Hubungan Supervisi Kepala Ruangan Terhadap Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Imelda Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Supervisi
2.1.1. Definisi supervisi
Supervisi merupakan bagian fungsi pengarahan yang mempunyai peran
untuk mempertahankan agar segala kegiatan yang telah terprogram dapat
dilaksanakan dengan baik dan lancar. Supervisi dalam keperawatan bukan hanya
sekedar kontrol, tetapi lebih dari itu, kegiatan supervisi mencakup penentuan
kondisi-kondisi atau syarat-syarat personal maupun material yang diperlukan
untuk tercapainya suatu tujuan asuhan keperawatan secara efektif dan efisien
(Marquis & Huston, 2010).
Salah satu model supervisi keperawatan yaitu model academic. Model
academic bertujuan untuk membagi pengalaman supervisor kepada para perawat
sehingga ada proses pengembangan kemampuan profesional. Farington (1995)
yang memperkenalkan tiga kegiatan yang dilakukan oleh supervisor pada
supervisi dengan model academic, yaitu educative, supportive, dan managerial.
Pemahaman dan implementasi supervisi model academic dapat dilakukan melalui
pelatihan.

Kepala


ruangan

perlu

melakukan

peningkatan

pengetahuan,

keterampilan, dan kemampuan karena selalu ada cara yang lebih baik untuk
meningkatkan produktivitas kerja yang bermuara pada peningkatan produktivitas
organisasi secara keseluruhan. Model academic bertujuan untuk membagi
pengalaman supervisor kepada para perawat sehingga ada proses pengembangan
kemampuan profesional.

13

Universitas Sumatera Utara


14

Kegiatan educative adalah kegiatan pembelajaran secara tutorial antara
supervisor dengan perawat pelaksana. Supervisor mengajarkan pengetahuan dan
keterampilan serta membangun pemahaman tentang reaksi dan refleksi dari setiap
intervensi keperawatan. Penerapan kegiatan educative dapat dilakukan secara
tutorial, yaitu supervisor memberikan bimbingan dan arahan kepada perawat
pelaksana pada saat melakukan tindakan keperawatan serta memberikan umpan
balik. Kegiatan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk mengawal pelaksanaan
pelayanan keperawatan yang aman dan profesional. Hasil yang diharapkan dari
kegiatan ini adalah: perawat selalu mendapat pengetahuan yang baru, terjadi
peningkatan pemahaman, peningkatan kompetensi, peningkatan keterampilan
berkomunikasi, dan peningkatan rasa percaya diri (Barkauskas, 2000).
Kegiatan supportive adalah kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk
mengidentifikasi solusi dari suatu permasalahan yang ditemui dalam pemberian
asuhan keperawatan baik yang terjadi diantara sesama perawat maupun dengan
pasien. Supervisor melatih perawat menggali ”emosi” ketika bekerja, contoh:
meredam konflik antar perawat dan bersikap profesional dalam bertugas. Kegiatan
supportive dirancang untuk memberikan dukungan kepada perawat agar dapat
memiliki sikap yang saling mendukung di antara perawat sebagai rekan kerja

profesional sehingga memberikan jaminan kenyamanan dan validasi. Penerapan
kegiatan supportive dapat dilakukan dengan cara mengadakan case conference
untuk mendiskusikan suatu kasus atau konflik tertentu. Hasil yang diharapkan dari
kegiatan ini antara lain adalah mengurangi konflik, kenyamanan bekerja, dan
kepuasan kerja (Barkauskas, 2000).

Universitas Sumatera Utara

15

Penelitian Brunero dan Parbury (2005) tentang efektifitas supervisi dengan
melakukan studi literatur terhadap 22 artikel menunjukkan bahwa fungsi
educative yang dilakukan supervisor akan meningkatkan pengetahuan dan rasa
percaya diri pada perawat. Fungsi supportive yang dilakukan supervisor akan
meningkatkan kemampuan perawat dalam mengatasi konflik baik dengan rekan
kerja maupun dengan pasien. Fungsi managerial akan meningkatkan rasa
tanggung jawab perawat pada praktik keperawatan profesional. Dilihat dari
prosesnya model academic merupakan proses formal dari perawat profesional
untuk support dan learning sehingga pengetahuan dan kompetensi perawat dapat
dipertanggungjawabkan sehingga pasien mendapatkan perlindungan dan merasa

aman selama menjalani perawatan.
Pemahaman dan implementasi supervisi model academic dapat dilakukan
melalui pelatihan. Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang
menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana staf mempelajari
pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas (Mangkunegara,
2005). Pelatihan adalah proses membantu pegawai untuk memperoleh efektifitas
dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang, melalui
pengembangan pikiran dan tindakan, kecakapan, pengetahuan, dan sikap. Kepala
ruangan perlu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karena
selalu ada cara yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas kerja yang
bermuara pada peningkatan produktivitas organisasi secara keseluruhan. Efek
pelatihan bermanfaat bagi individu dan organisasi (Siagian, 2009).

Universitas Sumatera Utara

16

Supervisi adalah suatu proses fasilitasi sumber-sumber yang diperlukan
staf, dilaksanakan dangan cara perencanaan, pengarahan, bimbingan, motivasi,
evaluasi, dan perbaikan agar staf dapat melaksanakan tugasnya secara optimal

(Mangkunegara, 2005). Supervisi merupakan aspek khusus administrasi
organisasi. Ketika sejumlah orang secara bersama diberikan peralatan dan fasilitas
yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tertentu, perlu ada koordinasi yang
sistematis dari usaha jika tujuan kelompok harus dicapai secara efisien (Kadushin
& Harkness, 2002). Gillies (1994) menyatakan supervisi meliputi memeriksa
pekerjaan orang lain, mengevaluasi pelaksanaan pekerjaannya, dan menyetujui
atau memperbaiki pelaksanaan kerjanya. Tugas supervisi yang benar termasuk
dalam pengawasan yang tepat, intervensi, evaluasi, dan umpan balik seperti
dianggap suatu kebutuhan (Huber, 2006).
Penelitian Joan (2004) di Amerika ditemukan dukungan sosial dari
supervisor kepala perawat. Dukungan rekan kerja yang baik akan mengurangi
stres perawat sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan kinerja perawat.
Cotter Mena, Kristin Marguerite (2000), meneliti di Negara bagian India
mengatakan

kualitas

pengawasan

berhubungan


dengan

kepuasan

kerja,

pengawasan dari atasan akan mempengaruhi kepuasan kerja dan tingkat
kejenuhan. Sejalan dengan penelitian Manavanicharoen & Vidhaya 2000 di
Thailand menemukan ada hubungan keterlibatan pengawas terhadap kepuasan
kerja. Studi ini menunjukkan bahwa manajemen partisipatif memiliki potensi luar
biasa dalam meningkatkan kepuasan kerja perawat.

Universitas Sumatera Utara

17

2.1.2. Unsur-unsur pokok supervisi
1. Pelaksana
Pelaksana atau yang bertanggung jawab melaksanakan supervisi adalah

atasan, yakni mereka yang memiliki kelebihan dalam organisasi. Kelebihan yang
dimaksud sering dikaitkan dengan status yang lebih tinggi (supervisor) dan karena
itu fungsi supervisi lebih dimiliki oleh atasan, namun keberhasilan supervisi, yang
lebih diutamakan adalah kelebihan pengetahuan atau keterampilan (Nursalam,
2012). Pelaksana supervisi meliputi: 1) Kepala ruang: bertanggung jawab dalam
supervisi pelayanan keperawatan pada klien di ruang perawatan, merupakan ujung
tombak tercapai atau tidaknya tujuan pelayanan kesehatan di rumah sakit, dan
mengawasi perawat pelaksana dalam melaksanakan praktik keperawatan di ruang
perawatan sesuai dengan yang didelegasikan, 2) Pengawas keperawatan:
bertanggung jawab dalam mensupervisi pelayanan kepada kepala ruangan yang
ada di instalasinya, 3) Kepala bidang keperawatan sebagai top manager dalam
keperawatan, kepala bidang keperawatan bertanggung jawab untuk melakukan
supervisi baik secara langsung atau tidak langsung melalui para pengawas
perawatan (Mangkunegara, 2005, Nursalam, 2012, Suyanto, 2009).
Pelaksanaan supervisi bukan hanya ditujukan untuk mengawasi apakah
seluruh staf keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, sesuai
dengan instruksi atau ketentuan yang telah digariskan, tetapi juga bagaimana
memperbaiki proses keperawatan yang sedang berlangsung, jadi, dalam kegiatan
supervisi seluruh staf keperawatan bukan sebagai obyek tetapi juga sebagai
subyek.


Universitas Sumatera Utara

18

Perawat diposisikan sebagai mitra kerja yang memiliki ide-ide, pendapat
dan pengalaman yang perlu didengar, dihargai dan diikutsertakan dalam
melakukan asuhan keperawatan (Suyanto, 2008). Menurut Suarli dan Bahtiar
(2009) pelaksana supervisi atau supervisor memiliki karakteristik atau syarat
yaitu: 1) Sebaiknya atasan langsung dari yang disupervisi atau apabila hal ini
tidak memungkinkan dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-batas kewenangan
dan tanggung jawab yang jelas, 2) Pelaksana supervisi harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk jenis pekerjaan yang disupervisi,
3) Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilan melakukan supervisi, artinya
memahami prinsip-prinsip pokok serta tehnik supervisi, 4) Pelaksana supervisi
harus memiliki sifat educative dan supportive, bukan otoriter, dan 5) Pelaksana
supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar, dan selalu berupaya
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku bawahan yang disupervisi.
2.


Sasaran
Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh

bawahan yang melakukan pekerjaan. Sasaran pekerjaan yang dilakukan oleh
bawahan, disebut sasaran langsung dalam rangka meningkatkan penampilan
kinerja yang dilakukan oleh bawahan (Azwar, 2010).
3.

Frekuensi
Frekuensi dari sesi supervisi sesuai dengan kebutuhan spesifik dari

kelompok. Kelompok supervisi harus diadakan setidaknya sekali dalam sebulan,
dalam kasus pelayanan berdasarkan frekuensi harus ditingkatkan shift kerja,
(Lynch et al., 2008).

Universitas Sumatera Utara

19

4.


Tujuan
Tujuan supervisi

adalah mengorganisasikan

staf dan pelaksanan

keperawatan, melatih staf dan pelaksana keperawatan, memberikan arahan dalam
pelaksanaan tugasnya agar menyadari dan mengerti terhadap peran, fungsi sebagai
staf dan pelaksana asuhan keperawatan dan memberikan layanan kemampuan staf
dan pelaksana keperawatan sehingga bawahan memiliki bekal yang cukup untuk
dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik (Nursalam,
2010).
Swansburg (1999) menyatakan bahwa tujuan supervisi keperawatan
antaralain: 1) Memperhatikan anggota unit organisasi disamping itu area kerja dan
pekerjaan itu sendiri, 2) Memperhatikan rencana, kegiatan dan evaluasi dari
pekerjaannya, dan 3) Meningkatkan kemampuan pekerjaan melalui orientasi,
latihan dan bimbingan individu sesuai kebutuhannya serta mengarahkan kepada
kemampuan ketrampilan keperawatan.

5. Cara Supervisi
Secara teknis supervisi dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsun,. dalam penerapannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta tujuan
supervisi. Bila ditujukan untuk bimbingan dan arahan serta mencegah dan
memperbaiki kesalahan

yang terjadi, maka supervisi langsung lebih tepat

digunakan (Suyanto, 2009).

Universitas Sumatera Utara

20

1. Supervisi langsung
Supervisi dilakukan langsung, diharapkan supervisor terlibat dalam
kegiatan agar pengarahan dan pemberan petunjuk tidak dirasakan sebaga perintah.
Adapun teknik memberikan pengarahan yang efektif adalah: 1)
Pengarahan harus lengkap. 2) Mudah dipahami, 3) Menggunakan kata-kata yang
tepat, 4) Berbicara dengan jelas dan lambat, 5) Memberikan arahan yang logis, 6)
Menghindari memberikan banyak arahan pada satu waktu, 7) Memastikan bahwa
arahan dipahami, 8) Meyakinkan bahwa arahan supervisor dilaksanakan sehingga
perlu kegiatan tindak lanjut.
Hasil penelitian Muhasidah, (2002) menunjukkan teknik supervisi yang
baik adalah supervisi secara langsung dan bila dilakukan secara terus menerus dan
terprogram dapat memastikan pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan
standar praktik keperawatan (Depkes, 1994, Azwar, 1996).
2. Supervisi tidak langsung
Ditujukan untuk memantau proses pelaksanaan tugas keperawatan yang
telah dijalankan secara global maka lebih tepat dilakukan supervisi tidak
langsung. Supervisi dilakukan melalui laporan tertulis seperti laporan klien dan
catatan asuhan keperawatan pada setiap shift pagi, sore dan malam, dapat juga
dilakukan dengan menggunakan laporan lisan seperti pada saat timbang terima
shift, ronde keperawatan maupun rapat dan jika memungkinkan memanggil
secara khusus para ketua tim dan kepala ruangan. Supervisor tidak melihat secara
langsung kejadian dilapangan sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta, oleh
karena itu klarifikasi dan umpan balik diberikan agar tidak terjadi salah persepsi
dan masalah segera dapat diselesaikan.

Universitas Sumatera Utara

21

2.1.3. Model supervisi
1. Model Academic
Model ini diperkenalkan oleh Farington di Royal College of Nursing UK
tahun 1995. Farington menyebutkan bahwa supervisi dilakukan untuk
membagi pengalaman supervisor kepada para perawat sehingga ada proses
pengembangan kemampuan professional yang berkelanjutan (CPD, continuing
professional development). Dilihat dari prosesnya, supervisi merupakan proses
formal dari perawat professional (RN‟s) untuk support and learning sehingga
pengetahuan dan kompetensi perawat dapat dipertanggungjawabkan sehingga
pasien mendapatkan perlindungan dan merasa aman selama menjalani perawatan.
Dalam model academic proses supervisi meliputi tiga kegiatan, yaitu, educative,
supportive, managerial.
Kegiatan educative dilakukan dengan: mengajarkan ketrampilan dan
kemampuan (contoh: perawat diajarkan cara membaca hasil EKG). membangun
pemahaman tentang reaksi dan refleksi dari setiap intervensi keperawatan (contoh:
supervisor mengajarkan perawat dan melibatkan pasien DM dalam demontrasi
injeksi SC). Supervisor melatih perawat untuk mengexplore strategi, teknik-teknik
lain dalam bekerja (contoh: supervisor mengajarkan merawat luka dekubitus
dengan obat-obat jenis baru yang lebih baik).
Kegiatan supportive dilakukan dengan cara: melatih perawat menggali
emosi ketika bekerja (contoh: meredam konflik antar perawat, job enrichment
agar mengurangi burnout selama bertugas).

Universitas Sumatera Utara

22

Kegiatan managerial dilakukan dengan: melibatkan perawat dalam
peningkatkan standar (contoh: SOP yang sudah ada dikaji bersama kemudian
diperbaiki hal-hal yang perlu).
2. Model eksperiental
Model ini diperkenalkan oleh Milne dan James di Newcastle University
tahun 2005 yang merupakan adopsi penelitian Milne, Aylott dan Fitzpatrick.
Model ini menyebutkan bahwa kegiatan supervisi keperawatan meliputi training
dan mentoring. Dalam kegiatan training, supervisor mengajarkan teknik-teknik
keperawatan tertentu yang belum dipahami perawat pelaksana (contoh:
pemasangan infus pada bayi, melakukan vena sectie, teknik advance life support
dan sebagainya). Training biasanya dilakukan secara berjenjang kepada setiap
perawat, misalnya training pada perawat pemula (beginner), perawat pemulalanjut (advance). Dalam kegiatan monitoring, supervisor lebih mirip seorang
penasihat dimana ia bertugas memberikan nasihat berkaitan dengan masalahmasalah rutin sehari.
3. Model developmental
Model ini diperkenalkan oleh Dixon tahun 1998. Model ini dikembangkan
dalam rumah sakit mental yang bertujuan agar pasien yang dirawat mengalami
proses developmental yang lebih baik. Supervisor diberikan kewenangan untuk
membimbing perawat dengan tiga cara, yaitu change agent, counselor, dan
teacher. Kegiatan change agent bertujuan agar supervisor membimbing perawat
menjadi agen perubahan; kegiatan tersebut nantinya ditransfer kepada pasien
sehingga pasien memahami masalah kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

23

Kegiatan

counselor

dilakukan

supervisor

dengan

tujuan

membina,

membimbing, mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan tugas rutin perawat
(contoh: supervisor membimbing perawat melakukan pengkajian fisik).
Kegiatan teaching bertujuan mengenalkan dan mempraktikkan ‘nursing
practice’ yang sesuai dengan tugas perawat (contoh: supervisor di ICU
mengajarkan teknik pengambilan darah arteri, analisa gas darah dan sebagainya).
4. Model 4S
Model ini diperkenalkan oleh Page dan Wosket dari hasil penelitian
(1995). Model supervisor ini dikembangkan dengan empat (4) strategi, yaitu
structure, skills, support dan sustainability. Kegiatan struktur dilakukan oleh
perawat RN‟s dalam melakukan pengkajian dan asuhan pasien dimana perawat
yang dibina sekitar 6-8 orang. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengembangkan
pengalaman perawat dalam hal konsultasi, fasilitasi dan assisting. Kegiatan skills
dilakukan supervisor untuk meningkatkan keterampilan praktis (contoh: menjahit
luka, interpretasi EKG, pasang CAPD dsb).
Kegiatan support dilakukan dengan tujuan untuk will keep practice fresh,
sharing, kebutuhan-kebutuhan training tertentu yang bernilai kebaruan (contoh:
pelatihan emergency pada keadaan bencana). Kegiatan sustainability bertujuan
untuk tetap mempertahankan pengalaman, ketrampilan, nilai-nilai yang telah
dianut perawat. Kegiatan ini dilakukan secara kontinu dengan cara mentransfer
pengalaman supervisor kepada perawat pelaksana (contoh: supervisor membuat
modul tentang berbagai keterampilan teknik yang dibagikan kepada semua
perawat pelaksana).

Universitas Sumatera Utara

24

2.2. Kepuasan Kerja
2.2.1. Definisi kepuasan kerja
Secara umum kepuasan kerja menyangkut sikap seseorang mengenai
pekerjaannya. Kepuasan itu tidak tampak secara nyata, tetapi dapat diwujudkan
dalam suatu hasil pekerjaan. Kepuasan kerja bersifat individual dimana setiap
individu memiliki tingkat kepuasan berbeda-beda sesuai sistem nilai yang berlaku
pada dirinya. Kepuasan kerja yang tinggi mencerminkan pengelolaan perusahaan
yang baik dan merupakan hasil manajemen yang efektif (Danim, 2004).
Kepuasan kerja mencerminkan sikap dan bukan perilaku. Gibson (2000)
menyatakan kepuasan kerja adalah sikap yang dimiliki pekerja tentang pekerjaan
mereka. Sikap tersebut menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang
diterima dengan jumlah yang pekerja yakini seharusnya mereka terima (Robbins,
2006; Rosidah, 2009) dan penilaian sejauh mana lingkungan pekerjaan memenuhi
kebutuhan pekerja (Alam & Fakir, 2010). Sikap yang dideskripsikan dapat
bersifat positif atau negatif (Greenberg & Baron, 2003) terhadap kondisi fisik dan
sosial lingkungan kerjanya (Schermerhorn, Hunt & Osborn, 2002).
Kepuasan kerja merupakan respons affective atau emosional terhadap
berbagai segi pekerjaan seseorang (Kreitner & Kinicki, 2001). Definisi ini
menunjukkan bahwa job satisfaction bukan merupakan konsep tunggal. Seseorang
dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu
atau lebih aspek lainnya. Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan kerja dan
atasan, mengikuti peraturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja,
dan hidup dengan kondisi kerja yang sering kurang ideal.

Universitas Sumatera Utara

25

2.2.2. Teori kepuasan kerja
1. Teori Robbins
Teori kepuasan kerja mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang
lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga
mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja dalam
penelitian ini kepuasan kerja mengunakan teori Robbins.
Robbins (1996) menyatakan bahwa istilah kepuasan kerja merujuk kepada
sikap umum seorang individu kepada pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat
kepuasan tinggi menunjukkan sikap positif terhadap kerjanya: sementara
seseorang yang tidak puas menunjukkan sikap negatif terhadap kerjanya. Dengan
mengetahui kepuasan kerja karyawan, melalui bagaimana karyawan tersebut
merespon terhadap berbagai program atau rencana yang telah ditetapkan oleh
perusahaan, hal ini dapat menjadi umpan balik yang sangat berharga bagi
perusahaan tersebut. Kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang terhadap
pekerjaannya (Robbins, 2003).
Robbins menyebutkan bahwa komponen komponen yang menentukan
kepuasan kerja adalah: 1) Kerja yang secara mental menantang akan membuat
karyawan lebih menyukai pekerjaan yang dapat memberikan mereka kesempatan
untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka serta menawarkan
beragam tugas, kebebasan dan umpan balik. 2) Ganjaran yang pantas dalam hal
ini yang dimaksud adalah karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan
promosi yang mereka persepsikan sebagai adil dan sesuai dengan harapan mereka.
Promosi merupakan perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan yang lain
dimana jabatan tersebut memiliki status dan tanggung jawab yang lebih tinggi.

Universitas Sumatera Utara

26

Hal ini memberikan nilai tersendiri bagi karyawan, karena merupakan bukti
pengakuan terhadap prestasi kerja yang telah dicapai oleh karyawan. Promosi juga
memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, untuk lebih bertanggung
jawab dan meningkatkan status sosial (Robbins, 2003). Oleh karena itu salah satu
kepuasan terhadap pekerjaan dapat dirasakan melalui ketetapan dan kesempatan
promosi yang diberikan oleh perusahaan. 3) Kondisi kerja yang mendukung
mempunyai arti karyawan yang peduli dengan lingkungan kerja, baik untuk
kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan dalam melakukan pekerjaan
yang baik. Rekan kerja yang mendukung apabila karyawan mendapatkan lebih
daripada sekedar uang atau prestasi dalam pekerjaannya. Bagi kebanyakan
karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. 4) Kesesuaian
kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya karyawan dengan tipe kepribadian
kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya
akan menemukan bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari
pekerjaan mereka. Berikut akan diuraikan beberapa teori kepuasan kerja

2. Teori dua faktor dari Herzberg
Prinsip teori ini mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan
terhadap pekerjaan bukan merupakan variabel kontinu tetapi dapat berubah sesuai
pencapaian harapannya. Pada umumnya orang mengharapkan bahwa faktor
tertentu memberikan kepuasan apabila tersedia dan memberikan ketidakpuasan.
Pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar
pekerjaan seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas pengawasan, dan
hubungan dengan orang lain, dan bukannya dengan pekerjaan itu sendiri. Faktor

Universitas Sumatera Utara

27

ini mencegah reaksi negatif karenanya dinamakan sebagai hygiene atau
maintenance factors.
Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu
sendiri atau hasil langsung daripadanya, seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam
pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri, dan
pengakuan. Faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi karenanya
dinamakan motivatoris.
Menurut teori dua faktor, seorang supervisor keperawatan dalam berbagai
peran, kegiatan dan kompetensi yang dimilikinya harus dapat memberikan
kepuasan kerja kepada perawat pelaksana dengan cara memperhatikan aspek
pekerjaan perawat. Aspek yang diperhatikan meliputi: memberikan otonomi
dalam bekerja, memberikan tugas yang bervariasi, membuat staf merasa penting
dalam pekerjaan, dan memberikan umpan balik terhadap pekerjaan yang
dilakukannya.
Sebaliknya supervisor juga harus menghilangkan faktor-faktor yang dapat
menyebabkan ketidakpuasan, seperti kondisi kerja yang tidak mendukung,
hubungan dengan rekan kerja yang kurang baik, dan pengawasan yang terlalu
ketat. Teori ini sangat tepat digunakan dalam proses supervisi untuk mencari
aspek-aspek pekerjaan yang merupakan sumber kepuasan kerja perawat dan
ketidakpuasan di rumah sakit.
Oleh karena itu dalam rancang bangun pekerjaan perlu memperhatikan hal
sebagai berikut: Otonomi dalam pelaksanaan pekerjaan. Otonomi adalah
pemupukan rasa tanggung jawab atas pekerjaan seseorang beserta hasilnya.
Artinya kepada para pekerja diberi kebebasan untuk mengendalikan sendiri

Universitas Sumatera Utara

28

pelaksanaan tugasnya berdasarkan uraian dan spesifikasi pekerjaan yang
dibebankan kepadanya. Banyak organisasi telah membuktikan bahwa apabila
kepada para pekerja diberikan kebebasan memutuskan sendiri cara penyelesaian
pekerjaannya, rasa tanggung jawab dan tingkat kepuasannya menjadi lebih besar.
Sebaliknya dengan pengendalian terus menerus oleh supervisor dan dibarengi
dengan pengawasan ketat, dapat berakibat pada sikap apatis dan prestasi kerja
yang rendah. Kepuasan kerja merupakan perasaan yang dialami oleh perawat
terhadap profesi yang dijalaninya yang didukung dengan sikap supervisor yang
memberikan kebebasan atau otonomi untuk bekerja sesuai kewenangan dan
tanggung jawab serta kompetensi yang dimilikinya.
Pemusatan pada satu tugas tertentu dapat mengarah kepada tingkat
keahlian dan efisiensi tinggi akan tetapi sangat membosankan. Kebosanan dalam
pekerjaan mempunyai dampak negatif yang sering menampakkan diri dalam
keletihan, kesalahan dalam pelaksanaan tugas, dan kecelakaan.

Seorang

supervisor keperawatan dapat mengatasi kebosanan dengan variasi dalam
memberi tugas pada perawat pelaksana bila metode yang digunakan dalam
pemberian asuhan keperawatan adalah metode fungsional dan variasi tingkat
ketergantungan pasien bila metode yang digunakan adalah metode tim atau kasus.
Dengan cara ini perawat akan lebih tertantang untuk meningkatkan
kemampuan dan ketrampilannya. Penerapan supervisi melalui kegiatan educative
akan memampukan supervisor untuk membagi tugas dengan baik.
Identitas tugas. Para pekerja akan merasa bangga apabila mereka dapat
menunjukkan secara kongkret hasil pekerjaannya. Jika hasil pekerjaan tidak
mendapat penghargaan akan menurunkan kepuasan kerja. Meskipun dalam

Universitas Sumatera Utara

29

pemberian asuhan keperawatan merupakan hasil dari sekelompok perawat, namun
seorang supervisor harus dapat meyakinkan bahwa setiap perawat turut
memberikan kontribusi kongkret dalam hasil asuhan keperawatan yang diberikan.
Supervisor harus mampu mendorong perkembangan pribadi perawat baik
perasaan, harapan maupun segi intelektual, disamping kebutuhan akan tata
hubungan yang serasi baik dengan pasien maupun rekan kerja. Penerapan
supervisi melalui kegiatan educative dan supportive akan memampukan
supervisor untuk memberikan dukungan yang positif bagi setiap perawat
pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Pentingnya pekerjaan seseorang. Hal ini berkaitan erat dengan identitas
tugas. Seorang pekerja akan merasa bangga, mempunyai komitmen organisasional
yang besar, memiliki motivasi yang tinggi serta kepuasan kerja yang besar jika ia
mengetahui bahwa apa yang dilakukannya itu dianggap penting oleh orang lain.
Apalagi bergantung orang lain dalam penyelesaian tugas tersebut.
Setiap perawat pelaksana akan bekerja keras dan berusaha mencapai tujuan
dengan cepat, jika dalam diri perawat tidak ada hambatan psikologis.
Penerapan supervisi

melalui kegiatan supportive akan memampukan

supervisor untuk memberi dukungan positif pada setiap prestasi yang dicapai.
Umpan balik. Umpan balik tentang cara seseorang menyelesaikan pekerjaannya
mempunyai arti yang sangat penting bagi pekerja yang bersangkutan. Apabila
seseorang tidak memperoleh umpan balik tentang berbagai aspek penyelesaian
tugasnya, baginya tidak terdapat petunjuk atau motivasi kuat untuk berprestasi
lebih tinggi. Supervisor keperawatan diharapkan dapat memberikan umpan balik
kepada perawat pelaksana terhadap pekerjaan yang dilakukannya didasarkan pada

Universitas Sumatera Utara

30

kriteria dan standar pekerjaan dibandingkan dengan hasil nyata yang dicapai
perawat. Umpan balik dapat juga dilakukan dengan membandingkan pekerjaan
sejenis di antara beberapa perawat sehingga dapat tumbuh persaingan yang sehat
untuk berlomba menunjukkan prestasi kerja yang setinggi mungkin. Penerapan
supervisi

melalui

kegiatan

educative,

supportive

dan

mnagerial

akan

memampukan supervisor untuk memberikan umpan balik yang tepat.
Faktor lainnya yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah :
1. Usia. Beberapa hasil penelitian menyimpulkan tentang hubungan positif
antara usia dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja rendah terjadi ketika
seseorang berusia antara 20 - 30 tahun.
Semakin tua umur karyawan, semakin lebih terpuaskan dengan pekerjaannya
karena mereka mempunyai pengharapan lebih sedikit, lebih adaptif terhadap
lingkungan kerjanya dan lebih berpengalaman (Swortzel & Taylor, 2005).
Menurut Mangkunegara (2005) ada kecenderungan pegawai yang lebih tua
lebih merasa puas daripada pegawai yang lebih muda.
Beberapa hasil riset menunjukkan bahwa pegawai muda biasanya memiliki
harapan yang ideal dengan pekerjaannya, sehingga apabila harapan dan realita
kerja ada kesenjangan akan menyebabkan ketidakpuasan, lebih sedikit
mendapatkan income, kesempatan meningkatkan karir dan pendidikan dan kontrol
kerja yang lebih ketat (Lee & Wilbur, 1985 dalam Barry & Houston, 1998).
Berbeda dengan pendapat Atliselli & Brown dalam As‟ad (2003) yang
mengatakan bahwa umur 25 - 30 tahun dan 45 - 54 tahun merupakan masa kurang
puas terhadap pekerjaan. Hasil penelitian Hasniati (2002) menunjukkan tidak ada

Universitas Sumatera Utara

31

hubungan yang signifikan antara usia dengan kepuasan kerja. Dengan demikian
hubungan usia dengan kepuasan kerja bervariasi.
2. Lama kerja. Lama kerja mempunyai korelasi dengan kepuasan kerja.
Menurut Herzberg, Mausner, Peterson, dan Capwell (1957, dalam Scott,
Swortzel & Taylor, 2005), pada awal bekerja karyawan mempunyai moral
dan kepuasan kerja tinggi dan setelah tahun pertama moral dan kepuasan
kerja mulai turun dan menetap pada tingkatan yang rendah dalam beberapa
tahun, dan kemudian meningkat kembali kepuasan kerjanya seiring dengan
kemajuan karirnya. Robbins (2006), kepuasan kerja relatif meningkat pada
awal kerja, menurun berangsur-angsur selama 5-8 tahun kemudian meningkat
perlahan-lahan dan mencapai puncaknya setelah 20 tahun kerja. Menurut
Purnomowati (1983, dalam As‟ad, 2003) ada hubungan positif masa kerja
dengan kepuasan kerja. Karyawan yang telah lama bekerja memiliki
kepuasan kerja yang tinggi dan cenderung tidak akan berhenti dari
pekerjaannya (Purani & Sadewa, 2007 dikutip Alam & Fakir, 2010).
Berbeda dengan hasil riset Wahap (2001), Syafdewayani (2002), dan Hasniati
(2002) membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dan
kepuasan kerja. Robbins (2006) mengemukakan tidak ada alasan yang
meyakinkan bahwa karyawan yang sudah lama bekerja akan lebih produktif
dan memiliki motivasi tinggi. Jadi hubungan antara lama kerja dan kepuasan
kerja bervariasi.
3. Status kepegawaian. Menurut As‟ad (2003) kepuasan kerja dapat dipengaruhi
oleh kedudukan dalam organisasi, pangkat/golongan, jaminan finansial
(sosial). Karyawan atau perawat yang berstatus pegawai negeri sipil telah

Universitas Sumatera Utara

32

memiliki status pangkat dan golongan yang jelas dalam institusi rumah sakit,
memiliki jaminan sosial berupa asuransi kesehatan serta tunjangan lain diluar
gaji pokok sehingga kesejahteraan terjamin. Hal ini berdampak pada
kepuasan kerja.

3. Teori keadilan (Eqnity)
Davis Werther (1989) dalam Siagian (2009) menyatakan bahwa kepuasan
kerja adalah perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan menurut
pandangan para karyawan terhadap pekerjaannya. Inti teori ini terletak pada
pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara
usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dan imbalan yang diterima.
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi tentang seberapa adil individu
diperlakukan di tempat kerja. Menurut teori ini, seorang supervisor keperawatan
harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul di kalangan
para perawat.
Apabila sampai terjadi dapat timbul dampak negatif seperti ketidakpuasan,
kelalaian dalam penyelesaian tugas, kesalahan dalam melakukan pekerjaan,
bahkan perpindahan perawat ke rumah sakit lain. Oleh karena itu supervisor
dalam

merencanakan

tugas,

melakukan

tindakan

educative,

supportive,

managerial kepada perawat pelaksana harus memperhatikan prinsip keadilan.

Universitas Sumatera Utara

33

4.

Teori harapan
Victor H. Vroon (1964) seperti yang dikutip oleh Siagian (2009)

mengemukakan apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu dan harapan
untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat
terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya. Sebaliknya, jika harapan
memperoleh hal yang diinginkannya kecil, motivasinya pun untuk berupaya akan
menjadi rendah. Teori ini mengatakan bahwa kepuasan kerja terjadi pada
tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan.
Menurut teori ini, seorang supervisor keperawatan harus menaruh
perhatian pada aspek pekerjaan yang perlu dirubah untuk mendapatkan kepuasan
kerja pada perawat pelaksana. Supervisor dalam peran, kegiatan, dan kompetensi
yang dimilikinya dapat membantu perawat pelaksana dalam menentukan hal-hal
yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk
mewujudkannya. Penekanan ini penting karena para perawat tidak selalu
mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk
memperolehnya. Penerapan supervisi melalui kegiatan supportive diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan perawat.
Pendapat lain dikemukakan oleh (Wood, Chonko, dan Hunt 1986; Purani
& Sahadev ,2007 dalam Alam & Fakir, 2010), kepuasan kerja memiliki enam
aspek utama yaitu:

Universitas Sumatera Utara

34

1. Kepuasan dengan supervisor. Kepuasan kerja ditentukan oleh persepsi
karyawan tentang seberapa banyak informasi dan bimbingan yang
diberikan oleh atasan untuk melaksanakan pekerjaan. Hasil riset yang
dilakukan oleh Sigit (2009) menemukan supervisi yang dilakukan secara
konsisten akan berpeluang meningkatkan kepuasan kerja sebesar 67,40%.
2. Kepuasan dengan keragaman tugas. Kepuasan yang dirasakan dengan
memiliki berbagai tugas yang menantang dan tidak rutinitas. Hal ini akan
membantu karyawan untuk melihat bahwa ada banyak peluang yang
tersedia untuk tumbuh dalam organisasi.
3. Kepuasan dengan otonomi dalam pekerjaan. Kepuasan yang dirasakan
dengan memiliki kebebasan dalam menyelesaikan pekerjaan dari awal
sampai akhir.
4. Kepuasan kompensasi. Kepuasan yang dirasakan berdasarkan imbalan
yang diterima oleh karyawan. Temuan riset yang dilakukan oleh Curtis
(2007), menunjukkan kecilnya korelasi antara gaji dan kepuasan kerja.
Curtis mengatakan bahwa motivasi untuk bekerja bukanlah semata-mata
karena uang, namun yang paling penting adalah bagaimana rumah sakit
memenuhi kebutuhan karyawan, memperlakukan karyawan dengan baik,
menerapkan manajemen yang fleksibel dan komunikator, serta melibatkan
karyawan dalam pengambilan keputusan (Barry & Huston, 1998).
5. Kepuasan dengan rekan kerja. Kepuasan yang dirasakan karena adanya
kehadiran

dan

dukungan

dari

rekan

kerja.

Penelitian

terbaru

mengidentifikasi bahwa rekan kerja yang menjadi tim kuat atau efektif
akan membuat pekerjaan jadi menyenangkan (Luthans, 2006).

Universitas Sumatera Utara

35

6. Kepuasan dengan manajemen dan kebijakan sumber daya manusia.
Kepuasan yang berhubungan dengan kebijakan organisasi. Hasil riset
ditemukan bahwa salah satu sumber utama ketidakpuasan kerja perawat
adalah manajemen keperawatan yang tidak efektif (Kapella, 2002 dalam
Papathanassoglou, 2007), rendahnya keterlibatan dalam pengambilan
keputusan, hubungan yang buruk dengan manajemen, kurangnya
pengakuan, dan kurangnya fleksibilitas dalam penjadwalan (Albaugh,
2003 dalam Alam & Fakir, 2010).
2.2.3. Pengukuran kepuasan kerja
Terdapat tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja
(Greenberg dan Baron, 2003 dalam Wibowo, 2008), yaitu:
1. Rating scales dan kuesioner merupakan pendekatan pengukuran kepuasan
kerja yang paling umum dipakai dengan menggunakan kuesioner di mana
rating scale secara khusus disiapkan. Dengan menggunakan metode ini,
orang menjawab pertanyaan yang memungkinkan mereka melaporkan
reaksi mereka pada pekerjaan. Critical incidents. Individu menjelaskan
kejadian yang menghubungkan pekerjaan yang mereka rasakan terutama
memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk
mengungkap tema yang mendasari.
2. Interviews merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan
melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja untuk secara langsung
menanyakan sikap mereka.

Universitas Sumatera Utara

36

2.3. Landasan Teori
Teori keperawatan yang digunakan adalah teori King (1981) diawali
dengan Dynamic interacting systems yang memiliki tiga konsep yaitu sistem
personal, sistem interpersonal, dan sistem sosial. Perkembangan profesi
keperawatan secara global merupakan hasil yang sangat penting bagi dunia
kesehatan.
Pada masa lalu, keperawatan dibidang pendidikan maupun di tatanan praktek
keperawatan dilakukan lebih berdasarkan intuisi dan tradisi sehingga keperawatan
dianggap hanya sebagai kiat tanpa komponen ilmiah dan landasan keilmuan yang
kokoh. Dalam pelaksanaan supervisi keperawatan diperlukan suatu teori model
yang dapat membantu supervisor dalam melaksanakan supervisi dan menjelaskan
tentang tugas perawat di ruangan.
Penelitian ini mengunakan model konsep dan teori Imogene King yang
menggunakan pendekatan terbuka meliputi: 1) Personal system, merupakan
sistem terbuka yang meliputi persepsi diri (self), pertumbuhan dan perkembangan
(growth and development), citra diri (space), dan waktu , 2). Interpersonal system
merupakan suatu hubungan antara perawat dan atasan yang meliputi interaksi,
komunikasi, transaksi, peran dan stress, dan 3) Social system yang berarti bahwa
sistem pembatas peran organisasi sosial, perilaku, dan praktik yang dikembangkan
untuk memelihara nilai-nilai dan mekanisme pengaturan antara praktik dan aturan.
Melalui dasar sistem tersebut, maka King menganggap manusia merupakan
individu yang reaktif yakni bereaksi terhadap situasi, orang dan objek.

Universitas Sumatera Utara

37

Personal system
Interpersonal systen
Social
system

Gambar 2.1 Model Konsep King
Fokus landasan teori adalah interaksi individu dengan orang lain dalam
berbagai sistem. Teori King (1981) dapat digambarkan pada penelitian efektifitas
supervisi terhadap perubahan iklim organisasi melalui interaksi yang terjadi pada
sistem personal, sistem interpersonal, dan sistem sosial di rumah sakit.
Penelitian yang menggunakan teori keperawatan King dapat dilihat dari: 1)
Walborn, Karen Ann (1996) menggambarkan dan menganalisis hubungan antara
prestasi kerja dan kepuasan kerja. 2) Kennedy., Lingard, Ross Baker, Kitchen, dan
Glenn Regehr (2006) menggambarkan kegiatan Pengawasan rutin perawatan
pasien yang dilakukan oleh supervisor untuk memastikan kualitas dari pelayanan.
3) Mena (2000) penelitian ini mengeksplorasi hubungan antara kualitas hubungan
pengawasan, dengan kepuasan kerja dan kelelahan. 4) Bernreuter dan Maxine
(1998) menguji dampak metode supervisi, kepuasan kerja, dan niat untuk
meninggalkan pekerjaan.
5) Amy (2006), pengaruh gaya seorang supervisor dengan melibatkan humor
dapat meningkatkan kepuasan kerja. Penelitian lain yang dilakukan Al-Aemeri
(2000), mengenai hubungan kepuasan kerja perawat dengan komitmen terhadap

Universitas Sumatera Utara

38

organisasi pada 290 perawat menunjukkan ada korelasi yang positif antara
kepuasan kerja dengan supervisi. Perawat yang puas memiliki tingkat komitmen
yang lebih tinggi. Beberapa penelitian di atas, menyimpulkan salah satu variabel
yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah supervisi. Penerapan supervisi yang
tepat akan menyebabkan perawat pelaksana merasa diterima, dihargai, dan
dilibatkan, sehingga timbul komitmen yang tinggi untuk memajukan pelayanan
keperawatan.
Teori kepuasan kerja yang ada dalam penelitian ini ada beberapa teori
diantaranya Herzberg (1959), Davis (1989), Victor (1964), dan Robbins (1996).
Namun yang digunakan dalam penelitian ini adalah menurut Robin (1996) istilah
kepuasan kerja merujuk kepada sikap umum seorang individu kepada
pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan tinggi menunjukkan sikap
positif terhadap kerjanya: sementara seseorang yang tidak puas menunjukkan
sikap negatif terhadap kerjanya. Robin (1996) membagi kepuasan kerja menjadi
empat yaitu: 1) Kerja yang secara mental menantang akan membuat karyawan
lebih menyukai pekerjaan yang dapat memberikan mereka kesempatan untuk
menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka serta menawarkan beragam
tugas, kebebasan dan umpan balik. 2) Ganjaran yang pantas dalam hal ini yang
dimaksud adalah karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi
yang mereka persepsikan sebagai adil dan sesuai dengan harapan mereka.
3) Kondisi kerja yang mendukung mempunyai arti karyawan yang peduli dengan
lingkungan kerja, baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan
dalam melakukan pekerjaan yang baik. Rekan kerja yang mendukung apabila
karyawan mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi dalam

Universitas Sumatera Utara

39

pekerjaannya. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan
interaksi sosial. 4) Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya
karyawan dengan tipe kepribadian kongruen (sama dan sebangun) dengan
pekerjaan yang mereka pilih seharusnya akan menemukan bakat dan kemampuan
yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Berikut akan
diuraikan beberapa teori kepuasan kerja.

Universitas Sumatera Utara

40

Konseptual King
1. Sistem personal
2. Sistem interpersonal
3. Sistem sosial
King (1981)

KEPUASAN:
1. Pekerjaan yang menantang
2. Ganjaran
3. Kondisi kerja
4. Kesesuain pribadi dengan
pekerjaan
Robbins (1996).

Fungsi pengarahan dalam

manajemen
keperawatan:
- Motivasi
- Supervisi
- Delegasi
- Manajemen konflik
- Komunikasi
(Swansburg,
2000;
Marquis & Huston,
2000).

Supervisi Academic
1. Edukatif
2. Suportif
3. Manejerial
Farington, 1995

Kepuasan kerja perawat

Faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja:
a. Faktor demografi
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan
4. Masa kerja
(As‟ad, 2004; Mangkunegara, 2009).
b. Faktor pekerjaan
1. Gaji
2. Kesempatan pengembangan diri
3. Supervisi
4. Interaksi sosial
5. Otonomi/kewenangan
(As‟ad, 2004; Mangkunegara, 2009;
Robbins, 2006; Siagian, 2002).

Dampak kepuasan:
a. Produktivitas
b. Menurunkan
keabsenan
c. Menurunkan turn
over
(Robbin, 2006;
Kreitner & Kinicki,
2010; Siagian,
2009).

Gambar 2.2 Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara

41

2.4. Kerangka Konsep
Penelitian ini menggunakan supervisi model academik yangdiper kenalkan
oleh Farington di Royal College of Nursing UK tahun 1995. Farington
menyebutkan bahwa supervisi dilakukan untuk membagi pengalaman supervisor
kepada para perawat sehingga ada proses pengembangan kemampuan professional
yang berkelanjutan (CPD; continuing professional development). Dilihat dari
prosesnya, supervisi merupakan proses formal dari perawat professional (RN‟s)
untuk support dan learning sehingga pengetahuan dan kompetensi perawat dapat
dipertanggungjawabkan sehingga pasien mendapatkan perlindungan dan merasa
aman selama menjalani perawatan. Berdasarkan tinjauan pustaka maka supervisi
academik yaitu 1) Suportif, 2) Edukatif, 3) Manejerial.
Teori kepuasan kerja yang digunakan adalah menurut Robbins (1996).
Robbins menyatakan bahwa istilah kepuasan kerja merujuk kepada sikap umum
seorang individu kepada pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan tinggi
menunjukkan sikap positif terhadap kerjanya: sementara seseorang yang tidak
puas menunjukkan sikap negatif terhadap kerjanya. Dengan mengetahui kepuasan
kerja karyawan, melalui bagaimana karyawan tersebut merespon terhadap
berbagai program atau rencana yang telah ditetapkan oleh perusahaan, hal ini
dapat menjadi umpan balik yang sangat berharga bagi perusahaan tersebut.
Kepuasan kerja menurut Robin yaitu: 1) kerja yang Menantang, 2) Ganjaran, 3)
Kondisi kerja.

Universitas Sumatera Utara

42

Supervisi Academik
1. Edukatif
2. Suportif
3. Manejerial
(Farington, 1995)

Kepuasan kerja
1. Pekerjaan yang
menantang
2. Ganjaran
3. Kondisi kerja
(Robbins, 1996)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara