makan dan minum pada saat intrapatum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Issue-Issue Mengenai Pemberian Makan Dan Minum Pada Masa Intrapartum Di Beberapa Negara

Bidan memberikan asuhan pada ibu intrapartum normal, yaitu ibu yang tidak memiliki masalah ataupun komplikasi pada persalinannya, termasuk memberikan kebutuhan dasar ibu untuk makan dan minum. Beberapa literatur serta hasil penelitian memberikan gambaran berbeda mengenai pemberian makan dan minum pada masa intrapartum. Bidan dalam praktiknya dituntut untuk dapat mengambil keputusan mengenai asuhan yang diberikan kepada ibu dengan menggunakan analisis terhadap informasi yang didapatkan serta anjuran dari praktikan medis lainnya. Hal ini telah menghasilkan penelitian mengenai kebutuhan makan dan minum pada wanita inpartu sebagai salah satu dukungan dalam asuhan kebidanan, tentunya dengan memberitahukan pilihan pada ibu mengenai panduan praktik bidan dalam memberikan makan dan minum.

CNM data Group, Newton dan Champion (dalam I.Chichester, 2005) mengemukakan bahwa pemberian makan dan minum pada masa intrapartum ini telah menjadi perdebatan untuk waktu yang lama di beberapa negara. Penelitian ini pun telah dilakukan dan tidak menemukan banyak kerugian dalam pemberian makan dan minum pada persalinan. Pada sub bab ini akan dipaparkan beberapa pendapat yang berkenaan dengan issue makan dan minum pada masa intrapartum CNM data Group, Newton dan Champion (dalam I.Chichester, 2005) mengemukakan bahwa pemberian makan dan minum pada masa intrapartum ini telah menjadi perdebatan untuk waktu yang lama di beberapa negara. Penelitian ini pun telah dilakukan dan tidak menemukan banyak kerugian dalam pemberian makan dan minum pada persalinan. Pada sub bab ini akan dipaparkan beberapa pendapat yang berkenaan dengan issue makan dan minum pada masa intrapartum

1. Inggris Perbedaan pendapat mengenai makan dan minum selama masa intrapartum di Inggris telah berlangsung setelah angka kejadian sindroma aspirasi atau yang dikenal dengan sindrom aspirasi Mendelson pada tahun 1940 cukup menyumbang kematian maternal. Inggris merupakan salah satu negara dunia barat yang banyak melakukan risert mengenai hal tersebut.

Pada awalnya sebelum penelitian banyak dilakukan, pemberian makan dan minum pada masa intrapartum dilarang, jadi selama masa intrapartum berlangsung ibu hanya diperbolehkan menghisap potongan es batu saja untuk mencegah dehidrasi.(www.birth.co.uk .2007)

Dalam artikelnya, Pragnancy and baby pragnancy labour , 2007, Pat

Thomas mengatakan bahwa: “women should be able to eat and deliver “.

Menurutnya, bahwa pemberian makan dan minum pada masa intrapartum melalui oral bukanlah hal yang membahayakan, karena dengan memfasilitasi kebutuhan tersebut kita telah mengantisipasi masalah lain yang mungkin timbul selama persalinan serta lebih intensif menjaga keadaan tubuh ibu.

Walaupun beberapa kebijakan rumah sakit di Inggris melarang pemberian makan dan minum melalui oral selama intrapartum karena mereka mengharapkan keadaan lingkungan saat persalinan sedapat mungkin

dalam keadaan bersih sehingga saat bayi lahir meminimalkan terjadinya pencemaran oleh kotoran ibu. Karena dengan memberikan ibu makan dan minum melalui oral, ibu akan mengalami muntah dan diare yang akan menyebabkan keadaan ruangan menjadi kotor serta daerah sekitar perinium ibu pun tercemar feses. Sehingga pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi ibu diberikan melalui intravena yaitu pemberian air salin (larutan isotonis seperti RL) dan atau glukosa (dextrose). Namun alasan rumah sakit tidak mengizinkan ibu untuk makan dan minum tidak dapat diterima karena tidak ada pembuktian secara ilmiah yang menguntungkan dengan melarang ibu bersalin makan dan minum. (www.ivillage.co.uk,2007)

Menurut Foulkes dan Dumoulin (dalam I.Chichester, 2005) pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi ibu intranatal diberikan cairan melalui intravena yang dijadikan sebagai rutinitas sebagai profilaksis terjadinya asidosis dan ketosis dalam tubuh ibu. Pemberian cairan ini tanpa memperhatikan keadaan ibu, baik ibu dalam keadaan stabil atau pun memang memerlukan cairan melalui infuse.

Tourangeau, Carter, Tansil, Mc Lean dan Downer (dalam I.Chichester, 2005) menyebutkan bahwa pemberian cairan melalui infus pada ibu intranatal yang tidak memerlukan tindakan dapat menyebabkan ketidaknyamanan lain pada ibu, seperti rasa sakit, peluang terjadinya infeksi lebih besar karena kuman dapat masuk melalui luka tusukan jarum, mengganggu pergerakan ibu serta dapat menyebabkan pemberian cairan yang berlebih.

Newton N, Newton M dan Broach (dalam www.ivillage.co.uk, 2007) menegaskan bahwa pemberian cairan melalui intravena sebagai hidrasi tidak terlalu efektif karena mengandung kalori dalam jumlah yang minimum dan tidak dapat memberikan energi yang adekuat selama persalinan. Pemberian cairan melalui intravena seharusnya memperhatikan keadaan ibu. jika ibu dalam keadaan stabil cairan infus tidak diperlukan.

Para dokter di Inggris menyatakan jika anastesi umum dibutuhkan dan ibu sudah makan selama persalinan, hal itu sangat membahayakan keadaan ibu, karena memungkinkan terjadinya hisapan sisa muntahan pada saluran pernafasan saat ibu mulai mengalami penurunan tingkat kesadaran, yang menyebabkan masalah pada saluran pernafasan dan kematian ibu. Kejadian ini sangat mendadak, karena isi dari lambung yang terhisap dapat menghambat proses pernafasan.

Dari kejadian tersebut para dokter di Inggris menyatakan bahwa pemberian makan melaui oral selama persalinan, bukanlah penyebab utama terjadinya sindrom aspirasi Mendelson, melainkan akibat yang ditimbulkan dari anastesi pada ibu. Sehingga ibu dengan keadaan persalinan abnormal dan membutuhkan pemberian anastesi tidak dianjurkan untuk makan dan minum melalui oral selama intrapartum. (www.ivillage.co.uk,2007)

Dengan terjadinya perdebatan mengenai pemberian makan dan minum pada masa intrapartum, Inggris mengelompokkan persalinan menjadi 2 yaitu persalinan normal dan persalinan dengan operatif serta membagi golongan ibu bersalin kedalam 2 golongan yaitu ibu dengan resiko rendah dan ibu

dengan resiko tinggi. Yang dimaksudkan dengan persalinan normal yaitu ibu tidak memerlukan anastesi yang akan mempengaruhi sistem tubuh ibu serta tingkat kesadaran, sehingga ibu boleh makan dan minum sesuai keinginannya. Sedangkan ibu bersalin dengan operatif yaitu ibu yang proses persalinannya memerlukan anastesi secara umum atau pun sebagian. Pada ibu dengan penggunaan anastesi sebagian, ibu masih mengalamai kesadaran sehingga pemberian makanan dan minuman melalui oral diperbolehkan asalkan berbentuk cair. Karena dengan makanan berbentuk cair akan mengurangi kemungkinan terjadinya aspirasi benda padat ke dalam paru ibu sehingga meminimalkan terjadinya aspirasi sindrom serta kebutuhan energi ibu pun akan tetap terpenuhi.

Namun pada kasus persalinan dengan menggunakan anastesi umum dimana kesadaran ibu benar-benar menurun, ibu tidak diperbolehkan makan dan minum melalui oral dan pemenuhan kebutuhan energi ibu diberikan melalui intravena dengan memberikan cairan glukosa ataupun larutan isotonis lain untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh ibu.( I..Chichester, 2005).

Selain membedakan ibu dari proses persalinannya, pengelompokkan ibu berdasarkan tingkat resiko pun dijadikan patokan boleh tidaknya memberikan makan dan minum melalui oral. Inggris, membagi ibu bersalin kedalam dua kelompok, yaitu ibu yang memiliki resiko tinggi saat persalinan dan ibu dengan resiko rendah dalam persalinan. Yang dimaksud ibu dengan resiko tinggi adalah ibu yang memiliki riwayat persalinan Selain membedakan ibu dari proses persalinannya, pengelompokkan ibu berdasarkan tingkat resiko pun dijadikan patokan boleh tidaknya memberikan makan dan minum melalui oral. Inggris, membagi ibu bersalin kedalam dua kelompok, yaitu ibu yang memiliki resiko tinggi saat persalinan dan ibu dengan resiko rendah dalam persalinan. Yang dimaksud ibu dengan resiko tinggi adalah ibu yang memiliki riwayat persalinan

Sedangkan ibu dengan risiko rendah seperti ibu dalam keadaan sehat, usia kehamilan aterm (lebih dari 37 minggu), presentasi terendah janin kepala, kehamilan tunggal tanpa pengobatan atau keadaan gestosis serta proses persalinan berjalan dengan normal tanpa adanya penyulit lain, pemberian makan dan minum dapat diberikan melalui oral sesuai dengan keinginan ibu.

Selain keadaan yang telah dijelaskan diatas, grande multi memiliki pengelompokkan yang khas. Keadaan ini masih menjadi kontroversi di Inggris apakah grande multi dimasukan pada kelompok resiko tinggi atau rendah, karena pada keadaan ini proses persalinan sangat mungkin berjalan dengan normal jika selama kehamilan tanpa disertai masalah, namun keadaan ini memiliki potensi terjadinya permasalahan baik selama persalinan maupun saat masa post partum. Sehingga pemberian makan dan minum pada ibu grande multi mendapatkan perhatian yang lebih inten dibandingkan ibu dengan resiko rendah lainnya. (I..Chichester, 2005) .

Pada ibu dengan Ketuban Pecah sebelum Waktunya (KPSW), pemenuhan kebutuhan ibu diberikan melalui oral, karena pada kasus KPSW dimana pembukaan serviks lebih dari 3 cm masih menjadi perdebatan apakah keadaan ini fisiologis atau patologis. Sehingga pemberian cairan melalui intravena diberikan jika ibu memerlukan tindakan persalinan dengan anjuran atau pun persalinan operatif yang membutuhkan pemberian anastesi.

Menurut Berry; Newton dan Champion (dalam Mc Cormick- Champion, 2002) mengemukakan bahwa pendapat mengenai tidak diperbolehkannya memberikan makan dan minum selama persalinan melalui oral karena dapat menyebabkan sindrom pernafasan Mendelson, berlaku pada ibu bersalin yang menggunakan anastesi umum, karena ibu dengan pengaruh anastesi umum akan mengalami penurunan tingkat kesadaran sehingga ibu kehilangan kendali atas sistem pernafasannya.

Ibu dengan pengaruh anastesi akan mengalami perlambatan pengosongan lambung lebih lama, karena selain fisiologi yang terjadi selama persalinan yaitu otot-otot pencernaan mengalami relaksasi, dengan pengaruh anastesi otot-otot pencernaan akan mengalami masa relaksasi yang lebih lama. Walaupun pencernaan ibu mengalami relaksasi, namun asam lambung tetap dihasilkan sesuai dengan alarm tubuh dan jika tidak tersedianya makanan dalam lambung, keasaman akan terus meningkat dan menyebabkan refleks mual dan muntah akibat dari asam lambung yang tetap diproduksi sesuai oleh tubuh.

Selain itupun obat-obatan anastesi atau pun analgetik cenderung bersifat merangsang sekresi asam lambung, sehingga asam lambung akan di produksi lebih banyak dari normal. Untuk mengatasinya, ibu dalam masa inpartum dan dalam pengaruh anastesi diberikan makanan melalui pipa gastric (NGT) namun hal tersebut tidak mencegah terjadinya aspirasi saat refleks muntah terjadi secara efektif. (Mc Cormick-Champion, 2002).

Jika sisa muntahan yang bersifat asam terisap dan mengisi paru-paru, maka kerusakan pada sel-sel paru dapat terjadi. Untuk mengatasinya, maka ibu dalam pengaruh anastesi tidak dianjurkan untuk diberikan makan dan minum dalam bentuk padatan, semi padat atau pun cair melalu oral, karena dapat menyebabkan aspirasi sestem pernafasan dan henti nafas pada ibu. Untuk menghindari hal tersebut, para dokter biasa memberikan anastesi disertai dengan obat penetral asam lambung seperti ranitidine atau cimetidine.( Mc Cormick-Champion, 2002).

Sesuai dengan filosofi bidan bahwa persalinan merupakan rangkaian proses yang fisiologis dan bidan hanya menangani kasus –kasus persalinan normal, pemberian makan dan minum selama masa intrapartum merupakan salah satu bentuk asuhan yang diberikan pada ibu untuk memenuhi

kebutuhan dasarnya. (http//asuhan persalinan normal/nikita.com). Menurut Chalmers et.al dalam bukunya effective care in pregnancy and childbirth (dalam Mc Cormick-Champion, 2002) bidan yang mempromosikan pemberian makan dan minum melalui oral sebagai salah satu evidence asuhan pada persalinan normal

Menurut Midwivery Rules and Code of Practise (UKCC) (dalam www.birth.co.uk.2007), bidan memiliki kewenangan untuk memberikan asuhan pada wanita dalam proses persalinan normal. Persalinan normal merupakan proses kelahiran dimana bayi lahir spontan pervaginam, bayi lahir dalam keadaan sehat, darah yang dikeluarkan tidak banyak, plasenta lahir spontan serta tanpa komplikasi pada kala IV.

Bidan di Inggris memperbolehkan ibu makan dan minum selama masa intrapartum sesuai keinginan ibu, namun ibu hanya disarankan mengkonsumsi makanan yang mudah dicerna serta diserap tubuh yaitu makanan yang berbentuk cair ataupun semi cair. Hal ini berkaitan dengan fisiologi gastro-intestinal ibu bersalin yang membutuhkan waktu cukup lama dalam pengosongan lambung, selain itu proses persalinan membutuhkan energi yang cukup besar serta pertimbangan bahwa proses persalinan yang semula berjalan normal sangat memungkinkan terjadi komplikasi hingga membutuhkan tindakan operatif dan anastesi, maka pemilihan makanan berupa cair dan semi cair menjadi pilihan. (www.birth.co.uk.2007)

Bidan sebagai pemberi asuhan pada persalinan normal, menjadikan pemberian makan dan minum selama masa intrapartum melalui oral sebagai bagian dari kebiasaan praktik, serta menjadikannya salah satu bentuk asuhan yang diberikan.

Bidan di rumah sakit dapat memberikan cairan secara intravena pada ibu intrapartum jika pada urine ibu ditemukan kadar keton. Jenis cairan yang diberikan berupa cairan koloid dextrose. Namun pemberian tersebut Bidan di rumah sakit dapat memberikan cairan secara intravena pada ibu intrapartum jika pada urine ibu ditemukan kadar keton. Jenis cairan yang diberikan berupa cairan koloid dextrose. Namun pemberian tersebut

rahim cairan glukosa (dextrose) teralirkan pada janin melalui plasenta sehingga janin akan memproduksi insulin lebih banyak untuk menyesuaikan suplai tersebut.( Mc Cormick-Champion, 2002).

Hasil telaah literatur mengenai pemberian makan dan minum melalui oral pada masa intrapartum yang dilakukan Comulative Index of nursing and Allied health (CINAHL) (dalam www.ivillage.co.uk, 2007) melakukan penyesuaian data antara evidence pemberian makan dan minum pada persalinan normal melalui oral dan alasan sejarah melarang praktik pemberian makan dan minum pada masa intrapartum, dan didapatkan bahwa ibu yang diperbolehkan makan dan minum selama masa intrapartum, persalinan akan berjalan lebih baik karena kesejahteraan ibu dan janin terpenuhi, yaitu dengan tingkat terjadinya distress pada janin yang lebih kecil.

Pada ibu inpartu yang tidak diperbolehkan makan dan minum selama intrapartum, angka kejadian disstress janin yaitu 57% dari jumlah sampel 159 ibu dan 27% pada ibu yang diperbolehkan makan dan minum selama persalinan berjalan normal. Sedangkan menurut pengakuan sebagian ibu post partum di Inggris yang dilarang makan dan minum saat intrapartum, mereka tidak puas dan tidak setuju dengan asuhan yang melarang mereka makan dan minum selama persalinan, serta asuhan bidan dan ahli medis Pada ibu inpartu yang tidak diperbolehkan makan dan minum selama intrapartum, angka kejadian disstress janin yaitu 57% dari jumlah sampel 159 ibu dan 27% pada ibu yang diperbolehkan makan dan minum selama persalinan berjalan normal. Sedangkan menurut pengakuan sebagian ibu post partum di Inggris yang dilarang makan dan minum saat intrapartum, mereka tidak puas dan tidak setuju dengan asuhan yang melarang mereka makan dan minum selama persalinan, serta asuhan bidan dan ahli medis

Bidan yang bekerja di rumah sakit memiliki dilema lebih besar dibandingkan dengan bidan mandiri dalam hal pemberian makan dan minum pada masa intrapartum ini. Dilema yang dihadapi adalah dilema antara cara pandang bidan yang memandang bahwa persalinan merupakan proses fisiologi sehingga semua asuhan yang diberikan tanpa disertai dengan intervensi termasuk dalam hal pemberian makan dan minum melalui oral dapat diberikan. Namun kebijakan setiap rumah sakit berbeda, di Inggris terjadi persetujuan diantara bidan dan dokter sebelum ibu inpartu diperbolehkan makan dan minum selama proses persalinan berlangsung. Jika ibu diperbolehkan makan dan minum melalui oral selama persalinan, maka ibu tersebut akan mendapatkan pengawasan ketat dalam pengaturan makanan serta minuman untuk menjaga kestabilan ibu dan janin dari rumah sakit. Jika terdapat keadaan yang abnormal dalam proses persalinan serta keadaan psikologis ibu, maka pemberian makan dan minum melalui oral dihentikan dan diberikan cairan melalui intravena.(Chochran, 2006)

Menurut Berry (dalam Chochran, 2006). Pada tahun 1980, pandangan masyarakat Inggris mengenai pemberian makan dan minum melalui oral selama persalinan tidak diperbolehkan walau pun dalam proses persalinan yang normal, namun dengan diadakannya penelitian-penelitian sekitar akhir tahun 1980 pandangan tersebut berubah. Ibu dalam masa intrapartum hanya diperbolehkan minum pada saat persalinan berlangsung. Namun pendapat Menurut Berry (dalam Chochran, 2006). Pada tahun 1980, pandangan masyarakat Inggris mengenai pemberian makan dan minum melalui oral selama persalinan tidak diperbolehkan walau pun dalam proses persalinan yang normal, namun dengan diadakannya penelitian-penelitian sekitar akhir tahun 1980 pandangan tersebut berubah. Ibu dalam masa intrapartum hanya diperbolehkan minum pada saat persalinan berlangsung. Namun pendapat

Menurut data Group CNM (Chochran, 2006) menyatakan bahwa mayoritas masyarakat dalam hal ini ibu bersalin memilih makan dan minum selama persalinannya. Dalam majalah praktik kebidanan mengenai pemberian makan dan minum melalui oral selama persalinan (sample 3338 orang) sebagian besar memilih makan dan minum selama persalinan. O’Reilly et al (1993) mendapatkan hasil yang sama dari penelitian mengenai pemberian makan dan minum melalui oral dan muntah pada ibu dengan resiko rendah, didapatkan 100% dari 106 ibu memilih makan dan minum pada semua fase dalam intrapartum.(Chochrane, 2006)

2. Belanda Negara ini memiliki beberapa pendapat mengenai makan dan minum pada masa intrapartum, namun prinsip dalam pemberian makan dan minum tidaklah berbeda dengan Inggris dan Amerika. Pemberian makan dan minum pada masa persalinan di Belanda melihat dari prognosis yang mungkin terjadi selama persalinan. Jika persalinan dapat berjalan dengan normal tanpa harus dilakukannya persalinan anjuran karena terdapatnya komplikasi, ibu diperbolehkan untuk makan dan minum selama proses persalinan berlangsung melalui oral. Namun jika persalinan sudah tidak 2. Belanda Negara ini memiliki beberapa pendapat mengenai makan dan minum pada masa intrapartum, namun prinsip dalam pemberian makan dan minum tidaklah berbeda dengan Inggris dan Amerika. Pemberian makan dan minum pada masa persalinan di Belanda melihat dari prognosis yang mungkin terjadi selama persalinan. Jika persalinan dapat berjalan dengan normal tanpa harus dilakukannya persalinan anjuran karena terdapatnya komplikasi, ibu diperbolehkan untuk makan dan minum selama proses persalinan berlangsung melalui oral. Namun jika persalinan sudah tidak

Scrottun et al, (dalam Chochran, 2006) mengelompokkan ibu inpartu kedalam 2 kelompok, yaitu kelompok yang membutuhkan penggunaan anastesi dan ibu inpartu yang sangat kecil untuk membutuhkan anastesi. Ibu yang membutuhkan penggunaan anastesi yaitu ibu dengan masalah atau komplikasi selama kehamilan dan saat persalinan sehingga dibutuhkannya persalinan anjuran yang membutuhkan penggunaan anastesi baik umum atau pun lokal, seperti ibu dengan eklamsia, gangguan sistem pernafasan, kelainan pada usia kehamilan, cepalo pelvik disproporsi, serta komplikasi lain yang membutuhkan tindakan aktif maupun operatif .(Chochrane, 2006)

Sedangkan ibu dengan risiko rendah penggunaan anastesi, yaitu kelompok ibu dengan proses persalinan normal, ibu dalam keadaan sehat atau tanpa gangguan kesehatan, usia kehamilan aterm (lebih dari 37 minggu), presentasi janin kepala, kehamilan tunggal tanpa pengobatan atau keadaan gestosis serta proses persalinan berjalan dengan normal. Pemberian makan dan minum dapat diberikan melalui oral sesuai dengan keinginan ibu. Berbeda dengan di Inggris, grande multi termasuk pada kelompok pertama atau yang membutuhkan anastesi karena memungkinkan terjadinya komplikasi persalinan, sehingga sangat mungkin ibu dilakukan persalinan anjuran yang membutuhkan anstesi. (I..Chichester, 2005)

Sedangkan pandangan bidan terhadap issue pemberian makan dan minum di Belanda tidaklah berbeda dengan Inggris. Bidan dengan kewenangannya memberikan asuhan pada persalinan normal memenuhi kebutuhan makan dan minum ibu melalui oral, yaitu dengan memberikan makanan serta minuman sesuai keinginan ibu dengan beracuan pada jenis makanan serta minuman yang disarankan pada masa intrapartum yaitu makanan semi cair atau cair yang mudah dicerna.

3. Kanada Kanada merupakan salah satu negara yang memperbolehkan ibu inpartu makan dan minum melalui oral selama persalinan. Selama keadaan ibu baik dan tanpa penurunan tingkat kesadaran karena anastesi atau pun komplikasi, ibu diperbolehkan makan dan minum dengan jenis makanan berupa snack ringan yang rendah lemak dan mengandung kharbohidrat. Pemberian makan dan minum ini bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan PH darah ibu sehingga menghindari terjadinya asidosis dan ketosis. (I..Chichester, 2005)

Tourangeau dan Colleagues pemimpin percobaan di Toronto Kanada (dalam Chochrane, 2006), menyebutkan bahwa pemberian cairan melalui intravena hanya diberikan jika ibu membutuhkannya. Selama ibu dapat beraktivitas, ibu dianjurkan untuk makan dan minum makanan yang mudah dicerna selama persalinan.

Penelitian yang dilakukan pada tahun 1998 oleh Anderson (dalam Chochrane, 2006) memunculkan pendapat lain mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi ibu. Ini menjadikan issue mengenai pemberian makan dan minum di Kanada bertambah. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa 50% ibu intrapartum yang tidak diberikan cairan melalui intravena mengalami ketosis, walaupun ibu tersebut makan dan minum sebelumnya. Ternyata hal ini disebabkan karena pemenuhan kebutuhan melalui oral tidak terpenuhi dengan baik dan ibu mengalami dehidrasi, akibat ketidaknyamanan yang dirasakan oleh ibu dan menyebabkan aktivitas ibu pun terganggu, sehingga Anderson menyimpulkan bahwa pemenuhan kebutuhan ibu lebih baik jika diberikan bersamaan yaitu melalui oral dan intravena.(Chochrane, 2006)

Para ahli obstetric-ginekologi di Kanada melakukan penelitian kembali dan mereka mengambil kesimpulan bahwa pemberian makan serta minum selama intrapartum mendapatkan 3 pandangan yaitu bahwa:

a. Ibu bersalin boleh makan dan minum pada persalinan selama ibu tidak memerlukan anastesi baik untuk tindakan operatif dalam hal ini persalinan secara sectio secareae atau pun dengan bantuan alat dan untuk mengurangi rasa nyeri akibat kontraksi otot uterus (analgetik). Jenis makanan atau minuman yang dikonsumsi ibu haruslah makanan yang mengandung karbohidrat tinggi. Pemberian makanan serta minuman ini diberikan sewaktu ibu menginginkannya. Ketika kesadaran ibu mulai menurun dan

gelisah akibat kontraksi yang lebih kuat, maka pemberian makanan serta minuman harus dihentikan. Hal ini dilakukan karena saat ibu gelisah dan mulai tidak kooperatif, dikhawatirkan makanan yang dimasukan melalui oral akan terhisap pada saluran pernafasan. Selain itu pun setelah keadaan ibu tidak kooperatif pemberian makanan dan minuman per oral dihentikan dan digantikan dengan memberikan cairan melalui intravena, untuk tetap memenuhi kebutuhan energi ibu sehingga mencegah terjadinya ketosis serta menghindari aspirasi Mendelson akibat pengosongan lambung yang lambat sehingga menyebabkan refleks muntah pada ibu dan memungkinkan sisa makanan tersebut teraspirasi pada sistem pernapasan. (Chochrane, 2006)

b. Pandangan ke dua adalah bahwa pemberian makan dan minum pada intrapartum tidak diberikan jika ibu memasuki keadaan persalinan yang phatologis, dimana proses persalinan harus dilakukan secara operatif yaitu melalui section secareae. Pada keadaan ini ibu akan diberikan anastesi baik bersifat sebagian atau umum yang akan mempengaruhi tingkat kesadaran ibu serta menambah relaksasi otot-otot polos, dalam hal ini berhubungan dengan otot-otot pencernaan yang akan menyebabkan semakin lamanya proses pengosongan lambung. Jika pada keadaan ini ibu diperbolehkan makan dan minum selama persalinan, kemungkinan terjadinya aspirasi akan sangat besar. Maka pada klient dengan b. Pandangan ke dua adalah bahwa pemberian makan dan minum pada intrapartum tidak diberikan jika ibu memasuki keadaan persalinan yang phatologis, dimana proses persalinan harus dilakukan secara operatif yaitu melalui section secareae. Pada keadaan ini ibu akan diberikan anastesi baik bersifat sebagian atau umum yang akan mempengaruhi tingkat kesadaran ibu serta menambah relaksasi otot-otot polos, dalam hal ini berhubungan dengan otot-otot pencernaan yang akan menyebabkan semakin lamanya proses pengosongan lambung. Jika pada keadaan ini ibu diperbolehkan makan dan minum selama persalinan, kemungkinan terjadinya aspirasi akan sangat besar. Maka pada klient dengan

c. Keadaan yang ke tiga adalah jika ibu masuk rumah sakit dalam keadaan lemas serta ditemukannya keton dalam urine, maka dokter akan memberikan tablet dextrose pada ibu, jika kesadaran ibu masih baik dan stabil. Namun jika ibu datang dengan penurunan tingkat kesadaran dan lemas, maka akan segera diberikan rehidrasi dextrose melalui jalur invus untuk menangani keadaan tersebut, dan ibu tidak dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi serta hidrasi melalui oral.( I..Chichester, 2005) Ketiga alasan diatas merupakan pendapat para ahli obstetric-

ginekologi di Kanada yang dijadikan kebijakan oleh sebagian rumah sakit untuk mengurangi pemberian cairan intravena secara rutin. Mereka hanya memberikan ibu cairan intravena jika ibu benar-benar memerlukannya. Selama ibu memiliki tingkat kesadaran yang baik dan masih dapat memenuhi kebutuhan energinya dengan makan dan minum melalui oral, cairan intravena tidak akan diberikan. Pemberian cairan intravena dilakukan saat ibu memerlukan pemberian antibiotika, induksi persalinan dengan oksitosin, atau analgetik-anastesi sebelum epidural.(Chochrane, 2006)

4. Amerika Serikat Pada awalnya di Amerika pendapat mengenai pemberian makan dan minum pada masa intrapartum melalui oral dianggap tidak selalu menguntungkan, karena hal tersebut dapat meningkatkan tekanan pada ibu akibat dari ketidaknyamanan yang dirasakan, sehingga selama masa intrapartum ibu hanya diperbolehkan menghisap potongan es untuk mencegah dehidrasi atau menghisap potongan gula.

Dengan adanya pengaruh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh negara lain seperti Kanada, Inggris serta Belanda, pandangan tersebut mulai bergeser dan praktikan medis terutama yang berhubungan dengan kesehatan maternal-neonatal mulai memperbolehkan ibu dengan proses persalinan normal makan dan minum melalui oral. Sedangkan ibu bersalin yang menggunakan anastesi atau pun analgetika lokal hanya di perbolehkan menghisap es atau gula saja. (Denis.G, 2007).

Dengan maraknya penelitian mengenai makan dan minum yang dilakukan oleh Amerika untuk membuktikan bahwa pemberian makan dan minum melalui oral aman, Amerika menentukan jenis dan cara pemberian makan dan minum pada intrapartum dengan memadukan semua tenaga kesehatan professional yang terlibat, dalam hal ini dokter ahli kandungan, dokter anastesi, bidan sesuai dengan evidence base, yaitu dengan berpedoman pada hasil penelitian yang dilakukan di negara- negara Eropa seperti Inggris dan Belanda.

Tidak berbeda dengan Belanda dan Inggris. Pendapat mengenai pemberian makan dan minum pada masa intrapartum di Amerika Serikat menjadi perdebatan diantara para ahli kebidanan, sehingga untuk memutuskan seorang ibu makan dan minum melalui oral selama persalinan ditentukan dengan kesepakatan diantara dokter kebidanan serta dokter anastesi. Sehingga di beberapa rumah sakit menjadikan pengelompokkan ibu bersalin dalam 2 kategori seperti yang dilakukan oleh negara Barat lainnya, yaitu ibu yang memiliki resiko tinggi saat persalinan dan ibu dengan resiko rendah dalam persalinan seperti yang dilakukan oleh Inggris.( I..Chichester, 2005)

Bidan di Amerika tidak berbeda dengan bidan di negara barat lainnya. Sesuai dengan kewenangannya yang hanya memberikan asuhan pada persalinan normal, pemberian makan dan minum selama intrapartum menjadi bagian dalam setiap asuhannya. Selama persalinan berjalan dengan normal tanpa ada komplikasi, bidan memberikan makan dan minum sejak awal proses persalinan yaitu dengan memberikan makanan serta minuman yang mudah dicerna serta tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan energi.( I..Chichester, 2005)

Berbeda dengan Negara-negara di kawasan Eropa ataupun Amerika, tanggapan negara-negara Asia mengenai pemberian makan dan minum pada masa intrapartum tidak terlalu menjadi sorotan. Sebagian besar issue-issue yang di ambil oleh negara-negara Asia merupakan issue makan dan minum di negara- Berbeda dengan Negara-negara di kawasan Eropa ataupun Amerika, tanggapan negara-negara Asia mengenai pemberian makan dan minum pada masa intrapartum tidak terlalu menjadi sorotan. Sebagian besar issue-issue yang di ambil oleh negara-negara Asia merupakan issue makan dan minum di negara-

5. China Dengan berdasarkan pada kejadian sindroma aspirasi Mendelson serta hasil penelitian yang dilakukan Tourangeau di Inggris serta para peneliti di negara Eropa-Amerika, pemberian makan dan minum di China cukup menimbulkan issue. Sebagian ahli obstetric-ginekologi melarang pemberian makan dan minum selama persalinan berlangsung dengan alasan klasik yaitu aspirasi sisa muntahan pada saluran pernafasan dan sebagian berpendapat bahwa makan minum selama persalinan sangatlah aman. (Garite.et.al, 2000)

Menurut David T.Y.Liu (2004) pemberian makan dan minum selama masa intrapartum diperbolehkan untuk mencegah terjadinya asidosis serta kekurangan elektrolit, termasuk pada ibu bersalin yang membutuhkan tindakan operatif diperbolehkan makan dan minum dengan jenis makanan yang ringan dalam jangka waktu lebih dari 2 jam sebelum tindakan operatif dilakukan. David T.Y. Liu pun memaparkan tentang syarat diperbolehkannya ibu dalam masa intrapartum memenuhi kebutuhan nutrisi dan hidrasi dengan cara makan dan minum yaitu : Menurut David T.Y.Liu (2004) pemberian makan dan minum selama masa intrapartum diperbolehkan untuk mencegah terjadinya asidosis serta kekurangan elektrolit, termasuk pada ibu bersalin yang membutuhkan tindakan operatif diperbolehkan makan dan minum dengan jenis makanan yang ringan dalam jangka waktu lebih dari 2 jam sebelum tindakan operatif dilakukan. David T.Y. Liu pun memaparkan tentang syarat diperbolehkannya ibu dalam masa intrapartum memenuhi kebutuhan nutrisi dan hidrasi dengan cara makan dan minum yaitu :

b. Makanan yang dikonsumsi tidak memperberat kerja gastro- intestinal dan memiliki rentang waktu yang cepat dalam proses pengosongan lambung (tidak sulit untuk dicerna)

c. Selama masa persalinan kebutuhan hidrasi ibu tetap terpenuhi sehingga ibu terhindar dari dehidrasi, yaitu pemasukan cairan melalui oral minimal 600ml/ jam air.

d. Jarak makan terakhir haruslah diperhatikan serta diagnosa pasien saat pertama datang haruslah ditegakkan secara benar karena akan mempengaruhi asuhan yang diberikan

Selain itu sebelum pembedahan berlangsung ibu sudah tidak diizinkan untuk makan dan minum dalam rentang lebih dari 2 jam sebelum dilakukannya persalinan operatif. (Liu. David T.Y, 2004)

6. Jepang Issue mengenai pemberian makan dan minum yang digunakan di Jepang tidak berbeda dengan China. Issue yang dianut oleh Jepang adalah issue yang marak di dunia barat. Hasil penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Tourangeau, Carter, Tansil, Mc Lean dan Dower mengenai pemberian cairan melalui intravena dapat menyebabkan ketidaknyamanan 6. Jepang Issue mengenai pemberian makan dan minum yang digunakan di Jepang tidak berbeda dengan China. Issue yang dianut oleh Jepang adalah issue yang marak di dunia barat. Hasil penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Tourangeau, Carter, Tansil, Mc Lean dan Dower mengenai pemberian cairan melalui intravena dapat menyebabkan ketidaknyamanan

Tidak banyak literature yang memaparkan mengenai issue pemberian makan dan minum di Jepang. Secara umum pemberian makan dan minum pada masa intrapartum di Jepang berpedoman pada pengelompokkan ibu berdasarkan faktor resiko serta kemungkinan penggunaan anastesi dalam proses persalinan. Pemberian makan dan minum yang dijadikan protap pada asuhan ibu intranatal yaitu dengan menggunakan pengelompokkan yang dilakukan oleh Inggris, yaitu bahwa pemberian makan dan minum pada masa intrapartum sangat aman pada ibu dengan persalinan normal, dengan resiko rendah serta tidak menggunakan anastesi.( Garite.et.al, 2000)

7. Indonesia Berbeda negara lain pula kebijakannya, Indonesia hingga saat ini belum memiliki standar mengenai tata cara pemberian makan dan minum pada masa intrapartum. Hampir sebagian besar issue yang terjadi dilatar- belakangi oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli dari negara Eropa- Amerika. Dokter obstetrik-ginekologi beranggapan bahwa pemberian makan serta minum selama masa intrapartum adalah aman selama persalinan tersebut normal.

Pemberian makan dan minum melalui intravena hanya diberikan pada ibu dengan masalah selama proses persalinan dan mempengaruhi tingkat kesadaran ibu. Sehingga ibu dengan keadaan baik dan tanpa indikasi dilakukannya persalinan buatan atau persalinan dengan cara operatif diizinkan untuk makan dan minum. Ibu dengan keadaan kesadaraan yang stabil namun memerlukan terapi obat bolus boleh makan dan minum melalui oral, namun cairan intravena tetap diberikan sebagai profilaksis dan memudahkan ibu dalam mendapatkan terapi. (www.cakulobgin.com)

Miriam (2008), memaparkan bahwa pemberian makan dan minum pada masa intrapartum tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada ibu bertambah. Terutama karena pengosongan lambung yang lambat sehingga kemungkinan ibu menjadi mual dan muntah besar. Pendapat yang dikemukakan oleh Miriam berdasarkan pada penelitian mengenai sindroma aspirasi Mendelson serta perubahan system gastro-intestinal yang terjadi selama persalinan.

Di Indonesia bidan praktik mandiri ataupun bidan yang bekerja di rumah sakit memberikan makan dan minum pada masa intrapartum melalui oral. Selama keadaan ibu stabil dan tidak ada penurunan kesadaran, gangguan pada sistem pernafasan ibu (asma), serta persalinan tidak membutuhkan tindakan operatif yang melibatkan anastesi, ibu boleh makan dan minum sesuai dengan keinginannya. (www.asuhan persalinan normal/nikita.com.2008)

Selama persalinan berjalan dengan normal bidan sebagai pendamping wanita menyarankan ibu bersalin untuk makan dan minum dalam jumlah kecil yang mudah dicerna dan rendah akan lemak selama ibu menginginkannya. (Pengurus pusat Ikatan Bidan Indonesia, 2006).

Walaupun beberapa penelitian tidak terlaporkan bahwa memberikan makan dan minum pada masa intrapartum itu aman, tidak pula terlaporkan bahwa efek dari pemberian makan dan minum pada intrapartum terhadap ibu dan janin. Dengan adanya hal tersebut mayoritas ahli maternitas menyebutkan bahwa “ pemberian makan dan minum melalui oral pada masa intrapartum ini aman”. (Chochran, 2006)

B. Pengertian Makan Dan Minum Pada Masa Intrapartum

Makan adalah suatu cara makhluk hidup memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengkonsumsi makanan yang sarat dengan zat gizi.(www.nikipedia.com) Minum merupakan proses memasukan cairan berbentuk sediaan khusus untuk dikonsumsi oleh makhluk hidup dan merupakan kebutuhan dasar manusia. (www.wikipedia.com ).

Masa intrapartum atau masa persalinan memiliki beberapa pengertian, diantaranya:

1. Waktu terjadinya proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir. Waktu dimana proses janin dan air ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Waktu ini dibagi menjadi 4 fase/ kala yaitu 1. Waktu terjadinya proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir. Waktu dimana proses janin dan air ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Waktu ini dibagi menjadi 4 fase/ kala yaitu

b. Kala II dimulai dari pembukaan lengkap hingga bayi lahir. Proses ini berlangsung selama 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi,

c. Kala III dimulai dari lahirnya bayi hingga plasenta lahir,

d. Kala IV dimulai saat plasenta lahir hingga 2 jam post partum.(buku

nasional pelayanan maternal neonatal,2005;101)

acuan

2. Persalinan merupakan suatu proses yang menguras begitu banyak tenaga serta memerlukan banyak stamina serta energi untuk melaluinya .( www.ivillage.co.uk, 2007)

Jadi makan dan minum pada masa intrapartum dapat diartikan sebagai kegiatan untuk memenuhi kebutuhan energi ibu selama proses persalinan yang dapat diberikan melalui oral atau pun intravena untuk menjaga keseimbangan asam basa serta cairan dalam tubuh ibu sehingga terjadi keseimbangan metabolisma dan mencegah terjadinya asidosis serta penumpukan keton atau ketosis dalam tubuh ibu yang akan mempengaruhi kemajuan persalinan serta kesejahteraan ibu dan janinnya.(Lamaze Internation, 2002)

Makan dan minum pada masa intrapartum dapat diartikan sebagai salah satu cara pemenuhan kebutuhan wanita dalam hal ini ibu bersalin dalam lingkup Makan dan minum pada masa intrapartum dapat diartikan sebagai salah satu cara pemenuhan kebutuhan wanita dalam hal ini ibu bersalin dalam lingkup

O&G Summer, 2006

C. Pemberian Makan Dan Minum Pada Masa Intrapartum Ditinjau Dari Factor Budaya praktik, Sejarah Serta Sudut Pandang Praktikan

Makanan dan minuman merupakan subtansi yang sangat penting bagi makhluk hidup. Hal ini sangat erat kaitannya dengan kesehatan fisik maupun psikologi. Makanan serta minuman memberikan kontribusi yang besar untuk kesehatan makhluk hidup. Tidak berbeda dengan ibu bersalin, dimana keadaan fisik dan psikologi ibu dituntut untuk lebih siap dan kuat sehingga kebutuhan makan dan minum sangat penting terutama sebagai bahan utama pembentuk energi. (Mc Cormick-Champion, 2002)

1. Makan dan minum pada masa intrapartum ditinjau dari budayaan praktik

Seorang ahli antropologi Inggris Laderman ( dalam Mc Cormick-Champion, 2002) meneliti mengenai kebudayaan yang berhubungan dengan proses persalinan terutama mengenai pandangan Seorang ahli antropologi Inggris Laderman ( dalam Mc Cormick-Champion, 2002) meneliti mengenai kebudayaan yang berhubungan dengan proses persalinan terutama mengenai pandangan

Berbeda dengan dunia barat, faktor yang paling utama mempengaruhi pendapat mengenai makan dan minum saat intrapartum pada wanita Melayu dan Asia lainnya adalah kemandirian wanita dalam menentukan apa yang terbaik untuk dirinya (kemampuan wanita dalam menentukan pilihan).

Sebagian besar boleh tidaknya makan dan minum pada saat intrapartum ditentukan atas pertimbangan dari bidan atau pun dokter. Hal ini sangat kontras dengan pengetahuan bidan yang menjadikan wanita sebagai pusat dari asuhan dan berhak untuk menentukan pilihan. Asuhan diatas terjadi sebelum departemen kesehatan menentukan wanita sebagai pusat asuhan dan dampak yang akan terjadi jika kebutuhan nutrisi dan hidrasi ibu selama masa inpartu tidak terpenuhi. (Mc Cormick-Champion, 2002)

Departemen kesehatan mencatat angka kematian ibu diantara tahun 1975-1998 di Inggris disebabkan karena aspirasi pernafasan (sindrom Mendelson) sehingga para praktikan kebidanan mengambil Departemen kesehatan mencatat angka kematian ibu diantara tahun 1975-1998 di Inggris disebabkan karena aspirasi pernafasan (sindrom Mendelson) sehingga para praktikan kebidanan mengambil

Di Amerika, menurut catatan Amerika praktis bahwa pemberian makan dan minum pada masa intrapartum sangat dibutuhkan terutama minum selalu diberikan walaupun wanita tersebut mengalami muntah. Hal tersebut telah menjadi budaya sejak tahun 1904 hingga 1940 dalam praktik obstetric-ginekologi, karena dengan memberikan makan dan minum melalui oral dapat mencegah terjadinya komplikasi pada persalinan terutama mencegah terjadinya proses persalinan yang panjang. Namun setelah kematian ibu meningkat akibat tersedak pada tahun 1986 yaitu sekitar 2,6/1.000.000 kelahiran hidup, Amerika pun mulai menetapkan larangan untuk memberikan makan dan minum selama masa intrpartum. (Mc Cormick-Champion, 2002)

Broach dan Newton (dalam Mc Cormick-Champion, 2002) menemukan kaitan antara sejarah dan budaya mengenai praktik pemberian makan dan minum selama persalinan. Mereka menemukan bahwa sejarah mencatat praktik mengenai pembatasan makanan pada wanita bersalin normal jarang dilakukan karena makanan diberikan sebagai obat dan bahan makanan. Bahkan pada kondisi tertentu makanan diberikan untuk pengobatan sebagai pengurang rasa sakit, mempercepat persalinan, memperkuat kontraksi uterus, serta untuk relaksasi.

Makanan yang menjadi budaya turun temurun diberikan pada masa intrapartum oleh masyarakat Inggris diantaranya alcohol, tanaman obat yang dianggap aman, telur mentah, teh yang terbuat dari rambut manusia dan serbuk senjata. Namun setelah dilakukan penelitian lebih lanjut jenis- jenis makanan tersebut tidak dianjurkan karena memiliki nilai keuntungan yang kecil dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkannya. Sebagian budaya membatasi makan melalui oral karena takut akan efek yang terjadi, yaitu aspirasi makanan.

Pada tahun 1940 dimana anastesi mulai digunakan saat memasuki proses persalinan, banyak wanita menggunakan anastesi pada kala 2 persalinan sebagai rutinitas praktik. Dimulailah pendapat mengenai pengosongan lambung oleh para ahli medis sebagai upaya pencegahan terjadinya kematian akibat aspirasi sisa makanan pada saluran pernafasan. (Mc Cormick-Champion, 2002)

2. Makan dan minum ditinjau dari sejarah terjadinya sindrom Mendelson Pada tahun 1932-1945 Mendelson melakukan penelitian retrospektif kepada 44.016 ibu hamil yang melahirkan di rumah sakit Lying New York. Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan 0,15% atau sekitar 66 wanita mengalami aspirasi sisa makanan dari lambung, kejadian ini meningkat pada kasus persalinan yang melebihi 30 jam, akibatnya sebagian besar rumah sakit menerapkan metoda pengosongan lambung selama proses persalinan berlangsung untuk mencegah terjadinya aspirasi 2. Makan dan minum ditinjau dari sejarah terjadinya sindrom Mendelson Pada tahun 1932-1945 Mendelson melakukan penelitian retrospektif kepada 44.016 ibu hamil yang melahirkan di rumah sakit Lying New York. Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan 0,15% atau sekitar 66 wanita mengalami aspirasi sisa makanan dari lambung, kejadian ini meningkat pada kasus persalinan yang melebihi 30 jam, akibatnya sebagian besar rumah sakit menerapkan metoda pengosongan lambung selama proses persalinan berlangsung untuk mencegah terjadinya aspirasi

Mendelson tidak melakukan pengelompokan artikelnya mengenai praktik rutin yang dilakukan rumah sakit mengenai wanita yang menggunakan anastesi untuk kala 2 persalinan dengan wanita yang makan dan minum selama persalinan. Penelitian ini belumlah jelas menggambarkan jumlah wanita yang jatuh pada kelompok risiko tinggi yang memerlukan perawatan intensif di rumah sakit saat bersalin.

Dalam penelitiannya, Mendelson menemukan 45 kasus aspirasi pada ibu bersalin, dua diantaranya meninggal dunia karena terdapatnya sumbatan benda padat pada trachea yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi oksigen. Namun tidaklah jelas apakah wanita yang termasuk dalam penelitiannya memiliki masalah dengan sistem pernafasannya seperti asma, ataukah memang selama persalinan mereka makan dan minum sedangkan mereka sedang dalam pengaruh anastesi. Hasil penelitian Mendelson tersebut telah mendorong beberapa negara seperti Belanda dan Inggris untuk terus melakukan penelitian, karena angka kejadian kasus tersebut cukup menghawatirkan terutama bagi dunia obstetric-ginekologi. (Mc Cormick-Champion, 2002)

Dengan hasil penelitian yang dilakukan Mendelson, mulailah terjadi perdebatan antara boleh tidaknya memberikan makan dan minum selama Dengan hasil penelitian yang dilakukan Mendelson, mulailah terjadi perdebatan antara boleh tidaknya memberikan makan dan minum selama

3. Makan dan minum berdasarkan sudut pandang praktikan Dari hasil pnelitian yang dilakukan mulailah muncul perbedaan pandangan mengenai pemberian makan dan minum pada masa intrapartum. Ahli medis serta beberapa rumah sakit di Inggris, Belanda, Kanada, serta Amerika Serikat menentukan kebijakan tersendiri menanggapi issue tersebut.

Sebagian besar menanggapinya dengan melarang ibu untuk makan dan minum selama persalinan dan untuk memfasilitasi kebutuhan energi ibu, pemberian cairan diberikan melalui intravena. Namun pandangan tersebut lambat-laun berganti. Dengan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Newton dan Champion, serta Perrone-Hoyer dan Walsh (dalam I..Chichester, 2005) pemberian makan dan minum pada masa intrapartum tidak hanya diberikan dalam bentuk cairan intravena, tetapi dapat diberikan melalui oral selama persalinan berjalan dengan normal.

Ahli kebidanan terutama bidan yang memiliki kewenangan untuk asuhan pada persalinan normal berpandangan bahwa pemberian makan dan minum melalui oral selama intrapartum sangat dianjurkan karena dapat mencegah timbulnya masalah lain selama masa intrapartum. ( I..Chichester, 2005)

D. Fisiologi Yang Terjadi Pada Masa Intrapartum

Makan dan minum sangat dibutuhkan oleh setiap manusia pada setiap aktivitasnya, begitu juga dengan ibu hamil, ibu bersalin serta ibu pasca melahirkan. Mereka memerlukan energi yang lebih banyak dibandingkan wanita carir biasa.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24