengembangkan potensi kreativitas berpikir tersebut. Media cerita dapat digunakan untuk mengembangkan potensi kreativitas berpikir siswa. Orang tua diharapkan dapat memfasilitasi siswa dalam belajar, mendampingi ketika siswa belajar, dan memperhatikan perkembangannya.


(4)

102 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Hurlock, Elizabeth B. 1978. Child Development, Sixth Edition. Mc-Graw Hill Kogakusha, LTD.

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology : A Step-by-Step Guide For Beginners. London : Sage Publications

Mulyadi, Seto. 2004. Bermain dan Kreativitas, Upaya Mengembangkan Kreativitas Anak Melalui Kegiatan Bermain. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Munandar, Utami. 1987. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Munandar, Utami. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Santoso, Satmoko Budi. 2010. Sekolah Alternatif Mengapa Tidak…?!. Jogjakarta : Diva Press ( Anggota IKAPI)

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu – Ilmu Sosial. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.


(5)

103 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Amelia, Wenny. 2007. Studi Deskriptif Mengenai Kreativitas pada Siswa Usia 11-12 Tahun yang Menggunakan Kurikulum Berbasis

Kompetensi di SD “X” Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas

Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Blog Ismayanti. 2007. Tumbuhkan Kecintaan Anak Akan Alam. (http://abudira.wordpress.com/2009/03/17/apa-itu-sekolah-alam/, diakses 13 Februari 2007)

Dinas Pendidikan Kota Bandung. 2002. Jumlah Sekolah Dirinci Menurut Status Pada Setiap Kecamatan di Kota Bandung. (Online).

(ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jabar/bandung.pdf)

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana. Edisi Revisi III. Bandung.

KOMPAS. COM. 2009. Disekolah Alam, Guru adalah Teman. (Online).

(http://www.smknegeri1jember.sch.id/index.php?option=com_cont

ent&view=article&id=71%3Adi-sekolah-alam-guru-adalah-teman-&catid=42%3Aartikel-inspiratif&Itemid=37&lang=in, diakses 25 Agustus 2009)


(6)

104 Universitas Kristen Maranatha SAB. 2010. Turun Gunung ke sungai di Hulu. Dari Sekolah Alam

Bandung menuju Sekolah Alam Bengkulu.

(http://sekolahalambandung.com/2010/04/turun-gunung-tak-sekedar-outbound/)

________________. 2002. Data sekolah di Kota Bandung. (Online). (id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bandung)

_____________. 2009. Sekolah Alam Bandung Mendidik Anak Mencintai

Lingkungan. (Online).

(http://www.beritabandoeng.com/berita/2010-08/75-anak-yatim- belanja-bareng-xl/berita/2009-06/sekolah-alam-bandung-mendidik-anak-mencintai-lingkungan/, diakses 18 Juni 2009).