Memprediksi Prospek Kerjasama AS Rusia d

Memprediksi Prospek Kerjasama AS-Rusia di Syria:
Bercermin pada Eskalasi Tensi Kedua Negara Pasca Dimulainya Intervensi Militer Rusia

Winda Noviana
14010413120040
Pendahuluan
Peluncuran 26 misil oleh kapal Rusia pada awal Oktober dari selatan Laut Kaspia ke
wilayah Syria menegaskan kembali keterlibatan Rusia dalam konflik berkepanjangan salah
satu negara Timur Tengah tersebut.1 Intervensi Rusia berupa serangan udara pertama dimulai
pada akhir September 2015, ditujukan ke arah provinsi Homs, menandakan rangkaian
intervensi militer Rusia di Stria. Terdapat kesimpangsiuran kebenaran target serangan Rusia.
Menurut Rusia, target adalah titik-titik yang didiami ekstremis ISIS, tetapi di sisi lain
Amerika Serikat memandang bahwa target Rusia sebenarnya bukanlah ISIS melainkan pihak
oposisi pemerintah (Al Nusra Front dan Ahrar al Sham) yang menuntut demokratisasi dan
penggulingan Presiden Bashar al Assad, kelompok-kelompok yang memang didukung penuh
oleh Amerika Serikat sendiri.2 Rusia menilai intervensi ini sebagai aplikasi permintaan
bantuan dari Presiden Assad untuk mengatasi konflik dalam negerinya, sementara Amerika
Serikat menilai hal ini tak sesuai dengan perkataan Presiden Rusia Vladimir Putin
sebelumnya tentang kemungkinan tindakan melawan ISIS.3 Perbedaan-perbedaan ini adalah
akar dari perbedaan berkepanjangan antara keduanya pasca masuknya intervensi militer
Rusia ke Syria.

Segitiga konflik intrastate-ekstrastate Syria (pemerintahan Assad – oposisi – ISIS) tak
hanya mempengaruhi kondisi dalam negeri Syria tapi keterkaitannya dengan perilaku aktoraktor internasional lain termasuk major powers seperti Amerika Serikat dan Rusia. Intervensi
Rusia ini adalah titik baru yang kembali memperluas jurang perbedaan antara AS-Rusia:

1 Barbara Starr and Jeremy Diamond, “First on CNN: U.S. officials say Russian missiles
heading for Syria landed in Iran”, CNN, diakses dari
http://edition.cnn.com/2015/10/08/politics/russian-missiles-syria-landed-iran/index.html,
pada tanggal 9 Oktober 2015 pukul 17.40
2 Patrick J. McDonnell, W.J. Hennigan, and Nabih Bulos, “Russia launches airstrikes in
Syria amid U.S. concern about targets”, Los Angeles Times, diakses dari
http://www.latimes.com/world/europe/la-fg-kremlin-oks-troops-20150930-story.html, pada
tanggal 9 Oktober 2015 pukul 18.27

3 Max Fisher, “Putin's military intervention in Syria, explained”, Fox Explainers, diakses
dari http://www.vox.com/2015/9/24/9392543/russia-syria-putin , pada tanggal 9 Oktober
2015 pukul 18.49

1

mulai dari maksud dan tujuan invasi, target serangan, prosedur serangan dan keamanan,

hingga kepentingan negara-negara sekutu keduanya di kawasan. Eskalasi tensi Amerika
Serikat-Rusia pasca masuknya intervensi Rusia sangat memungkinkan terjasinya perubahanperubahan kebijakan yang kemudian akan berdampak kepada arah dan tingkat konflik ke
depannya.
Neo-realis memandang skeptis terhadap masa depan dan kemungkinan kerjasama
Amerika Serikat dan Rusia dalam menciptakan kestabilan Syria ke depannya terkait
memanasnya tensi kedua major powers pasca invasi perdana Rusia akhir September yang
lalu. Kedua major powers bisa dipastikan akan mengutamakan kepentingan nasionalnya di
kawasan, yaitu Rusia dengan kepentingan menjadikan dirinya major global player yang
diperhitungkan perannya di Timur Tengah dan kepentingan mendukung salah satu rezim
aliansinya: Presiden Bashar al Assad 4, sedangkan Amerika Serikat berkepentingan
memposisikan diri sebagai penjaga perdamaian dengan melawan ISIS dan memperjuangkan
demokrasi bagi oposisi Assad. Di dalam dunia anarki, di mana tidak ada kekuasaan yang
lebih besar daripada negara, apa yang dilakukan Amerika Serikat dan Rusia tidak terelakkan
karena tak ada aktor di atas negara yang mampu mengatur perilaku negara. Kedua negara
memegang tujuan utama untuk mempertahankan posisi bahkan meningkatkan posisinya di
kawasan, karena dengan memiliki posisi maka negara akan mampu bertahan dalam sistem
internasional yang anarki.
Bagi neo-realis, kerjasama adalah mungkin terjadi tetapi akan sulit diraih mengingat
negara selalu mengutamakan kepentingan nasionalnya. Dimisalkan pada salah satu wacana
yang hingga saat ini mengemuka, yaitu pembentukan non-fly zone. Bagi Amerika Serikat,

non-fly zone akan mencegah adanya peluncuran serangan dari pemerintah Syria kepada
penduduk sipil, menekan ISIS, dan juga menciptakan ‘keamanan diri’ karena tak adanya
pesawat-pesawat Rusia yang melewati wilayah5. Bagi Rusia, non-fly zone hanya akan berarti
wilayah udara mati dan blindsspot yang tak memungkinkan mereka melakukan serangan
kepada ISIS, menyulitkan pengiriman pasukan serta bantuan memasuki Syria dan
pengawasan udara sendiri. Kerjasama dilakukan bila dapat memenuhi kepentingan nasional
suatu negara, sedangkan dalam penjelasan tadi, Amerika Serikat, Rusia, dan negara-negara
lain (kebanyakan sependapat dengan salah satu pihak: Amerika Serikat atau Rusia) memiliki
4 Dimitri Trenin, “The Mythical Alliance: Russia’s Syria Policy”, dalam Carnegie Papers
(2013) hal.7-8 & 12-13

5 Elise Labott, “John Kerry raises Syria no-fly zone despite Obama's skepticism”, CNN,
diakses
dari
http://edition.cnn.com/2015/10/06/politics/john-kerry-no-fly-zone-syriaobama/, pada tanggal 9 Oktober 2015 pukul 19.54

2

motivasi dan kepentingan yang berbeda sehingga kerjasama pembentukan non-fly zone tidak
dimungkinkan adanya. Wacana ini kemudian menjadi angin lalu karena tak begitu mendapat

perhatian dari banyak pihak selain sebagai sarana kampanye para calon presiden Amerika
Serikat mendatang6. Dalam kasus ini, neo-realis juga tak begitu menaruh perhatian kepada
institusi dan rezim karena dianggap tidak memiliki kekuasaan mengikat untuk menghukum
pelanggar, tak ada yang menjamin bahwa ISIS atau pemberontak atau bahkan Rusia tak akan
meluncurkan serangan pasca adanya ketentuan rezim terkait di atas. Pandangan neo-realis
tentang ketidakefektifan rezim juga terlihat pada bukti kegagalan Dewan Keamanan PBB
mencegah intervensi negara-negara luar ke dalam konflik Syria.7
Tulisan ini akan menjelaskan bagaimana prediksi masa depan hubungan Amerika
Serikat dan Rusia pasca eskalasi tensi kedua major powers tersebut sejak dimulainya
intervensi militer Rusia di Syria. Dengan menggunakan perspektif neo-realis dalam kajian
studi keamanan, tulisan ini akan menunjukkan bagaimana negara bertindak akan segala
sesuatu berdasar kepentingan nasionalnya termasuk sikap kedua negara satu sama lain. Tesis
dasar tulisan ini adalah Amerika Serikat dan Rusia akan selalu berseberangan dalam
menyikapi intervensi militer Rusia dan penyelesaian permasalahan di Syria, didasarkan pada
perbedaan kepentingan keduanya. Tidak akan ditemui titik temu kesepakatan yang bisa
membuat keduanya mencapai satu kata, menghadapi musuh yang sama, melainkan jika
kesepakatan tersebut menguntungkan keduanya tanpa harus mengesampingkan kepentingan
nasional.
Eskalasi Tensi Dua Major Power Pasca Invasi Militer Rusia di Syria
Akhir September 2015 adalah awal dimulainya babak baru hubungan Amerika Serikat

dan Rusia. Bukan hanya akibat memanasnya tensi sejak dimulainya intervensi militer Rusia
di Syria, namun juga ditambah pernyataan-pernyataan pemimpin keduanya yang saling
menjatuhkan dan membela strategi masing-masing yang diterapkan di Syria. Saling
menjatuhkan terus terjadi pasca pernyataan Rusia pada awal September akan adanya
dukungan pelatihan dan logistik yang akan diberikan guna melawan ISIS, yang ditandai
dengan pergerakan pasukan ke dalam Syria.8 Dalam pertemuan PBB yang lalu Presiden
6 Ibid.
7 Simon Adams, “Failure to Protect: Syria and The UN Security Council”, Global Centre for
the Responsibility to Protect Occasional Paper Series no.5 (2015) hal.13-14

8

Roland Oliphant and Louisa Loveluck, “Vladimir Putin confirms Russian military

involvement
in
Syria's
civil
war”,
The

Telegraph,
diakses
dari
http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/europe/russia/11845635/Vladimir-Putinconfirms-Russian-military-involvement-in-Syrias-civil-war.html, pada tanggal 10 Oktober
2015 pukul 10.35

3

Rusia, Vladimir Putin menantang kepemimpinan global Amerika Serikat dan menyatakan ide
mengambil alih kontrol koalisi melawan ISIS dari tangan Amerika Serikat. Inti kritik berupa
kurangnya strategi Amerika Serikat dalam melawan ISIS juga dikemukakan Presiden RRC,
Xi Jinping dan Presiden Iran, Hasan Rouhani. 9 Di tengah tekanan yang juga datang dari
dalam negerinya sendiri, Presiden Obama membela diri dengan menegaskan kembali strategi
negaranya dengan menyokong kelompok oposisi penggulingan Assad sebagai sarana efektif
menjadikan Syria kawan strategis yang efektif dalam melawan ISIS.

Gesekan

antara


Amerika Serikat dan Rusia terus terjadi setelah pernyataan-pernyataan tersebut. Realisasi
intervensi Rusia di kemudian hari semakin meningkatkan tensi.
Tidak ditemui kesamaan visi misi antar keduanya dalam melawan ISIS, termasuk
dalam pengaplikasian upaya satu sama lain. Di awal rencana intervensi Rusia, pergerakan
senjata dan pasukan di Latakia10, dinyatakan Rusia sebagai upaya perlindungan terhadap
wilayah pelabuhan tersebut, tetapi bagi Amerika Serikat justru menimbulkan indikasi
potensial untuk mem-back-up tentara Syria dalam menyerang kelompok-kelompok oposisi
Assad.11 Meski kemudian terbukti adanya serangan udara oleh Rusia, sekali lagi tak ada
kesamaan dalam memandang target serangan: ISIS sebagai target di pihak Amerika Serikat
dan oposisi Assad sebagai target di lain pihak. Pada 7 Oktober 2015, Rusia meluncurkan
serangan udara yang cukup mengejutkan Amerika Serikat dan internasional. Sebanyak 26
misil jarak menengah diluncurkan ke 11 target di Syria dari kapal perang Rusia di Laut
Kaspia. Dari kacamata Amerika Serikat, serangan Rusia telah melanggar wilayah udara Turki
dan mengabarkan bahwa empat buah misil jatuh di wilayah Iran sehingga menyebabkan
kerusakan bangunan dan terlukanya beberpa warga sipil. Hal yang tentu disangkal Menteri
Pertahanan Rusia Sergei Shoigu12 dengan didukung pernyataan Kementrian Pertahanan Iran

9 Stephen Collinson, “Vladimir Putin steals Barack Obama's thunder on the world stage”,
CNN, diakses dari http://edition.cnn.com/2015/09/28/politics/obama-putin-un-syria-isis/,
pada tanggal 10 Oktober 2015 pukul 10.17

10 Hugo Spaulding dkk, “Russian Deployment to Syria: Putin’s Middle East Game
Changer”, dalam Warning Intelligence Update (2015) hal.2-7

11 Barbara Starr, Elise Labott, and Jim Acosta, “Obama authorizes resupply of Syrian
opposition”, CNN, diakses dari http://edition.cnn.com/2015/10/05/politics/russia-groundcampaign-syria-isis/, pada tanggal 10 Oktober 2015 pukul 11.12

12

Adam Chandler, “Russia Is Really Just Showing Off in Syria at This Point”, The
Atlantic, diakses dari http://www.theatlantic.com/international/archive/2015/10/russiacruise-missiles-syria/409444/, pada tanggal 10 Oktober 2015 pukul 11.28

4

yang mengatakan pemberitaan ini adalah hanya bagian dari psychological warfare yang
dilakukan Barat.13

Apakah Intervensi Militer Rusia di Syria Memungkinkan Syarat Terjadinya
Kerjasama?
Kerjasama akan mampu diraih ketika dua atau lebih pihak mampu saling
mempercayai itikad masing-masing, memiliki pandangan yang sama terhadap prospek dari

kerjasama tersebut, dan di dalam dunia anarki, kerjasama dilakukan untuk memaksimalkan
kepentingan nasional masing-masing. Berikut dijelaskan bagaimana ketiga dasar kerjasama
tersebut tidak dapat terpenuhi ketika dihadapkan pada perilaku kedua major powers pasca
dimulainya intervensi Rusia di Syria.
Pertama,

saling

mempercayai

iktikad

masing-masing.

Terdapat

kecurigaan

iktikad/tujuan yang dilakukan Rusia dalam melakukan serangan udara pertama hingga kini.
Rusia menyatakan membuka kesempatan kerjasama dengan Amerika Serikat dalam

memerangi ISIS. Tetapi semakin hari, para ahli justru semakin yakin bahwa operasi dan
serangan udara Rusia ditujukan kepada oposisi Assad untuk menciptakan apa yang disebut
rebel-free-zone dan menghalau pasukan Amerika Serikat dan aliansinya dari wilayah udara
Syria. Hal ini dicurigai dilakukan guna memberi ruang bagi pemerintahan Assad. 14 Analisis
ini menunjukkan itikad salah satu pihak tidak diiringi dengan pelaksanaan serupa sehingga
menimbulkan pertanyaan dari pihak lain, di mana pertanyaan-pertanyaan tersebut mengarah
kepada kecurigaan yang berujung ketidakpercayaan.
Kedua, pandangan yang sama atas prospek kerjasama tersebut. Kedua pihak
memandang prospek rencana kerjasama yang lebih mengarah ke tidak menguntungkan.
Sederhananya, kerjasama ini dinilai takkan berhasil karena kedua aktor besar di dalamnya
kesulitan dalam penyatukan pemikirannya yang begitu berbeda. Banyaknya perbedaan akan
membuat pengambilan keputusan dalam suatu kerjasama membutuhkan waktu lama,
berimplikasi pada penilaian kerjasama tersebut sebagai sesuatu yang tidak efisien dalam
menyelesaikan konflik.
Ketiga, kerjasama dilakukan untuk memaksimalkan kepentingan nasional masingmasing negara, yang otomatis tidak akan terjadi ketika salah satu pihak sama sekali tidak
13 Barbara Starr, Loc. Cit.hal.1
14 Josh Rogin, “Russia has created its own no-fly zone in Syria”, Chicago Tribune, diakses
dari http://www.chicagotribune.com/news/sns-wp-blm-declassified-f9d528ee-6919-11e5bdb6-6861f4521205-20151002-story.html, pada tanggal 11 Oktober 2015 pukul 10.56

5


diuntungkan atas terjadinya kerjasama tersebut. Dalam permasalahan intervensi Rusia,
keuntungan Rusia adalah kerugian bagi Amerika Serikat dan sebaliknya. Prioritas
kepentingan Rusia adalah membantu mempertahankan pemerintahan Assad sebagi sekutu
mereka dan selanjutnya barulah mengambil alih kontrol koalisi melawan ISIS dari Amerika
Serikat. Kepentingan nasional Amerika Serikat adalah melawan ISIS dan menegakkan
demokrasi di Syria. Contoh perbedaan dalam cara-cara pencapaian kepentingan nasional ini:
penggulingan Bashar al Assad menguntungkan Amerika Serikat tetapi merugikan Rusia; nonfly zone menguntungkan Amerika Serikat tetapi merugikan Rusia; masuknya intervensi Rusia
tentu menguntungkan negara itu sendiri tetapi merugikan Amerika Serikat sebagai pihak yang
selama ini memegang kontrol koalisi melawan ISIS di kawasan. Lebih lanjut bisa
disimpulkan bahwa tidak ada aspek kerjasama yang bisa menguntungkan keduanya di saat
bersamaan, sehingga meruntuhkan makna rencana kerjasama itu sendiri.
Pesimisme Penyelesaian Konflik di Syria oleh Kedua Major Powers
Sebenarnya, Amerika Serikat dan Rusia memiliki tujuan yang sama di Syria yaitu
untuk menyelesaikan konflik dan menciptakan kestabilan di kawasan. Namun kepentingan
yang berbeda menjadikan cara-cara yang keduanya lakukan untuk mencapai kestabilan itu
sendiri menjadi dipertanyakan karena bertentangan dengan cara di pihak lain.
Bagaimana prospek akan kerjasama keduanya dalam menyelesaikan konflik di Syria
baik antara pemerintah Bashar al Assad dengan oposisi maupun permasalahan dengan ISIS ?
Hubungan keduanya di kawasan sama-sama didorong oleh adanya konflik di Syria, maka
fluktuasi keberlangsungan hingga akhir konflik akan langsung berpengaruh bagi masa depan
kepentingan kedua major powers. Sehingga pada penjelasan ini ditekankan adanya perbedaan
kepentingan kedua belah pihak. Secara garis besar terdapat empat upaya bersama yang dapat
dilakukan untuk menyelesaikan konflik ini. Namun berikut dijelaskan bahwa upaya bersama
ini juga dipandang tak akan mampu diaplikasikan karena jurang kepentingan yang begitu
besar antara Amerika Serikat dan Rusia.
Pertama, non-fly zone. Gagasan ini didukung oleh beberapa pemuka politik Amerika
Serikat seperti John Kerry dan Hilary Clinton. Penerapan non-fly zone dianggap mampu
memberi tekanan pada ISIS dan meningkatkan arah diplomasi pengakhiran konflik. Tetapi
ide

ini

ditolak

oleh

Presiden

Barack

Obama

dengan

alasan

kesulitan

dalam

pengimplementasian. Tak ada kepastian dukungan dari aktor lain di kawasan hingga
kelemahan pada sifatnya yang tidak mengikat sehingga tak menjamin penerapan rezim.
Sementara dibanding non-fly zone, jarak terbang aman saja dipandang cukup untuk mencegah

6

konfrontasi pesawat Amerika Serikat dan Rusia di wilayah udara Syria. 15 Dapat dikatakan,
solusi ini telah kehilangan prospeknya sebelum bisa dibicarakan dengan pihak Rusia.
Walaupun ketika ditelaah pasca intervensi Rusia, mustahil pula Rusia berkenan melakukan
kesepakatan ini bersama-sama dengan Amerika Serikat karena menghalangi upaya intervensi
dan bantuan bagi sekutunya, pemerintahan Assad. Perkembangan terbaru justru mengabarkan
Rusia telah menciptakan non-fly zone nya sendiri dengan patroli udara mereka guna
menciptakan ruang bagi pemerintah Syria. Meski sebenarnya non-fly zone bisa mencegah
terjadinya konfrontasi udara dengan Rusia, nampaknya kelemahan rezim ini lebih
memberatkan daripada kelebihan yang bisa diberikan sebagai solusi peredaman konflik.
Kemungkinan solusi kedua, melucuti senjata kimia Bashar al Assad. Solusi ini bisa
dibilang sudah kuno dan tidak menarik lagi, karena fokus keduanya beralih pada kecurigaan
perilaku satu sama lain dibanding menghapuskan penghalang dengan inti kekuasaan di Syria.
Sekarang ini fokus Amerika Serikat adalah bagaimana melihat perilaku Rusia, apakah
memberi dampak kepada upaya mereka di kawasan, begitu pula sebaliknya bagi Rusia.
Solusi ketiga, solusi diplomatik untuk mengganti pemerintahan Bashar al Assad 16. Ini
merupakan solusi dengan tingkat kegagalan dan kemustahilan paling tinggi. Mengapa ? Poin
pentingnya adalah penyataan Presiden Barack Obama bahwa Amerika Serikat bersedia
bekerjasama dengan Rusia dalam menghindarkan Syria dari konflik berkepanjangan, jika saja
kerjasama tersebut termasuk rencana mengganti pemerintahan Bashar al Assad dari
kekuasaanya.17 Kerjasama Amerika Serikat-Rusia adalah mustahil dalam masalah ini karena
keduanya mendukung pihak berbeda dalam konflik. Presiden Bashar al Assad didukung
Rusia dalam memberi situasi balance of power dalam mengimbangi peran Amerika Serikat.18
Alasan lain keterikatan Presiden Assad dan Rusia adalah karena faktor sejarah, kesamaan
masyarakat multi-etnis, tipe kepemimpinan politik tersentralisasi yang sama 19, dan Syria
sebagai pasar penjualan senjata Rusia.20

15 Barbara Starr, “U.S. aircraft diverted to avoid Russian fighter in Syria”, CNN, diakses
dari
http://edition.cnn.com/2015/10/07/politics/u-s-diverts-aircraft-to-avoid-russianfighter/index.html, pada tanggal 10 Oktober 2015 pukul 12.47
16 Marek Menkiszak, “Responsibility to Protect… Itself ? Russia’s Strategy Towards The
Crisis In Syria”, FIIA Briefing Paper 131 (2013) hal.7
17 Kevin Liptak, “Obama: Russia heading for ‘quagmire’ in Syria”, CNN, diakses dari
http://edition.cnn.com/2015/10/02/politics/president-obama-syria-russia-assad/,
pada
tanggal 10 Oktober 2015 pukul 13.22
18 Andrej Kreutz, “Syria: Russia’s Best Asset in the Middle East”, dalam
Russie.Nei.Visions no.55 (2010) hal.19-21
19 Florence Gaub and Nicu Popescu, “Russia and Syria-The Odd Couple”, dalam European
Union Institude for Security Studies (2013) hal.2
20 Margarete Klein, “Russia’s Policy on Syria: On the Way to Isolation ?”, German Institute
for International and Security Affairs (2012) hal.5-6

7

Di lain pihak, ada secerah harapan kerjasama keduanya untuk permasalahan ISIS.
Jika, dan hanya jika Rusia memberi perhatian kepada ISIS sebanyak perhatian serangan
kepada oposisi Assad sejauh pemberitaan kini. Jika ini terjadi berarti Rusia berhasil
menyeimbangkan kepentingan nasionalnya antara mendukung aliansinya di kawasan dan
menuju peran sebagai global power yang menggeser kontrol koalisi melawan ISIS dari
tangan Amerika Serikat.
Solusi keempat dan yang terakhir, mensuplai oposisi Assad. Merupakan solusi yang
didukung penuh Presiden Obama dengan alasan selain memperkuat oposisi dalam melawan
ISIS, hal ini juga mempercepat proses penggulingan Bashar al Assad menjadi pemerintahan
yang dianggap lebih mampu menangani ISIS di Syria. Tentu saja Rusia tak sependapat
dengan Amerika Serikat dalam hal tersebut dengan alasan sama seperti solusi kedua yaitu
Presiden Assad merupakan sekutu Rusia. Sehingga lagi-lagi tidak ditemui titik kerjasama
yang memungkinkan bagi kedua negara dalam penyelesaian konflik Syria.
Kesimpulan
Masa depan hubungan Amerika Serikat dan Rusia pasca eskalasi tensi keduanya sejak
dimulainya intervensi Rusia di Syria tidak akan diisi dengan kerjasama antar keduanya.
Kedua major powers memiliki kepentingan nasional yang berbeda di Syria, di mana hal ini
memperluas jurang perbedaan yang selama ini telah ada antara keduanya. Kepentingan
nasional mereka mengarahkan tindakan-tindakan ke arah yang berbeda dalam menyikapi
konflik Syria. Kerjasama Amerika Serikat dan Rusia dinilai tak mungkin dilakukan karena
tidak memenuhi dasar-dasar terjadinya kerjasama sendiri. Serta usaha-usaha peredaman
hingga penyelesaian bergerak ke arah negatif bagi keduanya untuk dilakukan secara bersamasama karena sekali lagi pola perilaku dan kepentingan nasional mereka ada di arah yang
begitu berbeda.

8

Daftar Pustaka
Adams, Simon. 2015. “Failure to Protect: Syria and The UN Security Council”, Global
Centre for the Responsibility to Protect Occasional Paper Series no.5, hal.13-14
Chandler, Adam. 2015. “Russia Is Really Just Showing Off in Syria at This Point”
http://www.theatlantic.com/international/archive/2015/10/russia-cruise-missilessyria/409444/, diakses tanggal 10 Oktober 2015
Collinson, Stephen. 2015. “Vladimir Putin steals Barack Obama's thunder on the world
stage” http://edition.cnn.com/2015/09/28/politics/obama-putin-un-syria-isis/, diakses
tanggal 10 Oktober 2015
Fisher,

Max.

2015.

“Putin's

military

intervention

in

Syria, explained”

http://www.vox.com/2015/9/24/9392543/russia-syria-putin, diakses tanggal 9 Oktober
2015
Kreutz, Andrej. 2010. “Syria: Russia’s Best Asset in the Middle East”, Russie.Nei.Visions
no.55, hal.19-21
Labott, Elise. 2015. “John Kerry raises Syria no-fly zone despite Obama's skepticism”
http://edition.cnn.com/2015/10/06/politics/john-kerry-no-fly-zone-syria-obama/,
diakses tanggal 9 Oktober 2015
Liptak,

Kevin.

2015.

“Obama:

Russia

heading

for

‘quagmire’

in

Syria”

http://edition.cnn.com/2015/10/02/politics/president-obama-syria-russia-assad/,
diakses tanggal 10 Oktober 2015
McDonnell, Patrick J dkk. 2015. “Russia launches airstrikes in Syria amid U.S. concern about
targets”

http://www.latimes.com/world/europe/la-fg-kremlin-oks-troops-20150930-

story.html, diakses tanggal 9 Oktober 2015
Menkiszak, Marek. 2013. “Responsibility to Protect… Itself ? Russia’s Strategy Towards The
Crisis In Syria”, FIIA Briefing Paper 131, hal.7

9

Oliphant, Roland and Louisa Loveluck. 2015. “Vladimir Putin confirms Russian military
involvement

in

Syria's

civil

war”

http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/europe/russia/11845635/Vladimir-Putinconfirms-Russian-military-involvement-in-Syrias-civil-war.html, diakses tanggal 10
Oktober 2015
Rogin,

Josh.

2015.

“Russia

has

created

its

own

no-fly

zone

in

Syria”

http://www.chicagotribune.com/news/sns-wp-blm-declassified-f9d528ee-6919-11e5bdb6-6861f4521205-20151002-story.html, diakses tanggal 11 Oktober 2015
Spaulding, Hugo dkk. 2015. “Russian Deployment to Syria: Putin’s Middle East Game
Changer”, Warning Intelligence Update, hal.2-7
Starr, Barbara and Jeremy Diamond. 2015. “First on CNN: U.S. officials say Russian missiles
heading for Syria landed in Iran” http://edition.cnn.com/2015/10/08/politics/russianmissiles-syria-landed-iran/index.html, diakses tanggal 9 Oktober 2015
Starr, Barbara, Elise Labott, and Jim Acosta, “Obama authorizes resupply of Syrian
opposition” http://edition.cnn.com/2015/10/05/politics/russia-ground-campaign-syriaisis/, diakses tanggal 10 Oktober 2015
Starr, Barbara. 2015. “U.S. aircraft diverted to avoid Russian fighter in Syria”
http://edition.cnn.com/2015/10/07/politics/u-s-diverts-aircraft-to-avoid-russianfighter/index.html, diakses tanggal 10 Oktober 2015
Trenin, Dimitri. 2013. “The Mythical Alliance: Russia’s Syria Policy”, Carnegie Papers,
hal.7-8 & 12-13

10

Dokumen yang terkait

AN ALIS IS YU RID IS PUT USAN BE B AS DAL AM P E RKAR A TIND AK P IDA NA P E NY E RTA AN M E L AK U K A N P R AK T IK K E DO K T E RA N YA NG M E N G A K IB ATK AN M ATINYA P AS IE N ( PUT USA N N O MOR: 9 0/PID.B /2011/ PN.MD O)

0 82 16

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

USING TRANSLATION AS A STRATEGY TO IMPROVE VOCABULARY OF XC STUDENTS AT MAN 1 MALANG IN ACADEMIC YEAR 2012/2013

3 73 18

Kerjasama Indonesia-Malaysia-Singapura Melalui Patroli Eyes In The Sky Untuk Menjaga Keamanan Wilayah Selat Malaka

0 13 1

Kerjasama Kemanan Antara Autralia - Indonesia Dalam Mengataasi Masalah Terorisme Melalui Jakarta Centre For Law Enforcement Cooperation (JCLEC)

1 25 5

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 25 157

Penerapan Data Mining Untuk Memprediksi Fluktuasi Harga Saham Menggunakan Metode Classification Dengan Teknik Decision Tree

20 110 145

1 Silabus Prakarya Kerajinan SMP Kls 8 d

2 70 15

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BATAKO RINGAN DENGAN CAMPURAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN PENGISI UNTUK KONTRUKSI BANGUNAN REDAM SUARA (PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF LIGHTWEIGHT CONCRETE BLOCKS WITH A MIXTURE OF RICE HUSK AS FILLER MATERIAL OF BUILDING CON

11 91 77