Gambaran Coping Stress Pada Penyintas Lanjut Usia Bencana Erupsi Gunung Sinabung

BAB II
LANDASAN TEORI
A. COPING STRESS
1. Stres
a. Pengertian Stres
Stres sudah menjadi bagian konsep teoritis yang sanget penting. Konsep stress
telah diterapkan dalam berbagai konteks kehidupan (Gifford, 1987). Stres dalam
bentuk apapun adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Setiap orang mengalami
stres secara berbeda dan mungkin tidak menyadari dari mana asalnya atau
bagaimana pengaruhnya terhadap diri atau kehidupan sehari-hari (Manktelow,
2007).
Menurut Manktelow (2007) stres adalah kumpulan hasil respon, jalan, dan
pengalaman yang berkaitan yang disebabkan oleh berbagai stressor atau keadaan
yang menyebabkan stres. Stres dapat dianggap sebagai suatu peristiwa adanya
keterbatasan dan melebihi kemampuan individu untuk mengatasi suatu masalah
(Lazarus dalam Lahey 2012). Stres bergantung kepada kognisi yang berhubungan
dengan orang lain dan lingkungannya (Lazarus dalam Pervin & Cervone, 2004).
Stres dipandang sebagai hal yang terjadi ketika individu memandang situasi
sebagai membebani atau melampaui sumber dayanya yang membahayakan
kesejahtraan dan kebahagiaan (Pervin & Cervone, 2004).
Menurut Santrock (2002) Stres (stress) ialah respon individu terhadap

keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa (disebut stressor) yang mengancam
13
Universitas Sumatera Utara

14

individu dan mengurangi kemampuan individu dalam mengatasi segala bentuk
stressor. Menurut tokoh lain stres diartikan sebagai pengalaman negatif yang
disertai dengan emosi, fisiologis, biokimia dan perilaku yang dapat diprediksi
(Baum, 1999).
Setiap kali kita dihadapkan dengan stres, tubuh mengalami berbagai
perubahan fisiologis, yang sangat jelas dari ini adalah “fight or flight” melawan
atau menghidari terhadap situasi stres. Stres akut mengakibatkan individu merasa
bahwa jantung akan berdetak lebih cepat dan tangan yang berkeringat. Hasil dari
stres jangka panjang adalah perubahan kronis pada fisiologis (Gibbons & Tim,
1998). Stres terbentuk dari berbagai hal (Manktelow, 2007). Ada dua model dasar
stres yang mendominasi. Salah satu menekankan respon fisiologis yang lain
menekankan respon psikologis (Gifford, 1987). Stres yang mempengaruhi
psikologis telah lama dipelajari oleh Lazarus (1966) yang menekankan peran
penilaian kognitif, upaya individu untuk menilai situasi yang serius dan mengatasi

stressor (Gifford. 1987).
Kita dapat mendefinisikan stres sebagai

keadaan dimana transaksi

mengarahkan seseorang untuk memahami perbedaan antara tuntutan fisik situasi
psikologi dan sumber dayanya yaitu biologis, psikologis dan sistem sosialnya.
Stres bukan hanya sebuah stimulus atau respon melainkan sebuah proses ketika
seseorang merupakan agen aktif yang dapat mempengaruhi dampak dari stressor
melalui perilaku, kognitif maupun emosional (Lazarus dalam Sarafino, 2011).
Kondisi stres memiliki dua komponen yaitu fisik yang melibatkan jasmaniah atau

Universitas Sumatera Utara

15

tantangan fisik dan psikologis yang melibatkan bagaimana individu memandang
keadaan hidup mereka (Lovallo, dalam Sarafino, 2011).
Dengan demikian dapat dapat disimpulkan bahwa stres adalah respon individu
terhadap situasi yang melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya dengan

mengolah sumber dayanya yaitu biologis, psikologis dan sistem sosial.
Dalam penelitian ini, lanjut usia yang menjadi penyintas erupsi Gunung
Sinabung yang harus mengungsi keposko-posko pengungsian. Mereka harus
tinggal dipengungsian bertahun-tahun dengan keadaan yang serba minimal dan
tidak mengetahui kapan Gunung Sinabung akan berhenti erupsi serta merasakan
kerinduan akan rumah. Peneliti juga melihat bahwa lanjut usia harus tinggal
dengan keadaan lingkungan yang tidak bersih dan tidak adanya pembatas antara
lanjut usia dan anak-anak. Hal ini membuat lanjut usia mengalami stres yang
ditunjukkan oleh beberapa gejala seperti selera makan yang menurun, tekanan
darah naik, sulit tidur, migran, jantung yang berdetak lebih cepat, kondisi fisik
yang terus-menerus sakit, menarik diri dari teman, sering melamun dan merasakan
kebingungan.
b. Gejala-gejala Stres
Menurut Vlinside, Eddy dan Mozie (dalam Rice 1998) secara umum gejala
stres diidentifikasi kedalam 4 aspek yaitu:
1. Perilaku

: penundaan dan menghindar, menarik diri dari teman dan

keluarga, kehilangan nafsu makan dan tenaga, emosi yang meledak dan

agresi, perubahan pola tidur, penurunan produktivitas.

Universitas Sumatera Utara

16

2. Emosi

: cepat marah, frustasi, perasaan yang tidak menentu dan

kehilangan kontrol
3. Kognitif

: kehilangan motivasi dan konsentrasi, kecemasan yang

berlebihan, kehilangan ingatan, kebingungan, kehilangan harapan
4. Gejala fisik

: keadaan fisik lemah, migran dan kepala pusing, sakit


punggung, ketegangan otot yang ditandai dengan gemetaran dan kejang,
percapatan denyut jantung dan hipertensi
2. Coping Stress
a. Pengertian Coping Stress
Ketegangan emosional dan fisik yang menyertai stres menimbulkan rasa yang
tidak nyaman, orang-orang termotivasi melakukan sesuatu untuk mengurangi
situasi stres. Ada berbagai cara yang berbeda dalam menghadapi situasi yang ada
(Sarafino, 2011).
Coping stress berarti upaya yang dilakukan oleh individu untuk menghadapi
sumber stres dan mengendalikan reaksi tersebut (Lahey, 2012). Coping juga dapat
disebut sebagai proses mencoba untuk mengolah tuntutan yang dibuat oleh
peristiwa stres yang dinilai melebihi sumber daya seseorang (Lazarus & Folkman
dalam Sarafino, 2011). Upaya ini dapat berorientasi pada aksi dan interpsikis;
mereka mencari untuk mengolah, menguasai, mentoleransi, mengurangi atau
meminimalkan tuntutan lingkungan yang stres (Lazarus & Launier dalam Taylor
& Annette, 2007). Coping dalam definisi ini menunjukkan bahwa cara mengatasi
stres sangat bervariasi dan tidak selalu mengarah pada solusi dari masalah.
Meskipun upaya coping dapat ditunjukkan untuk memperbaiki atau menguasai

Universitas Sumatera Utara


17

masalah, cara tersebut mungkin akan membantu orang mengubah persepsi
ketidaksesuaian, mentolerir atau menerima bahaya dan ancaman, melarikan diri
atau menghidari situasi (Lazarus & Folkman, 1984 dalam Sarafino, 2011).
Coping dapat membantu dalam proses mengatasi stres. Cara mengatasi stres
melalui kognitif dan transaksi perilaku dengan lingkungan (Sarafino, 2011).
Sumber daya dalam mengatasi stres termasuk optimisme, rasa penguasaan, harga
diri dan dukungan sosial. Sumber daya akan mempengaruhi proses coping yang
dilakukan dan khususnya akan ditandai dengan pendekatan seperti mengambil
tindakan langsung atau menghadapi respon emosional ke sumber stres (stressor)
dan ditandai dengan penghindaran seperti penarikan atau penolakan. Upaya dalam
melakukan coping mungkin akan adaptif atau maladaptif dan bentuk dari proses
coping yang dilakukan akan mempengaruhi sukses atau tidaknya dalam
menghadapi situasi tersebut (Taylor & Annete, 2007).
Dalam penelitian ini, lanjut usia yang menjadi penyintas erupsi Gunung
Sinabung merasakan stres yang ditunjukkan dengan beberapa gejala, tetapi lanjut
usia mampu untuk bertahan selama bertahun-tahun dengan keadaan yang
disebabkan oleh Gunung Sinabung. Lanjut usia memiliki beberapa cara untuk

mengatasi hal tersebut seperti mengayam, menari atau biasa disebut juga dengan
landek, bekerja dan memasak. Peneliti juga melihat bahwa lanjut usia melakukan
beberapa upaya untuk mengatasi stres seperti berkumpul dengan pengungsi lain,
bercerita, memakan sirih dan menonton televisi.

Universitas Sumatera Utara

18

b. Coping With Stress
Menurut Lahey, 2012 ada beberapa strategi coping yang dilakukan individu
ketika menghadapi situasi stres sebagai berikut :
a. Effective Coping
Metode ini efektif untuk mengatasi baik menghapus stres atau mengontrol
reaksi seseorang
1. Removing Stress
Salah satu cara efektif untuk menangani stres adalah menghapus sumber
stres yang dirasakan atau menghilangkan sumber stres. Ketika individu
menggunakan cara removing stress, maka diperlukan analisis yang mendalam
mengenai apa yang menjadi sumber stress sesungguhnya. Apabila individu tidak

melakukan analisis, maka pengambilan keputusan hanya menyelesaikan masalah
terbesar saja dan akan menimbulkan masalah baru.
2. Cognitive Coping
Kognisi sangat erat kaitannya dengan reaksi seseorang terhadap peristiwa
stres. Salah satu metode yang efektif untuk mengatasi stres adalah reappraisal
atau melakukan penilaian kembali. Hal ini mengubah atau menafsirkan cara
berfikir tentang peristiwa stres yang mendorong kehidupan seseorang atau dapat
juga dikatakan dengan selalu berfikir positif.

Universitas Sumatera Utara

19

3. Managing stress reaction
Ketika sumber stres tidak dapat dihapus atau diubah, pilihan lain yang
efektif adalah mengelola psikologis atau reaksi psikologis terhadap stres.
b. Ineffective Coping
Banyak upaya individu untuk mengatasi stres tidak efektif, mungkin akan
memberikan solusi sementara dari ketidaknyamanan yang dihasilkan oleh stres,
tidak memberikan solusi jangka panjang dan bahkan dapat membuat masalah

lebih buruk. Tiga yang umum tetapi tidak efektif, strategi untuk mengatasinya
adalah sebagai berikut
1. Withdrawal
Ketika dihadapkan pada situasi stres sering sekali individu menghindari
atau lari dari kenyataan atau menarik diri. Hal ini hanya akan menghilangkan stres
dalam jangka pendek atau bersifat sementara.
2. Aggression
Ketika individu dihadapkan dengan situasi frustasi atau situasi stress maka
cenderung melakukan tindakan agresif. Yang dimaksud dengan tindakan
aggression adalah tindakan agresif yang merupakan reaksi terhadap situasi stres.
3. Self medication
Ketika individu dihadapkan dalam situasi stres dan merasakan coping stres
tidak efektif, maka mereka berfokus kepada penggunaan tembakau, alkohol dan

Universitas Sumatera Utara

20

obat-obatan untuk meredam reaksi emosi terhadap situasi stres. Bagi sebagian
orang mengkonsumsi alkohol dapat mengurangi kecemasan, namun sama sekali

tidak menghilangkan penyebab dari stres atau bahkan sering sekali menciptakan
masalah-masalah baru.
4. Defence mechanism
Coping stress defence mechanism diartikan sebagai ego pembentukan
pertahanan seseorang terhadap situasi atau tekanan yang membuat individu
merasa tidak nyaman. Ketika situasi yang membuat stres datang, maka secara
lahiriah individu akan membuat suatu pertahanan agar kondisi dirinya tetap
nyaman. Dalam hal ini penggunaan pertahanan lebih kepada yag bersifat negatif
atau hanya bersifat sementara.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Coping Stress
Ada beberapa faktor sumber daya yang mempengaruhi coping stress, baik
sumber daya dari dalam diri individu (internal) maupun sumber daya dari luar diri
individu (eksternal ). Menurut Taylor (2014) beberapa faktor tersebut adalah:
1. Sumber daya internal
a. Personality (Kepribadian)
Karateristik kepribadian yang dibawa oleh setiap orang akan
mempengaruhi bagaimana cara atau upaya mereka dalam mengatasi situasi
yang menekan atau peristiwa stres. Hal ini dapat berupa self esteem, self
efficacy, optimism, self regulation dan psychological control


Universitas Sumatera Utara

21

2. Sumber daya eksternal
a. Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah dorongan materi atau sosial yang diterima
oleh individu yang berasa dari orang lain. Dukungan dapat diberikan oleh
kerabat seperti orangtua, pasangam atau teman.
b.

Materi
Materi berupa uang, pekerjaan, rumah, transportasi yang dimiliki

individu akan mempengaruhi coping stres yang dilakukan dalam
menghadapi situasi stres.
c.

Tingkat Pendidikan
Perkembangan kognitif sangat berhubungan dengan tingkat

pendidikan.

Apabila

tingkat

pendidikan

seseorang

tinggi

maka

perkembangan kognitifnya akan menjadi semakin baik. Hal ini akan
mempengaruhi bagaimana cara dalam mengatasi situasi yang menekan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa coping stress merupakan
upaya individu untuk mengolah sumberdaya yang dimiliki dengan tuntutan
lingkungan agar dapat mengatasi situasi atau peristiwa yang menyebabkan stres
atau tekanan baik fisik maupun psikologis. Coping yang dilakukan individu ketika
menghadapi situasi stres dibagi menjadi dua yaitu : (1) effective coping
merupakan suatu metode yang efektif untuk mengatasi, menghapus dan
mengontrol sumber stres. Effective coping dibagi menjadi tiga yaitu : (a) removing

Universitas Sumatera Utara

22

stress merupakan cara individu mengatasi stres dengan menghapus sumber stres,
(b) cognitive coping merupakan cara individu mengatasi stres dengan melakukan
penilaian kembali, (c) managing stres reaction merupakan cara individu
mengatasi stres dengan mengolah reaksi psikologis. (2) ineffective coping
merupakan solusi sementara ketika individu mengatasi stres tidak efektif,
ineffective coping tidak memberikan solusi jangka panjang atau bahkan membuat
masalah menjadi lebih buruk. Ineffective coping dibagi menjadi empat cara yaitu:
(a) withdrawal merupakan cara individu menghilangkan stres dengan bersenangsenang, (b) aggression merupakan individu melakukan tindakan agresif ketika
dihadapkan dengan situasi frustasi, (c) self medication merupakan indivdu lebih
menggunakan tembakau, alkohol ketika menghadapi situasi stres, (d) defence
mechanism merupakan individu membentuk pertahanan diri ketika dihadapkan
dengan situasi stres. Adapun faktor yang mempengaruhi coping stress adalah
sebagai berikut: (1) kepribadian, (2) dukungan sosial, (3) materi dan (4) tingkat
pendidikan.
B. BENCANA ALAM ERUPSI GUNUNG SINABUNG
Bencana alam merupakan peristiwa yang relatif jarang terjadi. Bencana alam
terjadi secara dramatis dan memberikan kesan yang tidak menyenangkan bagi
individu. Bencana alam sulit untuk diartikan, bukan karena kita tidak tahu apa
sebenarnya bencana tetapi karena kriteria yang sulit untuk ditentukan. Bencana
alam disebabkan oleh kekuatan alam dan tidak berada dibawah kendali manusia
(Gifford, 1986).

Universitas Sumatera Utara

23

Bencana alam dapat dikatakan sebagai kejadian atau peristiwa yang terjadi
secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi. Bencana alam juga merupakan
peristiwa yang menganggu ditandai dengan kerusakan yang melebihi kapasitas
dari masyarakat yang terkena dampak. Besarnya dampak dari bencana alam
adalah terganggunya fungsi individual, grup, organisasi dan tidak dapat berfungsi
seperti semula (Rubonis & Bickman, 1991 dalam Ursano & Norwood, 2003).
Penelitian ini akan membahas tentang bencana alam erupsi Gunung Sinabung.
Gunung Sinabung atau Deleng Sinabung merupakan gunungapi yang berada di
Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Ketinggian dari gunung
ini adalah 2.451 meter diatas permukaan laut dan merupakan gunung tertinggi di
Sumatera Utara. Gunung Sinabung memberikan banyak manfaat bagi kehidupan
masyarakat Karo karena memiliki keindahan dan kesuburan. Keindahan dan
kesuburan yang diberikan gunung ini membuat masyarakat bercocok tanam sayursayuran atau buah-buahan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Pada tahun 2010, Gunung Sinabung mendadak aktif kembali dan meletus
setelah gunung ini tidak pernah tercatat meletus sejak tahun 1600. Letusan gunung
mengeluarkan asap, abu vulkanik dan lava. Letusan tersebut menutupi ribuan
hektar lahan pertanian masyarakat dibawah radius enam kilometer dan terancam
gagal panen. Status gunung dinaikkan menjadi status awas dan lebih dari 12 ribu
warga sekitar mengungsi di delapan lokasi pengungsian (Teran, 2014).
Gunung kembali meletus pada tahun 2013 dan terjadi sebanyak 4 kali letusan.
Status gunung dinaikkan ke Siaga (level 3), diturunkan menjadi Waspada (level 2)

Universitas Sumatera Utara

24

pada 29 September 2013 dan kembali dinaikkan kelevel tertinggi yaitu Awas
(level 4) pada tanggal 24 November 2013 setelah terjadi letusan dahsyat.
Kenaikan status Gunung Sinabung menandakan bahwa aktivitas gunung yang
terus meningkat dan berpotensi terjadinya guguran jubah yang diikuti awan panas
(Teran, 2014).
Hingga tanggal 28 April 2017 tingkat aktivitas Gunung Sinabung masih
mengeluarkan asap kawah dan dinyatakan pada Awas (level 4). Gunung Sinabung
terus menunjukkan aktivitas yang tidak tahu kapan akan berhenti. Masyarakat dan
pengunjung tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas didalam radius 3 km
(KaroKab, 2017).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Gunung Sinabung merupakan
salah satu gunungapi yang tertinggi di Sumatera Utara. Gunung Sinabung secara
terus-menerus menunjukkan aktivitas dari tahun 2010-2017 dengan mengeluarkan
kabut asap yang merusak pemukiman, lahan pertanian warga yang tinggal
disekitarnya. Erupsi Gunung Sinabung menjadi salah satu bencana yang dapat
dikatakan sebagai bencana yang memiliki jangka waktu yang lama dan tidak
diketahui kapan akan berhenti (KaroKab, 2017).
C. LANJUT USIA
a. Pengertian Lanjut Usia
Proses menua (aging) adalah proses yang dialami oleh setiap manusia.
Hurlock (1991) usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang,
yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu

Universitas Sumatera Utara

25

yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.
Usia 60 biasanya dipandang sebagai garis pemisah antara usia madya dan lanjut
usia. Usia 60 sebagai usia pensiun dalam berbagai urusan, sebagai tanda mulainya
lanjut usia. Tahap terakhir dalam rentang kehidupan sering dibagi menjadi lanjut
usia dini yang berkisar antara usia 60-70 dan lanjut usia yang mulai pada usia 70akhir kehidupan seseorang. Orang dalam usia 60-an biasanya digolongkan sebagai
usia tua yang berarti antara sedikit lebih tua atau setelah madya dan lanjut usia
setelah mereka mecapai usia 70, yang menurut standar beberapa kamus berarti
makin lanjut usia seseorang dalam periode hidupnya dan telah kehilangan
kejayaan masa mudanya. Pada masa ini akan ditandai dengan perubahan fungsi
fisik maupun psikologis dan mengalami penurunan fungsi organ. Perubahan
tersebut menentukan lanjut usia dapat melakukan penyesuaian diri secara baik
atau buruk.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia merupakan
tahap terakhir atau periode penutup dari rentang kehidupan yang ditandai dengan
perubahan pada fisik maupun psikologis.
b. Ciri-Ciri Lanjut Usia
Lanjut usia ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Menurut
Hurlock (1991) ciri-ciri lanjut usia adalah :
a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Pemunduran pada lanjut usia sebagian datang dari faktor fisik yang
merupakan suatu perubahan pada sel-sel tubuh karena proses penuaan.

Universitas Sumatera Utara

26

Selain itu, pemunduran lanjut usia juga datang dari faktor psikologis yaitu
sikap tidak senang terhadap diri sendiri, orang lain, pekerjaan, dan
kehidupan pada umumnya.
b. Perbedaan Individu Pada Efek Menua
Orang menjadi tua secara berbeda karena mereka mempunyai sifat
bawaan yang berbeda, sosioekonomi dan latar pendidikan yang berbeda
dan pola hidup yang berbeda.
c. Usia tua dinilai dengan kriteria yang berbeda
Orang yang lanjut usia melakukan segala apa yang dapat mereka
sembunyikan atau samarkan yang menyangkut tanda-tanda penuaan fisik
dengan memakai pakaian orang muda dan pura-pura mempunyai tenaga
muda. Hal ini dilakukan untuk menutupi bahwa mereka belum lanjut usia.
d. Menua membutuhkan perubahan peran
Perasaan tidak berguna dan tidak diperlukan lagi bagi lanjut usia
menumbuhkan rasa rendah diri.
e. Penyesuaian yang buruk
Karena sikap sosial atau perlakuan yang tidak menyenangkan bagi
lanjut usia, pembentukan, pengembangan konsep diri yang tidak
menyenangkan.

Universitas Sumatera Utara

27

c. Tugas Perkembangan Lanjut Usia
Menurut Hurlock (1991), tugas perkembangan lanjut usia adalah sebagai
berikut:
a. Perbaikan dan perubahan peran
Orangtua diharapkan untuk menyesuaikan diri dengan menurunya
kekuatan dan menurunnya kesehatan secara bertahap.
b. Lanjut usia perlu mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan
peristiwa kematian suami atau istri.
c. Lanjut usia perlu membangun ikatan dengan anggota dari keompok
usia mereka untuk menghindari kesepian.
d. Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Lanjut Usia
a. Perubahan Fisik-biologis
Perubahan fisik pada lanjut usia ditekankan pada penurunan atau
berkurangnya fungsi alat indera dan sistem saraf seperti penurunan sel dan
cairan intra sel, sistem kardiovaskular, sistem pernafasan, sistem endokrin.
Perubahan ini dapat dilihat ketika lanjut usia merada tidak percaya diri
ketika berinteraksi dengan lingkungan.
b. Perubahan Psikis
Penyesuaian diri lanjut usia sulit karena ketidakinginan untuk
berinteraksi dengan lingkungan ataupun pemberian batasan untuk dapat

Universitas Sumatera Utara

28

berinteraksi. Keadaan ini tentunya akan berdampak pada masalah
kesehatan jiwa lanjut usia.
c. Perubahan sosial
Lanjut usia banyak melepaskan partisipasi sosial mereka. Aktivitas
sosial yang banyak pada lanjut usia mempengaruhi baik buruknya kondisi
fisik dan sosial lanjut usia.
e. Lanjut Usia Penyintas Erupsi Gunung Sinabung
Gunung Sinabung merupakan gunungapi yang tertinggi di Suamtera Utara.
Gunung ini menunjukkan aktivitas pada tahun 2010 hingga 2017 setelah
sebelumnya tercatat tidak pernah meletus sejak tahun 1600 (Islahudin, 2016).
Erupsi tersebut mengeluarkan awan panas yang menutupi sejumlah tempat tinggal
dan lahan pertanian warga sehingga terancam gagal panen.
Masyarakat yang tinggal disekitar gunung harus mengungsi ke posko-posko
pengungunsian salah satunya adalah kelompok lanjut usia. Jumlah lanjut usia
yang mengungsi sekitar 2.411 orang (Mandailing, 2014). Kelompok lanjut usia
yang mengungsi harus tidur berdesak-desakan dan tidak adanya pembatas antara
lanjut usia dan anak-anak, hal ini membuat pola tidur para lanjut usia sangat
terganggu. Kebutuhan yang diberikan untuk lanjut usia juga masih kurang
(Martha, 2015).
Peneliti juga melihat bahwa kondisi dipengungsian di Posko Pengungsi UKA
sangat memprihatinkan dan lanjut usia harus bekerja sebagai buruh petani untuk

Universitas Sumatera Utara

29

memenuhi kebutuhan sehari-hari, makan dengan lauk pauk seadanya, lingkungan
posko yang tida terjaga kebersihannya dan bantuan yang semakin lama semakin
berkurang. Lanjut usia merasakan beberapa tekanan karena harus menghadapi
erupsi gunung yang secara terus menerus menunjukkan aktivitas dan tidak tahu
kapan akan berhenti. Tekanan yang dirasakan lanjut usia ditandai dengan
beberapa gejala fisik seperti sulit tidur, tekanan darah naik, menurunnya selera
makan, sakit kepala dan kondisi fisik yang selalu sakit.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, lanjut usia adalah
individu yang berada pada tahap terakhir atau tahap penutup dari rentang
kehidupan dengan batas usia 60 keatas. Lanjut usia memiliki lima ciri yaitu: (1)
lanjut usia merupakan periode kemunduran, (2) perbedaan individu pada efek
menua, (3) usia tua dinilai dengan kriteria yang berbeda, (4) menua membutuhkan
perubahan peran, (5) penyesuaian yang buruk. Tiga perubahan yang dialami oleh
lanjut usia yaitu: (1) perubahan fisik-biologis, (2) perubahan psikis dan (3)
perubahan sosial. Adapun tiga tugas perkembangan lanjut usia adalah (1) lanjut
usia perlu mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan peristiwa kematian
suami atau istri, (2) perbaikan dan perubahan peran, (3) lanjut usia perlu
membangun ikatan dengan anggota dari kelompok usia mereka untuk
menghindari kesepian. Lanjut usia yang menjadi penyintas erupsi Gunung
Sinabung harus mengungsi diposko-posko dengan keadaan yang serba minimal
dan tidak adanya pembatas antara anak-anak dan lanjut usia. Lanjut usia penyintas
erupsi Gunung Sinabung mengalami tekanan yang ditandai dengan beberapa

Universitas Sumatera Utara

30

gejala seperti sulit tidur, tekanan darah meningkat, selera makan yang menurun
dan kondisi fisik yang selalu sakit.
D. COPING STRESS PADA PENYINTAS LANJUT USIA ERUPSI
GUNUNG SINABUNG
Coping stress merupakan cara seseorang untuk keluar dari situasi atau kondisi
stres yang dialami. Anna dan Sami (2009) memberikan makna coping sebagai
usaha perubahan kognitif atau perilaku individu secara terus-menerus untuk
mengolah tuntutan internal maupun eksternal yang dinilai berat atau melebihi
kemampuan individu. Coping dilakukan ketika adanya perasaan tidak
menyenangkan karena tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Lazarus dan
Folkman (dalam Sarafino, 2011) menyatakan bahwa coping efektif membantu
seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan serta tidak
merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya.
Dalam situasi bencana coping stress sangat dibutuhkan untuk dapat
menyesuaikan diri terutama bagi kelompok-kelompok yang sangat rentan
terhadap bencana salah satunya adalah kelompok lanjut usia. Kerentanan lanjut
usia dalam situasi bencana diakibatkan karena kondisi fisik dan psikologis yang
semakin menurun karena mengalami penuaan sehingga ketika terjadinya bencana
lanjut usia tidak dapat menyelamatkan diri sendiri (Probosiwi, 2013).
Menurut Hurlock, lanjut usia merupakan tahap akhir siklus perkembangan
manusia dimana semua orang akan menjalani hidup dengan tenang dan damai
serta menikmati masa pensiun dengan anak dan cucu. Lanjut usia dimulai dari

Universitas Sumatera Utara

31

usia 60 tahun hingga kematian dan ditandai dengan berbagai perubahanperubahan mulai dari fisik, psikologis dan sosial (Hurlock, 1991). Perubahanperubahan yang dialami menuntut lanjut usia untuk dapat menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya. Ketika dalam bencana berbagai keadaan dihadapi oleh
para lanjut usia seperti lingkungan yang tidak bersih, tidur bersama dalam satu
ruangan, tidak ada pemisah antara lanjut usia dan anak-anak dan makan yang
tidak bergizi diposko pengungsian serta tidak dapat bekerja untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Lanjut usia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan tersebut dengan kondisi fisik dan psikologis yang semakin menurun
sehingga mengarahkan mereka mengalami beberapa gejala stres seperti gejala
perilaku, kognitif, emosi dan fisik.
Ketika berada dalam situasi yang menekan, individu memiliki cara untuk
mengatasi tekanan tersebut yang disebut dengan coping (Lazarus & Folman dalam
Sarafino 2011). Coping menunjukkan usaha dan perilaku yang dilakukan individu
untuk mengatasi stres yang tidak menyenangkan (Wahyuningsih, 2016). Coping
membantu individu untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan dapat
menguasai situasi tersebut. Menurut Lahey (2012) coping stress terbagi menjadi
dua strategi yaitu effective coping dan ineffective coping. Effective coping dapat
diartikan sebagai cara yang efektif untuk mengatasi baik menghapus stres dan
mengontrol reaksi seseorang, sedangkan ineffective coping dapat diartikan sebagai
cara mengatasi stres tidak efektif, memberikan solusi sementara dari
ketidaknyamanan yang rasakan, tidak memberikan solusi jangka panjang dan
bahkan dapat membuat masalah lebih buruk lagi. Begitu juga halnya dengan

Universitas Sumatera Utara

32

lanjut usia yang berada diposko pengungsian. Mereka harus beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan keadaan diposko pengungsian dengan keadaan fisik
dan kogntif yang semakin menurun. Berbagai cara efektif yang dilakukan oleh
para lanjut usia seperti menyibukkan diri dengan menenun, menyontil atau
menyirih, berbagi cerita dengan sesama pengungsi lainnya, memasak dan
membersihkan posko pengungsian. Cara-cara tersebut yang dilakukan lanjut usia
agar dapat menyesuaikan diri diposko pengungsian. Cara atau coping yang
dilakukan lanjut usia ketika menghadapi situasi bencana akan menurunkan
perasaan tertekan dan mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut. Cara tersebut
juga akan mendatangkan wellness bagi kesejahtraan dan mampu merasakan
kebahagiaan walaupun berada dalam situasi bencana.

Universitas Sumatera Utara

33

E. KERANGKA TEORITIS COPING STRESS
STRESSOR
Bencana Erupsi
Gunung Sinabung

Tidak tercapai

Tugas Perkembangan
1. Perbaikan dan perubahan
peran
2. Menyesuaikan diri
dengan peristiwa
kematian suami/istri
3. Mambangun ikatan
dengan angota kelompok
usia untuk menghindari
kesepian

Penyintas

Lanjut Usia

Stres

Coping Stres

Effective
Coping

Gejala Stres

Ineffective
Coping

1.
2.
3.
4.

Perilaku
Emosi
Kognitif
Fisik

Gambar 2.1 Kerangka Teoritis

Universitas Sumatera Utara