Analisis Yuridis Perjanjian International Criminal Police Organization (Icpo Interpol) Dengan Polri Dalam Menangkap Pelaku Kejahatan Korupsi Yang Melarikan Diri Ke Luar Negeri

BAB II
INTERNATIONAL CRIMINAL POLICE ORGANIZATION (ICPOINTERPOL) DALAM HUKUM INTERNASIONAL
A. Sejarah dan Perkembangan ICPO-INTERPOL.
Sejak awal abad ke-19, kerjasama antar negara dalam penyidikan
kejahatan mulai dirintis, mengingat modus operandi kejahatan yang telah
berkembang, dimana seorang tersangka setelah melakukan kejahatan di suatu
negara tertentu, dapat melarikan diri melampaui batas wilayah negara sehingga
sulit untuk melakukan penangkapan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut,
perlu dilakukan kerjasama dengan negara lain.
Sebagai contoh kasus, pada awal tahun 1991, telah terjadi perampokan
yang didahului dengan pembunuhan di Bank Dagang Negara Cabang Batam,
sehingga mengakibatkan seorang satpam meninggal dunia. 17 Dari hasil
penyidikan telah tertangkap 5 (lima) orang tersangka yang seluruhnya warga
negara Malaysia. Dari pengembangan penyidikan diketahui bahwa otak dari
perampokan tersebut adalah seorang warga negara Singapura yang kemudian
berhasil melarikan diri ke negara asalnya. Berkat kerjasama yang baik antara Polri
dengan Kepolisian Singapura, dalam waktu yang relatif singkat, tersangka
berhasil ditangkap dan ditahan di Kepolisian Singapura.
Permasalahan yang timbul dalam proses penyidikan lebih lanjut adalah
bagaimana penyerahan tersangka kepada Indonesia sedangkan antara Indonesia
dan Singapura tidak ada perjanjian ekstradisi, mengingat bahwa locus delicti dan

alat-alat bukti yang sah berada di Indonesia sedangkan tersangka berada dibawah
17

Sardjono, Op. Cit., hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara

kekuasaan Kepolisian Singapura. Melihat banyaknya permasalahan yang timbul,
salah satunya seperti yang terurai di atas, kita menyadari betapa pentingnya
kerjasama antar negara atau kerjasama antar kepolisian dalam penyidikan
kejahatan. Alasan inilah yang menjadi titik tolak lahirnya organisasi internasional
yang bergerak dalam upaya penanggulangan kejahatan internasional, yaitu dengan
lahirnya ICPO-Interpol.
International Criminal Police Organization atau yang lebih dikenal
dengan alamat telegraf listriknya, Interpol, adalah organisasi yang dibentuk untuk
mengkoordinasikan kerjasama antar kepolisian di seluruh dunia. Jadi, Interpol
bukan merupakan singkatan dari International Police, tetapi merupakan kata sandi
yang dipergunakan dalam komunikasi internasional antar anggota.18 Nama
organisasi tersebut sampai saat ini adalah ICPO-Interpol.
Sebagai titik tolak, perlu diteliti apakah ICPO-Interpol itu adalah “Polisi

Internasional” atau detektif internasional, untuk menjawab pertanyaan tersebut,
maka kita tinjau dari 3 (tiga) aspek, yaitu : 19
1. Arti istilah Polisi
Sebagaimana diketahui arti istilah polisi harus dibedakan antara “polisi
sebagai fungsi” dan “polisi sebagai organ”. Polisi sebagai fungsi pada pokoknya
menunjuk pada tugas untuk menjamin ditaatinya norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat sehingga dapat dipelihara dan dijamin keamanan dan ketertiban
dalam masyarakat tersebut. Sedangkan polisi sebagai organ menunjuk pada organ

18
19

Ibid, hlm. 2
Ibid, hlm. 3

Universitas Sumatera Utara

di dalam masyarakat atau negara yang mempunyai tugas sebagaimana disebut di
atas, yang di dalam hal-hal tertentu diberi wewenang untuk melakukan tindakantindakan yang bersifat memaksa. Dari gambaran tersebut, kiranya jelas tidak dapat
dipisahkan antara polisi sebagai tugas maupun sebagai organ dengan masyarakat

atau dengan perkataan lain tidak mungkin adanya masyarakat tanpa polisi.
2. Karakteristik masyarakat internasional.
a. Universal, yakni bahwa masyarakat internasional adalah suatu masyarakat
yang terdiri dari individu-individu yang mendiami permukaan bumi, dan
karenanya umat manusia merupakan satu kesatuan.
b. Karena di atas individu-individu banyak organisasi dimana setiap individu
pasti menjadi anggotanya dan dalam perkembangan modern ini,
organisasi yang paling tinggi tingkatannya adalah negara, maka timbul
gagasan yang menyatakan bahwa masyarakat internasional adalah
masyarakat yang terdiri dari negara-negara.
Dalam hubungan dengan gagasan-gagasan di atas yang pada
umumnya merupakan pendapat para sarjana hukum internasional,
karakteristik masyarakat internasional antara lain:
a) Bahwa dalam masyarakat internasional tidak ada kekuasaan
(politik) yang tertinggi yang dapat melakukan tindakan-tindakan
yang

bersifat

memaksa


terhadap

subjek-subjek

hukum

internasional lainnya.

Universitas Sumatera Utara

b) Bahwa

dalam

masyarakat

internasional,

negara-negara


melaksanakan kedaulatannya sesuai dengan kepentingan masingmasing.
c) Bahwa dalam masyarakat internasional, amsing-masing negara
mempunyai angkatan bersenjata, melaksanakan perang sebagai
tindakan hukum terhadap negara-negara yang dianggap bersalah.
3. Karakteristik Hukum Internasional
Dapat dikemukakan bahwa berdasarkan Pasal 38 ayat (1) Statuta
Mahkamah Internasional, maka sumber hukum internasional terdiri dari :
1) Perjanjian-perjanjian internasional (international treaties).
2) Kebiasaan internasional, yang terbukti dari praktik umum yang telah diterima
sebagai hukum.
3) Prinsip-prinsip umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab.
4) Keputusan-keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang terkemuka dari
berbagai negara sebagai sumber tambahan untuk menetapkan aturan dan
kaidah hukum.

20

Selanjutnya gagasan-gagasan tentang dasar-dasar berlakunya hukum
internasional mengarah pada 2 (dua) teori sebagai berikut :

1) Teori Voluntaris yang pada dasarnya berusaha menerangkan bahwa hukum
internasional mengikat negara-negara atas dasar kehendak dari negara-negara
tersebut.
2) Teori Objektivitas yang pada dasarnya berusaha untuk membuktikan bahwa
dasar hukum internasional terlepas dari kehendak negara-negara. 21
20
21

J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1989, hlm. 43.
Ibid, hlm.44.

Universitas Sumatera Utara

Awal berdirinya Interpol adalah pada saat diselenggarakannya kongres
internasional pertama Polisi Kriminil di Monaco dari tanggal 14 sampai dengan
18 April 1914. Kongres tersebut diprakarsai oleh Pangeran Albert I dari Monaco
dan dihadiri olehpara perwira polisi, hakim-hakim, sarjana-sarjana hukum dari 14
negara. 22 Adapun masalah yang didiskusikan adalah :
1. Metode mempercepat dan mempermudah pelaku tindak pidana.
2. Penyempurnaan teknik identifikasi.

3. Pusat pengumpulan data tingkat internasional.
4. Unifikasi prosedur ekstradisi.
Kongres ini menghasilkan 12 resolusi, namun dengan meletusnya Perang
Dunia I, apa yang telah direncanakan dalam resolusi tidak dapat dilaksanakan.
Pada tahun 1919 setelah Perang Dunia I, Kolonel M.C. van Houten, dari Kerajaan
Belanda, mengulangi cita-cita kerjasama kepolisian tersebut dengan mengusulkan
agar diadakan konferensi lagi.
Pada tahun 1923 atas prakarsa Johann Schober, Kepala Kepolisian Austria
saat itu, diadakan Kongres Ke-2 pada tanggal 3 sampai dengan 7 September 1923.
Dalam konferensi tersebut hadir 138 utusan dari 20 negara antara lain Austria,
Denmark, Mesir, Perancis, Jerman, Yunani dan Hongaria. Pada Kongres II ini
berhasil disusun Anggaran Dasar ICPC (International Criminal Police
Commission) dan Wina ditetapkan sebagai markas besar. 23
Pada awal permulaan berdirinya ICPC, telah dijelaskan apakah ICPC yang
didirikan atas Anggaran Dasar 1923 merupakan suatu panitia yang dibentuk oleh
para utusan yang menghadiri kongres tersebut atau sudah berbentuk organisasi
22
23

Ibid, hlm. 8.

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

antar pemerintah. 24 Patut diketahui bahwa pada saat itu tidak ada dokumen yang
ditandatangani oleh para utusan, yang mungkin mereka tidak mempunyai mandat
sebagai wakil pemerintah. Namun anggaran dasar telah menetapkan bahwa
pemerintah dari negara anggota di kemudian hari dapat melakukan campur
tangan. Pasal 33 Anggaran Dasar menetapkan bahwa pemerintah yang tidak
terwakili dalam kongres telah diminta untuk mengajukan wakil-wakil mereka. Di
samping itu, anggaran dasar juga belum menentukan prosedur penerimaan
anggota baru. Memang harus diakui, masih banyak masalah-masalah yang bersifat
samar, namun demikian masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan kebiasaankebiasaan yang ada. Suatu negara yang akan menjadi anggota baru, biasanya akan
menyerahkan dokumen resmi dan membayar iuran yang pada umumnya dibayar
oleh pemerintah negara anggota.
Dalam Sidang Umum Ke-14 di Bukarest bulan Juni 1938, tidak lama
setelah pendudukan Jerman, untuk menghindari pengaruh politik, muncul suatu
pendapat agar markas besar ICPC dipindahkan ke negara netral. Namun pendapat
tersebut tidak diterima oleh Majelis Umum. Sebenarnya Reinhard Heydrich,
Kepala Kepolisian Jerman saat itu, merencanakan untuk mengambil alih ICPC

dan memindahkan markas besarnya dari Wina ke Berlin. Untuk melaksanakan
maksudnya tersebut, Heydrich telah mengadakan pemungutan suara secara paksa
dengan cara surat-menyurat dan anggota-anggota ICPC diberi waktu selama 3
(tiga) minggu untuk memberikan jawaban, sementara pada saat itu Perang Dunia
II telah berkobar. Negara-negara yang tidak memberikan jawaban telah dianggap

24

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

memberikan persetujuan secara diam-diam. Dokumen-dokumen ICPC telah
hilang selama jatuhnya kota Berlin beberapa tahun kemudian. 25
Segera setelah berakhirnya Perang Dunia II, Inspektur Jenderal F.E.
Louwage, dari Kepolisian Belgia, memutuskan untuk mengadakan pertemuan
dengan wakil-wakil negara anggota. Undangan untuk mengadakan pertemuan
tersebut dikirim melalui saluran diplomatik. Pertemuan tersebut merupakan
Sidang Umum ICPC Ke-15 dan para utusan dari 19 negara yang menghadiri
sidang tersebut mengatakan siap untuk menerima anggota baru. 26

Dalam agenda sidang umum tercantum suatu gagasan untuk merencanakan
anggaran dasar yang baru dan memilih kota sebagai markas besar yang baru dan
untuk pelaksanaannya dibentuk panitia. Majelis umum akhirnya memilih kota
Paris sebagai markas besar ICPC. Presiden ICPC akan didampingi oleh suatu
badan eksekutif yang benar-benar merupakan Dewan Internasional. Baik presiden
maupun badan eksekutif harus sama sekali terlepas dari negara tempat kedudukan
organisasi.
Pada Sidang Umum Ke-16 di Brussel tahun 1946 dihadiri oleh 19 negara
anggota. Keanggotaan organisasi ternyata meningkat dari tahun ke tahun. Sampai
tahun 1956, ICPC telah beranggotakan 55 negara dan sampai dengan tahun 1977
menjadi 127 negara. ICPC dalam sejarahnya sampai dengan tahun 1956 dapat
dikatakan tidak pernah mengalami kesulitan dan perselisihan yang berarti, kecuali
selama masa peperangan. Kenyataan ini terutama disebabkan oleh tujuan ICPC
yang jelas dan yang dinyatakan dengan tegas dalam anggaran dasarnya. Bahayabahaya yang mengancam keruntuhan ICPC telah mampu dicegah dengan adanya
25
26

Ibid, hlm.9
Ibid.


Universitas Sumatera Utara

Pasal 1 Anggaran Dasar 1946 yang berisi larangan untuk mencampuri atau
melakukan kegiatan dalam bidang politik, agama dan rasial.
Anggaran Dasar 1946 merupakan suatu revisi dari Anggaran Dasar 1923,
yang memungkinkan ICPC memulai dengan suatu rencana baru dan menempatkan
diri dalam suatu forum internasional secara lebih penting. 27 Namun demikian
dalam perkembangan selanjutnya, ternyata anggaran dasar inipun dianggap tidak
dapat mengikuti perkembangan terhadap kebutuhan yang semakin meningkat.
Dalam perkembangan ini, kerjasama internasional antar badan-badan kepolisian
menjadi semakin penting, sehingga organisasi memerlukan lebih dari persetujuan
secara diam-diam dari negara anggota. Di samping itu, pengeluaran-pengeluaran
yang diperlukan oleh organisasi ternyata tidak dapat dipenuhi oleh peraturanperaturan keuangan yang diadakan pada tahun 1946.
Akhirnya muncul pendapat-pendapat dari sebagian negara anggota tentang
perlu adanya perubahan secara menyeluruh dari anggaran dasar 1946, sehingga
pada tahun 1956, nama ICPC berubah menjadi ICPO (International Criminal
Police Organization), dimana sebelumnya pada tahun 1955 di Istanbul telah
dibicarakan konsep perubahan anggaran dasar yang baru dan pada Sidang Umum
Ke-26 di Wina, anggaran dasar baru diterima dan disahkan. Anggaran dasar yang
baru tersebut terdiri dari 50 pasal dan peraturan yang bersifat umum.
Tujuan ICPO yang dinyatakan dalam Pasal 2 sama dengan tujuan
organisasi yang ditetapkan sebelumnya, sedangkan markas besarnya tetap
berkedudukan di Paris. Ketika Sekretariat jenderal ICPO dipindahkan ke Paris
27

Ibid, hlm.10

Universitas Sumatera Utara

pada tahun 1946, maka timbul kebutuhan alamat telegraf dan kata “Interpol” telah
dipilih dan didaftarkan pada kantor pos di Paris, sehingga menjadi bagian dari
nama resmi organisasi.
Pada tahun 1966, Sekretariat Jenderal ICPO kembali dipindahkan dari
Paris ke Saint-Cloud dan pada tahun 1989, tepatnya pada tanggal 27 November
1989 Markas Besar ICPO-Interpol ditempatkan di Lyon. Sejak saat itu banyak
negara yang masuk menjadi anggota menurut prosedur yang telah ditetapkan
dalam anggaran dasar, sehingga ICPO saat ini adalah benar-benar merupakan
suatu organisasi internasional yang resmi diakui oleh dunia. Sampai dengan tahun
2015, Interpol telah memiliki 190 negara anggota.28

B. Jenis-jenis Notice yang Dimiliki ICPO-INTERPOL.
Fungsi utama dari keberadaan INTERPOL adalah untuk membantu
penanganan kejahatan secara global diantara penegak hukum di dunia. Fungsi
utama dari INTERPOL tersebut dibuktikan dengan cara efektif yang dilakukan
oleh INTERPOL dalam penanganan kejahatan transnasional dengan adanya
notifikasi yang dikeluarkan oleh INTERPOL atau yang biasa disebut INTERPOL
Notices. Keberadaan INTERPOL Notices ini membantu menginformasikan kepada
negara-negara anggota INTERPOL terkait informasi kejahatan, seperti pergerakan
penjahat untuk dilakukannya penangkapan dan selanjutnya ekstradisi pelaku
kejahatan. 29
Notices (pemberitahuan) menurut Pasal 1 INTERPOL’s Rules on the
Processing of Data, adalah setiap permintaan untuk kerjasama internasional atau
28
29

Annual Report of Interpol tahun 2015, hlm. 6.
INTERPOL, “Notices” dalam http://www.INTERPOL.int/Public/Notices/default.asp ,
diakses pada 10 April 2017

Universitas Sumatera Utara

setiap peringatan internasional yang diterbitkan oleh INTERPOL atas permintaan
dari NCB (National Central Bureau) atau badan internasional, atau atas inisiatif
Sekretariat Jenderal, dan dikirim ke semua anggota ICPO-Interpol. 30
Sebelum menerbitkan notices, Sekretariat Jenderal harus mengevaluasi
terlebih dahulu apakah masalah yang akan diinformasikan perlu dan berkaitan
dengan tujuan organisasi serta menghormati Hak Asasi Manusia. Jika kondisi
tersebut tidak memenuhi persyaratan formal ICPO-Interpol Constitution dan
peraturan INTERPOL lainnya, maka penyebaran harus dilarang oleh Sekretariat
Jenderal. 31
Pemberitahuan atau notice yang dikeluarkan dari pihak ICPO-Interpol
merupakan hak mutlak yang menjadi kewenangannya dalam membantu dalam
daftar pencarian orang yang dicari akibat tindakan atau kejahatan yang dilakukan
secara transnasional atau melarikan diri ke luar negeri karena tindakan pidana
yang dilakukan di negara asalnya sendiri. INTERPOL notice digolongkan menjadi
beberapa jenis, yaitu:
1. Individual Notice
Individual notice dibagi dalam beberapa kode warna yang dipublikasikan
dengan tujuan yang berbeda-beda dari setiap kode warna tersebut.
Individual notice terbagi dalam 8 notice, yaitu:
a. Red Notice
Red Notice diterbitkan atas permintaan dari NCB atau badan internasional
untuk penyidikan dan penuntutan dalam masalah pidana, untuk mencari lokasi

30
31

INTERPOL Rules on the Processing of Data, Pasal 1.
Anis Widyawati, Hukum Pidana Internasional, SInar Grafika, Jakarta, 2014, hlm. 127.

Universitas Sumatera Utara

orang yang dicari dan melakukan tindakan penangkapan, penahanan atau
pembatasan gerak untuk tujuan ekstradisi. 32
Red Notice dikeluarkan untuk orang yang dicari karena dianggap
melakukan kejahatan oleh pengadilan nasional atau internasional yang telah
mengeluarkan surat perintah penangkapan. Pemberitahuan itu sendiri tidak
memiliki efek surat penangkapan. Hal ini semata-mata permintaan dari entitas
yang mengeluarkannya untuk sementara atau secara final menangkap orang yang
dicari untuk akhirnya di ekstradisi. 33 Terkait permintaan penerbitan Red Notice
maka negara pemohon harus menyertakan kelengkapan/keterangan data dari
orang yang dicarinya sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam RPI Pasal 83
sebagai berikut:
1) Uraian singkat kasus atau laporan kemajuan.
2) Ketentuan perundang-undangan yang dilanggar (cantumkan pasal dan
bunyinya).
3) Surat perintah Penangkapan (asli).
4) Data

pribadi

orang

yang

sedang

dicari

seperti,

nama

lengkap,tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, alamat terakhir, status
perkawinan, pekerjaan, kemampuan Bahasa, kewarganegaraan, paspor
(nomor, tempat/tanggal dikeluarkan), dokumen perjalanan dan kartu
identitas lain, suami/istri (nama, tempat/tanggal lahir, alamat), orang tua
(nama ayah/ibu, alamat), foto dan sidik jari, ciri-ciri orang yang dicari

32
33

INTERPOL Rules on the Processing of Data, Pasal 82.
Bettina Schondorf-Haubold, Op. Cit., hlm. 11.

Universitas Sumatera Utara

(tinggi badan, warna mata, warna rambut, bentuk tubuh, muka, hidung,
tahi lalat, telinga, cacat badan dan tanda-tanda lainnya).
5) Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi-saksi.
6) Keterangan barang bukti yang disita.
7) Informasi tentang keberadaan tersangka/terdakwa/terpidana di luar negeri
(negara dan alamat lengkap). 34
Jika seseorang subyek dari Red Notice telah diketahui keberadaannya,
langkah-langkah yang harus diambil adalah negara dimana orang tersebut
ditemukan harus segara menginformasikan kepada NCB dan Sekretariat Jenderal
bahwa orang tersebut telah ditemukan, tergantung pada pembatasan yang berasal
dari hukum nasional dan perjanjian internasional yang berlaku di negara tersebut,
seperti penahanan sementara orang yang dicari atau pemantauan atau membatasi
gerak dari orang yang dicari tersebut. Kemudian NCB yang memohon atas
pencarian orang tersebut harus segera bertindak segera setelah diberitahu bahwa
orang tersebut telah ditemukan di negara lain dan khsusunya harus memastikan
transmisi cepat terkait penyampaian data dan dokumen pendukung yang diminta
oleh negara tempat orang itu berada atau oleh Sekretariat Jenderal. 35
b. Blue Notice
Blue Notice adalah permintaan pencarian pelaku kejahatan yang diduga
melarikan diri ke negara lain bukan untuk tujuan penangkapan, melainkan untuk
mengidentifikasi, mendapatkan informasi, atau mencari tahu keberadaan
seseorang dalam investigasi kriminal. 36
34

National Central Bureau Indonesia, Kerjasama Internasional Di Bidang Kepolisian
NCB Indonesia,Jakarta, 1996, hlm. 277
35
INTERPOL Rules on the Processing of Data, Pasal 85.
36
National Central Bureau Indonesia, Op. Cit., Hlm. 259.

Universitas Sumatera Utara

c. Green Notice
Green Notice diterbitkan untuk memperingatkan tentang kegiatan kriminal
seseorang. Green Notice hanya akan diterbitkan dalam kondisi dimana orang
tersebut dianggap berpotensi menjadi ancaman bagi keselamatan umum
berdasarkan kesimpulan yang telah ditarik dari penilaian otoritas penegak hukum
nasional atau badan internasional. 37
d. Yellow Notice
Yellow Notice diterbitkan untuk mencari keberadaan orang yang diduga
hilang atau orang yang mengalami gangguan kejiwaan dan diduga hilang, yang
kemungkinan berada di negara lain. 38
e. Black Notice
Black Notice adalah permintaan informasi tentang penemuan mayat yang
tidak diketahui identitasnya dan diduga orang asing (berkebangsaan lain). 39
f. Purple Notice
Purple Notice diterbitkan untuk memperingatkan tentang modus operandi,
objek, perangkat atau metode persembunyian yang digunakan oleh pelaku tindak
kejahatan, dan untuk meminta informasi tentang pelaku kejahatan untuk
mengatasi atau membantu dalam penyelidikan negara pemohon notice. 40
g. Orange Notice
Orange notice diterbitkan untuk memperingatkan tentang suatu peristiwa,
seseorang, objek, proses atau modus operandi yang mewakili ancaman terhadap

37

INTERPOL Rules on the Processing of Data, Pasal 89 ayat (2).
Ibid., Pasal 90 ayat (1) dan (2).
39
National Central Bureau Indonesia, Loc. Cit.
40
INTERPOL Rules on the Processing of Data, Pasal 92.
38

Universitas Sumatera Utara

keselamatan publik dan mungkin menyebabkan kerusakan berat pada harta benda
atau cedera pada orang. 41
h. INTERPOL – United Nations Security Council Special Notice
INTERPOL – United Nations Security Council Special Notice diterbitkan
untuk orang atau badan yang dikenakan sanksi oleh PBB. Tujuannya adalah untuk
memberitahukan kepada penegak hukum negara penerima notice bahwa sanksi
tertentu berlaku terhadap orang atau badan tersebut. Sanksi tersebut dapat berupa
pembekuan aset (Assets Freeze), larangan perjalanan (Travel Ban), ataupun
embargo senjata (Arms Embargo) .42
2. Stolen Property Notice
Merupakan permintaan pencarian benda-benda antik termasuk karya-karya
seni yang bernilai tinggi yang dilaporkan hilang atau dicuri dan diduga
diselundupkan ke negara lain. 43
3. Modus Operandi Notice
Modus operandi notice adalah informasi tentang suatu modus operandi
kejahatan baru yang digunakan dalam melakukan kejahatan, sebagai informasi
atau masukan bagi negara lain. 44

41

INTERPOL Rules on the Processing of Data, Pasal 93.
INTERPOL, “United Nation Notice” dalam http://www.INTERPOL.int/Public/Notice
UN/Default.asp, diakses pada tanggal 10 April 2017.
43
National Central Bureau., Loc. Cit.
44
Ibid.

42

Universitas Sumatera Utara

4. Operational Matter
Merupakan informasi tentang suatu kejahatan yang terjadi di negaranegara anggota ICPO-INTERPOL dengan ciri-ciri kejahatan sebagai berikut:
a. Tindak pidana/kejahatan yang dilakukan merupakan kejahatan dimensi baru
(corporate crime, computer crime, white collar crime, dll).
b. Melibatkan negara lain dalam penyidikannya.
c. Sarana yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan adalah berupa
dokumen/ kertas berharga (paspor, kartu kredit, traveler cheque, uang palsu,
dll) yang dicuri, dipalsukan atau hilang. 45

C. Kedudukan

ICPO-INTERPOL

Sebagai

Salah

Satu

Organisasi

Internasional
Menurut Pasal 2 ayat (1) Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian 1969,
organisasi internasional adalah organisasi antar pemerintah. Definisi yang
diberikan Konvensi ini adalah sempit, karena membatasi diri hanya pada
hubungan antara pemerintah.
Kedudukan Organisasi Internasional sebagai subjek hukum internasional
saat ini sudah tidak diragukan lagi. 46 Organisasi Internasional mempunyai hak dan
kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional yang
merupakan semacam anggaran dasarnya. 47
Para sarjana hukum internasional pada umumnya mendefinisikan
organisasi internasional dengan memberikan kriteria-kriteria, serta elemen-elemen
45

Ibid., hlm. 260.
Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Alumni,
Bandung, 2010, hlm 101
47
Ibid.
46

Universitas Sumatera Utara

dasar atau syarat minimal yang harus dimiliki oleh suatu entitas yang bernama
organisasi internasional. Hal inilah yang menyulitkan untuk didapatkannya suatu
definisi yang umum.
Boer Mauna menyebutkan, organisasi internasional adalah suatu
perhimpunan negara-negara yang merdeka dan berdaulat yang bertujuan untuk
mencapai kepentingan bersama melalui organ-organ dari perhimpunan itu
sendiri. 48 J.G. Starke membandingkan fungsi, hak, dan kewajiban serta wewenang
berbagai organ lembaga internasional dengan negara yang modern. Starke
menegaskan pada awalnya seperti fungsi suatu negara modern mempunyai hak,
kewajiban, dan kekuasaan yang dimiliki beserta alat perlengkapannya, semua itu
diatur oleh hukum nasional yang dinamakan Hukum Tata Negara sehingga
dengan demikian organisasi internasional sama halnya dengan alat perlengkapan
negara modern yang diatur oleh hukum konstitusi internasional. 49
Organisasi internasional atau organisasi antar pemerintah merupakan
subjek hukum internasional setelah negara. Negara-negaralah sebagai subjek asli
hukum internasional yang mendirikan organisasi-organisasi internasional.
Walaupun organisasi-organisasi ini baru lahir pada akhir abad ke-19, akan tetapi
perkembangannya sangat cepat setelah berakhirnya Perang Dunia II. Fenomena
ini berkembang bukan saja pada tingkat universal tetapi juga pada tingkat
regional. 50

48

49

50

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, Alumni, Bandung, 2005, hlm. 458-461
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, Jakarta : Sinar Grafika
2003, hlm. 1.
Boer Mauna, Op.Cit, hlm. 52.

Universitas Sumatera Utara

Kehadiran organisasi internasional, memiliki kaitan yang sangat erat
dengan hukum internasional yang diterapkan di era modern saat ini. Status
organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional yang membantu
proses pembentukan hukum internasional itu sendiri, dapat dikatakan sebagai alat
untuk memaksakan agar kaidah hukum internasional ditaati. Hukum internasional
secara umum dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang sebagian besar
terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negaranegara merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya, benar-benar ditaati
secara umum dalam hubungan negara satu sama lain. 51
Adapun beberapa syarat sebuah organisasi disebut sebagai organisasi
internasional adalah sebagai berikut:
1. Tujuannya haruslah merupakan tujuan internasional
2. Harus mempunyai anggota, dimana setiap anggota mempunyai hak suara
3. Didirikan berdasarkan pada anggaran dasar dan harus mempunyai markas
besar (headquarters) demi kelangsungan organisasi
4. Pejabat/pegawai yang mempunyai tugas menjalankan pekerjaan organisasi
harus terdiri dari berbagai bangsa/negara.
5. Organisasi harus dibiayai oleh anggota yang berasal dari berbagai
negara/bangsa. Organisasi harus berdiri sendiri (independent) dan harus masih
aktif. Organisasi yang tidak aktif lebih dari lima tahun tidak diakui lagi. 52
Leroy Bennet, mengemukakan ada 5 ciri-ciri yang dimiliki oleh organisasi
internasional sebagai pembatasan apa yang dimaksud dengan organisasi
internasional, yaitu :

51
52

J.G. Starke, Op.Cit, hlm.2.
Ibid, hlm.4

Universitas Sumatera Utara

1. Organisasi

permanen

untuk

melakasanakan

fungsi-fungsi

yang

berkesinambungan;
2. Keanggotaan yang sukarela dari pihak-pihak yang memenuhi syarat;
3. Anggaran dasar yang berisi tujuan, struktur dan cara-cara bertindak;
4. Badan perwakilan, konsultatif dan perundingan yang bersifat luas;
5. Sekretariat permanen untuk melaksanakan fungsi administratif, penelitian dan
informasi yang berkesinambungan. 53
Sama hal sebagai subjek hukum internasional, sama seperti negara, tidak
semua negara dapat menjadi subjek hukum internasional. Demikian juga dengan
organisasi internasional. Tidak semua organisasi internasional dapat menjadi
subjek hukum internasional. Untuk menjadi subjek hukum internasional, suatu
organisasi internasional haruslah memenuhi pesyaratan tertentu, yaitu :
1. Harus dapat dibuktikan bahwa organisasi internasional tersebut mempunyai
hak dan kewajiban menurut hukum internasional yang dapat dilihat dari
perjanjian yang menjadi dasar terbentuknya organisasi tersebut;
2. Harus

dilihat

perkembangan

organisasi

tersebut

dalam

masyarakat

internasional;
3. Bentuk atau susunan organisasi internasional tersebut harus jelas;
4. Organisasi internasional tersebut tidak boleh bertentangan dengan Piagam
PBB. 54
Setelah melihat uraian tentang ciri-ciri dari organisasi internasional diatas,
maka dapat dikatakan bahwa ICPO memenuhi syarat baik sebagai organisasi

53
54

Sardjono, Op. Cit., hal 52
Bowett, D.W., Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hlm. 5

Universitas Sumatera Utara

internasional maupun sebagai subjek hukum internasional. Kedudukan ICPO
sebagai organisasi internasional telah diakui oleh masyarakat internasional. ICPO
merupakan organisasi internasional terbesar kedua setelah PBB dengan 190
negara anggota. Sesuai dengan persyaratan yang dikemukakan oleh Leroy Bennet
diatas, maka ICPO adalah organisasi internasional yang bersifat permanen,
dibentuk oleh negara-negara secara sukarela yang memiliki anggaran dasar atau
konstitusi yang memuat mengenai tujuan dan struktur organisasi tersebut. ICPO
juga memiliki badan perwakilan dan sekretariat permanen yang melaksanakan
fungsi administratif, penelitian dan informasi yang berkesinambungan.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPT)

1 91 108

Perjanjian Pelaku Usaha Dengan Pihak Luar Negeri yang Bertentang Dengan Undang-Undang nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Prektik Monopoli Persaingan Usaha Tidak Sehat

2 69 130

Studi Tentang Kerja Sama International Criminal Police Organization (ICPO-INTERPOL) Dengan POLRI Dalam Menangkap Pelaku Kejahatan Yang Melarikan Diri Keluar Negri

8 112 204

Tinjauan Yuridis Mengenai Kejahatan Kemanusiaan (Crime Against Humanity) Dalam KUHP Dan Luar KUHP

1 65 94

Antara Korupsi (Kejahatan) dan Koruptor (Pelaku).

0 2 2

Analisis Yuridis Perjanjian International Criminal Police Organization (Icpo Interpol) Dengan Polri Dalam Menangkap Pelaku Kejahatan Korupsi Yang Melarikan Diri Ke Luar Negeri

0 0 8

Analisis Yuridis Perjanjian International Criminal Police Organization (Icpo Interpol) Dengan Polri Dalam Menangkap Pelaku Kejahatan Korupsi Yang Melarikan Diri Ke Luar Negeri

0 0 1

Analisis Yuridis Perjanjian International Criminal Police Organization (Icpo Interpol) Dengan Polri Dalam Menangkap Pelaku Kejahatan Korupsi Yang Melarikan Diri Ke Luar Negeri

0 0 21

Analisis Yuridis Perjanjian International Criminal Police Organization (Icpo Interpol) Dengan Polri Dalam Menangkap Pelaku Kejahatan Korupsi Yang Melarikan Diri Ke Luar Negeri Chapter III V

0 1 53

Analisis Yuridis Perjanjian International Criminal Police Organization (Icpo Interpol) Dengan Polri Dalam Menangkap Pelaku Kejahatan Korupsi Yang Melarikan Diri Ke Luar Negeri

0 1 2