PENGARUH KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN KINERJA GURU TERHADAP MUTU PEMBELAJARAN DI SEKOLAH: Penelitian Survei tentang Pengaruh Kompetensi Pedagogik dan Kinerja Guru SD terhadap Mutu Pembelajaran di Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Ria

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN ………...…... i

PERNYATAAN ……….………… iii

ABSTRAK ………...…………... iv

KATA PENGANTAR ……… v

UCAPAN TERIMA KASIH ………...……….. vi

DAFTAR ISI ………...……….. vii

DAFTAR TABEL ………...………... xi

DAFTAR GAMBAR ………...……….. xii

DAFTAR LAMPIRAN ………...………...………….. xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ……….….….………….………….. 1

B. Identifikasi Masalah ………...……..…….. 10

C. Perumusan Masalah ……….………...…..……. 13

D. Tujuan Penelitian ………...………..…... 14

E. Manfaat Penelitian ………..… 16

1. Manfaat Teoritis ………..………...……….….. 16

2. Manfaat Praktis ……….……...……….. 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kajian Pustaka ………..….. 18

1. Mutu dan Tantangan Pendidikan ……...………..…….. 18

a. Peluang Pendidikan bagi Guru ……….. 22

b. Komponen Mutu Guru …...………... 23

2. Administrasi Pendidikan ………..….. 25

a. Pengertian Administrasi ………...………..…. 26

b. Perbedaan Manajemen dan Administrasi …...………...… 30

c. Pengertian Administrasi Pendidikan ………... 33

3. Pengawasan Pendidikan …...………...…... 34

a. Pengawasan Pendidikan menurut Undang-Undang dan - Peraturan Pemerintah ...………..…..…. 36

b. Pengertian Pengawasan ………..…... 37

c. Istilah-istilah dalam Pengawasan ……...………..…. 39

d. Supervisi Pembelajaran dalam Praktik Pengawasan …...…... 40

4. Kompetensi Pedagogik …...………..…. 43

a. Pengertian Kompetensi ……...………..… 43 b. Kompetensi dan Kompetensi Pedagogik menurut Peraturan -


(2)

Deddy Haryono, 2012

d. Kompetensi Pedagogik menurut Permendiknas ……..………. 54

5. Kinerja Guru ………..………… 55

a. Tugas Guru menurut Undang-Undang dan Peraturan - Pemerintah ……… 55

b. Pengertian Kinerja ………...…... 56

c. Manajemen Kinerja ……….…..… 63

d. Kinerja Guru di Sekolah ……...……….… 79

6. Mutu Pembelajaran ………...………...… 86

a. Konsep Manajemen Peningkatan Mutu ...………..……... 92

b. Pengertian Mutu Jasa Pendidikan ……...………..…… 96

c. Konsep Absolut dan Relatif Mutu Pendidikan ...……...……100

d. Definisi Mutu menurut Konsumen ……...………...…..…102

e. Definisi Mutu menurut Produsen ………..…… 105

f. Penjaminan Mutu Pendidikan menurut Peraturan Pemerintah . 109 g. Dimensi Mutu …………..………..…110

B. Kerangka Pemikiran …….……….. 114

C. Paradigma Penelitian ……….. 115

D. Asumsi ………...………... 116

E. Hipotesis Penelitian ……..……….. 117

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian …………...……….. 119

B. Paradigma Penelitian ……..……….……... 121

C. Desain Penelitian ……..……….…………. 125

D. Populasi dan Penentuan Sampel …..………..……...…….. 126

1. Populasi …….………...………...……….. 126

2. Sampel …….………..……… 127

3. Subjek Penelitian dan Penarikan Sampel ….….……… 129

4. Proportionate Stratified Random Sampling ……..…...………... 131

E. Definisi Operasional ……..……...………..……… 136

F. Instrumen Penelitian ……..…………...………..………… 138

1. Kompetensi Pedagogik (X1) ……….…………...……….…...….. 141

2. Kinerja Guru (X2) …….………..………...….…... 144

3. Mutu Pembelajaran (Y) …….…………..………...147

G. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen …..……… 148

1. Uji Validitas Instrumen …….………...……...……….. 149

2. Uji Reliabilitas Instrumen …….……….….…….. 153

3. Uji Coba Empirik ……..………....………... 155

H. Teknik Pengumpulan Data …….………..……….. 158

1. Angket ..……….……….158

2. Wawancara …….………..………. 158

3. Observasi ……..………..…159


(3)

4. Studi Dokumentasi …..………..……….159

I. Uji Persyaratan Analisis …….………..……….…. 159

1. Transformasi Data dari Data Ordinal ke Data Interval ………….. 161

2. Uji Normalitas ……..………...………...163

3. Uji Linieritas Regresi …..…………...………...………. 167

4. Uji Independensi …….………...……….... 170

5. Error Tidak Berkorelasi dengan Variabel Bebas X1 maupun X2 ... 172

6. Kausal Satu Arah dalam Sistem (Rekursif) ………... 172

J. Deskripsi Umum Karakteristik Responden ……… 173

1. Status Kepegawaian dan Jenis Kelamin …….……….….. 174

2. Tingkat Pendidikan Responden …….………...………. 176

3. Relevansi Bidang Keahlian dengan Tugas Mengajar ...……….… 177

4. Masa Kerja …..………...………...……. 178

5. Umur Responden ….………...…………. 179

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ………...……. 180

1. Analisis Deskriptif tentang Pemusatan dan Penyebaran Data ...… 180

a. Pemusatan dan Penyebaran Data Variabel Kompetensi - Pedagogik (X1) ……….. 181

b. Pemusatan dan Penyebaran Data Variabel Kinerja Guru (X2) ..182

c. Pemusatan dan Penyebaran Data Variabel Mutu Pembelajaran (Y) ………. 183

2. Analisis Deskriptif pada Tiap-tiap Variabel ……….……. 184

a. Analisis Deskriptif Variabel Kompetensi Pedagogik (X1) ……186

b. Analisis Deskriptif Variabel Kinerja Guru (X2) ………189

c. Analisis Deskriptif Variabel Mutu Pembelajaran (Y) ………... 191

3. Uji Hipotesis dan Analisis Inferensial menggunakan Analisis - Jalur ………194

a. Menentukan Diagram Jalur dan Persamaan Struktural ..…...… 194

b. Menentukan Korelasi, Matriks, dan Koefisien .…………..….. 195

c. Menguji Signifikansi (Test of Significance) …..……...……….196

d. Menentukan Besar Pengaruh ….………...……… 202

e. Membuat Tabel Dekomposisi Pengaruh Antar Variabel ...…. 203

B. Pembahasan ……… 204

1. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Kompetensi Pedagogik (X1) ... 204

a. Memanfaatkan Hasil Penilaian ………. 204

b. Menguasai Karakteristik Peserta Didik ……….205

c. Melakukan Tindakan Reflektif ………. 205

d. Mengembangkan Kurikulum ……… 206

e. Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi ………. 206 Menguasai Teori Belajar ………...


(4)

Deddy Haryono, 2012

g. Berkomunikasi secara Efektif ………... 207

h. Menyelenggarakan Pembelajaran yang Mendidik ……… 208

i. Mengembangkan Potensi Peserta Didik ………208

j. Menyelenggarakan Evaluasi Belajar ………. 209

2. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Kinerja Guru (X2) …..……….209

a. Pengontrolan ………. 210

b. Pengorganisasian ………... 210

c. Perencanaan ………...210

d. Pelaksanaan ………... 211

3. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Mutu Pembelajaran (Y) ..…… 211

a. Kesesuaian Mutu menurut Konsumen ……….. 212

b. Kesesuaian Mutu menurut Produsen ……….212

4. Pengaruh Variabel Kompetensi Pedagogik (X1) dan Kinerja - Guru(X2) secara Bersama-sama terhadap Mutu Pembelajaran (Y) 213 5. Pengaruh Langsung Variabel Kompetensi Pedagogik (X1) ter - hadap Mutu Pembelajaran (Y) ………..……. 215

6. Pengaruh Variabel Kompetensi Pedagogik (X1) terhadap Mutu - Pembelajaran (Y) melalui Kinerja Guru (X2) .……….. 217

7. Pengaruh Total Variabel Kompetensi Pedagogik (X1) terhadap - Mutu Pembelajaran (Y) …….……….………... 218

8. Pengaruh Langsung Variabel Kinerja Guru (X2) terhadap Mutu - Pembelajaran (Y) ….……….. 219

9. Pengaruh Variabel Lain selain Kompetensi Pedagogik (X1) dan Kinerja Guru (X2) terhadap Variabel Mutu Pembelajaran (Y) ….. 220

10. Tidak Terdapat Perbedaan Pengaruh antara Variabel Kompetensi Pedagogik (X1) terhadap Mutu Pembelajaran (Y) dan antara Variabel Kinerja Guru (X2) terhadap Mutu Pembelajaran (Y) …. 221 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ……..………...………. 222

B. Rekomendasi …….……….……… 227

DAFTAR PUSTAKA ……..………...……….. 232

LAMPIRAN-LAMPIRAN …….………. 238

Lampiran 1 Angket Uji Coba, Validitas, dan Reliabilitas ...……. 239

Lampiran 2 Uji Persyaratan Analisis ……..………...………263

Lampiran 3 Tabulasi Data Responden ……..………..….. 290

Lampiran 4 Surat Keputusan dan Izin Penelitian ……..…………...…. 303

RIWAYAT HIDUP …..………...………. 318


(5)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Perbedaan Kompetensi Menurut Perspektif Amerika Serikat dan Inggris ….... 51

2.2 Perbedaan Antara Sebelum dan Sesudah Menerapkan TQM….……….….…. 95

2.3 Pelanggan Pendidikan ………..……. 104

2.4 Standar-standar Mutu ……….….…. 106

3.1 Populasi Tiap Kecamatan Berdasar Status Kepegawaian dan Jenis Kelamin ... 134

3.2 Proportionate Stratified Random Sampling ……….……….… 135

3.3 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Variabel Kompetensi Pedagogik (X1) ……..…. 141

3.4 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Variabel Kinerja Guru (X2) ………….……..… 144

3.5 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Variabel Mutu Pembelajaran (Y) …………... 148

3.6 Hasil Uji Validitas Empirik Instrumen Variabel Kompetensi Pedagogik (X1). 155 3.7 Hasil Uji Validitas Empirik Instrumen Variabel Kinerja Guru (X2) ……….... 156

3.8 Hasil Uji Validitas Empirik Instrumen Variabel Mutu Pembelajaran (Y) …... 157

3.9 Hasil Transformasi Data Ordinal ke Data Interval Variabel Kompetensi - Pedagogik (X1) ………..… 163

3.10 Hasil Transformasi Data Ordinal ke Data Interval Variabel Kinerja Guru - (X2) ………163

3.11 Hasil Transformasi Data Ordinal ke Data Interval Variabel Mutu - Pembelajaran (Y) ……….. 163

3.12 Ringkasan Statistik Uji Linieritas Regresi ………..………….. 168

3.13 Ringkasan Anava Variabel Mutu Pembelajaran (Y) atas Variabel - Kompetensi Pedagogik (X1) ………. 169

3.14 Ringkasan Anava Variabel Mutu Pembelajaran (Y) atas Variabel Kinerja - Guru (X2) ……….……. 170

3.15 Jumlah Responden pada SDN di Kabupaten Lingga ……….……...… 174

3.16 Prosentase Responden pada SDN di Kabupaten Lingga ……….….… 175

3.17 Tingkat Pendidikan Responden ……….…... 177

3.18 Relevansi Bidang Keahlian Responden Dengan Tugas Mengajar ………..…. 178

3.19 Masa Kerja Responden ……….… 178

3.20 Umur Responden ……….………... 179

4.1 Statistik Deskriptif Output SPSS 17 ………..……….….. 180

4.2 Rentang Nilai Variabel Kompetensi Pedagogik (X1) Sesuai dengan Kriteria ... 185

4.3 Rentang Nilai Variabel Kinerja Guru (X2) Sesuai dengan Kriteria …………... 185

4.4 Rentang Nilai Variabel Mutu Pembelajaran (Y) Sesuai dengan Kriteria ….…. 186 4.5 Kecenderungan Rata-rata Skor Variabel Kompetensi Pedagogik (X1) ….…… 187

4.6 Kecenderungan Rata-rata Skor Variabel Kinerja Guru (X2) …………..……... 189

4.7 Kecenderungan Rata-rata Skor Variabel Mutu Pembelajaran (Y) ……...……..192


(6)

Deddy Haryono, 2012

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Fungsi Pengawasan dalam Administrasi ………..……… 38

2.2 Model Gunung Es yang Menggambarkan Kompetensi ……….….….. 46

2.3 Model Pendekatan Manajemen Kinerja ………..…. 63

2.4 Elemen-elemen Kunci Sistem Penilaian Kinerja ……….………….…... 76

2.5 Hirarki Konsep Mutu ………...…..…... 108

2.6 Paradigma Penelitian ……….….……….. 116

3.1 Paradigma Penelitian Sesuai Desain Penelitian ……….……….…. 121

3.2 Sampling Fraction per Stratum ………...………. 133

3.3 Jumlah Responden Berdasarkan Status Kepegawaian dan Jenis Kelamin ….. 176

3.4 Persentase Responden Berdasarkan Status Kepegawaian dan Jenis Kelamin . 176 3.5 Persentase Tingkat Pendidikan Responden …………...………..…. 177

3.6 Persentase Responden Berdasarkan Relevansi Bidang Keahlian …...….….… 178

3.7 Persentase Responden Berdasarkan Masa Kerja …………...………..…. 179

3.8 Persentase Responden Berdasarkan Umur ………...….. 179

4.1 Uji-t untuk Membuktikan Tingkat Kompetensi Pedagogik (X1) ……….. 188

4.2 Uji-t untuk Membuktikan Tingkat Kinerja Guru (X2) ……….. 191

4.3 Uji-t untuk Membuktikan Tingkat Mutu Pembelajaran (Y) ……… 193

4.4 Diagram Jalur Penelitian ………..……….…... 194

4.5 Diagram Jalur Empiris ……….…………..…………..…. 202


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1. Angket Uji Coba, Validitas, dan Reliabilitas ……….…..….……..239

a. Angket Uji Coba ………...……….…. 240

b. Uji Validitas ………..……..…….... 248

c. Uji Reliabilitas ………..……….……….…… 260

2. Uji Persyaratan Analisis ……….………….………..….. 263

a. Proses Transformasi Data Ordinal ke Data Interval Variabel Kompetensi - Pedagogik (X1) ………..….. 264

b. Ringkasan Hasil Transformasi Data Ordinal ke Data Interval Variabel - Kompetensi Pedagogik (X1)……….... 265

c. Proses Transformasi Data Ordinal ke Data Interval Variabel Kinerja Guru - (X2) ………...………... 266

d. Ringkasan Hasil Transformasi Data Ordinal ke Data Interval Variabel - Kinerja Guru (X2) ……….….. 267

e. Proses Transformasi Data Ordinal ke Data Interval Variabel Mutu Pem - belajaran (Y) .……….…………. 268

f. Ringkasan Hasil Transformasi Data Ordinal ke Data Interval Variabel - Mutu Pembelajaran (Y) ………...269

g. Uji Normalitas ………..…….. 270

 Uji Normalitas Distribusi Data Variabel Kompetensi Pedagogik (X1) …. 270  Uji Normalitas Distribusi Data Variabel Kinerja Guru (X2) ………. 271

 Uji Normalitas Distribusi Data Variabel Mutu Pembelajaran (Y) …….... 273

 Grafik Histogram Sebaran Data dan Kurva Normal Variabel Kompetensi Pedagogik (X1), Kinerja Guru (X2), dan Mutu Pembelajaran (Y) …….… 275

h. Uji Linieritas Regresi ……….…….…... 276

 Uji Linieritas Regresi untuk Variabel Mutu Pembelajaran (Y) atas - Kompetensi Pedagogik (X1) ……….…. 276

 Uji Linieritas Regresi untuk Variabel Mutu Pembelajaran (Y) atas - Kinerja Guru (X2) ……….…..280

i. Uji Korelasi dan Penghitungan Nilai Konstanta Regresi ………..…. 284

j. Penghitungan Interpolasi………..………….….. 285

k. Tabel Jumlah, Kuadrat, dan Perkalian Skor Antar Variabel …….…….…… 286

3. Tabulasi Data Responden ………..….. 290

a. Tabulasi Data Variabel Kompetensi Pedagogik (X1)………... 291

b. Tabulasi Data Variabel Kinerja Guru (X2) ………... 295

c. Tabulasi Data Variabel Mutu Pembelajaran (Y) ……….…... 299

4. Surat Keputusan dan Izin Penelitian ……….….. 303

a. Surat Keputusan Pembimbingan Tesis ………..……….…… 304 Permohonan Izin Melakukan Studi Lapangan/Observasi ….………….……


(8)

Deddy Haryono, 2012

c. Izin Studi Lapangan ………..….………... 307

d. Bukti Penyebaran Angket ………..………... 308

e. Nama dan Alamat Sekolah Sampel ………..………...313

f. Hasil Studi Akhir Sementara ……….…….………… 315

g. Hasil Ujian Komprehensif ……….…….……… 316

h. Hasil Tes PTESOL ……….………..….. 317


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kesulitan yang dihadapi dunia pendidikan kita masih pada ketidakmampuan menghadapi sistem yang gagal sehingga menjadi penghalang bagi profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan. Penyebabnya menurut Usman (2008:52), ada tiga hal utama yaitu: 1) Kebijakan pendidikan dan manajemen pendidikan menggunakan pendekatan educational production function atau input-output analysis dan kurang

memperhatikan proses pendidikan. Padahal baik input, proses, output, maupun

outcome pendidikan, semuanya harus diperhatikan secara proporsional dan

profesional. Pendekatan input-output yang diterapkan menganggap bahwa lembaga

pendidikan berfungsi layaknya mesin produksi yang jika dipenuhi semua input, maka

akan menghasilkan output yang diharapkan. 2) Manajemen pendidikan cenderung

berorientasi birokratik seperti pada masa lalu, sehingga sekolah dijadikan sebagai pelaksana pendidikan yang mengikuti saja keputusan birokrasi. Padahal kebijakan yang diputuskan tidak selalu cocok dengan kondisi sekolah, tetapi perlu diadakan penyesuaian. Otonomi sekolah belum dapat dilaksanakan dengan baik. Sekolah tidak mengutamakan setting lingkungan dan masyarakat di mana sekolah berada.

Contohnya adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan di sekolah bisa hanya menerima saja kurikulum yang disusun oleh pihak lain yang berada jauh di tempat lain yang situasi dan kondisinya sangat berbeda dibandingkan dengan sekolah yang


(10)

Deddy Haryono, 2012

kurikulum seragam masih menjadi kebiasaan. Sekolah menjadi kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi, kreatifitas, dan inisiatif untuk maju. 3) Akuntabilitas sekolah terhadap masyarakat lemah. Sekolah tidak punya beban mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat khususnya kepada orang tua siswa/wali murid. Sekolah belum mengutamakan persepsi konsumen tentang pendidikan. Sekolah hanya mengandalkan perintah dari tingkat birokrasi yang lebih tinggi. Komite sekolah belum memiliki posisi tawar yang lebih, atau bisa jadi komite sekolah memang tidak mengerti tentang pendidikan sehingga belum mampu ikut serta dalam menentukan kebijakan yang harus ditempuh. Kegagalan manajemen pendidikan akan berdampak luas. Umumnya yang masuk, menekuni, dan yang menjadi praktisi bidang pendidikan bukanlah orang-orang terbaik. Walaupun ada orang-orang-orang-orang terbaik, tetapi jumlahnya relatif sedikit. Lulusan terbaik sekolah menengah lebih memilih masuk ke jurusan bukan pendidikan di perguruan tinggi. Lulusan terbaik dari perguruan tinggi cenderung masuk ke perusahaan swasta, menjadi pegawai negeri bukan guru, ataupun membuka usaha sendiri. Penyebab keengganan lulusan terbaik menekuni bidang pendidikan bermacam-macam, bisa karena gaji dan kompensasi, kondisi kerja yang tidak menyenangkan, penempatan di tempat kerja yang jauh dari perkotaan, dan lain-lain.

Menurut Michael G. Fullan:

Educational change depends on what teachers do and think –it’s as simple and as complex as that. It would all be so easy if we could legislate changes in thinking. Classrooms and schools become effective when (1) quality people are recruited to teaching, and (2) the workplace is organized to stimulate and reward accomplishments. The two are intimately related. Professionally rewarding workplace conditions attract and retain good people (The New Meaning of Educational Change, 2nd ed, 1991:117).


(11)

Pendidikan tergantung pada apa yang dipikirkan dan dikerjakan oleh para guru. Ini adalah hal yang sederhana dan sekaligus kompleks. Semuanya akan menjadi sangat mudah jika kita bisa mengubah cara berpikir. Ruangan kelas dan sekolah menjadi efektif ketika orang-orang yang bermutu saja yang diterima sebagai pengajar serta tempat kerja yang terorganisasi yang akan mendorong prestasi. Pengelolaan yang profesional bermanfaat bagi kondisi di tempat kerja, sehingga menjadi menarik dan mempertahankan orang-orang terbaik.

Menurut Fullan, kelas dan sekolah baru akan efektif apabila direkrut orang-orang terbaik untuk menjadi guru serta lingkungan kerja dibuat nyaman dan kondusif untuk bekerja dan mendorong guru berkarya agar guru betah. Jika ingin membuat perubahan yang berarti dalam bidang pendidikan, fokus utama adalah pada mutu guru.

Memiliki dan mendapatkan guru-guru bermutu prima itu semakin perlu, mengingat dunia pendidikan mengalami perkembangan yang sama cepatnya dengan dunia ilmu pengetahuan dan dunia bisnis. Kalau tidak, dunia pendidikan hanya akan menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak siap menghadapi perkembangan dunia yang semakin hari semakin maju dalam segala bidang. Kebijakan yang tidak aplikatif dalam hal tenaga pendidik akan berdampak pada kondisi yang tidak kondusif.

Perubahan kurikulum sesuai dengan perkembangan zaman dalam sistem pendidikan adalah sebuah keharusan. Untuk bisa menghasilkan siswa-siswa yang siap berkompetisi dalam dunia moderen, mereka harus dididik oleh para guru yang


(12)

Deddy Haryono, 2012

parsial. Menurut Dharma (2009:15), ketidakmampuan memahami pendekatan yang mendasari kurikulum ini membuat para guru tidak mengubah pola mengajarnya secara mendasar. Hal ini dapat berakibat pada kinerja guru dan mutu hasil belajar. Guru masih melihat bidang studinya berupa “text” dan belum “context” karena metode CTL (Contextual Teaching and Learning) masih berupa wacana dan belum

sepenuhnya menjadi pengetahuan dan keterampilan. Sebagian guru belum paham dengan prinsip “student centered” dan kegiatan belajar mengajar masih berpusat pada gurunya. CBSA yang sebelum ini telah dikenalkan masih berupa wacana dan belum menjadi kegiatan sehari-hari di kelas. Mereka hanya mengambil kulit-kulitnya dan tidak paham esensinya.

Menurut Dirjen Dikdasmen, Suyanto:

Guru harus diajak berubah dengan dilatih terus menerus dalam pembuatan satuan pelajaran, metode pembelajaran yang berbasis inquiry, discovery, contextual teaching and learning, menggunakan alat bantunya, menyusun evaluasinya, perubahan filosofisnya, dan lain-lain.

Guru harus terus ditingkatkan sensivitas dan krteativitasnya. Sensitivitas adalah kemampuan guru untuk mengembangkan kepekaan-kepekaan pedagogisnya untuk kepentingan pembelajaran. Guru harus mampu memahami kondisi-kondisi yang memungkinkan dirinya membuat kesalahan, dan yang paling penting adalah mengendalikan diri dan menghindari diri dari kemungkinan membuat kesalahan. Dari berbagai kajian yang telah dilakukan oleh Mulyasa (2005:20), kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan oleh para guru tersebut adalah mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, menunggu peserta didik berperilaku negatif, menggunakan disiplin yang destruktif, mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus yang berbeda dari tiap


(13)

individu peserta didik, merasa dirinya paling pandai di kelasnya, tidak adil dan diskriminatif, serta memaksa hak peserta didik.

Globalisasi membawa implikasi untuk pendidikan, diantaranya ialah istilah melek huruf tidak lagi hanya berarti bisa baca, tulis, hitung, melainkan kemampuan berpikir, merasa, dan bertindak dalam idiom kultural dan teknologi global. Tidak terlalu sulit membuat anak didik fasih dalam skills teknis, tetapi tidak hanya itu,

pendidikan di sekolah bukan sekedar kursus keterampilan teknis. Selain membawa anak didik fasih dalam idiom teknologi dan kultural, tugas paling krusial pendidikan sekolah adalah menunjukkan, menemani, dan membuat anak didik belajar menghadapi tegangan-tegangan yang secara inheren menandai corak globalisasi dewasa ini. Dalam arti itu, tugas pendidikan sekolah bukan sekedar membekali anak didik dengan keterampilan teknis, tetapi dengan sengaja memasukkan anak didik kedalam tegangan-tegangan nilai yang persis muncul dari penguasaan mereka atas teknologi dan kultur saat ini. Untuk itu diperlukan mutu pendidikan.

Keberhasilan suatu negara dapat dilihat dari mutu pendidikan yang ada di negara tersebut. Mutu pendidikan sangat ditentukan oleh faktor pendidik yang secara langsung berperan dalam penentu mutu pendidikan.

Baedhowi, Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (sekarang BP SDMP & PMP: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan) di Jakarta, 11 Agustus 2010 (Kompas, 12 Agustus 2010), menjelaskan berdasarkan data yang sudah diverifikasi


(14)

Deddy Haryono, 2012

2010 dari TK hingga SMA. Guru yang memenuhi syarat kualifikasi pendidikan D4/S1, seperti diamanatkan dalam UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen baru berkisar 1,1 juta atau 41 persen. Separuhnya masih berpendidikan SMA hingga D3, terutama guru jenjang TK dan SD. Kemampuan pemerintah pusat untuk memberikan beasiswa kuliah adalah sekitar 190.000 guru per tahun. Untuk itu, pemerintah daerah diminta menambah beasiswa pendidikan bagi guru-guru mereka melalui APBD. Pada tahun 2008, sebanyak 65,69% guru SD PNS dan non PNS telah memiliki ijazah pendidikan D2.

Salah satu standar dari delapan standar nasional pendidikan adalah Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Khusus standar pendidik telah ditetapkan melalui Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dalam Permendiknas ini ditetapkan bahwa setiap guru harus memiliki kualifikasi minimum S1 dan D4 serta memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Namun kenyataannya, bahwa pada tahun 2008 guru SD PNS yang sudah memenuhi kualifikasi pendidikan S1 baru berjumlah 153.169 orang (16,17%) dari keseluruhan guru SD PNS yang berjumlah 947.160 orang. Sementara guru SD non PNS yang sudah memenuhi kualifikasi pendidikan S1 berjumlah 55.070 orang (18,18%) dari keseluruhan guru SD non PNS yang berjumlah 302.872 orang. Secara keseluruhan guru yang sudah memenuhi standar kualifikasi akademik S1, baik Guru SD yang PNS maupun non PNS sebesar 16,66% pada tahun 2008. Namun demikian tidak berarti bahwa standar lain dari Standar Pendidikan Nasional yang diantaranya


(15)

adalah standar proses pendidikan, standar isi, standar kompetensi lulusan, standar pengelolaan, dan standar penilaian pendidikan dapat diabaikan begitu saja.

Pemerintah dan juga pemerintah daerah telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan mutu guru, antara lain melalui pelatihan, seminar, simposium, dan lokakarya, bahkan melalui pendidikan formal dengan membiayai kuliah para guru pada tingkat yang lebih tinggi. Walaupun demikian, dalam pelaksanaannya masih belum sesuai dengan harapan, banyak penyimpangan, namun upaya tersebut paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang menunjukkan bahwa sebagian guru telah memiliki ijazah perguruan tinggi. Latar belakang pendidikan guru seharusnya berkorelasi positif dengan mutu pendidikan bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhinya. Dalam praktek pendidikan sehari-hari, masih banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan dalam menunaikan tugas dan fungsinya. Kesalahan-kesalahan tersebut seringkali tidak disadari oleh para guru. Padahal kesalahan kecilpun yang dilakukan guru, khususnya dalam pembelajaran, akan berdampak negatif terhadap perkembangan peserta didik. Sebagai manusia biasa, tentu saja guru tidak akan terlepas dari kesalahan baik dalam perilaku maupun dalam pelaksanaan tugas pokok mengajarnya. Namun demikian, bukan berarti kesalahan guru harus dibiarkan begitu saja dan tidak dicari cara pemecahannya.

Masalah lain yang dihadapi bidang pendidikan di beberapa daerah termasuk beberapa sekolah di daerah penelitian adalah kurangnya guru daerah terpencil yang umumnya disebabkan oleh keengganan guru untuk tinggal di daerah terpencil yang


(16)

Deddy Haryono, 2012

tunjangan finansial yang lebih besar dan kesempatan untuk ikut serta dalam pelatihan dan pendidikan untuk pengembangan profesi agar tidak ketinggalan dari rekan-rekan mereka yang bertugas di daerah perkotaan. Insentif ini bermanfaat terutama bagi guru-guru yang berasal dari daerah perkotaan untuk tetap betah dan mengabdi di daerah terpencil.

Perluasan akses sekolah secara kuantitatif tanpa disertai upaya peningkatan mutu proses belajar mengajar tidak akan menghasilkan manfaat yang optimal dalam meningkatkan mutu serta daya saing sumber daya manusia. Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor individu bersangkutan tetapi pada akhirnya juga akan bermanfaat bagi masyarakat umumnya. Peningkatan kesejahteraan masyarakat berbanding lurus dengan hasil pendidikan. Meningkatnya hasil pendidikan akan dibarengi dengan peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Ketersediaan guru yang kompeten di bidangnya serta penempatan guru secara merata antara daerah perkotaan, daerah pedesaan, dan daerah terpencil masih menjadi masalah. Upaya untuk meningkatkankan kualifikasi guru serta penempatan guru secara merata menjadi sangat penting. Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan peraturan pelaksanaannya yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, mensyaratkan seorang guru paling tidak memiliki: a) minimum 4 tahun kualifikasi akademik pada jenjang pendidikan Strata1 atau D4; b) pengalaman praktik mengajar di kelas; dan c) lulus ujian sertifikasi terkait dengan kompetensi pedagogis, profesional, personal, dan sosial.


(17)

Dengan UU No. 14/2005 dan PP No. 74/2008 ini maka diharapkan terjadi peningkatan mutu guru sekaligus peningkatan pendapatan guru. Program peningkatan mutu guru ini harus diikuti dengan pengawasan berupa penjaminan dan pengendalian mutu serta peningkatan akuntabilitas publik untuk menjamin bahwa program perbaikan mutu dan insentif yang diberikan kepada guru dapat ditransformasikan ke dalam proses belajar mengajar untuk menghasilkan lulusan yang bermutu.

Selain program peningkatan mutu guru, perbaikan infrastruktur sekolah juga perlu diperhatikan, termasuk penyediaan fasilitas air bersih dan WC yang diperlukan untuk kebersihan perorangan dan lingkungan sekolah. Jika air bersih tidak tersedia, maka akan memaksa siswa untuk keluar halaman sekolah guna mencari sarana air bersih dan WC jika sewaktu-waktu diperlukan. Hal ini akan membuang waktu belajar dan bisa mengurangi kenyamanan bersekolah.

Selain itu, upaya yang dilakukan dalam peningkatan mutu pendidikan juga akan mendorong orang tua untuk tetap menyekolahkan anaknya karena mereka yakin bahwa dengan menyekolahkan anaknya pada sekolah yang baik, maka lulusannya nanti akan baik dan merupakan bekal untuk mencari penghidupan yang layak di kemudian hari. Salah satu persepsi orang tua tentang sekolah yang bermutu diindikasikan dengan ketersediaan infrastruktur sekolah yang baik, seperti gedung sekolah yang bersih dan terawat baik, sarana air bersih dan toilet yang berfungsi, ruang kelas yang nyaman, meja kursi yang cukup tersedia dan terawat baik, peralatan


(18)

Deddy Haryono, 2012

guru yang tinggi, frekuensi pembelajaran yang intensif, serta kegiatan-kegiatan sekolah yang optimum yang diasuh oleh tenaga yang kompeten.

Peningkatan layanan pendidikan dapat dilakukan melalui peningkatan mutu proses pembelajaran di sekolah, peningkatan kualifikasi guru, sistem kompensasi, kondisi ruang belajar, tingkat kehadiran guru, dan rasio siswa per kelas. Proses pembelajaran merupakan sesuatu yang kompleks. Hubungan yang serasi antara guru dan siswa menjadi hal penting untuk menciptakan proses belajar mengajar dan hasil pembelajaran yang baik. Namun demikian hubungan serasi guru siswa tersebut harus didukung sumber daya yang memadai, kurikulum yang aplikatif, dan pengeloaan sekolah yang baik.

Kompetensi akademik seorang guru berpengaruh terhadap kompetensi pedagogik seorang guru yang bisa dimanfaatkan dalam mengelola pembelajaran. Dengan meningkatnya pendidikan yang dimiliki guru akan meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Hingga saat penelitian ini dilakukan, tingkat pendidikan guru-guru SD di Kabupaten Lingga hampir mencapai 25% yang memiliki kualifikasi pendidikan S1 sesuai dengan bidangnya yaitu PGSD. Padahal pemerintah mengharapkan pada tahu 2015 nanti seluruh guru-guru sudah mencapai kualifikasi pendidikan S1.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian pada latar belakang penelitian di atas, jelas tergambar banyak faktor yang mempengaruhi mutu pembelajaran di Sekolah Dasar, antara lain: kebijakan pendidikan, manajemen pendidikan, perkembangan teknologi


(19)

pembelajaran, globalisasi, kompetensi guru (pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional), kinerja guru, latar belakang pendidikan dan pengalaman guru, kepemimpinan kepala sekolah, pengawasan pendidikan, akuntabilitas sekolah, pantauan komite sekolah, tindak lanjut Dinas Pendidikan Kabupaten, keterlibatan stakeholders, serta input dan proses pendidikan. Di samping itu hal-hal yang

menyangkut diri pribadi guru dan kinerjanya antara lain: motivasi, bakat, minat, kepuasan kerja, gaji serta tunjangan, dan lain-lain.

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi mutu pembelajaran tersebut, yang paling menarik untuk diteliti adalah kompetensi pedagogik guru beserta dengan kinerjanya. Kompetensi pedagogik yang dimaksud adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum dan silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki peserta didik.

Peningkatan kompetensi akademik guru yang diperoleh melalui bangku kuliah dapat meningkatkan kompetensi pedagogik guru. Kompetensi akademik perlu menjadi perhatian jika ingin kompetensi pedagogik guru baik. Kompetensi pedagogik yang sudah dimiliki guru tidak memiliki makna yang cukup berarti apabila tidak diaktualisasikan melalui kinerja. Kompetensi pedagogik hanya merupakan nilai


(20)

Deddy Haryono, 2012

memiliki makna pasif. Oleh karena itu kompetensi pedagogik bersama-sama kinerja dapat membentuk pembelajaran yang bermutu.

Pendidikan saat ini menuntut mutu yang baik. Baik dari pandangan pelanggan/konsumen pendidikan maupun dari pandangan pihak penyedia jasa pendidikan/produsen. Mutu hanya akan tercapai jika semua unsur pendukung mutu dapat bersinergi dalam melaksanakan tugasnya mencapai tujuan yang dimaksud.

Sementara fakta menunjukkan masih kecilnya jumlah guru yang dianggap layak mengajar dan masih kecilnya jumlah guru yang memenuhi kualifikasi pendidikan guru; artinya memiliki kompetensi akademik yang memadai sebagai mana yang di tuntut; menjadi fenomena dunia pendidikan kita saat ini. Hal ini tidak berarti mutu pendidikan dapat diabaikan begitu saja. Mutu pendidikan dapat ditingkatkan melalui peningkatan mutu pembelajaran. Mutu pendidikan senantiasa berbanding lurus dengan mutu pembelajaran, artinya jika mutu pembelajaran meningkat maka mutu pendidikanpun akan meningkat. Mutu pembelajaran menuntut guru untuk memiliki pengetahuan, keterampilan, konsep diri, watak, dan motif yang memadai untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai guru dengan baik. Dunia pendidikan dan teknologi terus berkembang, dan globalisasi sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Sementara kesiapan pihak-pihak yang mengelola pendidikan saat ini masih dianggap minim. Oleh karena itu, bagaimanakah realita sesungguhnya? Hal ini masih perlu dikaji dan dalami.

Kinerja menyangkut proses kerja dan hasil kerja. Kinerja dapat dipengaruhi berbagai faktor, baik dari dalam diri guru maupun dari luar diri guru. Tidak hanya kompetensi guru yang harus baik, tetapi kinerja guru juga harus baik. Tidak ada hasil


(21)

belajar siswa yang dapai dicapai dengan baik tanpa didukung oleh pelaksanaan tugas-tugas guru di sekolah yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan sebagaimana mestinya. Tugas guru harus dilaksanakan sesuai standar pendidikan dan sesuai dengan harapan para pelanggan pendidikan. Guru harus konsisten melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diembankan kepadanya. Kita harus menyadari bahwa gaji dan tunjangan yang dibayarkan kepada guru adalah “upah” untuk melaksanakan tugas-tugasnya mengajar dan mendidik siswa-siswanya, bukan untuk hal-hal yang lain.

Saat ini kualifikasi pendidikan yang harus dimiliki guru minimal harus S1/D4 sesuai dengan bidang yang relevan dengan tugasnya. Jika guru yang mengajar di SD yang umumnya terdiri dari guru kelas, maka guru tersebut harus memiliki Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) guru kelas. Dengan pendidikan guru yang memadai, maka kompetensi pedagogik guru juga diharapkan memadai. Hal ini akan berpengaruh kepada mutu pendidikan melalui mutu pembelajaran yang dikelola oleh guru tersebut.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka penelitian tentang Pengaruh Kompetensi Pedagogik dan Kinerja Guru Terhadap Mutu Pembelajaran di Sekolah dapat dibuat rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimanakah gambaran kompetensi pedagogik guru-guru di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga?


(22)

Deddy Haryono, 2012

2. Bagaimanakah gambaran kinerja guru-guru di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga?

3. Bagaimanakah gambaran mutu pembelajaran di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga?

4. Berapakah besar pengaruh bersama-sama kompetensi pedagogik dan kinerja guru terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga? 5. Berapakah besar pengaruh langsung kompetensi pedagogik terhadap mutu

pembelajaran di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga?

6. Berapakah besar pengaruh kompetensi pedagogik melalui kinerja guru terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga?

7. Berapakah besar pengaruh total kompetensi pedagogik terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga?

8. Berapakah besar pengaruh langsung kinerja guru terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga?

9. Berapakah besar pengaruh hal-hal yang lain selain kompetensi pedagogik dan kinerja guru terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga?

D.Tujuan Penelitian

Memperhatikan rumusan masalah tersebut, maka secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran empirik tentang pengaruh kompetensi pedagogik dan kinerja guru terhadap mutu pembelajaran. Sedangkan secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk:


(23)

1. Memperoleh gambaran tentang kompetensi pedagogik guru-guru di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga.

2. Memperoleh gambaran tentang kinerja guru-guru di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga.

3. Memperoleh gambaran tentang mutu pembelajaran di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga.

4. Menganalisis pengaruh kompetensi pedagogik bersama-sama dengan kinerja guru terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga. 5. Menganalisis pengaruh langsung kompetensi pedagogik terhadap mutu

pembelajaran di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga.

6. Menganalisis pengaruh kompetensi pedagogik melalui kinerja guru terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga.

7. Menganalisis pengaruh total kompetensi pedagogik terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga.

8. Menganalisis pengaruh langsung kinerja guru terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga.

9. Menganalisis pengaruh hal-hal yang lain selain kompetensi pedagogik dan kinerja guru terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga.


(24)

Deddy Haryono, 2012

E.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat baik bagi pihak peneliti maupun bagi pengembangan ilmu pengetahuan secara akademik. Secara lebih rinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan studi lanjutan yang relevan serta bahan kajian ke arah pengembangan konsep-konsep ilmu yang mendekati pertimbangan kontekstual, konseptual, dan kultur yang berkembang pada dunia pendidikan dewasa ini, terutama aspek lainnya yang belum tercakup dalam penelitian ini.

b. Pembahasan tentang pengaruh kompetensi pedagogik dan kinerja guru terhadap mutu pembelajaran di Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari administrasi pendidikan yang akan menjadi suplemen bahasan dalam memperkuat validitas dan reliabilitas pelaksanaan manajemen berbasis kelas sebagai sebuah nilai budaya institusi.

2. Manfaat Praktis

a. Masukan bagi pengambil kebijakan Sekolah Dasar di Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau, untuk dijadikan pertimbangan secara kontekstual dan konseptual operasional dalam merumuskan pola mutu pembelajaran di masa mendatang.


(25)

b. Sebagai bahan masukan bagi para guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah bahwa mutu pembelajaran harus dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat mendorong terciptanya pendidikan yang bermutu.

c. Menambah wawasan bagi para praktisi pendidikan, bahwa mutu pembelajaran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik dapat diperoleh dari pendidikan guru.

d. Memberikan informasi bagi para guru agar meningkatkan kualifikasi akademiknya sebagai upaya untuk meningkatkan profesionalisme.

e. Memberikan informasi bagi para kepala sekolah bahwa kualifikasi akademik guru dapat berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas guru yang akhirnya berpengaruh terhadap mutu pendidikan secara umum.

f. Sebagai bahan masukan bagi praktisi pendidikan bahwa tujuan pendidikan nasional akan tercapai bila didukung oleh kompetensi pedagogik guru yang memadai dan kinerja guru yang baik.

g. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai temuan awal untuk melakukan penelitian lanjut tentang model pengembangan kinerja guru dan mutu pembelajaran.


(26)

Deddy Haryono, 2012

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei. Menurut Sugiyono (2008:12), penelitian yang mendapatkan data di tempat tertentu yang tidak mengalami perlakuan khusus dalam pengumpulan datanya, yaitu bersifat alamiah dan bukan buatan, maka penelitian itu termasuk dalam jenis penelitian survei. Metode survei menurut Sangarimbun (1989:3), adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.

Kerlinger (1990:660), mendefinisikan penelitian survei sebagai: mengkaji populasi (atau universe) yang besar maupun kecil dengan menyeleksi serta mengkaji

sampel yang dipilih dari populasi itu untuk menemukan insiden, distribusi, dan interelasi relatif dari variabel-variabel sosiologis dan psikologis. Definisi survei ini disebut survei sampel, karena penelitian survei berkembang seiring dengan perkembangan dan penyempurnaan prosedur-prosedur penyusunan sampel (sampling). Penelitian survei dipandang sebagai cabang penelitian ilmiah ilmu sosial

yang dibedakan dengan survei status. Survei status mengkaji status quo yaitu apa

yang ada sebagaimana adanya, bukan mengkaji relasi antar variabel.

Menurut David Kline (1980), strategi survei tidak memerlukan kelompok kontrol seperti halnya pada strategi eksperimen, namun generalisasi yang dilakukan bisa lebih akurat bila digunakan sampel yang representatif (Sugiyono, 2008:7).


(27)

Penelitian survei menekankan pada penelitian relasional yakni mempelajari hubungan variabel-variabel sehingga menyebabkan hipotesis penelitian senantiasa dipertanyakan. Dalam penelitian survei, informasi dikumpulkan dari responden dengan kuesioner. Secara umum, arti survei dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi.

Menurut Cohen dan Nomion sebagaimana dikemukakan oleh Sukardi (2003:193):

Survey gathers data at a particular point in time with the intention of 1) describing the nature of existing conditions, or 2) identifying standards against which existing condition can be compared, or 3) determining the relationships that exist between specific events.

Penelitian survei merupakan kegiatan penelitian yang mengumpulkan data pada saat tertentu dengan tiga tujuan penting yaitu: 1) mendeskripsikan keadaan yang alami yang hidup di saat itu, 2) mengidentifikasi norma patokan dengan keadaan yang ada untuk dibandingkan, dan 3) menentukan hubungan sesuatu yang hidup di antara kejadian spesifik.

Menurut Walter L. Wallace (1973) penelitian survei digambarkan sebagai suatu proses untuk mentransformasikan lima komponen informasi ilmiah dengan menggunakan enam komponen metodologi yang disebut kontrol metodologis (Singarimbun 1989:25). Komponen-komponen informasi ilmiah tersebut adalah: 1) teori, 2) hipotesa, 3) observasi, 4) generalisasi empiris, dan 5) penerimaan atau penolakan hipotesa. Kontrol metodologis adalah: 1) deduksi logika, 2) interpretasi, penyusunan instrumen, penyusunan skala, dan penentuan sampel, 3) pengukuran


(28)

Deddy Haryono, 2012

penyederhanaan data, dan perkiraan parameter, 4) pengujian hipotesa, inferensi logika, dan 5) formulasi konsep, formulasi proposisi, dan 6) penataan proposisi.

Menurut Alreck dan Settle (1995:456) survei adalah: teknik/metode penelitian yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi dari suatu sample dalam suatu populasi, untuk kemudian dianalisis guna memperoleh generalisasi atas populasi dimana sample itu diambil/ditarik.

B.Paradigma atau Pola Hubungan antar Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2008:65) paradigma atau pola hubungan antar variabel penelitian pada dasarnya merupakan rencana studi/penelitian yang menggambarkan prosedur dalam menjawab pertanyaan masalah penelitian. Paradigma penelitian dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel independen, satu variabel dependen, dan satu variabel error. Paradigma penelitian ini dapat ditunjukkan seperti gambar 3.1 berikut:

Gambar 3.1 Paradigma Penelitian Sesuai Desain Penelitian

Keterangan:

X1 : Kompetensi Pedagogik. X2 : Kinerja Guru.

Y : Mutu Pembelajaran.

X1

X2


(29)

Berdasarkan paradigma tersebut, maka dapat ditentukan:

1. Jumlah rumusan masalah deskriptif ada tiga, dan asosiatif ada enam yaitu: a. Rumusan masalah deskriptif ada tiga.

1) Bagaimana X1?

2) Bagaimana X2?

3) Bagaimana Y?

b. Rumusan masalah asosiatif/hubungan ada enam.

1) Bagaimana pengaruh simultan Kompetensi Pedagogik (X1) dan Kinerja

Guru (X2) terhadap Mutu Pembelajaran (Y)?

2) Bagaimana pengaruh langsung Kompetensi Pedagogik (X1) terhadap

Mutu Pembelajaran (Y)?

3) Bagaimana pengaruh Kompetensi Pedagogik (X1) terhadap Mutu

Pembelajaran (Y) melalui Kinerja Guru (X2)?

4) Bagaimana pengaruh total Kompetensi Pedagogik (X1) terhadap Mutu

Pembelajaran (Y)?

5) Bagaimana pengaruh langsung Kinerja Guru (X2) terhadap Mutu

Pembelajaran(Y)?


(30)

Deddy Haryono, 2012

Secara rinci dapat ditunjukkan pada gambar berikut:

1) Hubungan Kausal Kompetensi Pedagogik Guru (X1) dan Kinerja Guru

(X2) secara bersama-sama (simultan) terhadap Mutu Pembelajaran (Y).

2) Hubungan Kausal Kompetensi Pedagogik (X1) terhadap Mutu

Pembelajaran (Y).

3) Hubungan Kausal Kompetensi Pedagogik (X1) terhadap Mutu

Pembelajaran (Y) melalui Kinerja Guru (X2).

X

1

X

2 Y

yx2

r

x1x2

X

1

Y

yx1

Y

X1

Ry(x1x2)

X2


(31)

4) Hubungan Kausal Total Kompetensi Pedagogik (X1) terhadap Mutu

Pembelajaran (Y).

5) Hubungan Kausal Kinerja Guru (X2) terhadap Mutu Pembelajaran(Y).

6) Hubungan Kausal Residu (

) terhadap Mutu Pembelajaran (Y).

2. Teori yang digunakan ada tiga, yaitu teori tentang Kompetensi Pedagogik, teori tentang Kinerja Guru, dan teori tentang Mutu Pembelajaran.

3. Hipotesis yang dirumuskan ada dua macam yaitu hipotesis deskriptif, dan hipotesis asosiatif. Tetapi hipotesis deskriptif sering tidak dirumuskan (Sugiyono 2008:9).

Y

X

1

X

2

Y

yx2

r

x1x2

yx1

X

2

Y


(32)

Deddy Haryono, 2012

4. Teknis analisis data.

a. Untuk tiga hipotesis deskriptif, bila datanya berbentuk interval atau rasio maka pengujian hipotesis menggunakan t-test one sample (Sugiyono 2008:43). b. Untuk hipotesis asosiatif, menggunakan analisis jalur.

C.Desain Penelitian

Menurut Istijanto (2006:19), terdapat tiga jenis desain penelitian yaitu: desain eksploratoris, desain deskriptif, dan desain kausal/ eksplanasi. Ketiga macam desain menghasilkan informasi yang berbeda-beda. Desain eksploratoris merupakan desain penelitian untuk mengetahui permasalahan awal atau ada tidaknya masalah, menjajagi dan mencari ide-ide atau hubungan-hubungan yang baru atas persoalan-persoalan yang relatif baru, misalnya menggunakan analisis faktor, dll. Desain deskriptif merupakan desain penelitian yang bertujuan menggambarkan sesuatu, menguraikan sifat atau karakteristik suatu gejala atau masalah tertentu, dan desain kausal merupakan desain penelitian yang bertujuan untuk menguji hubungan sebab akibat, menganalisis hubungan-hubungan atau pengaruh antar variabel.

Dengan mengacu pada masalah penelitian, maka desain penelitian ini utamanya adalah desain kausal/asosiatif, dimana kajiannya dimaksudkan untuk menganalisis hubungan/ pengaruh antar variabel yaitu: Kompetensi Pedagogik (X1),

Kinerja Guru (X2), dan Mutu Pembelajaran (Y). Selain itu, ada desain deskriptif

yang berfungsi menggambarkan keadaan Kompetensi Pedagogik (X1), Kinerja Guru


(33)

D.Populasi dan Penentuan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2009:117). Populasi adalah jumlah total dari seluruh unit atau elemen di mana peneliti tertarik, yang dari padanya sampel dipilih. Selain merupakan jumlah keseluruhan anggota yang diteliti (universum), populasi juga meliputi seluruh karakteristik/ sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek itu. Populasi bisa bukan hanya orang tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain.

Batasan penelitian yang harus ada dan ditemui dalam setiap penelitian adalah batasan yang berkaitan dengan populasi penelitian. Populasi atau population mempunyai arti yang bervariasi. Menurut Ary, dkk (Sukardi 2003:53) “population is

all members of well defined class of people, events or subjects”. Populasi menurut Babbie tidak lain adalah elemen penelitian yang hidup dan tinggal bersama-sama dan secara teoritis menjadi target hasil penelitian.

Menurut Silalahi (2010:253), populasi harus dispesifikasikan secara tuntas. Unit-unit dalam satu populasi harus sesuai dengan satu set dari spesifikasi sehingga peneliti akan dapat mengetahui siapa yang menjadi populasi dan siapa yang tidak menjadi bagian dari populasi. Batasan populasi secara umum merupakan pilihan realistis bukan idealistis, batasan tersebut sesuai dengan yang didefinisikan.


(34)

Deddy Haryono, 2012

semua anggota kelompok manusia, organisme lain, peristiwa, atau benda yang tinggal bersama dalam satu tempat, tetapi harus sesuai dalam satu set dari spesifikasi, yang secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian. Populasi yang satu set dengan spesifikasi dapat berupa guru, siswa, manajemen, kurikulum, fasilitas, lembaga sekolah, hubungan sekolah dengan masyarakat, dan lain-lain.

Populasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu populasi target dan populasi akses. Populasi yang direncanakan dalam rencana penelitian dapat disebut populasi target. Populasi target dalam penelitian ini mencakup keseluruhan guru-guru SD Negeri, baik PNS maupun Non PNS di seluruh Kabupaten Lingga yang ditetapkan peneliti yang secara pasti tercatat di Dinas Pendidikan Kabupaten Lingga. Tetapi dalam kenyataan target populasi tersebut tidak selalu dapat dipenuhi karena beberapa alasan misalnya guru tersebut sudah pensiun, sudah meninggal, pindah tempat tugas atau pindah pekerjaan. Sementara, orang-orang atau benda yang dapat ditemui ketika penelitian berdasarkan keadaan yang ada disebut populasi akses atau populasi yang dapat ditemui. Menurut Sukardi (2003:54) populasi target dengan populasi akses yang paling baik adalah sama besar, tetapi peneliti sudah dapat mencapai hasil baik, jika populasi akses yang dicari mencapai 80% sampai 100% dari populasi target.

2. Sampel

Sebuah sampel adalah merupakan bagian dari populasi. Peneliti tidak selalu harus melakukan studi terhadap semua anggota kelompok yang menjadi perhatian dalam penelitian, cukup mengambil sebagian dari jumlah populasi yang ada, lalu


(35)

diambil datanya. Pengambilan sebagian anggota dari populasi disebut sampling, lalu

kelompok sampel ini digunakan sebagai dasar untuk membuat keputusan tentang populasi. Data yang terkumpul dari sampel kemudian dianalisis. Hasil akhir penelitian yang didapatkan, kemudian digunakan untuk merefleksikan keadaan dari populasi yang ada.

Menurut Sevilla, dkk (1993:161), sepanjang porsi sampel yang digunakan cukup mewakili populasi, maka generalisasi yang dibuat dapat menggambarkan populasi, sehingga temuan dan kesimpulan dari sampel adalah sah (valid). Langkah-langkah umum yang perlu digunakan dalam setiap pengambilan sampel dari populasi, tanpa memperhatikan teknik pemilihan sampel adalah: pengidentifikasian populasi, penetapan ukuran sampel sesuai dengan persyaratan, dan pemilihan sampel.

Menurut Sugiyono (2009:118), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar sehingga tidak mungkin diambil semua, atau karena keterbatasan dana, tenaga, waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif mewakili keadaan yang ada. Yang dapat diambil sebagai sampel dalam hal ini adalah populasi akses tentunya, yaitu jumlah anggota kelompok yang dapat ditemui di lapangan dan bukan populasi target.


(36)

Deddy Haryono, 2012

3. Subjek Penelitian dan Penarikan Sampel

Menurut Arikunto (2007:86), subjek penelitian adalah orang, benda, atau hal, tempat data variabel penelitian melekat yang dapat memberi keterangan langsung tentang variabel yang diteliti. Pada penelitian ini subjek penelitian adalah seluruh guru-guru SD Negeri di Kabupaten Lingga, baik PNS maupun Non PNS, laki-laki maupun perempuan. Menurut Arikunto (2007:95), jika peneliti mempunyai beberapa ratus subjek dalam populasi, dapat mengambil kurang lebih 20 – 30% dari jumlah subjek untuk dijadikan sampel. Jika anggota subjek dalam populasi hanya meliputi antara 100 hingga 150 orang anggota, dan dalam pengumpulan datanya menggunakan angket, sebaiknya subjek sejumlah itu diambil semuanya.

Menurut Sukardi (2003:55), subjek yang akan diambil dalam penelitian biasanya disebut sebagai populasi. Sebagian dari populasi yang terpilih untuk penelitian, jumlahnya harus memenuhi syarat mewakili populasi yang ada. Ada aturan statistika dalam menentukan jumlah subjek penelitian. Dalam aturan tersebut adalah semakin besar jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian, maka akan semakin kuat dan merefleksikan keadaan populasi yang ada. Jika keadaan populasi homogen atau mempunyai karakteristik yang sama maka jumlah sampel dapat lebih kecil. Selanjutnya, Sukardi mengutip formula empiris yang dikemukakan Isaac dan Michael (1981:192) dalam menentukan sampel yaitu:


(37)

Keterangan :

S = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi akses P = Harga ini diambil 0,50.

d = derajat ketepatan yang direfleksikan oleh kesalahan yang dapat ditoleransi dalam fluktuasi proporsi sampel P, d umumnya diambil 0,05.

X² = Nilai tabel chisquare untuk satu derajat kebebasan relatif level konfiden yang diinginkan. X² = 3,841 dengan tingkat kepercayaan 0,95.

Dari formula empiris tersebut di atas, Isaac dan Michael memberikan hasil akhir jumlah sampel terhadap jumlah populasi yaitu, N = 1300 maka S = 297; dan N = 1400 maka S = 302.

Untuk penelitian sosial yang berkarakteristik heterogen seperti pendidikan, pengambilan sampel di samping syarat tentang besarnya sampel harus terpenuhi juga mempunyai syarat representativeness (keterwakilan) atau mewakili semua komponen

populasi. Pemakaian jumlah subjek yang besar sangat dianjurkan tetapi peneliti mempunyai tiga faktor keterbatasan, yaitu waktu yang sempit, kemampuan menganalisis terbatas, dan keterbatasan biaya guna menyelesaikan proses penelitian secara komprehensif. Penelitian tetap dapat dilakukan dengan syarat memenuhi aturan dan kerangka statistika yang diizinkan.

Dalam penelitian ini, ukuran sampel ditentukan sebanyak 23,3 % dari populasi. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lingga, dan yang menjadi populasi

S = X² . N . P (1−P)


(38)

Deddy Haryono, 2012

dalam penelitian ini adalah semua guru SD Negeri di Kabupaten Lingga. Populasi guru-guru seluruh Kabupaten Lingga berjumlah 1317 orang, maka sampelnya:

23,3 x 1317 = 306,861  307 sampel. 100

4. Proportionate Stratified Random Sampling

Simple random sampling digunakan pada objek penelitian yang dianggap

suatu keseluruhan yang homogen. Jika diharapkan ketepatan yang lebih tajam terhadap masalah yang diteliti, perlu membagi lebih dahulu populasi atas kelas-kelas atau subpopulasi. Menurut Moh.Nazir (2009:291), pembagian populasi atas subpopulasi akan memberikan pada kita dua hal yaitu:

a. Homogenitas yang lebih nyata di dalam masing-masing subpopulasi atau masing-masing kelas.

b. Memberikan heterogenitas yang nyata antar subpopulasi.

Di dalam proportionate stratified random sampling suatu populasi yang

beranggotakan N anggota, dibagi lebih dahulu atas beberapa subpopulasi, sehingga menjadi: N1 , N2 , N3, .... , Ni. Dimana, N1 + N2 + N3+ ... + Ni = N. Subpopulasi

tidak boleh overlapping (tumpang tindih). Masing-masing subpopulasi tersebut

dinamakan stratum. Penelitian dengan membagi dahulu populasi menjadi sub

populasi disebut juga domains of study.

Sampel acak berstrata sebanding (proportionate stratified random sample)

adalah sampel yang ditarik dengan terlebih dahulu memisahkan keseluruhan sampel dalam bentuk kelompok-kelompok subsampel yang lebih kecil dan tidak tumpang


(39)

tindih, yang disebut strata. Kemudian pada tiap kelompok strata (stratum), ditarik

sampelnya secara acak.

Menurut Moh.Nazir (2009:300), ada beberapa alasan mengapa teknik proportionate stratified random sampling digunakan dalam penelitian antara lain:

a. Data yang akan diperoleh adalah data terperinci pada subpopulasi tertentu.

b. Lebih mudah mengerjakan survei secara administratif, karena masing-masing subpopulasi mempunyai kelompoknya sendiri.

c. Jika populasi menunjukkan heterogenitas nyata antar subpopulasi.

d. Menghendaki ketepatan yang tinggi, karena stratifikasi akan menghasilkan presisi (ketepatan) yang lebih baik dalam melakukan estimasi (penilaian) terhadap sifat-sifat populasi.

Dalam penelitian ini digunakan proportionate stratified random sampling

karena Kabupaten Lingga terdiri dari wilayah kecamatan-kecamatan yang berbeda wilayah geografisnya. Ada kecamatan yang berada di perkotaan, ada yang berada di pedesaan, dan ada kecamatan lain yang terdiri dari banyak pulau-pulau kecil. Pada tiap pulau kecil yang berpenduduk, jumlah penduduknya ada yang jarang dan ada yang padat. Di pulau berpenduduk, biasanya terdapat SD Negeri di situ. Selain itu, ada guru yang berstatus guru tetap/pegawai negeri (PNS), dan ada guru tidak tetap/guru honor pemda ataupun guru honor komite sekolah yang berjumlah cukup banyak, selain guru laki-laki dan guru perempuan.


(40)

Deddy Haryono, 2012

kota. Di pedesaan dan pulau-pulau terdapat guru perempuan tetapi jumlahnya relatif sedikit dibandingkan dengan yang terdapat di perkotaan. Demikian juga dengan status kepegawaian guru. Guru PNS lebih banyak bertugas diperkotaan dibandingkan dengan pedesaan dan pulau-pulau. Sedangkan guru Non PNS lebih banyak bertugas di pedesaan dan pulau-pulau dibandingkan dengan perkotaan.

Dalam praktik untuk menentukan alokasi sampel yang berimbang dengan besarnya strata maka diperlukan sampling fraction per stratum. Sampling fraction

adalah:

Dimana fi = sampling fraction stratum i

Ni

=

sub populasi

N

=

populasi

Sedangkan besarnya subsampel per stratum adalah: Secara skematis seperti digambarkan di bawah ini:

Gambar 3.2 Sampling Fraction per Stratum

Sumber: Moh. Nazir (2009:300)

POPULASI subpopulasi

Ni

N2

N1 subpopulasi

subpopulasi fi= Ni

N f2 =N2

N f1 =N1

N

sample fraction

fi . n = ni f2 . n = n2

f1 . n = n1 besar subsampel

per stratum

fi =Ni N


(41)

Tabel 3.1 berikut ini adalah tabel yang menggambarkan populasi guru pada lima kecamatan di Kabupaten Lingga dikelompokkan berdasarkan status kepegawaiannya PNS dan Non PNS serta berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Tabel 3.1 Populasi pada Tiap Kecamatan berdasarkan Status Kepegawaian dan Jenis Kelamin

No. Kecamatan Status Kepegawaian Jenis Kelamin Sub populasi Populasi per Kecamatan

1. Singkep

PNS Lk 59

360

Pr 178

Non PNS Lk 51

Pr 72

2. Singkep Barat

PNS Lk 52

233

Pr 87

Non PNS Lk 34

Pr 60

3. Lingga

PNS Lk 74

308

Pr 131

Non PNS Lk 43

Pr 60

4. Lingga Utara

PNS Lk 47

156

Pr 52

Non PNS Lk 30

Pr 27

5. Senayang

PNS Lk 74

260

Pr 81

Non PNS Lk 42

Pr 63

Keseluruhan Populasi Kabupaten 1317


(42)

Deddy Haryono, 2012

Tabel 3.2 Proportionate Stratified Random Sampling pada Tiap Kecamatan berdasarkan Status Kepegawaian dan Jenis Kelamin

No Kecamatan Status Pegawai Jenis Kelamin Sub populasi Subsampel per Stratum fi . n = ni

Sampel per Kecamatan

1. Singkep

PNS

Lk 59 59

1317 307 = 14

84

Pr 178 178

1317 307 = 41

Non-PNS

Lk 51 51

1317 307 = 12

Pr 72 72

1317 307 = 17

2. Singkep Barat

PNS

Lk 52 52

1317 307 = 12

54

Pr 87 87

1317 307 = 20

Non-PNS

Lk 34 34

1317 307 = 8

Pr 60 60

1317 307 = 14

3 Lingga

PNS

Lk 74 74

1317 307 = 17

72

Pr 131 131

1317 307 = 31

Non-PNS

Lk 43 43

1317 307 = 10

Pr 60 60

1317 307 = 14

4 Lingga Utara

PNS

Lk 47 47

1317 307 = 11

36

Pr 52 52

1317 307 = 12

Non-PNS

Lk 30 30

1317 307 = 7

Pr 27 27

1317 307 = 6

5 Senayang

PNS

Lk 74 74

1317 307 = 17

61

Pr 81 81

1317 307 = 19

Non-PNS

Lk 42 42

1317 307 = 10

Pr 63 63

1317 307 = 15


(43)

E. Definisi Operasional

Menurut I.B. Wirawan (2007:50), dalam penelitian di lapangan, konsep yang relevan dan berkedudukan sentral dalam penelitian terlebih dahulu harus dibuat operasional, tidak hanya didefinisikan secara eksplisit. Ini ada hubungannya dengan salah satu fungsi konsep yaitu operasional, artinya mengendalikan dan mengarahkan perilaku individu (peneliti, responden). Pengarahan yang tepat atas prosedur penelitian, menuntut ketegasan apakah gugus realitas yang akan diteliti, sebagaimana digambarkan menurut konsepnya memang betul-betul ada. Penegasan dapat berupa jawaban responden atas pertanyaan yang diajukan. Dalam penelitian, konsep harus digunakan secara konsisten.

Menurut Soetandyo Wignjosoebroto (1993), spesifikasi prosedur ini, yang memungkinkan penegasan ada atau tidaknya realitas tertentu sebagaimana digambarkan menurut konsepnya, disebut pembuatan definisi operasional.

Definisi operasional suatu konsep ditentukan oleh kenyataan, apakah konsep mempunyai rujukan empiris, atau tidak. Definisi operasional tidak mungkin ditetapkan jika konsep tidak merujuk pada suatu realitas tetentu. Konsep yang mempunyai rujukan empiris masih harus dipandang sebagai konsep yang belum sepenuhnya operasional. Menurut Bernard S. Philips, sebuah konsep baru disebut sebagai konsep yang operasional jika konsep itu sudah menyatakan secara eksplisit konsekuensi metode operasinya.


(44)

Deddy Haryono, 2012

(construct) biasanya belum sepenuhnya siap untuk diukur, karena variabel dan

konstruk sosial mempunyai beberapa dimensi yang dapat diukur secara berbeda-beda. Menurut Kerlinger (2006:48) konsep mengungkapkan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal khusus. Suatu konstruk adalah konsep, akan tetapi dengan pengertian tambahan yakni diciptakan atau digunakan dengan kesengajaan dan kesadaran penuh bagi suatu maksud ilmiah yang khusus. Secara agak longgar ilmuan menyebut konstruk-konstruk atau sifat-sifat yang mereka pelajari sebagai variabel. Variabel ialah suatu sifat yang dapat memiliki bermacam nilai. Kalau diungkap sacara berlebihan, variabel ialah sesuatu yang bervariasi. Variabel adalah simbol/lambang yang padanya dilekatkan bilangan atau nilai, jadi bisa diukur (dievaluasi). Definisi operasional melekatkan arti pada suatu konstruk atau variabel dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur konstruk atau variabel itu. Kemungkinan lainnya, suatu definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel atau memanipulasinya. Suatu definisi operasional merupakan semacam buku pegangan yang berisi petunjuk bagi peneliti. Namun, sungguhpun merupakan sesuatu yang niscaya harus ada, definisi operasional hanyalah mengandung arti yang terbatas tentang konstruk. Tidak satupun definisi operasional yang mampu mengungkapkan segala seluk-beluk suatu variabel.

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan, serta menjadi petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Definisi operasional merupakan informasi ilmiah yang dapat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama. Dengan demikian akan dapat ditentukan,


(45)

menggunakan prosedur pengukuran yang sama, atau diperlukan prosedur pengukuran yang baru. Kalau prosedur pengukuran yang baru ditetapkan, maka diperlukan definisi operasional yang lain, sesuai dengan konsep yang dibangun oleh peneliti tersebut.

Dari pendapat-pendapat diatas, maka dapat dikemukakan di sini bahwa definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didiknya sesuai dengan standar kompetensi pedagogik guru SD.

2. Kinerja guru ditunjukkan oleh cara guru melakukan pekerjaannya dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut sesuai standar proses.

3. Mutu pembelajaran di sekolah ditunjukkan oleh kesesuaian pembelajaran dengan spesifikasi standar mutu produsen dan definisi mutu menurut konsumen.

F. Instrumen Penelitian

Menurut Bagong Suyanto dan Karnaji (2007:59), instrumen penelitian adalah perangkat untuk menggali data primer dari responden sebagai sumber data terpenting dalam sebuah penelitian survei. Instrumen penelitian ilmu sosial umumnya berbentuk angket/kuesioner dan pedoman pertanyaan (interview guide). Semua jenis instrumen

penelitian ini berupa rangkaian pertanyaan yang bertujuan menggali data secara akurat dan valid/sahih mengenai suatu hal atau suatu permasalahan yang menjadi tema pokok penelitian.


(46)

Deddy Haryono, 2012

Menurut Sukardi (2003:75), secara fungsional kegunaan instrumen penelitian adalah untuk memperoleh data yang diperlukan ketika peneliti sudah menginjak pada langkah pengumpulan informasi di lapangan. Dalam penelitian kuantitatif, membuat instrumen penelitian, menentukan hipotesis dan pemilihan teknik statistika, termasuk kegiatan yang harus dibuat secara intensif, sebelum peneliti memasuki lapangan, karena unsur-unsur penelitian kuantitatif tersebut sudah harus ada, dan memang sudah menjadi kelengkapan proposal penelitian.

Instrumen yang akan digunakan berserta item pertanyaan dimasukkan sebagai isi instrumen, seluruhnya dibuat sebelum memasuki lapangan. Media yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data dalam proses penelitian ada 4, yaitu kuesioner, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Keempat media tersebut penggunaannya dapat dipilih satu macam, atau gabungan dari dua atau lebih dari media tersebut, tergantung macam data yang diharapkan.

Pembuatan instrumen penelitian dilakukan setelah permasalahan dan tujuan penelitian dirumuskan secara jelas dan tegas. Dari instrumen penelitian akan diperoleh rangkaian jawaban responden yang akan menjadi data untuk diolah, ditabulasi, dianalisis statistik, analisis teoritis, uji hipotesis, dan akhirnya diperoleh kesimpulan atau hasil dari penelitian itu. Instrumen penelitian dalam bentuk kuesioner/angket menyertakan: pengantar angket, petunjuk pengisian, karakteristik responden, dan daftar pertanyaan.

Karena rangkaian pertanyaan dalam kuesioner/angket bertujuan untuk menggali data secara akurat, dan valid/sahih sesuai permasalahan penelitian, maka penyusunan instrumen penelitian perlu memperhatikan dan menghindari hal-hal


(47)

seperti: tidak terkesan menjebak, terlalu mengarahkan, terlalu menggiring, mensugesti, menggurui, menguji, melecehkan, menguak rahasia pribadi, dan menyingkap hal-hal yang tidak relevan. Menurut Bagong Suyanto dan Karnaji (2007:60), dalam menyusun instrumen penelitian, peneliti harus menjaga bahasa yang digunakan agar tidak memancing emosi responden, menjaga suasana hatinya agar objektif, empiris, rasional, dan dengan sukarela memberi jawaban apa adanya. Perlu dihindari hal-hal yang bisa menimbulkan kemarahan, rasa malu, jemu, dan kemalasan pada responden. Jangan sampai responden menganggap pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak penting, tidak berguna, mengada-ada, khawatir dikait-kaitkan dengan hal-hal yang sensitif misalnya karir, nama baik pribadi, dan nama baik tempat kerjanya. Jika hal-hal tersebut tidak diperhatikan maka data yang diperoleh dapat menjadi bias, tidak dapat dipertanggungjawabkan validitas dan akurasinya. Dengan demikian hasil analisis juga akan bias, estimasi tidak tepat, kesimpulan yang ditarik kacau, dan bisa menyebabkan kegagalan penelitian. Dalam menyusun instrumen, harus dipahami dengan baik apa yang akan ditanyakan, apa saja alternatif jawaban yang memang mungkin, dan hubungan pertanyaan itu dengan permasalahan, tujuan, hipotesis, dan variabel penelitian.

Menurut Riduwan (2009:71), instrumen penelitian mencakup semua alat pengambilan data yang digunakan, proses pengumpulan data, dan teknik penentuan kualitas instrumen yaitu validitas dan reabilitas. Kalau instrumen tidak valid dan tidak reliabel, maka data hasil penelitian juga kurang akurat. Karena itu instrumen


(48)

Deddy Haryono, 2012

sebagian anggota dari populasi target penelitian. Data hasil uji coba dianalisis untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya.

Dalam penelitian ini pengembangan instrumen penelitian melalui tahap-tahap: 1) penetapan dimensi/sub variabel dan indikator 2) penyusunan kisi-kisi instrumen 3) penyusunan instrumen 4) uji coba instrumen pada responden dan 5) uji validitas dan uji reabilitas instrumen.

Kisi-kisi instrumen penelitian yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

1. Kompetensi Pedagogik (X1)

Data yang akan dihasilkan dari penyebaran angket, berjenis skala quasi

interval, dengan tipe Skala Likert dalam kisaran secara kontinyu alternatif jawaban

angka 1 sampai 5 dengan rincian sebagai berikut: 1 = Sangat tidak tepat

2 = Tidak tepat 3 = Ragu-ragu 4 = Tepat 5 = Sangat tepat

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Variabel Kompetensi Pedagogik (X1)

Dimensi Indikator No.

Item 1. Menguasai

karakteristik peserta didik.

a. Memahami karakteristik peserta didik usia SD yang berkaitan dengan aspek intelektual.

b. Mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik usia SD dalam lima mata pelajaran SD.

1


(1)

Deddy Haryono, 2012

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, M., Muhidin, S.A., dan Somantri, A. (2011). Dasar-dasar Metode Statistika untuk Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.

Akdon. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi dan Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi.

Arikunto, S. (2007). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Becker, B.E., Huselid, M.A., dan Ulrich, D. (2009). The HR Scorecard Mengaitkan Manusia, Strategi, dan Kinerja (terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Danim, S. (2008). Visi Baru Manajemen Sekolah dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara.

Danim, S., dan Danim, Y. (2011). Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas.

Bandung: Pustaka Setia.

Daryanto. (2008). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

DePorter, B., Reardon, M.,dan Nourie, S.S. (2010). Quantum Teaching Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas (terjemahan).

Bandung: Kaifa Mizan Pustaka.

Dessler, G. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia 10th ed (terjemahan). Jakarta: Indeks.

Dharma, S. (2010). Manajemen Kinerja Falsafah, Teori, dan Penerapannya.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

DPR., dan Pemerintah. (2008). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Visimedia.

DPR., dan Pemerintah. (2008). Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Visimedia.

Dunda, W.P. (2005) Konsep Kinerja Guru. Bandung: Alqaprint.

Dunn, W.N. (2000). Pengantar Analisis Kebijakan Publik 2nd ed (terjemahan).

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(2)

Deddy Haryono, 2012

Feigenbaum, A.V. (1996). Kendali Mutu Terpadu 3rd ed.(terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Fullan, M.G., and Stiegelbauer, S. (1991). The New Meaning of Educational Change 2nd ed. New York: Teachers College Press.

Gaspersz, V. (2008). Total Quality Management. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hutapea, P., Thoha, N. (2008). Kompetensi Plus, Teori, Desain, Kasus, dan

Penerapan untuk HR dan Organisasi yang Dinamis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Istijanto. (2006). Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Jasfar, F. (2009). Manajemen Jasa Pendekatan Terpadu. Bogor: Ghalia Indonesia. Karsidi, R. (2005). Profesionalisme Guru dan Peningkatan Mutu Pendidikan di Era

Otonomi Daerah. Wonogiri: Dewan Pendidikan Kabupaten.

Kemendiknas. (2007). Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri.

Kemendiknas. (2007). Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri.

Kemendiknas. (2007). Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. www. Scribdassets.com. Kerlinger, F.N. (2006). Asas-Asas Penelitian Behavioral (terjemahan). Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Kotler, P., dan Keller, K.L. (2008). Manajemen Pemasaran 12th ed (terjemahan).

Jakarta: Indeks.

Kountur, R. (2007). Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: Penerbit PPM.

Kunandar. (2009). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kusnendi. (2008). Model-model Persamaan Struktural Satu dan Multigroup Sampel dengan Lisrel. Bandung: Alfabeta.


(3)

Deddy Haryono, 2012

Mahmudi. (2007). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: STIM YKPN. Mangkuprawira, S., dan Hubeis, A.V. (2007). Manajemen Mutu Sumber Daya

Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia.

Masaong, A.K. (2010). Supervisi Pendidikan untuk Pendidikan yang Lebih Baik. Bandung: MQS Publishing.

Moeheriono. (2009). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Mulyasa. E. (2009). Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Mulyasa. E. (2010). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muslim, S.B. (2009). Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru. Bandung: Alfabeta.

Nasution, M.N. (2004). Manajemen Jasa Terpadu. Bogor: Ghalia Indonesia. Nazir, M. (2009). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Palan, R. (2007). Competency Management (terjemahan). Jakarta: PPM.

Partino, dan Idrus. (2010). Statistik Inferensial. Yogyakarta: Safiria Insania Press. Pemerintah. (2008). Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan. Jakarta: Visimedia.

Pemerintah. (2008). Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Jakarta: Ekajaya.

Pemerintah. (2008). Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru. Jakarta: Ekajaya.

Pidarta, M. (2007). Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Pidarta, M. (2009). Supervisi Pendidikan Kontekstual. Jakarta: Rineka Cipta.

Prayitno. (2009). Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.


(4)

Deddy Haryono, 2012

Purwanto. (2007). Instrumen Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Purwanto, N. (2009). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Riduwan. (2009). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta. Riduwan. (2010). Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Riduwan dan Sunarto. (2007). Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Rizali, A., Sidi, I.D., dan Dharma, S. (2009). Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional. Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Robbins, S.P., dan Coulter, M. (2007). Manajemen 8th ed (terjemahan). Jakarta: Indeks.

Rohiat. (2009). Manajemen Sekolah Teori Dasar dan Praktik. Bandung: Refika Aditama.

Rosyadi, S. (2010). Paradigma Baru Manajemen Pembangunan. Yogyakarta: Gava Media.

Sagala, S. (2008). Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta.

Sahertian, P.A. (2008). Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sallis, E. (1993). Total Quality Management in Education. London: Kogan Page. Santrock, J.W. (2009). Psikologi Pendidikan Educational Psychology 3rd ed

(terjemahan). Jakarta: Salemba Humanika.

Sedarmayanti. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi, dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung: Refika Aditama.

Sevilla, C.G., et al. (1993). Pengantar Metode Penelitian (terjemahan). Jakarta: UI Press.

Siagian, S.P. (2008). Filsafat Administrasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Siahaan, A., Rambe, H.A., dan Mahiddin. (2006). Manajemen Pengawasan Pendidikan. Tangerang: Quantum Teaching.


(5)

Deddy Haryono, 2012

Silalahi, U. (2010). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Singarimbun, M., dan Effendi, S. (1989). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Spanbauer, S.J. (1992). A Quality System for Education. Milwaukee: ASQC Quality

Press.

Spencer, L.M., and Spencer, S.M. (1993). Competence at Work Models for Superior Performance. New York: John Wiley & Sons.

Sudarmanto. (2009). Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugian, S. (2006). Kamus Manajemen Mutu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2008). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukardi. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.

Jakarta: Bumi Aksara.

Sulistyo, J. (2011). 6 Hari Jago SPSS 17. Yogyakarta: Cakrawala.

Suryadi, A., dan Budimansyah, D. (2009). Paradigma Pembangunan Pendidikan Nasional. Bandung: Widya Aksara Press.

Sutermeister, R.A. (1976). People and Productivity 3rd ed. New York: McGraw Hill. Sutisna, O. (1989). Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis untuk Praktek

Profesional. Bandung: Angkasa.

Suyanto, B., dan Karnaji. (2007). Metode Penelitian Sosial Penyusunan Instrumen Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Terry, G.R. (2008). Prinsip-prinsip Manajemen (terjemahan). Jakarta: Bumi Aksara. Terry, G.R., dan Rue, L.W. (2008). Dasar-dasar Manajemen (terjemahan). Jakarta:

Bumi Aksara.

Tjiptono, F., dan Diana, A. (2003). Total Quality Management edisi revisi. Yogyakarta: Andi.


(6)

Deddy Haryono, 2012

Umiarso dan Gojali, I. (2010). Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan. Yogyakarta: Ircisod.

Usman, H. (2008). Manajemen Teori Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Wibowo. (2008). Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Winarsunu, T. (2009). Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMM Press.

Wirawan, I.B. (2007). Metode Penelitian Sosial Unsur-unsur Penelitian Survei.

Jakarta: Kencana Prenada Media.

Yuniarsih, T., dan Suwatno. (2008) Manajemen Sumber Daya Manusia Teori Aplikasi dan Isu Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sumber dari Artikel Media Massa:

Harian Kompas. (2010/12/08). 1,5 Juta Guru Harus Sarjana. Jakarta: Kompas Media Nusantara.

Harian Kompas. (2010/20/09). Guru SD Tertinggal. Jakarta: Kompas Media Nusantara.

Harian Kompas. (2010/21/09). Guru Kunci Sukses Pendidikan Dasar. Jakarta: Kompas Media Nusantara.

Harian Kompas. (2012/25/02). Daerah Jangan Sunat Dana Rehabilitasi. Jakarta: Kompas Media Nusantara.

Harian Kompas. (2012/08/03). Minat Guru Jadi Sarjana Tinggi. Jakarta: Kompas Media Nusantara.