Hubungan Antara Adult Attachment Style Dengan Tipe Jealousy Pada Peserta Bina Pranikah Klasis "X" Bandung.

(1)

vii Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh hubungan antara adult attachment styles dan jealousy pada peserta bina pranikah klasis „X‟, Bandung. Penelitian ini menggunakan metode hubungan dengan teknik pengambilan data survei.

Penelitian ini dilaksanakan pada populasi responden pria dan wanita peserta bina pranikah klasis “X” Bandung, Ukuran sampel dalam populasi yang sesuai dengan kriteria adalah 23 responden.

Alat ukur yang digunakan untuk pengambilan data adalah bentuk adaptasi dan dari kuesioner RSQ (Relationship Scale Questionnaire), yang diturunkan dari teori adult attachment styles oleh Bartholomew dan Horowitz (1994). Alat ukur ini terdiri dari 30 item skala rating, yang tersusun dari dua dimensi adult attachment style, yaitu dimensi model of self dan model of other dan kuesioner jealousy yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori jealousy dari Salovey(1991). Alat ukur ini terdiri dari 56 item skala rating, yang dibagi menjadi dua tipe jealousy, yaitu reactive jealousy dan suspicious jealousy. Penghitungan validitas dengan Spearman‟s Rho menunjukkan, untuk validitas item-item alat ukur RSQ berkisar antara 0.323, sampai 0.777, sementara untuk alat ukur jealousy, validitas item-item yang sama berkisar antara 0.313, sampai 0.807. Perhitungan reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach menunjukkan hasil 0.711 untuk alat ukur RSQ dan 0.933 untuk alat ukur jealousy, yang berarti item-item dalam kedua alat tes memiliki reliabilitas yang tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adult attachment style dengan jealousy memiliki hubungan satu dengan yang lain, yang berarti hipotesis alternative diterima. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan chi square dengan hasil 0.383. Dalam penelitian ini tidak semua pasangan tipe dari adult attachment style dengan jealousy muncul. Tipe – tipe yang muncul adalah sebagai berikut: secure – reactive(21,7%), secure – suspicious(21,7%), preoccupied – reactive(13,04%), fearfull – reactive(13,04%), fearfull – suspicious(4,34%), dismissing – reactive(13,04%), dismissing – suspicious(13,04%).

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini, adalah adult attachment style memiliki hubungan dengan jealousy pada peserta bina pranikah klasis “X” Bandung. Saran untuk penelitian lain, adalah untuk menerapkan berbagai metode penelitian (seperti studi longitudinal atau studi kasus) dan teknik analisis data (pengaruh) untuk penelitian-penelitian berikutnya, untuk memperkaya hasil penelitian berikutnya. Saran untuk para peserta bina pranikah di klasis “X” Bandung, untuk dapat menggunakan informasi tentang hubungan adult attachment style dan jealousy sebagai bantuan untuk membina hubungan dengan pasangan sehingga dapat membuat hubungannya harmonis.


(2)

viii using correlation method with survey techniques.

Population for this research is man and woman peserta bina pranikah klasis “X” Bandung, samples that match with the criteria is 23 person.

Instrument that being used for this research is questioner RSQ (Relationship Scale Questionnaire) from adult attachment style theory, that developed by Bartholomew and Horowitz (1994) this instrument consist of 30 item, and questioner about jealousy that have been developed from jealousy theory of Salovey (1991)by researcher, this instrument consist 56 item. The standardization had been made for this instrument to search validation and reliability value. For RSQ the validity is between 0.323 until 0.777 and for questioner jealousy between 0.313 until 0.807. and the reliability for RSQ is 0.711 and 0.933 for jealousy.

From final result we can see that adult attachment style and jealousy in this sample have a correlation. This can be seen from the value of the correlation, the value is 0.383. the variation that appears from correlation between adult attachment style and jealousy is : secure – reactive(21,7%), secure suspicious(21,7%), preoccupied – reactive(13,04%), fearfull – reactive(13,04%), fearfull – suspicious(4,34%), dismissing – reactive(13,04%), dismissing suspicious(13,04%).

In conclusion, that hypothesis null rejected and alternate hypothesis accepted so adult attachment style and jealousy have a correlation between them in samples bina pranikah klasis “X” Bandung. Suggestion for another researcher that interested about this topic is for use another method (longitudinal , case study) and technics (influence) to get richer data for adult attachment style and jealousy. And for peserta bina pranikah klasis “X” Bandung, to be expected to use this information as help for built a relation with their partner, so they can make harmonious relationship.


(3)

ix

Halaman Judul………i

Halaman Pengesahan Pembimbing……….ii

Halaman Abstrak...vii

Halaman Abstract...viii

Kata Pengantar...v

Halaman Daftar Isi………..ix

Halaman Daftar Tabel………...xiii

Halaman Daftar Bagan………....xiv

Halaman Daftar Lampiran...xv

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang Masalah...1

1.2. Identifikasi Masalah...10

1.3. Maksud Dan Tujuan Penelitian...10

1.4. Kegunaan Penelitian...11

1.5. Kerangka Pemikiran...12

1.6. Asumsi...33

1.7 Hipotesa...34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...35

2.1 Attachmnet style...35


(4)

x

2.1.2.2 Pada Masa Anak dan Remaja……… …39

2.1.2.3 Attachment pada masa dewasa (adult attachment)………..40

2.1.3 The working model of attachment….………43

2.1.3.1 Dimensi model of self………..45

2.1.3.2 Dimensi model of other……….…..46

2.1.4 Adult attachment empat kategori dari Bartholomew…………...…...46

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi adult attachment……….……….…50

2.1.6 Alat ukur RSQ (Relationship Scale Questionnaire)………..51

2.2 Jealousy...52

2.2.1 Definisi Jealousy...52

2.2.2 Tipe-Tipe Jealousy...53

2.2.2.1 Reactive Jealousy...53

2.2.2.1 Supicious Jealousy...53

2.2.3 Emosi-Emosi Yang Berperan Dalam Jealousy...54

2.2.3.1 Hu.…...54

2.2.3.2 Anger...54

2.2.3.3 Fear...55

2..3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jealousy...56

2.3.1. Personality Traits...56

2.3.2. Traditional Gender Role………...56


(5)

xi

2.4.3 Definisi Konseling Pranikah………..60

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...62

3.1. Rancangan penelitian...62

3.2 Bagan Rancangan Penelitian...62

3.3 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional...63

3.3.1 Variabel Penelitian...63

3.3.2 Definisi Operasional...63

3.4 Alat Ukur...66

3.4.1 Alat Ukur RSQ…...66

3.4.2 Kuesioner Jealousy………...….68

3.4.3 Data Penunjang Dan Kuesioner Data Pribadi...71

3.5 Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur...71

3.5.1 Validitas...71

.5.2 Reliabilitas...73

3.6 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel...75

3.6.1 Populasi Sasaran...75

3.6.2 Karakteristik sampel...75

3.7 Teknik Analisis Data...75

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………….………….77

4.1 Gambaran peserta………..…77


(6)

xii

4.2.1 Gambaran Tipe Adult Attachment Style………...79

4.2.2 Gambaran Tipe Jealousy………..80

4.2.3 Gambaran Tipe Jealousy yang muncul pada masing-masing tipe Adult Attachment Style………81

4.2.4 Hasil perhitungan hubungan antara Adult Attachment Style dengan Jealousy………...82

4.3 Pembahasan………....83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………102

5.1 Kesimpulan………....102

5.2 Saran………..103

5.3 Guna laksana………..105

DAFTAR PUSTAKA...107

DAFTAR RUJUKAN...109


(7)

xiii

Tabel 3.1.Item-item dimensi model of self……….67

Tabel 3.2. Item-item dimensi model of other………67

Tabel 3.3. Item-item jealousy………..69

Tabel 3.4. Kriteria validitas………73

Tabel 3.5. Kriteria Reliabilitas………74

Tabel 4.1. Gambaran peserta berdasarkan rentang usia………..78

Tabel 4.2.Gambaran peserta berdasarkan jenis kelamin………..78

Tabel 4.3.Gambaran adult attachment style……….79

Tabel 4.4.Gambaran Jealous...80

Tabel 4.5. Tabulasi Silang Adult Attachment Style dengan Tipe Jealous………..81

Tabel 4.6. hasil perhitungan antara adult attachment style dengan jealousy menggunakan Chi-Square Test………82


(8)

xiv Bagan 1.1.kerangka pemikiran………32 Bagan 3.1.rancangan penelitian……….62


(9)

xv Lampiran I: Kuesioner Survey Awal

Lampiran II: Kuesioner pengambilan data Lampiran III: Validitas, Reliabilitas


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah mahkluk sosial oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendirian. Manusia sebagai mahkluk sosial membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya. Dalam melakukan interaksi dengan manusia lainnya terdapat beragam bentuk, intensitas, dan dampak yang ditimbulkan bagi diri individu itu sendiri dan orang lain sepanjang rentang kehidupannya.

Diawal kelahirannya, manusia merasakan lingkungan merupakan ancaman bagi dirinya karena keadaan lingkungan berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini manusia yang baru dilahirkan mendapatkan perasaan aman dari interaksinya dengan ibu yang melahirkannya atau pengasuh yang merawatnya. Manusia dalam kesendiriannya ketika dilahirkan akan mangalami interaksi yang sangat terbatas selama bertahun-tahun, interaksi yang terbatas itu adalah interaksi antara manusia tersebut dengan pengasuhnya (orang tua maupun orang lain yang bertindak sebagai pengasuh). Dalam masa-masa ini peran pengasuh sangatlah penting, bukan hanya dalam memberikan perlindungan dan mendukung perkembangan fisik tetapi juga mendukung dalam mengembangkan perkembangan sosioemosionalnya. Manusia (anak) pada masa ini membentuk keterikatan emosional yang mendalam dengan orang tua maupun


(11)

pengasuhnya. Keterikatan emosional yang mendalam dengan figur penting dalam hidupnya dimasa ini disebut dengan attachment.

Seiring dengan pertumbuhannya, manusia akan makin memperluas relasinya sebagai pemenuhan kebutuhannya berelasi dengan manusia lainnya. Manusia menjalin hubungan dengan berbagai macam orang dan juga berbagai macam hubungan. Semakin beranjak dewasa seorang individu, maka makin banyak pula figur dalam menjalin relasi intim seperti saudara, teman, sahabat, pacar, dan pasangan hidup. Individu akan mengalami berbagai macam fase dalam menjalin hubungan dan berinteraksi. Hal itu dapat dimulai dari berkenalan, menjadi teman, bersahabat, menjalin hubungan romantis (berpacaran), hingga berlanjut ke perkawinan. Dalam menjalaninya hubungan tersebut terbentuk dengan jangka waktu yang berbeda-beda pada setiap orangnya dan dalam membentuk hubungan tersebut tidaklah instan.

Dalam menjalani hidupnya, individu tidak banyak menjalin relasi yang mendalam dengan orang lain. Individu dapat menjalin hubungan yang intim meskipun jumlahnya tidaklah banyak tetapi sangat mempengaruhi kehidupan seorang individu. Brehms, et al. (2004) mengungkapkan bahwa bentuk relasi yang dekat dan hangat jumlahnya sedikit saja dalam kehidupan individu, yang menggambarkan bahwa dampak dari kualitas relasi lebih penting daripada kuantitas relasi yang dijalin individu dalam relasi yang bersifat intim. Seorang individu bisa saja mengenal banyak orang dalam kehidupannya, namun hanya beberapa relasi dengan orang-orang tertentu saja yang dapat dihayati individu sebagai relasi yang dianggap berharga, berarti, dan penting bagi diri individu.


(12)

Meski jumlahnya sedikit, namun relasi-relasi ini memiliki dampak yang begitu besar bagi individu, sebagai sumber dari kegembiraan saat berjalan dengan baik, namun dapat juga menjadi sumber kesedihan dan rasa sakit saat berjalan dengan buruk (Miller, 2007). Hubungan yang tidak terlalu mendalam sepeti teman atau kenalan dapat dengan mudah terjalin dengan proses yang tidak memakan waktu yang terlalu lama pada umumnya, tetapi hal tersebut berbeda dengan hubungan yang lebih mendalam seperti berpacaran dan juga pernikahan.

Hubungan pernikahan merupakan hubungan yang sangat mendalam dan juga melibatkan perasaan serta adanya berbagai macam ikatan dan juga peraturan-peraturan yang mengikat kedua manusia. Pernikahan ini merupakan salah satu karakteristik dari tahap perkembangan yaitu masa perkembangan dewasa awal. Dalam masa dewasa awal ini ada perubahan karakteristik dari yang semula menjalin hubungan yang tidak serius menjadi hubungan yang serius dan juga mencari pasangan hidup. Menurut Havighurst masa dewasa awal dimulai dari usia 18 hingga 35 tahun dengan karakteristiknya memilih pasangan hidup, belajar hidup bersama pasangan dalam kehidupan pernikahan, memulai keluarga, membesarkan anak, mengatur rumah tangga, memulai pekerjaan tertentu, mengambil tanggung jawab sosial, dan menemukan kelompok sosial yang sesuai (dalam Lemme, 1995).

Pernikahan yang merupakan tujuan akhir dari berpacaran, Cox(1984) berpendapat, bahwa pernikahan merupakan bentuk interaksi manusia yang paling intim, dengan relasi interpersonal antara dua orang, seorang pria dan seorang wanita sebagai inti relasi. Pernikahan sendiri mempunyai suatu dasar yang


(13)

menjadikan suatu pernikahan itu terlaksana dan juga dapat dijalani oleh kedua individu tersebut dan hal itu adalah cinta. Cinta sendiri merupakan sebuah proses dari attachment.

Attachment adalah sebuah sistem yang telah dibawa sejak lahir di otak yang berevolusi dengan cara-cara yang mempengaruhi dan mengorganisasikan proses-proses motivasional, emosional, dan memori dengan hubungannya dengan figur perawat yang signifikan (Bowbly, 1969) menurut Bartholomew (1998) attachment dibagi menjadi empat yaitu tipe secure, preoccupied, Fearful, dan dismissing. Attachment sendiri berkembang seiring berjalannya waktu. Bowlby (1969) berpendapat bahwa individu akan terus mengembangkan attachmentnya dengan orang lain seiring dengan bertambah dewasanya mereka. Baik objek dan sistem dari attachment itu sendiri akan berubah seiring dengan pengalaman dan kedewasaan. Diantara orang dewasa, figur attachment yang utama adalah salah satu dari romantic partner mereka. Salah satu dari attachment system yang beradaptasi dari masa kanak-kanak adalah kebutuhan akan kenyamanan dan juga keamanan. hal inilah yang mendasari mengapa attachment mempengaruhi suatu hubungan yang intim.

Pada saat seseorang dihadapkan dengan permasalah dimana dirinya akan berpisah dengan attachment figurnya maka orang tersebut akan mengalami perubahan tingkah laku yang disesuaikan dengan attachment style yang dimilikinya dan hal ini jugalah yang menimbulkan munculnya jealousy. Jealousy muncul dikarenakan ancaman akan perpisahan dan kehilangan nilai-nilai dalam hubungan yang didapatkan seorang individu karena adanya pihak ketiga. Dalam


(14)

hubungan yang romantis dan intim seperti attachment inilah terdapat kemungkinan munculnya jealousy. Jealousy dapat muncul dan mengganggu hubungan. Emosi yang muncul ketika seseorang mendapatkan ancaman akan kehilangan figur attachment-nya adalah anger, fear, and sadness. Emosi-emosi inilah juga yang merupakan emosi yang membentuk jealousy, oleh karenanya attachment style memiliki kemungkinan mempengaruhi seseorang dalam memunculkan jealousy-nya (Sharpsteen dan Kirkpatrick 1996). Menurut Guerrero (1998) attachment style berpengaruh dalam menentukan bagaimana seseorang akan bertingkahlaku ketika sedang mengalami jealousy, seseorang yang lebih nyaman dengan kedekatan seperti yang dimiliki attachment style secure dan preoccupied (attachment yang cenderung lebih positif) akan lebih mengekspresikan apa yang dirasakan dan berusaha untuk memperbaiki hubungannya (reactive jealousy). Sedangkan seseorang yang memiliki attachment style dismissing atau fearful (attachment yang cenderung negatif) akan lebih banyak menghindari atau menyangkal dengan cara pura-pura untuk tidak menghiraukan masalah atau bertingkah laku seolah olah mereka tidak peduli meskipun kenyataanya mereka merasa tertekan dengan pemikiran mereka sendiri (suspicious jealousy) .

Pada masa sekarang ini meskipun pandangan umum di masyarakat bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang penting dan juga sakral masih tetap berlaku tetapi pada kenyataannya angka perceraian yang terjadi di Indonesia terus berkembang tiap tahunnya. Perkembangan ini dapat dilihat dari data statistik yang ditunjukan oleh pengadilan agama yang dilakukan pada tiap tahunnya. Pada tahun


(15)

2000 dari kasus peceraian yang ditangani pihak pengadilan 30% (157.771) kasus tersebut menjadi perceraian resmi sedangkan pada tahun 2005 meningkat menjadi 68,5%. angka perceraian yang terjadi di Indonesia tiap bulannya meningkat dari 120 perceraian pada tahun 2000 menjadi 156 perceraian di akhir tahun 2005. Perubahan jumlah ini menjadi masalah yang cukup serius dan alasan dibalik perceraian tersebut menjadi menarik. Dari data statistik di pengadilan agama perceraian disebabkan oleh berbagai macam alasan. Lima penyebab utama yang paling sering memicu perceraian yang terjadi di Indonesia, yaitu tidak harmonis tidak tanggung jawab, ekonomi, gangguan pihak ketiga, dan cemburu. Pengertian secara umum dari jealousy adalah kecemburuan yang dialami disebabkan oleh orang ketiga yang terlibat dalam suatu hubungan pernikahan. Selain itu jealousy pun dapat menjadi penyebab ketidakharmonisan dalam rumah tangga.

Jealousy sendiri pada dasarnya tidak memiliki arti yang sesempit itu. Karena kecemburuan itu sendiri memiliki banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami kecemburuan salah satunya memang disebabkan oleh adanya pihak ketiga atau rival. Menurut Salovey jealousy adalah kombinasi dari berbagai macam emosi negatif yaitu anger, hurt dan fear yang dirasakan seseorang dikarenakan ancaman kehilangan nilai-nilai dalam hubungan yang disebabkan oleh adanya pihak ketiga(nyata maupun tidak). Dalam hal ini pihak ketiga yang dimaksud bukah hanya adanya orang ketiga dalam hubungan tetapi juga merupakan pekerjaan maupun kegiatan yang dilakukan pasangan yang merupakan ancaman hilangnya nilai-nilai yang ada dalam hubungan. Dari pengertian tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa yang menyebabkan


(16)

seseorang menjadi cemburu bukanlah hanya karena adanya pihak ketiga yang berupa individu lain melainkan pihak ketiga yang dapat berupa pekerjaan, kegiatan. Jealousy inilah yang menyebabkan hubungan seseorang menjadi tidak harmonis sehingga proporsinya dalam penyebab perceraian menjadi yang terbesar.

Jealousy mempunyai dua tipe yang berbeda yaitu reactive jealousy dan suspicious jealousy. Yang dimaksud dengan reactive jealousy adalah reaksi yang muncul ketika seseorang menghadapi ancaman (ancaman dapat berupa ancaman yang aktual maupun perilaku pada masa lalu) atas hubungan yang sedang mereka jalani dengan pasangannya (Bringle & Buunk,1991;Parrott,1991). Sedangkan suspicious jealousy adalah tindakan yang muncul dikarenakan seseorang curiga, tidak percaya, serta menduga-duga apa yang sedang dilakukan oleh pasangannya dan berusaha membuktikan meskipun hal tersebut belum tentu benar (Bringle & Buunk, 1991). Reactive jealousy merupakan jealousy yang dapat dianggap normal dan juga dapat dimengerti (positif), sedangkan suspicious jealousy merupkaan jealousy yang tidak tepat dan juga tidak baik (negatif). Dalam hal ini tipe jealousy dapat mempengaruhi seseorang dalam berperilaku sehingga dapat merusak hubungan intim yang telah dibina.

Jealousy dalam suatu hubungan dapat menyebabkan berbagai konsekuensi. Konsekuensi positif jealousy dalam suatu hubungan adalah menjadi makin terbukanya komunikasi yang jujur antar pasangan, tiap individu makin berkontribusi dalam memperkuat hubungan mereka. Selain konsekuensi positif terdapat pula konsekuensi negatif dari jealousy yaitu terjadinya agresifitas (baik verbal maupun fisik), menyebabkan pasangan makin berjauhan, melakukan


(17)

pembalasan terhadap perilaku pasangan, dan juga memata-matai pasangannya. Konsekuensi negatif inilah yang dapat menyebabkan pasangan berpisah.

Peneliti membagikan kuesioner survey awal kepada 23 peserta bina pranikah klasis “X” Bandung sebanyak 20 orang peserta (88%) mengungkapkan bahwa keduanya ama penting bagi mereka, sedangkan 2 (8%) orang peserta menyatakan bahwa hubungan dengan pasangan lebih penting dibanding dengan orang tua dan 1 orang (4%) menyatakan hubungan dengan orang tua lebih penting dibanding hubungan dengan pasangan Hal ini menunjukan bahwa sebagian peserta bina pranikah klasis “X” Bandung menganggap bahwa hubungan antara dirinya dengan pasangan sama pentingnya dengan hubungan antara dirinya dengan orang tuanya. Peneliti dalam survey awal juga menanyakan tentang apa yang melandasi hubungan peserta bina pranikah klasis”X”Bandung dengan pasangannya dan hasilnya 17 orang (76%) mengatakan cinta kasih sebagai landasan hubungan mereka, sedangkan 2 orang (8%) mengatakan bahwa mereka dan pasangan saling melengkapi satu sama lain untuk menjalani hidup. 1orang peserta(4%) mengatakan bahwa yang mendasar hubungannya dengan pasangan adalah perasaan sebagai teman dalam menjalani hidup, sedangkan 1 orang lainnya (4%) menyatakan bahwa dasar dari hubungannya adalah pasangan membawa perubahan perubahan dalam dirinya. Cinta, komitmen dan juga kepercayaan juga muncul sebagai jawaban 1 orang peserta(4%) sedanngkan 1 orang peserta (4%) lainnya menjawab bahwa pasangannya sudah seperti keluarga bagi dirinya.

Dalam survey awal juga dibagikan pertanyaan untuk menjaring adult attachment style dan jealousy yang ada pada peserta bina pranikah klasis “X”


(18)

Bandung dan memunculkan hasil yang cukup dominan untuk adult attachment style yaitu 17 orang peserta (76%) merasa dirinya mudah untuk akrab dengan pasangan secara emosional serta merasa nyaman dan tidak kuatir pasangan akan tidak menerima dirinya atau mempunyai tipe adult attachment secure, satu orang (4%) merasa dirinya tidak pantas untuk dihargai oleh pasangan atau dicintai oleh pasangan, tetapi merasa pasangan akan menerima dirinya atau dapat dikatakan memiliki tipe preoccupied. Tiga orang (12%) merasa dirinya tidak pantas memiliki hubungan yang dekat dengan pasangan dan juga merasa pasangan akan meninggalkan dirinya atau memiliki tipe fearful. Selanjutnya, dua orang yang lain (8%) merasa dirinya layak untuk dicintai dan berharga tetapi takut pasangan tidak menghargai dirinya atau memiliki tipe dismissing. Hal ini menunjukan bahwa pada peserta bina pranikah klasis “X” Bandung terdapat variasi adult attachment style dimana adult attachment style secure menjadi yang dominan diantara para peserta. Sedangkan untuk jealousy didapatkan data sebanyak 14 peserta (62%) akan langsung bereaksi terhadap situasi yang jelas yang dirasakan mengancam hubungannya atau memiliki tipe reactive jealousy dan 9 orang (38%) akan lebih banyak menduga-duga dan berusaha membuktikan dugaannya itu terlepas benar salahnya atau memiliki tipe suspicious jealousy. Yang menarik disini yaitu, dari 17 peserta yang memiliki adult attachment style secure, 11 diantaranya memiliki tipe jealousy reactive dan enam peserta lainnya memiliki tipe jealousy suspicious. Untuk tipe preoccupied keseluruhan (1 orang) memiliki tipe jealousy reactive, sedangkan untuk tiga orang yang memiliki tipe fearful dalam menjalin hubungannya dengan pasangan, satu orang (33%) diantaranya memiliki tipe


(19)

jealousy reactive dan dua orang (67%) lainnya memiliki tipe suspicious jealousy. Untuk keseluruhan peserta yang memiliki adult attachment style dismissing memiliki tipe jealousy suspicious. Dari survey awal ini, dapat dilihat bahwa meskipun peserta menjalin attachment yang positif dengan pasangan, mereka dapat saja memunculkan jealousy yang negatif.

karena adanya variasi tipe adult attachment style dan jealousy maka peniliti ingin meneliti lebih lanjut gambaran hubungan adult attachment style dengan jealousy pada peserta bina pranikah klasis “X” Bandung.

1.1Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini, ingin diketahui bagaimanakah gambaran hubungan dari adult attachment style dengan jealousy pada peserta bina pranikah klasis “X” Bandung.

1.2Maksud Dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini memiliki maksud untuk memperoleh gambaran yang lebih komprehensif mengenai hubungan adult attachment style dengan jealousy pada peserta bina pranikah klasis “X” Bandung.


(20)

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan adult attachment style dengan jealousy pada peserta bina pranikah klasis “X” Bandung dikaitkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.3Kegunaan Penelitian

1.3.1 Kegunaan Teoritis

1 Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada bidang psikologi sosial dan perkembangan mengenai attachment style dan jealousy pada peserta bina pranikah.

2 Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan rujukan bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian mengenai attachment style dan jealousy.

1.3.2 Kegunaan Praktis

1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu peserta bina pranikah gereja “X” Bandung untuk menambah pengenalan diri mereka yang berkaitan dengan attachment style dan jealousy agar dapat mengontrol tingkah laku ketika membina hubungan yang intim dan juga ketika mengalami jealousy.


(21)

2 Untuk masyarakat umum

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi informasi bagi masyarakat secara umum mengenai attachment style dan jealousy yang terjadi dalam menjalin suatu hubungan.

1.5. Kerangka Pemikiran

Attachment secara umum dapat didefinisikan sebagai sebuah ikatan afeksional yang erat pada individu tertentu terhadap figur yang signifikan, atau pada lingkungan sosialnya. Biasanya digunakan untuk menjelaskan kedekatan emosional antara anak dengan figur pengasuhnya yang terdekat (orangtua). Seiring dengan makin dewasanya individu tersebut, bentuk dari relasi attachment yang dialami oleh individu tidaklah hilang. Hal ini ditegaskan oleh Bowlby (1969) yang mengatakan bahwa attachment merupakan bentuk relasi yang menjadi karakteristik manusia sejak dia lahir hingga meninggal („from the cradle to the

grave‟). Attachment yang dimiliki individu akan semakin berkembang sesuai dan juga menetap sebagai suatu ciri yang unik dari setiap individu ketika dirinya menjalin hubungan yang intim dengan lawan jenisnya.

Kecenderungan yang dimiliki oleh tiap individu sehingga menjadi unik dan berbeda dari individu lainnya menurut Bowlby dikarenakan adanya the working model of attachment. Bowlby (1988) menjelaskan bahwa the working model of attachment merupakan sebuah representasi mental yang dimiliki individu


(22)

akan dirinya dan orang lain (figur attachment) dalam menjalin suatu relasi. Pengalaman yang membentuk hal ini adalah pengalaman ketika seseorang berelasi dengan figur pengasuhnya dimasa kecil. Pengalaman-pengalaman inilah yang akan membentuk belief dan harapan terhadap diri sendiri, orang lain, dan relasi yang terjadi sebagai suatu kesatuan dalam fungsi kognisi individu yang secara tidak sadar menuntun seseorang dalam berperilaku (Bowbly, 1988). Attachment seorang individu secara umum tidaklah lepas dari budaya dan juga pola asuh yang diterapkan oleh orang tua individu tersebut. The working model of attachment inilah yang akan memotivasi untuk memunculkan perilaku yang spesifik pada tiap-tiap relasi yang dibina oleh individu tersebut. The working model of attachment juga berlaku bagi individu peserta bina pranikah klasis “X” Bandung. Pengalaman-pengalaman masa kecil mereka dengan figur attachment-nya, akan membentuk belief dan harapan mereka terhadap diri sendiri, orang lain, dan relasi yang mereka jalin dengan pasangannya sebagai suatu kesatuan fungsi kognisi. Hal ini secara tidak sadar akan menuntun mereka dalam berperilaku terhadap pasangannya.

The working model of attachment terdiri dari dua buah dimensi yaitu dimensi model of self dan juga model of other. Model of self merupakan kecenderungan seseorang untuk menilai dirinya akan perasaan layak atau tidaknya dirinya memperoleh keamanan dan perlindungan dari figur attachment-nya. Sedangkan model of other merupakan kecenderungan seseorang menilai respon dan kemauan menolong dari figur attachment-nya ketika individu tersebut mengalami bahaya atau ancaman. Menurut Simpson dan Rholes (2004) the


(23)

working model of attachment yang muncul dari figur attachment-nya yang merupakan pengasuhnya merupakan general working model of attachment, yang menjadi kecenderungan umum dalam menjalain relasi dengan orang lain seumur hidupnya, sedangkan attachment yang dijalin dengan figur attachment selain dengan figur pengasuhnya dan memiliki kekhasan pada setiap relasi yang dijalin disebut dengan relation-specific working model of attachment. Keduanya memiliki model of self dan model of other masing-masing.

Dalam menjalin hubungan dengan pasangannya, peserta konseling gereja “X” Bandung akan menerapkan adult relation-specific working model of attachment. Relasi attachment ini dirasakan oleh peserta bina pranikah klasis “X” Bandung sebagai perasaan cinta. Hal ini sesuai dengan pendapat Bowbly (1980), bahwa pembentukan suatu ikatan pada relasi attachment yang bersifat romantis dapat dideskripsikan sebagai proses jatuh cinta, usaha untuk menjaga ikatan tersebut sebagai mencintai seseorang, dan kehilangan pasangan adalah kedukaan bagi individu.

Terdapat berbagai macam variasi dari hasil tampilan adult attachment yang dimiliki oleh tiap-tiap individu. Kim Bartholomew (1998) membagi variasi dari adult attachment berdasarkan kombinasi dari dua dimensi yang ada pada relationship-specific working model yaitu model of self dan model of other. Model of self merupakan derajat penilaian peserta bina pranikah klasis “X” Bandung terhadap dirinya, yaitu pantas atau layaknya dirinya menerima kasih sayang dan bantuan dari pasangannya. Sedangkan model of other merupakan derajat penilaian peserta bina pranikah klasis “X” Bandung terhadap pasangannya, yaitu


(24)

sejauh mana pasangannya mampu untuk diandalkan untuk memenuhi rasa kenyamanan dan juga memberikan bantuan ketika dibutuhkan. Kedua dimensi tersebut dapat dilihat dalam dua derajat yaitu derajat positif dan negatif sehingga menghasilkan 4 (empat) buah kategori attachment pada masa dewasa. Empat buah kategori tersebut adalah secure, preoccupied , fearful , dan dismissing.

Adult attachment secure, mengidentifikasikan perasaan untuk layak dicintai dalam diri individu, ada harapan bahwa peserta secara umum akan menerima dan bersikap responsif pada dirinya. Pria/wanita peserta bina pranikah klasis “X” Bandung yang mempunyai pengalaman attachment style tipe secure dengan figur pengasuhnya akan membentuk the general working model of attachment yang positif dengan model relation-specific working model of attachment yang mereka miliki bersifat positif pula, dengan komponen model of self yang positif dan model of other yang positif juga.

Komponen model of self yang positif membuat para peserta bina pranikah klasis “X”Bandung dengan adult attachment style secure memiliki pandangan yang positif terhadap mereka, sehingga membuat diri mereka merasa nyaman dalam berelasi dan dimensi model of other yang positif, menyebabkan mereka memiliki pandangan positif tentang pasangan mereka. Dalam hal ini berarti mereka percaya bahwa pasangan mereka dapat bertindak responsive, dan memberikan kenyamanan serta perlindungan disaat mereka membutuhkan. Hal ini, akan menyebabkan para peserta tersebut memiliki relasi yang positif dengan pasangan mereka, yang ditandai adanya relationship outcomes berupa komitmen, intimasi, dan kepuasan, relasi seksual, dan kualitas komunikasi yang cenderung


(25)

tinggi, dan kecemburuan yang cenderung rendah. Karena itu, mereka dapat menjalin relasi romantis yang interdependen, hangat, dan sehat dengan pasangan mereka. Kualitas hubungan yang baik tersebut akan dihayati positif oleh para peserta bina pranikah, dan pada gilirannya, dapat meningkatkan komponen model of self dan model of other dalam relationship-specific working model.

Adult attachment preoccupied, menampilkan perasaan tak pantas untuk dicintai oleh orang lain digabungkan dengan evaluasi positif terhadap orang lain. Kombinasi ini akan membuat peserta bina pranikah klasis “X” Bandung untuk mencari pengakuan dari pasangannya. Peserta yang memiliki adult attachment style ini memiliki pengalaman berhubungan dengan figur pengasuhnya yang diliputi kecemasan yang tinggi (dalam bentuk penghayatan relasi yang anxious-ambivalence), hal ini yang mempengaruhi pembentukan the general working model of attachment yang negatif. Secara umum, relation-specific working model of attachment yang ia miliki cenderung negatif, dengan komponen model of self yang negatif dan model of other yang positif.

Komponen model of self yang negatif, membuat peserta bina pranikah dengan adult attachment preoccupied tidak merasa nyaman terhadap dirinya sendiri, tetapi memiliki harapan bahwa pasangannya dapat memberi kenyamanan dan perlindungan, yang membuat ia mencoba mendapatkan penerimaan dari pasangannya, yang pada gilirannya dapat mendorong peserta bina pranikah dapat menerima dirinya sendiri. Hal ini, akan menyebabkan peserta tersebut memiliki relasi yang cenderung negatif dengan pasangannya, yang ditandai adanya relationship outcomes berupa komitmen, intimasi, dan kepuasan, relasi seksual,


(26)

dan kualitas komunikasi yang cenderung rendah, dan kecemburuan yang cenderung tinggi. Individu peserta bina pranikah dengan adult attachment preoccupied cenderung bersikap posesif pada pasangannya, karena ia mencari penerimaan dan penghargaan dari diri pasangannya. Dalam berelasi, para pria/wanita dewasa awal peserta bina pranikah dengan adult attachment style ini akan memperlihatkan ketidaknyamanan dan kewaspadaan terhadap semua ancaman yang dapat mengganggu relasi. Mereka akan menuntut banyak hal dari pasangannya mereka, dan mudah cemburu. Dalam berelasi, pria/wanita peserta bina pranikah dengan attachment style ini memperlihatkan perilaku „manja‟, sangat bergantung pada peserta, dan memperlihatkan kecemasan/kegelisahan yang besar ketika harus berpisah dengan pasangannya. Kualitas hubungan yang cenderung ambivalen (baik positif maupun negatif) tersebut akan dihayati secara negatif oleh diri individu, dan pada gilirannya, dapat meningkatkan kecenderungan negatif pada relationship-specific working model peserta bina pranikah klasis “X” Bandung.

Adult attachment fearful, mengindikasikan perasaan tidak layak dikombinasikan dengan harapan bahwa orang lain akan menanggapi secara negatif (tidak dapat dipercaya dan menolak), dengan menghindari keterlibatan yang dekat dengan orang lain, memungkinkan individu melindungi diri mereka dari penolakan yang diantisipasi akan dilakukan orang lain. Pria/wanita dewasa awal peserta bina pranikah dengan adult attachment style ini memiliki pengalaman attachment yang insecure, ditandai adanya kecemasan dan/atau penolakan (dalam bentuk relasi anxious-ambivalence atau avoidant) dengan figur pengasuh utamanya, dan hal ini mempengaruhi pembentukan the general working model of attachment yang


(27)

negatif. Secara umum, relation-specific working model of attachment yang mereka miliki bersifat negatif, dengan komponen model of self yang negatif dan model of other yang negatif juga.

Dimensi model of self yang negatif, membuat peserta bina pranikah klasis “X Bandung dengan adult attachment fearful merasa tidak layak/tidak pantas untuk dicintai pasangannya, dan dimensi model of other yang negatif, membuat ia merasa takut pasangannya akan memperlakukan dirinya tidak baik, dan karena itu peserta bina pranikah dengan adult attachment style ini menolak menjalani relasi yang romantis dengan pasangannya. Peserta bina pranikah dengan adult attachment style seperti ini akan menghindari relasi yang terlalu mendalam atau akrab dengan pasangannya, merasa takut disakiti dan dilukai sekaligus tidak merasa nyaman dengan relasi yang dijalin dengan peserta. Hal ini, akan menyebabkan individu tersebut memiliki relasi yang negatif dengan pasangannya, yang ditandai adanya relationship outcomes berupa komitmen, intimasi, dan kepuasan, relasi seksual, kecemburuan, dan kualitas komunikasi yang rendah Karena itu, peserta bina pranikah menjalin relasi romantis yang dipenuhi kecemasan dan penghindaran dengan pasangannya. Kualitas hubungan yang buruk tersebut akan dihayati negatif oleh dirinya, dan pada gilirannya, dapat menurunkan baik komponen model of self dan model of other dalam relationship-specific working model yang dimiliki oleh peserta bina pranikah klasis “X” Bandung.

Adult attachment dismissing, mengindikasikan adanya perasaan diri berharga (self-worthiness) yang dikombinasikan dengan disposisi negatif terhadap orang lain. Peserta bina pranikah dengan adult attachment style ini memiliki


(28)

pengalaman attachment yang insecure, dicirikan dengan adanya penolakan (dalam bentuk relasi avoidant) dengan figur pengasuh utamanya, dan hal ini mempengaruhi pembentukan the general working model of attachment yang negatif. Secara umum, relation-specific working model of attachment yang mereka miliki bersifat negatif, dengan komponen model of self yang positif dan model of other yang negatif.

Dimensi model of self yang positif, membuat peserta bina pranikah klasis “X” Bandung. merasa dirinya layak dicintai dan disayangi orang lain, tetapi dalam berelasi, ia takut akan penolakan dan perlakuan buruk dari pasangannya (karena model of other yang negatif), sehingga mereka secara aktif menghindari relasi. Pria/wanita dewasa awal peserta bina pranikah dengan adult attachment style seperti ini akan bertindak lebih mandiri dalam berelasi dengan pasangannya, karena memiliki ekpektansi bahwa pasangannya, tidak dapat diandalkan saat mereka membutuhkan. Peserta bina pranikah dengan adult attachment style seperti ini akan menghindari ketergantungan pada pasangannya, sekaligus berusaha agar pasangannya juga tidak bergantung pada dirinya. Hal ini, akan menyebabkan individu tersebut memiliki relasi yang negatif dengan pasangan yang ditandai adanya relationship outcomes berupa komitmen, intimasi, dan kepuasan, relasi seksual, kecemburuan, dan kualitas komunikasi yang cenderung rendah. Karena itu, ia menjalin relasi romantis yang dipenuhi penghindaran dengan pasangannya. Kualitas hubungan yang cenderung ambivalen (baik positif maupun negatif) tersebut akan dihayati secara beragam oleh diri individu, dan pada gilirannya, dapat


(29)

meningkatkan kecenderungan positif maupun negatif pada relationship-specific working model peserta bina pranikah klasis “X” Bandung.

Adult attachment bukan hanya menjadi ciri individual dari hubungan yang dibina oleh peserta bina pranikah klasis “X” Bandung ketika sedang menjalin hubungan yang intim dengan pasangannya melainkan juga menjadi ciri khas dari relasi yang dibina oleh peserta bina pranikah tersebut., yang membedakannya dari para peserta lainnya. Bila seseorang mengalami ancaman akan kehilangan figur attachment-nya maka individu tersebut akan mengaktifkan attachment system yang dimilikinya (Bowlby 1969). Hal ini juga yang dapat terjadi dengan peserta bina pranikah klasis “X” Bandung.

Adult attachment style memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu The working model of attachment. the working model of attachment merupakan representasi mental internal yang dimiliki seorang individu terhadap dirinya sendiri dan tokoh lain (yaitu para figur attachment) dalam relasi. Pengalaman dalam relasi attachment dengan tokoh perawat utama (orangtua) merupakan dasar dari pembentukan the working model. Pengalaman-pengalaman yang dialami seorang individu ketika ada dalam interaksi dengan figur pengasuhnya akan membentuk belief dan harapannya terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan relasi yang terjadi sebagai suatu kesatuan fungsi dalam kognisi individu yang akan menuntun seseorang secara tak sadar ketika ia berperilaku (faktor internal) (Bowbly, 1988). Secara umum, pengalaman attachment individu dengna orangtua tidak dapat lepas dari pola asuh yang diterapkan orangtua(faktor eksternal). The working model of attachment ini sendiri, bekerja sebagai sebuah sistem motivasional yang akan


(30)

memunculkan perilaku attachment saat individu berada dalam suatu setting sosial dimana ia menjalin relasi yang intim dengan orang-orang lain dalam kehidupannya. Selain dari faktor internal, adult attachment style juga dipengaruhi oleh relationship outcomes sebagai faktor eksternal. Relationship outcomes merupakan penghayatan individu mengenai aspek-aspek yang muncul dari relasi attachment antara dirinya dengan pasangan. Secara umum, relationship outcomes dalam penelitian ini dibagi menjadi lima aspek, yaitu komitmen, intimasi (keakraban), kepuasan hubungan, relasi seksual (ketertarikan seksual, hubungan seksual premarital), dan kualitas komunikasi, yang nantinya akan dijaring sebagai data penunjang. Relationship outcomes yang positif dalam hubungan dengan pasangan akan mendorong komponen relationship-specific working model dalam diri individu menjadi lebih positif, sementara relationship outcomes yang negatif dapat menurunkan kualitas relationship-specific working model, keduanya akan membawa perubahan pada adult attachment style yang dimiliki individu pada pasangannya. Peran relationship outcomes sendiri dalam relasi bersifat timbal balik dengan adult attachment yang dimiliki para peserta bina pranikah klasis “X” Bandung dengan pasangannya. Penghayatan yang muncul dari relasi adult attachment akan mempengaruhi hasil dari relasi (relationship outcomes) individu dengan pasangannya, sementara penghayatan individu terhadap hasil dari relasi juga dapat membawa perubahan terhadap adult attachment style yang dimiliki individu.

Attachment system merupakan sistem yang dikembangkan peserta bina pranikah klasis „X‟ Bandung agar dirinya dapat memepertahankan hubungan


(31)

yang dekat dengan figur attachment-nya. Ketika peserta konseling pranikah mengalami ancaman akan kehilangan figur attachment-nya maka individu peserta konseling pranikah tersebut akan mengaktifkan attachment systemnya dan pada saat yang bersamaan peserta konseling pranikah tersebut dapat mengalami jealousy. Ketika seseorang mengalami ancaman perpisahan dengan figur attachmentnya, system attachment akan memunculkan emosi anger, fear, dan juga sad (kemarahan, ketakutan dan kesedihan). Emosi-emosi ini jugalah yang menyusun jealousy. Dalam studinya Sharpsteen dan Kirkpatrick (1996) menemukan bahwa adanya sebuah pola dari pemikiran, perasaan, dan tingkah laku yang dapat diasosiasikan dengan jealousy dipengaruhi oleh attachment style. Ditemukan bahwa tiap-tiap attachment style memiliki kecenderungan jealousy yang berbeda-beda. Menurut Guerrero (1998) attachment style berpengaruh dalam menentukan bagaimana seseorang akan bertingkahlaku ketika sedang mengalami jealousy, seseorang yang lebih nyaman dengan kedekatan seperti yang dimiliki attachment style secure dan preoccupied akan lebih mengekspresikan apa yang dirasakan dan berusaha untuk memperbaiki hubungannya. Sedangkan seseorang yang memiliki dismissing atau fearful akan lebih banyak menghindari atau menyangkal dengan cara pura-pura untuk tidak menghiraukan masalah atau bertingkah laku seolah olah mereka tidak peduli meskipun kenyataanya mereka merasa tertekan dengan pemikiran mereka sendiri. Menurut Guerrero (1998) attachment style berpengaruh dalam menentukan bagaimana seseorang akan bertingkahlaku ketika sedang mengalami jealousy, seseorang yang lebih nyaman dengan kedekatan seperti yang dimiliki attachment style secure dan preoccupied


(32)

(attachment yang cenderung lebih positif) akan lebih mengekspresikan apa yang dirasakan dan berusaha untuk memperbaiki hubungannya (reactive jealousy). Sedangkan seseorang yang memiliki attachment style dismissing atau fearful (attachment yang cenderung negatif) akan lebih banyak menghindari atau menyangkal dengan cara pura-pura untuk tidak menghiraukan masalah atau bertingkah laku seolah olah mereka tidak peduli meskipun kenyataanya mereka merasa tertekan dengan pemikiran mereka sendiri (suspicious jealousy) .

Menurut Salovey jealousy itu adalah berbagai macam emosi negatif yang dirasakan individu dikarenakan ancaman akan kehilangan hubungan yang disebabkan oleh adanya rival yang nyata maupun tidak. (Salovey, 1991 dalam Miller, Rowland S. et al 2007) Jealousy tidaklah mudah untuk dihilangkan dalam suatu hubungan, namun hal tersebut dapat dikendalikan sehingga tidak sampai merusak hubungan yang ada. Jealousy ini mengakibatkan berbagai macam emosi negatif. Emosi yang biasa muncul adalah marah, benci, takut, sedih, kesal, dan lain sebagainya. Kesemua emosi tersebut dirasakan oleh seseorang peserta bina pranikah jika terjadi jealousy terhadap pasangannya. Emosi-emosi yang muncul tersebutlah yang mendasari terjadinya suatu perpecahan yang terjadi dalam suatu hubungan.

Jealousy melibatkan berbagai jenis perasaan, tetapi menurut Guerrero, (2004) dari berbagai macam banyaknya emosi yang ada dan muncul ketika seseorang mengalami jealousy ada tiga macam emosi yang tepat dan cocok untuk menunjukan jealousy. Ketiga emosi tersebut adalah hurt, anger, dan fear. Ketiga emosi tersebut merupakan dasar emosi yang melandasi peserta bina


(33)

pranikah klasis “X” Bandung dalam bertindak ketika dirinya sedang mengalami jealousy. Ketiga emosi tersebut memiliki pengertian yang berbeda-beda tetapi ketiga emosi itu yang menunjang pengendalian perilaku dalam mengerjakan sesuatu ketika seseorang sedang mengalami jealousy. Hurt sendiri merupakan sesuatu yang dimunculkan dari persepsi bahwa pasangan kita tidak menghargai kita dan tidak menghargai komitmennya terhadap hubungan yang dijalani, sedangkan fear dan juga anxiety merupakan hasil dari kemungkinan-kemungkinan ditinggalkan dan juga kehilangan (Guerrero and Andersen, 1998 dalam Miller, Rowland S. et al 2007). Tidak hanya rasa sakit akan kehilangan pasangan yang berharga yang menyebabkan jealousy. Orang dapat menderita ketika mereka kehilangan sebuah hubungan dengan alasan apapun, menderita karena adanya jarak dengan pasangan dan menderita karena kematian pasangan yang mendadak. Elemen yang unik dari jealousy adalah adanya rival cinta yang mengancam dan mulai menarik pasangan untuk menjadi jealous. Disini seseorang harus mengalami ketakutan akan kehilangan hubungan dan adanya saingan yang berusaha menghilangkan hubungan tersebut (Desteno & Salovey, 1994 dalam Miller, Rowland S. et al 2007). Anger merupakan emosi yang dimunculkan dikarenakan adanya tingkah laku dari pasangan yang mulai berpaling pada orang lain. Dapat dikesampingkan siapa yang membuat individu menjadi marah. (Mathes, Adams, & Davies, 1985 dalam Miller, Rowland S. et al 2007), tetapi menurut Paul Foss, dan Galloway (1993) perasaan marah sulit dikesampingkan ketika yang terjadi adalah pengkhianatan yang dilakukan oleh teman (berubahnya teman menjadi saingan). Kebanyakan perasaan marah ketika


(34)

seseorang merasa jealous, ditujukan kepada pasangannya sendiri karena peserta mulai berpaling kepada orang lain. Terkadang kemarahan menjadi kekerasan dan hal ini yang menyebabkan banyaknya kasus pembunuhan (Buss, 2000 dalam Miller, Rowland S. et al 2007). Peserta bina pranikah yang mengalami jealousy akan mengalami ketiga emosi ini, ketika peserta bina pranikah mengalami emosi hurt maka peserta konseling akan merasa tersakiti akan tindakan yang dilakukan oleh pasangannya. Sedangkan ketika mengalami fear maka peserta bina pranikah akan mengalami ketakutan akan ditinggalkan oleh pasangannya, jika peserta bina pranikah mengalami emosi anger maka mereka akan merasakan perasaan marah terhadap tindakan yang dilakukan oleh pasangnnya yang dapat berakibat tindakan agresi.

Jealousy memiliki dua tipe yaitu reactive jealousy dan supicious jealousy. Reactive jealousy merupakan jealousy dirasakan ketika seseorang menjadi waspada terhadap ancaman nyata yang muncul terhadap hubungan (Bringle & Buunk, 1991 dalam Miller, Rowland S. et al 2007) ancaman yang muncul dalam reactive jealousy belum tentu merupakan kejadian yang sedang terjadi sekarang, mungkin kejadian tersebut berasal dari masa lalu, atau merupakan sesuatu yang diantisipasi terhadap masa depan (seperti ketika pasangan mengungkapkan keinginan untuk berkencan dengan orang lain). Ractive jealousy merupakan jealousy yang dapat dikatakan sebagai reaksi normal terhadap tingkah laku dari pasangan, jealousy ini muncul ketika individu menghadapi fakta yang nyata dari tingkah laku pasangannya. Tipe jealousy ini menyebabkan peserta peserta bina pranikah akan bereaksi (marah, sedih, takut) ketika dirinya


(35)

mendapatkan fakta akan perbuatan pasangan yang mempunyai potensi untuk merusak hubungan mereka. Tipe yang kedua yaitu supicious Jealousy merupakan jealousy yang dirasakan sebelum pasangannya melakukan sesuatu dan juga kecurigaan individu tersebut tidak sesuai fakta-fakta yang ada (Bringle & Buunk, 1991 dalam Miller, Rowland S. et al 2007). Supicious jealousy dapat menghasilkan ketakutan dan juga ketidak percayaan serta usaha mengikuti pasangannya untuk mencari fakta yang dapat membuktikan kecurigaannya, dan itu dapat dikelompokkan kedalam outright paranoia (penampilan tingkah laku yang seperti paranoid, individu akan bertingkah laku seperti paranoid yaitu ketakutan akan hal-hal yang mungkin terjadi sehingga berusaha menghindarinya) sampai kepada mildly overactive imagination (bereaksi dengan imajinasi yang berlebihan, individu akan mengembangkan imajinasi akan apa yang mungkin terjadi). Peserta bina pranikah klasis “X” Bandung yang memiliki supicious jealousy yang tinggi akan melakukan hal hal yang tidak masuk diakal seperti akan memaksa pasangannya mengaku kesalahan yang ia tidak buat, selalu mengikuti pesertanya untuk membuktikan kecurigaan dan memiliki kahayalan yang cukup banyak tentang keburukan pasangannya dan menambah keinginannya untuk membuktikannya.

Dalam hubungan antara attachment style dengan jealousy seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kita dapat melihat bahwa keduanya memiliki hubungan dalam emosi pembentuknya serta bagaimana attachment dapat mempengaruh jealousy. Oleh karena itu, keempat tipe attachment dapat mempengaruhi munculnya kedua jenis jealousy. Ketika individu peserta bina pranikah klasis “X”


(36)

Bandung yang mempunyai tipe attachment style secure memunculkan tipe jealousy reactive maka, individu tersebut tetap akan merasa dirinya layak untuk dicintai dan dihargai oleh pasangan dan juga percaya bahwa pasangannya akan menghargai dan mencintainya serta responsif saat ia membutuhkan. Ia akan mengungkapkan reaksi (marah,takut,tersakiti) secara langsung kepada pasangannya ketika sedang menghadapi situasi yang menimbulkan kecemburuan. Di sisi yang lain, peserta bina pranikah klasis “X” Bandung yang mempunyai tipe attachment style secure namun memunculkan tipe jealousy suspicious akan berusaha membuktikan bahwa dirinya layak untuk dicintai dan dihargai oleh pasangannya dan masih tetap berusaha untuk mempercaya bahwa pasangannya dapat bersikap responsif, menghargai dan mencintainya. Karena itu, ketika ia mengalami jealousy ia akan berusaha membuktikan bahwa dugaannya tidak benar tetapi tidak tertutup kemungkinan bahwa ia juga khawatir bahwa harapannya tentang pasangannya yang responsif dan dapat mencintainya akan terhapus oleh dugaan bahwa ada individu atau hal yang lebih penting daripada dirinya. Oleh sebab itu kadang-kadang, ia akan mengungkapkan kecurigaan pada pasangannya padahal tidak jelas penyebabnya.

Individu peserta bina pranikah klasis “X” Bandung yang mempunyai tipe attachment style preoccupied dan memunculkan tipe jealousy reactive, akan berusaha untuk mencari perhatian dari pasangannya dikarena merasa dirinya tidak pantas untuk dicintai dan dihargai tapi memiliki ekspektansi positif terhadap pasangan. Ia akan bereaksi (marah,takut,tersakiti) secara langsung ketika sedang menghadapi situasi yang menimbulkan kecemburuan dengan ungkapan-ungkapan


(37)

yang bernada bahwa pasangan akan meninggalkannya untuk mencari orang atau hal yang lebih layak diutamakan dibanding dirinya. Untuk individu peserta bina pranikah klasis “X” Bandung yang mempunyai tipe attachment style preoccupied dan memunculkan tipe jealousy suspicious, individu tersebut akan berusaha untuk mencari perhatian dan manja pada pasangannya seperti tak memiliki waktu lagi untuk mendapatkan perhatian. Hal ini dikarenakan merasa dirinya tidak pantas untuk dicintai, dihargai pasangan dan penuh dugaan-dugaan akan adanya individu atau hal lain yang lebih layak bagi pasangannya dibanding dengan dirinya. Ia selalu takut akan kehilangan pasangan sebagai tempat bergantungnya dan bersikap posesif.

Individu peserta bina pranikah klasis “X” Bandung yang mempunyai tipe attachment style fearful dan memunculkan tipe jealousy reactive, akan memiliki perasaan tidak layak dikombinasikan dengan harapan bahwa pasangannya akan menanggapi secara negatif (tidak dapat dipercaya dan menolak), dengan menghindari keterlibatan yang dekat dengan pasangannya, memungkinkan individu melindungi diri mereka dari penolakan yang diantisipasi akan dilakukan pasangan dan ketika individu mengalami kecemburuan maka dirinya akan langsung menanggapi dengan tindakan menganggap hal itu tidak serius termasuk juga selalu berusaha tidak menganggap serius hubungannya dengan pasangan karena takut disakiti. Individu peserta bina pranikah klasis “X” Bandung yang mempunyai tipe attachment style fearful dan memunculkan tipe jealousy suspicious akan memiliki perasaan tidak layak dikombinasikan dengan harapan bahwa orang lain akan menanggapi secara negatif (tidak dapat dipercaya dan


(38)

menolak). Dengan menghindari keterlibatan yang dekat dengan pasangannya, memungkinkan individu melindungi dirinya dari penolakan yang diantisipasi akan dilakukan pasangan. Ketika individu mengalami kecemburuan maka dirinya akan langsung menduga-duga bahwa pasangan memang pada dasarnya memiliki seseorang atau hal-hal lain yang lebih penting dan layak untuk dicintai dibandingkan dengan dirinya tetapi menampilkan seolah olah tidak peduli dengan hal tersebut.

Individu peserta bina pranikah klasis “X” Bandung yang mempunyai tipe attachment style dismissing dan memunculkan tipe jealousy reactive akan merasa dirinya layak dicintai dan disayangi pasangannya, tetapi dalam berelasi, ia takut akan penolakan dan perlakuan buruk dari pasangan (karena model of other yang negatif), sehingga mereka secara aktif menghindari relasi dan ketika mengalami jealousy maka individu akan bertindak seolah olah tidak memperdulikan pasangannya serta menyalahkan pasangannya bila ada hal buruk yang terjadi dalam hubungan mereka. Bila individu peserta bina pranikah klasis “X” Bandung yang mempunyai tipe attachment style dismissing lalu memunculkan tipe jealousy suspicious, maka individu tersebut akan merasa dirinya layak dicintai dan disayangi orang lain, tetapi dalam berelasi, ia takut akan diperlakuan buruk oleh pasangannya (karena model of other yang negatif), Karena ketakutannya itu, mereka akan secara aktif menghindari relasi romantis dan menduga-duga tentang perlakuan yang akan dilakukan pasangan terhadap dirinya tanpa bukti yang jelas.

Terdapat faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam jealousy yaitu personality traits, dan traditional gender role. Faktor-fakor tersebut dapat


(39)

mempengaruhi tipe jealousy seseorang terhadap pasangannya dikarenakan latar belakang budaya dapat mengakibatkan cara berpikir yang berbeda dan juga nilai-nilai yang dianut juga berbeda.

Yang dimaksud dengan personality traits adalah sebuah pola cara hidup yang dibentuk dari perilaku, pemikiran, dan emosi. Seseorang yang dalam keadaan neuroticism yang mengkawatirkan berbagai macam masalah biasanya lebih mudah mengalami jealousy. Orang dengan tipe personality trait ini akan berusaha untuk membuktikan kecemasannya sehingga terkadang bertindak irrasional dalam membuktikan pikiran pikirannya. Sedangkan agreeable people yang dapat berlaku lebih koperatif dan lebih dapat mempercayai, lebih sulit untuk menjadi jealous (Gehl & Watson, 2003 dalam Miller, Rowland S. et al 2007). Peserta bina pranikah klasis “X” Bandung dengan tipe personality traits neuroticism akan cenderung lebih mudah mengalami jealousy ketika khawatir kehilangan pasangannya dan akan cenderung mudah bertindak irrasional untuk membuktikan kecurigaannya. Peserta bina pranikah klasis “X” Bandung dengan tipe personality traits agreeable people akan diam dan berusaha mempercayai pasangannya dan tidak secara ceroboh berusaha untuk membuktikan pikirannya tentang pesertanya ketika mengalami jealousy.

Traditional gender roles juga membuat jealousy lebih mudah terjadi (Hansen, 1985. dalam Miller, Rowland S. et al 2007). Traditional gender roles sendiri mengacu pada kecenderungan peran seseorang dalam lingkungan sosialnya sebagai laki-laki atau perempuan. Macho men dan feminim women mengalami jealousy lebih banyak dibandingkan dengan orang orang yang


(40)

androgynous, mungkin ini dikarenakan aturan traditional dari hubungan yang cukup ketat. Yang dimaksud dengan macho men adalah pria dengan ciri ciri sebagai pria yang aktif senang berpetualang, agresif, ambisius, senang berkompetisi, tidak mudah menyerah, dominan, merasa lebih superior, dapat bertahan dengan baik di bawah tekanan, tidak mudah terpengaruh, independen, mudah mengambil keputusan, terbuka, percaya diri serta, mengambil posisi. Sebagai pemimpin. Yang dimaksud dengan feminim woman adalah wanita dengan ciri-ciri mudah menyadari perasaan orang lain, penuh pertimbangan, mudah menangis mengabdikan diri untuk orang lain, emosional, memiliki perasaan mudah tersakiti, namun juga lebih mudah mengerti perasaan orang lain (Laura E Berk 1989). Dengan harapan yang kaku terhadap peran pasangannya maka terdapat ruang kecil untuk menyamakan ideologi serta mengambil jalan tengah dalam melakukan peran mereka saat menjadi pasangan. Peserta bina pranikah yang cenderung kaku dalam peran yang dijalankan baik sebagai pria maupun wanita akan lebih mudah mengalami jealous karena tidak dapat menerima jika pasangannya dapat mengerjakan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh dirinya.


(41)

Un iv er sitas Kri s ten M ar anat h a kuesi oner

attachmentstyl e dan jealousy

peserta bina pra ni ka h klasi s

͞X͟ Bandung

attachment styl e secure dismi ssing preoccupied fearful reactive jealousy suspici ous jealousy jealousy

faktor-faktor yang mem pengaruhi

je al ousy:

-personali ty trait - tradition gender role

- faktor l ingkungan(external) pola a suh

- faktor i nternal

-childhood attachment expe rie nce

-relationship outcomes:


(42)

1.6 Asumsi

1. Terdapat hubungan antara adult attachment style dengan tipe jealousy pada peserta bina pranikah klasis “X” Bandung

2. Ada dua dimensi dalam setiap working model yang dimiliki oleh para peserta bina pranikah klasis “X”, Bandung, yaitu dimensi model of self dan model of other.

3. Adult attachment pada peserta bina pranikah klasis “X”, Bandung merupakan bentuk relasi attachment yang dipengaruhi oleh relationship-specific working model, dimana perpaduan antara dimensi model of self dan model of other akan menimbulkan variasi dalam relasi individu dengan pasangannya, yang disebut adult attachment styles.

4. Ada empat variasi adult attachment style, yaitu secure, preoocupied, fearful, dan dismissing yang dapat ditemukan pada peserta bina pranikah klasis “X”, Bandung

5. Ada tiga emosi yang dirasakan peserta bina pranikah klasis “X”, Bandung yaitu hurt, anger, dan fear.

6. Ada dua tipe jealousy, yaitu reactive jealousy dan suspicious jealousy yang dapat ditemukan pada peserta bina pranikah klasis “X”, Bandung

7. Ada delapan variasi yang dapat muncul antara adult attachment style dengan jealousy yang dapat ditemukan pada peserta bina pranikah klasis “X” Bandung. Yaitu secure – reactive, secure – suspicious,


(43)

preoccupied – reactive, preoccupied – suspicious, fearful – reactive, fearful – suspicious, dismissing – reactive, dan dismissing – suspicious.

1.7 Hipotesa

Ho : adult attachment style tidak memiliki hubungan dengan tipe jealousy

Ha : adult attachment style memiliki hubungan dengan tipe jealousy

H1 : adult attachment style secure memiliki hubungan dengan tipe jealousy secure

H2 : adult attachment style preoccupied memiliki hubungan dengan tipe jealousy secure

H3 : adult attachment style fearfull memiliki hubungan dengan tipe jealousy suspicious

H4 : adulyt attachment style dismissing memiliki hubungan dengan tipe jealousy suspicious.


(44)

5.1. Kesimpulan

berdasarkan hasil peneltian dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat

ditarik suatu gambaran umum mengenai hubungan adult attachment style dan

jealousy pada peserta bina pranikah klasis „X‟ Bandung, dengan kesimpulan

sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara adult attachment style dengan jealousy

hal ini menandakan adanya hubungan yang saling mempengaruhi

antara adult attachment style dengan jealousy pada peserta bina

pranikah klasis “X” Bandung.

2. Terdapat 7 pola antara attachmentstyle dengan jealousy dalam

penelitian ini yaitu : secure – reactive (21.7%), secure – suspicious

(21.7%), preoccupied – reactive (13.04%), fearful – reactive

(13.04%), fearful – suspicious (4.34%), dismissing – reactive

(13.04%) dismissing – suspicious (13.04%) adanya perbedaan


(45)

jealousy akan memunculkan perilaku yang berbeda bagi tiap tiap

individu dalam menghadapi suatu situasi.

3. Relationship outcomes dapat mengubah kecenderungan adult

attachment style yang dimiliki peserta bina pranikah klasis “X”

Bandung dengan mempengaruhi komponen model of self dan

model of other dari relationship-specific working model of

attachment.

4. Personality traits dan kecenderungan pandangan terhadap gender

seseorang (traditional gender role) dapat mempengaruhi dalam

bagai mana berperilaku ketika mengalami jealousy sehingga

memunculkan tipe jealousy yang berbeda pada setiap peserta bina

pranikah klasis “X” Bandung.\

5.2 Saran

5.2.1 Saran bagi penelitian dan peneliti lain yang berminat melakukan

penelitian sejenis.

Agar hasil penelitian ini dapat dikembangkan melalui tinjauan


(46)

adult attachment style dengan jealousy dapat lebih dipahami secara

mendalam. Juga, mengadakan berbagai penelitian lanjutan yang

membahas hubungan adult attachment style dan jealousy dengan

hubungannya dengan faktor lain dalam diri individu dengan metode

penelitian dan sampel yang lebih beragam. Selain itu, peneliti juga

diharapkan dapat mengadakan perbaikan dan penormaan kembali alat ukur

yang digunakan, sehingga validitas dan reliabilitasnya tetap terjaga.

Agar dapat mengadakan penelitian-penelitian dengan desain

penelitian yang lebih bervariasi, misalnya desain longitudinal dan studi

kasus, untuk membahas hubungan yang ada antara adult attachment style

dengan jealousy untuk lebih mendapatkan hasil yang lebih komprehensif.

Juga, memanfaatkan berbagai jenis data penunjang yang berhubungan

dengan perkembangan hubungan individu dengan orang tua dan dengan

pasangan, sehingga dapat memperkaya pembahasan yang muncul dari

hasil penelitian. Juga pengantisipasian dalam merancang alat ukur

jealousy agar dipikirkan berbagai macam kemungkinan yang terjadi jika

meneliti sampel yang sama seperti kata mantan pacar yang harus diberi


(47)

dekat dengan saudara untuk mengantisipasi keadaan responden yang baru

pertama kalinya berpacaran.

5.2.2 Guna laksana

Agar peserta bina pranikah klasis “X” Bandung dapat

menggunakan hasil penelitian sebagai informasi tambahan untuk lebih

dapat menyesuaikan diri dengan pasangan atau memahami kecenderungan

dari perilaku yang dimunculkan ketika menjalin hubungan atau sedang

mengalami jealousy sehingga dapat membina hubungan yang harmonis.

Agar dapat membantu para konselor dengan menggunakan

informasi mengenai hubungan adult attachment style dengan jealousy

untuk lebih mengerti dinamika intra-individual dan dinamika

antar-individual dalam berelasi, dan dapat memanfaatkannya untuk

memfasilitasi kegiatan konseling Pranikah, baik secara perorangan,

berpasangan, maupun dalam kelas. Selain itu, dengan mengatahui

hubungan antara adult attachment style dan jealousy yang dimiliki setiap

individu para konselor diharapkan mampu mengenali pola-pola relasi yang


(48)

dapat meminimalisir efek negatif dari interaksi kedua individu melalui

proses konseling.

Agar masyarakat dapat menggunakan informasi mengenai hubungan

adult attachment style dan jealousy sebagai salah satu sudut pandang

untuk membahas relasi seorang individu dengan pasangannya dalam relasi

romantis, misalnya dalam pacaran, pertunangan, dan pernikahan, sehingga

pokok bahasan mengenai relasi sosial yang bersifat romantis dapat

menjadi semakin kaya, dengan diadakannya bahasan teoretis,

penelitian-penelitian, dan sosialisasi terhadap teori adult attachmentstyle


(49)

107

Bartholomew, K. 1991. A Test of Four Category Model of Attachment on Young Adults, Journal of Personality and Social Psychology Vol. 61 .American Psychological Association

______ 1998. Methods of Assessing Adult attachment: Do they Converge?. dalam Simpson, J.A. dan Rholes, W.S. Attachment Theory and Close

Relationship. New York: Guildford Press

Berk, E Laura, 2003. Child Development 6th edition, USA: Allyn and Bacon Publ.

Bowbly, J. 1969. attachment and Loss Vol 1: attachment. New York: Basic Books Inc.

______ 1988. A Secure Base. New York: Basic Books Inc.

Brehm, Sharon S. 2002. Intimate Relationship 3rd edition, McGraw-hill Companies, New York

Cox, Frank D. 1984. Human Intimacy: Family and Its Meaning, 3rd edition. Minnesota: West Publishing Co.

Hazan, Cindy dan Shaver, Philip.1987.Romantic Love Conseptualized as an attachment Process. Journal of Personality and Social Psychology vol 52. American Psychological Association, 511-525.


(50)

Lemme, Barbara Hansen. 1995. Development in Adulthood. Boston: Allyn and Bacon Publ.

Miller, Rowland S. et al, 2007. Intimate Relationship 4th edition, New York: McGraw-Hill

Nasir, Mohhamad. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia

Papalia, Diane E. et al, 2001. Human Development 8th edition, New York: McGraw-Hill


(51)

DAFTAR RUJUKAN

http://en.wikipedia.org/wiki/Jealousy_definitions

http://en.wikipedia.org/wiki/Relationship

http://en.wikipedia.org/wiki/Fear

http://en.wikipedia.org/wiki/Anger

http://en.wikipedia.org/wiki/Hurt

http://66.102.1.104/scholar?hl=id&lr=&client=firefox-a&q=cache:gxW39SrjwfM J:imagesrvr.epnet.com/embimages/pdh2/psp/psp723627.pdf+author:%22Shar psteen%22+intitle:%22Romantic+jealousy+and+adult+romantic+attachment

%22+

http://www.psychologicalscience.org/observer/getArticle.cfm?id=1467


(52)

http://72.14.235.132/search?q=cache:hSrwXy_UCk0J:levylab.psych.psu.edu/PDF s/Chapters/Levy,%2520Kelly,%2520%26%2520Jack%2520-%2520Sex%252 0differences%2520in%2520jealousy%2520(2006).pdf+hubungan+attachment +style+dengan+jealousy&cd=18&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a

http://72.14.235.132/search?q=cache:VtLEr9OcZ48J:mavdisk.mnsu.edu/ofarrk/Pe rsonal%2520Relationships/Lecture%2520Outlines/10_Stresses%2520%26%2 520Strains.pdf+hubungan+attachment+style+dengan+jealousy&cd=19&hl=id &ct=clnk&gl=id&client=firefox-a

http://72.14.235.132/search?q=cache:aEScGk6b8YsJ:www.jsecjournal.com/JSEC 2-3_Wade.pdf+hubungan+attachment+style+dengan+jealousy&cd=13&hl=id &ct=clnk&gl=id&client=firefox-a

http://72.14.235.132/custom?q=cache:cGPxVROXEOoJ:igitur-archive.library.uu. nl/fss/2008-1028-201133/83.%2520neuroticism%2520and%2520attachment.p df+Personality,+Birth+Order+and+Attachment+Styles+as+Related+to+Vario us+Types+of+Jealousy+filetype:pdf&cd=2&hl=en&ct=clnk&gl=uk&client=p ub-4834371934975238


(53)

Michael, Yuda Jermia. 2007. Studi Deskriptif mengenai Adult Attachment Styles Pada Para Pasangan Peserta Konseling Pranikah Di Gereja “X” Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.


(1)

106

Universitas Kristen Maranatha dapat meminimalisir efek negatif dari interaksi kedua individu melalui

proses konseling.

Agar masyarakat dapat menggunakan informasi mengenai hubungan

adult attachment style dan jealousy sebagai salah satu sudut pandang

untuk membahas relasi seorang individu dengan pasangannya dalam relasi

romantis, misalnya dalam pacaran, pertunangan, dan pernikahan, sehingga

pokok bahasan mengenai relasi sosial yang bersifat romantis dapat

menjadi semakin kaya, dengan diadakannya bahasan teoretis,

penelitian-penelitian, dan sosialisasi terhadap teori adult attachmentstyle


(2)

Adults, Journal of Personality and Social Psychology Vol. 61 .American Psychological Association

______ 1998. Methods of Assessing Adult attachment: Do they Converge?. dalam

Simpson, J.A. dan Rholes, W.S. Attachment Theory and Close

Relationship. New York: Guildford Press

Berk, E Laura, 2003. Child Development 6th edition, USA: Allyn and Bacon Publ.

Bowbly, J. 1969. attachment and Loss Vol 1: attachment. New York: Basic

Books Inc.

______ 1988. A Secure Base. New York: Basic Books Inc.

Brehm, Sharon S. 2002. Intimate Relationship 3rd edition, McGraw-hill Companies, New York

Cox, Frank D. 1984. Human Intimacy: Family and Its Meaning, 3rd edition. Minnesota: West Publishing Co.

Hazan, Cindy dan Shaver, Philip.1987.Romantic Love Conseptualized as an


(3)

108

Universitas Kristen Maranatha

Lemme, Barbara Hansen. 1995. Development in Adulthood. Boston: Allyn and

Bacon Publ.

Miller, Rowland S. et al, 2007. Intimate Relationship 4th edition, New York: McGraw-Hill

Nasir, Mohhamad. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia

Papalia, Diane E. et al, 2001. Human Development 8th edition, New York: McGraw-Hill


(4)

DAFTAR RUJUKAN

http://en.wikipedia.org/wiki/Jealousy_definitions

http://en.wikipedia.org/wiki/Relationship

http://en.wikipedia.org/wiki/Fear

http://en.wikipedia.org/wiki/Anger

http://en.wikipedia.org/wiki/Hurt

http://66.102.1.104/scholar?hl=id&lr=&client=firefox-a&q=cache:gxW39SrjwfM J:imagesrvr.epnet.com/embimages/pdh2/psp/psp723627.pdf+author:%22Shar psteen%22+intitle:%22Romantic+jealousy+and+adult+romantic+attachment

%22+

http://www.psychologicalscience.org/observer/getArticle.cfm?id=1467


(5)

110

Universitas Kristen Maranatha

http://72.14.235.132/search?q=cache:hSrwXy_UCk0J:levylab.psych.psu.edu/PDF s/Chapters/Levy,%2520Kelly,%2520%26%2520Jack%2520-%2520Sex%252 0differences%2520in%2520jealousy%2520(2006).pdf+hubungan+attachment +style+dengan+jealousy&cd=18&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a http://72.14.235.132/search?q=cache:VtLEr9OcZ48J:mavdisk.mnsu.edu/ofarrk/Pe rsonal%2520Relationships/Lecture%2520Outlines/10_Stresses%2520%26%2 520Strains.pdf+hubungan+attachment+style+dengan+jealousy&cd=19&hl=id &ct=clnk&gl=id&client=firefox-a http://72.14.235.132/search?q=cache:aEScGk6b8YsJ:www.jsecjournal.com/JSEC 2-3_Wade.pdf+hubungan+attachment+style+dengan+jealousy&cd=13&hl=id &ct=clnk&gl=id&client=firefox-a http://72.14.235.132/custom?q=cache:cGPxVROXEOoJ:igitur-archive.library.uu. nl/fss/2008-1028-201133/83.%2520neuroticism%2520and%2520attachment.p df+Personality,+Birth+Order+and+Attachment+Styles+as+Related+to+Vario us+Types+of+Jealousy+filetype:pdf&cd=2&hl=en&ct=clnk&gl=uk&client=p ub-4834371934975238 http://www.uiowa.edu/~grpproc/crisp/crisp.5.17.htm


(6)

Michael, Yuda Jermia. 2007. Studi Deskriptif mengenai Adult Attachment Styles Pada Para Pasangan Peserta Konseling Pranikah Di Gereja “X” Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.