Kebijakan luar negeri amerika serikat terhadap Mesir pada paruh pertama pemerintahan Muhammad Mursi 2012

(1)

KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MUHAMMAD MURSI

(2012)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: Ali Akbar 1110114000018

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015


(2)

KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MUHAMMAD MURSI

(2012)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: Ali Akbar 1110114000018

Di Bawah Bimbingan:

Pembimbing Pembimbing Akademik

A. Fuad Fanani, MA Debbie Affianty, M.Si

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2015


(3)

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MUHAMMAD MURSI (2012)

1. Merupakan karya hasil saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil asli karya saya atau merupakan hasil dari jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 17 Juni 2015


(4)

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi Menyatakan bahwa Mahasiswa

Nama: Ali Akbar NIM: 1110114000018

Program Studi : Hubungan Internasional

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul

KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR PASCA TERPILIHNYA MUHAMMAD MURSI SEBAGAI PRESIDEN MESIR 2012

Dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 17 Juni 2015

Mengetahui, Mengetahui, Ketua Program Studi Pembimbing


(5)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

KEBIJAKAN LUAR NEGERI AS TERHADAP MESIR PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MURSI

Oleh Ali Akbar 1110114000018

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Juni 2015. Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.

Ketua, Sekretaris,

Debbie Affianty, M.Si Debbie Affianty, M.Si

Penguji I Penguji II

Eva Mushoffa, MHSPS Andar Nubowo, DEA

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 02 Juli 2015 Ketua Program Studi

Hubungan Internasional


(6)

ABSTRAKSI

Skripsi ini menganalisa kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap Mesir pada paruh pemerintahan Muhammad Mursi di Mesir. Terpilihya Mursi yang berasal dari kelompok Ikhwanul Muslimin menjadi ancaman bagi kepentingan-kepentingan AS di negara itu. Dalam upaya untuk menjaga kepentingan-kepentingannya di Mesir dan Timur Tengah, pemerintahan Obama menerapkan sebuah kebijakan yang bertujuan untuk menyeimbangkan sejumlah kepentingan Amerika Serikat di negara itu. Hal ini membuat Amerika Serikat melakukan beberapa revisi strategi bantuan pembangunan, dan menggunakan diplomasi dengan cara mengutus Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dan US Defense Secretary Leon Panetta ke Kairo untuk menyikapi transisi politik dan keamanan Mesir. Dalam skripsi ini juga membahas beberapa faktor baik internal dan eksternal yang mempengaruhi kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir.

Kerangka teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah konsep kebijakan luar negeri Rosenau, konsep kepentingan nasional Paul Seabury dan konsep geopolitik. Dari analisa dengan menggunakan ketiga konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir pada paruh pertama kepemimpinan Mursi, yaitu AS tidak menganggap Mesir sebagai sahabat ataupun musuh. Hal ini memperlihatkan bahwa AS tetap bersikap secara hati-hati dalam mengeluarkan kebijakan luar negerinya terhadap Mesir. Bantuan luar negeri tahunan AS tetap digunakan sebagai alat negosiasi dengan Mesir untuk tetap menjaga kepentingan-kepentingan strategisnya di wilayah itu.


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmannirrahim, Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan nikmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP MESIR PADA PARUH PERTAMA PEMERINTAHAN MUHAMMAD MURSI (2012) Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada jurusan Hubungan Internasional.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis untuk menyampaikan rasa Terimakasih kepada:

1. Kedua Orang Tua Penulis, Bapak Jazrih dan Ibu Munawaroh. Terima kasih atas nasihat, motivasi, keikhlasan, keridhoan dan kesabaran Bapak dan Ibu selama ini.

2. Dosen Pembimbing Penulis Bpk. A. Fuad Fanani. Terima kasih atas saran, arahan, waktu, nasehat, dan kesabaran Bapak dalam membimbing penulis selama proses pengerjaan skripsi ini.

3. Ibu Debbie Affianty, selaku Ketua Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Jakarta. 4. Bapak Nazarudin Nasution, Bapak Ali Munhanif, Bapak Ahmad Al fajri,

Bapak Andar Nubowo, Ibu Dina, Ibu Muthi, Ibu Eva, Ibu Rahmi dan juga seluruh staf Dosen di jurusan Hubungan Internasional yang telah mengajarkan dan berbagi ilmunya kepada penulis selama masa studi di UIN.


(8)

5. Staff Program Studi Hubungan Internasional Pak Jajang dan Pal Amali penulis mengucapkan terimakasih yang sudah banyak membantu dalam proses administrasi penulis.

6. Sahabat-sahabat penulis, Tsani Ariant dan M. Farhan Syatri yang telah membantu mencari dan mendapatkan bahan-bahan untuk skripsi ini. 7. Teman-teman Komisariat IMM Fisip, Hatta, Angga, Shoffi, Devi, Tika,

Rizqi, Ruhul, Reza, Berli, Rifqi, Azim, Farhan dan yang lain yang telah memberikan dorongan, semangat, motivasi dan lain-lain kepada penulis. 8. Teman-teman seperjuangan pengurus Cabang IMM Ciputat periode

2013-2014, Abidin Ghazali, Unaimah Tsanaya, Imam Febrian, Farhan Syatri, Basyir, Tsalis, Tsani Ariant, Dzawin, Fikri, Umar, Epin Kurniasih, Rifqi Syahrizal dan yang lain yang telah memberikan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman kelas HI Inter yang telah memberikan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

10.Sahabat penulis, wahyu hidayat yang telah memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Jakarta, 17 Juni 2015


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... iv

KATA PENGANTAR. ... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR SINGKATAN... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Pertanyaan Penelitian... 6

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian... 6

D. Tinjauan Pustaka... 7

E. Kerangka Teoretis... 10

1. Konsep Kebijakan Luar Negeri... 10

2. Konsep Kepentingan Nasional... 13

3. Konsep Geopolitik... 15

F. Metode Penelitian. ... 16


(10)

BAB II Hubungan Bilateral Amerika Serikat-Mesir

A. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Kolonial... 20 B. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Gamal Abdel Naseer... 22 C. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Presiden Anwar Sadat.. 28 D. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Presiden Husni Mubarok..30

BAB III Kemenangan Muhammad Mursi dalam Pemilu Presiden Mesir Tahun 2012

A. Peran Ikhwanul Muslimin dalam Politik Mesir... 35 B. Peran Militer dalam Politik Mesir... 37

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemenangan Muhammad Mursi

dalam Pemilu Presiden Mesir 2012... 44 1. Kemenangan Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) dalam Pemilu

Legislatif Mesir... 44 2. Dukungan Kuat dari Ikhwanul Muslimin... 47 3. Sikap Anti-Rezim Mubarak... 48

BAB IV Analisa Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir pada Paruh Pertama pemerintahan Mursi di Mesir

A. Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir pada Paruh Pertama Pemerintahan Muhammad Mursi di Mesir... 51 B. Faktor Internal


(11)

2. Kepentingan Ekonomi AS di Mesir ... 56

C. Faktor Eksternal

1. Kemenangan Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir dari kelompok Ikhwanul Muslimin. ... 59 2. Posisi Sentral Mesir di Timur Tengah... 63 D. Implikasi Kebijakan Luar Negeri AS di Mesir Terhadap Kawasan

Regional Timur Tengah... 68

BAB V PENUTUP


(12)

DAFTAR SINGKATAN

ABMT: Anti-Balistic Missile Treaty CIA: Central Intelligence Agency

COMESA: Common Market for Eastern and Southern Africa FMF: Foreign Military Financing

FJP: Freedom and Justice Party GID: General Intelligence Directorate NDP: National Demokratic Party NSC: National Security Council

PLO: Palestine Liberation Organization RCC: Revolution Command Council

SCAF: Supreme Council of the Armed Force SALT: Stategic Arms Limitation Talks


(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Amerika Serikat menjalin hubungan diplomatik dengan Mesir sejak tahun 1922, setelah kemerdekaannya dari Inggris. Hubungan yang dijalin berdasarkan kepentingan bersama dalam proses perdamaian dan stabilitas Timur Tengah, revitalisasi ekonomi Mesir dan memperkuat hubungan perdagangan, dan mempromosikan keamanan regional. Mesir telah menjadi mitra penting Amerika Serikat dalam memastikan stabilitas regional dan pada berbagai isu keamanan bersama, termasuk perdamaian Timur Tengah dan melawan terorisme.1

Hubungan AS-Mesir di bawah Husni Mubarak telah berkembang dan bergerak di luar proses perdamaian Timur Tengah menuju persahabatan bilateral yang independen. Presiden Husni Mubarak melanjutkan hubungan dekat dengan Amerika Serikat dari Presiden Mesir sebelumnya yaitu Anwar Sadat . Di bawah Mubarak, Mesir memainkan peranan pentingannya yaitu sebagai negara moderat di Timur Tengah, dan biasanya mengikuti kebijakan Amerika tentang isu-isu regional. Mesir bergabung dengan Amerika Serikat dalam mendukung Fatah atas Hamas di Palestina. Selain itu, kedua negara tersebut juga telah meningkatkan kerjasama ekonomi. Namun kelambatan Mesir dalam beradaptasi terhadap

1 U.S. Departement of State Diplomacy in Action ―U.S. Relations with Egypt‖ dapat dilihat di


(14)

2

reformasi demokrasi dan laporan pelanggaran hak asasi manusia telah membawa kritik berkala dari pejabat Amerika Serikat.2

Perkembangan yang menarik dan penting di abad ke-20 adalah persaingan politik yang semakin tinggi di sebagian besar negara. Hal ini disertai dengan semakin banyaknya negara yang mengadopsi sistem demokrasi. Dalam era ini, bahkan negara-negara yang tadinya totaliter harus belajar menerapkan demokrasi yang sesungguhnya.3

Mesir merupakan salah satu negara besar yang memiliki kemajuan dalam sistem demokrasi. Hal ini ditunjukkan dengan diselenggarakannya sistem pemilihan umum yang bebas dan demokratis untuk memilih presiden. Saat masa kebangkitan negara-negara Arab mendapat sorotan dari negara Barat karena dicurigai akan mengikuti jejak revolusi Iran yang anti-Barat, Mesir justru muncul dengan revolusi sipil yang aman. Kebangkitan Mesir ini lebih mengacu pada revolusi demokrasi yang terjadi di Eropa Timur dan Eropa Tengah pada tahun 1989.4

Revolusi yang terjadi di Mesir pada tahun 2011 yang ditandai dengan aksi demonstrasi besar-besaran di seluruh Mesir dan menuntut Presiden Husni Mubarak yang telah berkuasa di Mesir selama 30 tahun mundur dari jabatannya. Setelah demonstrasi selama 18 hari, akhirnya pada 11 Februari 2011 Husni

2 US.ForeignPolicy.about.com “US Foreign Policy:The US-Egyptian Relations‖ dapat dilihat di http://usforeignpolicy.about.com/od/countryprofi3/p/usegyptprofile.htm diakses pada 08 Maret 2015

3 Firmanzah, Mengelola Partai Politik, Edisi ke-2 (Jakarta: Yayasan Pusaka Obor Indonesia, 2011), hal. 15. 4 Lisbet, “ Krisis Politik Mesir dan Posisi Indonesia,”Info Singkat Hubungan Internasional 5 (Juli 2013): hal .5.


(15)

3

Mubarak mundur dari jabatannya5 dan rakyat Mesir akhirnya menikmati euforia demokrasi di negara nya.

Samuel P. Huntington mengatakan dalam tesisnya bahwa sebuah gerakan revolusi adalah perubahan cepat dalam nilai-nilai dan tingkah laku politik.6 Hal ini cukup memberikan gambaran terkait gejolak politik di Mesir saat itu. Setelah rezim Mubarak lengser, era tranformasi politik Mesir berubah haluan dari kediktatoran yang mengekang segala prinsip kebebasan menjadi era kebebasan modern yang didasari pada sistem demokrasi.

Setelah presiden Husni Mubarak tumbang dari jabatannya, Mesir menyelenggarakan pemilihan umum presiden (pilpres) selama dua hari berturut-turut pada 23 dan 24 Mei 2012.7 Pemilihan umum presiden tersebut merupakan salah satu manifestasi terpenting dari adanya perubahan politik di negara Mesir. Masyarakat yang berpartisipasi memberikan hak-hak suaranya dalam pemilihan presiden cukup tinggi, begitupun dengan para kandidat dalam pemilu tersebut yang bersaing secara damai.

Pemilihan presiden Mesir pada tahun 2012 ini adalah pemilihan yang kedua dalam sejarah negara itu. Jajak pendapat pertama presiden Mesir terjadi pada tahun 2005 yang memenangkan Mubarak. Mubarak tetap berkuasa selama 30

5 Aljazeera.com

Timeline: Egypt's revolution dapat dilihat di http://www.aljazeera.com /news /middleeast/2011/01/201112515334871490.html diakses pada 28 juni 2015

6 Samuel P. Huntington, tertib politik di dalam masyarakat yang sedang berubah, Buku ke-2 (Jakarta:Rajawali, 1989), hal 483.

7 Bbc.co.uk Guide to Egyptian presidential election dapat dilihat di http://www.bbc.co.uk /news/world-middle-east-18115104 diakses pada 28 juni 2015


(16)

4

tahun sampai dipaksa untuk mengundurkan diri setelah 18 hari protes di seluruh negeri.8

Dari hasil pemungutan suara pemilihan Presiden putaran pertama di Mesir pada 23-24 mei 2012 tidak ada calon yang berhasil mendapat suara mayoritas. Kandidat dari Ikhwanul Muslimin Muhamad Mursi meraih 24.78 persen suara, Ahmad Shafiq, seorang mantan Mentri di era Husni Mubarok memperoleh 23.66 persen suara; Hamdeen Sabahi berada di peringkat ketiga dengan 20.72 persen suara; Abdel Moneim Abol Fotouh meraih 17.47 persen suara, seorang Islamis moderat yang didukung oleh sebagian kaum liberal, anggota kelompok kiri dan minoritas Kristen; sedangkan kandidat Amr Moussa, mantan kepala Liga Arab dan menteri luar negeri era Mubarak hanya memperoleh 11.13 persen suara. Karena tidak ada pemenang mutlak, kandidat dari Ikhwanul Muslimin, Muhammad Mursi dan mantan menteri di era Mubarak, Ahmed Shafiq harus mengikuti pemilu putaran kedua.9

Pada pemilihan Presiden putaran kedua kandidat Presiden Mesir dari Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP), Muhammad Mursi, meraih suara terbanyak dalam pemilihan presiden yang digelar pada 16-17 Juni 2012. Berdasarkan hasil penghitungan suara sementara, calon dari partai yang menjadi sayap politik

8 Republika.co.id

Mursi, Presiden Sipil Pertama Setelah 60 Tahun dilihat 12 November 2014 http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/12/06/24/m64n5m-mursi-presiden-sipil-pertama-setelah-60-tahun

9 Huffingtonpost.com Egypt Presidential Election 2012: Mohammed Morsi, Ahmed Shafiq In Run-Off Vote

dilihat pada 28 Juni 2015 http://www.huffingtonpost.com/2012/05/28/egypt-presidential-election-2012_n_1550483.html


(17)

5

Ikhwanul Muslimin ini meraih sedikitnya 52,5 persen suara, dari sekitar 50 juta warga Mesir yang berhak memilih.10

Dari perubahan dan hasil pemilihan yang terjadi Mesir, pemerintahan Obama menerapkan sebuah kebijakan yang bertujuan untuk menyeimbangkan sejumlah kepentingan Amerika Serikat di negara itu. Hal ini membuat Amerika Serikat melakukan beberapa revisi strategi bantuan pembangunan, dan menggunakan diplomasi publik dan swasta untuk menyikapi dalam transisi politik dan keamanan Mesir.

Amerika Serikat melakukan review terhadap kebijakan luar negerinya di Mesir. Pada kuartal ketiga, Gedung Putih membawa semua lembaga bersama Departemen Luar Negeri, Pentagon, Departemen Keuangan, Departemen Perdagangan untuk melakukan tinjauan kebijakan strategis yang menyeluruh di Mesir. Dari tinjauan strategis yang didapat, membantu pemerintahan Obama untuk melakukan negosiasi dengan para pemimpin Mesir akhir tahun 2012 dan untuk tahun 2013.11

10 TheGuardian.com Muslim Brotherhood's Mohammed Morsi wins Egypt's presidential race dapat dilihat di http://www.theguardian.com/world/middle-east-live/2012/jun/24/egypt-election-results-live diakses pada 28 Juni 2015

11 Center for American Progress Previewing Egypt’s 2012 Presidential Elections Another Step Forward in the Country’s Political Transition—but Not the Last dapat dilihat di https://www.americanprogress.org /issues/security/report/2012/05/23/11553/previewing-egypts-2012-presidential-elections/ diakses pada 12 November 2014


(18)

6 B. Pertanyaan Penelitian

Merujuk kepada latar belakang dari permasalahan diatas, maka penulis membatasi masalah penelitian hanya pada kasus terpilihnya Muhammad Mursi menjadi Presiden Mesir di tahun 2012. Sebagai negara demokrasi dan negara yang mempunyai kepentingan di Mesir, AS mengeluarkan kebijakan luar negeri yang cukup serius di negara tersebut. Berdasarkan fakta ini, penulis merumuskannya ke dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir pasca terpilihnya Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir ?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kebijakan AS tersebut?

C. Tujuan dan Manfaat penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Mengetahui kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir pasca terpilihnya Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir.

2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan AS

terhadap Mesir.

Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Memberikan pemahaman tentang latar belakang pemilihan presiden Mesir secara demokratis pasca lengsernya rezim Husni Mubarak

2. Memberikan pemahaman tentang kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir paska terpilihnya Muhammad Mursi menjadi presiden Mesir.


(19)

7

3. Memberikan kontribusi terhadap studi Hubungan Internasional, terutama memberikan informasi (referensi) dan data yang terkait dengan masalah yang telah dijelaskan di atas.

D. Tinjauan Pustaka

Pada tahapan ini penulis melakukan studi kajian pustaka yaitu mempelajari buku-buku referensi dan hasil penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh orang lain. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti.

Penelitian mengenai krisis Politik di Mesir telah dilakukan oleh Rr. Laeny Sulistyawati Krisis Politik di Mesir: Kepentingan Amerika Serikat Terhadap Militer Mesir, Jember: Skripsi Universitas Jember, 2011. Dalam skripsinya, ia menjelaskan bahwa AS dengan Mesir terlibat hubungan kerjasama berbagai bidang yang semakin intens setelah ditandatanganinya perjanjian Camp David. Diantara berbaga bidang kerjasama tersebut, bidang militer mendapat perhatian serius dari AS karena militer dianggap memiliki peran yang penting. Untuk itu terjadi kerja sama militer seperti bantuan keuangan militer atau FMF (Foreign Military Financing), perlengkapan militer sampai adanya pertemuan tahunan rutin antara pejabat tinggi militer AS dengan militer Mesir.

Kerja sama terus berlanjut sampai terjadinya krisis politik di Mesir pada 25 Januari 2011, dimana terjadi demonstrasi besar-besaran yang menuntut Husni Mubarak mundur sebagai presiden Mesir. Krisis yang terjadi membuat munculnya


(20)

8

potensi kekuatan oposisi Mesir. Diantara potensi kekuatan oposisi tersebut, ternyata juga rentan muncul kekuatan anti terhadap AS dan sekutunya. Untuk itu AS berupaya tetap berhubungan dengan militer Mesir. 12

Tafwid Mulia Hubungan Perdagangan Mesir-AS (Periode 2000-2002)

Jakarta: Skripsi, UNAS, 2006. Dalam skripsinya, ia menjelaskan bahwa hubungan perdagangan antara Mesir-AS sudah berlangsung sejak lama. Pada tahun 2001, negara Amerika Serikat diserang oleh sekelompok teroris yang menewaskan hampir tiga ribu jiwa. Hal ini bisa membuat AS mengubah kebijakan luar negerinya. Mulai saat itu AS mengubah kebijakan luar negerinya menjadi lebih aktif demi melindungi kepentingan nasionalnya baik di dalam maupun di luar negeri.

Kebijakan tersebut membuat AS lebih aktif dalam mengubah kondisi politik dunia. Invasi-invasi yang dilancarkan oleh AS untuk menumbangkan rezim-rezim yang sedang memerintah di suatu negara yang dianggap berbahaya bagi kepentingan AS ditentang oleh banyak negara termasuk PBB sendiri. Ditengah-tengah suhu politik dunia yang terus memanas, penulis mencoba untuk melihat apa saja yang menjadi peluang dan hambatan terhadap perkembangan hubungan perdagangan kedua negara tersebut.13

Sementara itu, Bulbul Abdurahman dalam tulisannya yang berjudul “ Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang Demokratis: Ditandai Persaingan antara Demokrat Islam dengan Militer”, berpendapat bahwa

12 Rr. Laeny Sulistyawati, Krisis Politik di Mesir: Kepentingan Amerika Serikat Terhadap Militer Mesir (Skripsi, 2011).


(21)

9

kemenangan Partai Islam dalam Parlemen Mesir pasca kudeta terhadap Hosni Mubarak, hanya kemenangan sesaat. Karena beberapa waktu kemudian hasil pemilu parlemen tahun 2012 ini dibubarkan oleh Militer. Begitupula kemenangan Presiden Mursi pada tahun 2012 yang lalu berakhir dengan diambilalihnya kekuasaan oleh militer.14

Hasil akhir pemilihan parlemen pertama Mesir setelah jatuhnya Presiden Husni Mubarak, menetapkan partai-partai beraliran Islam sebagai pemenang. Partai Kebebasan dan Keadilan, FJP -yang merupakan partai politik milik dengan perolehan itu, FJP akan menguasai 235 kursi di Majelis Rakyat. Tempat kedua diduduki oleh kubu konservatif, Partai Salafist al Nur dengan 121 kursi atau 25% suara. Sementara partai beraliran liberal, Partai Wafd, meraih 36 kursi dan partai sekuler, Koalisi Mesir, memiliki 33 kursi.

Dengan hasil tersebut, maka partai-partai Islam menguasai sekitar dua pertiga parlemen. Ikhwanul Muslimin merupakan organisasi yang dilarang di bawah pemerintahan Presiden Husni Mubarak. Kemenangan mutlak ini membuat FJP sudah memutuskan seorang politisi seniornya, Saad al-Katatni, untuk ditunjuk sebagai ketua Majelis Rakyat.15

Kekhawatiran militer terhadap ancaman dominasi Islamis di tubuh pemerintahan Mesir nampak tergambar jelas dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tiba-tiba membubarkan Parlemen. Berdasarkan hasil pemilu, 70

14 Bulbul Abdurahman, “Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang Demokratis: Ditandai Persaingan antara Demokrat Islam dengan Militer,” Jurnal online Westphalia 13 ( Januari-Juni 2014), hal.1. 15 Bulbul Abdurahman, “Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang Demokratis”, hal.136


(22)

10

persen anggota parlemen berasal dari partai Islam FJP yang juga sayap politik Ikhwanul Muslimin dan An Nur yang berafiliasi ke Salafi.16

Dari kajian-kajian tersebut belum memberikan topik pembahasan yang detail mengenai kebijakan luar negeri AS terhadap Mesir pasca terpilihnya Muhammad Mursi menjadi presiden Mesir terhadap tahun 2012 lalu. Oleh karena itu penulisan ini dimaksudkan untuk mengisi ruang yang masih kosong tersebut.

E. Kerangka Teoritis

Untuk memahami suatu permasalahan dan sekaligus menjawab penelitian diatas, diperlukan adanya kerangka berpikir. Kerangka pemikiran itu terdiri dari teori dan konsep yang berguna sebagai acuan dan panduan dalam melakukan penelitian. Sehingga penelitian ini dapat memenuhi prosedur ilmiah. Oleh karena itu, penelitian ini akan menggunakan teori Analisa Konsep Kebijakan Luar Negeri, Konsep Kepentingan Nasional (National Interest), dan Konsep Geopolitik.

1. Konsep Kebijakan Luar Negeri

Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional.17 Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang bertujuan

16 Bulbul Abdurahman, “Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang Demokratis”, hal.137. 17 Jack C. Plano dan Roy Olton Kamus Hubungan Internasional.(Bandung: Abardin, 1999.), hal. 5.


(23)

11

untuk mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya, meskipun kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu ditentukan oleh siapa yang berkuasa pada waktu itu.18 Untuk memenuhi kepentingan nasionalnya itu, negara-negara maupun aktor dari negara-negara tersebut melakukan berbagai macam kerjasama diantaranya adalah kerjasama bilateral, trilateral, regional dan multilateral.

Menurut Rosenau, pengertian kebijakan luar negeri yaitu upaya suatu negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya.19 Kebijakan luar negeri menurutnya ditujukan untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan hidup suatu negara.20 Lebih lanjut, menurut Rosenau, apabila kita mengkaji kebijakan luar negeri suatu negara, maka kita akan memasuki fenomena yang luas dan kompleks. Fenomena ini meliputi kehidupan internal (internal life) dan kebutuhan eksternal (eksternal needs) seperti aspirasi, atribut nasional, kebudayaan, konflik, kapabilitas, institusi, dan aktivitas rutin yang ditujukan untuk mencapai dan memelihara identitas sosial, hukum, dan geografi suatu negara sebagai negara-bangsa.21

Dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri mencakup: Menjabarkan pertimbangan kepentingan nasional ke dalam bentuk tujuan dan sasaran yang spesifik; menetapkan faktor situasional di lingkungan domestik dan internasional

18Mochtar Mas‟oed.

Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. (Jakarta: LP3ES, 1994), hal. 184.

19 James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. World Politics: An Introduction. (New York: The Free Press, 1976), hal. 27.

20 James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. World Politics: An Introduction, hal. 32. 21 James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. World Politics: An Introduction, hal. 15.


(24)

12

yang berkaitan dengan tujuan kebijakan luar negeri; menganalisis kapabilitas nasional untuk menjangkau hasil yang dikehendaki; mengembangkan perencanaan atau strategi untuk memakai kapabilitas nasional dalam menanggulangi variable tertentu sehingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan; melaksanakan tindakan yang diperlukan secara periodik; serta melakukan evaluasi perkembangan yang telah berlangsung untuk mencapai tujuan atau hasil yang dikehendaki.22

Sementara menurut Holsti, lingkup kebijakan luar negeri meliputi semua tindakan serta aktivitas negara terhadap lingkungan eksternalnya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk upaya untuk memperoleh keuntungan dari lingkungan dan berbagai kondisi internal yang menopang formulasi tindakan tersebut. 23

Faktor internal akan digunakan dalam penelitian ini yang meliputi, pembangunan ekonomi, pemerintahan dan faktor geografis. Sementara faktor-faktor ekternal meliputi struktur tindakan aktor lain dan konstelasi politik regional dan global. Pemilihan faktor internal dan ekternal ini adalah karena keempat faktor tersebut yang dianggap signifikan dalam mempengaruhi kebijaka luar negeri Amerika Serikat.

Faktor internal dan ekternal sangat berpengaruh dalam menentukan kebijakan luar negeri Amerika Serikat, sistem politik Amerika Serikat, terkait dengan struktur, dinamika dan siapa aktor politik yang berkuasa memiliki peran yang signifikan dalam menentukan kebijakan luar negeri AS. Sementara itu, disisi

22 Jack C. Plano dan Roy Olton.. Kamus Hubungan Internasional, hal. 5.


(25)

13

lain, faktor-faktor eksternal juga turut berpengaruh dan tidak bisa dihindari politik regional dan global mempengaruhi kebijakan luar negeri AS.

2. Konsep Kepentingan Nasional

Kepentingan nasional diakui sebagai konsep kunci dalam politik luar negeri. Sepanjang mengenai kepentingan nasional orang bisa berorientasi kepada ideologi atau berorientasi kepada sistem nilai sebagai pedoman perilaku. Artinya bahwa keputusan dan tindakan politik luar negeri bisa didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan ideologis atau atas pertimbangan-pertimbangan-pertimbangan-pertimbangan kepentingan atau gabungan antara kedua pertimbangan tersebut. Bisa juga kadang-kadang terjadi

interplay antara ideologi dengan kepentingan sehingga terjadi suatu hubungan timbal balik dan terjadi saling mempengaruhi antara pertimbangan-pertimbangan ideologis dengan pertimbangan-pertimbangan kepentingan yang tidak menutup kemungkinan terjadi formulasi yang lain atau baru.24

Miroslav Nincic memperkenalkan tiga kriteria atau yang disebutnya asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam mendefinisikan kepentingan nasional. Pertama, kepentingan harus bersifat vital sehingga pencapaiannya harus menjadi prioritas utama pemerintah dan masyarakat. Kedua, kepentingan tersebut harus berkaitan dengan lingkungan internasional Artinya pencapaian kepentingan nasional harus dipengaruhi oleh lingkungan internasional. Ketiga, kepentingan nasional harus melampaui kepentingan yang bersifat partikularistik dari individu, kelompok atau

24 R. Soeprapto, Hubungan Internasional: Sistem, Interaksi dan Perilaku, (Jakarta: Rajawali Pers, 1997), hal. 149-150


(26)

14

lembaga pemerintahan. Sehingga menjadi kepedulian masyarakat secara keseluruhan.25

Paul Seabury mengemukakan pendapatnya tentang konsep kepentingan nasional. Menurutnya:

Istilah kepentingan nasional berkaitan dengan beberapa kumpulan cita-cita tujuan suatu bangsa ... yang berusaha dicapainya melalui hubungan dengan negara lain. Dengan kata lain, gejala tersebut merupakan suatu normatif, atau konsep umum kepentingan nasional ... Arti kedua yang sama pentingnya biasa bersifat deskriptif. Dalam pengertian deskriptif, kepentingan nasional dianggap sebagai tujuan yang harus dicapai suatu bangsa secara tetap melalui kepemimpinan pemerintah. Kepentingan nasional dalam pengertian deskriptif, berarti memindahkan metafisika ke dalam fakta (kenyataan) ... dengan kata lain kepentingan nasional serupa dengan para perumus politik luar negeri...26

Di sini terlihat bahwa untuk mencapai kepentingan nasional perlu adanya strategi tertentu dalam merumuskan kebijakan luar negeri. Strategi kebijakan luar negeri dirumuskan dengan memperhitungkan berbagai aspek. Seperti kekuatan nasional serta peluang dan kendala yang mungkin muncul. Jalinan hubungan luar negeri suatu negara harus bersandar pada potensi nyata yang dimiliki, serta kondisi dalam negara tersebut.

Bagi AS, mencapai dan memenuhi kepentingan nasional adalah hal yang fundamental bagi negara itu. Kepentingan nasional yang berusaha di capai AS seperti kepentingan ekonomi, kesetabilan politik dan keamanan, serta perdamaian di Mesir.

25 Aleksius Jemadu Politik Global dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), hal 67 26 Sebagaimana dikutip oleh K.J. Holsti dalam Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis, diterjemahkan oleh Wawan Juanda, (Bandung : Binacipta, 1987), hal 168-169.


(27)

15 3. Konsep Geopolitik

Menurut Alfred Thayer Mahan geopolitik bertumpu pada hubungan antara kontrol politik dari laut dan dampak dari angkatan laut yang kuat terhadap kebijakan luar negeri suatu negara. Dari dua faktor ini, Mahan berusaha untuk memprediksi peran yang kekuatan angkatan laut bermain dalam kebijakan luar negeri AS.27

Sementara menurut Jakub Grygiel berpendapat bahwa keberhasilan atau kegagalan kekuatan besar sebagian dibentuk oleh lokasi, sumber daya, tata letak, dan stabilitas batas negara. Respon strategis negara terhadap kondisi geografis tetap menjadi salah satu faktor yang paling penting dalam membangun dan mempertahankan kekuasaan di arena internasional, sebuah negara dapat meningkatkan dan mempertahankan posisi kekuasaan mereka dengan mengejar geostrategi yang berfokus pada pengendalian sumber daya dan jalur komunikasi.28

Faktor geografis ini sangat vital peranannya bagi AS, Mesir merupakan negara yang sebagian besar wilayahnya terletak di Afrika bagian timur laut. AS Secara geopolitik mempunyai kepentingan seperti menjaga stabilitas politik dan keamanan di negara itu. Ini terkait dengan kepentingan AS di Mesir diantaranya yaitu mengamankan jalur perdagangan di Terusan Suez. Hal Ini disebabkan

27 Colin Flint Introdution of Geopolitics (New York: Routledge, 2006), hal 18-20.

28 Foreign Affairs What Read on Geopolitics dapat dilihat di https://www.foreignaffairs.com/articles/2009-03-12/what-read-geopolitics diakses pada 29 Juni 2015.


(28)

16

terusan Suez yang berfungsi sebagai jalur distribusi minyak dunia yang berasal dari Timur Tengah didistribusikan ke Eropa dan AS.29

F. Metode Penelitian.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menyajikan data sebagai kata, gambar visual, suara atau objek, dan cenderung analisis deskriptif.30 Ini bertujuan untuk membawa pandangan sistematis dan faktual berdasarkan fakta dari variabel dan relevansinya dalam isu-isu sosial untuk menjelaskan lebih dalam hal itu. Metode kualitatif didefinisikan sebagai metode yang digunakan untuk fenomena sosial dengan menganalisis perilaku manusia, kekuasaan, otoritas, emosi, listrik dan lain-lain. 31

Pengumpulan data dalam metode kualitatif dipisahkan dalam empat cara; observasi, wawancara, dokumen dan gambar visual. Sumber utama adalah sumber langsung termasuk dokumen, membaca buku, jurnal, majalah, surat kabar dan internet. 32 Penelitian ini penulis menggunakan studi pustaka sebagai argumen utama.

Langkah-langkah dalam penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan data dengan menggunakan studi pustaka untuk mencari data tertulis yang mengacu pada kasus, beberapa literatur, surat kabar dan segala jenis informasi dari internet.

29 Rr. Leany Sulitiyawati

Kepentingan AS terhadap Militer Mesir (Jember: Skripsi, 2011), hal. 2.

30 W. Lawrence Newman, Basic of Social Research: Qualitative and Quantitative Approach (Boston: Pearson Education, Inc, 2007), hal 326

31 W. Lawrence Newman, Basic of Social Reseach, hal. 328.

32 John W Creswell, Reseach design: Qualitative and Quantitative Approaches (Thausan Oaks: Sage Publications, Inc, 1994), hal 24


(29)

17

Kemudian, data ini dikumpulkan dan dianalisa sesuai dengan hubungannya dengan tujuan penelitian ini yang akan menjawab pertanyaan penelitian yang ditujukan.

G. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang B. Pertanyaan Penelitian

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian D. Tinjauan Pustaka

E. Kerangka Teoretis

1. Konsep Kebijakan Luar Negeri. 2. Konsep Kepentingan Nasional 3. Konsep Geopolitik

F. Metode Penelitian. G. Sistematika Penelitian

BAB II Hubungan Bilateral Amerika Serikat-Mesir

A. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Kolonial

B. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Gamal Abdel Naseer C. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Presiden Anwar Sadat D. Hubungan Bilateral AS-Mesir Pada Era Presiden Husni Mubarok

BAB III Kemenangan Muhammad Mursi dalam Pemilu Presiden Mesir Tahun 2012


(30)

18

A. Peran Ikhwanul Muslimin dalam Politik Mesir B. Peran Militer dalam Politik Mesir

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemenangan Muhammad Mursi

dalam Pemilu Presiden Mesir 2012

1. Kemenangan Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) dalam Pemilu Legislatif Mesir

2. Dukungan Kuat dari Ikhwanul Muslimin 3. Sikap Anti-Rezim Mubarak

BAB IV Analisa Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir pada Paruh Pertama pemerintahan Mursi di Mesir

A. Kebijakan Luar Negeri AS terhadap Mesir pada Paruh Pertama Pemerintahan Muhammad Mursi di Mesir

B. Faktor Internal

1. Struktur Pemerintahan AS

2. Kepentingan Ekonomi AS di Mesir C. Faktor Eksternal

1. Kemenangan Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir dari kelompok Ikhwanul Muslimin.

2. Posisi Sentral Mesir di Timur Tengah

D. Implikasi Kebijakan Luar Negeri AS di Mesir Terhadap Kawasan

Regional Timur Tengah


(31)

19 BAB II

HUBUNGAN BILATERAL AMERIKA SERIKAT-MESIR

A. Hubungan Bilateral AS dan Mesir pada Era Kolonial

Mesir adalah salah satu negara kawasan Timur Tengah yang memiliki hubungan baik dengan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, sejak era kolonial hingga saat ini. Pada abad ke-19, Mesir merupakan sebuah provinsi semi otonom di Kekaisaran Ottoman yang mengalami kemunduran kemudian ditopang oleh kerajaan Inggris. Saat itu, Mesir menjadi wilayah yang berharga bagi Inggris dan Perancis, karena hasil pertanian yang melimpah, pasar domestik yang besar, serta lokasinya yang sangat strategis antara Laut Tengah dan Laut Merah. Inggris juga melihat Mesir sebagai wilayah yang berperan penting untuk mengamankan jalur laut.33

Salah satu kebijakan sultan Ottoman yang ke-40 Mehmed VI menjadi kelemahan bagi Mesir pada masa ini yakni adanya perlindungan hukum pada kalangan tertentu. Selain itu, pihak kerajaan memberikan keuntungan yang besar bagi perekonomian masyarakat Eropa di Mesir. hal ini menyebabkan kelumpuhan perekonomian lokal dengan dibanjirinya barang-barang manufaktur dari Eropa sehingga mengakibatkan pedagang lokal Mesir mengalami kebangkrutan.34

33 Library of Congress, Federal Research Division, Egypt: A Country Study, dapat dilihat di http://lcweb2.loc.gov/frd/cs/egtoc.html diakses pada 24 Maret 2015


(32)

20

Beberapa dekade kemudian Mesir hanya mengembangkan perekonomian berbasis ekspor kapas dengan harga yang terus berfluktuasi. Hal ini menjadikan perekonomian Mesir menjadi lemah dan sangat rentan jika hanya bergantung pada hasil panen yang baik. Tidak terciptanya keragaman ekonomi yang kuat menyebabkan Mesir tidak bisa menghasilkan devisa yang memadai untuk membangun bangsanya. 35

Keadaan ini menjadi peluang bagi Barat khususnya Inggris dan Perancis untuk menarik simpati Mesir yang saat itu dilanda krisis finansial. Tercatat bahwa Pemerintah Mesir meminjam uang dalam jumlah besar dari bank-bank Eropa untuk membangun Terusan Suez pada tahun 1869. Enam tahun pasca terselesaikannya pembangunan tersebut, Mesir terpaksa menjual seluruh sahamnya kepada Suez Canal Company, pihak yang mengoperasikan Terusan Suez untuk membayar semua hutang luar negerinya. Namun Mesir tidak mampu menyelesaikan pembayaran seluruh hutang luar negerinya. Sehingga Inggris dan Perancis mengambil alih dan terlibat langsung dalam politik Mesir. Hal ini terus berlanjut sampai abad ke-20 pertengahan. 36

35 Jeremy M. Sharp “Egypt: Background and U.S. Relations” CRS Report for Congress 2:RL33003, 12 Agustus 2008 dapat dilihat di http://fpc.state.gov/documents/organization/109518.pdf diakses pada 13 Maret 2015.


(33)

21

B. Hubungan Bilateral AS-Mesir pada Masa Gamal Abdel Naseer

Pada saat berlangsung Perang Dingin, Amerika Serikat mulai mengembangkan kepentingan dan kebijakan-kebijakannya di wilayah Timur Tengah. Fokus utamanya adalah stabilisasi wilayah tersebut, karena ketidakstabilan suatu wilayah hanya akan menciptakan peluang bagi Uni Soviet. Peluang ini dapat dimafaatkan Soviet untuk membangun pijakan di Timur Tengah melalui suatu asosiasi anti-Zionis dan Platform Barat dengan gerakan sayap kiri yang telah berkembang.37

Pendekatan ini sejalan dengan kebijakan global pemerintahan AS

Containment of Communism,38 seperti yang tertuang dalam resolusi Dewan Keamanan Nasional AS 68 (NSC-68) April 1950.39 Dari sudut pandang Washington, stabilitas di Timur Tengah bergantung pada rezim yang bersekutu dengan Barat dan yag tidak bersekutu dengan blok Soviet. Rezim yang berkuasa baik di Arab maupun Israel akan menentukan proses penyelesaian konflik antar keduanya. Karena konflik itu dapat menjadi faktor penghambat yang mengganggu akses transportasi minyak Timur Tengah. Keadaan darurat ini menjadi pijakan bagi pemerintahan Truman untuk mengeluarkan Program bantuan teknis dan

37 Kermit Roosevelt, Arabs, Oil, and History (New York: Harper, 1949), hal. 92.

38 Yaitu upaya AS untuk membendung meluasnya penyebaran paham komunis oleh Uni Soviet. Dapat dilihat di http://www.ushistory.org/us/52c.asp diakses pada 30 Juni 2015

39 Laporan Dewan Keamanan Nasional 68 (NSC-68) adalah kebijakan dikeluarkan oleh Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat pada tanggal 14 April 1950, pada masa presiden Harry S. Truman. Salah satu pernyataan yang paling signifikan dari kebijakan Amerika yaitu pada masa Perang Dingin. Dapat dilihat di https://history.state.gov/milestones/1945-1952/NSC68 diakses pada 28 Juni 2015


(34)

22

Program Keamanan Bersama. Bantuan tersebut dirancang untuk menciptakan lingkungan politik yang kondusif, lebih stabil dan pro-Barat, serta menjalin hubungan dengan beberapa junta dalam kekuasaan yang pro- Barat.40

Pada 23 Juli tahun 1952, Revolusi Mesir yang dipimpin oleh Jendral Muhammad Naguib menjadikan Dewan Komando Revolusioner, RCC berkuasa. Revolusi itu dilakukan sesuai dengan tuntutan dari berbagai kalangan di Mesir. Kelompok yang terdiri sebagian besar perwira muda yang memasuki akademi militer di tahun 1930-an di Mesir. Mereka mengecam tindakan korupsi dan nepotisme yang dilakukan oleh monarki Raja Faruq dan struktur partai feodal yang dikendalikan oleh Partai Wafd, hingga akhirnya Raja Faruq digulingkan dari kekuasaannya.41

Jendral Muhammad Naguib akhirnya terpilih menjadi Presiden Mesir setelah Revolusi Juli 1952, namun Naguib hanya dijadikan boneka oleh sekelompok Gerakan Perwira Bebas itu. Pemimpin sebenarnya adalah Letkol Gamal Abdel Nasser, yang dikenal sebagai arsitek revolusi 1952.42

40 Kermit Roosevelt, Arabs, Oil, and History (New York: Harper, 1949), hal 92. Dan sebagaimana yang dikemukakan oleh Kirk Beattie, dalam artikel yang ditulis oleh komentator Joseph Alsop dicatat pada bulan Februari dan Maret 1952, menyerukan penghapusan Faruq rezim korup dan penggantian oleh pemerintahan diktator militer yang baik dan bisa membantu .Kirk J. Beattie, Egypt during the Nasser Years: Ideology, Politics, and Civil Society (Boulder: Westview Press, 1994), hal. 58.

41 Country Studies.us The Revolution and the Early Years of the New Government: 1952-56 dapat dilihat di http://countrystudies.us/egypt/32.htm diakses pada 05 April 2015


(35)

23

Para pemimpin baru Mesir berusaha mengimplementasikan tipe reformasi yang dibutuhkan oleh Amerika Serikat. Tujuannya adalah mengalihkan modal dari kepentingan yang mendasar menuju pada pemanfaatan yang lebih produktif khususnya dalam sektor industri komersial. Melalui strategi tersebut Mesir menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi stabilitas pasar. Washington percaya bahwa kemunduran rezim Raja Faruq, terutama setelah kekalahan memalukan dengan negara yang baru lahir Israel pada tahun 1948, menjadi lebih dari ancaman terhadap stabilitas Mesir dalam jangka panjang. Bagi Amerika Serikat, lebih baik menyerahkan rezim yang tidak layak dipertahankan daripada menunggu ancaman internal yang dapat menimbulkan ketidakstabilan wilayah itu. Sehingga keadaan tersebut bisa dimanfaatkan oleh kedua pasukan komunis internal dan eksternal Mesir.43

Perubahan rezim dianggap mampu mewujudkan sebuah babak baru dalam negosiasi Anglo-Mesir yang telah terhenti di bawah pemerintahan Raja Faruq. Dalam hal ini, Amerika Serikat lebih bersedia untuk mendukung rezim diktator militer demi stabilitas regional Mesir. Hal itu juga merupakan rasionalisasi Perwira Bebas untuk tidak mengadakan kembali sistem parlementer-Mesir pasca revolusi, karena jika diterapkan akan mengancam revolusi itu sendiri.44

Keuntungan untuk kepentingan Amerika Serikat terhadap konstitusi sosial ekonomi kaum revolusioner Mesir adalah fakta bahwa mereka bukan dari Effendi

43 Miles Copeland, The Game of Nations: The Amorality of Power Politics (New York: Simon and Schuster, 1969), hal. 9


(36)

24

Class45, yang sangat bergantung pada Inggris. Melalui cara ini, para Perwira Bebas itu tidak hanya diakui anti-komunis, akan tetapi mereka juga bersedia untuk bekerjasama dengan Amerika Serikat dalam pengembangan desain strategis Perang Dingin di wilayah itu.46

Dengan stabilitas politik dan ekonomi, diharapkan tujuan jangka panjang dapat dicapai yaitu menghilangkan pengaruh Inggris dari tanah Mesir, mengurangi kekuatan, dan juga menghilangkan kepentingan asing yang merugikan yang dapat merugikan negara itu. Untuk membantu rezim otoriter transisi, Central Intelligence Agency (CIA) membantu membangun intelijen Mesir

General Intelligence Directorate (GID) sehingga Revolution Command Council

(RCC) dapat menangkal setiap gerakan oposisi, terutama komunis. Ini merupakan hubungan kerja dengan rezim baru Nasser.47

Pada bulan November 1954, Duta Besar AS untuk Kairo, Jefferson Jack, menyimpulkan bahwa rezim baru Mesir telah melakukan kerjasama yang baik dengan AS dalam waktu dua tahun dibandingkan dari semua pendahulu mereka. Salah satu bentuk kerjasama pemerintahan AS dengan rezim baru Mesir adalah menyingkirkan pengaruh Inggris di Mesir. Meskipun secara keseluruhan kerjasama mengenai penahanan pengaruh Uni Soviet terjalin antara AS dengan Inggris, namun Washington dapat terlibat menyingkirkan sekutu Eropa mereka.

45 Effendi merupakan pengucapan bahasa Arab Mesir: [æfændi] juga dianggap sebagai sebutan untuk orang yang pendidikan tinggi atau status sosial di Timur (Mediterania atau Arab) negara. Itu adalah sebuah gelar berasal dari Turki, sejalan dengan yang terhormat. Dapat dilihat di http://middleeast.about.com/od /glossary/g/me080511b.htm diakses pada 28 Juni 2015

46 Beattie, Egypt during the Nasser Years, hal.102 47 Beattie, Egypt during the Nasser Years, hal.102


(37)

25

Hal ini juga terjadi di Iran pada tahun 1946 dan Israel pada tahun 1948, serta kasus Doktrin Truman itu terjadi di Yunani dan Turki pada tahun 1947.48

Inggris terganggu dengan pembicaraan pada tahun 1952 dalam lingkaran kebijakan di Washington, khususnya di Departemen Luar Negeri. Diantara Kepala Staf Gabungan berencana untuk mengadvokasi bantuan militer kepada RCC, untuk membantu rezim Mesir menstabilkan negaranya. Selain itu menarik Mesir untuk berpartisipasi dalam rencana pertahanan Barat untuk wilayah itu meskipun dalam jumlah yang sedikit. Keterlibatan Mesir dalam hal ini membuat Inggris khawatir jika senjata tersebut digunakan organisasi gerilya anti-Inggris untuk menyerang tentara dan fasilitas-fasilitas Inggris di Terusan Suez49

Hubungan Amerika Serikat dan Mesir terjadi penuh dengan gejolak di tahun 1950-an, yakni saat Gamal Abdel Nasser mengambil kendali pemerintah Mesir setelah revolusi tahun 1952. Para pejabat Amerika menerimanya sebagai pilihan alternatif yang progresif untuk menggulingkan Raja Farouk, mereka membantu Inggris dan Mesir menegosiasikan perjanjian yang mengakhiri pendudukan Inggris dari Mesir serta menawarkan Mesir bantuan ekonomi dan bantuan militer. Namun hubungan AS-Mesir memburuk setelah 1954. Amerika Serikat berharap bahwa Mesir akan bekerja sama dengan Barat dalam perencanaan pertahanan anti-Soviet dan membangun stabilitas regional dengan membuat perdamaian dengan Israel. Namun Nasser memutuskan untuk mencari dukungan di kalangan

48 Dikutip oleh Beattie, Egypt during the Nasser Years,hal.102.

49 Peter L. Hahn, The United States, Great Britain, and Egypt, 19451956 (Chapel Hill: University of North Carolina Press, 1991), hal. 149–51.


(38)

26

negara Afrika dan Arab untuk menantang kehadiran Barat di Timur Tengah dan menghadapi Israel.50

Nasser menolak untuk bergabung dengan skema pertahanan yang didukung AS seperti Organisasi Pertahanan Timur Tengah dan Pakta Baghdad51, sebaliknya ia membeli senjata dari Soviet dan menolak rencana Amerika untuk berdamai dengan Israel. Pemerintah Dwight D. Eisenhower berusaha untuk melemahkan upaya Nasser dengan memangkas bantuan ekonomi, namun langkah tersebut justru memprovokasi Nasser dalam menasionalisasi Perusahaan Terusan Suez. Meskipun Amerika Serikat menghentikan serangan Anglo-Perancis-Israel terhadap Mesir dalam konflik itu, hubungan Mesir AS tetap tegang. Para pejabat Amerika tetap khawatir dengan bukti bahwa Nasser menggerakan nasionalisme anti-Barat di seluruh wilayah itu dan melakukan ekspansi guna menyatukan Mesir, Suriah, dan Yaman ke Republik Persatuan Arab di 1958-1961.52

Hubungan kedua negara itu terus mengalami kesulitan sampai akhir era Nasser pada tahun 1970. Presiden Eisenhower dan John F. Kennedy berusaha kembali menjalin pendekatan kepada Nasser melalui bantuan ekonomi, membuat kesepakatan untuk tidak membahas masalah Israel, dan membangun gerakan politik yang ramah. Namun pemulihan hubungan itu berakhir pada awal 1960-an

50 Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East (UK:The Scarecrow Press, Inc. Lanham, Maryland • Toronto • Plymouth, 2007), hal. 49

51 Pakta Bagdad adalah Organisasi Pakta Sentral (juga disebut CENTO, nama aslinya Pakta Organisasi Timur Tengah atau METO, juga dikenal seperti Pakta Baghdad) diadopsi pada tahun 1955 oleh Iran, Irak, Pakistan, Turki, dan Britania Raya. Kemudian dibubarkan pada tahun 1979. Dapat dilihat di U.S Departement of State http://2001-2009.state.gov/r/pa/ho/time/lw/98683.htm diakses pada 28 Juni 2015.


(39)

27

ketika Nasser campur tangan dalam perang saudara di Yaman yang bertentangan dengan sahabat Amerika Serikat yaitu Arab Saudi.53

Setelah serangkaian insiden massa yang membakar sebuah Layanan Informasi Perpustakaan Amerika Serikat di Kairo pada tahun 1964, Presiden Lyndon B. Johnson mengecam hal itu sebagai bentuk penghinaan. Hingga akhirnya menghentikan bantuan ekonomi ke Mesir. Nasser memutuskan hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat selama Perang Arab-Israel tahun 1967 setelah ia menuduh Amerika Serikat secara langsung membantu dalam serangan udara Israel yang menghancurkan negaranya. Selama Perang Atrisi pada 1967-1970, Mesir menjadi tergantung pada dukungan militer Soviet, sebaliknya Amerika Serikat cenderung untuk kembali mendukung Israel.54

C. Hubungan Bilateral AS-Mesir pada Masa Presiden Anwar Sadat

Hubungan bilateral antara Mesir dengan AS meningkat secara signifikan di bawah kepemimpinan Anwar Sadat, hal ini berbeda dengan masa pemerintahan Gamal Abdul Nasser yang dikenal anti-Barat. Pada tahun 1972 Sadat melakukan reposisi haluan politik Mesir di bawah bendera AS, karena pengaruh dan dukungan AS sangat penting bagi negaranya. Bahkan ia tak segan mengganti penasihat militer Mesir yang berasal dari Uni Soviet. Sementara itu, AS membuat

53 Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal. 50 54 Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal. 50


(40)

28

perubahan kebijakan yang dramatis dan meluncurkan détente55 terhadap Uni Soviet pada tahun 1970-an. Kedua negara adidaya tersebut menandatangani perjanjian perlucutan senjata seperti Pembatasan Pembicaraan Senjata Strategis (SALT) dan Anti-Balistic Missile Treaty (ABMT).56

Konsiliasi yang terjalin diantara kedua negara itu berdampak buruk bagi politik Timur Tengah khususnya Mesir, hingga akhirnya Mesir meninjau kembali hubungan luar negerinya dengan Uni Soviet dengan memutus hubungan bilateralnya. Selanjutnya Sadat berupaya menunjukkan citra baik kepada Barat dengan memperkenalkan reformasi domestik yang kebijakannya bertentangan dengan pemerintahan masa Nasser. Reformasi ini menerapkan sistem multi-partai dan sistem ekonomi liberal di Mesir. Ia bahkan menyebut strategi reformasi sebagai 'Revolusi Perbaikan'. Langkah-langkah ini secara luas dipuji oleh Barat.57

Sadat mulai menerima berbagai tawaran skema perdamaian yang dikenal dengan perjanjian Camp David dari Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger pasca terjadinya Perang Arab-Israel tahun 1973. Mesir pun melakukan pemulihan hubungan formalnya dengan AS pada tahun 1974, hingga kemudian menjadi penerima bantuan ekonomi yang besar dari pemerintah AS. Selain itu, Sadat melakukan inisiatif diplomatik yakni memimpin perjanjian damai Mesir-Israel pada tahun 1979 yang sebelumnya diprakarsai oleh Presiden Jimmy Carter.

55 Détente adalah pengurangan hubungan ketegangan antara AS dengan Uni Soviet, terutama dalam situasi politik. Dapat dilihat di http://www.u-s-history.com/pages/h1946.html diakses pada 28 Juni 2015 56 Mark R. Amstutz, International Conflict and Cooperation: An Introduction to World Politics (Madison:

Brown & Benchmark,1995), hal.128.

57 Derek Hopwood, Egypt Politics and Society 1945-1981(London: George Allen & Unwin, 1982), hal.105-106.


(41)

29

Sebagai imbalan atas kesediannya melakukan upaya perdamaian, Amerika Serikat kembali memberikan bantuan keuangan secara besar-besaran.58

Perjanjian perdamaian antara Mesir-Israel yang dilaksanakan di Camp David pada 17 September 1978 atas bantuan Amerika Serikat, menghasilkan kesepakatan untuk mengembalikan wilayah Mesir yang telah direbut oleh Israel pada perang tahun 1967.59 Namun perjanjian ini tidak mengembalikan Dataran Tinggi Golan milik Syria dan wilayah Jerusalem Timur milik Palestina yang direbut Israel pada perang tahun 1967. Padahal perang Yom Kippur atau perang Ramadhan yang meletus tahun 1973 secara politik telah menguntungkan dunia Arab. Hal ini memicu kemarahan dari kalangan Palestine Liberation Organization

(PLO), kaum fundamentalis gerakan Islam dari Palestina dan dunia Arab, terutama setelah mengetahui kunjungan Sadat ke Jerusalem atas undangan Manachem Begin.60

Ketokohan Sadat dianggap Carter dan Presiden Ronald Reagan sebagai penyeimbang Uni Soviet dan Revolusi Iran. Hal ini membuat kebencian di kalangan negara-negara Arab radikal bahkan sebagian memfitnahnya telah berdamai dengan Israel dan tunduk dibawah kuasa AS. Upaya perdamaian dengan Israel dan persahabatannya dengan Amerika Serikat pun membuat Mesir terisolasi dari komunitas Arab dan dikecam keras oleh para kalagan ekstrimis Islam. Hingga

58 Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal. 50

59 Amin Saikal, Islam dan Barat, Konflik atau Kerjasama, (Jakarta: Sanabil. 2006) hal.134.


(42)

30

pada bulan Oktober 1981, Anwar Sadat dibunuh oleh seorang perwira militer fundamentalis Islam di Kairo.61

D. Hubungan Bilateral AS-Mesir pada Masa Presiden Husni Mubarok

Pasca terbunuhnya Presiden Sadat oleh seorang perwira militer fundamentalis Islam yang berasal dari Jamaah Islamiyah (Kelompok Radikal Islam) dan Al Jihad, kelompok yang lebih radikal dari Ikhwanul Muslimin, berakhir pula kekuasaannya pada tahun 1981. Akhirnya Husni Mubarak, Wakil Presiden Sadat dan mantan komandan Angkatan Udara Mesir, naik sebagai orang nomor satu di Mesir.62

Situasi politik Mesir pada tahun 1981 memberikan kesempatan kepada Mubarak untuk menaikan popularitas dan bentuk legal dari legitimasinya. Segala bentuk kebijakan luar negeri yang dikeluarkannya menjadi jawaban atas intervensi dari AS, Israel dan negara-negara Arab, dengan bertujuan memenangkan sentimen-sentimen nasionalis. Mubarak menjalankan reformasi yang legal dan legitimate untuk memberi penekanan bahwa dia menghormati hukum yang berlaku.63

Mubarak mengambil beberapa keputusan penting dan berani dalam urusan Afrika. Seperti pada tahun 1985 dan 1986, dia menolak tekanan AS untuk

61 Peter L. Han Historical of US Relations with Middle East, hal 142

62 Jeremy M. Sharp Egypt: Backgraund and US Relations (2008: CRS Report for Congress), hal. 6-7 63 Robert Springborg, Mubarak’s Egypt: Fragmentation of Political Order, (Boulder CO: Westview Press,


(43)

31

mengambil tindakan militer bersama terhadap Libya. Mubarak juga memainkan peran utama dalam integrasi ekonomi Afrika dan bergabung dengan Pasar Bersama untuk Afrika Timur dan Selatan (COMESA) pada tahun 1998.64

Hubungan AS-Mesir kembali membaik saat terjadinya Perang Teluk Persia tahun 1990-1991. Diantara bentuk hubungan bilateral yang terjalin adalah kerja sama dengan Presiden Ronald Reagan untuk perencanaan keamanan anti-Soviet, kemudian Mubarak memberikan Amerika Serikat hak pangkalan militer di wilayah Mesir dan kembali bekerja sama dengan AS dalam mempromosikan proses perdamaian Arab-Israel tahun 1990-an. Amerika Serikat sangat mendukung upaya Mubarak untuk mengalahkan fundamentalis Islam radikal yang berusaha untuk menguasai Mesir.65

Dalam aspek ekonomi, pada masa pemerintahan Husni Mubarak, Mesir mendapatkan investasi dan bantuan dari luar negeri. Bahkan Mesir merupakan negara ketiga sebagai penerima bantuan terbesar dari Amerika Serikat. AS memberikan bantuan ekonomi dan militer lebih dari US $ 2 miliar pertahun. Dimulai pada anggaran keuangan 1984-1985 tercatat bantuan sebesar 2.200 juta dolar AS kemudian anggaran meningkat pada tahun 1985-1986 menjadi 2.340 juta dolar AS. Bahkan pada 1989-1996, presentase penerimaan keuangan Mesir yang berasal dari bantuan asing mencapai lebih dari 75%. AS semakin gencar memberikan bantuan kepada Mesir hingga 50% dari total bantuan luar negerinya kepada Mesir. Selain itu, pada awal pemerintahan Clinton, dia membuat tiga tim

64 CountryStudies.us The Development of Foreign Policy dapat dilihat di http://countrystudies.us/egypt /125.htm diakses pada 05 April 2015


(44)

32

untuk menangani pertumbuhan dan pembangunan yang dimaksudkan untuk meningkatkan sektor swasta di Mesir. Kerjasama ini menunjukan bahwa privatisasi dan kapitalisme liberal akan mampu menyembuhkan penyakit politik dan sosial ekonomi di Mesir.66

Di bidang militer, pada masa rezim Mubarak terjalin hubungan pertahanan militer yang baik antara pemerintah AS-Mesir. Angkatan Bersenjata Amerika Serikat dan Mesir mulai melakukan latihan militer bersama selama dua tahunan tepatnya pada tahun 1983. Kemudian pada pertengahan 1990-an keduanya menjadi bagian dari pasukan penjaga perdamaian internasional di Bosnia. Dan hingga tahun 1991 Mesir bergabung kembali dengan koalisi yang dipimpin AS untuk melawan Saddam Hussein dalam Operasi Badai Gurun.67

Terjadinya Perang Teluk pada tahun 1991 diiringi oleh dukungan Mesir untuk koalisi yang dipimpin AS ternyata mempengaruhi status Mesir di dunia Arab. Mesir yang sejak dipimpin oleh Sadat kehilangan posisi sebagai pemimpin Liga Arab kini kembali setelah diperjuangkan oleh Mubarak selama tahun 1980 dengan berbagai upaya diplomatik secara berkala. Mesir akhirnya diterima kembali ke Liga Arab pada tahun 1989, bahkan Liga Arab mengembalikan lokasi asal kantor pusatnya di Kairo. Namun pasca terjadinya Perang Teluk, reputasi Mesir kembali ternodai dan timbul kekecewaan di masyarakat Mesir. Keterlibatan dalam mendukung koalisi yang dipimpin AS dan kekalahan Irak memicu energi

66 Fawas A. Gerges Amerika Serikat dan Islam Politik (Jakarta: Alvabet, 2002) hal.228.

67

Susan Muadi Daraj Modern world leaders Husni Mubarak (USA: Chealse House Publishers, 2007), hal. 69.


(45)

33

sebagian besar kalangan untuk mengembangkan gerakan Islam radikal di negara itu.68

Di samping itu, sejumlah konflik terus menerus terjadi dari golongan Islamis Mesir dan pemerintah, puncaknya pada periode (1992-1997) konfrontasi kekerasan terjadi diantara militan Islam dan polisi Mesir. Terjadinya serangan teroris pada 11 September 2001 menyebabkan AS fokus untuk mempromosikan demokrasi di Timur Tengah.69

Perselisihan antara AS dan Mesir kembali muncul pada tahun 2008, karena rezim Mubarak yang menganut sistem otoritarian dalam pemerintahannya ditekan AS untuk melakukan reformasi dalam negeri dengan menerapkan sistem demokrasi. Aksi protes masyarakat Mesir untuk menggulingkan rezim Mubarak meledak pada tahun 2011 dan AS sangat mendukung kaum revolusioner untuk menyambut perubahan di negeri itu.70

Diantara faktor internal yang menyebabkan terjadinya revolusi Mesir adalah pertama, tingginya tingkat korupsi dikalangan pemerintahan Mubarak. Kedua, adanya pembatasan hak-hak sipil untuk berpolitik. Ketiga, angka pengangguran yang semakin meningkat, inflasi dan tingkat pendapatan rendah serta tidak meratanya bantuan asing bagi kesejahteraan masyarakat.71 Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adalah sikap pemerintah Mesir yang pro-Barat,

68 Susan Muadi Daraj Modern world leaders Husni Mubarak, hal 70-73 69 Jeremy M. Sharp

Egypt: Backgraund and US Relations ( CRS Report for Congress, 2008 ) hal 7

70 Michelle Dunne, “Egypt: From Stagnation to Revolution,” in America’s Challenges in the Greater Middle East: The Obama Administration’s Policies, ed. Shahram Akbarzadeh, (New York: Palgrave Macmillan, 2011), hal 84

71 CountryStudies.us The Development of Foreign Policy dapat dilihat di http://countrystudies.us/egypt /125.htm diakses pada 05 April 2015


(46)

34

sikap ketidak-aktifan Mesir dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel, serta revolusi Tunisia yang mempengaruhi pergerakan revolusi Mesir. 72

72 TheGuardian.com What the Caused Revolution in Egypt? Dapat dilihat di http://www.theguardian.com/global-development/poverty-matters/2011/feb/17/what-caused-egyptian-revolution diakses pada 05 April 2015


(47)

35 BAB III

Kemenangan Muhammad Mursi dalam Pemilu Presiden Mesir Tahun 2012

A. Peran Ikhwanul Muslimin dalam Politik Mesir

Ikhwanul Muslimin merupakan organisasi gerakan Islam modern abad ke-20 yang didirikan di Mesir pada tahun 1928.73 Organisasi ini terbentuk dengan dilatarbelakangi oleh persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat muslim Mesir dan dunia Islam. Kemunduran dan keterbelakangan umat Islam dibandingkan dengan negara-negara Barat merupakan faktor utama penggerak organisasi Islam ini. Untuk mengatasi hal ini, maka Ikhwanul Muslimin bersepakat bahwa umat Islam harus kembali kepada sumber asli ajaran umat Islam yaitu Al-Qur‟an dan Sunnah Rasullulah. 74

Organisasi Ikhwanul Muslimin berbeda dengan gerakan salafiyah, gerakan ini lebih banyak terlibat dalam bidang pendidikan, politik dan pelayanan sosial. Hal ini bertujuan agar dapat menjangkau publik Mesir yang lebih luas.75 Dengan melakukan pendekatan seperti itu, Ikhwanul Muslimin dapat mempengaruhi masyarakat Muslim Mesir melalui ideologi gerakannya.

73 Mochtar Efendi, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, (Palembang: Universitas Sriwijaya, 2001), hal. 418. 74 Harun Nasution, (Eds), Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hal. 411, Anggaran Dasar Ikhwan al-Muslimin, pasal II ayat F.

75 Taufik Abdullah (Eds), Ensiklopedi Tematis Hukum Islam, Dinamika Masa Kini, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, t.th.), hal. 87.


(48)

36

Ikhwanul Muslimin menjadikan Islam sebagai jalan dan sistem yang komprehensif 76 dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan manusia, baik yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan maupun yang berkaitan dengan hubungan sesama manusia seperti; sosial, ekonomi, budaya, politik dan lainnya. Bahkan Islam tidak mengabaikan gerakan lain yang hanya memperhatikan politik namun mengabaikan agama, atau kelompok tarekat yang hanya memperhatikan soal spiritual namun mengabaikan kehidupan sosial politik.

Ikhwanul Muslimin yang juga merupakan kekuatan politik di Mesir ikut dalam dalam pemilihan di negeri itu. Partisipasi pertama kali dilakukan pada tahun 1940-an, kemudian berpartisipasi kembali dalam politik umum Mesir dengan strategi yang berbeda pada tahun 1984 yaitu melakukan aliansi dengan partai lain, hal ini dilakukan karena adanya larangan untuk mengikuti Pemilu bagi partai berbasis keagamaan. Maka saat pemilihan anggota parlemen 1984 Ikhwanul Muslimin beraliansi dengan partai Wafd, sebuah partai oposisi sekuler di Mesir. Selanjutnya tahun 1987 bersekutu dengan Partai Liberal yang juga beraliran sekuler dan berorientasi pada pengurangan dalam kehidupan politik dan perluasan kebebasan politik. Dan juga dengan Partai Buruh Sosialis yang sekuler berlatar belakang ideolodi Naserisme yang berorientasi pada peningkatan peran negara dalam kehidupan ekonomi.77

Partisipasi Ikhwanul Muslimin dalam politik pemilihan umum terlepas dari ciri-ciri internal gerakan, seperti terlihat pada ideologi dan struktur

76Yusuf Qardhwi, Menyatukan Pikiran para Pejuang Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1993), hal. 63. 77 Ghadbian, Najib, Democratization and Islamist Challenge in the Arab World,( Boulder Co: Westview Press,1997), hal. 93-94.


(49)

37

organisasinya. Hal ini menunjukkan bahwa Ikwanul Muslimin dan kelompok Islam lainnya dapat berpartisipasi dalam politik sesuai dengan prosedur demokrasi yang ada. Dengan cara ini, gerakan sosial Islam dapat memberikan sumbangsih pada perkembangan lembaga demokrasi di lingkungannya.78

Pada Pemilu parlemen tahun 2000, Ikhwanul Muslimin memperoleh 17 kursi melalui jalur independen, dan pada Pemilu 2005 jumlah tersebut meningkat signifikan menjadi 99 kursi (20 persen).79 Selanjutnya, pasca terjadinya revolusi Mesir yang menumbangkan Presiden Husni Mubarak pada tahun 2011, Mesir kembali menyelenggarakan pemilihan umum. Freedom and Justice Party ( FJP) yang didirikan oleh Ikhwanul Muslimin ikut serta dalam pemilihan umum Parlemen Mesir dan berhasil memenangkan Pemilu Parlemen dan Presiden Mesir yang mengantarkan Muhammed Mursi berkuasa di Mesir.

B. Peran Militer dalam Politik Mesir

Keterlibatan Militer dalam politik Mesir mempunyai sejarah panjang. Salah satu momentum penting yang mengawali kepemimpinan militer di Mesir adalah saat terjadinya kudeta terhadap pemerintahan Raja Farouk pada Juli 1952. Kudeta ini dilakukan oleh para perwira militer yang tergabung dalam The Free

78 Mahadi Fadulullah, Titik Temu Agama dan Politik, Analisa Pemikiran Sayyid Qutb, (Solo: Ramadhani, 1991), hal. 20.

79 Council on Foreign Relations Dune: ‗ Very Dramatic’ Achievement for Muslim Brotherhood in Egyptian

Parliamentary Elections di lihat pada 28 Juni 2015 http://www.cfr.org/egypt/dunne-very-dramatic-achievement-muslim-brotherhood-egyptian-parliamentary-elections/p9318


(50)

38

Officers atau Organisasi Perwira Bebas dibawah pimpinan Gamal Abdul-Nasser.80

Kudeta Militer yang berhasil menumbangkan Raja Farouk merupakan titik balik dalam pemerintahan, Mesir yang pada awalnya berada dalam kepemimpinan absolut seorang Raja lalu digantikan dengan kepemimpinan Militer. Pada masa ini diadakan berbagai program revolusi untuk menghapuskan segala bentuk kebijakan pemerintahan Raja Farouk. Rezim militer membentuk Revolution Command Council (RCC) yang merupakan suatu perangkat eksekutif militer yang menjalankan pemerintahan atau mengatur masyarakat. Selain sebagai perangkat eksekutif militer, RCC juga bertugas memberangus oposisi intern di dalam tubuh militer dan masyarakat.81 RCC Mesir dipimpin oleh Jenderal Muhammad Naguib, yang pada bulan September di tahun yang sama dikukuhkan sebagai Perdana Menteri Mesir dengan Gamal Abdul-Nasser sebagai deputinya. Pada masa berikutnya RCC memaksa Muhammed Nugaib mundur dari kepemimpinannya dan pada tahun 1954, Gamal mengambil alih kepemimpinan itu. Dalam masa jabatan Gamal Abdul-Nasser, terdapat banyak pemimpin militer yang memegang peranan penting dalam politik domestik Mesir.82

Ia memasukkan lebih banyak kalangan militer dalam pemerintahan, seperti pada saat ia menjabat deputi perdana menteri maupun perdana menteri. Di lain

80 Agus R. Rahman, „Militer dan Demokratisasi di Mesir‟, dalam Syamsumar Dam (ed.),

Militer dan Demokratisasi di Nigeria, Mesir dan Afrika Selatan, (Jakarta: Pusat Penelitian Politik, 2001) hal. 63.

81 Amos Perlmutter, The Military and Politics in Modern Times, (New Haven: Yale University Press, 1977) hal. 217.

82 Moataz El Fegiery, „Crunch Time for Egypt‟s Civil-Military Relations‟, FRIDE-Policy Brief, 134 (August 2012), hal. 1.


(51)

39

pihak, RCC tetap menjadi pendukung utama rezim Gamal Abdul-Nasser dan melanggengkan kekuasaan militer di Mesir. Tidak jauh berbeda dengan pendahulunya, Gamal Abdul-Nasser juga menetapkan kebijakan-kebijakan otoritarian yang serupa dalam pemerintahannya. Ia membubarkan seluruh partai politik yang berkuasa di tahun 1952, melarang dan memenjarakan sejumlah aktivis organisasi Ikhwanul Muslimin.83

Kematian Presiden Gamal Abdul Naseer pada tahun 1970 menjadi akhir dari kepemimpinannya di Mesir. Kemudian ia digantikan oleh wakilnya yakni Anwar Sadat, yang merupakan mantan perwira Organisasi Perwira Bebas dan juga terlibat dalam revolusi 1952. Pola seperti ini menunjukan bahwa masa kepemimpinan militer di Mesir masih terus berlanjut. Namun, pemerintahan Sadat nampaknya tidak begitu otoritarian seperti dua pemimpin sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan pemerintahan Sadat yang cenderung lebih bebas. Keterlibatan militer pada masa Sadat mulai berkurang sebab presiden dapat mengontrol militer untuk tetap berada di belakangnya.84

Rakyat mesir diberikan Kebebasan politik dan ekonomi yang lebih besar oleh rezim militer yang dipimpin Sadat. Pembentukan partai-partai politik diperbolehkan kembali untuk ikut serta dalam pemilu Mesir. Sadat juga membentuk National Democratic Party (NDP) sebagai basis pendukung

83 Diplomats Handbook, Egypt: Will Democracy Succeed the Pharaoh? (daring), dapat dilihat di http://www.diplomatshandbook.org/pdf/Handbook_Egypt.pdf diakses pada 13 April 2015.

84 C.f.: Cooper, “Demilitarization of Egyptian Cabinet,” International Journal of Middle East Studies, 14 (May 1982), hal. 204- 210.


(52)

40

politiknya. Satu hal penting lainnya ialah pembubaran Arab Socialist Union

sebagai bentuk penghapusan kepemimpinan otoriter masa pemerintahan Nasser.85

Setelah kematian Sadat yang tewas terbunuh pada tahun 1981 oleh seorang tentara di negeri itu, Husni Mubarak yang pada awalnya menjabat sebagai wakil presiden naik menjadi Presiden keempat Mesir menggantikan Sadat. Berbeda dengan Sadat yang cenderung memisahkan dan membatasi keterlibatan militer di dalam politik, Husni Mubarak yang berasal dari kalangan militer justru merangkul institusi tersebut dan memberikan tempat dalam ranah sipil Mesir. Petinggi militer menempati 10% persen dari pos kementrian di Mesir.86

Selain itu, sebagian besar dari 26 gubernur di Mesir adalah pejabat senior dalam lingkungan militer dan polisi. Dalam mencapai jabatannya, mereka harus rela untuk menanggalkan karir kemiliterannya. Namun demikian, mereka tetap terintegrasi dengan militer. Peranan gubernur di sini cukup jelas, yaitu memastikan bahwa aktivis oposisi tidak terlibat pada aktivitas yang merusak kontrol politik, yang berpotensi meruntuhkan tabir demokrasi Mesir, atau (paling buruk) memperkuat institusi politik baik dalam level lokal dan regional.87

Pada tahun 1981, Mubarak memberlakukan Undang-undang Keadaan Darurat yang memberikan kewenangan kepada polisi dan militer, menangguhkan hak konstitusional warga negara, dan melegalkan sensor. Terkait undang-undang

85 Moataz El Fegiery, „Crunch Time for Egypt‟s Civil-Military Relations‟, hal.2.

86 Robert Springborg, Mubarak’s Egypt: Fragmentation of the Political Order (Boulder, CO: Westview Press, 1989), hal. 95-133.


(53)

41

tersebut pemerintah Mesir menggunakannya untuk melawan pihak radikal seperti kelompok Islam fundamentalis yang memberikan ancaman pada stabilitas kepemimpinan di Mesir. Selain itu, pada masa awal Mubarak secara bertahap mengenalkan politik yang terkontrol. Ia mengizinkan oposisi dan organisasi masyarakat mulai aktif dalam politik, namun di sisi lain, Mubarak juga memperbolehkan penangkapan aktor oposisi, dan secara tidak langsung menyingkirkan mereka dari kompetisi politik.88

Semenjak diberlakukannya Undang-Undang Keadaan Darurat Militer, masyarakat Mesir merasa bahwa pemerintahan Mubarak telah mengekang kebebasan mereka melalui aksi militer dan aparat keamanan yang diberi keleluasaan dalam mengadili siapa saja pihak yang berpotensi mengancam kestabilan dan keamanan pemerintahan, baik kelompok Ikhwanul Muslimin maupun kelompok demonstran anti Mubarak. Di bawah undang-undang Keadaan Darurat Militer, para demonstran sering menerima aksi kekerasan yang dilancarkan oleh pihak aparat keamanan dalam serangkaian aksi demonstran yang memprotes pemerintahan Mubarak, selain itu undang-undang tersebut juga digunakan sebagai kontrol terhadap pihak oposisi seperti Ikhwanul Muslimin, agar tidak dapat masuk ke dalam pemerintahan dan mengkritisi kepemimpinan Husni Mubarak.89

88 Omar A. Sheira, Towards a way out of the Egyptian Dillema: New Lessons for And Old Regime. (Tilburg: Tilburg University, T.th), hal.9-10.

89 Hamdy A. Hassan Civil Society in Egypt under the Mubarak Regime Afro Asian Journal of Social Sciences 2(Quarter II 2011), hal. 13


(54)

42

Selain itu, fungsi awal militer Mesir sebagai penjaga keamanan termasuk di dalamnya stabilitas internal, mulai beralih menjadi pelindung pemerintah yang berkuasa. Pemerintah juga cenderung lebih bergantung pada militer dalam kasus ancaman dalam bentuk internal, melibatkan personel militer dalam rapat-rapat Mubarak mengenai kontrol instabilitas domestik. Seperti pada September 1984, Mubarak menaikkan harga bahan pangan dan asuransi, sehingga mengakibatkan protes di Kufr al-Dawwar. Militer kemudian mengambil alih untuk menghentikan kekacauan tersebut meskipun tanpa deployment tentara yang berlebihan. Selain itu, pada tahun 1986 militer kembali menghentikan pemberontakan yang dilakukan sebanyak 20,000 anggota paramiliter Central Security Force dari kalangan petani berpendidikan rendah yang diharuskan mengikuti wajib militer justru menentang program wajib militer tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa militer mendominasi berbagai sektor dan menekan peran kepolisian dalam suatu negara.90

Era Hosni Mubarak memberikan militer hak-hak yang sama dengan sipil, atau disebut dwi-fungsi militer. Dalam era ini, militer diberi otonomi yang luas untuk membuat dan menjalankan industri bisnis militer. Selain itu, militer Mesir menjadi faktor kunci ekonomi sejak 1980-an, baik itu di sektor real estate, produksi peralatan rumah tangga, dan tujuan wisata. Kegiatan bisnis militer membentuk 20 persen dari output ekonomi tahunan negara itu.91 Berbeda dengan

90 Robert B. Satloff, Army and Politics in Mubarak’s Egypt, (Washington D.C: The Washington Institute for Near East Policy,1988), hal. 15-16.

91 Quantara.de, The Mubarak System without Mubarak dapat dilihat di http://en.qantara.de/content/political-upheaval-in-egypt-the-mubarak-system-without-mubarak?wc_c=7155diakses pada 19 April 2015


(1)

Plano, Jack C. dan Olton, Roy Kamus Hubungan Internasional. Bandung: Abardin, 1999.

Rahman, R Agus. „Militer dan Demokratisasi di Mesir‟, dalam Syamsumar Dam (ed.), Militer dan Demokratisasi di Nigeria, Mesir dan Afrika Selatan, Jakarta: Pusat Penelitian Politik, 2001.

Rosenau, N James., Boyd, Gavin , Thompson, W Kenneth, World Politics: An Introduction, New York: The Free Press, 1976

Roosevelt, Kermit Arabs, Oil, and History, New York: Harper, 1949.

Saikal, Amin, Islam dan Barat, Konflik atau Kerjasama, Jakarta: Sanabil. 2006. Satloff, B Robert . Army and Politics in Mubarak’s Egypt, Washington D.C: The

Washington Institute for Near East Policy,1988.

Springborg, Robert Mubarak’s Egypt: Fragmentation of Political Order, Boulder CO: Westview Press, 1989

Sulistyawati, Rr. Laeny, Krisis Politik di Mesir: Kepentingan Amerika Serikat Terhadap Militer Mesir, Skripsi, 2011

Soeprapto, R. Hubungan Internasional: Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta: Rajawali Pers, 1997.

Tamburaka, A Revolusi Timur Tengah: Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di Negara-Negara Timur Tengah, Yogyakarta: Narasi, , 2011

W, John Creswell, Reseach design: Qualitative and Quantitative Approaches. Thausan Oaks: SAGE Publications, Inc, 1994.

Watts, Ducan , Pressure Group. Manchester:: Edinburgh University Press Ltd, 2007


(2)

Zurn, Michael dan Gregor Walter, ed, Globalizing Interest: Pressure Groups and Denationalization. New York Press, 2005.

Jurnal

Abdurahman Bulbul, “Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara yang Demokratis: Ditandai Persaingan antara Demokrat Islam dengan Militer”,Jurnal Online Westphalia 13, (Januari-Juni 2014)

Cooper, C.f.: “Demilitarization of Egyptian Cabinet,” International Journal of Middle East Studies, 14 (May 1982)

El Fegiery, Moataz „Crunch Time for Egypt‟s Civil-Military Relations‟, FRIDE-Policy Brief, 134 (August 2012

Hassan, A Hamdy . Civil Society in Egypt under the Mubarak Regime Afro Asian Journal of Social Sciences 2, Quarter II 2011

Irdayanti, Kebijakan Penolakan Rusia terhadap Strategi Barat di Suriah, Jurnal Transnasional,4 (Juli 2012

Lisbet, “ Krisis Politik Mesir dan Posisi Indonesia,”Info Singkat Hubungan Internasional 5 (Juli 2013): 5.


(3)

Internet dan Berita Online

About.com “US Foreign Policy:The US-Egyptian Relations‖ dapat dilihat di http://usforeignpolicy.about.com/od/countryprofi3/p/usegyptprofile.htm diakses pada 08 Maret 2015

Al Jazeera. Celebration in Egypt as Morsi declared winner. Dapat dilihat di http://www.aljazeera.com

/news/middleeast/2012/06/201262412445190400.html Diakses pada 15 Mei 2015

American Chamber of Commerce in Egypt dapat dilihat di http://www.amcham.org.eg/resourcespublications/Trade_Resources/egypt_u s_relations/default.asp?tab=3 diakses pada 15 Mei 2015

Bbc.co.uk Partai-Partai Islam Menang dalam Pemilu dapat dilihat di http://www.bbc.co.uk/indonesia/

dunia/2012/01/120121_mesir_pemilu.shtml diakses pada 13 April 2015 Center for Progress Previewing Egypt’s 2012 Presidential Elections Another Step

Forward in the Country’s Political Transition—but Not the Last dilihat

12/11/2014https://www.americanprogress.org/issues/security/report/2012/0

5/23/11553/previewing-egypts-2012-presidential-elections/

CJPME.org Egyptian Parliamentary Elections 2011/2012 dapat dilihat di http://www.cjpmo.org/Display Document.aspx?DocumentID=2074 diakses pasa 13 April 2015


(4)

Country Studies.us The Revolution and the Early Years of the New Government: 1952-56 dapat dilihat di http://countrystudies.us/egypt/32.htm diakses pada 05 April 2015

CRF Strengthening the U.S.-Egyptian Relationship dapat dilihat di http://www.cfr.org/egypt/strengthening-us-egyptian-relationship-cfr paper /p8666 Diakses pada 15 Mei 2015

CRI online Mesir dan AS Tandatangai Persetujuan Eksploitasi Migas dapat dilihat di http://indonesian.cri .cn/201/2009/08/22/1s100636.htm diakses pada 25 April 2015

Diplomats Handbook, Egypt: Will Democracy Succeed the Pharaoh? (daring), dapat dilihat di http://www.diplomatshandbook.org/pdf/Handbook_ Egypt.pdf diakses pada 13 April 2015

DuniaPustaka.com Biografi Barak Obama dapat dilihat di http://124.40.251.13/file/biografi-barack-obama.pdf diakses pada 16 Mei 2015

DW.DE Kebijakan Luar Negeri Baru Presiden Mursi dapat dilihat di http://www.dw.de/kebijakan-luar-negeri-baru-presiden-mursi/a-16257699 diakses pada 01 Juni 2012

Egypt Independent.com Oil shipments through Suez Canal at four-year high in 2012 dapat dilihat di http://www.egyptindependent.com/news/oil-shipments-through-suez-canal-four-year-high-2012 diakses pada 01 Juni 2015


(5)

Kompas.com Mesir Gelar Pilpres pada 26 dan 27 Mei 2014 dilihat 12/11/2014 http://internasional.kompas.com/read/2014/03/30/2214431/Mesir.Gelar.Pilp res.pada.26.dan.27.Mei.2014

Library of Congress, Federal Research Division, Egypt: A Country Study, dapat dilihat di http://lcweb2.loc.gov/frd/cs/egtoc.html diakses pada 24 Maret 2015

Longman Dictionary of Contemporary English Geopolitics dilihat pada 10/11/2014. http://www.ldoceonline.com/dictionary/geopolitics

PBS Why Is Egypt’s Millitary Using Strong Armed-Tactic? Dapat dilihat di http://www.pbs.org/newshour/bb/world-jan-june12-egypt2_01-02/ diakses pada 18 Mei 2015

Republika.co.id Mesir Hentikan Pasokan Gas ke Israel dan Yordania dapat dilihat di http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/11/04/27/lkbcmn-mesir-hentikan-pasokan-gas-ke-israel -dan-yordania diakses pada 15 Mei 2015.

Sharp. M Jeremy “Egypt: Background and U.S. Relations” CRS Report for Congress 2:RL33003, 12 Agustus 2008 dapat dilihat di http://fpc.state.gov/documents/organization/109518.pdf diakses pada 13 Maret 2015.

Svgop.com Differences Between Republicans and Democrats dapat dilihat di http://www.svgop.com/files/Differences%20Between%20Republicans%20a nd%20Democrats.pdf diakses pada 20 Mei 2015.


(6)

The Guardian What the Caused Revolution in Egypt? Dapat dilihat di http://www.theguardian.com/global-development/poverty-matters/2011/feb /17/what-caused-egyptian-revolution diakses pada 05 April 2015

U.S. Government Accountability Office Security Assistance: State and DOD Need to Assess How the Foreign Military Financing Program for Egypt Achieves U.S. Foreign Policy and Security Goals dapat dilihat di http://www.gao.gov/assets/250/249656.html diakses pada 18 Mei 2015. Quantara.de, The Mubarak System without Mubarak dapat dilihat di

http://en.qantara.de/content/political-upheaval-in-egypt-the-mubarak-system -without-mubarak?wc_c=7155 diakses pada 19 April 2015