Kebijakan Luar Negeri Pemerintahan Orde Baru
Kebijakan Luar Negeri Pemerintahan Orde Baru - Orde Baru adalah suatu tatanan
seluruh peri kehidupan rakyat, bangsa, dan negara yang diletakkan kembali kepada
pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Langkah-langkah
yang diambil oleh Kabinet Ampera dalam menata kembali politik luar negeri, antara
lain sebagai berikut.
a. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September 1966 dan tercatat
sebagai anggota ke-60. Sebagai anggota PBB, Indonesia telah banyak memperoleh
manfaat dan bantuan dari organisasi internasional tersebut.
Manfaat dan bantuan PBB, antara lain sebagai berikut.
1) PBB turut berperan dalam mempercepat proses pengakuan de facto ataupun
de jure kemerdekaan Indonesia oleh dunia internasional.
2) PBB turut berperan dalam proses kembalinya Irian Barat ke wilayah RI.
3) PBB banyak memberikan sumbangan kepada bangsa Indonesia dalam bidang
ekonomi, sosial, dan kebudayaan.
Hubungan yang harmonis antara Indonesia dan PBB menjadi terganggu sejak
Indonesia menyatakan diri keluar dari keanggotaan PBB pada tanggal 7 Januari 1965.
Keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB tersebut sebagai protes atas diterimanya
Federasi Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, sedangkan
Indonesia sendiri pada saat itu sedang berkonfrontasi dengan Malaysia. Akibat keluar
dari keanggotaan PBB, Indonesia praktis terkucil dari pergaulan dunia. Hal itu jelas
sangat merugikan pihak Indonesia.
b. Penghentian Konfrontasi dengan Malaysia
Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia setelah diumumkan Dwikora oleh
Presiden Soekarno pada tanggal 3 Mei 1964. Tindakan pemerintah Orde Lama ini
jelas menyimpang dari pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif.
Pada masa Orde Baru, politik luar negeri Indonesia dikembalikan lagi pada politik
bebas aktif sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini merupakan pelaksanaan
dari Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966. Indonesia segera memulihkan hubungan
dengan Malaysia yang sejak 1964 terputus.
Normalisasi hubungan Indonesia–Malaysia tersebut berhasil dicapai dengan
ditandatangani Jakarta Accord pada tanggal 11 Agustus 1966. Persetujuan normalisasi
hubungan Indonesia–Malaysia merupakan hasil perundingan di Bangkok (29 Mei–1
Juni 1966). Perundingan dilakukan Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri
Malaysia, Tun Abdul Razak dan Menteri Utama/Menteri Luar Negeri Indonesia,
Adam Malik. Perundingan telah menghasilkan persetujuan yang dikenal sebagai
Persetujuan Bangkok.
Adapun persetujuan Bangkok mengandung tiga hal pokok, yaitu sebagai berikut.
1) Rakyat Sabah dan Serawak akan diberi kesempatan menegaskan lagi keputusan
yang telah diambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
2) Kedua pemerintah menyetujui memulihkan hubungan diplomatik.
3) Kedua pemerintah menghentikan segala bentuk permusuhan.
c. Pembentukan Organisasi ASEAN
Association of Southeast Asian Nations atau Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia
Tenggara atau dikenal dengan nama ASEAN. ASEAN merupakan organisasi regional
yang dibentuk atas prakarsa lima menteri luar negeri negara-negara di kawasan Asia
Tenggara. Kelima menteri luar negeri tersebut adalah Narsisco Ramos dari
Filipina, Adam Malik dari Indonesia, Thanat Khoman dari Thailand, Tun Abdul
Razak dari Malaysia, dan S. Rajaratnam dari Singapura.
Penandatanganan naskah pembentukan ASEAN dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus
1967 di Bangkok sehingga naskah pembentukan ASEAN itu disebut Deklarasi
Bangkok. Syarat menjadi anggota adalah dapat menyetujui dasar dan tujuan
pembentukan ASEAN seperti yang tercantum dalam Deklarasi ASEAN.
Keanggotaan ASEAN bertambah seiring dengan banyaknya negara yang merdeka.
Brunei Darussalam secara resmi diterima menjadi anggota ASEAN yang keenam pada
tanggal 7 Januari 1984. Vietnam diterima menjadi anggota ASEAN ketujuh pada
tanggal 28 Juli 1995. Sementara itu, Laos dan Myanmar bergabung dengan ASEAN
pada tanggal 23 Juli 1997 dan menjadi anggota kedelapan dan kesembilan.
Kampuchea menjadi anggota ASEAN yang kesepuluh pada tanggal 30 April 1999.
ASEAN mempunyai tujuan utama, antara lain:
1) meletakkan dasar yang kukuh bagi usaha bersama secara regional dalam
mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan perkembangan
kebudayaan;
2) meletakkan landasan bagi terwujudnya suatu masyarakat yang sejahtera dan damai
di kawasan Asia Tenggara;
3) memberi sumbangan ke arah kemajuan dan kesejahteraan dunia;
4) memajukan perdamaian dan stabilitas regional dengan menghormati keadilan,
hukum, serta prinsip-prinsip Piagam PBB;
5) memajukan kerja sama aktif dan tukar-menukar bantuan untuk kepentingan
bersama dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan, dan
administrasi;
6) memajukan pelajaran-pelajaran (studies) tentang Asia Tenggara;
7) memajukan kerja sama yang erat dan bermanfaat, di tengah-tengah organisasiorganisasi regional dan internasional lainnya dengan maksud dan tujuan yang sama
dan menjajaki semua bidang untuk kerja sama yang lebih erat di antara anggota.
Dasar kerja sama ASEAN adalah:
1) saling menghormati kemerdekaan, kedaulatan, persamaan, integritas teritorial, dan
identitas semua bangsa;
2) mengakui hak setiap bangsa untuk penghidupan nasional yang bebas dari ikut
campur tangan, subversi, dan konversi dari luar;
3) tidak saling mencampuri urusan dalam negeri masing-masing;
4) menyelesaikan pertengkaran dan persengketaan secara damai;
5) tidak menggunakan ancaman dan penggunaan kekuatan;
6) menjalankan kerja sama secara efektif.
d. Keikutsertaan Indonesia dalam Berbagai Organisasi Internasional
Pemerintahan Indonesia masa Orde Baru juga aktif dalam beberapa lembaga
internasional, seperti berikut ini.
1) Consultative Group on Indonesia (CGI)
Sebelum pemerintah Indonesia mendapat bantuan dana pembangunan dari
Consultative Group on Indonesia (CGI) terlebih dahulu mendapat bantuan dana
pembangunan dari Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI). InterGovernmental Group on Indonesia (IGGI) didirikan pada tahun 1967.
Tujuannya, memberi bantuan kredit jangka panjang dengan bunga ringan kepada
Indonesia untuk biaya pembangunan. Anggota IGGI terdiri atas dua kelompok.
a) Negara-negara kreditor, seperti Inggris, Prancis, Belgia, Italia, Swiss, Jepang,
Belanda, Jerman Barat, Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Kanada.
b) Badan keuangan dunia baik internasional maupun regional, seperti Bank Dunia
(World Bank), Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank), Dana Moneter
Internasional (International Monetary Fund), dan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).
IGGI berpusat di Den Haag (Belanda). Ketua IGGI dijabat oleh Menteri Kerja Sama
Pembangunan Kerajaan Belanda. Bantuan IGGI kepada Indonesia, antara lain
berbentuk:
a) bantuan proyek,
b) bantuan program,
c) bantuan pangan,
d) bantuan teknik,
e) devisa kredit (devisa yang diperoleh dari pinjaman), dan
f) grant (sumbangan atau hadiah).
Bantuan IGGI kepada Indonesia ini diberikan setiap tahun. Setiap tahun
diselenggarakan sidang IGGI untuk membahas dan mengevaluasi pelaksanaan
pembangunan Indonesia sebagai dasar pemberian bantuan tahun berikutnya. Bantuan
yang berbentuk pinjaman (devisa kredit) bersyarat lunak dengan bunga berkisar 0–3%
setahun dengan jangka waktu angsuran berkisar 7–10 tahun.
Bantuan dari IGGI yang digunakan untuk pembangunan proyek-proyek produktif dan
kesejahteraan sosial itu, antara lain sebagai berikut.
a) Bantuan teknik, umumnya tidak diterima dalam bentuk uang, tetapi dalam bentuk
bantuan tenaga ahli, peralatan laboratorium, dan penelitian.
b) Grant digunakan untuk biaya berbagai macam keperluan pembangunan, misalnya
untuk membeli kapal angkutan laut.
c) Devisa kredit dan bantuan pangan digunakan untuk biaya impor barang modal,
bahan baku, dan bahan makanan.
d) Bantuan proyek digunakan untuk biaya pembangunan proyek listrik, pembangunan
telekomunikasi, pengairan, pendidikan, kesehatan (program KB), dan prasarana
lainnya.
e) Bantuan program digunakan untuk biaya penyusunan program pembangunan.
Pada tanggal 25 Maret 1992, IGGI bubar sebab Indonesia menolak bantuan Belanda
yang dianggap terlalu banyak mengaitkan pinjaman luar negerinya dengan masalah
politik di Indonesia. Sebagai penggantinya, pemerintah Indonesia meminta pada Bank
Dunia membentuk Consultative Group on Indonesia (CGI).
CGI mengadakan sidang pertama kali di Paris, Prancis tanggal 16 Juli 1992. Sidang
dihadiri oleh 18 negara dan 10 lembaga internasional yang dipimpin oleh Bank Dunia.
Anggota CGI terdiri atas negara-negara bekas anggota IGGI (kecuali Belanda) dan
lembaga-lembaga internasional.
Negara anggota CGI itu, antara lain:
a) Jepang,
b) Korea Selatan,
c) Amerika Serikat, ,
d) Prancis,
e) Jerman,
f) Inggris,
g) Swiss,
h) Belgia,
i ) Denmark,
j) Austria,
k) Kanada,
l) Italia
m) Spanyol,
n) Finlandia,
o) Swedia,
p) Norwegia, dan
q) Selandia Baru.
Lembaga internasional yang ikut dalam CGI, antara lain:
a) World Bank,
b) ADB,
c) UNDP,
d) WFP,
e) UNFPA,
f) WHO,
g) FAO,
h) UNIDO,
i) ILO,
j) UNESCO,
k) UNHCR,
l) IAEA,
m) Mordic Invesment Bank,
n) IFAD,
o) IDB,
p) UNICEF,
q) Kuwait Fund, dan
r) Saudi Fund.
2) Asia Pasific Economic Cooperation (APEC)
APEC merupakan forum kerja sama ekonomi negara-negara di kawasan Asia dan
Pasifik. APEC terbentuk pada bulan Desember 1989 di Canberra, Australia. Gagasan
APEC muncul dari Robert Hawke, Perdana Menteri Australia saat itu.
Latar belakang terbentuknya APEC adalah perkembangan situasi politik dan ekonomi
dunia pada waktu itu yang berubah dengan cepat. Hal ini diikuti dengan kekhawatiran
gagalnya perundingan Putaran Uruguay (masalah perdagangan bebas). Apabila
perdagangan bebas gagal disepakati, diduga akan memicu sikap proteksi dari negaranegara maju.
Indonesia, sebagai anggota APEC, mempunyai peranan yang cukup penting. Dalam
pertemuan di Seattle, Amerika Serikat (1993), Indonesia ditunjuk sebagai Ketua
APEC untuk periode 1994–1995. Sebagai Ketua APEC, Indonesia berhasil
menyelenggarakan pertemuan APEC di Bogor pada tanggal 14–15 November 1994
yang dihadiri oleh 18 kepala negara dan kepala pemerintahan negara anggota. Sidang
APEC di Tokyo tahun 1995, memutuskan bahwa era perdagangan bebas akan mulai
diberlakukan tahun 2003 bagi negara maju dan 2010 bagi negara berkembang.
Demikianlah materi Kebijakan Luar Negeri Pemerintahan Orde Baru, selamat belajar.
seluruh peri kehidupan rakyat, bangsa, dan negara yang diletakkan kembali kepada
pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Langkah-langkah
yang diambil oleh Kabinet Ampera dalam menata kembali politik luar negeri, antara
lain sebagai berikut.
a. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September 1966 dan tercatat
sebagai anggota ke-60. Sebagai anggota PBB, Indonesia telah banyak memperoleh
manfaat dan bantuan dari organisasi internasional tersebut.
Manfaat dan bantuan PBB, antara lain sebagai berikut.
1) PBB turut berperan dalam mempercepat proses pengakuan de facto ataupun
de jure kemerdekaan Indonesia oleh dunia internasional.
2) PBB turut berperan dalam proses kembalinya Irian Barat ke wilayah RI.
3) PBB banyak memberikan sumbangan kepada bangsa Indonesia dalam bidang
ekonomi, sosial, dan kebudayaan.
Hubungan yang harmonis antara Indonesia dan PBB menjadi terganggu sejak
Indonesia menyatakan diri keluar dari keanggotaan PBB pada tanggal 7 Januari 1965.
Keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB tersebut sebagai protes atas diterimanya
Federasi Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, sedangkan
Indonesia sendiri pada saat itu sedang berkonfrontasi dengan Malaysia. Akibat keluar
dari keanggotaan PBB, Indonesia praktis terkucil dari pergaulan dunia. Hal itu jelas
sangat merugikan pihak Indonesia.
b. Penghentian Konfrontasi dengan Malaysia
Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia setelah diumumkan Dwikora oleh
Presiden Soekarno pada tanggal 3 Mei 1964. Tindakan pemerintah Orde Lama ini
jelas menyimpang dari pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif.
Pada masa Orde Baru, politik luar negeri Indonesia dikembalikan lagi pada politik
bebas aktif sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini merupakan pelaksanaan
dari Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966. Indonesia segera memulihkan hubungan
dengan Malaysia yang sejak 1964 terputus.
Normalisasi hubungan Indonesia–Malaysia tersebut berhasil dicapai dengan
ditandatangani Jakarta Accord pada tanggal 11 Agustus 1966. Persetujuan normalisasi
hubungan Indonesia–Malaysia merupakan hasil perundingan di Bangkok (29 Mei–1
Juni 1966). Perundingan dilakukan Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri
Malaysia, Tun Abdul Razak dan Menteri Utama/Menteri Luar Negeri Indonesia,
Adam Malik. Perundingan telah menghasilkan persetujuan yang dikenal sebagai
Persetujuan Bangkok.
Adapun persetujuan Bangkok mengandung tiga hal pokok, yaitu sebagai berikut.
1) Rakyat Sabah dan Serawak akan diberi kesempatan menegaskan lagi keputusan
yang telah diambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
2) Kedua pemerintah menyetujui memulihkan hubungan diplomatik.
3) Kedua pemerintah menghentikan segala bentuk permusuhan.
c. Pembentukan Organisasi ASEAN
Association of Southeast Asian Nations atau Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia
Tenggara atau dikenal dengan nama ASEAN. ASEAN merupakan organisasi regional
yang dibentuk atas prakarsa lima menteri luar negeri negara-negara di kawasan Asia
Tenggara. Kelima menteri luar negeri tersebut adalah Narsisco Ramos dari
Filipina, Adam Malik dari Indonesia, Thanat Khoman dari Thailand, Tun Abdul
Razak dari Malaysia, dan S. Rajaratnam dari Singapura.
Penandatanganan naskah pembentukan ASEAN dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus
1967 di Bangkok sehingga naskah pembentukan ASEAN itu disebut Deklarasi
Bangkok. Syarat menjadi anggota adalah dapat menyetujui dasar dan tujuan
pembentukan ASEAN seperti yang tercantum dalam Deklarasi ASEAN.
Keanggotaan ASEAN bertambah seiring dengan banyaknya negara yang merdeka.
Brunei Darussalam secara resmi diterima menjadi anggota ASEAN yang keenam pada
tanggal 7 Januari 1984. Vietnam diterima menjadi anggota ASEAN ketujuh pada
tanggal 28 Juli 1995. Sementara itu, Laos dan Myanmar bergabung dengan ASEAN
pada tanggal 23 Juli 1997 dan menjadi anggota kedelapan dan kesembilan.
Kampuchea menjadi anggota ASEAN yang kesepuluh pada tanggal 30 April 1999.
ASEAN mempunyai tujuan utama, antara lain:
1) meletakkan dasar yang kukuh bagi usaha bersama secara regional dalam
mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan perkembangan
kebudayaan;
2) meletakkan landasan bagi terwujudnya suatu masyarakat yang sejahtera dan damai
di kawasan Asia Tenggara;
3) memberi sumbangan ke arah kemajuan dan kesejahteraan dunia;
4) memajukan perdamaian dan stabilitas regional dengan menghormati keadilan,
hukum, serta prinsip-prinsip Piagam PBB;
5) memajukan kerja sama aktif dan tukar-menukar bantuan untuk kepentingan
bersama dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan, dan
administrasi;
6) memajukan pelajaran-pelajaran (studies) tentang Asia Tenggara;
7) memajukan kerja sama yang erat dan bermanfaat, di tengah-tengah organisasiorganisasi regional dan internasional lainnya dengan maksud dan tujuan yang sama
dan menjajaki semua bidang untuk kerja sama yang lebih erat di antara anggota.
Dasar kerja sama ASEAN adalah:
1) saling menghormati kemerdekaan, kedaulatan, persamaan, integritas teritorial, dan
identitas semua bangsa;
2) mengakui hak setiap bangsa untuk penghidupan nasional yang bebas dari ikut
campur tangan, subversi, dan konversi dari luar;
3) tidak saling mencampuri urusan dalam negeri masing-masing;
4) menyelesaikan pertengkaran dan persengketaan secara damai;
5) tidak menggunakan ancaman dan penggunaan kekuatan;
6) menjalankan kerja sama secara efektif.
d. Keikutsertaan Indonesia dalam Berbagai Organisasi Internasional
Pemerintahan Indonesia masa Orde Baru juga aktif dalam beberapa lembaga
internasional, seperti berikut ini.
1) Consultative Group on Indonesia (CGI)
Sebelum pemerintah Indonesia mendapat bantuan dana pembangunan dari
Consultative Group on Indonesia (CGI) terlebih dahulu mendapat bantuan dana
pembangunan dari Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI). InterGovernmental Group on Indonesia (IGGI) didirikan pada tahun 1967.
Tujuannya, memberi bantuan kredit jangka panjang dengan bunga ringan kepada
Indonesia untuk biaya pembangunan. Anggota IGGI terdiri atas dua kelompok.
a) Negara-negara kreditor, seperti Inggris, Prancis, Belgia, Italia, Swiss, Jepang,
Belanda, Jerman Barat, Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Kanada.
b) Badan keuangan dunia baik internasional maupun regional, seperti Bank Dunia
(World Bank), Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank), Dana Moneter
Internasional (International Monetary Fund), dan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).
IGGI berpusat di Den Haag (Belanda). Ketua IGGI dijabat oleh Menteri Kerja Sama
Pembangunan Kerajaan Belanda. Bantuan IGGI kepada Indonesia, antara lain
berbentuk:
a) bantuan proyek,
b) bantuan program,
c) bantuan pangan,
d) bantuan teknik,
e) devisa kredit (devisa yang diperoleh dari pinjaman), dan
f) grant (sumbangan atau hadiah).
Bantuan IGGI kepada Indonesia ini diberikan setiap tahun. Setiap tahun
diselenggarakan sidang IGGI untuk membahas dan mengevaluasi pelaksanaan
pembangunan Indonesia sebagai dasar pemberian bantuan tahun berikutnya. Bantuan
yang berbentuk pinjaman (devisa kredit) bersyarat lunak dengan bunga berkisar 0–3%
setahun dengan jangka waktu angsuran berkisar 7–10 tahun.
Bantuan dari IGGI yang digunakan untuk pembangunan proyek-proyek produktif dan
kesejahteraan sosial itu, antara lain sebagai berikut.
a) Bantuan teknik, umumnya tidak diterima dalam bentuk uang, tetapi dalam bentuk
bantuan tenaga ahli, peralatan laboratorium, dan penelitian.
b) Grant digunakan untuk biaya berbagai macam keperluan pembangunan, misalnya
untuk membeli kapal angkutan laut.
c) Devisa kredit dan bantuan pangan digunakan untuk biaya impor barang modal,
bahan baku, dan bahan makanan.
d) Bantuan proyek digunakan untuk biaya pembangunan proyek listrik, pembangunan
telekomunikasi, pengairan, pendidikan, kesehatan (program KB), dan prasarana
lainnya.
e) Bantuan program digunakan untuk biaya penyusunan program pembangunan.
Pada tanggal 25 Maret 1992, IGGI bubar sebab Indonesia menolak bantuan Belanda
yang dianggap terlalu banyak mengaitkan pinjaman luar negerinya dengan masalah
politik di Indonesia. Sebagai penggantinya, pemerintah Indonesia meminta pada Bank
Dunia membentuk Consultative Group on Indonesia (CGI).
CGI mengadakan sidang pertama kali di Paris, Prancis tanggal 16 Juli 1992. Sidang
dihadiri oleh 18 negara dan 10 lembaga internasional yang dipimpin oleh Bank Dunia.
Anggota CGI terdiri atas negara-negara bekas anggota IGGI (kecuali Belanda) dan
lembaga-lembaga internasional.
Negara anggota CGI itu, antara lain:
a) Jepang,
b) Korea Selatan,
c) Amerika Serikat, ,
d) Prancis,
e) Jerman,
f) Inggris,
g) Swiss,
h) Belgia,
i ) Denmark,
j) Austria,
k) Kanada,
l) Italia
m) Spanyol,
n) Finlandia,
o) Swedia,
p) Norwegia, dan
q) Selandia Baru.
Lembaga internasional yang ikut dalam CGI, antara lain:
a) World Bank,
b) ADB,
c) UNDP,
d) WFP,
e) UNFPA,
f) WHO,
g) FAO,
h) UNIDO,
i) ILO,
j) UNESCO,
k) UNHCR,
l) IAEA,
m) Mordic Invesment Bank,
n) IFAD,
o) IDB,
p) UNICEF,
q) Kuwait Fund, dan
r) Saudi Fund.
2) Asia Pasific Economic Cooperation (APEC)
APEC merupakan forum kerja sama ekonomi negara-negara di kawasan Asia dan
Pasifik. APEC terbentuk pada bulan Desember 1989 di Canberra, Australia. Gagasan
APEC muncul dari Robert Hawke, Perdana Menteri Australia saat itu.
Latar belakang terbentuknya APEC adalah perkembangan situasi politik dan ekonomi
dunia pada waktu itu yang berubah dengan cepat. Hal ini diikuti dengan kekhawatiran
gagalnya perundingan Putaran Uruguay (masalah perdagangan bebas). Apabila
perdagangan bebas gagal disepakati, diduga akan memicu sikap proteksi dari negaranegara maju.
Indonesia, sebagai anggota APEC, mempunyai peranan yang cukup penting. Dalam
pertemuan di Seattle, Amerika Serikat (1993), Indonesia ditunjuk sebagai Ketua
APEC untuk periode 1994–1995. Sebagai Ketua APEC, Indonesia berhasil
menyelenggarakan pertemuan APEC di Bogor pada tanggal 14–15 November 1994
yang dihadiri oleh 18 kepala negara dan kepala pemerintahan negara anggota. Sidang
APEC di Tokyo tahun 1995, memutuskan bahwa era perdagangan bebas akan mulai
diberlakukan tahun 2003 bagi negara maju dan 2010 bagi negara berkembang.
Demikianlah materi Kebijakan Luar Negeri Pemerintahan Orde Baru, selamat belajar.