TEMBANG CIANJURAN PANGAPUNGAN (WANDA PAPANTUNAN) DALAM TRADISI MAMAOS DI LEMBAGA KEBUDAYAAN CIANJUR (LKC): Analisis Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan, Fungsi dan Makna.

(1)

TEMBANG CIANJURAN PANGAPUNGAN (WANDA

PAPANTUNAN) DALAM TRADISI MAMAOS DI LEMBAGA

KEBUDAYAAN CIANJUR (LKC)

(Analisis Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan, Fungsi dan Makna)

SKRIPSI

diajukan sebagai syarat menempuh ujian sidang sarjana sastra

oleh

Ridwan Nugraha F 0906122

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSUTAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

TEMBANG CIANJURAN PANGAPUNGAN (WANDA PAPANTUNAN) DALAM TRADISI MAMAOS DI LEMBAGA

KEBUDAYAAN CIANJUR (LKC)

(Analisis Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan, Fungsi dan Makna) Oleh

Ridwan Nugraha F 0906122

disetujui dan disahkan oleh

Pembimbing I,

Drs. Memen Durachman, M.Hum. NIP 196603201991031004

Pembimbing II,

Dr. Tedi Permadi, M.Hum. NIP 197006242006041001

Diketahui oleh

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Dadang S. Anshori, S.Pd., M.Si. NIP 197204031999031002


(3)

TEMBANG CIANJURAN PANGAPUNGAN (WANDA

PAPANTUNAN) DALAM TRADISI MAMAOS DI

LEMBAGA

KEBUDAYAAN CIANJUR (LKC)

Oleh

Ridwan Nugraha F

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Ridwan Nugraha F 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(4)

i Ridwan Nugraha F, 2013

Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga ABSTRAK

Judul penelitian ini adalah Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) dalam Tradisi Mamaos di Lembaga Kebudayaan Cianjur (LKC). Penelitian ini dipilih berdasarkan ketidaktertarikan masyarakat terhadap Tembang Cianjuran yang bersifat „menak‟ atau “Kedaleman”, selain itu beranjak dari pokok permasalahan: (1) Bagaimana struktur teks Cianjuran Pangapungan (wanda

papantunan)? (2) Bagaimana proses penciptaan Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)? (3) Bagaimana konteks pertunjukan yang terdapat dalam lirik atau

teks Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)? (4) Apa fungsi dari

Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)? (5) Apa makna dari Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)? Berdasarkan pokok permasalahan di atas,

penelitian ini bertujuan: (1) untuk memperoleh gambaran struktur Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan); (2) untuk memperoleh gambaran tentang proses penciptaan Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda

papantunan); (3) untuk memperoleh gambaran tentang konteks pertunjukan

Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan); (4) untuk memperoleh gambaran fungsi Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan); (5) untuk memperoleh gambaran makna dari Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan). Penelitian ini menggunakan pendekatan Lord atau teori formula. Pendekatan Lord atau teori formula merupakan suatu pendekatan dengan menitikberatkan pada kajian formula (frasa dan klausa atau larik dan baris) dalam cerita (puisi) yang dihasilkan dengan dua cara, yaitu dengan mengingat frasa itu dan menciptakan melalui analogi frasa-frasa lain yang telah ada. Formula diinterpretasikan untuk menemukan ide atau gagasan dalam cerita (puisi). Hasil dari interpretasi merupakan pemahaman ide-ide pada cerita (puisi) sebagai ciri sastra lisan. Objek penelitian ini adalah Tembang Cianjuran yang berjudul

Pangapungan (Wanda Papantunan).

Prosedur analisis yang digunakan adalah sebagai berikut: Pertama, menganalisis struktur teks yang terdiri dari; bentuk, formula sintaksis, formula bunyi, formula irama, gaya bahasa dan tema yang memperlihatkan sebagai komposisi ciri sastra lisan. Kedua, menganalisis proses penciptaan yang dibentuk dengan dua aspek yaitu menurut penembang yang dihubungkan dengan konsep formula dan proses pewarisnya. Ketiga, menganalisis konteks pertunjukan dengan dua aspek yaitu: (1) konteks situasi yang meliputi; waktu, tujuan, peralatan/media dan teknik pertunjukan. (2) konteks budaya yang meliputi; lokasi, penutur dan audiens, latar sosial budaya dan kondisi sosial ekonomi. Keempat, menganalisis fungsi diambil dari Hutomo, Suripan Budi (1991), yaitu fungsi dalam sastra lisan yang terbagi menjadi 8 klasifikasi. Kelima, menganalisis makna yang terdiri menjadi 3 bagian yaitu; pertama, makna yang ditinjau dari isotopi, kedua, makna yang ditinjau dari sisi sejarah (historis) teks Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) dan ketiga, makna yang dimbil pada teks secara harfiah. Berdasarkan hasil analisis teks Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan), maka dapat disimpulkan bahwa teks pangapungan merupakan sastra lisan. Karena ditemukannya komposisi sebagai ciri sastra lisan yaitu, keteraturan


(5)

ii Ridwan Nugraha F, 2013

Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga

dalam menempatkan kata, frasa atau larik yang sama dengan pengulangan bunyi vokal dan konsonan yang sama pada ujung frasa.


(6)

iii Ridwan Nugraha F, 2013

Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga ABSTRACT

The title of this research is tembang Cianjuran Pangapungan ( Wanda Papantunan ) in the Institute of Cultural Tradition mamaos in Cianjur ( LKC ). Study were selected based on tembang Cianjuran public disinterest that is' marvelous ' or ' Kedaleman ", but it went out of the main issues: ( 1 ) How does the structure of the text Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan )? ( 2 ) How does the process of creating Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan )? ( 3 ) How to show the context contained in the lyrics or text Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan )? ( 4 ) What is the function of Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan )? ( 5 ) What is the meaning of Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan )? Based on the above subject matter, this study aims to: ( 1 ) to obtain a picture of the structure of tembang Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan ), ( 2 ) to obtain an overview of the process of creation tembang Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan ), ( 3 ) to obtain an overview of the context Tembang show Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan ), ( 4 ) to obtain a function tembang Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan ), ( 5 ) to obtain a picture of the meaning of tembang Cianjuran Pangapungan ( wanda papantunan ). This study uses a theoretical approach or formula Lord. Lord formula approach or theory is an approach with emphasis on the study of formula ( phrases and clauses or arrays and rows ) in the story ( poem ) generated in two ways, namely by considering the phrase was created by analogy and other terms that have been there. Formula interpreted to find an idea or ideas in the story ( poem ). Interpretation is the result of understanding the ideas in the story ( poem ) as characteristic of oral literature. Object of this study is entitled Pangapungan Cianjuran tembang ( Wanda Papantunan ).

Analysis procedure used is as follows: First, analyze text structure comprising; forms, syntactic formula, formula sound, rhythm formula, style and theme of the show as a composition characteristic of oral literature. Second, analyze the process of creation that is formed by two aspects, namely according penembang formula associated with the concept and process of his successor. Third, analyze the context of the show with two aspects: ( 1 ) the context of the situation which includes, time, destination, equipment / media and performance techniques. ( 2 ) the cultural context that includes; locations, speakers and audience, socio- cultural background and socio-economic conditions. Fourth, analyze the function taken from Hutomo, Suripan Budi ( 1991 ), which functions in oral literature is divided into 8 classifications. Fifth, analyze the meaning of which consisted into 3 parts: first, meaning that in terms of isotopy, second, meaning that in terms of the history of the ( historical ) texts tembang Cianjuran Pangapungan ( Wanda Papantunan ) and third, meaning that taked the text literally.


(7)

iv Ridwan Nugraha F, 2013

Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga

Based on the results of text analysis tembang Cianjuran Pangapungan ( Wanda Papantunan ), it can be concluded that the text pangapungan an oral literature. Due to the discovery of the composition as a characteristic of oral literature that is, in order to put the word, phrase or array is equal to the repetition of vowel and consonant sounds the same at the end of the phrase.

KATA PENGANTAR

Saya ucapkan Alhamdulillahirobbil1’alamin dengan segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan segala kemudahannya atas segala yang dikarunikannya, shalawat serta salam saya ucapkan kepada junjungan Nabi Muahammad Rosululloh SAW, sehingga penulis mendapatkan puncak kebahagian dalam menyelesaikan skripsi.

Dalam penelitian maupun penulisan skripsi yang berjudul Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) dalam Tradisi Mamaos di Lembaga Kebudayaan Cianjur (LKC), merupakan karya ilmiah sebagai syarat menempuh ujian sidang sarjana di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan seni, Universitas Pendidikan Indonesia.

Pada nyatanya dengan skripsi yang berjudul Tembang Cianjuran

Pangapungan (Wanda Papantunan) dalam Tradisi Mamaos di Lembaga

Kebudayaan Cianjur (LKC) ini dapat diselesaikan dengan teori formula (pendekatan Lord) sebagai ciri sastra lisan.

Tiada pencapaian tertinggi dalam mengerjakan suatu hal. Semua berawal dari kritikan dan proses yang panjang. Tiada yang pantas untuk dibanggakan di hadapanNya, karena hasil karya manusia jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Demikian dengan skripsi ini, masih membutuhkan masukan atau kritikan untuk perbaikan.

Semoga karya ini bermanfaat dan menjadi acuan bagi siapa saja yang membutuhkannya.


(8)

v Ridwan Nugraha F, 2013

Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis merupakan manusia biasa yang tidak bisa mengerjakan suatu hal dengan sendri. Masih banyak memerlukan bantuan dari Sang Pencipta dan makhluknya yang perduli dengan segala keluh-kesah yang dirasakan penulis. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak-banyak rasa syukur terimakasih ke hadirat Alloh SWT yang telah memberikan hidayahnya terhadap penulis atas kesabaran, ketekunan, keuletan dan tiada henti-hentinya memberi cobaan yang menjadikan penulis lebih bermotivasi untuk mengerjakan skripsi. Selain itu penulis pun perlu mengucapkan banyak-banyak terimakasih dan memberi penghargaan yang sangat pantas dipersembahkan untuk:

1. Mamah, Mamah, Mamah dan Bapa yang tak pernah bosan dan tiada henti-hentinya untuk memberi nasehat rohani maupun jasmani dengan segala doa-doa yang tercurah. Khaturnuhun Mah, Pa;

2. Emak Hj. Siti Sholihat (Ma Engkat), yang selalu mendoakan cucumu ini dalam segi apapun, tanpa dorongan doa beliau penulis tidak akan menjadi seperti ini. Khaturnuhun Emak;

3. Bapak Drs. Memen Durachman, M.Hum. yang merupakan pembimbing I yang tiada henti-hentinya memberikan masukan, membimbing dengan sabar dan meminjamkan buku-buku yang menunjang penyelesaian skripsi ini;


(9)

vi Ridwan Nugraha F, 2013

Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) Dalam Tradisi Mamaos Di Lembaga

4. Bapak Dr. Tedi Permadi, M.Hum. yang merupakan pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan dorongan dengan bijaksana dalam penulisan skripsi ini;

5. Dr. Dadang S. Anshori, S.Pd., M.Si. selaku ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Progran Non Kependidikan Bahasa dan sastra Indonesia;

6. Bapak Dr. Sumiyadi, M.Hum. selaku pembimbing akademik;

7. Ibu Nenden Lilis A., M.Pd. dan Bapak Ari Kapin yang selalu membantu dan memberikan motivasi terhadap segala keluhan penulis;

8. jajaran staf tata usaha Bahasa dan Sastra Indonesia, Kang Wawan, Kang Aep dan Mas Joko. Yang selalu kompak dalam memenuhi segala keluh-kesah mahasiswa;

9. rekan-rekan nondik B dan sastra ‟09, dari mulai sanggar sastra (SANGKURIANG), lorong ratapan, pangandaran hingga konser Ari Kapin. Kita akan selalu ingat kenangan itu kawan;

10.team penghibur; Wili Azhari (Dul Matin), Diki Nugraha (Mr. Bean), Aldi Febrian (Boyot), Rony (Waos), Koko (Ramsey), Sobar (Komeng), Rizwan (Kodok), Zaenal (Parto), Rizki (bokir), Muldani (woles), Resa (kribo). Dan seterusnya rekan-rekan angkatan 2009;

11.dan semua pihak yang tak sempat penulis sebutkan Jazakumullah Khairan Katsiran.


(10)

vii Ridwan Nugraha F, 2013


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….i

ABSTRACT ………..ii

KATA PENGANTAR ……….iii

UCAPAN TERIMAKASIH ………... iv

DAFTAR ISI ………vi

DAFTAR TABEL ……….x

DAFTAR BAGAN ………..xii BAB 1 ... Error! Bookmark not defined. PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. 1.1 Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. 1.2 Batasan Masalah ... Error! Bookmark not defined. 1.3 Perumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1.4.1 Tujuan ... Error! Bookmark not defined. 1.4.2 Manfaat ... Error! Bookmark not defined. 1.4.2.1 Manfaat Secara Teoritis ... Error! Bookmark not defined. 1.4.2.2 Manfaat Secara Praktis ... Error! Bookmark not defined. 1.5 Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined.

1.5.1 Tembang Cianjuran Pangapungan Wanda PapantunanError! Bookmark not defined.

1.5.2 Struktur ... Error! Bookmark not defined. 1.5.3 Fungsi ... Error! Bookmark not defined. 1.5.4 Konteks Pertunjukan ... Error! Bookmark not defined. 1.5.5 Proses penciptaan ... Error! Bookmark not defined. 1.5.6 Makna ... Error! Bookmark not defined. BAB 2 ... Error! Bookmark not defined.


(12)

LANDASAN TEORI ... Error! Bookmark not defined. 2.1 Tembang Sunda Cianjuran Merupakan Sastra LisanError! Bookmark not defined.

2.2 Struktur Teks ... Error! Bookmark not defined. 2.2.1 Bentuk ... Error! Bookmark not defined. 2.2.2 Formula Sintaksis ... Error! Bookmark not defined. 2.2.3 Formula Bunyi ... Error! Bookmark not defined. 2.2.3.1 Rima ... Error! Bookmark not defined. 2.2.3.2 Aliterasi dan Asonansi ... Error! Bookmark not defined. 2.2.4 Formula Irama ... Error! Bookmark not defined. 2.2.5 Gaya ... Error! Bookmark not defined. 2.2.5.1 Majas ... Error! Bookmark not defined. 2.2.5.2 Diksi... Error! Bookmark not defined. 2.2.6 Tema ... Error! Bookmark not defined. 2.3 Fungsi ... Error! Bookmark not defined. 2.4 Proses Penciptaan ... Error! Bookmark not defined. 2.5 Konteks Pertunjukan ... Error! Bookmark not defined. 2.6 Makna ... Error! Bookmark not defined. BAB 3 ... Error! Bookmark not defined. METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. 4.1 Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.2 Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.3 Prosedur Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.3.1 Teknik pengumpulan data ... Error! Bookmark not defined. Pemilihan Narasumber ... Error! Bookmark not defined. Perekaman ... Error! Bookmark not defined. 3.3.2 Teknik pengolahan data ... Error! Bookmark not defined. 3.3.3 Hasil Penelitan... Error! Bookmark not defined. 4.4 Sumber Data ... Error! Bookmark not defined.


(13)

_Toc373041090BAB 4 ... Error! Bookmark not defined. ANALISIS TEMBANG CIANJURAN PANGAPUNGAN (WANDA

PAPANTUNAN) ... Error! Bookmark not defined. 4.1 Tembang Cianjuran Pangapungan Wanda PapantunanError! Bookmark not defined.

4.2 Analisis Struktur Teks ... Error! Bookmark not defined. 4.2.1 Teks Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan). Error! Bookmark not defined.

_Toc373041096 4.2.2 Bentuk ... Error! Bookmark not defined. 4.2.2.1 Jumlah Larik ... Error! Bookmark not defined. 4.2.3 Formula Sintaksis ... Error! Bookmark not defined. 4.2.4 Formula Bunyi ... Error! Bookmark not defined. 4.2.5 Formula Irama ... Error! Bookmark not defined. 4.2.6 Diksi dan Majas ... Error! Bookmark not defined. 4.2.6.1 Diksi... Error! Bookmark not defined. 4.2.6.2 Majas ... Error! Bookmark not defined. 4.2.6.2.1 Majas Hiperbola ... Error! Bookmark not defined. 4.2.6.2.2 Majas Metafora ... Error! Bookmark not defined. 4.2.7 Tema ... Error! Bookmark not defined. 4.3 Proses Penciptaan ... Error! Bookmark not defined.

4.3.1 Proses Pewarisan Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda

Papantunan) ... Error! Bookmark not defined. 4.3.2 Proses Penciptaan Teks Cianjuran ... Error! Bookmark not defined. 4.4 Konteks Pertunjukan Cianjuran PangapunganError! Bookmark not defined. (Wanda Papantunan) ... Error! Bookmark not defined.

4.4.1 Konteks Situasi ... Error! Bookmark not defined. 4.4.1.1 Setting dan waktu ... Error! Bookmark not defined. 4.4.1.2 Tujuan ... Error! Bookmark not defined.


(14)

4.4.1.3 Peralatan atau Media ... Error! Bookmark not defined. 4.4.1.4 Teknik Pertunjukan ... Error! Bookmark not defined. 4.4.2 Konteks Budaya ... Error! Bookmark not defined. 4.4.2.1 Lokasi ... Error! Bookmark not defined. 4.4.2.2 Penutur dan Pendengar... Error! Bookmark not defined. 4.4.2.3 Latar Sosial Budaya... Error! Bookmark not defined. 4.4.2.4 Kondisi Sosial Ekonomi... Error! Bookmark not defined. 4.5 Fungsi Tembang Cianjuran Pangapungan ... Error! Bookmark not defined. 4.6 Makna Teks Tembang Cianjuran Pangapungan ... Error! Bookmark not defined.

4.6.1 Makna Pangapungan yang Dianalisis oleh IsotopiError! Bookmark not defined.

BAB 5 ... Error! Bookmark not defined. SIMPULAN ... Error! Bookmark not defined. 5.1 Struktur Teks ... Error! Bookmark not defined. 5.2 Proses Penciptaan ... Error! Bookmark not defined. 5.3 Konteks Pertunjukan ... Error! Bookmark not defined. 5.4 Fungsi ... Error! Bookmark not defined. 5.5 Makna ... Error! Bookmark not defined. 5.6 Saran ... Error! Bookmark not defined. PUSTAKA ACUAN ... Error! Bookmark not defined. LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined. Lampiran 1: Sumber Data ... Error! Bookmark not defined. Lampiran 2: Daftar Informan dan Pengikut Mamaos .... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 3: Gambar/Foto Mamaos Cianjuran . Error! Bookmark not defined. BIODATA PENULIS ... Error! Bookmark not defined.


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Teks tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan) ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.2 Analisis Sintaksis kalimat 1 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.3 Analisis Sintaksis kalimat 2 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.4 Analisis Sintaksis kalimat 3 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.5 Analisis Sintaksis kalimat 4 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.6 Analisis Sintaksis kalimat 1 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.7 Analisis Sintaksis kalimat 2 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.8 Analisis Sintaksis kalimat 3 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.9 Analisis Sintaksis kalimat 4 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.10 Analisis Sintaksis kalimat 5 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.11 Analisis Sintaksis kalimat 6 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.12 Analisis Sintaksis kalimat 7 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.13 Analisis Sintaksis kalimat 8 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.14 Analisis Sintaksis kalimat 9 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.15 Analisis Sintaksis kalimat 1 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.16 Analisis Sintaksis kalimat 2 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.17 Analisis Sintaksis kalimat 3 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.18 Analisis Sintaksis kalimat 4 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.19 Analisis Sintaksis kalimat 5 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.20 Analisis Sintaksis kalimat 6 ... Error! Bookmark not defined.


(16)

Tabel 4.21 Analisis Sintaksis kalimat 7 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.22 Analisis Sintaksis kalimat 8 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.23 Analisis Sintaksis kalimat 9 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.24 Analisis Sintaksis kalimat 1 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.25 Analisis Sintaksis kalimat 2 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.26 Analisis Sintaksis kalimat 3 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.27 Analisis Sintaksis kalimat 4 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.28 Analisis Sintaksis kalimat 5 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.29 Analisis Sintaksis kalimat 6 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.30 Analisis Sintaksis kalimat 7 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.31 Analisis Sintaksis kalimat 8 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.32 Analisis Sintaksis kalimat 1 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.33 Analisis Sintaksis kalimat 2 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.34 Analisis Sintaksis kalimat 3 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.35 Analisis Sintaksis kalimat 4 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.36 Analisis Sintaksis kalimat 5 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.37 Analisis Sintaksis kalimat 6 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.38 Analisis Sintaksis kalimat 7 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.39 Bunyi Vokal dan Bunyi Konsonan ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.40 Bunyi Vokal dan Bunyi Konsonan ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.41 Bunyi Vokal dan Bunyi Konsonan ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.42 Bunyi Vokal dan Bunyi Konsonan ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.43 Bunyi Vokal dan Bunyi Konsonan ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.44 Analisis Tema (Isotopi Manusia) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.45 Analisis Tema (Isotopi Alat) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.46 Analisis Tema (Isotopi Pekerjaan) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.47 Analisis Tema (Isotopi Tempat) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.48 Analisis Tema (Isotopi Alam) ... Error! Bookmark not defined.


(17)

Tabel 4.49 Analisis Tema (Isotopi Tuhan) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.50 Analisis Tema (Isotopi Benda) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.51 Analisis Tema (Isotopi Kegiatan) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.52 Analisis Tema (Isotopi Kesempurnaan Hidup) Error! Bookmark not defined.

Tabel 4.53 Analisis Tema (Isotopi Sakti) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.54 Analisis Tema (Isotopi Kekuatan) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.55 Analisis Tema (Isotopi Ketaatan) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.56 Analisis Tema (Isotopi Harapan) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.57 Analisis Tema (Isotopi Permintaan) .... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.58 Analisis Tema (Isotopi Perasaan) ... Error! Bookmark not defined. Tabel 4.59 lima unsur alam semesta utama “Agama Hindu”Error! Bookmark not defined.

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... Error! Bookmark not defined. Bagan 4.1 Teks tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan) .. Error! Bookmark not defined.

Bagan 4.2 Analisis Isotopi yang Membentuk Motif BersamaError! Bookmark not defined.

Bagan 4.3 Proses Pewarisan Secara Vertikal Tembang Cianjuran ... Error! Bookmark not defined.

Bagan 4.4 Proses Pewarisan Secara Horizontal Tembang Cuanjuran ... Error! Bookmark not defined.


(18)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Istilah „sastra lisan‟, di dalam bahasa Indonesia, merupakan terjemahan bahasa Inggris oral literature. Ada juga yang mengatakan bahwa istilah ini berasal dari bahasa Belanda orale letterkunde (Finnegan dalam Hutomo, 1991:1). Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan (dari mulut ke mulut), (Hutomo, 1991: 1). Sastra rakyat itu komunal, milik bersama rakyat bersahaja maka sastra ini juga disebut orang folk literature atau sastra rakyat. Bukan berarti sastra tersebut tidak ada dalam masyarakat kota yang telah maju (Hutomo, 1991: 4).

Menurut Jan Harold Brunvand, nyanyian rakyat adalah salah satu genre atau bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai varian (Bruvand dalam Danandjaja, 1982: 141).

Tembang merupakan bentuk puisi yang terikat oleh banyak baris dalam suatu bait dan rima tetap pada akhir baris. Terdapat berbagai bentuk yang masing-masing memiliki ketentuan banyaknya baris dalam bait banyaknya suku kata dalam setiap baris, setiap bentuk tembang memiliki jenis lagu tersendiri yang suasana lagunya sesuai dengan kandungan arti bentuk tembang tersebut. (Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 16)

Tembang Sunda kebanyakan menggunakan bentuk puisi yakni,

papantunan, sisindiran, guguritan dan lirik khusus. Memang benar tembang

Sunda merupakan jenis kesenian yang oleh sementara orang dianggap paling tinggi nilainya dan sekaligus paling kompleks (Wibisana, 2000: 266).

Objek yang akan dikaji yakni, Tembang Cianjuran Pangapungan. Objek yang dipilih, selain tertarik pada teks Cianjuran untuk dianalisis pemilihan diksinya, peneliti pun tertarik pada konteks pertunjukan dan makna yang


(19)

2

terkandung pada setiap kata dari teks Tembang Cianjuran Pangapungan. Banyak makna yang tersirat dalam setiap larik atau kalimat teks Cianjuran Pangapungan. Selain itu, peneliti memilih objek Tembang Cianjuran Pangapungan yaitu untuk mengetahui struktur teks, proses penciptaan, konteks penuturan/pertunjukan, fungsi dan makna dari teks Tembang Cianjuran Pangapungan tersebut.

Berdasarkan hasil keputusan Seminar Tembang Sunda (1962), Tembang Sunda tidak hanya Cianjuran, banyak lagam-lagam lain yang namanya diambil dari nama daerah yang melahirkannya. Antara lain Ciawian (yang berasal dari daerah Ciawi, Tasikmalaya), Cigawiran (yang berasal dari Cigawir Limbangan, Garut). Pada tembang sunda lagam Ciawian dan Cigawiran tidak ada

wanda-wanda seperti pada lagam Cianjuran (Wibisana, 2000: 268).

Sekar gending mamaos cianjuran disajikan dalam enam wanda, yakni:

papantunan, jejemplangan, dedegungan, rarancangan, kakawen, dan panambih.

Objek cianjuran yang peneliti teliti wanda papantunan yakni cianjuran

Pangapungan. Wanda papantunan dan wanda jejemplangan adalah lagu-lagu cianjuran yang isinya berupa ceritera-ceritera dalam pantun. Ciri-ciri wanda ini

adalah: (1) lagu-lagunya mempunyai gelenyu dan pirigen-nya mandiri; (2) jatuhnya irigan lagu pada nada 2 dan 3 pada laras pelog; (3) syairnya berbentuk puisi pantun (berjumlah 8 suku kata pada setiap barisnya dan murwakanti); (4) berbentuk sisindiran dan pupuh; (5) lagu yang dibawakannya pndek-pendek dengan suara dada; dan (6) pepantunnya agung.

Wanda dedegungan ciri yang tampak hanya dalam alunan lagunya saja. Dedegungan banyak menggunakan senggol yang berasal dari lagu-lagu degung

klasik, liriknya berupa pupuh, kinanti, sinom, asmarandana.

Wanda rarancangan hanya di tampilkan dalam beberapa surupan, yaitu

dalam laras pelog, salendro, nyorog ( pelog nyorog)

Wanda kakawen atau dadalangan. Wanda tersebut merupakan tradisi

dalang wayang golek purwa dipriangan dalam melagukan kakawen. Lirik lagu;kawi-kawian, penyajian;laras salendro.


(20)

3

Wanda panambih merupakan lagu-lagu yang segar sebagai penenang

sehabis melagukan mamaos. Panambih tidak lagi berupa lirik pantun maupun pupuh melainkan berupa sisindiran atau puisi bebas.

Lagu-lagu dalam wanda papantunan di antaranya Papatat, Rajamantri,

Mupu Kembang, Randegan, Randegan Kendor, Kaleon, Manyeuseup, Balagenyat, Layar Putri, Pangapungan, Rajah, Gelang Gading, Candrawulan, dsb. Sementara

dalam wanda jejemplangan di antaranya terdiri dari Jemplang Panganten,

Jemplang, Cidadap, Jemplang Leumpang, Jemplang Titi, Jemplang Pamirig, dsb. Wanda dedegungan di antaranya Sinom Degung, Asmarandana Degung, Durma Degung, Dangdanggula Degung, Rumangsang Degung, Panangis Degung dan sebagainya. Wanda rarancangan di antaranya; Manangis, Bayubud, Sinom Polos, Kentar Cisaat, Kentar Ajun, Sinom Liwung, Asmarandana Rancag, Setra, Satria, Kulu-kulu Barat, Udan Mas, Udan Iris, Dangdanggula Pancaniti, Garutan, Porbalinggo, Erang Barong dan sebagainya. Wanda kakawen di antaranya: Sebrakan Sapuratina, Sebrakan Pelog, Toya Mijil, Kayu Agung, dan sebagainya. Wanda panambih di antaranya: Budak Ceurik, Toropongan, Kulu-kulu Gandrung Gunung, Renggong Gede, Panyileukan, Selabintana, Soropongan, dsb.

Peneliti akan mengangkat sebuah Tembang Sunda Cianjuran yang berjudul Pangapungan (wanda papantunan) ke dalam pembahasan. Tembang

Cianjuran Pangapungan ini merupakan tembang Sunda Cianjuran yang berwanda papantunan. Tembang Cianjuran Pangapungan dapat disebut tembang

Sunda Cianjuran karena tembang Sunda ini merupakan teks lisan yang di tuturkan oleh seorang penembang yang berasal dari Cianjur yaitu Tjakradiparana. Pada jamannya Tjakradiparana merupakan penembang atau juru pantun di tempat Kabupaten (Kadaleman). Beliau mendapatkan teks/karya tersebut dari bupati Cianjur yang menulis karya untuk ditembangkan olehnya, sebab pada saat itu yang memulai menggali kesenian pantun adalah RAA. Kusumaningrat yang terkenal dengan nama Dalem Pancaniti.

Menurut Dian Hendrayana (wawancara, 2013), wanda papantunan terdiri dari 13 lagu yang salah satunya berjudul Pangapungan, yang diciptakan oleh bupati Cianjur RAA. Kusumaningrat (1834—1864) yang biasa disebut dengan


(21)

4

Kanjeng Pancaniti. Oleh karena itulah dia terkenal dengan nama Kangjeng Pancaniti. Bahan mamaos berasal dari berbagai seni suara Sunda, seperti pantun,

beluk (mamaca), degung, serta tembang macapat Jawa, yaitu pupuh. Lagu-lagu

mamaos yang diambil dari vokal seni pantun dinamakan lagu pantun atau papantunan, atau disebut pula lagu Pajajaran, diambil dari nama keraton Sunda

pada masa lampau. Pada masa awal penciptaannya, Cianjuran merupakan revitalisasi dari seni Pantun. Kacapi dan teknik memainkannya masih jelas dari seni Pantun. Begitu pula lagu-lagunya hampir semuanya dari sajian seni Pantun. Rumpaka lagunya pun mengambil dari cerita Pantun Mundinglaya Dikusumah. Tembang Cianjuran Pangpungan (wanda papantunan) ini merupakan penggalan dari cerita pantun Mundinglaya Dikusumah pada saat terbang ke angkasa (dunia langit) untuk mencari jimat lalayang salakadomas. Dalam teks Pangapungan ini, RAA. Kusumaningrat secara detail menjelaskan cara Mundinglaya Dikusumah terbang ke angkasa.

Pada zaman dulu tembang Sunda Cianjuran hanya didengarkan oleh para

Dalem atau pejabat daerah, jadi tidak semua masyarakat dapat mendengarkannya.

Kini tembang Sunda Cianjuran dapat didengarken oleh masyarakat luas. Tembang Sunda Cianjuran masa kini selain dapat didengarkan oleh siapa saja, kitapun dapat mendengar dan melihat tembang tersebut melalui telivisi, radio dan kaset. Tetapi dengan kemajuan dibidang teknologi, Tembang Cianjuran sebagai tradisi lisan tidak dapat terhindar dari persaingan dengan budaya luar (moderen) yang lebih menarik dengan ditawarkan melalui kemeasan. Persaingan itu mengAkibatkan tradisi lisan atau tembang cianjuran kurang diminati. Sekarang sudah jarang yang ingin belajar Tembang Cianjuran, generasi sekarang menganggap bahwa lagu-lagu tembang cianjuran sudah ketinggalan zaman, selain itu ada anggapan bahwa tembang cianjuran hanya milik kaum menak.

Menurut Dadan (wawancara, 2012), seni tradisi mamaos cianjuran yang berbentuk penggabungan bacaan kisah adiluhung dengan permainan kecapi mulai berkembang di Cianjur pada 1834. Seni tradisi itu diwariskan oleh Dalem

Pancanitiatau RAA Kusumaningrat, Bupati Cianjur saat itu. Mamaos cianjuran


(22)

5

Masih banyak orang-orang yang menyebutkan tembang Cianjuran dengan nama Pajajaran, karena isi dari tembana Cianjuran merupakan kisah dari kerajaan Pajajaran.

Seni tradisi itu dulu dipentaskan saat pernikahan, pertemuan, atau rapat warga yang dianggap sebagai momentum tepat untuk memberikan wejangan. Ketika hiburan modern terus berkembang dalam berbagai bentuk, seni mamaos

cianjuran makin terpinggirkan. Belakangan ini seni mamaos cianjuran hampir

sulit ditemukan dalam acara-acara yang diadakan masyarakat Sunda-Cianjur. Pasalnya, bait-bait dalam mamaos cianjuran umumnya tidak terdokumentasikan dengan baik. Penggalan-penggalan wejangan hidup itu disampaikan secara turun-temurun dalam bentuk lisan, dan itu berarti hanya mengandalkan daya ingat para senimannya (Natamihardja, Deni Rusyandi. 2011:7).

Penelitian terhadap tembang Cianjuran telah banyak dilakukan, yaitu sebagai berikut:

Pertama, A Tjitjah Apung (1996) menulis Rumpaka Lagu-lagu Tembang Sunda Wanda Papantunan, Jejemplangan, Dedegungan, Rarancangan, Panambih. Penelitian ini hanya sebatas mengumpulkan lagu-lagu tembang sunda cianjuran.

Kedua, Elis Rosliani (1998) berupa skripsi tentang Teknik vokal A. Tjitjah dalam Tembang Sunda Cianjuran. Penelitian ini menitikberatkan pada

pengolahan vokal.

Ketiga, Rina Sarinah (1994) berupa skripsi menulis Teknik Penyuaraan

Tembang Sunda Cianjuran Wanda Papantunan dan Jejemplangan Bakar

Abubakar. Penelitian ini menitikberatkan pada teknik penyuaraan tembang pada wanda papantunan dan jejempalangan yang diajarkan Bakang Abubakar.

Keempat, Enip Sukanda (1983) Menulis Tembang Sunda Cianjuran Sekitar Pembentukan dan Perkembangannya. Penelitian ini fokus pada

perkembangan dan penciptaan tembang cianjuran dari masa Dalem


(23)

6

Kelima, Rina Sarinah (1999) Menulis Lagu-lagu Tembang Sunda Cianjuran (Suatu Dokumentasi). Penelitian terfokus pada aturan menembangkan

tembang cianjuran.

Keenam, W. Van Zanten (1987) berupa disertasi menulis Tembang Sunda: An Ethnomusicological Study of The Cianjuran Music is West Java. Penelitian ini

terfokus pada musik tembang cianjuran sebagai ciri budaya sunda dengan melihat irama, metode dan melodi dengan teori etnomusikologi. Dalam penelitiannya Van Zanten membahas beberapa aspek umum Sunda estetika. Lebih khusus lagi, beliau membahas prinsip-prinsip estetik genre vokal yang dikenal sebagai tembang Sunda cianjuran (kompetisi), yang merupakan jenis musik kamar. Penyanyi disertai dengan lebar kecapi dan seruling bambu, dan kadang-kadang sitar sedikit lebih bernada tinggi. Dalam lagu-lagu yang berdasarkan sistem tonal yang disebut salendro, dua senar biola menggantikan seruling bambu. Elit menganggap jenis tembang Sunda sebagai 'business card' musik Sunda.

Ketujuh, Cecep Saeful Gunawan (1998) berupa skripsi menulis proses morfologis kata kerja dalan Rumpaka Lagu-lagu Tembang cianjuran Wanda Kakawen. Penelitian tersebut meninjau ciri-ciri kata keja, kata kerja dasar, kata

kerja turunan, dan morfofonemik dari tembang Cianjuaran wanda kakawen.

Kedelapan, Neni Marliah (2003) berupa skripsi menulis Nilai-nilai Islam dalam Seni Tembang cianjuran. Penelitian terfokus pada tema dan pesan yang

terkandung dalam tembang dan proses penciptaan tembang.

Terakhir, Siti Rohilah (2005) berupa skripsi menulis Tembang cianjuran Wanda Papantunan: Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan dan Fungsi. Penelitian terfokus pada struktur, konteks pertunjukan, proses penciptaan

dan fungsi dari tembag cianjuran wanda papantunan.

Penelitian-penelitian tersebut di atas berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan. Namun, ada satu pembahasan yang hampir sama yaitu penelitian pada Siti Rohilah. Penelitian yang menganalisis teks tembang cianjuran dengan teori formula (Pendekatan Lord) sebagai ciri sastra lisan. Perbedaan penelitian antara peneliti dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Siti Rohilah adalah pada objek cianjuran dan konteks pertunjukan. Dalam objek Cianjuran peneliti


(24)

7

meneliti dengan detail judul dari wanda papantunan, sedangkan yang diteliti Siti Rohilah hanya disebutkan wandanya saja. Dalam konteks pertunjukan peneliti meneliti dengan dalam petunjukan dalam acara mamaos yang dilakukan secara rutinitas kelompok atau komunitas yang berada di LKC (Lembaga Kebudayaan Cianjur), sedangkan Siti Rohilah meneliti dengan konteks pertunjukan dalam acara wejengan. Selain itu, peneliti pun menganalisis dari segi makna. Sedangkan penelitian yang dilakukan Siti Rhohilah tidak menganalisis segi makna.

Berdasarkan pemikiran di atas perlu kiranya diadakan penelitian terhadap tembang cianjuran dengan menggunakan Pendekatan Lord atau teori formula, menganalisis struktur teks tembang cianjuran sebagai ciri sastra lisan. Keformulaikan bahasa sebagai ciri sastra lisan (Teeuw, 1994: 3).

Dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji suatu sastra lisan dengan pendekatan Lord atau teori formula. Penelitian dengan menggunakan pendekatan Lord atau formula, agar peneliti dapat menganalisis teks Cianjuran tersebut dengan fomulaik untuk mengetahui isi atau kandungan teks. Selain itu peneliti dapat menganalisis struktur teks tembang cianjuran sebagai ciri sastra lisan.

Dalam penelitian ini peneliti memilih jenis sastra lisan Tembang

Cianjuran. Pemilihan tersebut didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:

1. Tembang Cianjuran termasuk sastra lisan yang berbentuk puisi terikat, jadi perlu dikaji berdasarkan strutur teks (pendekatan Lord).

2. Proses penciptaan adalah hal yang penting karena setiap lirik lagu yang diciptakan menghasilkan makna atau ciptaan dan gubahan baru.

3. Banyak yang melakukan penelitian terhadap sastra lisan. Penelitian terhadap Tembang Cianjuran yang telah dipaparkan di atas hanya satu peneliti yang memperhatikan aspek kelisanan teks.

4. Selain berdasarkan teori, adapun hal yang menarik yaitu ketidaktarikan masyarakat terhadap Tembang Cianjuran dan bersifat “kedaleman”.

5. Wanda papantunan merupakan lagu-lagu Tembang Cianjuran yang


(25)

8

1.2 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka pembahasan penelitian ini perlu membuat batasan masalah. Penelitian ini akan membahas tentang menganaliasis struktur, konteks penuturan, proses penciptaan, fungsi, dan makna.

Adapun cakupan dari pembahasan penelitian yang akan saya kaji yaitu: 1. Lokasi penelitian berada di Lembaga Kebudayaan Cianjur

2. Tembang Cianjuran yang akan diteliti adalah Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)

3. Peneliti menganalisis dari 5 aspek dalam lirik/konteks lagu Cianjuran

Pangapungan (wanda papantunan) yakni struktur, proses Penciptaan,

konteks Penuturan, fungsi dan Makna.

4. Ada hal yang menarik yaitu ketidaktertarikan masyarakat terhadap Tembang Cianjuran karena bersifat “menak” atau “Kedaleman”.

1.3 Perumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang yang dikemukakan, peneliti menemukan beberapa masalah yang terdapat pada teks jangjawokan tersebut. Masalah yang akan disajikan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana struktur teks Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)? 2. Bagaimana proses penciptaan Tembang Cianjuran Pangapungan

(wanda papantunan)?

3. Bagaimana konteks pertunjukan yang terdapat dalam lirik atau teks Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)?

4. Apa fungsi dari Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)?

5. Apa makna dari Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda

papantunan)?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan


(26)

9

penelitian yang bertujuan untuk mengetahui:

1. Struktur teks Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan) 2. Proses penciptaan Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan) 3. Konteks pertunjukan yang terdapat dalam lirik atau teks Tembang

Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan)

4. Fungsi dari Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan). 5. Makna dari Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan).

1.4.2 Manfaat

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat. Beberapa manfaat itu antara lain:

1.4.2.1 Manfaat Secara Teoritis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian mengenai sastra lisan khususnya Cianjuran. Selain itu, penelitian ini berguna untuk pendokumentasian jenis Cianjuran. Bahan apresiasi dasar penciptaan dan sebagai sumbangan terhadap ilmu sastra.

1.4.2.2 Manfaat Secara Praktis

Sehubungan dengan itu, peneliti merasa perlu mengadakan penelitian mengenai folklor nyanyian rakyat (folksong) yang berasal dari Cianjur yaitu

Cianjuran. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi

ragam budaya atau tradisi lisan disetiap daerah tertentu, dan memberikan wawasan kepada setiap pembaca agar tergugah untuk melestarikan Cianjuran itu, sebelum kebudayaan kita ini dibajak oleh orang asing. Selain itu, peneliti berupaya melestarikan tradsi lisan yang kini mulai terkikis keberadannya.

1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Tembang Cianjuran Pangapungan Wanda Papantunan

Tembang Cianjuran Wanda Papantunan adalah salah satu wanda (jenis) dari Tembang Cianjuran yang beberbentuk atas 8 sampai 12 larik yang masing-masing larik memiliki 8 suku kata dan bersifat purwakanti.


(27)

10

Cianjuran yang akan dianalisis merupakan teks Cianjuran yang biasa

dilantunkan untuk acara hajatan atau bisa juga untuk syukuran seperti pernikahan, khitanan dan lain-lain. Dalam konteks Cianjuran mempunyai struktur unsur-unsur pembentuk yakni, formula sintaksis, formula bunyi, majas, tema dan isotopi. Dari setiap unsur saling berhubungan dengan satu sama lain dalam bentuk satu kesatuan teks. Pada pembentukan kalimat dalam tiap-tiap teks Cianjuran

Pangapungan (wanda papantuan) ada beberapa larik teks yang terdiri satu frasa.

Sedangkan jumlah suku kata banyak menggunakan 8 suku kata. 1.5.3 Fungsi

Fungsi merupakan pengungkapan perasaan masyarakat pemilik Tembang

Cianjuran Pangapungan Wanda Papantunan. Sedangkan, nilai yang terkandung

di dalamnya tidak hanya sekedar estetika semata, tetapi juga kerjasama dan kreativitas. Nilai kerjasama tercermin dalam suatu pementasan. Dalam hal ini jika penembang laki-laki beristirahat, maka penembang perempuan tampil mengisinya. Dengan demikian, suasana tidak vakum tetapi berkesinambungan. Nilai kreativitas tidak hanya tercermin dari keterampilan para pemainnya dalam sisindiran, tetapi juga dalam pengadopsian jenis-jenis kesenian lain (degung) tanpa menghilangkan rohnya (jatidiri kesenian mamaos cianjuran). Selain itu, fungsi Cianjuran di sini dapat dianalogikan sebagai alat pengesah kebuyaan.

1.5.4 Konteks Pertunjukan

Konteks pertunjukan adalah bagaimana sikap masyarakat dan penembang terhadap Tembang Cianjuran pada saat pertunjukan berlangsung.

Dalam konteks pertunjukan Cianjuran terdiri atas penutur, setting, dan waktu. Setting yang digunakan oleh penutur biasanya dalam suatu pementasan, baik dalam rangka memeriahkan suatu helatan (khajatan) maupun hari-hari besar nasional (17 Agustusan), diawali dengan gending bubuka (pembukaan) yang berupa karawitan gending kacapi dan suling dalam bentuk intrumental. Kemudian, diteruskan dengan pasieup kacapi dan gelenyu atau narangtang yang disesuaikan dengan wanda cianjuran yang akan ditembangkan. Setelah itu,


(28)

11

barulah pelantunan lagu wanda papantuan yang dilakukan oleh wanita. Pementasan diakhiri dengan gending penutup yang berupa kacapi suling.

1.5.5 Proses penciptaan

Proses penciptaan merupakan proses kreatif untuk menciptakan Tembang

Cianjuran Wanda Papantunan berdasarkan struktur teks Tembang Cianjuran wanda Papantunan tersebut.

1.5.6 Makna

Makna adalah arti atau isi dari teks Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) tersebut. Dalam penelitian ini, tidak lengkap apabila kita sebagai peneliti tidak mengetahui arti atau makna dari isi konteks Tembang

Cianjuran tersebut. Alangkah baiknya peneliti menganalisis makna disetiap bait

konteks Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) dari segi isotopi.


(29)

25

BAB 3

METODE PENELITIAN

1.1

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya adalah penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk, fungsi, dan makna ungkapan larangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Bogdan dan Taylor (1975) dalam

Moleong (2002: 3) yang menyatakan ”metodologi kualitatif” sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.

Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu sendiri. Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma, 2006: 11). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendekatan kualitatif yang menggunakan data lisan suatu bahasa memerlukan informan. Pendekatan yang melibatkan masyarakat bahasa ini diarahkan pada latar dan individu yang bersangkutan secara holistik sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh. Oleh karena itu, dalam penelitian bahasa jumlah informan tidak ditentukan jumlahnya. Dengan kata lain, jumlah informannya ditentukan sesuai dengan keperluan penelitian.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Data dikumpulakan dari lapangan, yaitu dengan mendatangi informan. Penelitian ini mengkaji Tembang

Cianjuran berjudul Pangapungan Wanda Papantunan dengan lima permasalahan,

yaitu (1) struktur teks (2) proses penciptaan (3) konteks penuturan (4) fungsi, dan (5) makna.

Penelitian ini akan dikumpulan dengan wawancara dan pengamatan. Wawancara yang digunakan adalah tidak terstruktur tetapi berfokus, digunakan untuk mendapatkan fungsi, lingkungan penceritaan dan proses penciptaan


(30)

26

tembang cianjuran. Pengamatan digunakan untuk melihat bagaimana sikap penembang dan pendengar pada saat menembangkan cianjuran. Kedua metode tersbut akan saling melengkapi, data yang tidak didapatkan dari pengamatan akan dilengkapi dengan wawancara.

Kedua metode di atas akan dibantu dengan teknik perekaman (tape

recorder) dan pencatatan. Hasil rekaman (sebanyak dua cd) akan dipisahkan

terlebih dahulu mana yang merupakan bentuk wawancara dan bentuk tembang, dan hasil rekaman tersebut digunakan untuk menguji keabhasan data. Teks tembang direkam dan dicatat kemudian ditranskripsikan dan diterjemahkan (transliterasi) ke dalam bahasa Indonesia dengan tidak mengubah atau menghilangkan aslinya.

Metode lain yang digunakan dalam pengumpulan data adalah studi pustaka. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data yang tidak terdapat pada wawancara dan pengamatan. Dengan cara mengumpulkan buku sumber yang berkenaan dengan data yang akan diteliti.

Data yang dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan metode pendekatan Lord, yaitu dengan langakah sebagai berikut:

Pertama, menganalisis struktur teks. Analisis difokuskan pada komposisi

teks Tembang Cianjuran Pangapungan Wanda Papantunan, yaitu bentuk, formula bunyi, formula irama, gaya bahasa dan tema. Komposisi tersebut akan memperlihatkan teks Tembang Cianjuran Pangapungan Wanda Papantunan sebagai ciri sastra lisan.

Kedua, menganalisis konteks pertunjukan atau penuturan. Analisis

difokuskan pada penembang, pendengar, musik, setting, dan interaksi penembang dan pendengar. Dari analisis tersebut akan dilihat perannya dalam menentukan makna penyajian tembang.

Ketiga, menganalisis proses penciptaan. Analisis difokuskan pada

teks-teks atau variasi yang dihubungkan dengan konsep formula dan pendapat penembang.

Keempat, menganalisis fungsi. Analisis difokuskan pada hubungan antara


(31)

27

Kelima, menganalisis makana. Analisis difokuskan kepada informan

setempat yang tahu arti atau makna dari teks Tembang Cianjuran Pangapungan

Wanda Papantunan.

1.2

Instrumen Penelitian

Penelitian yang dilakukan memiliki beberapa instrumen penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah observasi dan wawancara. Observasi dilakukan untuk mencari jadwal pertunjukan cianjuran yang akan dilaksanakan dengan bertanya ke semua pihak yang terlibat atau mengetahui tentang cianjran tersebut. Sedangkan wawancara berupa instrument berisi daftar pertanyaan terhadap masyarakat setempat dan informan terpilih yang di dalamnya terlibat pada konteks pertunjukan cianjuran.

Dalam penelitian lapangan, selain merekam dan observasi peneliti wajib mencatat semua yang perlu dicatat untuk memudahkan peneliti memasukan data mengenai Cianjuran. Adapun catatan lapangan yang harus diperhatikan yaitu; (1) rekaman (tanggal rekaman, tempat rekaman, keaslian rekaman, dan perekam); (2) informan (hal-hal yang berkaitan dengan identitas informan); (3) masyarakat setempat (tanggapan mengenai cianjuran di daerah tempat perekaman) dan (4) bahan (genre, konteks penuturan, proses penciptaan dan fungsi).

1.3

Prosedur Penelitian

1.3.1 Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Peneliti melakukan Observasi langsung ke Lembaga Kebuyaan Cianjur (LKC) yang berada tepat di Jl. Surso No.46a untuk merekam sekaligus wawancara mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian mengenai Tembang Cianjuran. Sebelum ke tahap perekaman pertunjukan Tembang Cianjuran, peneliti mewawancara salah seorang informan untuk mengetahui lebih dalam tentang mamaos cianjuran. Selain mengetahui seluk beluk Tembang Cianjuran, penelitipun ingin belajar dan mengetahui jadwal


(32)

28

pertunjukan yang biasa dilaksanakan. Adapun tahap-tahap langkah kerja yang dilakukan peneliti selama penelitian:

Pemilihan Narasumber

Dalam pemilihan narasumber peneliti lebih memprioritaskan kepada informan untuk mengetahui lebih detail mengenai Tembang Cianjuran. Informan yang dipilih merupakan pelestari dan pelopor Tembang Cianjuran yang mengetahui seluk-beluk cianjuran dari awal perkembangan zaman Dalem

Pancanitihingga saat ini. Selain mewawancara narasumber, peneliti mewawancara

banyak pihak yang terlibat dalam pertunjukan Tembang Cianjuran.

Perekaman

Perekaman dalam sastra lisan dilakukan dengan dua cara yakni perekaman dalam konteks asli (natural)/ pendekatan etnography. Kedua perekaman dalam konteks tak asli yakni perekaman yang sengaja diadakan (hutomo; 1991: 77). Perekaman yang dilakukan peneliti yaitu dengan cara perekaman dalam knteks asli (natural). Hal ini dikarenakan karena sifat penelitian ini bersifat konteks pertunjukan yang dituntut untuk merekam dengan seasli mungkin untuk mengetahui konteks pertunjukan.

3.3.2 Teknik pengolahan data

Pengolahan data penelitian ini dilakukan dengan beberpa tahapan antara lain: transkripsi, transliterasi, dan analisis data.

Transkripsi menurut KBBI (2008: 1729), pengalihan tuturan (yang berwujud bunyi) ke dalam bentuk tulisan; penelitian kata atau kalimat atau teks berdasarkan lambang-lambang bunyi. Transkripsi dalam penelitian ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis data selain itu sebagai acuan dalam penelitian. Transkripsi tidak hanya berupa tuturan dari penutur saja tetapi juga berisi keterangan tindakan yang dilakukan oleh penutur sehingga dapat menggambarkan situasi saat perekaman itu terjadi. Transkripsi dalam penelitian ini untuk memudahkan peneliti dalam mengidentifikasikan objek berdasarkan data dan keterangan-keterangan yang terdapat dalam transkrip.


(33)

29

Transliterasi dilakukan untuk menyalin dari suatu bahasa ke bahasa lain. Hal ini untuk memudahkan peneliti ataupun pembaca memahami maksud dari tuturan. Oleh karena itu, peneliti sebaiknya dapat memahami kedua bahasa tersebut yakni bahasa asli dalam teks tuturan dan bahasa terjemahan lain.

Tuturan yang digunakan oleh informan maupun penembang yaitu bahasa Sunda (Cianjur). Oleh karena itu peneliti menerjemahkan seluruh tuturan ke dalam Bahasa Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk membantu orang lain yang tidak memahami Bahasa Sunda dapat memahami isi teks dalam Bahasa Indonesia.

Setelah melalui beberapa tahapan di atas, data kemudian dianalisis. Penganalisisan dilakukan dengan beberapa tahapan yakni analisis struktur, Proses Penciptaan, Konteks Pertunjukan, Fungsi, dan Makna.

3.3.3 Hasil Penelitan

Pada tahapan ini peneliti akan menyajikan hasil analisis dari data yang diteliti, yakni Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda Papantunan) ditinjau dari segi Struktur, Proses Penciptaan, Konteks Pertunjukan, Fungsi dan Makna.

1.4

Sumber Data

Dalam penelitian ini peneliti menganalisis satu buah judul Tembang

Cianjuran Wanda Papantunan yaitu Pangapungan. Kenapa peneliti hanya

mengambil satu judul karena dalam satu judul Pangapungan terdapat lima bait dan 56 larik. Selain itu, dalam Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda

papantunan) merupakan data empirik yang dapat dianalisis dengan lima

pembahasan yaitu; struktur, proses penciptaan, konteks pertunjukan, fungsi dan makna. Sekiranya cukup untuk dijadikan sebagai bahan penelitian dan penganalisisan data untuk skripsi.

Data untuk penelitian ini diambil dari Lembaga Kebudayaan Cianjur Jl Suroso NO.46A Kab. Cianjur. Tempat ini merupakan kumpulan para seniman

cianjuran khususnya Aki Dadan yang ditunjuk sebagai pelopor atau pelestari cianjuran tersebut.


(34)

30

Informan dalam penelitian ini ialah, penembang, tokoh kesenian, penikmat tembang, tokoh masyarakat, pelestari cianjuran, dan aktif dalam membuat buku tentang seni cianjuran. Data mengenai informan akan terlampir.

Penelitian dilakukan mulai Maret 2012 sampai Desember 2012. Selama penelitian, peneliti hanya sekali melihat penampilan seni tembang cianjuran dalan acara hajatan di kator daerah Cianjur. Selain itu, peneliti meminta kepada informan untuk menembangkan lagi secara individu.


(35)

31

Tembang Cianjuran

Pangapungan

(Wanda Papantunan)

a. Merupakan tradisi lisan yang di tembangkan b. Sebuah penciptaan puisi yang diambil dari kisah

Padjajaran

c. Merupakan Tembang yang diperuntukan untuk

kaum “menak” atau “Dalem Pancaniti”.

d. Tembang yang diciptakan oleh RAA. Kusuminingrat (Bupati Cianjur ke-5).

Pemilihan Objek

Studi Pustaka

Rekonstruksi Data TranskripsiTransliterasi

 Analisis

Kerangka Berpikir Penelitian

Bagan 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian Pendekatan

Folklor

Metode Deskriptif Kualitatif

Merekam konteks pertunjukan pada tradisi mamaos di LKC (Lembaga Kebudayaan Cianjur) dan wawancara informan.

Analisis Struktur, Proses Penciptaan, Konteks Pertunjukan, Fungsi, dan Makna

Pangapungan.

TEMBANG CIANJURAN PANGAPUNGAN (WANDA PAPANTUNAN) DALAM TRADISI

MAMAOS DI LEMBAGA KEBUDAYAAN CIANJUR (LKC)

(Analisis Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan, Fungsi dan Makna) Data Empiris Berupa Hasil

Analisi Struktur, Proses Penciptaan, Konteks Pertunjukan, Fungsi, Dan Makna


(36)

202

BAB 5

SIMPULAN

Dalam bab ini akan disajikan simpulan dari 5 permasalahan yang telah dibahas dalam penelitian ini. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah struktur teks, proses penciptaan, konteks pertunjukan, fungsi dan makna Tembang

Cianjuran Pangapungan .

5.1 Struktur Teks

Terdapat unsur-unsur pembentuk teks Tambang Cianjurab Pangapungan yang meliputi: bentuk, formula sintaksis, formula bunyi, formula irama, gaya bahasa dan tema. Keenam unsur itu saling berhubungan satu sama lain dalam membentuk sebuah komposisi Tembang Cianjuran Pangapungan. Teks Tembang

Cianjuran yang berjudul Pangapungan (wanda papantunan) ini memiliki bentuk

puisi lisan/tradisional, karena jumlah kalimat dan suku katanya memiliki keteraturan. Teks Tembang Cianjuran yang berjudul Pangapungan (wanda

papantunan) terdiri atas 37 kalimat dan 56 larik yang terangkum dalam 5 bait, 1

bait bubuka (pembukaan) 4 bait teks asli Pangapungan wanda papantunan dan memiliki jumlah 8 suku kata pada setiap lariknya. Dalam teks tembang Cianjuran Pangapungan dari setiap baitnya merupakan satu buah kalimat utuh. Bait 1, yang merupakan pembukaan (bubuka) terdiri atas 4 kalimat dan 6 larik. Untuk bait

pertama, yang merupakan pembukaan terdiri atas 9 kalimat dan 12 larik. Bait ke

2, merupakan teks isi terdiri atas 9 kalimat dan 13 larik. Bait ke 3, merupakan pengantar penutup terdiri atas 8 kalimat dan 13 larik. Bait ke 5, yang merupakan bagian penutup terdiri atas 7 kalimat dan 12 larik.

Urutan kalimat yang membentuk Tembang Cianjuran Pangapungan menggambarkan cara penyajian pikiran dan perasaan pencipta. Penyajian pikiran tembang disinkronisasikan dengan isi tembang atau tema. Tema konflik pada umumnya dimulai dengan permasalahan kemudian diikuti oleh penjelasan atau pernyataan dan diakhiri dengan atau tanpa simpulan. Tema-tema yang informatif


(37)

203

biasanya diawali dengan pernyataan, kemudian diikuti penjelasan dan diakhiri dengan simpulan.

Pembentukan struktur Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda

papantunan) selain berdasarkan bentuk juga didasrkan pada sebuah formula.

Formula dalam Tembang Cianjuran Pangapungan terdiri atas formula satu larik formula satu klausa, formula satu frasa dan formula satu kata. Dari hasil analisis formula sintaksis secara keseluruhan teks Tembang Cianjuran Pangapungan

(wanda papantunan) terdiri atas 37 kalimat dari 5 bait dan 56 larik. Pada teks pangapungan tersebut terdiri atas beberapa jenis kalimat. Struktur teks pangapungan didominasi oleh fungsi predikat, sedangkan subjek hampir semua

terlesapkan, karena umumnya sastra lisan lebih mengedepankan fungsi predikat dibanding subjek, tidak mengherankan jika hampir keseluruhan fungsi subjek dalam teks pangapungan terlesapkan, karena secara keseluruhan subjek dalam Tembang Cianjuran mengacu pada Mundinglaya Di Kusumah yaitu merupakan putera Pajajaran, meski tidak disebutkan secara langsung. Terlesapkannya fungsi subjek disebabkan teks tembang merupakan bentuk sastra atau tuturan lisan yang lebih mengedepankan predikat dibandingkan subjek, karena subjek dalam teks tembang merupakan objek yang dituturkan yaitu Mundinglaya. Dominasi fungsi predikat berpengaruh terhadap kategorinya yaitu verba (kata kerja) yang sekaligus berperan sebagai perbuatan, dimana penutur lebih menekankan fungsi predikat yang berkategori kata kerja (verba), sebagai perbuatan dan pekerjaan yang dilakukan oleh Bangsawan yaitu Mundinglaya Di Kusumah saat melakukan terbang ke langit ke tujuh untuk mencari jimat lalayang salakadomas.

Dalam formula bunyi lagu Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda

papantunan) terdapat: (1) rima yang berdasarkan bunyi meliputi rima mutlak dan

rima tak sempurna; (2) rima yang berdasarkan letak atau posisi katanya meliputi rima awal dan rima akhir. Rima adalah unsur keindahan pada teks pangapungan. Rima merupakan paduan antara kalimat yang indah pada teks pangapungan. Letak kata atau bunyi yang membentuk rima adalah berkisar pada kata pertama dan terakhir.


(38)

204

Aliterasi pada teks pangapungan terbentuk dari bunyi-bunyi /y/ /r/ /m/ /t/ /b/, /g/, /ng/, /w/, dan /d/ yang menimbulkan efek pengucapan yang terasa agak berat seperti ada hentakan dan dengungan. Bunyi-bunyi itu berkombinasi dengan huruf vokal yang berat juga yaitu /a/ /u/ dan /o/. Sebagian bunyi-bunyi berat itu ada yang berkombinasi dengan vokal /e/ dan /i/ yang terasa ringan sehingga terdengarnya terasa agak ringan. Bunyi-bunyi yang berat menggambarkan suasana yang keras.

Asonansi pada teks pangapungan terjadi pengulangan vokal /a/, /i /u/ /e/, /eu/, /o/, yang terasa berat dan ada yang ringan, namun yang paling mendominasi adalah pelafaan berat. Banyaknya pengulangan bunyi-bunyi ini merupakan suatu pelafalan sebuah teks terhadap penggambanran seorang bangsawan yang melakukan terbang ke langit, pencipta dengan detail memberikan intonasi yang indah dan bagus terhadap gambaran Mundinglaya Di Kusumah semasa terbang. Selain banyak terjadi pengulangan bunyi vokal tersebut juga banyak ditemukan paduan vokal dengan bunyi konsonan bersuara berat seperti /y/ /r/ /m/ /t/ /b/, /g/, /ng/, /w/, dan /d/ yang menimbulkan efek pengucapan yang terasa agak berat seperti ada hentakan dan dengungan.

Irama dalam Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan) termasuk irama suara merdika (bebas), yaitu suara berada pada nada 2 dan rendah. Bila tembang dilantunkan oleh penembang suasana yang khidmat dan sedih akan terasa oleh pencipta dan penembang, karena semua suku kata pada teks

pangapngan mendapat tekanan suara dan dengan tempo yang lambat maka

audiens pun akan merasakan hal yang sama dengan penembang. Pada teks

pangapungan terdapat konsep irama (metrum), karena terdapat distribusi suku

kata yang tetap. Letak suku kata yang ditekan pada teks pangapungan sangat berarturan.

Gaya bahasa dalam teks pangapungan antara lain dibentuk oleh diksi dan majas. Kata-kata pada teks pangapungan pada umumnya bermakna konotasi. Dominannya kata-kata yang bermakna konotasi, karena teks pangapungan terdapat kalimat-kalimat khiasan pada setiap lariknya. Selain itu, makna konotasi


(39)

205

pada teks pangapungan merupakan hubungan antara manusia dengan makhluk lain.

Kecendrungan pengguna kata yang bersifat konotataif didukung pula oleh majas. Penggunaan majas dalam teks pangapungan sangat menonjol. Bahasa teks

pangapungan yang ditulis oleh pencipta yang dilebih-lebihkan dan banyak pula

yang mengandung khiasan. Majas yang digunakan dalam teks pangapungan adalah majas metafora dan majas hiperboala. Majas dapat menambah unsur keindahan pada teks pangapungan.

Secara garis besar tema pada teks pangapungan terbagi menjadi 3 motif yakni; pengabdian kepada kerajaan dan orang tua, aktivitas seorang Bangsawan yang pemberani dan tujuan Cianjuran Pangapungan yaitu untuk memberi pesan melalui puisi/tembang. Dalam motif bersama tersebut membentuk sebuah tema yaitu Pangapungan adalah fragmen dari sebuah cerita pantun/Pajajaran. Teks

pangapungan diambil dari kisah Mundinglaya Di Kusumah yang sedang

melakukan terbang ke langit ke tujuh untuk mencari jimat lalayang salaka domas atas titah ibu dan ayahnya yang tak ayal adalah Permaisuri dan Raja Pajajaran.

5.2 Proses Penciptaan

Pada proses pewarisan Tembang Cianjuran Pangapungan (Wanda

Papantunan), terbagi menjadi dua klasifikasi, pertama pewarisan secara vertikal

yaitu pewarisan yang merupakan proses turun temurun atau dari guru ke murid dan yang ke dua, pewarisan secara horizontal yaitu pewarisan yang dilakukan dengan kebersamaan atau kekeluargaan dengan cara berdiskusi.

Proses penciptaan Tembang Cianjuran dilakukan di luar pertunjukan. Proses Tembang Cianjuran diciptakan melalui proses spiritual, yaitu meditasi bermunajat kepada Allah. Proses spritual tersebut dilakukan untuk membersihkan atau mensucikan diri, karena dalam menciptakan tembang jasmani ataupun rohani harus bersih dan pikiran pun tenang. Hal tersebut telah dilakukan sejak jaman

Dalem Pancaniti. Dalam menciptakan suatu lirik Tembang Cianjuran para

sesespuh atau Dalem Pancanitiselalu melakukan proses spiritual, yaitu puasa, dan pada malam hari melakukan meditasi bermunajat kepada Sang Maha Kuasa


(40)

206

semoga apa yang diminta dikabulkan semua permohonannya. Meditasi tersebut dilakukan selama beberapa hari, setelah selesai meditasi Dalem Pancanitimemanggil para seniman untuk mengolah tembang, bagaimana aturan

atau nada-nada musik yang dihasikan enak untuk didengar dan nada pun disesuaikan dengan lirik tembang yang telah dibuat secara lisan oleh Dalem Pancaniti. Dalam menciptakan tembang jenis papantunan Dalem Pancaniti mengambil dari cerita pantun atau cerita Pajajaran.

Penciptaan Tembang Cianjuran tidak saja menggunakan pola pupuh, melainkan juga menggunakan formula atau formulaik. Meski pada keyataanya para seniman dalam menciptakan tembang yang diperhatikan adalah pola pupuh. Penguasaan formula atau formulaik dan pola pupuh akan menentukan ketepatan dalam penciptaan tembang. Pada waktu penciptaan, formula atau formulaik dan pola pupuh sudah melekat untuk disingkronisasikan dalam benak pencipta tembang cianjuran, sehingga dalam proses penciptaan kata-kata akan keluar sesuai dengan pola pupuh dan formulaik.

5.3 Konteks Pertunjukan

Konteks pertunjukan terbagi menjadi dua yaitu; (1) konteks situasi yang terdiri dari; waktu, tujuan, peralatan/media dan teknik pertunjukan. (2) konteks budaya yang meliputi; lokasi, penutur dan audiens, latar sosial budaya dan kondisi sosial ekonomi.

Dalam konteks situasi Tembang Cianjuran waktu yang digunakan yaitu pada petang hari (sesudah maghrib). Tujuan dalam pertunjukan teks Tembang

Cianjuran Pangapungan dengan jenis wanda Papantunan ini dalam segi makna

adalah sebagai alat pemberi pesan kepada manusia tentang masa hidupnya yang mengambil contoh dari para bangsawan masa lampau. Peralatan yang digunakan adalah kecapi rincik, kecapi indung dan suling. Dalam teknik pertunjukan orang yang memainkan alat musik disebut juru pirig dan Pamirig. Sebelum masuk pada tembang juru pirig melakukan instrumen terlebih dahulu. Instrumen itu dilakukan sebagai pemanasan dan menyesuaikan suara musik dengan vokal penembang. Pada instrumen semua alat musik berperan.


(41)

207

Dalam konteks budaya lokasi yang digunakan adalah di LKC (Lembaga Kebudayaan Cianjur) tempatnya seniman Sunda berkumpul. Pendengar yang hadir pada acara mamaos hanya beberapa segelintir orang yang masih ikut serta membudidayakan Tembang Cianjuran. Mereka kebanyakan orang-orang pengagum seni dan sesepuh yang peduli ingin terus melestarikan kebudayaan

Cianjuran. Dalam sebuah pertunjukan Tembang Cianjuran tidak ada reaksi dari pendengar. Pendengar bereaksi atau melontarkan komentarnya (dalam acara kalagenan) setelah penembang selesai menembang. Pada saat penembang menembangkan tembang suasana begitu khidmat dan hening, semua pendengar atau audiens mendengar dan menghayati dengan seksama teks dan musik Temabang Cianjuran tersebut. Semua audiens mendengarkan Tembang Cianjuran dengan suasana hening dan khidmat, tidak ada satupun orang/audiens yang mengobrol atao berceloteh satu katapun. Latar sosial budaya peneliti mengambil dari Koentjaraningrat (1981), ada tujuh aspek kebudayaan yang bisa didapatkan pada semua masyarakat di dunia, (1) Sistem peralatan dan perelengkapan hidup, (2) sistem mata pencaharian hidup, (3) sistem kemasyarakatn, (4) Bahasa, (5) Kesenian, (6) Sistem pengetahuan, (7) Sistem religi. Pada kondisi sosial ekonomi, Masyarakat Cianjur Kota khususnya kelurahan Solok Pandan sebagian besar menggantungkan hidupnya pada alam. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani. Mata pencaharian lain masyarakat Cianjur Kota adalah buruh, pedagang, PNS, wirausaha.

Berdasar pada fakta tersebut, sebagian besar masyarakat di Cianjur Kota termasuk dalam golongan menegah ke bawah. Hal ini disebabkan oleh tidak menentunya penghasilan yang mereka terima (tergantung hasil panen sawah). Kondisi masyarakat khususnya yang menjadi petani ataupun buruh tani semakin sulit saat musim kemarau datang. Pada saat itu sawah-sawah sulit untuk diolah karena sebagian besar sawah di Solok Pandan merupakan jenis sawah tadah hujan atau sawah yang perairannya mengandalkan air hujan.


(42)

208

5.4 Fungsi

Pada fungsi Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan) peneliti mengambil pada Hutomo, Suripan Budi (1991), yaitu sebenernya fungsi dalam sastra lisan di masyarakat itu terdapat delapan fungsi yaitu; Pertama, berfungsi sebagai sistem proyeksi. Kedua, berfungsi untuk pengesahan kebudayaan. Ketiga, sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial dan sebagai alat pengendali sosial. Keempat, sbagai alat pendidikan anak. Kelima, berfungsi untuk memberikan suatu jalan yang dibenarkan oleh masyarakat agar diadapat lebih superior daripada orang lain. Keenam, berfungsi untuk memberikan seorang suatu jalan yang diberikan oleh masyarakat agar dia dapat mencele orang lain. Ketujuh, sebagai alat untuk memprotes ketidak adilan dalam masyarakat.

Kedelapan, untuk melarikan diri dari himpitan hidup sehari-hari, untuk hiburan

semata.

Berdasarkan nilai tersebut Tembang Cianjuran berfungsi untuk menyimpan, meneruskan dan memeberikan informasi tentang peristiwa masa lalu yang berhubungan dengan sejarah. Dari segi lain fungsi itu dapat dianggap mendidik pendengar tentang hal yang berhubungan dengan tingkah laku dan ajaran agama.

Fungsi Tembang Cianjuran yang penting dari jaman Dalem Pancaniti hingga sekarang adalah fungsi sebagai sarana hiburan. Pada umumnya Tembang

Cianjuran dapat dinikmati oleh masyarakat terpelajar dan awam, juga oleh

golongan adat dan agama yang ada di kota maupun di desa. Hal ini menunjukan bahwa Tembang Cianjuran masih dipertahankan dan kini dapat dikonsumsi oleh

siapa saja, bukan lagi kaum pemerintahan atau “menak”.

5.5 Makna

Dalam makna yang ditinjau dari isotopi terbentuk empat motif bersama yaitu Motif 1, pengabdian kepada kerajaan dan oreang tua; Motif 2, aktivitas seorang Bangsawan yang pemberani; Motif 3, Tujuan Tembang Cianjuran

Pangapungan (wanda papantunan) yaitu untuk memberi pesan melalui teks atau


(43)

209

motif bersama tersebut telah mewakili makna dari teks Tembang Cianjuran

Pangapungan yang mengahasilkan sebuah arti sesungguhnya yaitu Pangapungan

adalah sebuah fragmen tentang kisah Mundinglaya Di Kusumah di saat terbang ke langit ketujuh untuk mencari jimat lalayang salakadomas atas titah Permaisuri dan Raja Pajajaran yang tak lain adalah Ibu dan Ayahnya. Dalam makna yang diceritakan pada teks pangapungan, RAA. Koesminingrat memberikan kesan kepada pembaca atau pendengar agar mengetahui bahwa kisah Mundinglaya Di Kusumah pada saat melakukan terbang sangat indah, gagah berani dan tidak pernah pantang menyerah. Kita bisa lihat dalam isotopi-isotopi yang terangkum ke dalam sebuah motif bersama.

5.6 Saran

Dalam penelitian ini ditemukan bentuk dan jenis Tembang Cianjuran yang lain. Pada penelitian ini yang menjadi objek adalah Tembang Cianjuran dengan judul Pangapungan (wanda papantunan). Terdapat jenis bentuk dan jenis Tembang Cianjuran lainnya yang dapat kita teliti atau ketahui keberadaannya seperti wanda jejemplangan, wanda dedegungan, wanda kakawen, wanda rarancang dan panambih.

Wanda atau jenis Tembang Cianjuran tersebut tersebar di beberapa daerah khususnya Cianjur. Misalnya di LKC (Lembanga Kebudayaan Cianjur) Jl. Suroso no.46 yang merupakan sumber data penelitian yang peneliti teliti, Paguyuban Pasundan Bandung dan banyak lagi di daerah-daerah lain yang masih melestarikan kebuyaan Tembang Cianjuran.


(44)

PUSTAKA ACUAN

“Khasanah Sastra Indonesia Lama: Suatu Gudang Dokumentasi Folklor,” Berita Atropology. Th XI No.37.

Badrun, Ahmad. 2003. “Putu Mbojo: Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan dan Fungsi”. Disertasi UI Jakarta.

Badudu, J.S. 1984. Sari Kesusaatraan Indonesia. Bandung: CV Pustaka Prima. Bleeker, C.J. 1985. Pertemuan Agama-Agama Dunia. Bandung: Sumur Bandung. Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2009. Suntaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta

Damono, Sapardi Djoko. 1979. Novel Sastra Indonesia Sebelum Perang. Jakarta: Depdikbud.

Danandjaja, James 1984. Folklor Indonesia (Ilmu gosip, Dongeng, dan Lain-lain) Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.

Djoko Pradopo, Rachmat. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT Hanindita Graha Widya

Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Mutuara Yang Terlupakan Pengantar Studi Sastra

Lisan. Surabaya: HISKI.


(1)

207

Dalam konteks budaya lokasi yang digunakan adalah di LKC (Lembaga Kebudayaan Cianjur) tempatnya seniman Sunda berkumpul. Pendengar yang hadir pada acara mamaos hanya beberapa segelintir orang yang masih ikut serta membudidayakan Tembang Cianjuran. Mereka kebanyakan orang-orang pengagum seni dan sesepuh yang peduli ingin terus melestarikan kebudayaan Cianjuran. Dalam sebuah pertunjukan Tembang Cianjuran tidak ada reaksi dari pendengar. Pendengar bereaksi atau melontarkan komentarnya (dalam acara kalagenan) setelah penembang selesai menembang. Pada saat penembang menembangkan tembang suasana begitu khidmat dan hening, semua pendengar atau audiens mendengar dan menghayati dengan seksama teks dan musik Temabang Cianjuran tersebut. Semua audiens mendengarkan Tembang Cianjuran dengan suasana hening dan khidmat, tidak ada satupun orang/audiens yang mengobrol atao berceloteh satu katapun. Latar sosial budaya peneliti mengambil dari Koentjaraningrat (1981), ada tujuh aspek kebudayaan yang bisa didapatkan pada semua masyarakat di dunia, (1) Sistem peralatan dan perelengkapan hidup, (2) sistem mata pencaharian hidup, (3) sistem kemasyarakatn, (4) Bahasa, (5) Kesenian, (6) Sistem pengetahuan, (7) Sistem religi. Pada kondisi sosial ekonomi, Masyarakat Cianjur Kota khususnya kelurahan Solok Pandan sebagian besar menggantungkan hidupnya pada alam. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani. Mata pencaharian lain masyarakat Cianjur Kota adalah buruh, pedagang, PNS, wirausaha.

Berdasar pada fakta tersebut, sebagian besar masyarakat di Cianjur Kota termasuk dalam golongan menegah ke bawah. Hal ini disebabkan oleh tidak menentunya penghasilan yang mereka terima (tergantung hasil panen sawah). Kondisi masyarakat khususnya yang menjadi petani ataupun buruh tani semakin sulit saat musim kemarau datang. Pada saat itu sawah-sawah sulit untuk diolah karena sebagian besar sawah di Solok Pandan merupakan jenis sawah tadah hujan atau sawah yang perairannya mengandalkan air hujan.


(2)

208

5.4 Fungsi

Pada fungsi Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan) peneliti mengambil pada Hutomo, Suripan Budi (1991), yaitu sebenernya fungsi dalam sastra lisan di masyarakat itu terdapat delapan fungsi yaitu; Pertama, berfungsi sebagai sistem proyeksi. Kedua, berfungsi untuk pengesahan kebudayaan. Ketiga, sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial dan sebagai alat pengendali sosial. Keempat, sbagai alat pendidikan anak. Kelima, berfungsi untuk memberikan suatu jalan yang dibenarkan oleh masyarakat agar diadapat lebih superior daripada orang lain. Keenam, berfungsi untuk memberikan seorang suatu jalan yang diberikan oleh masyarakat agar dia dapat mencele orang lain. Ketujuh, sebagai alat untuk memprotes ketidak adilan dalam masyarakat. Kedelapan, untuk melarikan diri dari himpitan hidup sehari-hari, untuk hiburan semata.

Berdasarkan nilai tersebut Tembang Cianjuran berfungsi untuk menyimpan, meneruskan dan memeberikan informasi tentang peristiwa masa lalu yang berhubungan dengan sejarah. Dari segi lain fungsi itu dapat dianggap mendidik pendengar tentang hal yang berhubungan dengan tingkah laku dan ajaran agama.

Fungsi Tembang Cianjuran yang penting dari jaman Dalem Pancaniti hingga sekarang adalah fungsi sebagai sarana hiburan. Pada umumnya Tembang Cianjuran dapat dinikmati oleh masyarakat terpelajar dan awam, juga oleh golongan adat dan agama yang ada di kota maupun di desa. Hal ini menunjukan bahwa Tembang Cianjuran masih dipertahankan dan kini dapat dikonsumsi oleh siapa saja, bukan lagi kaum pemerintahan atau “menak”.

5.5 Makna

Dalam makna yang ditinjau dari isotopi terbentuk empat motif bersama yaitu Motif 1, pengabdian kepada kerajaan dan oreang tua; Motif 2, aktivitas seorang Bangsawan yang pemberani; Motif 3, Tujuan Tembang Cianjuran Pangapungan (wanda papantunan) yaitu untuk memberi pesan melalui teks atau puisi lisan; Motif 4, Alam sebagai tempat dan yang dilalui oleh manusia. Keempat


(3)

209

motif bersama tersebut telah mewakili makna dari teks Tembang Cianjuran Pangapungan yang mengahasilkan sebuah arti sesungguhnya yaitu Pangapungan adalah sebuah fragmen tentang kisah Mundinglaya Di Kusumah di saat terbang ke langit ketujuh untuk mencari jimat lalayang salakadomas atas titah Permaisuri dan Raja Pajajaran yang tak lain adalah Ibu dan Ayahnya. Dalam makna yang diceritakan pada teks pangapungan, RAA. Koesminingrat memberikan kesan kepada pembaca atau pendengar agar mengetahui bahwa kisah Mundinglaya Di Kusumah pada saat melakukan terbang sangat indah, gagah berani dan tidak pernah pantang menyerah. Kita bisa lihat dalam isotopi-isotopi yang terangkum ke dalam sebuah motif bersama.

5.6 Saran

Dalam penelitian ini ditemukan bentuk dan jenis Tembang Cianjuran yang lain. Pada penelitian ini yang menjadi objek adalah Tembang Cianjuran dengan judul Pangapungan (wanda papantunan). Terdapat jenis bentuk dan jenis Tembang Cianjuran lainnya yang dapat kita teliti atau ketahui keberadaannya seperti wanda jejemplangan, wanda dedegungan, wanda kakawen, wanda rarancang dan panambih.

Wanda atau jenis Tembang Cianjuran tersebut tersebar di beberapa daerah khususnya Cianjur. Misalnya di LKC (Lembanga Kebudayaan Cianjur) Jl. Suroso no.46 yang merupakan sumber data penelitian yang peneliti teliti, Paguyuban Pasundan Bandung dan banyak lagi di daerah-daerah lain yang masih melestarikan kebuyaan Tembang Cianjuran.


(4)

PUSTAKA ACUAN

“Khasanah Sastra Indonesia Lama: Suatu Gudang Dokumentasi Folklor,” Berita Atropology. Th XI No.37.

Badrun, Ahmad. 2003. “Putu Mbojo: Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan dan Fungsi”. Disertasi UI Jakarta.

Badudu, J.S. 1984. Sari Kesusaatraan Indonesia. Bandung: CV Pustaka Prima. Bleeker, C.J. 1985. Pertemuan Agama-Agama Dunia. Bandung: Sumur Bandung. Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2009. Suntaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta

Damono, Sapardi Djoko. 1979. Novel Sastra Indonesia Sebelum Perang. Jakarta: Depdikbud.

Danandjaja, James 1984. Folklor Indonesia (Ilmu gosip, Dongeng, dan Lain-lain) Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.

Djoko Pradopo, Rachmat. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT Hanindita Graha Widya

Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Mutuara Yang Terlupakan Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya: HISKI.


(5)

Lembaga Basa dan Sastra Sunda. 1981. Kamus Umum Bahasa Sunda. Bandung: Ternate.

Natamihardja, Deni Rusyandi. 2009. “Ngaguar Mamaos Cianjuran (E. Nani & Aki Dadan)”. LKC (Lembaga Kebudayaan Cianjur).

Natamihardja, Deni Rusyandi. 2011. “Babad Sareng Titimangsa Ngadegna Cianjur” LKC (Lembaga Kebudayaan Cianjur).

Ramlan. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono.

Rohilah, Siti 2005. “Tembang cianjuran Wanda Papantunan: Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan dan Fungsi.” Skripsi. UPI Bandung. Rosidi, Ajip. 2000. Ensiklopledi Sunda Alam, Manusia dan Budaya. Jakarta:

Pustaka Jaya.

Rosidi, Ajip. 2007. Mundinglaya Di Kusumah. Bandung: Penerbit Nuansa.

Rusyana, Yus dan Ami Raksanagara. 1978. Sastra Lisan Sunda Carita Karuhun, Kajajaden dan Dedemit. Jakarta: Depdikbud.

Rusyana, Yus. 1970. Bagbagan Puisi Mantra Sunda. Bandung: Projek Penelitian Pantun & Folklore Sunda

Rusyana, Yus. 1971. Bagbagan Puisi Pupudjian Sunda. Bandung: Projek Penelitian Pantun & Folklore Sunda

Rusyana, Yus. 2000. Prosa Tradisional “Pengertian Klasifikasi dan Teks”. Jakarta: Pusat Bahasa.

Sukardji. K, Agama-agama yang Berkembang di Dunia dan Pemeluknya, (Bandung: Angkasa, 1993)


(6)

Sumardjo, Jakob. 2003. Simbol-simbol Artefak Budaya Sunda Tafsir-tafsir Pantun Sunda. Bandung: Kelir.

Sumarsono, Tatang. 1995. Maher Bahasa Sunda (Pangdeudeul Pangajaran Basa Sunda). Bandung: CV Geger Sunten.

Teeuw, A. 1980. Sastra Baru Indonesia. Ende-Flores: Nuansa Indah.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Teeuw, A. 1994. Indonesia Antara Kelisanan dan Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Wibisana, Wahyu, dkk. 2000. Lima Abad Sastra Sunda. Bandung: Geger Sunten. Zanten, W. Van 1987. “Tembang Sunda: An Ethnomusicological Study of The