Kajian Pengelolaan Sampah di Kawasan Perkotaan Lahomi Kabupaten Nias Barat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Sampah
Secara sederhana sampah diartikan sebagai padatan yang sudah tidak
terpakai lagi dan dibuang. Sampah dapat berasal dari kegiatan kita sehari-hari atau
berasal dari industri, tempat-tempat komersial, pasar, taman dan kebun.
Penumpukan meterial sampah organik dan non organik akan menyebabkan
pencemaran air dan tanah serta menyebarkan bibit penyakit patogen yang
membahayakan kesehatan manusia (Wahyono, 2001). Sampah adalah sisa - sisa
bahan yang telah mengalami perlakuan, baik karena telah diambil bagian
utamanya atau karena pengolahan, dan sudah tidak bermanfaat, sedangkan bila
ditinjau dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan
kelestariannya (Hadiwiyoto, 1983).
Pengertian sampah menurut American Public Health Association (APHA)
yaitu sesuatu yang tidak dapat digunakan dan dibuang yang berasal dari aktifitas
manusia. Menurut World Health Organization (WHO), sampah adalah sesuatu
yang tidak dapat digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang
dibuang yang berasal dari aktifitas manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya
(Dainur, 1995).
Pengertian sampah menurut Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2008 yaitu
sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Pengertian lain yaitu sampah merupakan sisa bahan yang telah mengalami
perlakuan, baik telah diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan
6
Universitas Sumatera Utara
7
sudah tidak bermanfaat, dari segi ekonomi sudah tidak ada harganya serta dari
segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian alam.
Beragamnya pengertian tentang sampah selalu menempatkan sampah
sebagai limbah tanpa adanya komitmen pengelolaan. Badan Standarisasi Nasional
(BSN) menyusun tata cara operasional sampah perkotaan melalui SNI 19 - 2454 2002 yang menyatakan bahwa sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri
dari bahan organik dan bahan non organik yang dianggap tidak berguna dan harus
dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi
pembangunan (BSN, 2002).
Berdasarkan beragam pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa :
1.
Sampah merupakan dampak kehidupan alami dan aktivitas manusia.
2.
Sampah organik dan non organik membutuhkan pengelolaan yang tepat
karena menyebabkan gangguan kesehatan dan pencemaran lingkungan.
3.
Sampah dapat dikelola kembali menjadi bahan yang ekonomis jika dilakukan
secara prinsip reduce, reuse, recycle.
2.2. Sumber Sampah
Sampah dihasilkan dari berbagai sumber yang memiliki aitivitas berbeda.
Sumber penghasil sampah berkaitan dengan penggunaan lahan dan zonasi
(Tchobanoglous, 1993) yang dibedakan atas sumber sampah yang berasal dari :
1.
Perumahan.
2.
Komersial.
3.
Institusional.
4.
Konstruksi dan pembongkaran (demolition).
5.
Fasilitas umum perkotaan.
Universitas Sumatera Utara
8
6.
Lokasi instalasi pengolahan.
7.
Industri.
8.
Pertanian.
Damanhuri
dan
Padmi
(2010),
mengklasifikasikan
jenis
sampah
berdasarkan sumbernya yang dibedakan atas :
1.
Pemukiman, biasanya berupa rumah atau apartemen. Jenis sampah yang
ditimbulkan antara lain sisa makanan, kertas, kardus, plastik, tekstil, kulit,
sampah kebun, kayu, kaca, logam, barang bekas rumah tangga, limbah
berbahaya dan sebagainya.
2.
Daerah komersial,
yang meliputi pertokoan, rumah makan, pasar,
perkantoran, hotel, dan lain lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain
kertas, kardus, plastik, kayu, sisa makanan, kaca, logam, limbah berbahaya
dan beracun, dan sebagainya.
3.
Institusi, yaitu sekolah, rumah sakit, penjara, pusat pemerintahan. Jenis
sampah yang ditimbulkan sama dengan jenis sampah pada daerah komersial.
4.
Konstruksi dan pembongkaran bangunan, meliputi pembuatan konstruksi
baru, perbaikan jalan, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara
lain kayu, baja, beton, debu.
5.
Fasilitas umum, seperti penyapuan jalan, taman, pantai, tempat rekreasi, dan
lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain rubbish, sampah taman,
ranting, daun.
6.
Pengolah limbah domestik seperti instalasi pengolahan air minum, instalasi
pengolahan air limbah, dan insinerator. Jenis sampah yang ditimbulkan antara
lain lumpur hasil pengolahan, debu.
Universitas Sumatera Utara
9
7.
Kawasan industri, menghasilkan sampah sisa proses produksi.
8.
Pertanian, menghasilkan jenis sampah sisa makanan busuk, sisa pertanian.
Sumber sampah yang berasal dari perumahan atau rumah tangga
(Darmasetiawan, 2004) dibagi atas :
1.
Perumahan masyarakat berpenghasilan tinggi (high income).
2.
Perumahan masyarakat berpenghasilan menengah (middle income).
3.
Perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (low income).
Pada penelitian ini, penentuan lokasi sampling perumahan dilakukan di
rumah tangga berdasarkan tingkat pendapatannya.
2.3. Klasifikasi Sampah
Klasifikasi sampah yang diolah berdasarkan Undang - Undang Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yaitu :
1.
Sampah rumah tangga yaitu sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari
dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
2.
Sampah sejenis sampah rumah yaitu sampah yang berasal dari kawasan
komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum,
dan/atau fasilitas lainnya.
3.
Sampah spesifik meliputi :
a.
Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.
b.
Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun.
c.
Sampah yang timbul akibat bencana.
d.
Puing bongkaran bangunan.
e.
Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah.
f.
Sampah yang timbul secara tidak periodik.
Universitas Sumatera Utara
10
Bahar (1986) mengklasifikasikan sampah menurut jenis nya yaitu :
1.
Garbage (sampah basah) yaitu sampah yang berasal dari sisa masakan, atau
sisa makanan yang telah membusuk tetapi masih dapat digunakan organisme
lain sebagai sumber makanan.
2.
Rubbish (sampah kering) yaitu sampah sisa pengolahan yang tidak mudah
membusuk. Sampah kering dibedakan atas sampah yang tidak mudah
membusuk tetapi mudah terbakar dan sampah yang tidak mudah membusuk
tetapi mudah terbakar.
3.
Asher dan cinder yaitu berbagai jenis abu dan arang dari sisa pembakaran.
4.
Dead animal yaitu sampah dari bangkai hewan.
5.
Sreet sweeping yaitu sampah yang berserakan di sepanjang jalan.
6.
Industrial waste yaitu sampah berasal dari kegiatan industri.
Penggolongan sampah di negara industri (Damanhuri et al, 2010) yaitu :
1.
Sampah organik mudah busuk (garbage) : sampah sisa dapur, sisa makanan,
sampah sisa sayur, dan kulit buah - buahan.
2.
Sampah organik tak rnembusuk (rubbish) : mudah terbakar (combustible)
seperti kertas, karton, plastik dan tidak mudah terbakar (non - combustible)
seperti logam, kaleng, gelas.
3.
Sampah sisa abu pembakaran penghangat rumah (ashes).
4.
Sampah bangkai binatang (dead animal).
5.
Sampah sapuan jalan (street sweeping) : kemasan sisa makananan, dan kertas.
6.
Sampah buangan sisa konstruksi (demolition waste), dsb.
Secara umum klasifikasi sampah seperti diuraikan pada Gambar 2.1.
berikut.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
12
Sampah dapat dikelompokkan menurut komposisinya yang dinyatakan
sebagai persentase berat (berat basah) atau persentase volume (basah) dari kertas,
kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca, kain, makanan, dan lain - lain. Komposisi
sampah domestik secara umum seperti diuraikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi Sampah Domestik
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kategori Sampah
Kertas dan bahan-bahan kertas
Kayu/produk dari kayu
Plastik, kulit, dan produk karet
Kain dan produk tekstil
Gelas
Logam
Bahan batu, pasir
Sampah organic
% Berat
32,98
0,38
6,84
6,36
16,06
10,74
0,26
26,38
% Volume
62,61
0,15
9,06
5,1
5,31
9,12
0,07
8,58
Sumber : Damanhuri, 2010
Sampah organik merupakan pengertian umum untuk menggambarkan
komponen sampah yang mudah terdekomposisi (biodegradable), terutama yang
berasal dari sisa makanan. Sampah yang mudah membusuk (garbage) adalah
sampah yang dengan mudah terdekomposisi karena aktivitas mikroorganisme.
Pembusukan sampah ini dapat menghasilkan bau tidak enak, seperti ammoniak
dan asam-asam volatil lainnya, maupun gas metan dan sejenisnya, yang dapat
membahayakan keselamatan. Sampah kelompok ini kadang dikenal sebagai
sampah basah, atau juga dikenal sebagai sampah organik. Kelompok sampah
organik berpotensi untuk diproses dengan bantuan mikroorganisme, misalnya
dalam pengomposan atau gasifikasi (Damanhuri, 2010). Sampah organik terdiri
dari penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau sebagian besar
dihasilkan dari rumah tangga atau kegiatan pertanian dan perikanan. Jenis sampah
organik yaitu selain sisa makanan yaitu kulit buah, sayuran dan daun (Suprihatin
et al, 1996)
Universitas Sumatera Utara
13
Sampah yang komponennya tidak mudah membusuk (non - biodegradable)
atau lebih sering disebut sebagai sampah kering (rubbish). Komponen sampah
kering (rubbish) terdiri dari sampah yang mudah terbakar (combustible) seperti
kertas, karton, plastik, kain, dan tidak mudah terbakar (non-combustible) seperti
logam, kaleng, gelas. Sampah kering sebaiknya didaur ulang dan jika tidak dapat
dimanfaatkan kembali diperlukan proses lain untuk memusnahkannya, seperti
pembakaran. Jenis sampah tersebut dikelompokkan sebagai sampah non organik
(Damanhuri, 2010). Berdasarkan asalnya, jenis sampah kertas, koran, dan karton
merupakan sampah organik. Namun karena jenis sampah tersebut dapat didaur
ulang sebagaimana jenis sampah non organik lainnya (gelas, kaleng, kaca) maka
dikelompokkan pada jenis sampah non organik (Suprihatin et al, 1996).
Pada penelitian ini, komposisi sampah yang akan diteliti adalah :
1.
Jenis sampah yang mudah membusuk (garbage) atau sampah basah yang
terdiri dari sisa makanan, sisa sayuran, kulit buah, dan daun.
2.
Jenis sampah yang tidak membusuk (rubbish) atau sampah kering yang terdiri
dari kertas, karton, kain, plastik, kaca, logam, kaleng, dan material lainnya
yang tidak terurai oleh mikroorganisme.
Komposisi sampah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1.
Cuaca, mempengaruhi kandungan air tinggi sehingga kelembaban sampah
juga akan cukup tinggi.
2.
Frekuensi pengumpulan, semakin sering sampah dikumpulkan maka semakin
tinggi tumpukan sampah terbentuk. Sampah organik akan berkurang karena
membusuk, dan sampah yang sulit terdegradasi akan bertambah.
Universitas Sumatera Utara
14
3.
Musim, pola komsumsi makanan menurut musim akan menambah jumlah
sampah (misalnya musim buah - buahan).
4.
Tingkat sosial ekonomi, daerah ekonomi tinggi pada umumnya menghasilkan
sampah yang terdiri atas bahan kaleng, kertas, dan sebagainya
5.
Pendapatan per kapita, masyarakat dari tingkat ekonomi rendah akan
menghasilkan total sampah yang lebih sedikit dan homogen dibanding tingkat
ekonomi lebih tinggi.
6.
Kemasan produk, mempengaruhi jenis kemasan yang digunakan misalnya
plastik namun di negara maju cenderung menggunakan kertas.
Selain berdasarkan komposisinya, sampah juga dibedakan atas karakteristik
nya. Klasifikasi sampah secara karakteristik merupakan jenis sampah berdasarkan
komponen penyusun secara kimia (Damanhuri, 2010) yang dibedakan atas :
1.
Karakteristik fisika : yang paling penting adalah densitas, kadar air, kadar
volatil, kadar abu, nilai\kalor dan distribusi ukuran.
2.
Karakteristik kimia : khususnya yang menggambarkan susunan kimia sampah
tersebut yang terdiri dari unsur C, N, O, P, H, S, dsb. Contoh karakteristik
sampah diuraikan pada Tabel 2.2.
Tabel. 2.2. Karakteristik Sampah Kota Bandung Tahun 1988
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Parameter
Kadar air (% berat basah)
pH
Materi organik (% berat basah)
Karbon (% berat kering)
Nitrogen (% berat kering)
Posfor (% berat kering)
Kadar abu (% berat kering)
Nilai kalor ( kkal/kg)
Persentase
64,27
6,27
44,70
44,70
1,56
0,241
23,09
1197
Sumber : Damanhuri, 2010
Universitas Sumatera Utara
15
Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) disebut juga
sebagai limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena
sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat merusak dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau
membahayakan. Sampah atau limbah bahan berbahaya dan beracun bersifat
akumulatif dan sangat berdampak negatif karena dampak yang dihasilkan akan
berantai mulai dari proses pengangkutan bahan dalam siklus rantai makanan.
Dampak yang ditimbulkan oleh limbah B3 yang dibuang langsung ke lingkungan
sangat besar dan dapat bersifat akumulatif, sehingga dampak tersebut akan
berantai mengikuti proses pengangkutan (sirkulasi) bahan dan jaring-jaring rantai
makanan (Setiyono, 2001).
Karakteristik sampah yang mengandung bahan berbahaya beracun yang
telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun adalah mudah meledak,
mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif, beracun. Oleh karena itu dalam
pengelolaannya harus dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan
didukung dengan penetapan dan pengawasan regulasi yang benar.
Data timbulan sampah, komposisi dan karakteristik sampah digunakan
sebagai dasar perencanaan dan perancangan sistem pengelolaan sampah. Jumlah
timbulan sampah berhubungan pada peralatan pengumpulan dan pengangkutan
sampah, prasarana daur ulang dan lokasi tempat pembuangan sementara dan
tempat pembuangan akhir sampah. Komposisi dan karakteristik sampah
diperlukan untuk pemanfaatan kembali sampah sebagai energi, serta untuk
perencanaan fasilitas pembuangan akhir (Damanhuri dan Padmi, 2010).
Universitas Sumatera Utara
16
2.5. Timbulan Sampah
Timbulan sampah adalah sejumlah sampah yang dihasilkan oleh suatu
aktifitas pada kurun waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan berat (kilogram)
gravimetri atau volume (liter) volumetri (Tchobanoglous, 1993). Besaran
timbulan sampah secara nyata diperoleh dari hasil pengukuran pada sumber
sampah melalui sampling representatif. Tata cara pengukuran timbulan sampah
berpedoman pada SNI 19 - 3964 - 1994 mengenai Metode Pengambilan dan
Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Besaran
timbulan sampah menurut sumber nya berdasarkan hasil penelitian sebelumnya
seperti pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Sumbernya
No.
Sumber sampah
1. Rumah permanen
2. Rumah semi permanen
3. Rumah non-permanen
4. Kantor
5. Toko/ruko
6. Sekolah
7. Jalan arteri sekunder
8. Jalan kolektor sekunder
9. Jalan lokal
10. Pasar
Sumber : Damanhuri, 2010
Satuan
/orang/hari
/orang/hari
/orang/hari
/pegawai/hari
/petugas/hari
/murid/hari
/m/hari
/m/hari
/m/hari
/m2/hari
Volume
(liter)
2,25 - 2,50
2,00 - 2,25
1,75 - 2,00
0,50 - 0,75
2,50 - 3,00
0,10 - 0,15
0,10 - 0,15
0,10 - 0,15
0,05 - 0,10
0,20 - 0,60
Berat
(kg)
0,350 - 0,400
0,300 - 0,350
0,250 - 0,300
0,025 - 0,100
0,150 - 0,350
0,010 - 0,020
0,020 - 0,100
0,010 - 0,050
0,005 - 0,025
0,100 - 0,300
SNI M 36 - 1991 - 03 mengenai Spesifikasi Timbulan Sampah untuk Kota
Kecil dan Sedang di Indonesia, bila pengamatan lapangan belum tersedia, maka
untuk menghitung besaran timbulan sampah dapat menggunakan nilai timbulan
sampah berdasarkan klasifikasi kota yaitu (Damanhuri, 2010) :
1.
Satuan timbulan sampah kota besar yaitu 2 - 2,5 liter/orang/hari, atau 0,4 - 0,5
kg/orang/hari.
Universitas Sumatera Utara
17
2.
Satuan timbulan sampah kota sedang/kecil yaitu 1,5 - 2 liter/orang/hari, atau
0,3 - 0,4 kg/orang/hari.
Prediksi timbulan sampah untuk beberapa tahun mendatang dapat
menggunakan metode sebagaimana diatur pada SNI M 36 - 1991 - 03, yaitu
menggunakan persamaan :
=
(1 +
)
(1)
= Timbulan sampah pada n tahun mendatang
= Timbulan sampah pada awal perhitungan
= Peningkatan/pertumbuhan kota
n
= Tahun prediksi peningkatan sampah
=
/
[
]
(2)
= Peningkatan/pertumbuhan kota
= Laju pertumbuhan sektor industri
= Laju pertumbuhan sektor pertanian
= Laju peningkatan pendapatan per kapita
p
= Laju pertumbuhan penduduk
2.6. Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah merupakan rangkaian proses yang berupaya untuk
mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis dan mengolah
sampah agar menjadi material yang tidak membahayakan mahkluk hidup. Metode
pengelolaan sampah yang berkembang di Indonesia merupakan sistem yang
menerapkan reduce - reuse - recycle (3R). Strategi manajemen pengelolaan
sampah dilaksanakan menurut urutan hierarki yang tertinggi sampai kebawah
yaitu pencegahan, pengurangan sampah, penggunaan kembali, daur ulang,
penghematan energi dan pembuangan sampah. Tujuan utama hierarki strategi
Universitas Sumatera Utara
18
manajemen sampah adalah menghasilkan sampah sesedikit mungkin dari
pemanfaatan produk, karena pencegahan sampah merupakan titik awal
pengelolaan sampah. Beberapa ahli menambahkan komponen rethink sehingga
menjadi 4R. Rethink merupakan mengimplikasikan bahwa sistem manajemen
persampahan akan lebih efektif jika manusia merubah persepsi terhadap sampah.
Sampah seharusnya menjadi material yang harus dikelola agar dapat bersahabat
bagi manusia sehingga tidak menjadi dampak negatif yang selama ini menjadi
permasalahan (Arifin, 2011).
Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2008 mendefenisikan pengelolaan
sampah sebagai kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan
yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan
serta menjadikan sampah sebagai sumber daya yang dilaksanakan dengan metode
yang berwawasan lingkungan. Pengelolaan sampah saat ini memandang sampah
sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan,
misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri.
Pendekatan pengelolaan sampah dimulai dari hulu yaitu sebelum dihasilkan suatu
produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir yaitu produk sudah
digunakan sehingga menjadi sampah. Selanjutnya sampah akan dikembalikan ke
media lingkungan secara aman. Pengurangan sampah menggunakan bahan yang
dapat didaur ulang atau mudah terurai yang meliputi kegiatan pembatasan,
penggunaan kembali, dan pendauran ulang.
Kegiatan penanganan sampah dilakukan melalui tahapan :
1.
Pemilahan yaitu pengelompokan sampah berdasarkan jenis, jumlah, dan sifat.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
20
Pengelolaan sampah secara 3R tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Reduce yaitu upaya untuk mengurangi timbulan sampah di lingkungan
sumber yang dilakukan sebelum sampah dihasilkan. Reduksi sampah
dilakukan dengan cara mengubah pola hidup konsumtif yang boros
menghasilkan banyak sampah menjadi hemat dan sedikit sampah. Proses
pemilahan sampah ini merupakan cara yang efektif untuk membantu
meningkatkan kinerja fasilitas dalam suatu pengelolaan sampah.
2.
Reuse yaitu menggunakan kembali bahan atau material agar tidak menjadi
sampah tanpa melalui proses pengolahan. Contohnya seperti menggunakan
kertas bolak balik, menggunakan kembali botol bekas minuman untuk tempat
air, mengisi kaleng susu dengan susu isi ulang, dan lain-lain. Dengan
demikian, Reuse akan memperpanjang usia penggunaan barang melalui
perawatan dan pemanfaatan kembali barang secara langsung.
3.
Recycle yaitu mendaur ulang sampah menjadi bahan lain setelah melalui
proses pengolahan sehinggga bermanfaat. Pengolahan daur ulang sampah
menjadi produk baru dengan menggunakan sampah non organik.
Sistem pengelolaan sampah adalah pengaturan yang berhubungan dengan
pengendalian timbulan sampah, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan dan
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan sampah dengan cara yang merujuk
pada dasar-dasar yang terbaik mengenai kesehatan masyarakat, ekonomi teknik,
konservasi, estetika dan pertimbangan lingkungan yang lain dan juga tanggap
terhadap perilaku massa. Pengelolaan persampahan mempunyai tujuan yang
sangat mendasar yang meliputi meningkatkan kesehatan lingkungan dan
masyarakat, melindungi sumber daya alam (air), melindungi fasilitas sosial
Universitas Sumatera Utara
21
ekonomi dan menunjang sektor strategis (Rahardyan et al, 2005). Sistem
pengelolaan sampah perkotaan pada dasarnya dilihat sebagai komponen komponen sub sistem yang saling mendukung satu sama lain untuk mencapai
tujuan yaitu kota yang bersih, sehat dan teratur (Syafrudin et al, 2001).
Komponen pengelolaan sampah meliputi :
1.
Aspek teknis operasional, merupakan rangkaian kegiatan yang terpadu yang
dimulai dari sumber sampah yaitu pemilahan sampah, pewadahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir sampah.
2.
Aspek organisasi dan manajemen, yaitu merupakan suatu kegiatan yang multi
disiplin yang bertumpu pada prinsip teknik dan manajemen yang menyangkut
aspek-aspek ekonomi, sosial budaya dan kondisi fisik wilayah kota dan
memperhatikan pihak yang dilayani yaitu masyarakat kota. Kelembagaan
pengelola sampah disesuaikan dengan kategori kota (Syafrudin, 2001) yaitu :
a.
Kota raya dan kota besar (jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 jiwa),
lembaga pengelola sampah yang dianjurkan berupa perusahaan daerah
atau dinas tersendiri.
b.
Kota sedang 1 dengan jumlah penduduk 250.000 jiwa - 500.000 jiwa atau
ibu kota propinsi adalah dinas tersendiri.
c.
Kota sedang 2 dengan jumlah penduduk 100.000 jiwa - 250.000 jiwa atau
kota/kotif berupa dinas/suku dinas atau UPTD dinas pekerjaan umum
atau seksi pada dinas pekerjaan umum.
d.
Kota kecil dengan jumlah penduduk 20.000 jiwa - 100.000 jiwa berupa
UPTD dinas pekerjaan umum atau seksi pada dinas pekerjaan umum
3.
Aspek hukum, merupakan suatu aturan pelaksanaan dalam proses
pengelolaan sampah. Berdasarkan pada Undang - Undang Nomor 18 Tahun
2008 tentang pengelolaan sampah bahwa peraturan yang diperlukan untuk
penyelenggaraan sampah adalah :
Universitas Sumatera Utara
22
a.
Hak dan kewajiban dalam pengelolaan sampah.
b.
Penyediaan fasilitas pemilahan sampah.
c.
Izin usaha pengelolaan sampah.
d.
Pengurangan dan penanganan sampah.
e.
Insentif dan disentif.
f.
Pengelolaan sampah rumah tangga, sampah sejenis rumah tangga, dan
sampah spesifik.
4.
g.
Pembiayaan pengelolaan sampah.
h.
Kemitraan dengan badan usaha pengelolaan sampah.
i.
Peran masyarakat dalam pengelolaan sampah.
j.
Larangan, pengawasan, sanksi administratif, dan penyelesaian sengketa.
Aspek pembiayaan, yaitu lebih diarahkan pada pembiayaan sendiri termasuk
membentuk perusahaan daerah. Besaran retribusi sampah adalah 1 % dari
penghasilan per rumah tangga. Dengan demikianbesaran retribusi sampah
bervariasi sesuai tingkat pendapatan, makin tinggi pendapatan suatu rumah
tangga maka makin besar retribusi yang harus mereka bayarkan karena makin
tinggi tingkat ekonomi seseorang makin besar sampah yang mereka hasilkan
(Syfaruddin et al, 2001).
5.
Aspek peran serta masyarakat yaitu adalah membiasakan masyarakat untuk
berperilaku sesuai dengan program persampahan yaitu merubah persepsi
masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang tertib, lancar dan merata,
merubah kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan sampah yang kurang baik
dan faktor-faktor soasial, struktur dan budaya setempat.
Universitas Sumatera Utara
23
2.7. Metode Pengolahan Sampah
Konsep pengelolaan sampah pada dasarnya ditentukan berdasarkan
komposisi dan karakteristik timbulan sampah sehingga dapat diterapkan proses
pengolahan yang efektif. Pengelolaan sampah organik menerapkan efisiensi waktu
dalam proses pengumpulan, pembuangan, maupun pengangkutannya. Pada proses
pengolahan sampah organik secara pengomposan atau gasifikasi akan
menggunakan bantuan mikroorganisme sebagai dekomposer. Pengelolaan sampah
kering non organik sebaiknya melalui daur ulang untuk bahan - bahan yang masih
dapat dipergunakan. Apabila bahan sampah tersebut tidak diperlukan lagi maka
dilakukan proses pembakaran. Pada proses pembakaran diperlukan penanganan
yang serius karena berpotensi sumber pencemaran udara (Damanhuri dan Padmi,
2010). Metode pengolahan sampah antara lain :
1.
Sanitary landfill
Sanitary landfill berarti pembuangan akhir sampah di area terbuka skala
besar secara sehat atau saniter. Sehat yaitu tempat pembuangan dirancang untuk
sedapat mungkin tidak mencemari lingkungan, misalnya memberi lapisan kedap
air pada dasar landfill, membuat saluran air lindi, pemipaan gas dan penutupan
dengan lapisan tanah secara reguler. Pada sanitary Sanitary Landfill akan terjadi
proses dekomposisi sampah yamenghasilkan gas yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber bahan bakar (Wahyono, 2001).
2.
Pengomposan
Pengomposan merupakan metode pengolahan sampah organik yang mudah
membusuk. Metode pengomposan secara umum dan sering dilakukan adalah
menggunakan oksigen dalam prosesnya (aerobik). Kompos yang dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
24
higienis karena tidak berbau, waktu lebih cepat, temperatur tinggi sehingga dapat
membunuh bakteri patogen dan telur lalat. Dengan demikian pengomposan akan
mengurangi sampah dan menghasilkan bahan bermanfaat seperti pupuk. Proses
pemilahan sampah menjadi
perhatian, khususnya
antara sampah
yang
biodegradabel dengan bagian sampah yang non-degradabel, dan juga antara
sampah biodegradabel yang mudah terdegradasi untuk menjadi bahan kompos
Selain pengomposan secara aerobik terdapat juga pengomposan secara anerobik
yaitu dilakukan di dalam tanah dilapisi dengan penutup plastik sehingga oksigen
tidak bisa masuk. Proses pengkomposan secara anaerobik lebih lama daripada
aerobik. Terdapat juga pengkomposan cara vermicomposting yaitu menggunakan
cacing sebagai organisme biologis pengurai sampah. Cacing yang digunakan yaitu
jenis Lumbricus rubellus yang selanjutnya diternakan di dalam media sampah
selama satu bulan lebih sebelum kompos dapat dipanen (Sahwan dan Wahyono,
2002).
3.
Incinerasi
Pengelolaan sampah yang menggunakan unit incenerator untuk membakar
sampah. Incenerator digunakan sebagai pembakar sampah sampai habis sehingga
panas yang timbul terbuang. Incenerator juga dapat memanfaatkan panas hasil
pembakaran sampah untuk dikonversikan ke tenaga listrik atau produksi uap. Gas
hasil pembakaran adalah karbondiokasida beserta gas lainnya akan terlepas ke
udara, sedangkan abunya dibuang ke TPA atau dicampur dengan bahan lainnya
sehingga menjadi produk berguna. Pengolahan incinerasi yang maksimal akan
menghasilkan residu yang sangat kecil dan emisi gas berbahaya dapat dicegah.
Desain incinerator yang tidak sempurna akan menyebabkan terjadinya polusi
Universitas Sumatera Utara
25
udara oleh gas buangnya dan polusi tanah dan air oleh pembuangan residunya
(Bagus, 2002). Berbeda dengan recycle dan pengomposan yang hanya bisa
dilakukan terhadap sampah anorganik atau organik saja, incenerator dapat
dilakukan terhadap kedua jenis sampah tersebut, kecuali anorganik yang bersifat
logam dan kaca, karena itu pula penurunan jumlah sampah di TPA dengan
incinerator cukup signifikan (Surjandri et al, 2009).
2.8. Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Persampahan
Pemerintah telah mengatur pengelolaan persampahan dengan menetapkan
Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah dimana diatur
mengenai tugas dan wewenang pengelolaan sampah rumah tangga, sejenis rumah
tangga dan sampah spesifik.
Namun regulasi yang telah ditetapkan bukan
merupakan indikator bahwa permasalahan sampah telah selesai. Masyarakat
sebagai sumber sampah juga harus terlibat dalam pengelolaan sampah. Perilaku
dan kesadaran masyarakat akan penanganan sampah telah melaksanakan
pengelolaan sampah dimulai dari sumbernya, hal ini juga harus didukung
pengetahuan
masyarakat
tentang
penanganan
sampah.
Artinya
perilaku
masyarakat perlu juga menjadi tolak ukur keberhasilan dalam mengelola sampah
dan untuk mengubah juga membutuhkan waktu panjang. Masyarakat masih tidak
memanfaatkan fasilitas tempat pembuangan sampah yang telah disediakan,
bahkan banyak yang membuang sampah langsung ke sungai atau ke parit-parit.
Masyarakat tidak melakukan pemilahan sampah organik dan organik sehingga
para petugas kebersihan kesulitan dan menyebabkan waktu yang lama untuk
pengolahan. Hal ini menunjukkan akan tingkat perilaku masyarakat yang masih
rendah merupakan indikasi
kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang
Universitas Sumatera Utara
26
pengelolaan sampah, mulai dari rendahnya kesadaran untuk mengurangi sampah,
memanfaatkan kembali suatu barang, memilih produk isi ulang, membuang
sampah pada tempatnya sampai dengan melakukan pemilahan sampah organik
non organik (Mulyadi et al, 2010)
Survei yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup tentang perilaku
masyarakat peduli lingkungan diketahui bahwa 76,1 % rumah tangga tidak pernah
melakukan pemilahan sampah, sedangkan yang selalu melakukan pemilahan
hanya 5,8 %. Pemilahan sampah merupakan tindakan awal untuk daur ulang
sampah baik untuk kegiatan pengomposan maupun daur ulang menjadi produk
baru. Perilaku masyarakat di perkotaan yaitu lebih sering membuang sampah
untuk diangkut oleh petugas kebersihan ke TPS/TPS yaitu 63,9 % tanpa
melakukan pengolahan lebih dulu. Sedangkan bagi masyarakat desa 54,1 % lebih
banyak membakar sampah. Perbedaan penanganan sampah ini disebabkan
ketersediaan lahan dan kurangnya kesadaran serta pengetahuan masyarakat
terhadap dampak membakar sampah (KLH, 2013).
Tabel 2.4. Perilaku Rumah Tangga untuk Membuang Sampah
Kota
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Perilaku
Membuang Sampah
Didaur ulang
Dibuat kompos/pupuk
Diangkut /dibuang ke TPA/TPS
Ditimbun
Dibakar
Dibuang ke kali/got
Dibuang ke laut
Dibuang ke kebun/hutan/
pekarangan/dll
TOTAL
Sumber : KLH, 2013
Desa
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
21
37
2.095
47
814
173
48
0,6
1,1
63,9
1,4
24,8
5,3
1,5
6
29
573
94
1.499
388
48
0,2
1
20,7
3,4
54,1
14
1,7
41
1,3
135
4,9
3.276
100,0
2.772
100,0
Universitas Sumatera Utara
27
2.9. Dampak Sampah Terhadap Manusia dan Lingkungan
Berkaitan dengan dampak negatif yang timbulan sampah maka manusia
sebagai makhluk yang berakal dan berbudi akan sedapat mungkin menghindari
dampak yang merugikan itu. Berbagai cara akan dilakukan melalui program dan
kegiatan yang efektif, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Secara umum,
dampak negatif sampah bagi manusia antara lain :
1.
Sumber penyakit
Proses pengelolaan sampah yang dimulai dari kegiatan penampungan atau
pewadahan
sampah,
pengumpulan
sampah,
pengangkutan
sampah,
dan
pengolahan sampah masih menimbulkan dampak kesehatan yang merugikan.
Pewadahan single system yang tidak melakukan pemilahan dan tidak dibungkus
lebih dahulu akan menyebabkan pembusukan pada bak sampah dan menghasilkan
bau busuk. Selain itu, tempat sampah tersebut tidak memiliki penutup, dan
lembab, ini menyebabkan lalat, nyamuk, maupun kecoa menjadikannya sebagai
sarang. Pembiakan vektor-vektor ini maka akan mempermudah penularan
penyakit yang lebih banyak seperti penyakit tipus, malaria, demam berdarah,
kolera, disentri, dan lain sebagainya, sehingga manusia menjadi tidak sehat
apabila sampah terabaikan. Keterbatasan alat angkut sampah juga menyebabkan
masalah kesehatan disebabkan sampah semakin bertumpuk setiap harinya
sehingga menjadi sumber penyakit. Disamping itu juga, kesehatan para petugas
kebersihan seharusnya juga menjadi perhatian. Para petugas tanpa perlengkapan
kesehatan akan rentan terkena penyakit akibat aktivitas pemilahan, pengumpulan
dan pengangkutan sampah (Sugema dan Hamidy, 2013).
Universitas Sumatera Utara
28
2.
Pencemaran udara
Sampah yang tidak tertutup dan terdiri dari sisa makanan, sayuran, bangkai
binatang dapat menebarkan bau busuk, sehingga bila terhisap akan menimbulkan
gangguan pada pernapasan dan manusia menjadi tidak merasa nyaman dan leluasa
untuk menghirup udara bebas. Proses pengolahan sampah di TPA secara
penumpukan akan menimbulkan bau busuk. Demkian juga halnya asap hasil
pembakaran sampah yang bersumber dari insenerator.
3.
Pencemaran air dan tanah
Pencemaran air ini bersumber dari buangan air lindi (leachate), yaitu cairan
yang dikeluarkan dari sampah akibat proses degradasi biologis. Air lindi sampah
mengandung berbagai senyawa kimia seperti lain, nitrit, nitrat, ammonia, kalsium,
kalium, magnesium, kesadahan, klorida, sulfat, BOD, COD, pH dan mikrobiologi
(total koliform) kosentrasinya sangat tinggi. Air lindi kemudian masuk ke badan
sungai untuk digunakan masyarakat sehari-hari. Masyarakat pengguna air sungai
mengalami keluhan berupa gatal -gatal, kulit menjadi merah, kulit panas, mata
merah, mata terasa gatal dan panas (Harahap et al, 2013).
4.
Global Warming Potential (GWP)
Sistem landfilling merupakan pengelolaan sampah yang paling mencemari
dan merupakan kontributor utama terjadinya pemanasan global dan asidifikasi.
Potensi pencemaran tersebut berasal dari proses degradasi sampah yang
menghasilkan emisi CH4 secara langsung. Gasifikasi adalah metode pengolahan
sampah yang dimana terjadi perubahan sampah padat (biomassa) menjadi gas
produser (CO, H2, CO2, HC, dan CH4) secara termokimia. Gas CO2 dan CH4
merupakan gas rumah kaca yang berpotensi sebagai kontributor pada pemanasan
Universitas Sumatera Utara
29
global. Disamping itu juga, metode gasifikasi berpotensi berkontribusi terjadinya
hujan asam. Kota Surabaya memanfaatkan emisi GRK pada TPA Benowo untuk
dijadikan sumber daya yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Sampah dengan metode
gasifikasi (Nikmah dan Warmadewanthi, 2013).
5.
Menimbulkan banjir
Sampah yang dibuang pada pada saluran air seperti sungai, got, dan saluran
air lainnya maka akan menghalangi aliran air tersebut sehingga pada musim hujan
dapat menimbulkan banjir karena saluran air tertutup oleh banyaknya tumpukan
sampah tersebut.
6.
Merusak keindahan kota.
Kota yang bersih tentu akan indah karena semuanya tertata dengan baik.
Sampah yang dibuang pada sembarang tempat atau sistem pembuangan yang
tidak teratur akan merusak keindahan kota dan estetika lingkungan.
7.
Bahaya kebakaran.
Sampah berupa benda yang dapat memicu timbulnya api seperti tabung gas
dan bahan buangan lainnya yang mudah meledak dan terbakar, yang dibuang
dekat pemukiman penduduk, karena kelalaian manusia dapat menimbulkan
kebakaran.
2.10. Kerangka Berpikir
Penelitian dilakukan berawal dari rumusan masalah adanya sampah yang
dihasilkan dari kegiatan sehari-hari rumah tangga maupun non rumah tangga.
Pertambahan jumlah penduduk yang diiringi konsumsi masyarakat akan produkproduk kemasan semakin menambah sampah dalam kurun waktu tertentu. Sarana
dan prasarana sampah seperti Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) yang
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
31
2.11. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah pernyataan atau jawaban tentatif atas suatu permasalahan.
Hipotesis dapat diverifikasi setelah diuji secara empiris. Tujuan pengujian
hipotesis adalah untuk mengetahui kebenaran dan ketidakbenaran atau menerima
atau menolak jawaban tentatif (Silalahi, 2012).
Tujuan untuk merumuskan kebijakan pengelolaan sampah khususnya di
Kabupaten Nias Barat
tidak terlepas dari faktor demografi perilaku serta
pengetahuan masyarakat. Variabel demografi yang terdiri dari pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, umur dan jenis kelamin akan mempengaruhi perilaku
masyarakat untuk menerapkan sistem pengelolaan sampah yang berwawasan
lingkungan. Perilaku dan pengetahuan masyarakat akan mendukung pemerintah
daerah untuk dapat merumuskan suatu kebijakan sistem pengelolaan sampah yang
dapat diterapkan di Kabupaten Nias Barat.
Oleh karena itu hipotesis penelitian adalah bahwa sistem demografi yang
terdiri dari variabel pendidikan, pekerjaan, pendapatan, umur dan jenis kelamin
adalah ada hubungannya terhadap perilaku dan pengetahuan masyarakat dalam
pengelolaan sampah.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Sampah
Secara sederhana sampah diartikan sebagai padatan yang sudah tidak
terpakai lagi dan dibuang. Sampah dapat berasal dari kegiatan kita sehari-hari atau
berasal dari industri, tempat-tempat komersial, pasar, taman dan kebun.
Penumpukan meterial sampah organik dan non organik akan menyebabkan
pencemaran air dan tanah serta menyebarkan bibit penyakit patogen yang
membahayakan kesehatan manusia (Wahyono, 2001). Sampah adalah sisa - sisa
bahan yang telah mengalami perlakuan, baik karena telah diambil bagian
utamanya atau karena pengolahan, dan sudah tidak bermanfaat, sedangkan bila
ditinjau dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan
kelestariannya (Hadiwiyoto, 1983).
Pengertian sampah menurut American Public Health Association (APHA)
yaitu sesuatu yang tidak dapat digunakan dan dibuang yang berasal dari aktifitas
manusia. Menurut World Health Organization (WHO), sampah adalah sesuatu
yang tidak dapat digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang
dibuang yang berasal dari aktifitas manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya
(Dainur, 1995).
Pengertian sampah menurut Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2008 yaitu
sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Pengertian lain yaitu sampah merupakan sisa bahan yang telah mengalami
perlakuan, baik telah diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan
6
Universitas Sumatera Utara
7
sudah tidak bermanfaat, dari segi ekonomi sudah tidak ada harganya serta dari
segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian alam.
Beragamnya pengertian tentang sampah selalu menempatkan sampah
sebagai limbah tanpa adanya komitmen pengelolaan. Badan Standarisasi Nasional
(BSN) menyusun tata cara operasional sampah perkotaan melalui SNI 19 - 2454 2002 yang menyatakan bahwa sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri
dari bahan organik dan bahan non organik yang dianggap tidak berguna dan harus
dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi
pembangunan (BSN, 2002).
Berdasarkan beragam pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa :
1.
Sampah merupakan dampak kehidupan alami dan aktivitas manusia.
2.
Sampah organik dan non organik membutuhkan pengelolaan yang tepat
karena menyebabkan gangguan kesehatan dan pencemaran lingkungan.
3.
Sampah dapat dikelola kembali menjadi bahan yang ekonomis jika dilakukan
secara prinsip reduce, reuse, recycle.
2.2. Sumber Sampah
Sampah dihasilkan dari berbagai sumber yang memiliki aitivitas berbeda.
Sumber penghasil sampah berkaitan dengan penggunaan lahan dan zonasi
(Tchobanoglous, 1993) yang dibedakan atas sumber sampah yang berasal dari :
1.
Perumahan.
2.
Komersial.
3.
Institusional.
4.
Konstruksi dan pembongkaran (demolition).
5.
Fasilitas umum perkotaan.
Universitas Sumatera Utara
8
6.
Lokasi instalasi pengolahan.
7.
Industri.
8.
Pertanian.
Damanhuri
dan
Padmi
(2010),
mengklasifikasikan
jenis
sampah
berdasarkan sumbernya yang dibedakan atas :
1.
Pemukiman, biasanya berupa rumah atau apartemen. Jenis sampah yang
ditimbulkan antara lain sisa makanan, kertas, kardus, plastik, tekstil, kulit,
sampah kebun, kayu, kaca, logam, barang bekas rumah tangga, limbah
berbahaya dan sebagainya.
2.
Daerah komersial,
yang meliputi pertokoan, rumah makan, pasar,
perkantoran, hotel, dan lain lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain
kertas, kardus, plastik, kayu, sisa makanan, kaca, logam, limbah berbahaya
dan beracun, dan sebagainya.
3.
Institusi, yaitu sekolah, rumah sakit, penjara, pusat pemerintahan. Jenis
sampah yang ditimbulkan sama dengan jenis sampah pada daerah komersial.
4.
Konstruksi dan pembongkaran bangunan, meliputi pembuatan konstruksi
baru, perbaikan jalan, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara
lain kayu, baja, beton, debu.
5.
Fasilitas umum, seperti penyapuan jalan, taman, pantai, tempat rekreasi, dan
lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain rubbish, sampah taman,
ranting, daun.
6.
Pengolah limbah domestik seperti instalasi pengolahan air minum, instalasi
pengolahan air limbah, dan insinerator. Jenis sampah yang ditimbulkan antara
lain lumpur hasil pengolahan, debu.
Universitas Sumatera Utara
9
7.
Kawasan industri, menghasilkan sampah sisa proses produksi.
8.
Pertanian, menghasilkan jenis sampah sisa makanan busuk, sisa pertanian.
Sumber sampah yang berasal dari perumahan atau rumah tangga
(Darmasetiawan, 2004) dibagi atas :
1.
Perumahan masyarakat berpenghasilan tinggi (high income).
2.
Perumahan masyarakat berpenghasilan menengah (middle income).
3.
Perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (low income).
Pada penelitian ini, penentuan lokasi sampling perumahan dilakukan di
rumah tangga berdasarkan tingkat pendapatannya.
2.3. Klasifikasi Sampah
Klasifikasi sampah yang diolah berdasarkan Undang - Undang Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yaitu :
1.
Sampah rumah tangga yaitu sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari
dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
2.
Sampah sejenis sampah rumah yaitu sampah yang berasal dari kawasan
komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum,
dan/atau fasilitas lainnya.
3.
Sampah spesifik meliputi :
a.
Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.
b.
Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun.
c.
Sampah yang timbul akibat bencana.
d.
Puing bongkaran bangunan.
e.
Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah.
f.
Sampah yang timbul secara tidak periodik.
Universitas Sumatera Utara
10
Bahar (1986) mengklasifikasikan sampah menurut jenis nya yaitu :
1.
Garbage (sampah basah) yaitu sampah yang berasal dari sisa masakan, atau
sisa makanan yang telah membusuk tetapi masih dapat digunakan organisme
lain sebagai sumber makanan.
2.
Rubbish (sampah kering) yaitu sampah sisa pengolahan yang tidak mudah
membusuk. Sampah kering dibedakan atas sampah yang tidak mudah
membusuk tetapi mudah terbakar dan sampah yang tidak mudah membusuk
tetapi mudah terbakar.
3.
Asher dan cinder yaitu berbagai jenis abu dan arang dari sisa pembakaran.
4.
Dead animal yaitu sampah dari bangkai hewan.
5.
Sreet sweeping yaitu sampah yang berserakan di sepanjang jalan.
6.
Industrial waste yaitu sampah berasal dari kegiatan industri.
Penggolongan sampah di negara industri (Damanhuri et al, 2010) yaitu :
1.
Sampah organik mudah busuk (garbage) : sampah sisa dapur, sisa makanan,
sampah sisa sayur, dan kulit buah - buahan.
2.
Sampah organik tak rnembusuk (rubbish) : mudah terbakar (combustible)
seperti kertas, karton, plastik dan tidak mudah terbakar (non - combustible)
seperti logam, kaleng, gelas.
3.
Sampah sisa abu pembakaran penghangat rumah (ashes).
4.
Sampah bangkai binatang (dead animal).
5.
Sampah sapuan jalan (street sweeping) : kemasan sisa makananan, dan kertas.
6.
Sampah buangan sisa konstruksi (demolition waste), dsb.
Secara umum klasifikasi sampah seperti diuraikan pada Gambar 2.1.
berikut.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
12
Sampah dapat dikelompokkan menurut komposisinya yang dinyatakan
sebagai persentase berat (berat basah) atau persentase volume (basah) dari kertas,
kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca, kain, makanan, dan lain - lain. Komposisi
sampah domestik secara umum seperti diuraikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi Sampah Domestik
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kategori Sampah
Kertas dan bahan-bahan kertas
Kayu/produk dari kayu
Plastik, kulit, dan produk karet
Kain dan produk tekstil
Gelas
Logam
Bahan batu, pasir
Sampah organic
% Berat
32,98
0,38
6,84
6,36
16,06
10,74
0,26
26,38
% Volume
62,61
0,15
9,06
5,1
5,31
9,12
0,07
8,58
Sumber : Damanhuri, 2010
Sampah organik merupakan pengertian umum untuk menggambarkan
komponen sampah yang mudah terdekomposisi (biodegradable), terutama yang
berasal dari sisa makanan. Sampah yang mudah membusuk (garbage) adalah
sampah yang dengan mudah terdekomposisi karena aktivitas mikroorganisme.
Pembusukan sampah ini dapat menghasilkan bau tidak enak, seperti ammoniak
dan asam-asam volatil lainnya, maupun gas metan dan sejenisnya, yang dapat
membahayakan keselamatan. Sampah kelompok ini kadang dikenal sebagai
sampah basah, atau juga dikenal sebagai sampah organik. Kelompok sampah
organik berpotensi untuk diproses dengan bantuan mikroorganisme, misalnya
dalam pengomposan atau gasifikasi (Damanhuri, 2010). Sampah organik terdiri
dari penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau sebagian besar
dihasilkan dari rumah tangga atau kegiatan pertanian dan perikanan. Jenis sampah
organik yaitu selain sisa makanan yaitu kulit buah, sayuran dan daun (Suprihatin
et al, 1996)
Universitas Sumatera Utara
13
Sampah yang komponennya tidak mudah membusuk (non - biodegradable)
atau lebih sering disebut sebagai sampah kering (rubbish). Komponen sampah
kering (rubbish) terdiri dari sampah yang mudah terbakar (combustible) seperti
kertas, karton, plastik, kain, dan tidak mudah terbakar (non-combustible) seperti
logam, kaleng, gelas. Sampah kering sebaiknya didaur ulang dan jika tidak dapat
dimanfaatkan kembali diperlukan proses lain untuk memusnahkannya, seperti
pembakaran. Jenis sampah tersebut dikelompokkan sebagai sampah non organik
(Damanhuri, 2010). Berdasarkan asalnya, jenis sampah kertas, koran, dan karton
merupakan sampah organik. Namun karena jenis sampah tersebut dapat didaur
ulang sebagaimana jenis sampah non organik lainnya (gelas, kaleng, kaca) maka
dikelompokkan pada jenis sampah non organik (Suprihatin et al, 1996).
Pada penelitian ini, komposisi sampah yang akan diteliti adalah :
1.
Jenis sampah yang mudah membusuk (garbage) atau sampah basah yang
terdiri dari sisa makanan, sisa sayuran, kulit buah, dan daun.
2.
Jenis sampah yang tidak membusuk (rubbish) atau sampah kering yang terdiri
dari kertas, karton, kain, plastik, kaca, logam, kaleng, dan material lainnya
yang tidak terurai oleh mikroorganisme.
Komposisi sampah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1.
Cuaca, mempengaruhi kandungan air tinggi sehingga kelembaban sampah
juga akan cukup tinggi.
2.
Frekuensi pengumpulan, semakin sering sampah dikumpulkan maka semakin
tinggi tumpukan sampah terbentuk. Sampah organik akan berkurang karena
membusuk, dan sampah yang sulit terdegradasi akan bertambah.
Universitas Sumatera Utara
14
3.
Musim, pola komsumsi makanan menurut musim akan menambah jumlah
sampah (misalnya musim buah - buahan).
4.
Tingkat sosial ekonomi, daerah ekonomi tinggi pada umumnya menghasilkan
sampah yang terdiri atas bahan kaleng, kertas, dan sebagainya
5.
Pendapatan per kapita, masyarakat dari tingkat ekonomi rendah akan
menghasilkan total sampah yang lebih sedikit dan homogen dibanding tingkat
ekonomi lebih tinggi.
6.
Kemasan produk, mempengaruhi jenis kemasan yang digunakan misalnya
plastik namun di negara maju cenderung menggunakan kertas.
Selain berdasarkan komposisinya, sampah juga dibedakan atas karakteristik
nya. Klasifikasi sampah secara karakteristik merupakan jenis sampah berdasarkan
komponen penyusun secara kimia (Damanhuri, 2010) yang dibedakan atas :
1.
Karakteristik fisika : yang paling penting adalah densitas, kadar air, kadar
volatil, kadar abu, nilai\kalor dan distribusi ukuran.
2.
Karakteristik kimia : khususnya yang menggambarkan susunan kimia sampah
tersebut yang terdiri dari unsur C, N, O, P, H, S, dsb. Contoh karakteristik
sampah diuraikan pada Tabel 2.2.
Tabel. 2.2. Karakteristik Sampah Kota Bandung Tahun 1988
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Parameter
Kadar air (% berat basah)
pH
Materi organik (% berat basah)
Karbon (% berat kering)
Nitrogen (% berat kering)
Posfor (% berat kering)
Kadar abu (% berat kering)
Nilai kalor ( kkal/kg)
Persentase
64,27
6,27
44,70
44,70
1,56
0,241
23,09
1197
Sumber : Damanhuri, 2010
Universitas Sumatera Utara
15
Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) disebut juga
sebagai limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena
sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat merusak dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau
membahayakan. Sampah atau limbah bahan berbahaya dan beracun bersifat
akumulatif dan sangat berdampak negatif karena dampak yang dihasilkan akan
berantai mulai dari proses pengangkutan bahan dalam siklus rantai makanan.
Dampak yang ditimbulkan oleh limbah B3 yang dibuang langsung ke lingkungan
sangat besar dan dapat bersifat akumulatif, sehingga dampak tersebut akan
berantai mengikuti proses pengangkutan (sirkulasi) bahan dan jaring-jaring rantai
makanan (Setiyono, 2001).
Karakteristik sampah yang mengandung bahan berbahaya beracun yang
telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun adalah mudah meledak,
mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif, beracun. Oleh karena itu dalam
pengelolaannya harus dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan
didukung dengan penetapan dan pengawasan regulasi yang benar.
Data timbulan sampah, komposisi dan karakteristik sampah digunakan
sebagai dasar perencanaan dan perancangan sistem pengelolaan sampah. Jumlah
timbulan sampah berhubungan pada peralatan pengumpulan dan pengangkutan
sampah, prasarana daur ulang dan lokasi tempat pembuangan sementara dan
tempat pembuangan akhir sampah. Komposisi dan karakteristik sampah
diperlukan untuk pemanfaatan kembali sampah sebagai energi, serta untuk
perencanaan fasilitas pembuangan akhir (Damanhuri dan Padmi, 2010).
Universitas Sumatera Utara
16
2.5. Timbulan Sampah
Timbulan sampah adalah sejumlah sampah yang dihasilkan oleh suatu
aktifitas pada kurun waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan berat (kilogram)
gravimetri atau volume (liter) volumetri (Tchobanoglous, 1993). Besaran
timbulan sampah secara nyata diperoleh dari hasil pengukuran pada sumber
sampah melalui sampling representatif. Tata cara pengukuran timbulan sampah
berpedoman pada SNI 19 - 3964 - 1994 mengenai Metode Pengambilan dan
Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Besaran
timbulan sampah menurut sumber nya berdasarkan hasil penelitian sebelumnya
seperti pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Sumbernya
No.
Sumber sampah
1. Rumah permanen
2. Rumah semi permanen
3. Rumah non-permanen
4. Kantor
5. Toko/ruko
6. Sekolah
7. Jalan arteri sekunder
8. Jalan kolektor sekunder
9. Jalan lokal
10. Pasar
Sumber : Damanhuri, 2010
Satuan
/orang/hari
/orang/hari
/orang/hari
/pegawai/hari
/petugas/hari
/murid/hari
/m/hari
/m/hari
/m/hari
/m2/hari
Volume
(liter)
2,25 - 2,50
2,00 - 2,25
1,75 - 2,00
0,50 - 0,75
2,50 - 3,00
0,10 - 0,15
0,10 - 0,15
0,10 - 0,15
0,05 - 0,10
0,20 - 0,60
Berat
(kg)
0,350 - 0,400
0,300 - 0,350
0,250 - 0,300
0,025 - 0,100
0,150 - 0,350
0,010 - 0,020
0,020 - 0,100
0,010 - 0,050
0,005 - 0,025
0,100 - 0,300
SNI M 36 - 1991 - 03 mengenai Spesifikasi Timbulan Sampah untuk Kota
Kecil dan Sedang di Indonesia, bila pengamatan lapangan belum tersedia, maka
untuk menghitung besaran timbulan sampah dapat menggunakan nilai timbulan
sampah berdasarkan klasifikasi kota yaitu (Damanhuri, 2010) :
1.
Satuan timbulan sampah kota besar yaitu 2 - 2,5 liter/orang/hari, atau 0,4 - 0,5
kg/orang/hari.
Universitas Sumatera Utara
17
2.
Satuan timbulan sampah kota sedang/kecil yaitu 1,5 - 2 liter/orang/hari, atau
0,3 - 0,4 kg/orang/hari.
Prediksi timbulan sampah untuk beberapa tahun mendatang dapat
menggunakan metode sebagaimana diatur pada SNI M 36 - 1991 - 03, yaitu
menggunakan persamaan :
=
(1 +
)
(1)
= Timbulan sampah pada n tahun mendatang
= Timbulan sampah pada awal perhitungan
= Peningkatan/pertumbuhan kota
n
= Tahun prediksi peningkatan sampah
=
/
[
]
(2)
= Peningkatan/pertumbuhan kota
= Laju pertumbuhan sektor industri
= Laju pertumbuhan sektor pertanian
= Laju peningkatan pendapatan per kapita
p
= Laju pertumbuhan penduduk
2.6. Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah merupakan rangkaian proses yang berupaya untuk
mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis dan mengolah
sampah agar menjadi material yang tidak membahayakan mahkluk hidup. Metode
pengelolaan sampah yang berkembang di Indonesia merupakan sistem yang
menerapkan reduce - reuse - recycle (3R). Strategi manajemen pengelolaan
sampah dilaksanakan menurut urutan hierarki yang tertinggi sampai kebawah
yaitu pencegahan, pengurangan sampah, penggunaan kembali, daur ulang,
penghematan energi dan pembuangan sampah. Tujuan utama hierarki strategi
Universitas Sumatera Utara
18
manajemen sampah adalah menghasilkan sampah sesedikit mungkin dari
pemanfaatan produk, karena pencegahan sampah merupakan titik awal
pengelolaan sampah. Beberapa ahli menambahkan komponen rethink sehingga
menjadi 4R. Rethink merupakan mengimplikasikan bahwa sistem manajemen
persampahan akan lebih efektif jika manusia merubah persepsi terhadap sampah.
Sampah seharusnya menjadi material yang harus dikelola agar dapat bersahabat
bagi manusia sehingga tidak menjadi dampak negatif yang selama ini menjadi
permasalahan (Arifin, 2011).
Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2008 mendefenisikan pengelolaan
sampah sebagai kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan
yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan
serta menjadikan sampah sebagai sumber daya yang dilaksanakan dengan metode
yang berwawasan lingkungan. Pengelolaan sampah saat ini memandang sampah
sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan,
misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri.
Pendekatan pengelolaan sampah dimulai dari hulu yaitu sebelum dihasilkan suatu
produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir yaitu produk sudah
digunakan sehingga menjadi sampah. Selanjutnya sampah akan dikembalikan ke
media lingkungan secara aman. Pengurangan sampah menggunakan bahan yang
dapat didaur ulang atau mudah terurai yang meliputi kegiatan pembatasan,
penggunaan kembali, dan pendauran ulang.
Kegiatan penanganan sampah dilakukan melalui tahapan :
1.
Pemilahan yaitu pengelompokan sampah berdasarkan jenis, jumlah, dan sifat.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
20
Pengelolaan sampah secara 3R tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Reduce yaitu upaya untuk mengurangi timbulan sampah di lingkungan
sumber yang dilakukan sebelum sampah dihasilkan. Reduksi sampah
dilakukan dengan cara mengubah pola hidup konsumtif yang boros
menghasilkan banyak sampah menjadi hemat dan sedikit sampah. Proses
pemilahan sampah ini merupakan cara yang efektif untuk membantu
meningkatkan kinerja fasilitas dalam suatu pengelolaan sampah.
2.
Reuse yaitu menggunakan kembali bahan atau material agar tidak menjadi
sampah tanpa melalui proses pengolahan. Contohnya seperti menggunakan
kertas bolak balik, menggunakan kembali botol bekas minuman untuk tempat
air, mengisi kaleng susu dengan susu isi ulang, dan lain-lain. Dengan
demikian, Reuse akan memperpanjang usia penggunaan barang melalui
perawatan dan pemanfaatan kembali barang secara langsung.
3.
Recycle yaitu mendaur ulang sampah menjadi bahan lain setelah melalui
proses pengolahan sehinggga bermanfaat. Pengolahan daur ulang sampah
menjadi produk baru dengan menggunakan sampah non organik.
Sistem pengelolaan sampah adalah pengaturan yang berhubungan dengan
pengendalian timbulan sampah, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan dan
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan sampah dengan cara yang merujuk
pada dasar-dasar yang terbaik mengenai kesehatan masyarakat, ekonomi teknik,
konservasi, estetika dan pertimbangan lingkungan yang lain dan juga tanggap
terhadap perilaku massa. Pengelolaan persampahan mempunyai tujuan yang
sangat mendasar yang meliputi meningkatkan kesehatan lingkungan dan
masyarakat, melindungi sumber daya alam (air), melindungi fasilitas sosial
Universitas Sumatera Utara
21
ekonomi dan menunjang sektor strategis (Rahardyan et al, 2005). Sistem
pengelolaan sampah perkotaan pada dasarnya dilihat sebagai komponen komponen sub sistem yang saling mendukung satu sama lain untuk mencapai
tujuan yaitu kota yang bersih, sehat dan teratur (Syafrudin et al, 2001).
Komponen pengelolaan sampah meliputi :
1.
Aspek teknis operasional, merupakan rangkaian kegiatan yang terpadu yang
dimulai dari sumber sampah yaitu pemilahan sampah, pewadahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir sampah.
2.
Aspek organisasi dan manajemen, yaitu merupakan suatu kegiatan yang multi
disiplin yang bertumpu pada prinsip teknik dan manajemen yang menyangkut
aspek-aspek ekonomi, sosial budaya dan kondisi fisik wilayah kota dan
memperhatikan pihak yang dilayani yaitu masyarakat kota. Kelembagaan
pengelola sampah disesuaikan dengan kategori kota (Syafrudin, 2001) yaitu :
a.
Kota raya dan kota besar (jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 jiwa),
lembaga pengelola sampah yang dianjurkan berupa perusahaan daerah
atau dinas tersendiri.
b.
Kota sedang 1 dengan jumlah penduduk 250.000 jiwa - 500.000 jiwa atau
ibu kota propinsi adalah dinas tersendiri.
c.
Kota sedang 2 dengan jumlah penduduk 100.000 jiwa - 250.000 jiwa atau
kota/kotif berupa dinas/suku dinas atau UPTD dinas pekerjaan umum
atau seksi pada dinas pekerjaan umum.
d.
Kota kecil dengan jumlah penduduk 20.000 jiwa - 100.000 jiwa berupa
UPTD dinas pekerjaan umum atau seksi pada dinas pekerjaan umum
3.
Aspek hukum, merupakan suatu aturan pelaksanaan dalam proses
pengelolaan sampah. Berdasarkan pada Undang - Undang Nomor 18 Tahun
2008 tentang pengelolaan sampah bahwa peraturan yang diperlukan untuk
penyelenggaraan sampah adalah :
Universitas Sumatera Utara
22
a.
Hak dan kewajiban dalam pengelolaan sampah.
b.
Penyediaan fasilitas pemilahan sampah.
c.
Izin usaha pengelolaan sampah.
d.
Pengurangan dan penanganan sampah.
e.
Insentif dan disentif.
f.
Pengelolaan sampah rumah tangga, sampah sejenis rumah tangga, dan
sampah spesifik.
4.
g.
Pembiayaan pengelolaan sampah.
h.
Kemitraan dengan badan usaha pengelolaan sampah.
i.
Peran masyarakat dalam pengelolaan sampah.
j.
Larangan, pengawasan, sanksi administratif, dan penyelesaian sengketa.
Aspek pembiayaan, yaitu lebih diarahkan pada pembiayaan sendiri termasuk
membentuk perusahaan daerah. Besaran retribusi sampah adalah 1 % dari
penghasilan per rumah tangga. Dengan demikianbesaran retribusi sampah
bervariasi sesuai tingkat pendapatan, makin tinggi pendapatan suatu rumah
tangga maka makin besar retribusi yang harus mereka bayarkan karena makin
tinggi tingkat ekonomi seseorang makin besar sampah yang mereka hasilkan
(Syfaruddin et al, 2001).
5.
Aspek peran serta masyarakat yaitu adalah membiasakan masyarakat untuk
berperilaku sesuai dengan program persampahan yaitu merubah persepsi
masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang tertib, lancar dan merata,
merubah kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan sampah yang kurang baik
dan faktor-faktor soasial, struktur dan budaya setempat.
Universitas Sumatera Utara
23
2.7. Metode Pengolahan Sampah
Konsep pengelolaan sampah pada dasarnya ditentukan berdasarkan
komposisi dan karakteristik timbulan sampah sehingga dapat diterapkan proses
pengolahan yang efektif. Pengelolaan sampah organik menerapkan efisiensi waktu
dalam proses pengumpulan, pembuangan, maupun pengangkutannya. Pada proses
pengolahan sampah organik secara pengomposan atau gasifikasi akan
menggunakan bantuan mikroorganisme sebagai dekomposer. Pengelolaan sampah
kering non organik sebaiknya melalui daur ulang untuk bahan - bahan yang masih
dapat dipergunakan. Apabila bahan sampah tersebut tidak diperlukan lagi maka
dilakukan proses pembakaran. Pada proses pembakaran diperlukan penanganan
yang serius karena berpotensi sumber pencemaran udara (Damanhuri dan Padmi,
2010). Metode pengolahan sampah antara lain :
1.
Sanitary landfill
Sanitary landfill berarti pembuangan akhir sampah di area terbuka skala
besar secara sehat atau saniter. Sehat yaitu tempat pembuangan dirancang untuk
sedapat mungkin tidak mencemari lingkungan, misalnya memberi lapisan kedap
air pada dasar landfill, membuat saluran air lindi, pemipaan gas dan penutupan
dengan lapisan tanah secara reguler. Pada sanitary Sanitary Landfill akan terjadi
proses dekomposisi sampah yamenghasilkan gas yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber bahan bakar (Wahyono, 2001).
2.
Pengomposan
Pengomposan merupakan metode pengolahan sampah organik yang mudah
membusuk. Metode pengomposan secara umum dan sering dilakukan adalah
menggunakan oksigen dalam prosesnya (aerobik). Kompos yang dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
24
higienis karena tidak berbau, waktu lebih cepat, temperatur tinggi sehingga dapat
membunuh bakteri patogen dan telur lalat. Dengan demikian pengomposan akan
mengurangi sampah dan menghasilkan bahan bermanfaat seperti pupuk. Proses
pemilahan sampah menjadi
perhatian, khususnya
antara sampah
yang
biodegradabel dengan bagian sampah yang non-degradabel, dan juga antara
sampah biodegradabel yang mudah terdegradasi untuk menjadi bahan kompos
Selain pengomposan secara aerobik terdapat juga pengomposan secara anerobik
yaitu dilakukan di dalam tanah dilapisi dengan penutup plastik sehingga oksigen
tidak bisa masuk. Proses pengkomposan secara anaerobik lebih lama daripada
aerobik. Terdapat juga pengkomposan cara vermicomposting yaitu menggunakan
cacing sebagai organisme biologis pengurai sampah. Cacing yang digunakan yaitu
jenis Lumbricus rubellus yang selanjutnya diternakan di dalam media sampah
selama satu bulan lebih sebelum kompos dapat dipanen (Sahwan dan Wahyono,
2002).
3.
Incinerasi
Pengelolaan sampah yang menggunakan unit incenerator untuk membakar
sampah. Incenerator digunakan sebagai pembakar sampah sampai habis sehingga
panas yang timbul terbuang. Incenerator juga dapat memanfaatkan panas hasil
pembakaran sampah untuk dikonversikan ke tenaga listrik atau produksi uap. Gas
hasil pembakaran adalah karbondiokasida beserta gas lainnya akan terlepas ke
udara, sedangkan abunya dibuang ke TPA atau dicampur dengan bahan lainnya
sehingga menjadi produk berguna. Pengolahan incinerasi yang maksimal akan
menghasilkan residu yang sangat kecil dan emisi gas berbahaya dapat dicegah.
Desain incinerator yang tidak sempurna akan menyebabkan terjadinya polusi
Universitas Sumatera Utara
25
udara oleh gas buangnya dan polusi tanah dan air oleh pembuangan residunya
(Bagus, 2002). Berbeda dengan recycle dan pengomposan yang hanya bisa
dilakukan terhadap sampah anorganik atau organik saja, incenerator dapat
dilakukan terhadap kedua jenis sampah tersebut, kecuali anorganik yang bersifat
logam dan kaca, karena itu pula penurunan jumlah sampah di TPA dengan
incinerator cukup signifikan (Surjandri et al, 2009).
2.8. Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Persampahan
Pemerintah telah mengatur pengelolaan persampahan dengan menetapkan
Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah dimana diatur
mengenai tugas dan wewenang pengelolaan sampah rumah tangga, sejenis rumah
tangga dan sampah spesifik.
Namun regulasi yang telah ditetapkan bukan
merupakan indikator bahwa permasalahan sampah telah selesai. Masyarakat
sebagai sumber sampah juga harus terlibat dalam pengelolaan sampah. Perilaku
dan kesadaran masyarakat akan penanganan sampah telah melaksanakan
pengelolaan sampah dimulai dari sumbernya, hal ini juga harus didukung
pengetahuan
masyarakat
tentang
penanganan
sampah.
Artinya
perilaku
masyarakat perlu juga menjadi tolak ukur keberhasilan dalam mengelola sampah
dan untuk mengubah juga membutuhkan waktu panjang. Masyarakat masih tidak
memanfaatkan fasilitas tempat pembuangan sampah yang telah disediakan,
bahkan banyak yang membuang sampah langsung ke sungai atau ke parit-parit.
Masyarakat tidak melakukan pemilahan sampah organik dan organik sehingga
para petugas kebersihan kesulitan dan menyebabkan waktu yang lama untuk
pengolahan. Hal ini menunjukkan akan tingkat perilaku masyarakat yang masih
rendah merupakan indikasi
kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang
Universitas Sumatera Utara
26
pengelolaan sampah, mulai dari rendahnya kesadaran untuk mengurangi sampah,
memanfaatkan kembali suatu barang, memilih produk isi ulang, membuang
sampah pada tempatnya sampai dengan melakukan pemilahan sampah organik
non organik (Mulyadi et al, 2010)
Survei yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup tentang perilaku
masyarakat peduli lingkungan diketahui bahwa 76,1 % rumah tangga tidak pernah
melakukan pemilahan sampah, sedangkan yang selalu melakukan pemilahan
hanya 5,8 %. Pemilahan sampah merupakan tindakan awal untuk daur ulang
sampah baik untuk kegiatan pengomposan maupun daur ulang menjadi produk
baru. Perilaku masyarakat di perkotaan yaitu lebih sering membuang sampah
untuk diangkut oleh petugas kebersihan ke TPS/TPS yaitu 63,9 % tanpa
melakukan pengolahan lebih dulu. Sedangkan bagi masyarakat desa 54,1 % lebih
banyak membakar sampah. Perbedaan penanganan sampah ini disebabkan
ketersediaan lahan dan kurangnya kesadaran serta pengetahuan masyarakat
terhadap dampak membakar sampah (KLH, 2013).
Tabel 2.4. Perilaku Rumah Tangga untuk Membuang Sampah
Kota
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Perilaku
Membuang Sampah
Didaur ulang
Dibuat kompos/pupuk
Diangkut /dibuang ke TPA/TPS
Ditimbun
Dibakar
Dibuang ke kali/got
Dibuang ke laut
Dibuang ke kebun/hutan/
pekarangan/dll
TOTAL
Sumber : KLH, 2013
Desa
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
21
37
2.095
47
814
173
48
0,6
1,1
63,9
1,4
24,8
5,3
1,5
6
29
573
94
1.499
388
48
0,2
1
20,7
3,4
54,1
14
1,7
41
1,3
135
4,9
3.276
100,0
2.772
100,0
Universitas Sumatera Utara
27
2.9. Dampak Sampah Terhadap Manusia dan Lingkungan
Berkaitan dengan dampak negatif yang timbulan sampah maka manusia
sebagai makhluk yang berakal dan berbudi akan sedapat mungkin menghindari
dampak yang merugikan itu. Berbagai cara akan dilakukan melalui program dan
kegiatan yang efektif, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Secara umum,
dampak negatif sampah bagi manusia antara lain :
1.
Sumber penyakit
Proses pengelolaan sampah yang dimulai dari kegiatan penampungan atau
pewadahan
sampah,
pengumpulan
sampah,
pengangkutan
sampah,
dan
pengolahan sampah masih menimbulkan dampak kesehatan yang merugikan.
Pewadahan single system yang tidak melakukan pemilahan dan tidak dibungkus
lebih dahulu akan menyebabkan pembusukan pada bak sampah dan menghasilkan
bau busuk. Selain itu, tempat sampah tersebut tidak memiliki penutup, dan
lembab, ini menyebabkan lalat, nyamuk, maupun kecoa menjadikannya sebagai
sarang. Pembiakan vektor-vektor ini maka akan mempermudah penularan
penyakit yang lebih banyak seperti penyakit tipus, malaria, demam berdarah,
kolera, disentri, dan lain sebagainya, sehingga manusia menjadi tidak sehat
apabila sampah terabaikan. Keterbatasan alat angkut sampah juga menyebabkan
masalah kesehatan disebabkan sampah semakin bertumpuk setiap harinya
sehingga menjadi sumber penyakit. Disamping itu juga, kesehatan para petugas
kebersihan seharusnya juga menjadi perhatian. Para petugas tanpa perlengkapan
kesehatan akan rentan terkena penyakit akibat aktivitas pemilahan, pengumpulan
dan pengangkutan sampah (Sugema dan Hamidy, 2013).
Universitas Sumatera Utara
28
2.
Pencemaran udara
Sampah yang tidak tertutup dan terdiri dari sisa makanan, sayuran, bangkai
binatang dapat menebarkan bau busuk, sehingga bila terhisap akan menimbulkan
gangguan pada pernapasan dan manusia menjadi tidak merasa nyaman dan leluasa
untuk menghirup udara bebas. Proses pengolahan sampah di TPA secara
penumpukan akan menimbulkan bau busuk. Demkian juga halnya asap hasil
pembakaran sampah yang bersumber dari insenerator.
3.
Pencemaran air dan tanah
Pencemaran air ini bersumber dari buangan air lindi (leachate), yaitu cairan
yang dikeluarkan dari sampah akibat proses degradasi biologis. Air lindi sampah
mengandung berbagai senyawa kimia seperti lain, nitrit, nitrat, ammonia, kalsium,
kalium, magnesium, kesadahan, klorida, sulfat, BOD, COD, pH dan mikrobiologi
(total koliform) kosentrasinya sangat tinggi. Air lindi kemudian masuk ke badan
sungai untuk digunakan masyarakat sehari-hari. Masyarakat pengguna air sungai
mengalami keluhan berupa gatal -gatal, kulit menjadi merah, kulit panas, mata
merah, mata terasa gatal dan panas (Harahap et al, 2013).
4.
Global Warming Potential (GWP)
Sistem landfilling merupakan pengelolaan sampah yang paling mencemari
dan merupakan kontributor utama terjadinya pemanasan global dan asidifikasi.
Potensi pencemaran tersebut berasal dari proses degradasi sampah yang
menghasilkan emisi CH4 secara langsung. Gasifikasi adalah metode pengolahan
sampah yang dimana terjadi perubahan sampah padat (biomassa) menjadi gas
produser (CO, H2, CO2, HC, dan CH4) secara termokimia. Gas CO2 dan CH4
merupakan gas rumah kaca yang berpotensi sebagai kontributor pada pemanasan
Universitas Sumatera Utara
29
global. Disamping itu juga, metode gasifikasi berpotensi berkontribusi terjadinya
hujan asam. Kota Surabaya memanfaatkan emisi GRK pada TPA Benowo untuk
dijadikan sumber daya yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Sampah dengan metode
gasifikasi (Nikmah dan Warmadewanthi, 2013).
5.
Menimbulkan banjir
Sampah yang dibuang pada pada saluran air seperti sungai, got, dan saluran
air lainnya maka akan menghalangi aliran air tersebut sehingga pada musim hujan
dapat menimbulkan banjir karena saluran air tertutup oleh banyaknya tumpukan
sampah tersebut.
6.
Merusak keindahan kota.
Kota yang bersih tentu akan indah karena semuanya tertata dengan baik.
Sampah yang dibuang pada sembarang tempat atau sistem pembuangan yang
tidak teratur akan merusak keindahan kota dan estetika lingkungan.
7.
Bahaya kebakaran.
Sampah berupa benda yang dapat memicu timbulnya api seperti tabung gas
dan bahan buangan lainnya yang mudah meledak dan terbakar, yang dibuang
dekat pemukiman penduduk, karena kelalaian manusia dapat menimbulkan
kebakaran.
2.10. Kerangka Berpikir
Penelitian dilakukan berawal dari rumusan masalah adanya sampah yang
dihasilkan dari kegiatan sehari-hari rumah tangga maupun non rumah tangga.
Pertambahan jumlah penduduk yang diiringi konsumsi masyarakat akan produkproduk kemasan semakin menambah sampah dalam kurun waktu tertentu. Sarana
dan prasarana sampah seperti Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) yang
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
31
2.11. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah pernyataan atau jawaban tentatif atas suatu permasalahan.
Hipotesis dapat diverifikasi setelah diuji secara empiris. Tujuan pengujian
hipotesis adalah untuk mengetahui kebenaran dan ketidakbenaran atau menerima
atau menolak jawaban tentatif (Silalahi, 2012).
Tujuan untuk merumuskan kebijakan pengelolaan sampah khususnya di
Kabupaten Nias Barat
tidak terlepas dari faktor demografi perilaku serta
pengetahuan masyarakat. Variabel demografi yang terdiri dari pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, umur dan jenis kelamin akan mempengaruhi perilaku
masyarakat untuk menerapkan sistem pengelolaan sampah yang berwawasan
lingkungan. Perilaku dan pengetahuan masyarakat akan mendukung pemerintah
daerah untuk dapat merumuskan suatu kebijakan sistem pengelolaan sampah yang
dapat diterapkan di Kabupaten Nias Barat.
Oleh karena itu hipotesis penelitian adalah bahwa sistem demografi yang
terdiri dari variabel pendidikan, pekerjaan, pendapatan, umur dan jenis kelamin
adalah ada hubungannya terhadap perilaku dan pengetahuan masyarakat dalam
pengelolaan sampah.
Universitas Sumatera Utara