Hubungan Fungsi Supervisi Kepala Ruangan dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan

(1)

HUBUNGAN FUNGSI SUPERVISI KEPALA RUANGAN

DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT PELAKSANA

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Oleh

HAVIJA SIHOTANG

127046064/ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUBUNGAN FUNGSI SUPERVISI KEPALA RUANGAN

DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PERAWAT PELAKSANA

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Oleh

HAVIJA SIHOTANG

127046064/ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 09 Februari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santosa, M.S., Ph.D. Anggota : 1. Salbiah, S.Kp., M.Kep.

2. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si. 3. Diah Arruum, S.Kep., Ns., M.Kep.


(5)

(6)

Judul Tesis : Hubungan Fungsi Supervisi Kepala Ruangan dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan

Nama : Havija Sihotang

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2015

ABSTRAK

Supervisi keperawatan adalah suatu kegiatan profesional dalam pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh kepala ruangan kepada perawat pelaksana yang meliputi fungsi formatif, restorative dan normative. Supervisi keperawatan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja perawat pelaksana. Produktivitas kerja meliputi efektivitas dan efisiensi pelayanan asuhan keperawatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan fungsi supervisi kepala ruangan dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan desain cross sectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 160 perawat pelaksana yang dipilih dengan teknik simple random sampling. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner tertutup pada fungsi supervisi terdiri dari 39 item dan produktivitas kerja perawat pelaksana 28 item. Nilai CVI fungsi supervisi


(7)

0.87, produktivitas kerja 0.90 dengan nilai realibilitas fungsi supervisi 0.948 produktivitas kerja 0.924. Hasil uji normalitas 0.506. Hubungan fungsi supervisi kepala ruangan dengan produktivitas kerja perawat pelaksana diuji dengan Pearson Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi supervisi kepala ruangan sudah dilaksanakan dengan baik nilai mean 160.75 (mean ideal 78), median 162.50 (median ideal 78) nilai minimum 128 maksimum 186 dengan range 53, produktivitas kerja perawat pelaksana sudah baik nilai mean 118.48 (mean ideal 56), median 119 (median ideal 56), nilai minimum 101 maksimum 136 dengan range 35. Terdapat nilai p = 0.000 dengan korelasi koefisien r 0.698 memiliki makna hubungan tinggi antara fungsi supervisi kepala ruangan dengan produktivitas kerja perawat pelaksana. Diharapkan administrator keperawatan dapat menetapkan kebijakan dalam pelaksanaan supervisi sehingga kepala ruangan dapat meningkatkan fungsi supervisi dan melakukan penilaian terhadap produktivitas kerja perawat pelaksana.


(8)

Thesis Title : Relationship Between the Function of Supervision of Nursing Chief and Work Productivity of Nurse Practitioners at dr. Pirngadi Regional General Hospital Medan

Name : Havija Sihotang

Study Program : Master of Nursing Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2015

ABSTRACT

Nursing supervision is a professional activity in nursing services which is instructed by nuraing chief to nurse practitioners, it includes formative, restorative, and normative functions. Nursing supervision is intended to increase work productivity of nurse practitioners. Productivity itself includes effectiveness and efficiency in providing nursing services. The objective of the research was to find out the relationship between the function of supervision of nursing chief and work productivity of nurse practitioners at dr. Pirngadi regional General Hospital Medan. The research used descriptive correlation method with cross sectional design. The samples were 160 nurse practitioners, taken by using simple random sampling technique. The data were gathered by distributing covered questionnaires, consisted of 39 items for the function of supervision and 28 items


(9)

for work productivity of nurse practitioners. CVI value was 0.87, work productivity was 0.90 with the reliability value of the function of supervision was 0.948, and work productivity was 0.924. The result of normality test was 0.506. The data on the correlation between the function of supervision of nursing chief and work productivity of nurse practitioners was analyzed by using Pearson Product Moment. The result of the research showed that the function of supervision of the nursing chief been performed well at mean value of 160.75 (mean ideal of 78), median 162.50 (median ideal of 78), minimum value was 128, maximum value was 186 with range of 53; work productivity of nurse practitioners had been performed well at mean value of 118.48 (mean ideal of 56), median 119 (median ideal of 56), minimum value was 101, maximum value was 136 with range of 35. P-value = 0.000 with coefficient correlation r 0.698 which indicated that there was significant correlation between the function of supervision of nursing chief and work productivity of nurse practitioners. It is recommended that the nursing administrator make a policy in the implementation of supervision so that nursing chief can increase the function of supervision and assess the work productivity of nurse practitioners.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, taufik, hidayah dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Hubungan Fungsi Supervisi Kepala Ruangan dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengikuti pendidikan Magister Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Setiawan, SKp., MNS., PhD., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Bapak Achmad Fathi, S.Kep., Ns., MNS., selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan USU yang memfasilitasi penulis selama menjalani pendidikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing I Bapak Drs. Heru Santosa, M.S., Ph.D., dan pembimbing II Ibu Salbiah, S.Kp., M.Kep., yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan ilmu yang sangat


(11)

bermanfaat sejak awal penyusunan hingga selesainya tesis ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si dan Ibu Diah Arruum, S.Kep, Ners, M.Kep., yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian tesis ini.

Ucapan terimah kasih yang tak terhingga juga penulis tujukan kepada kedua orang tua Ayahanda Alm. A. Sihotang dan Ibunda tercinta R. Br Simanjuntak serta Kakak dan Abang yang senantiasa memberikan dukungan baik secara moral maupun material. Selanjutnya kepada keluarga besar Yayasan Binalita Sudama Medan yang telah memberikan dukungan. Akhirnya, ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara angkatan II 2012/2013 serta semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan untuk menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih belum sempurna, namun penulis berharap tesis ini bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan profesi keperawatan dan khususnya kepada penulis.

Medan, 09 Februari 2015 Penulis


(12)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Havija Sihotang

Tempat/Tanggal Lahir : Tolping, 07 April 1984

Alamat : Jl. Pasar V Gg. Perdana Tembung, Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang No Telp/HP : 081375518799

Email : havijasihotang@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SD Negeri 173470 Tolping 1996 SLTP SLTP Negeri 2 Pakkat 1999 SLTA SPK Pemkab Asahan 2002 S-1 STIKes Binalita Sudama Medan 2008 Ners STIKes Binalita Sudama Medan 2009

Riwayat Pekerjaan:

Staff Administrasi di STIKes Yayasan Binalita Sudama Medan mulai Agustus 2008.

Tenaga Pengajar di STIKes Yayasan Binalita Sudama Medan mulai T.A. 2010/2011 sampai dengan sekarang.


(13)

Kegiatan Akademik Penunjang Studi:

Peserta “The International Seminar Assosiation of Indonesian Nurse Education Center (AINEC) 02 - 04 Desember 2012 Surabaya

Peserta pada acara “Seminar Aplikasi Penelitian Kualitatif Sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Bidang Kesehatan” 18 Desember 2012 Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peserta pada acara “Workshop Menganalisis Data Kualitatif dengan Metode Content Analysis dan Shoftware Weft-QDA”, 18 Desember 2012 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peserta “Seminar Keperawatan Nursing Leadership Menyongsong ASEAN Community 2015, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peserta pada acara ”2013 Medan International Nursing Conference, 1-2 April 2013, Hotel Garuda Plaza.

Panitia “Seminar dan Workshop Keperawatan Aplikasi Knowledge Management dalam Administrasi Keperawatan di Rumah Sakit”, 13-14 Mei 2013, RSU dr.Pirngadi Medan.

Peserta Lokakarya “Menyiapkan Naskah untuk Publikasi di Jurnal Nasional Terakreditasi/Jurnal Internasional Bereputasi” angkatan ke-3, 6 Nopember 2013. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Peserta “The National Seminar Assosiation of Indonesian Nurse Education Center (AINEC) Tahun 2013 Banda Aceh

Peserta Workshop Penulisan Proposal Untuk AINEC AWARD 21-22 Maret 2014 Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI).


(14)

Peserta “Workshop Penguatan dan Pemberdayaan Kelembagaan Perguruan

tinggi” Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Tahun 2014

Peserta “Workshop Item Review” Assosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia Regional I 05 – 06 September 2014 Banda Aceh.

Peserta Peserta “The International Seminar Assosiation of Indonesian Nurse Education Center (AINEC) 13 – 15 November 2014 Pontianak

Peserta „Workshop Penguatan dan Pemberdayaan Kelembagaan Perguruan Tinggi


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK…………...………. i

ABSTRACT..………. iii

KATA PENGANTAR...……… v

RIWAYAT HIDUP…………..……… vii

DAFTAR ISI ……… x

DAFTAR TABEL ………... xii

DAFTAR GAMBAR……… xiii

DARTAR LAMPIRAN……… xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ……….. 1

1.1. Latar Belakang..………. 1

1.2. Permasalahan……….. 6

1.3. Tujuan Penelitian………... 8

1.4. Hipotesis………. 8

1.5. Manfaat Penelitian……….. 8

1.5.1. Bagi Rumah Sakit………. 8

1.5.2. Profesi Keperawatan……… 9

1.5.3. Peneliti Selanjutnya……….. 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ..………... 10

2.1. Supervisi ……… 10

2.1.1. Pengertian Supervisi………. 10

2.1.2. Tujuan Supervisi….………. 12

2.1.3. Pelaksana Supervisi……….. 13

2.1.4. Teknik Supervisi………... 14

2.1.5. Kompetensi Supervisor……… 16

2.1.6. Peran dan Fungsi Supervisi……….. 17

2.1.7. Model Supervisi………... 23

2.2. Produktivitas Kerja………. 26

2.2.1. Pengertian Produktivitas………... 26

2.2.2.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktifitas………….. 27

2.2.3. Indikator Produktivitas………. 30

2.3. Teori Keperawatan……….………. 36

2.4. Landasan Konseptual..………... 38


(16)

BAB 3. METODE PENELITIAN………... 42

3.1. Jenis Penelitian………... 42

3.2. Lokasi dan waktu penelitian.……….. 42

3.3. Populasi dan Sampel….………. 42

3.4. Metode Pengumpulan Data….………... 44

3.5. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ………. 45

3.6. Variabel dan Definisi Operasional………. 46

3.7. Metode Pengukuran………... 48

3.8. Metode Analisis Data………. 49

3.9. Pertimbangan Etik………... 52

BAB 4. HASIL PENELITIAN……… 54

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 54

4.2. Karakteristik Responden……… 56

4.3. Gambaran fungsi supervisi kepala ruangan dan produktivitas kerja perawat pelaksana……… 58

4.4. Hubungan fungsi supervisi kepala ruangan dengan produktivitas kerja perawat pelaksana………. 58

BAB 5. PEMBAHASAN………. 60

5.1. Fungsi Supervisi Kepala Ruangan………. 60

5.2. Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana………... 66

5.3. Hubungan Fungsi Supervisi dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana……… 70

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN……….. 75

6.1. Kesimpulan………. 75

6.2. Saran………... 76

DAFTAR PUSTAKA………... 77


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Probabillity pengambilan sampel……… 44

Tabel 3.2. Variabel dan Definisi Operasional……….. 47

Tabel 3.3. Variabel dan Definisi Operasional……….. 48

Tabel 3.4. Nilai Koefisien Korelasi r………... 52

Tabel 4.1. Karakteristik responden berdasarkan umur dan lama kerja di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan……….. 56

Tabel 4.2. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan, jenis kelamin dan status perkawinan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan……….. 56

Tabel 4.3. Gambaran fungsi supervisi kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan………. 57

Tabel 4.4. Gambaran produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan……… 58

Tabel 4.5. Hubungan fungsi supervisi dan produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan……….. 59


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Roles of the Clinical Supervisor DHHS………... 20

Gambar 2.2 Komponen dari produktivitas individu………... 36

Gambar 2.2 Landasan Konseptual……….. 38


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Instrumen Penelitian……….. 84 Lampiran 2 Bio Data Expert……… 93 Lampiran 3 Surat izin penelitian………... 95


(20)

Judul Tesis : Hubungan Fungsi Supervisi Kepala Ruangan dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan

Nama : Havija Sihotang

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2015

ABSTRAK

Supervisi keperawatan adalah suatu kegiatan profesional dalam pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh kepala ruangan kepada perawat pelaksana yang meliputi fungsi formatif, restorative dan normative. Supervisi keperawatan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja perawat pelaksana. Produktivitas kerja meliputi efektivitas dan efisiensi pelayanan asuhan keperawatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan fungsi supervisi kepala ruangan dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan desain cross sectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 160 perawat pelaksana yang dipilih dengan teknik simple random sampling. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner tertutup pada fungsi supervisi terdiri dari 39 item dan produktivitas kerja perawat pelaksana 28 item. Nilai CVI fungsi supervisi


(21)

0.87, produktivitas kerja 0.90 dengan nilai realibilitas fungsi supervisi 0.948 produktivitas kerja 0.924. Hasil uji normalitas 0.506. Hubungan fungsi supervisi kepala ruangan dengan produktivitas kerja perawat pelaksana diuji dengan Pearson Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi supervisi kepala ruangan sudah dilaksanakan dengan baik nilai mean 160.75 (mean ideal 78), median 162.50 (median ideal 78) nilai minimum 128 maksimum 186 dengan range 53, produktivitas kerja perawat pelaksana sudah baik nilai mean 118.48 (mean ideal 56), median 119 (median ideal 56), nilai minimum 101 maksimum 136 dengan range 35. Terdapat nilai p = 0.000 dengan korelasi koefisien r 0.698 memiliki makna hubungan tinggi antara fungsi supervisi kepala ruangan dengan produktivitas kerja perawat pelaksana. Diharapkan administrator keperawatan dapat menetapkan kebijakan dalam pelaksanaan supervisi sehingga kepala ruangan dapat meningkatkan fungsi supervisi dan melakukan penilaian terhadap produktivitas kerja perawat pelaksana.


(22)

Thesis Title : Relationship Between the Function of Supervision of Nursing Chief and Work Productivity of Nurse Practitioners at dr. Pirngadi Regional General Hospital Medan

Name : Havija Sihotang

Study Program : Master of Nursing Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2015

ABSTRACT

Nursing supervision is a professional activity in nursing services which is instructed by nuraing chief to nurse practitioners, it includes formative, restorative, and normative functions. Nursing supervision is intended to increase work productivity of nurse practitioners. Productivity itself includes effectiveness and efficiency in providing nursing services. The objective of the research was to find out the relationship between the function of supervision of nursing chief and work productivity of nurse practitioners at dr. Pirngadi regional General Hospital Medan. The research used descriptive correlation method with cross sectional design. The samples were 160 nurse practitioners, taken by using simple random sampling technique. The data were gathered by distributing covered questionnaires, consisted of 39 items for the function of supervision and 28 items


(23)

for work productivity of nurse practitioners. CVI value was 0.87, work productivity was 0.90 with the reliability value of the function of supervision was 0.948, and work productivity was 0.924. The result of normality test was 0.506. The data on the correlation between the function of supervision of nursing chief and work productivity of nurse practitioners was analyzed by using Pearson Product Moment. The result of the research showed that the function of supervision of the nursing chief been performed well at mean value of 160.75 (mean ideal of 78), median 162.50 (median ideal of 78), minimum value was 128, maximum value was 186 with range of 53; work productivity of nurse practitioners had been performed well at mean value of 118.48 (mean ideal of 56), median 119 (median ideal of 56), minimum value was 101, maximum value was 136 with range of 35. P-value = 0.000 with coefficient correlation r 0.698 which indicated that there was significant correlation between the function of supervision of nursing chief and work productivity of nurse practitioners. It is recommended that the nursing administrator make a policy in the implementation of supervision so that nursing chief can increase the function of supervision and assess the work productivity of nurse practitioners.


(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelayanan keperawatan merupakan kunci utama dalam pelayanan rumah sakit. Secara kuantitas perawat merupakan jumlah tenaga terbanyak dan berada di samping pasien selama 24 jam (Gillies, 1994). Pengelolaan pelayanan keperawatan membutuhkan sistem manajemen yang tepat untuk mengarahkan seluruh sumber daya keperawatan yang ada untuk dapat menghasilkan pelayanan keperawatan yang prima dan berkualitas (Marquis & Huston, 2010). Proses manajemen keperawatan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Pelaksanaan fungsi manajemen tersebut harus didukung oleh manajer yang mampu untuk melaksanakan fungsi manajemen untuk dapat memberikan pelayanan keperawatan yang terbaik (Swanburg, 2010).

Manajemen harus mengakui dan menerima bahwa sumber daya manusia merupakan elemen yang paling strategis dalam organisasi. Peningkatan produktivitas kerja hanya mungkin dilakukan manusia (Siagian, 2009). Produktivitas kerja adalah keinginan manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan di segala bidang (Sutrisno, 2012). Produktivitas sangat penting bagi daya saing jangka panjang dalam organisasi.

Produktivitas dalam keperawatan dihubungkan dengan efesiensi dan keefektifan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Kepala ruangan dapat meningkatkan produtivitas perawat pelaksana dengan memberikan motivasi


(25)

(Swanburg, 2010). Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atau jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya (Siagian, 2009). Efisien yaitu tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya), mampu menjalankan tugas dengan tepat dan cermat, berdaya guna, bertepat guna (KBBI, 2014).

Menurut Royal College of Nursing (RCN) (2007), produktivitas harus dimulai dengan kualitas perawatan pasien, penyakit, nilai dan yang mewakili peningkatan kesehatan pasien. Produktivitas dalam keperawatan bersifat kompleks, penting bagi perawat manajer untuk memahami tentang produktivitas karena akan berdampak pada perawatan pasien dan masa kerja perawat. Produktivitas merupakan salah satu dari sepuluh indikator dalam pemberian asuhan keperawatan (Zoschack, 2010).

Produktivitas kerja dapat diukur berdasarkan hasil kerja perawat meliputi absensi, penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, cedera, pendapatan, namun dalam penelitian hal ini jarang digunakan. Ukuran produktivitas kerja perawat yang sebenarnya adalah hasil kesehatan bagi pasien melalui peningkatan Bed of Rate (BOR) dan Long of Stay (LOS. Mengukur produktivitas kerja perawat merupakan masukan bagi mutu pelayanan keperawatan. Input, proses dan hasil ukur adalah merupakan umpan balik yang memungkinkan manajer mengambil


(26)

keputusan untuk meningkatkan produktivitas perawat dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien (North & Hughes, 2012).

Menurut National Service Health (NHS, 2012), peningkatan produktivitas kerja perawat dapat dilakukan melalui peningkatan jumlah tenaga perawat yang dapat memberikan lebih banyak waktu untuk memenuhi kebutuhan pasien.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Huton dan Gates (2008), menyatakan bahwa kepuasan dengan supervisor berhubungan positif dengan produktivitas kerja. Studi lain mengemukakan bahwa lingkungan kerja memiliki peran penting dalam peningkatan produktivitas perawat (Harwood, Ridley, Wilson, Laschinger, 2010).

Menurut Wegman dan McGee dalam Ledvak dan Buck (2008), perawat yang kurang terlatih adalah merupakan masalah yang signifikan yang mempengaruhi produktivitas kerja. Mengatasi hal ini manajer ataupun kepala ruangan diharapkan mampu melaksanakan perannya sebagai perencana, pelatih, pengarah dan pengevaluasi serta sebagai role model yang dapat dilakukan pada saat pelaksanaan supervisi.

Menurut Deming dalam Robbins (2010) menyatakan bahwa manajer bukan pekerja, manajer berperan melakukan supervisi sebagai sumber utama peningkatan produktivitas. Supervisi merupakan salah satu standar dari praktek profesional dalam organisasi. Supervisi adalah suatu strategi tata kelola untuk meningkatkan kemampuan praktisi baik dari kualitas maupun kompetensi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan (Dawson, Phillips


(27)

dan Leggat, 2012). Bush (2005) mengemukaan bahwa ada tiga fungsi utama supervisi yaitu: (1) Fungsi formatif, meliputi proses edukatif untuk mengembangkan keterampilan, (2) Fungsi restorative, yaitu memberikan dukungan profesional yang terus-menerus untuk mengurangi stress dan kelelahan, (3) Fungsi normative , meliputi fungsi manajerial untuk perbaikan, peningkatan dan pengendalian kualitas praktek profesional pelayanan keperawatan.

Supervisi berperan untuk mempertahankan agar segala kegiatan yang telah diprogram dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Supervisi secara langsung memungkinkan manajer keperawatan menemukan berbagai hambatan ataupun permasalahan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di ruang perawatan (Suyanto, 2008).

Driscoll (2008), mengemukakan pandangan bahwa jika pelaksanaannya benar maka supervisi klinis adalah pendorong terbesar dalam memajukan keunggulan dalam perawatan. Meskipun demikian, kurangnya pemahaman dikombinasikan dengan ketidak percayaan oleh perawat masih dapat mengakibatkan hambatan dalam pelaksanaan supervisi kepada mereka yang membutuhkannya.

Pelaksananaan supervisi masih sering dianggap sebagai salah satu hal yang membuat perawat tidak nyaman, masih menganggap mencari kesalahan dari perawat itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut pelaksanaan supervisi perlu dilakukan dengan baik dengan membina hubungan interpersonal. Supervisi bertujuan untuk pengembangan staf dalam hal ini memberikan dukungan kepada


(28)

staf, membantu perawat untuk dapat bekerja lebih efektif dan memberikan wawasan kepada perawat (Lynch & Happel, 2008). Seorang pelaksana supervisi harus memiliki kompetensi yang meliputi pengetahuan dan keterampilan. Supervisor harus memahami konsep teoritis serta bagaimana cara untuk menerapkannya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Berggren dan Severinsson (2012) pada 15 perawat teregistrasi menyatakan bahwa pelaksanaan supervisi dapat meningkatkan kemampuan perawat dalam pengambilan keputusan. Penelitian yang juga dilakukan Gonge & Buus (2011), di Denmark dengan menggunakan Manchester Clinical Supervision Scale (MCSS) pada 136 sampel di 9 bangsal psikiatri dan 4 pusat kesehatan mental dinyatakan bahwa pelaksanaan supervisi berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat psikiatri dan meningkatkan produktivitas kerja. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Frimpong, Helleringer, Williams, Yeji dan Phillips (2011), menunjukkan bahwa kegiatan supervisi dapat meningkatkan produktivitas kerja perawat. Supervisees (penerima supervisi) yang mendapatkan dukungan dari supervisor (pelaksana supervisi) menunjukkan bahwa produktivitas kerjanya lebih tinggi dari pada yang tidak mendapat dukungan dari supervisor. Pelaksanaan supervisi tidak hanya dilakukan di rumah sakit namun diseluruh area pelayanan keperawatan baik di rumah sakit maupun di komunitas (Estes, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Mulyono, Hamzah dan Abdullah (2013) di Rumah sakit Tingkat III 16.06.01 Ambon pada 32 sampel di ruang rawat inap


(29)

diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara supervisi dengan kinerja perawat, sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RSUD Liunkendage Tahuna pada delapan ruang rawat inap dengan 69 responden dengan menggunakan uji chi-square diketahui bahwa ada hubungan antara supervisi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana (Tampilang, 2013).

Pelaksanaan supervisi melibatkan perawat manajer dan perawat pelaksana, kegiatan supervisi yang baik dapat meningkatkan produktivitas kerja perawat. Kepala ruangan sebagai manajer lini pertama harus mampu melaksanakan supervisi dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara informal yang dilakukan pada tanggal 07 Februari 2014 kepada 5 kepala ruangan dan 6 perawat pelaksana di ruang rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Pirngadi Medan bahwa supervisi dilakukan oleh kepala ruangan berupa orientasi pada perawat baru, mengarahkan perawat apabila belum mampu dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan, merencanakan kegiatan ruangan seperti penyusunan jadwal dinas. Kepala ruangan melaksanaan supervisi belum terjadwal dan waktu belum ditentukan. Namun perencanaan, pembimbingan, dan pengawasan tetap dilaksanakan sesuai dengan tugas sebagai kepala ruangan. Pengukuran produktivitas dilaksanakan berdasarkan DP3.

1.2. Permasalahan

Kepala ruangan merupakan jabatan yang cukup penting dan strategis, secara manajerial peran kepala ruangan ikut menentukan keberhasilan pelayanan keperawatan. Kepala ruangan adalah manajer operasional yang merupakan


(30)

pimpinan yang secara langsung mengelola seluruh sumber daya di unit perawatan untuk menghasilkan pelayanan yang bermutu. Diantara peran kepala ruangan adalah sebagai perencana, pelatih, pembimbing, pengarah dan pengevaluasi yang dapat dilakukan melalui supervisi.

Kepala ruangan harus mampu melaksanakan supervisi yang bertujuan untuk mempertahankan perencanaan yang telah ada agar dapat dipastikan bahwa perencanaan tersebut dapat dilaksanakan untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Pelaksanaan supervisi melibatkan peran aktif dari seluruh perawat yang ada.

Fungsi supervisi merupakan suatu proses yang dilaksanakan oleh kepala ruangan untuk mengawasi pekerjaan perawat pelaksana. Kegiatan supervisi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Fungsi supervisi meliputi fungsi formatif (peningkatan pengetahuan dan keterampilan), restorative (memberikan dukungan), dan normative (mengendalikan kualitas palayanan keperawatan) untuk membantu perawat pelaksana dalam pemberian pelayanan keperawatan dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja perawat pelaksana.

Produktivitas kerja merupakan pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan yang dihasilkan oleh perawat meliputi efektifitas dan efisiensi. Efektifitas adalah kemampuan melaksanakan tugas dengan benar sesuai dengan prosedur dan standar sedangkan efisiensi adalah kemampuan melaksanakan tugas dengan cepat dan tanggap sehingga dapat menghemat secara ekonomis.


(31)

Berdasarkan fenomena dan permasalahan diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan fungsi supervisi kepala ruangan dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan fungsi supervisi kepala ruangan dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di RSUD dr. Pirngadi Medan.

Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi:

1. Mengidentifikasi fungsi supervisi kepala ruangan yang meliputi fungsi formatif, restoratif, dan normatif di RSUD dr. Pirngadi Medan.

2. Mengidentifikasi produktivitas kerja perawat pelaksana yang meliputi efektivitas dan efisiensi di RSUD dr. Pirngadi Medan.

3. Mengidentifikasi hubungan fungsi supervisi kepala ruangan dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di RSUD dr. Pirngadi Medan.

1.4. Hipotesis

Ada hubungan signifikan antara fungsi supervisi kepala ruangan dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan bagi rumah sakit khususnya kepada administrator keperawatan dalam penyusunan kebijakan


(32)

pelaksanaan supervisi kepala ruangan serta upaya peningkatan produktivitas kerja perawat pelaksana.

1.5.2. Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai fakta dilapangan dalam pembelajaran terkait kondisi manajemen keperawatan khususnya tentang fungsi supervisi kepala ruangan dan produktivitas kerja perawat pelaksana yang dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu keperawatan.

1.5.3. Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dan referensi oleh peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan fungsi supervisi dan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit.


(33)

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1.Supervisi

2.1.1. Pengertian Supervisi

Supervisi adalah suatu kegiatan yang dilakukan berupa pengawasan, pengontrolan, pengendalian maupun pengevaluasian (KBBI, 2014). Menurut Gillies (1994), menyatakan supervisi atau pengawasan merupakan salah satu dari prinsip perilaku kepemimpinan. Supervisi dilakukan untuk melihat pekerjaan yang sedang berlangsung dan memperbaikinya apabila terjadi pelaksanaan yang tidak baik. Menurut RCN (2007), supervisi adalah proses memastikan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan tujuan organisasi, dengan cara melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan.

Fayol dalam Swanburg (2010), mengemukakan bahwa supervisi merupakan pemeriksaan apakah segala sesuatunya terjadi sesuai dengan rencana yang telah disepakati, instruksi yang dikeluarkan, serta prinsip-prinsip yang telah ditentukan yang bertujuan untuk menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi. Supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan yang kemudian bila ditemukan masalah segera dilakukan bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Suarli, 2012).

Marquis & Huston (2010), mengemukakan bahwa supervisi adalah kegiatan yang direncanakan untuk membantu tenaga keperawatan dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Supervisi tidak hanya sekedar


(34)

mengontrol melihat apakah segala kegiatan sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program yang telah ditentukan, tetapi supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi atau syarat-syarat personal maupun material yang diperlukan untuk tercapainya tujuan asuhan keperawatan secara efektif dan efesien.

NHS (2012), mendefenisikan supervisi adalah sebuah kegiatan professional untuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang saling membantu melalui proses pembelajaran sesuai dengan tanggung jawab dalam tindakan praktek. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nursalam (2011), bahwa supervisi dalam praktek keperawatan professional merupaka suatu proses pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam mencapai tujuan organisasi.

Supervisi adalah pengawasan langsung yang dilakukan untuk mengawasi pekerjaan atau prestasi orang lain. Supervisi meliputi penilaian kepada individu untuk melihat kegiatan apa yang telah selesai dan apa yang mungkin masih perlu untuk diselesaikan sepanjang hari (Tappen, Weiss, & Whitehead 2010). Menurut Swanburg (2010), menyatakan bahwa supervisi adalah suatu proses untuk memberikan kemudahan dalam menyelesaikan tugas-tugas keperawatan. Pelayanan asuhan keperawatan akan sulit dipertahankan dan ditingkatkan tanpa melakukan supervisi.

Kron (1987), menyatakan bahwa supervisi adalah merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, memotivasi, memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi secara terus menerus pada setiap


(35)

perawat dengan sabar, adil serta bijaksana. Hasil dari pelaksanaan supervisi diharapkan setiap perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik, terampil, aman, cepat dan tepat secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan dari perawat yang bersangkutan.

Supervisi klinis adalah mekanisme dukungan untuk praktisi profesional klinis di mana mereka dapat berbagi pengalaman organisasi, perkembangan dan emosional dengan aman dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Proses ini akan menyebabkan peningkatan kesadaran termasuk akuntabilitas dan praktek reflektif ( Lynch & Happel, 2008).

Berdasarkan beberapa uraian pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa supervisi adalah suatu kegiatan profesional dalam pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh manajer kepada bawahan. Proses supervisi merupakan kegiatan pembelajaran, pelatihan yang bertujuan untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta serta memberikan dukungan kepada bawahan dan merupakan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan asuhan keperawatan. 2.1.2. Tujuan Supervisi

Menurut Gillies (1994), tujuan dari supervisi adalah untuk memeriksa, menilai dan memperbaiki penampilan kerja pegawai sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Swanburg (2010) mengatakan tujuan supervisi adalah (1) Memperhatikan anggota unit organisasi di samping itu area kerja dan pekerjaan itu sendiri. (2) Memperhatikan rencana, kegiatan, dan evaluasi dari pekerjaannya. (3) Meningkatkan kemampuan pekerjaan melalui orientasi, latihan dan bimbingan


(36)

individu sesuai kebutuhannya serta mengarahkan kepada kemampuan ketrampilan keperawatan.

Menurut Suarli (2012), tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik. Supervisi yang baik adalah supervisi yang dilakukan secara berkala. 2.1.3. Pelaksana Supervisi

Menurut Suyanto (2008), supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertanggung jawab antara lain:

1. Kepala Ruangan

Kepala ruangan bertanggung jawab melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien diruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan metode penugasan yang diterapkan di ruang perawatan tersebut.

2. Pengawas Perawatan (Supervisor)

Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit fungsional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan.

3. Kepala Bidang Keperawatan

Kepala bidang keperawatan yang merupakan top manajer dalam bidang keperawatan, bertanggung jawab untuk melakukan supervisi baik secara langsung


(37)

maupun tidak langsung melalui para pengawas perawatan.

Suarli (2012), mengemukakan bahwa yang bertanggung jawab melakukan supervisi adalah atasan langsung yang memiliki kelebihan dalam organisasi tersebut. Karakteristik yang harus dimiliki oleh pelaksana supervisi meliputi: (1) Atasan langsung dari yang disupervisi, apabila tidak memungkinkan, dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-batas dan wewenang dan tanggung jawab yang jelas. (2) Memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi. (3) Memiliki keterampilan melakukan supervisi artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta teknik supervisi. (4) Memiliki sifat edukatif dan suportif, bukan otoriter. (5) Mempunyai waktu yang cukup, sabar, dan selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku bawahan yang disuperisi.

2.1.4. Teknik Supervisi

Menurut Arwani (2006), secara teknis supervisi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Supervisi langsung bertujuan untuk proses pembimbingan, arahan, dan pencegahan serta memperbaiki kesalahan yang terjadi, maka supervisi langsung lebih tepat digunakan. Supervisi yang ditujukan untuk memantau proses pelaksanaan tugas kepearawatan yang telah dijalankan maka supervisi tidak langsung lebih tepat digunakan. Supervisi langsung dilakukan pada kegiatan yang sedang berlangsung. Supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah.


(38)

Supervisi tidak langsung dilakukan melalui laporan tertulis seperti laporan pasien dan catatan asuhan keperawatan pada shift pagi, sore dan malam. Dapat juga dengan menggunakan laporan lisan seperti saat timbang terima shift, ronde keperawatan maupun rapat. Supervisor tidak melihat langsung kejadian dilapangan sehingga memungkinkan terjadi kesenjangan fakta. Hasil temuan dari supervisi tidak langsung memerlukan klarifikasi dan umpan balik diberikan agar tidak terjadi salah persepsi dan masalah segera dapat diselesaikan (Suyanto, 2008).

Menurut Suarli (2012), teknik pokok supervisi mencakup empat hal yaitu (1) menetapkan masalah dan prioritasnya, (2) menetapkan penyebab masalah, (3) melaksanakan jalan keluar, (4) menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut.

Douglas dalam Swanburg (2010), mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan aktivitas supervisi perlu mempertimbangkan hubungan interpersoanal dan komunikasi. Aktivitas tersebut meliputi teknis ataupun objektif yang meliputi: (1) menurumuskan tujuan perawatan realistis untuk klinik kesehatan, pasien dan personel keperawatan, (2) membrikan prioritas utama untuk kebutuhan pasien atau klien sehubungan dengan tugas-tugas staf perawatan, (3) melaksanakan koordinasi untuk efesiensi pelayanan yang diberikan oleh bagaian penunjang, (4) mengidentifikasi tanggung jawab untuk seluruh kegiatan yang dilakukan staf perawatan, (5) memberikan perawatan yang aman dan berkesinambungan, (6) mempertimbangkan kebutuhan terhadap tugas-tugas yang bervariasi dan pengembangan staf perawatan, (7) memberikan kepemimpinan terhadap anggota


(39)

staf untuk bantuan dalam hal pengajaran, konsultasi dan evaluasi, (8) mempercayai anggota untuk mengikuti perjanjian yang telah mereka sepakati, (9) menginterpretasikan protokol untk berespon terhadap hal-hal incidental, (10) menjelaskan prosedur yang harus diikuti dalam keadaan darurat, (11) memberikan laporan ringkas dan jelas, (12) menggunakan proses kontrol manajemen untuk mengkaji kualitas pelayanan yang diberikan dan mengawasi penampilan kerja individu dan kelompok staf perawatan.

Menurut Kirk, Eaton & Auty (2000), proses supervisi dapat dilakukan dengan cara self-supervision, one-to-one supervision dan team supervision. Bush (2005), mengemukakan supervisi dapat dilakukan dengan cara one-to-one dengan expert berasal dari disiplin ilmu yang sama, one-to-one dengan expert berasal dari disiplin ilmu yang berbeda, one-to-one yang dilakukan oleh rekan, group supervision dan network supervision. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan meningkatkan hubungan interpersonal sehingga tujuan dari supervisi dapat tercapai (Heron 1990).

2.1.5. Kompetensi Supervisor

Seorang supervisor keperawatan dalam melaksanakan supervisi harus memiliki kemampuan (1) memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan, (2) memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan pelaksana keperawatan, (3) mmeberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja staff dan pelaksana keperawatan, (4) mampu memahami dinamika kelompok, (5) memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan, (6) melakukan penilaian terhadap penampilan


(40)

kerja perawat, (7) mengadakan pengawasan agar agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik (Suyanto, 2008).

2.1.6. Peran dan Fungsi Supervisi

Peran supervisor adalah tingkah laku seorang supervisor yang diharapkan oleh perawat pelaksana dalam melaksanakan supervisi. Menurut Kron (1987) peran supervisor adalah sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai.

1) Peran sebagai perencana. Seorang supervisor dituntut mampu membuat perencanaan sebelum melaksanakan supervisi. Dalam perencanaan seorang supervisor banyak membuat keputusan mendahulukan tugas dan pemberian arahan, untuk memperjelas tugasnya untuk siapa, kapan waktunya, bagaimana, mengapa, termasuk memberikan instruksi.

2) Peran sebagai pengarah. Seorang supervisor harus mampu memberikan arahan yang baik saat supervisi. Semua pengarahan harus konsisten dibagiannya dan membantu perawat pelaksana dalam menampilkan tugas dengan aman dan efisien meliputi: pengarahan harus lengkap sesuai kebutuhannya, dapat dimengerti, pengarahan menunjukkan indikasi yang penting, bicara pelan dan jelas, pesannya masuk akal, hindari pengarahan dalam satu waktu, pastikan arahan dapat dimengerti, dan dapat ditindaklanjuti. Pengarahan diberikan untuk menjamin agar mutu asuhan keperawatan pasien berkualitas tinggi, maka supervisor harus mengarahkan staf pelaksana untuk melaksanakan tugasnya sesuai standar yang ditentukan rumah sakit. Pengarahan sangat


(41)

penting karena secara langsung berhubungan dengan manusia, segala jenis kepentingan, dan kebutuhannya. Tanpa adanya pengarahan, karyawan cenderung melakukan pekerjaan menurut cara pandang mereka pribadi tentang tugas-tugas apa yang seharusnya dilakukan, bagaimana melakukan dan apa manfaatnya.

3) Peran sebagai pelatih. Seorang supervisor dalam memberikan supervisi harus dapat berperan sebagai pelatih dalam pemberian asuhan keperawatan pasien. Dalam melakukan supervisi banyak menggunakan keterampilan pengajaran atau pelatihan untuk membantu pelaksana dalam menerima informasi. Prinsip dari pengajaran dan pelatihan harus menghasilkan perubahan perilaku, yang meliputi mental, emosional, aktivitas fisik, atau mengubah perilaku, gagasan, sikap dan cara mengerjakan sesuatu.

4) Peran sebagai penilai. Seorang supervisor dalam melakukan supervisi dapat memberikan penilaian yang baik. Penilaian akan berarti dan dapat dikerjakan apabila tujuannya spesifik dan jelas, terdapat standar penampilan kerja dan observasinya akurat. Dalam melaksanakan supervisi penilaian hasil kerja perawat pelaksana saat melaksanakan asuhan keperawatan selama periode tertentu seperti selama masa pengkajian. Hal ini dilaksanakan secara terus menerus selama supervisi berlangsung dan tidak memerlukan tempat khusus.

Pelaksanaan supervisi berfungsi untuk meningkatkan keyakinan diri, peningkatan kemampuan untuk mendukung pasien, peningkatan kemampuan dalam hubungan dengan pasien, dan peningkatan kemampuan untuk mengambil tanggung jawab kualitas supervisi menunjukkan bahwa kepuasan dalam


(42)

pelaksanaan supervisi mendorong untuk meningkatkan kualitas pelayanan (Berggren & Severinsson, 2005). Peran yang dilakukan supervisor saat pelaksanaan supervisi meliputi mengamati dan membimbing, memberikan sikap yang mendukung, dan mampu mengidentifikasi masalah bersama pasien dan pelaksanaan berfokus pada teoritis (Christiansen, at al, 2011)

Berdasarkan Departement of Health Human Service (DHHS) (2009), fungsi seorang supervisor klinik adalah:

1. Teacher: membantu untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, meningkatkan kesadaran diri, melalui proses pembelajaran dengan mengidentifkasi kebutuhan untuk meningkatkan professional. Supervisor adalah guru, pelatih dan seorang role model profesional.

2. Consultant: sebagai konsultan kinerja serta memantau masalah yang ada dan juga menentukan alternatif penyelesaian masalah untuk mencapai tujuan bersama. Konsultan sebagai unit terdepan dalam organisasi untuk mengenali dan mengatasi masalah yang ada.

3. Coach: memberikan dukungan dalam pembentukan moral, menilai kebutuhan serta kekuatan, menyarankan berbagai pendekatan klinis, model serta mengatasi kelelahan melalui pelatihan terus menerus.

4. Mentor (role model): supervisor mengajarkan supervisees melalui peran model, memfasilitasi pengembangan professional serta melatih generasi berikutnya.


(43)

Gbr 2.1. Roles of the Clinical Supervisor. Sumber: Departement of Health Human Service 2009

Menurut Farington (1995), Hawkins & Shohet (1989) dalam White at.all (1998), mengemukakan bahwa fungsi supervisi meliputi:

1. Fungsi edukasi yang meliputi pengembangan skill, dan kemampuan memberikan pemahaman terhadap orang lain. Pengembangan skill perawat pelaksana dilakukan melalui proses pembelajaran. Seorang manager harus mampu mengajarkan dan memberikan pelatihan yang terus menerus tentang apa yang belum diketahui oleh perawat pelaksanaan. Meningkatkan apa yang telah diketahui untuk pelayanan keperawatan yang lebih baik. Melalui supervisi manager tidak hanya mampu mengajarkan tetapi harus mampu memerankan apa yang diajarkan sehingga perawat pelaksana langsung dapat melihat tidak hanya pada saat supervisi berlangsung namun juga dalam kegiatan sehari-hari.


(44)

2. Fungsi supportive yaitu pemberian dukungan terhadap masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan praktek serta meningkatkan hubungan interpersonal. Manager/supervisor memberikan dukungan kepada perawat pelaksana. Dukungan yang diberikan dapat dirasakan oleh perawat pelasana, memberikan kesempatan untuk menyampaikan permasalahan yang dihadapi dan mampu meredam konflik yang ada di antara perawat.

3. Fungsi manajerial yaitu merupakan quality kontrol dalam pemberian pelayanan klinik . Seorang manager adalah pengawas untuk tetap menjaga kualitas pelayanan keperawatan. Manager harus mampu mengidentifikasi masalah kualitas pelayanan. Apabila kualitas tersebut menurun maka manager harus mampu mencari penyebab dan mampu memberikan penyelesaian masalah.

Menurut Severinson (2001), Bush (2005), Dowson, at. all. (2012), supervisi adalah merupakan pengawasan manajerial yang bertujuan untuk memfasilitasi dan mendorong praktek profesional yang terdiri dari tiga fungsi utama supervisi yaitu:

1. Fungsi formatif, meliputi proses edukatif untuk mengembangkan keterampilan. Proses edukatif adalah pembelajaran antara supervisor dengan perawat pelaksana. Manager mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dan membantu perawat pelaksana untuk meningkatkan pemahaman dari setiap pelayanan asuhan keperawatan . seorang manager melatih perawat pelaksana untuk meningkatkan teknik-teknik dalam bekerja sehingga meningkatkan


(45)

pelayanan asuhan keperawatan. Pelaksanaan kegiatan edukatif memberikan kesempatan kepada perawat pelaksana untuk mengeksplor dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki.

2. Fungsi restorative, yaitu memberikan dukungan professional yang terus-menerus untuk mengurangi stress dan kelelahan. kegiatan ini berfungsi untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi perawat pelaksana dalam pemberian pelayanan keperawatan. Permasalahan dapat disebabkan kelelahan dalam bekerja, stress akibat beban kerja. Fungsi restorative dapat dilakukan dengan menggali emosi ketika bekerja. Manager harus mampu untuk meredam konflik yang terajadi. Keseluruhan tim harus memiliki sikap yang saling mendukung sehingga memberikan kenyamanan dalam bekerja.

3. Fungsi normative , meliputi fungsi manajerial untuk perbaikan, peningkatan dan pengendalian kualitas praktek profesional pelayanan keperawatan. Fungsi normative untuk peningkatan dan perbaikan standar contoh mengkaji (Standar Prosedur Operasional) SPO yang telah ada yang kemudian dapat diperbaiki jika diperlukan. Kegiatan ini memberikan kepada perawat pelaksana untuk lebih meningkatkan kemampuan dalam manajemen pengelolaan pasien. Penerapan fungsi ini dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan atau rapat untuk membahan pelayanan keperawatan yang ada saat ini. Tujuan yang diharapkan dari fungsi ini adalah adanya perubahan yang lebih baik dalam tindakan pemberian pelayanan keperawatan, pemecahan masalah, meningkatkan praktik, kepuasan kerja dan peningkatan produktivitas kerja.


(46)

Menurut Swanburg (2010), supervisi dilakukan untuk mengontrol tingkat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan ini memerlukan tindakan koreksi yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja dan produktivitas, kebijakan serta prosedur yang digunakan sebagai standar. Tindakan-tindakan perbaikan dapat bersifat benar, disiplin atau mendidik.

Tempat evaluasi saat melakukan supervisi berada di lingkungan perawatan pasien dan pelaksana supervisi harus menguasai struktur organisasi, uraian tugas, standar hasil kerja, metode penugasan dan dapat mengobservasi staf yang sedang bekerja. Penilaian membuat perawat mengetahui tingkat kinerja mereka (Marquis & Huston, 2010).

Menurut Suarli (2012), supervisor harus menyadari fungsinya sebagai berikut: (1) Mengatur dan mengorganisir proses pemberian pelayanan keperawatan menyangkut pelaksana standar asuhan keperawatan yang telah disepakati. (2) Menilai dalam memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemberian asuhan keperawatan. (3) Mengkoordinasikan, menstimulasi dan mendorong kearah peningkatan kualitas asuhan keperawatan. (4) Membantu (asistensing), memberi dukungan (supporting) dan mengajak untuk diikutsertakan (sharing).

2.1.7. Model Supervisi

Menurut Suyanto (2008), beberapa model supervisi dapat diterapkan dalam kegiatan supervisi antara lain:


(47)

1. Model konvensional

Supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan untuk mengoreksi kesalahan dan memata-matai staff dalam menjalankan tugas. Model ini sering tidak adil karena hanya melihat sisi negatif dari pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan para perawat pelaksana sehingga sulit terungkap sisi positif, hal-hal yang baik ataupun keberhasilan yang telah dilakukan.

2. Model ilmiah

Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan sehingga tidak hanya mencari kesalahan atau masalah saja. Oleh karena itu supervisi yang dilakukan dengan model ini memiliki karakteristik: a) dilakukan secara berkesinambungan, b) dilakukan dengan prosedur, instrument dan standar supervisi yang baku, c) menggunakan data yang obyektif sehingga dapat diberikan umpan balik dan bimbingan.

3. Model klinis

Supervisi ini bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan kinerjanya dalam pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi yang dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan. 4. Model artistik

Model ini dilakukan dengan pendekatan personal untuk menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat pelaksana yang akan di


(48)

supervisi. Pendekatan interpersonal akan menciptakan hubungan saling percaya sehingga hubungan antara perawat pelaksana dengan supervisor akan terbuka yang mempermudah proses supervisi.

Beberapa model supervisi telah dikembangkan antara lain Model Proctor: model ini mengembangkan bahwa seorang supervisor harus memenuhi tiga fungsi utama utama yaitu: restoratif, formatif dan normative. Model ini yang memandu praktek supervisi tidak boleh terlalu preskriptif, tetapi bertindak sebagai kerangka kerja yang didukung oleh prinsip teori (Bush, 2005). Model lain adalah The CLEAR (integratif) model menjelaskan tugas atau proses pengawasan meliputi beberapa komponen yaitu kontrak, mendengarkan, mengeksplorasi, tindakan dan meninjau. Komponen kontrak menggambarkan adanya proses sebelum pelaksanaan supervisi melalui sesi negosiasi untuk mencapai hasil yang diinginkan. Komponen mendengarkan meliputi adanya proses menjadi seorang pendengar yang aktif. Komponen mengeksplorasi dilakukan dengan menggunakan pertanyaan untuk mendapatkan informasi baru dalam kemajuan klinis. Komponen tindakan dan meninjau dilakukan sebagai kegiatan terakhir. Dilakukan dengan proses bimbingan secara bertahap berdasarkan teoritis. Supervisi yang dilakukan berdasarkan kerangkan kerja yang bertujuan untuk pengembangan supervisees. Supervisor harus menyadari elemen utama dalam model ini adalah: murah hati, bermanfaat, bersikap terbuka, mau belajar, bijaksana dan pemikiran, manusiawi, sensitive (Berggren & Severinsson, 2005).


(49)

Pelaksanaan supervisi kepala ruangan di RSUD dr Pirngadi Medan belum dilaksanakan secara rutin dan terjadwal, namun pelaksanaan sesuai kebutuhan. Kepala ruangan melakukan pengawasan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kepala ruangan memberikan pembelajaran untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan perawat pelaksana melalui supervisi. Kepala ruangan juga memberikan dukungan serta mengontrol kinerja perawat pelaksana.

2.2. Produktivitas Kerja

2.2.1. Pengertian Produktivitas

Produktivitas secara umum diartikan sebagai hubungan antara keluaran (barang-barang atau jasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan dan uang). Produktivitas merupakan ukuran efisiensi produktif, suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan (Sutrisno, 2012). Produktivitas menyangkut masalah hasil akhir, yakni seberapa besar hasil akhir yang diperoleh didalam proses produksi. Dalam hal ini tidak terlepas dari efisiensi dan efektifitas. Efisiensi diukur dengan rasio output dan input, dengan kata lain mengukur efisiensi memerlukan identifikasi dari hasil kerja (Sulistiyani & Rosidah, 2011).

Greenberg dalam Sinungan (2009), mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut. Produktivitas juga diartikan sebagai perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil, perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satu–satuan (unit) umum.


(50)

Produktivitas dalam keperawatan dihubungkan dengan efisiensi penggunaan perawat klinis dalam penyampaian asuhan keperawatan untuk menghindari pemborosan dan keefektifan perawatan tersebut lebih berkualitas. Setiap profesional dapat menentukan nilai produktivitasnya sendiri dan dapat dilakukan secara mandiri untuk meningkatkan penampilan dan tanggung jawab serta bertindak sesuai standar praktek yang ada (Swanburg, 2010).

Produktivitas perawat merupakan faktor yang memberikan kontribusi yang signifikan, peningkatan produktifitas perawat akan mempengaruhi produktivitas pelayanan kesehatan. Dalam hal ini pengawasan terhadap produktivitas perawat pelaksana dilakukan oleh manager untuk melakukan pengontrolan terhadap kualitas kerja (North & Hughes, 2012).

Cheminais, Bayat, Walt dan Fox (1998) dalam Bhaga (2010), berpendapat bahwa produktifitas adalah nilai ekonomi yang meliputi efisiensi dan efektifitas melalui langkah-langkah yang telah ditentukan dengan tujuan untuk mencapai tingkat yang optimal. Menurut Gillies (1994), penggunaan waktu produktivitas belum berarti produktivitasnya tinggi, tetapi dengan diketahuinya waktu yang digunakan, kita dapat mengukur waktu kerja yang produktif atau tidak produktif.

Berdasarkan beberapa uraian diatas maka produktivitas adalah meliputi efektivitas dan efisiensi dalam memberikan pelayanan keperawatan.


(51)

Setiap perusahaan selalu berkeinginan agar tenaga kerja yang dimiliki mampu meningkatkan produktivitas yang tinggi. Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, tingkat pendidikan, keterampilan, disiplin, sikap dan etika kerja, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan kerja, iklim kerja, teknologi, sarana produksi, manajemen dan prestasi (Rivanto, 1991 dalam Sutrisno, 2012).

Sinungan (2009), mengatakan salah satu untuk mendorong peningkatan produktivitas adalah melalui peningkatan ketrampilan. Hal ini bertujuan agar setelah pelatihan seorang mampu mengemban tugas dan pekerjaan sebaik mungkin sehingga pada akhirnya dapat mendorong kemajuan setiap usaha.

Menurut simanjuntak (1993) dalam sutrisno (2012), menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan yang meliputi pelatihan, mental dan kemampuan fisik karyawan, hubungan antara atasan dan bawahan. Hasil penelitian Fako at.all. (2002), mengemukakan bahwa bawahan yang mendapat pembelajaran dari atasan lebih produktiv dibandingkan yang tidak mendapat pembelajaran. Tiffin dan Cormick dalam Siagian (2009), produktiviats dipengaruhi oleh faktor yang ada pada diri individu meliputi umur, tempramen, keadaan fisik individu, kelelahan dan motivasi. Sedangkan faktor yang diluar individu adalah kondisi fisik seperti suara, penerangan, waktu istirahat, lama kerja, upah, bentuk organisasi, lingkungan sosial dan keluarga.

Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya produktivitas adalah (a) knowledge, (b) skills, (c) abilities, (d) attitude, (e) behaviors (Sulistiyani, 2003). Letvak & Buck (2008), berpendapat bahwa faktor yang terkait dengan penurunan


(52)

produktivitas kerja adalah usia, lama bekerja perawat, kualitas pelayanan yang diberikan, stres, dan masalah pada lingkungan kerja. Fako dan Forcheh (2007) menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja perawat adalah pelatihan, partisipasi dalam pengambilan kebijakan, kehadiran, pembelajaran dari atasan, usia dan agama.

Menurut Siagian (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja adalah:

1. Perbaikan terus-menerus

Salah satu implikasi dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja adalah bahwa seluruh komponen organisasi harus melakukan perbaikan secara terus-menerus. Pandangan ini bukan hanya merupakan salah satu etos kerja yang penting sebagai bagian dari filsafat manajemen mutakhir. Pentingnya etos kerja ini dikarenakan bahwa suatu organisasi selalu dihadapkan kepada tuntutan yang terus–menerus berubah, baik secara internal maupun eksternal. Perubahan internal meliputi perubahan strategi organisasi, pemanfatan teknologi, kebijaksanaan. Perubahan eksternal adalah perubahan yang terjadi dengan cepat karena dampak tindakan organisasi yang dominan peranannya dimasyarakat.

2. Peningkatan mutu hasil pekerjaan

Mutu tidak hanya berkaitan dengan produk yang dihasilkan dan dipasarkan, baik berupa barang maupun jasa, akan tetapi menyangkut semua jenis kegiatan yang diselenggarakan oleh semua satuan kerja, baik pelaksaana tugas pokok


(53)

maupun pelaksana tugas penunjang dalam organisasi. Peningkatan mutu meliputi mutu internal dan eskternal karena akan tercermin dalam interaksi organisasi dengan lingkungannya yang turut membentuk citra organisasi dimata berbagai pihak diluar organisasi.

3. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur yang paling strategis dalam organisasi. Memberdayakan SDM merupaka etos kerja yang sangat mendasar yang harus dipegang teguh oleh semua manajemen dalam organisasi. Memberdayakan SDM mengandung berbagai kiat seperti mengakui harkat dan martabat manusia, perkayaan mutu kekaryaan, dan penerapan gaya manajamen yang partisipatif melalui proses demokrasi dalam organisasi.

Produktivitas keperawatan meningkat hasilnya dengan menambahkan laporan pengetahuan dan keterampilan. Beberapa kemajuan dalam keperawatan dalam bentuk standar praktik, jenjang klinis dan lain-lain yang membutuhkan dukungan selama di tempat kerja serta menghormati martabat individu, mendorong untuk tanggung jawab mencapai tujuan profesi (Gillies, 1999).

Peningkatan produktivitas perawat memiliki manfaat seperti menurunkan biaya rumah sakit dan meningkatkan retensi kerja perawat, meningkatkan efektivitas dan kepuasan pasien, perawat, dokter dan staf (Thompson & Stanowski, 2009).


(54)

2.2.3. Indikator Produktivitas

Produktivitas perawat merupakan hal yang sangat penting dalam rumah sakit. Perawat merupakan bagian terbesar dari sistem pelayanan yang memberikan perawatan langsung kepada pasien (Hall, Doran, & Pink, 2004). Meningkatnya produktivitas kerja diharapkan pekerjaan akan terlaksana secara efisien dan efektif yang diperlukan untuk pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Sutrisno, 2012). Untuk mengukur produktivitas kerja, diperlukan suatu indikator sebagai berikut:

1. Kemampuan

Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan seorang karyawan sangat bergantung pada keterampilan yang dimiliki serta profesionalisme mereka dalam bekerja. Ini memberikan daya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diembannya kepada mereka.

2. Meningkatkan hasil yang dicapai

Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan salah satu yang dapat dirasakan baik yang mengerjakan maupun yang menikmati hasil pekerjaan tersebut. Jadi, upaya untuk memanfaatkan produktivitas kerja bagi masing-masing yang terlibat dalam suatu pekerjaan.

3. Semangat kerja

Hal ini merupakan usaha untuk lebih baik dari keamrin. Indicator ini dapat dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari kemudian dibandingkan dengan hari sebelumnya.


(55)

4. Pengembangan diri

Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan kerja. Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan dan harapan dengan apa yang akan dihadapi. Sebab semakin kuat tantangannya, pengembangan diri mutlak dilakukan. Harapan untuk menajdi lebih baik pada gilirannya akan sangat berdampak pada keinginan karyawan untuk meningkatkan kemampuan.

5. Mutu

Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu lebih baik dari yang telah lalu. Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan kualitas kerja seorang pegawai. Meningkatkan mutu bertujuan untuk memberikan hasil yang terbaik yang pada gilirannya akan sangat berguna bagi organisasi dan dirinya sendiri.

6. Efisiensi

Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan. Masukan dan keluaran merupakan aspek produktivitas yang memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi karyawan.

Moody (2004), mengemukakan bahwa pengukuran produktivitas dilakukan berdasarkan lama kerja perawat perhari, lama rawat pasien (LOS), laporan produktivitas dari kepegawaian berdasarkan pendapat pasien, peningkatan pengetahuan. Menurut Hall (2003); Soltani (2007); Swanburg (2010), produktivitas dalam keperawatan dihubungkan dengan efisiensi penggunaan


(56)

perawat klinis dalam penyampaian asuhan keperawatan untuk menghindari pemborosan dan keefektifan perawatan terhadap kualitas dan ketepatannya.

1. Efektivitas mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu yang telah ditetapkan. Efektivitas berkaitan dengan ketepatan dalam pemberian asuhan keperawatan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan..

2. Efesiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi penggunaanya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Efesiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input yang direncanakan dengan input sebenarnya. Apabila ternyata input yang sebenarnya digunakan semakin besar penghematannya, maka tingkat efesiensi semakin tinggi. Efisiensi dikaitkan dengan kecepatan dalam pemberian asuhan keperawatan serta menghindari pemborosan penggunaan alat.

Hubungan antara efektivitas dan efisiensi membentuk pengertian produktivitas dengan cara efektivitas pelaksanaan tugas mencapai tujuan dibagi dengan efisiensi penggunaan sumber-sumber masukan ke proses. Produktivitas kerja ini dapat diperbaiki melalui: (1) Perencanaan dengan meningkatkan variasi antara masukan dengan keluaran dengan: (a) meningkatkan keluaran (output), mengurangi masukan (input), (b) meningkatkan keluaran, masukan dipertahankan konstan, (c) meningkatkan keluaran lebih cepat dari pada masukan (d) mempertahankan masukan konstan, mengurangi masukan, (e) mengurangi keluaran lebih lambat dari pada masukan. (2) Mengumpulkan ide-ide dan


(57)

rekomendasi dari staf, (3) Membuat tantangan, (4) Menajer menunjukkan minat pada pencapaian dan perhatian staf, (5) Memuji dan memberi imbalan pada kinerja yang baik, (6) Melibatkan staf, (7) Mempunyai susunan atau hubungan yang berarti dengan hasil pengukuran dimana data tersedia atau mudah didapatkan dan dimana pekerja mempunyai beberpa kontrol, (8) memilih tindakan yang cocok dengan fungsi dan menggabungkan dengan tindakan (9) memantau perubahan beban kerja dalam kebutuhan pengaturan staf dengan membuat standar (10) Mengkombinasikan dukungan dengan pemahaman, motivasi dengan pengenalan pekerja (11) meningkatkan rasio staf profesional dengan non profesional, (12) Menempatkan pasien yang diterima berdasarkan sumber yang diterima, (13) memperbaiki keterampilan, energi, dan motivasi melalui pengembangan staf, penyediaan buku-buku, penyediaan biaya, serta insentif lain, (14) penyederhanaan beban kerja, analisis beban kerja dan pendekatan lain, (15) membuat suatu diagnosa organisasi terhadap masalah-masalah, dan kenyataan-kenyataan, (16) Menanyakan kepada perawat apa yang membuat mereka produktif, (17) Mengurangi waktu menunggu dan istirahat, waktu minum kopi dan makan, (18) Merangsang manajer perawat dan perawat klinis untuk menginginkan pencapaian hasil yang memuaskan, (19) Menyusun target untuk meningkatkan keluaran tahunan tanpa penambahan alat atau pekerja, (20) membuat catatan dan analisa waktu harian pegawai untuk menentukan kemajuan pegawai (21) menyusun tujuan dan ukuran penampilan staf, (22) membuat suatu komitmen untuk memperbaiki produktivitas, keefektifan dan efisiensi, (23) mencari produk baru dan pelayanan serta metode baru dan ikuti, (24) mencari


(58)

pendekatan baru dan bermanfaat untuk mengasi masalah yang sudah lama, (25) meningkatkan kualitas produk keperawatan, (26) memelihara perhatian dengan proses dan metoda untuk menghasilkan asuhan keperawatan (27) memperbaiaki penggunaan waktu, (29) mengurangi biaya yang perawat kerjakan dengan meninjau kembali anggaran biaya, (29) memperbaiki estetika: kualitas kerja dan kepuasan serta keindahan lingkungan, (29) menerapkan kebijakan etik sebagai suatu pernyataan organisasi profesional keperawatan, (30) menerapkan kebijakan etik sebagai suatu pernyataan organisasi profesional keperawatan, (31) memperoleh kepercayaan dari kelompok, (32) mengenal kebutuhan dengan baik (Swanburg, 2010).

Sinungan (2003) pengukuran produktivitas kerja meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja dan ketepatan waktu.

1. Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standar ada atau ditetapkan oleh perusahan, perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang serta tingkatannya atau perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya dan inilah yang terbaik sebagai memusatkan perhatian pada sasaran/tujuan.

2. Kualitas kerja adalah merupakan suatu standar hasil yang berkaitan dengan mutu dari suatu produk yang dihasilkan oleh karyawan dalam hal ini


(59)

merupakan suatu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan secara teknis dengan perbandingan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukan pencapaian relative

3. Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang ditentukan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang disediakan diawal waktu sampai menjadi output.

Efisiensi dan efektifitas merupakan komponen nilai ekonomi yang meliputi tenaga kerja, penggunaan obat dan juga prasarana yeng digunakan dalam pemberian proses keperawatan (NHS, 2012). Pengelolaan upaya peningkatan produktivitas kerja dapat dilihat sebagai masalah keperilakuan, tetapi juga dapat mengandung aspek-aspek teknis. Untuk mengatasi hal itu perlu pemahaman yang tepat tentang faktor penentu keberhasilan meningkatkan produktivitas kerja, salah satu diantaranya adalah etos kerja yang harus dipegang teguh oleh semua karyawan (Sutrisno, 2012).

Menurut Mathis & Jacson (2001), produktivitas individu dihubungkan dengan kinerja seseorang yang dipengaruhi tiga faktor: kemampuan untuk mengerjakan pekerjaannya, tingkat usaha, dan dukungan yang diberikan pada orang tersebut. Kinerja akan berkurang apabila salah satu faktor tidak ada. Ketiga faktor tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut:


(60)

Gbr.2.2. Komponen dari produktivitas individu

2.3. Teori Keperawatan

Teori keperawatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori interpersonal relationship dari Hildegard E. Peplau. Menurut Peplau keperawatan adalah terapeutik yaitu suatu seni menyembuhkan ataupun menolong individu yang membutuhkan. Keperawatan dipandang sebagai proses interpersonal karena menghubungkan dua individu atau lebih yang memiliki tujuan yang sama (Gonzalo, 2011).

Kemampuan memahami diri sendiri dan orang lain dalam konsep ini menggunakan dasar hubungan antar manusia yang mencakup empat komponen yaitu: pasien, perawat, masalah kecemasan yang timbul akibat sakit, proses interpersonal. Proses interpersonal dalam konsep ini menjelaskan bahwa pencapaian tujuan melalui langkah ataupun pola yang pasti, pengidentifikasian suatu masalah dimulai dengan pendekatan yang tepat. Individu dipandang sebagai satu struktur yang unik meliputi bio, psiko, sosio dan spiritual dimana satu sama lain tidak bertentangan. Setiap individu memiliki pemikiran yang berbeda yang

Produktivitas Individu

Produktivitas Individu  Pelatihan

 Peralatan

 Mengetahui harapan  Rekan kerja yang

produktif Usaha yang dilakukan

 Motivasi  Etika kerja

 Kehadiran pada waktu kerja

 Rancangan pekerjaan Kemampuan Bawaan

 Bakat  Ketertarikan  Faktor kepribadian  Faktor kejiwaan


(61)

mempengaruhi persepsi dimana hal ini sangat penting dalam proses interpersonal (Potter & Perry 2005).

Perawat ialah individu yang mengarahkan pasien untuk penyelesaian masalah yang dihadapi setiap hari, metode yang digunakan adalah berdasarkan prisip-prinsip profesional yang akan meningkat secara efektif. Setiap permasalahan akan mempengaruhi kepribadian perawat dan meningkatkan profesionalisme. Inilah ciri diri perawat yang memiliki perubahan langsung dalam terapeutik hubungan interpersonal.

Konsep Peplau mengidentifikasi empat tahapan hubungan interpersonal yang saling berkaitan yaitu: (1). Orientasi: merupakan tahap awal dari proses hubungan interpersonal, (2). Identifikasi : penetapan tujuan, (3). Eksploitasi: membantu memberikan gambaran klien yang sebenarnya, (4). Resolusi (pemecahan masalah). Setiap tahap saling melengkapi dan berhubungan sebagai satu proses untuk penyelesaian masalah.


(62)

2.4. andasan Konseptual

Gbr. 2.2. Landasan Konseptual

Tujuan supervisi

 Memperhatikan anggota unit dan area kerja

 Memperhatikan rencana kegiatandan evaluasi

 Meningkatkan kemampuan kerja

(Swanburg, 2010)  Memeriksa  Menilai  Memperbaiki (Gillies, 1994) Pelaksana Supervisi

 Kepala ruangana

 Pengawas perawatan

 Kepala bidang perawatan

(Suyanto, 2008)

Peran Supervisor

 Perencana

 Pengarah

 Pelatih

 Penilai

Korn (1987) & Christiansen, at. al (2010)

Fungsi Supervisi

 Edukasi

Supportive  Manajerial

Hawkins & Shohet (1989), Farington (1995)

 Teacher

 Consultant

 Coach

 Mentor (role model)

DHHS (2009)  Fungsi formatif  Fungsi restorative  Fungsi normative

Severinson (2001), Bush (2005), Dawson, at.all (2012)

Pengelolaan produktivitas:

 Perbaikan terus-menerus

 Peningkatan mutu hasil pekerjaan

 Pemberdayaan SDM (Siagiaan, 2002)

 Perencanaan

 Mengumpulkan ide rekomendari dari staf

 Pemberian reward

 Mengevaluasi kinerja

 Penegmbangan staf (Swanburg, 2010)

Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja:

 Tingkat pendidikan

 Keterampilan

 Tingkat penghasilan

 Motivasi

 Lama kerja

 Stress

 Lingkungan kerja

(Buck. At.all 2008, Tiffin dan Cormick dalam Siagian 2003)

Indikator produktivitas kerja

 Kemampuan

 Meningkatkan hasil yang dicapai

 Semangat kerja

 Pengembangan diri

 Mutu

 Efisiensi (Sutrisno, 2012)

 Efektifitas

 Efisiensi

Hall (2003), Soltani (2007), Swanburg (2010)

Teori Keperawatan


(63)

2.5. Kerangka Konseptual

Gbr. 2.2. Landasan Konseptual

Berdasarkan landasan konseptual pada Gbr 2.2. kerangka konseptual dalam penelitian ini dikembangkan berdasarkan 3 landasan konsep utama tentang fungsi supervisi dan didukung dengan konsep yang lain. Fungsi supervisi dapat terlaksana dengan meningkatkan hubungan interpersonal sehingga tujuan dari supervisi dapat tercapai.

1. Fungsi formatif

Pelaksanaan supervisi merupakan proses edukatif (pembelajaran) yang diberikan oleh kepala ruangan kepada perawat pelaksana. Pembelajaran yang diberikan kepala ruangan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan perawat pelaksana dalam pemberian pelayanan keperawatan. Kepala ruangan juga berperan sebagai teacher yang mampu mengajarkan hal-hal yang belum diketahui oleh perawat pelaksana maupun yang belum mampu untuk melaksanakan secara maksimal. Pelatihan secara terus-menerus juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan perawat pelaksana serta memperbaiki pelayanan keperawatan. Supervisi yang dilakukan kepala ruangan tidak hanya mampu mengajarkan, melatih namum mampu meberikan contoh nyata yang dapat dilakukan untuk dapat diikuti oleh perawat pelaksana (mengajarkan, melatih, role model).

2. Fungsi restorative

Kegiatan supervisi tidak hanya sebagai sarana untuk pembelajaran namun merupakan kegiatan profesional yang dilakukan oleh kepala ruangan. Kepala


(64)

ruangan harus mampu memberikan dukungan secara langsung kepada perawat pelaksana. Dukungan yang diberikan adalah bersifat profesional. Kepala ruangan perlu memberikan dukungan kepada perawat pelaksana untuk mengatasi masalah dalam pemberian pelayanan keperawatn. Kelelahan kerja maupun stress sering dihadapi oleh perawat pelaksana yang diakibatkan oleh pekerjaan yang dilakukan setiap hari. Kepala ruangan dalam hal ini harus mampu meperhatikan perawat pelaksana. Peran sebagai konsultan diberikan oleh kepala ruangan yang mampu memberikan ide/alternative kepada perawat pelaksana yang mengalami masalah dalam bekerja.

3. Fungsi normative

Kegiatan supervisi berfungsi sebagai kegiatan managerial yang bertujuan untuk pengendalian kualitas pelayanan keperawatan. Pengendalian kualitas pelayanan keperawatan dilakukan untuk dapat mempertahankan kualitas serta meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Supervisi yang dilakukan langsung oleh kepala ruangan sebagai manager lini pertama yang langsung berhadapan dengan perawat pelaksana dan pasien diharapkan mampu mempertahankan serta meningkatkan kualitas. Kepala ruangan harus mampu menentukan hal mana yang perlu dipertahankan dan yang harus ditingkatkan. Dalam hal ini kepala ruangan berperan sebagai konsultan yang harus mampu memberikan pemecahan masalah yang dihadapi oleh perawat pelaksana yang berorientasi terhadap peningkatan pelayanan keperawatan. Sebagai konsultan


(65)

kepala ruangan harus mampu merencanakan kapan, apa, siapa dan bagaimana cara untuk melaksanakan upaya peningkatan kualitas pelayanan.

Indikator produktivitas dikembangkan berdasarkan konsep utama yaitu efektifitas dan efisiensi. Efektifitas dan efisiensi kerja perawat pelaksana akan dapat tercapai apabila mampu meningkatkan perbaikan secara terus-menerus serta melakukan perencanaan untuk meningkatkan kemampuan serta melakukan evaluasi terhadap kinerja. Peningkatan produktivitas juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pengalaman, dan usia

Efektivitas adalah kemampuan perawat pelaksana untuk melaksanakan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan prosedur dan standar keperawatan serta mampu untuk memprioritaskan pelayanan keperawatan yang akan diberikan kepada pasien.

Efisiensi merupakan kemampuan perawat pelaksana dalam pemberian pelayanan keperawatan secara cepat, kehadiran dan ketelitian yang akan berdampak terhadap nilai ekonomis dalam pelayanan keperawatan.


(66)

Gbr. 2.3. Kerangka Konseptual Karakteristik individu 1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Lama kerja 4. Pendidikan 5. Status perkawinan

Produktivitas kerja perawat

1. Efisiensi 2. Efektifitas Fungsi Supervisi

1. Fungsi Formatif 2. Fungsi Restorative 3. Fungsi Normative


(67)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain deskriptif korelasi dengan metode cross sectional dimana pengukuran variabel independen dan variabel dependen dilakukan sekaligus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan fungsi supervisi kepala ruangan dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan tahun 2014.

3.2. Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan yang beralamat di JL. Prof. H. M. Yamin, SH No. 17 Medan. Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan November 2014.

Alasan pemilihan lokasi adalah dikarenakan RSUD dr Pirngadi Medan merupakan rumah sakit pendidikan, dan juga salah satu rumah sakit pemerintah kotamadya Medan dimana memiliki jumlah perawat yang cukup banyak dan juga merupakan rumah sakit rujukan di Provinsi Sumatera Utara dan juga dari luar Provinsi Sumatera utara.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang ada di Ruang Rawat Inap rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan sebanyak 282 orang (tidak termasuk kepala ruangan dan ketua tim).


(68)

Sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus (Lameshow, 1997):

n =

Keterangan:

n = Besar Sampel N = Besar Populasi

Z = Standar Deviasi normal (1.96) P = Target populasi (0.2)

D = Derajat ketepatan (95%)

α = Tingkat kepercayaan (0,05)

n =

=

=

n =

= 159.8 n = 160

Sampel dalam penelitian ini adalah 160 perawat pelaksana dari jumlah populasi. Sampel dalam penelitian ini diambil dari setiap ruangan dengan menggunakan teknik proporsional sampel (untuk memperoleh sampel yang representatif, pengambilan sampel ditentukan seimbang dengan banyaknya subjek dalam masing-masing wilayah (Arikunto, 2010). Kemudian dalam menentukan objek penelitian digunakan teknik simple random sampling dimasing-masing ruangan. Sampel dalam penelitian ini didasarkan pada kriteria inklusi yaitu bersedia menjadi responden, tidak sedang dalam masa cuti/pendidikan, lama kerja minimal 1 (satu) tahun. Selanjutnya untuk mendapatkan sampel yang representatif setiap ruangan maka akan dihitung berdasarkan rumus:


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)