Studi Tentang Kerja Sama International Criminal Police Organization (ICPO-INTERPOL) Dengan POLRI Dalam Menangkap Pelaku Kejahatan Yang Melarikan Diri Keluar Negri

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk

Mencapai Gelar Sarjana Hukum

DISUSUN OLEH : ZUANDRIZA

080200344

Departemen Hukum Internasional

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas Dan memenuhi syarat – syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Hukum

DISUSUN OLEH : ZUANDRIZA

080200344

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Internasional

Arif, S.H. M.H.

NIP : 19640330 199303 1 002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum. Sutiarnoto, S.H., M.Hum. NIP : 19730220 200212 1 001 NIP : 19561010 198603 1 003


(3)

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan kuliah dan penulisan

skripsi yang berjudul “STUDI TENTANG KERJA SAMA INTERNATIONAL CRIMINAL POLICE ORGANIZATION (ICPO-INTERPOL) DENGAN POLRI DALAM MENANGKAP PELAKU KEJAHATAN YANG MELARIKAN DIRI KELUAR NEGERI”.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Namun terlepas dari segala kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, penulis telah menerima banyak bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H. M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H M.Hum sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan S.H. M.H. DFM, sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni S.H. M.H. ,sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H. M.Hum sebagai Pembimbing I yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis.


(4)

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H. M.Hum sebagai Sekretaris Jurusan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Bapak dan Ibu staff pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sangat besar kepada kedua orangtua penulis, yang telah mencurahkan segala kasih sayang serta pengorbanan yang besar kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik serta kakak dan adik penulis, yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

11. Seluruh teman-teman Stambuk 2008 yang selama ini bersama-sama penulis menyelesaikan study di Fakultas Hukum Universitas Sumatera utara.

Akhir kata, kiranya penulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan terutama dalam penerapan dan perkembangan ilmu hukum di Indonesia.

Medan, Oktober 2012

Penulis ZUANDRIZA


(5)

Kerjasama polisi telah menjadi hal penting dalam era globalisasi dan lingkungan di mana terorisme dan jenis Kejahatan Transnasional lain yang serius dapat dengan mudah melintasi perbatasan negara. Kerjasama internasional yang erat antara aparat penegak hukum sangat penting untuk mencegah dan menanggulangi keadaan bahaya di seluruh dunia.

Ada banyak cara dalam menjalin kerjasama kepolisian internasional. Hal ini dapat berlangsung atas dasar perjanjian antar negara, baik bilateral maupun multilateral. Kerjasama juga dapat mengambil bentuk kepatuhan terhadap perjanjian yang dibuat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga dapat berdasarkan resolusi, konvensi, protokol, dan dokumen hukum lainnya yang disahkan oleh badan kepolisian masing-masing negara. Bentuk lain kerjasama datang sebagai akibat dari keanggotaan dalam subregional, organisasi kepolisian regional, internasional atau global seperti ICPO-INTERPOL yang lebih dikenal sebagai ICPO-INTERPOL.

Fungsi utama INTERPOL adalah untuk bertindak sebagai sistem komunikasi polisi global, untuk mengumpulkan data intelijen tentang kegiatan organisasi kriminal internasional dan individu, untuk memberikan negara-negara anggota info berupa database kriminal dan layanan analisis, dan memberikan dukungan proaktif untuk operasi polisi di seluruh dunia.

INTERPOL di Indonesia juga memiliki peran penting untuk menangkap tersangka yang telah melarikan diri ke luar negeri. Mereka membantu POLRI sebagai aparat penegak hukum yang sah di Indonesia untuk membawa kembali tersangka itu ke Indonesia. POLRI juga bekerja sama dengan INTERPOL untuk menangkap tersangka dari negara anggota lain yang bersembunyi di Indonesia. Jadi ada suatu keuntungan bersama antara INTERPOL dan POLRI.

Key words : kerjasama polisi, organisasi polisi internasional, kejahatan transnasional, aparat penegak hukum yang sah


(6)

Police cooperation has only become more important in the era of globalization and the corresponding environment in which terrorism and other kinds of serious transnational crime can flow easily across borders. Close international cooperation among police services is essential to prevent and combat these rising worldwide dangers.

There are many channels of international police cooperation. It can take place on the basis of agreements between countries, whether bilateral or multilateral. Cooperation can also take the form of adherence to agreements made by United Nations (U.N.) member countries based on resolutions, conventions, protocols, and other legal documents passed by respective bodies of the U.N. Another form of cooperation comes as a result of membership in subregional, regional, or global international police organizations Like ICPO-Interpol best known as Interpol.

Interpol's main functions are to act as a global police communication system, to gather intelligence on activities of criminal international organizations and individuals, to provide its member states with several types of criminal databases and analytical services, and to give proactive support for police operations around the world.

Interpol’s in Indonesia also have an important role to catch a suspects that

has runaway to foreign country. They help POLRI as a legitimate law enforcement in Indonesia to bring back that suspect to Indonesia. POLRI also cooperate with Interpol’s to catch suspect from another member country that hide

in Indonesia. So there’s an mutual benefit between Interpol’s and POLRI.

Key words : police cooperation, international police organization, transnational crime, legitimate law enforcement


(7)

v

Lembar Pengesahan………...………...……..i

Kata Pengantar………...…………..……….ii

Abstrak……….……iv

Daftar Isi………..………..………v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………1

B. Rumusan Masalah……….…12

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan………..…12

D. Keaslian Penulisan………....…13

E. Tinjauan Kepustakaan………...…15

F. Metode Penelitian……….……21

G. Sistematika Penulisan………...……25

BAB II INTERNATIONAL CRIMINAL POLICE ORGANIZATION (ICPO-INTERPOL) DALAM HUKUM INTERNASIONAL A. Sejarah dan Perkembangan ICPO-INTERPOL………31

1. Struktur Organisasi ICPO-INTERPOL………...…36

2. ICPO-INTERPOL bukanlah Polisi Internasional atau Polisi Dunia……….……44


(8)

1. Pengertian dan Jenis-jenis Notice………52 2. Tata cara Permintaan Penerbitan Interpol Notice………54 D. Kedudukan ICPO-Interpol sebagai salah satu

Organisasi Internasional………..……61 BAB III TINJAUAN YURIDIS PEMBENTUKAN ICPO-INTERPOL & KERJASAMA DENGAN POLRI

A. Dasar Hukum Pembentukan ICPO-Interpol……….…64 1. Tugas dan Fungsi ICPO-Interpol……...………..…66 2. Peranan ICPO-Interpol dalam Ekstradisi………73 B. Dasar Hukum Kerjasama ICPO-Interpol dengan POLRI…….……76 C. Kewenangan yang dimiliki ICPO-Interpol dalam kerjasama

Dengan POLRI menurut Hukum Internasional dan

Hukum Nasional………...80

BAB IV KERJASAMA ICPO-INTERPOL DENGAN POLRI DALAM MENANGKAP PELAKU KEJAHATAN YANG MELARIKAN DIRI KELUAR NEGERI. A. Kewenangan ICPO-Interpol sehubungan dengan

Yurisdiksinya dengan Negara anggota………83 1. Metode Penanganan Kejahatan yang dipakai Interpol………….84


(9)

vii

C. Beberapa Jenis Prosedur pengembalian Pelaku kejahatan dari

Luar Negeri ke Negara Asal………..101

1. Ekstradisi ( Extradition ) a. Pengertian dan prosedur ekstradisi……..………102

b. Asas-asas ekstradisi……….………106

c. Ekstradisi terselubung……….…111

2. Pendeportasian ( Deportation )………..…111

3. Pengusiran ( Expulsion )………114

4. Penyerahan secara langsung atas seorang pelaku kejahatan di wilayah perbatasan……….……115

5. Pengambilan secara paksa atas seorang pelaku kejahatan…….117

6. Penculikan ( Abduction )………118

7. Pengambilan secara paksa atas seorang pelaku kejahatan Tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari Negara tempatnya berada………...120

D. Hambatan-hambatan yang dihadapi Interpol………..121

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...123


(10)

DAFTAR TABEL & SKEMA

Skema 1 Pengajuan Ekstradisi dari Negara lain ke Indonesia………...………8

Skema 2 Pengajuan Ekstradisi dari Indonesia ke Negara lain………….………..9

Tabel 1.Daftar Negara-negara Anggota ICPO-Interpol………...49

LAMPIRAN

1. ICPO-INTERPOL Constitution and General Regulations.

2. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 5 Tahun 2011 tentang Penggunaan Jaringan INTERPOL (I-24/7) dan Jaringan ASEANAPOL (e-ADS) di Indonesia


(11)

Kerjasama polisi telah menjadi hal penting dalam era globalisasi dan lingkungan di mana terorisme dan jenis Kejahatan Transnasional lain yang serius dapat dengan mudah melintasi perbatasan negara. Kerjasama internasional yang erat antara aparat penegak hukum sangat penting untuk mencegah dan menanggulangi keadaan bahaya di seluruh dunia.

Ada banyak cara dalam menjalin kerjasama kepolisian internasional. Hal ini dapat berlangsung atas dasar perjanjian antar negara, baik bilateral maupun multilateral. Kerjasama juga dapat mengambil bentuk kepatuhan terhadap perjanjian yang dibuat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga dapat berdasarkan resolusi, konvensi, protokol, dan dokumen hukum lainnya yang disahkan oleh badan kepolisian masing-masing negara. Bentuk lain kerjasama datang sebagai akibat dari keanggotaan dalam subregional, organisasi kepolisian regional, internasional atau global seperti ICPO-INTERPOL yang lebih dikenal sebagai ICPO-INTERPOL.

Fungsi utama INTERPOL adalah untuk bertindak sebagai sistem komunikasi polisi global, untuk mengumpulkan data intelijen tentang kegiatan organisasi kriminal internasional dan individu, untuk memberikan negara-negara anggota info berupa database kriminal dan layanan analisis, dan memberikan dukungan proaktif untuk operasi polisi di seluruh dunia.

INTERPOL di Indonesia juga memiliki peran penting untuk menangkap tersangka yang telah melarikan diri ke luar negeri. Mereka membantu POLRI sebagai aparat penegak hukum yang sah di Indonesia untuk membawa kembali tersangka itu ke Indonesia. POLRI juga bekerja sama dengan INTERPOL untuk menangkap tersangka dari negara anggota lain yang bersembunyi di Indonesia. Jadi ada suatu keuntungan bersama antara INTERPOL dan POLRI.

Key words : kerjasama polisi, organisasi polisi internasional, kejahatan transnasional, aparat penegak hukum yang sah


(12)

Police cooperation has only become more important in the era of globalization and the corresponding environment in which terrorism and other kinds of serious transnational crime can flow easily across borders. Close international cooperation among police services is essential to prevent and combat these rising worldwide dangers.

There are many channels of international police cooperation. It can take place on the basis of agreements between countries, whether bilateral or multilateral. Cooperation can also take the form of adherence to agreements made by United Nations (U.N.) member countries based on resolutions, conventions, protocols, and other legal documents passed by respective bodies of the U.N. Another form of cooperation comes as a result of membership in subregional, regional, or global international police organizations Like ICPO-Interpol best known as Interpol.

Interpol's main functions are to act as a global police communication system, to gather intelligence on activities of criminal international organizations and individuals, to provide its member states with several types of criminal databases and analytical services, and to give proactive support for police operations around the world.

Interpol’s in Indonesia also have an important role to catch a suspects that

has runaway to foreign country. They help POLRI as a legitimate law enforcement in Indonesia to bring back that suspect to Indonesia. POLRI also cooperate with Interpol’s to catch suspect from another member country that hide

in Indonesia. So there’s an mutual benefit between Interpol’s and POLRI.

Key words : police cooperation, international police organization, transnational crime, legitimate law enforcement


(13)

A. Latar Belakang

Ketika pelaku kejahatan seperti pembunuh, pencuri, teroris atau yang sering terjadi di Indonesia saat ini yaitu koruptor berhasil kabur ke luar negeri, dan hampir mustahil untuk ditangkap karena melewati yurisdiksi penegak hukum Indonesia, kerja sama para penegak hukum Indonesia dengan pihak berkompeten di luar negeri merupakan salah satu solusi paling memungkinkan untuk menangkap para buronan tersebut.

Para pihak yang berkompeten tersebut antara lain seperti International Criminal Police Organisation (ICPO-INTERPOL) sebagai organisasi kepolisian nasional negara-negara di dunia. Dalam skala regional ada EUROPOL di kawasan benua Eropah, di kawasan Asia Tenggara dalam kerangka ASEAN ada ASEANAPOL. Kedua organisasi yang belakangan ini merupakan organisasi kepolisian yang sifatnya regional. Sebagai organisasi kepolisian, tentulah peranannya lebih tampak dalam bidang pengimplementasian dari kaidah-kaidah hukum pidana internasional terutama yang merupakan hukum pidana internasional dalam arti formal-prosedural.1

1

I. Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional, Yrama Widya, Bandung,2006., hal. 24


(14)

Beberapa kejahatan yang telah diatur dalam konvensi internasional antara lain : kejahatan narkotika, kejahatan terorisme, kejahatan uang palsu, kejahatan terhadap penerbangan sipil dan lain-lain2. Kejahatan-kejahatan yang diatur dalam konvensi internasional pada dasarnya memiliki tiga karakteristik yaitu : kejahatan yang membahayakan umat manusia, kejahatan yang mana pelakunya dapat diekstradisi, dan kejahatan yang dianggap bukan kejahatan politik.3

Untuk dapat bertindak cepat dalam memberantas kejahatan yang sering tidak mengenal batas-batas Negara, mau tidak mau POLRI melalui National Central Bureau (NCB) akan sering berhubungan dengan Internasional Criminal Police Organization (ICPO/INTERPOL). Misalnya dalam usaha memberantas kejahatan. INTERPOL sering mengedarkan perintah penangkapan ke seluruh Negara anggota sehingga memungkinkan seluruh Negara anggota INTERPOL untuk mencari tertuduh atau penjahat yang dicari dan menangkapnya.4

Kerjasama antar negara melalui keterlibatan INTERPOL dapat memainkan peran penting untuk menangkap dan memulangkan para buronan tersebut. Dengan segala langkah yang luar biasa dan semangat kerja sama antar negara dalam memerangi kejahatan upaya perburuan pelaku kejahatan yang kabur ke luar negeri meski pelan tapi pasti akan membuahkan hasil yang diharapkan. Saat ini masyarakat tinggal

2

R. Makbul Padmanegara, Kejahatan Internasional, Tantangan dan Upaya Pemecahan, Majalah INTERPOL Indonesia, Jakarta, 2007, hal 58

3

Sardjono, Kerjasama Internasional di Bidang Kepolisian, NCB Indonesia, Jakarta, 1996, hal 132


(15)

menunggu, mendesak, dan melihat pelaku tindak pidana yang kabur dapat ditangkap dan dipenjara di Indonesia.

Bergabungnya Indonesia dengan INTERPOL membuat Indonesia wajib memiliki kantor INTERPOL yang dinamakan NCB-INTERPOL (National Central Bureau-INTERPOL). NCB-INTERPOL merupakan kantor cabang INTERPOL di masing-masing negara anggota. Di Indonesia, NCB-INTERPOL berkedudukan di Markas Besar POLRI. Kepala NCB-INTERPOL Indonesia dijabat oleh KaPOLRI (Kepala Polisi Republik Indonesia) yang dalam pelaksanaan tugas sehari-hari diemban oleh Sekretaris NCB-INTERPOL Indonesia (berpangkat Brigadir Jenderal). Di NCB-INTERPOL Indonesia terdapat 6 bidang yang masing-masing dikepalai oleh seorang Kabid (berpangkat Kombes) dan Subbag Renmin (berpangkat AKBP). Bidang-bidangnya antara lain:5

1. Bidang INTERPOL yang bertugas melaksanakan kerja sama internasional kepolisian dalam rangka mencegah dan memberantas kejahatan transnasional.

2. Bidang Kermadiksipol (kerja sama pendidikan dan misi kepolisian) bertugas melaksanakan kerja sama internasional dalam rangka meningkatkan kemampuan SDM POLRI dan merintis partisipasi POLRI dalam misi perdamaian internasional di bawah PBB maupun misi organisasi lainnya.

5


(16)

3. Bidang Protokol bertugas melaksanakan kegiatan protokoler perjalanan dinas pejabat POLRI ke luar negeri dan kunjungan tamu pejabat asing atau organisasi internasional.

4. Bidang Kominter (komunikasi internasional) bertugas melaksanakan penyelenggaraan dan pengembangan sistem pertukaran informasi dalam rangka kerja sama internasional kepolisian.

5. Bidang Konvint (konvensi internasional) bertugas melaksanakan penyusunan perjanjian internasional dan menyelenggarakan pertemuan internasional dalam rangka penanggulangan kejahatan transnasional. 6. Bidang Lotas (LO dan perbatasan) bertugas melaksanakan pembinaan

kantor penghubung LO (Liaison Officer) POLRI di luar negeri dan mengkoordinir kegiatan LO polisi negara lain di Indonesia serta memfasilitasi penanganan masalah di perbatasan negara yang memerlukan tindakan kepolisian.

POLRI memiliki beberapa LO di negara lain yang berbentuk atase kepolisian dan staf teknis kepolisian. Atase kepolisian berkedudukan di Kedutaan Besar Republik Indonesia sedangkan Staf Teknis Kepolisian berkedudukan di Konsulat Jenderal Republik Indonesia. Atase Kepolisian disingkat ATPOL saat ini sudah ditempatkan di 7 negara yaitu Malaysia, Australia, Saudi Arabia, Thailand, Filipina, Timor Leste dan USA sedangkan ke depan direncanakan untuk penempatan ATPOL di Singapura, Hong Kong, Belanda, China, dan lain-lain. Sedangkan untuk Staf Teknis saat ini telah ditempatkan di Penang, Kuching dan Tawao (kesemuanya di Malaysia). Rencana ke depan akan ditempatkan Staf


(17)

Teknis di Davao-Filipina, Johor Bahru-Malaysia, Jeddah-Arab Saudi, Darwin-Australia, dan lain-lain. Disamping LO di atas, POLRI juga memiliki perwakilan di sekretariat ASEANAPOL dan direncanakan juga untuk menempatkan LO di organisasi internasional lainnya seperti LOBANG (LO-Bangkok, kantor regional INTERPOL wilayah Asia Pasifik), ICPO-INTERPOL Lyon-Perancis, PBB New York-USA, dan lain-lain. Sedangkan untuk LO kepolisian negara asing di Indonesia, dikoordinir dalam wadah IFLEC yaitu International Foreign Law Enforcement Community. Saat ini LO Kepolisian yang telah bergabung dalam IFLEC antara lain PDRM-Malaysia, AFP-Australia, FBI-USA, NPA-Jepang, KNPA-Korea Selatan, dan lain-lain. Disamping itu juga ada satu wadah koordinasi tidak resmi yaitu Tim Koordinasi INTERPOL yang beranggotakan berbagai instansi dan departemen di Indonesia seperti BI, PPATK, Bea Cukai, Imigrasi, Kementrian Luar Negeri (Kemlu), dan lain-lain untuk mempermudah dan mempercepat proses kerja sama internasional yang membutuhkan penanganan instansi/departemen sesuai dengan lingkup tugasnya.

Banyak hal yang bisa dimanfaatkan dengan keberadaan NCB-INTERPOL Indonesia seperti:6

1. bantuan penyelidikan (pengecekan identitas, keberadaan seseorang, data

exit/entry seseorang dari/ke suatu negara, dokumen, alamat, catatan kriminal, status seseorang, dan lain-lain),

6Ibid.


(18)

2. bantuan penyidikan (pemeriksaan saksi/tersangka, pengiriman penyidik ke

suatu negara, pinjam barang bukti, penggeledahan, penyitaan lintas negara, pemanggilan saksi, dan lain-lain),

3. pencarian buronan yang lari ke negara lain, dan lain-lain.

Di dalam kerja sama internasional, ada beberapa jalur yang bisa ditempuh antara lain melalui jalur police to police. Jalur ini bisa ditempuh apabila telah memiliki hubungan baik dengan kepolisian negara yang diajak atau diminta untuk kerja sama. Apabila tidak bisa ditempuh, dapat melalui jalur INTERPOL. Jadi NCB-INTERPOL Indonesia yang menghubungkan ke NCB-INTERPOL negara lain untuk memintakan/dimintakan kerja samanya. Dan apabila hal ini masih juga tidak memungkinkan, baru ditempuh jalur resmi yaitu melalui saluran diplomatik dengan pengajuan melalui Kementerian Luar Negeri RI yang mewakili Pemerintah Indonesia untuk berhubungan dengan pemerintah negara lain. Perlu digaris bawahi bahwa apabila penyidik belum memiliki hubungan baik dengan kepolisian negara setempat maka dia tidak bisa/tidak boleh meminta bantuan ke negara tersebut. Hal itu merupakan bentuk pelanggaran mekanisme kerja sama dan bisa menimbulkan akibat dari mulai tidak ada tanggapan, protes melalui saluran diplomatik, teguran KBRI/Kemlu kepada KaPOLRI sampai citra negatif negara lain terhadap POLRI.7

Bentuk-bentuk kerja sama yang telah dilakukan POLRI dengan negara lain berupa perjanjian-perjanjian baik perjanjian ekstradisi maupun perjanjian MLA (Mutual Legal Assistance). Perjanjian ekstradisi yang telah dilaksanakan antara

7


(19)

lain dengan Malaysia (UU No. 9 Tahun 1974), dengan Filipina (UU No. 10 Tahun 1976), dengan Thailand (UU No. 2 Tahun 1978), dengan Australia (UU No. 8 Tahun 1994), dengan Hong Kong (UU No. 1 Tahun 2001), dengan Korea Selatan (UU No. 42 Tahun 2007) dan dengan RRC (proses ratifikasi). Sedangkan perjanjian MLA telah dilaksanakan antara lain dengan Australia (UU No. 1 Tahun 1999), dengan RRC (UU No. 8 Tahun 2006), dengan ASEAN (UU No. 15 Tahun 2008), dengan Hong Kong (proses ratifikasi) dan dengan USA (proses perundingan). Bentuk kerja sama lainnya yaitu berupa MoU-MoU dalam rangka penanggulangan transnational crime maupun capacity building, pendidikan dan latihan (seperti : JCLEC, BKA, ICITAP, JICA, FBI, ATA, ILEA, Platina, CoESPU, dan lain-lain) serta pertemuan-pertemuan internasional yaitu Sidang Umum ICPO-INTERPOL, ARC (Asean Regional Conference), ASEANAPOL, SOMTC (Senior Officer Meeting on Transnational Crime), AMMTC (Asean Ministerial Meeting on Transnational Crime), Operation Storm (operasi obat-obatan palsu), UNODC (United Nations Office on Drugs and Crimes).8

Di Indonesia, ekstradisi diatur dengan UU No. 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi. Pengertian dari ekstradisi adalah penyerahan tersangka/terpidana dari negara diminta kepada negara peminta karena melakukan tindak pidana di wilayah negara peminta untuk diadili atau menjalani hukuman. Salah satu prinsip

internasional dalam mengekstradisi seseorang adalah “double criminality”. Maksudnya adalah bukan seseorang yang melakukan tindak pidana dua kali atau di dua negara tetapi maksudnya adalah bahwa tindak pidana tersebut juga

8Ibid


(20)

dianggap tindak pidana di negara peminta/diminta. Misalnya WNI melakukan pembunuhan di Indonesia dan kabur ke Inggris maka Indonesia bisa meminta Inggris untuk mengekstradisi orang tersebut karena pembunuhan di Inggris juga merupakan tindak pidana. Lain halnya apabila seorang WNI berjudi di Indonesia kemudian lari ke Singapura. Orang tersebut tidak bisa dimintakan ekstradisi karena di Singapura judi bukan merupakan tindak pidana.

Proses pengajuan ekstradisi dari negara lain ke Indonesia apabila sudah ada perjanjian adalah sebagai berikut : 9

9


(21)

Negara yang ingin mengajukan ekstradisi tersebut menghubungi Kementrian Luar Negeri (Kemlu) RI kemudian diteruskan oleh Kemlu RI ke Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Setelah diteliti dan semua syarat terpenuhi maka disampaikan ke POLRI untuk pencarian, penangkapan dan penahanan. Kemudian diajukan ke kejaksaan untuk penuntutan dan diadili di pengadilan. Setelah ada ketetapan pengadilan tentang identitas yang bersangkutan maka berkas dikembalikan ke Kemenkumham untuk dilaporkan kepada Presiden dan apabila telah disetujui baru dilaksanakan ekstradisi. Sedangkan apabila belum ada perjanjian, prosesnya hanya berbeda saat permohonan telah sampai di Kemenkumham maka diajukan ke Presiden terlebih dahulu untuk dimintakan persetujuan dan apabila disetujui maka proses bisa diteruskan. Untuk proses permintaan ekstradisi ke negara lain adalah sebagai berikut : permintaan disampaikan oleh KaPOLRI atau Jaksa Agung kepada Kemenkumham dan diteruskan ke Kemlu RI untuk disampaikan ke negara lain. NCB-INTERPOL Indonesia berkoordinasi dengan NCB-INTERPOL negara setempat untuk


(22)

memonitor prosesnya. Jadi secara singkatnya seperti ini, ketika POLRI atau polisi negara lain sedang mencari buronan yang kabur ke negara lain, baik berstatus tersangka maupun terpidana, maka langkah pertama mengajukan untuk diterbitkan Red Notices ke ICPO-INTERPOL melalui NCB-INTERPOL. Red Notices ini dalam sekejap akan disebarkan ke seluruh negara anggota INTERPOL untuk membatasi pergerakan buronan tersebut. Red Notices berlaku seperti DPO (daftar pencarian orang). Ketika suatu negara mendeteksi keberadaan buronan yang sedang dicari, negara tersebut memberitahukan ke negara pencari untuk dimintakan ekstradisi. Kewajiban negara setempat adalah menangkap orang tersebut dan menahannya (provisional arrest) sampai dilaksanakannya ekstradisi. Atau apabila telah diketahui bahwa buronan tersebut kabur ke suatu negara, maka bisa dimintakan secara langsung ke negara tersebut untuk penahanan (provisional arrest) bila dianggap perlu atau langsung dimintakan ekstradisi.

Apabila ekstradisi dipergunakan untuk mencari dan memulangkan buronan (tersangka/terpidana), lain halnya dengan MLA (mutual legal assistance in criminal matters) atau bantuan timbal balik dalam masalah pidana. Dasar hukum MLA adalah UU No. 1 Tahun 2006 tentang bantuan timbal balik dalam masalah pidana. MLA dipergunakan untuk kepentingan penyidikan yaitu mendapatkan alat bukti seperti keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk, surat dan keterangan terdakwa serta untuk kepentingan penuntutan, pemeriksaan sidang pengadilan dan untuk perampasan barang bukti. Proses pengajuannya adalah dari KaPOLRI / Jaksa Agung / Ketua KPK (tipikor) diajukan ke Kemenkumham untuk diteruskan melalui saluran diplomatik yaitu Kemlu/KBRI kepada negara setempat.


(23)

Sedangkan proses permintaan MLA dari negara lain yaitu melalui Kemlu diteruskan ke Kemenkumham untuk diteliti kelengkapan persyaratannya baru kemudian disampaikan ke KaPOLRI/Jaksa Agung. Apabila telah dilaksanakan apa yang dimintakan baru dikembalikan ke Kemenkumham untuk diteruskan ke negara setempat melalui saluran diplomatik (Kemlu/KBRI). Berbeda dengan apabila permintaan MLA berkaitan dengan perampasan harta kekayaan karena setelah dilakukan penggeledahan dan penyitaan serta perampasan oleh KaPOLRI/Jaksa Agung maka diajukan terlebih dahulu ke pengadilan apabila ada keberatan dari pemiliknya. Baru setelah ada keputusan dilanjutkan dengan proses di atas.

Banyak persyaratan yang harus dipenuhi dalam ekstradisi ataupun MLA yang kesemuanya tercantum di dalam Undang-Undang sehingga menimbulkan kesan bahwa ekstradisi ataupun MLA lambat, berbelit-belit dan prosesnya lama. Namun hal tersebut semata-mata untuk menghormati dan mematuhi ketentuan atau peraturan baik di negara sendiri maupun negara lain.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan adalah pernyataan yang menunjukkan adanya jarak antara rencana dan pelaksanaan, antara harapan dan kenyataan, juga antara das sollen dan das sein.10

Berdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

10

Ronny Hanitijo Soemitro. Metodologi Penelitian Hukum. Ghalia Indonesia. Jakarta. 1985. Hal. 21


(24)

1. Bagaimanakah kedudukan ICPO-INTERPOL dalam hukum internasional ?

2. Bagaimanakah kewenangan yang dimiliki oleh ICPO-INTERPOL dalam kerjasamanya dengan POLRI ?

3. Mengapa upaya pemulangan terhadap pelaku kejahatan yang kabur keluar negeri sering menghadapi hambatan ?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini antara lain : 1. Untuk mengetahui kedudukan dari organisasi ICPO-INTERPOL dalam

hukum internasional.

2. Untuk memahami kewenangan yang dimiliki ICPO-INTERPOL ketika bekerja sama dengan POLRI dan manfaat yang bisa digunakan POLRI dari wewenang ICPO-INTERPOL untuk menangkap pelaku kejahatan Indonesia yang kabur keluar negeri .

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam upaya pemulangan pelaku kejahatan yang kabur keluar negeri dan solusi yang bisa diterapkan untuk menghadapi hambatan tersebut.

Adapun manfaat yang ingin dicapai Penulis adalah sebagai berikut: a. Manfaat teoritis

Untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa, staf pengajar, maupun praktisi hukum khususnya berkaitan dengan Kerja sama antara ICPO-INTERPOL dengan POLRI dalam menangkap pelaku kejahatan


(25)

yang kabur keluar negeri dan pembahasan yang komprehensif berkaitan dengan Prosedur pengembalian pelaku kejahatan tersebut setelah tertangkap di luar negeri.

b. Manfaat praktis

Untuk menjadi bahan referensi pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara secara khusus dan pembaca pada umumnya serta dapat dijadikan kajian bagi para pihak akademisi dalam menambah pengetahuan terutama di bidang hukum internasional.

D. Keaslian Penulisan

Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa perkuliahan di fakultas hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Hukum Internasional, penulis tertarik dengan organisasi ICPO-INTERPOL dan kerjasama yang di milikinya dengan POLRI serta efektivitasnya dalam membantu penangkapan terhadap pelaku kejahatan yang kabur keluar negeri. Akan tetapi, dalam pelaksanaan praktis, ada beberapa hal yang menghambat upaya pemulangan pelaku kejahatan tersebut yang memberatkan jalan pembentukan perjanjian ekstradisi yang memang sesuai dengan tujuan pembentukannya dan sarat dengan nuansa tawar menawar ketentuan dalam pasal dan kesepakatannya. Hal ini mengakibatkan pelaksanaan ekstradisi tidak maksimal berbanding terbalik dengan perkembangan kejahatan transnasional terutama kejahatan lintas


(26)

batas negara terorganisir yang semangkin meningkat baik jumlah maupun bentuk kejahatannya.

Maka penulis mengangkat persoalan tersebut dengan judul

“STUDI TENTANG KERJA SAMA INTERNASIONAL CRIMINAL POLICE ORGANIZATION (ICPO-INTERPOL) DENGAN POLRI

DALAM MENANGKAP PELAKU KEJAHATAN YANG

MELARIKAN DIRI KELUAR NEGERI. Ruang lingkup pembahasan adalah dalam bidang hukum internasional berkenaan dengan hukum organisasi internasional yaitu ICPO-INTERPOL, perjanjian internasional dalam Perjanjian Ekstradisi, hukum pidana internasional dan kerja sama INTERPOL dengan POLRI dalam menangkap penjahat yang kabur keluar negeri.

Berdasarkan arsip yang terdapat di perpustakaan hukum USU ada satu judul skripsi yang juga berkenaan dengan INTERPOL yaitu skripsi milik saudari Widya Astrini Fricilia dengan judul “Peran Interpol Dalam Pemberantasan Jaringan Peredaran Gelap Narkotika Internasional”. Dalam skripsinya tersebut saudari Widya menjelaskan fungsi utama Interpol terkait jaringan narkotika internasional, dia memaparkan bagaimana perkembangan jaringan narkotika internasional tersebut menggambarkan kontribusi INTERPOL dalam membantu pemberantasannya. Sedangkan skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana kerjasama antara INTERPOL dengan POLRI secara spesifik dalam menangkap pelaku


(27)

kejahatan yang melarikan diri keluar negeri dan memahami kontribusi dari masing-masing pihak secara terperinci.

Pengajuan judul skripsi ini terlebih dahulu melalui pendaftaran judul tersebut ke bagian hukum internasional dan setelah diperiksa pada arsip yang ada pada bagian hukum internasional, belum ada yang membahas Judul yang sama. Kemudian judul tersebut diajukan dan disetujui oleh ketua departemen dan sekretaris departeman Hukum Internasional pada tanggal 18 Juni 2012.

Atas dasar pemeriksaan tersebut, penulis yakin bahwa judul yang diangkat beserta pembahasannya belum pernah ada pada bagian arsip hukum internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sehingga keaslian penulisan dalam tugas akhir ini dapat penulis pertanggungjawabkan.

E. Tinjauan Kepustakaan

Penelitian ini memperoleh bahan tulisannya dari buku – buku, jurnal – jurnal, laporan dan informasi dari internet. Untuk menghindari penafsiran ganda, maka penulis memberikan penegasan batasan pengertian dari judul penelitian yang diambil dari sudut ilmu hukum , penafsiran secara etimologis, maupun pendapat dari para sarjana terhadap beberapa pokok pembahasan maupun materi yang akan dijabarkan dalam skripsi ini antara lain yaitu :


(28)

ICPO-INTERPOL merupakan singkatan dari International Criminal Police Organization atau lebih dikenal dengan alamat telegraf listriknya INTERPOL adalah organisasi kerjasama untuk penanganan tindak kejahatan lintas Negara. Pada tahun 1954, Indonesia menjadi anggota ICPO-INTERPOL dan mendirikan National Central Bureau (NCB) sebagai biro kerjasama instansi kepolisian antarnegara dalam lingkup ICPO-INTERPOL. Kepala NCB-INTERPOL Indonesia dijabat oleh kepala kepolisian RI dan jabatan pemimpin pelaksana harian berada di tangan Sekretaris NCB-INTERPOL Indonesia. Selain penanganan tindak kejahatan lintas negara, seluruh kerjasama luar negeri yang melibatkan unsur POLRI dilakukan dalam Koordinasi NCB-INTERPOL Indonesia.

POLRI merupakan singkatan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah presiden. POLRI mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. POLRI dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (KAPOLRI). Sejak 22 Oktober 2010 KaPOLRI dijabat oleh Jenderal Polisi Timur Pradopo.

Ekstradisi adalah adalah penyerahan yang dilakukan secara formal, baik berdasarkan atas perjanjian ekstradisi yang sudah ada sebelumnya ataupun berdasarkan atas hubungan baik secara timbal balik, atas seseorang yang diduga telah melakukan kejahatan atau tindak pidana (tersangka, tertuduh,


(29)

atau terdakwa) atau atas seseorang yang telah dijatuhi hukuman yang telah mempunyai kekuatan hukum mengikat yang pasti atas kejahatan yang telah dilakukannya, oleh negara tempatnya berada kepada negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili atau menghukumnya, atas permintaan dari negara yang memiliki yurisdiksi kepada negara tempat orang yang bersangkutan berada, dengan tujuan untuk mengadilinya ataupun melaksanakan hukuman atau sisa hukumannya.11

Ekstradisi merupakan suatu bentuk dari aspek formal prosedural dari hukum internasional. Secara sederhana, ekstradisi merupakan bentuk kerjasama antar negara berkaitan dengan pemberantasan kejahatan lintas batas negara dengan cara pengembalian tersangka, terdakwa atau terpidana kepada negara yang memiliki yurisdiksi terhada tersangka, terdakwa maupun terpidana tersebut. Kejahatan lintas batas negara melalui mekanisme ekstradisi yang dimaksud dalam penulisan selanjutnya adalah kejahatan nasional yang memiliki dimensi internasional, maupun kejahatan yang bersifat terorganisir.

Perjanjian ekstradisi yang dimaksudkan dalam skripsi ini merupakan perjanjian ekstradisi multilateral dengan negara – negara yang tergabung dalam ASEAN membentuk suatu framework penegakan hukum yang sistematis dan komprehensif.

11

I Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum Internasional Modern, YRAMA WIDYA : Bandung. 2009, hal 38.


(30)

Kejahatan Internasional adalah setiap tindakan yang ditetapkan di dalam konvensi – konvensi multilateral dan diakui oleh sejumlah tertentu Negara - negara peserta, sekalipun di dalamnya terkandung salah satu kesepuluh karakteristik pidana.12

Transnational Crime adalah tindakan yang memiliki dampak lebih dari

satu negara, melibatkan atau memberikan dampak terhadap warga negara lebih dari satu negara, sarana dan prasarana serta metode yang digunakan melampaui batas territorial suatu negara.13

Transnational Organized Crime adalah kejahatan terorganisir yang

dilakukan lintas batas negara dimana kejahatan tersebut dilakukan lebih dari satu negara; dilakukan di satu negara namun bagian penting seperti persiapan, perencanaan, pengarahan dan pengendalian dilakukan melibatkan kelompok criminal dari negara lain di lebih dari satu negara atau dilaksanakan di satu negara tetapi berdampak pada negara lain.14

12

Romli Atmasasmita. Pengantar Hukum Pidana Internasional.Rafika aditama.Bandung

2000, hal 49.

13

Abdussalam, Hukum Pidana Internasional, Restu Agung : Jakarta,2006. Hal 32.

14


(31)

Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.15

Konvensi adalah bentuk perjanjian internasional yang mengatur hal – hal yang penting dan resmi yang bersifat multilateral, bersifat law making treaty dan meletakkan norma hukum bagi masyarakat internasional.16

ASEAN adalah Association of Southeast Asian Nations. Perhimpunan Bangsa – Bangsa Asia Tenggara yang kemudian bertransformasi menjadi komunitas ASEAN yang tidak hanya menjadi forum komunikasi dan saling memberikan informasi antar para anggotanya terbatas dalam ruang lingkup bidang social, ekonomi dan budaya, akan tetapi mencakup bidang

– bidang yang lebih luas sejalan dengan perkembangan kebutuhannya sebagai salah satu organisasi internasional.

Represif adalah mengandung sifat penekanan; pengekangan; penahanan; penindasan; dalam skripsi ini represif mengandung arti perbuatan untuk menekan, menahan kejahatan transnasional dan transnational organized crimes.17

Preventif adalah bersifat mencegah (supaya jangan terjadi apa-apa). Definisi preventif dalam skripsi ini antara lain perbuatan maupun cara

15

Eddy Damian, Kapita Selekta Hukum Internasional, Alumni : Bandung.1991, hal 42

16

Ibid, hal 45

17Ibid


(32)

dalam usaha untuk mencegah kejahatan transnational dan transnational organized crimes.18

Adapun beberapa batasan pengertian terkait tema dan judul dalam perumusan isi dalam skripsi ini antara lain :

Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintas batas negara, antara negara dengan negara; negara dengan subjek hukum bukan negara; dan subjek hukum bukan negara satu sama lain.

Hukum Pidana Internasional adalah sekumpulan kaidah – kaidah dan asas – asas hukum yang mengatur tentang kejahatan internasional yang dilakukan oleh subjek – subjek hukumnnya, untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Kerjasama Multilateral adalah kerjasama yang dilakukan oleh lebih dari dua negara yang mengatur hal – hal yang bersifat lintas batas negara. Organisasi Internasional adalah suatu perhimpunan negara – negara yang berdaulat yang didirikan atas dasar suatu perjanjian internasional tertentu, untuk mencapai kepentingan bersama melalui organ – organ dari perhimpunan tersebut.

18


(33)

F. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan merupakan metode penilitian yuridis normatif yang akan dijabarkan sebagai berikut :

a. Tipe Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam membahas rumusan masalah dalam skripsi ini adalah melalui tipe penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif yang mana mengacu kepada norma – norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang – undangan dan putusan – putusan pengadilan serta norma – norma hukum yang ada dalam masyarakat, juga melihat sinkronisasi suatu aturan dengan aturan lainnya secara hierarki.

b. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu mengungkapkan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan teori – teori hukum sebagai objek dari penelitian. Demikian juga hukum dan pelaksanannya dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian.

c. Sumber Data

Oleh karena penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yuridis normatif, maka sumber data yang digunakan merupakan data skunder yang dapat diverifikasi kembali sebagai berikut :


(34)

a) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yang mengikat yang terdiri dari peraturan perundang – undangan yang terkait dengan objek penelitian. Antara lain :

1. ICPO-INTERPOL Constitution and General Regulations. 2. United Nations Convention Against Transnational

Organized Crime, 2000.

3. United Nations Resolutions No. 45/116 tentang Model Treaty on Extradition, 14 Desember 1990

4. ASEAN Declaration on Transnational Crime, 1997. 5. ASEAN Charter

6. Undang – Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1976 tentang Ekstradisi.

7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana

8. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 5 Tahun 2011 tentang Penggunaan Jaringan INTERPOL (I-24/7) dan Jaringan ASEANAPOL (e-ADS) di Indonesia

b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah buku – buku, tulisan – tulisan ilmiah hukum, makalah, surat kabar, internet dan sumber lain yang terkait dan relevan dengan objek penelitian.


(35)

c) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus hukum dan kamus bahasa.

d. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau yang disebut data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku – buku koleksi pribadi maupun pinjaman dari perpustakaan dan dosen pembimbing, artikel – artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, dokumen – dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang – undangan dan konvensi internasional.

Tahap – tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut :

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan – bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek kajian

b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel – artikel media cetak dan elektronik, dokumen pemerintahan dan peraturan perundangan.

c. Mengelompokkan data – data yang relevan dengan permasalahan.


(36)

d. Menganalisa data – data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian dan menarik kesimpulan.

e. Metode Analisis Data

Pada tahap selanjutnya, setelah memperoleh data dan mengolah data tersebut, maka dilanjutkan dengan menganalisis data yang diperoleh baik dari bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dan membahas permasalahannya. Dengan penganalisaan data primer dan data sekunder secara kualitatif dari sudut pandang ilmu hukum. Data primer dan data sekunder yang diperoleh dari penelitian telah disusun dengan teratur dan sistematis, kemudian dianalisa untuk mendapatkan suatu kesimpulan.


(37)

G. Sistematika Penulisan

Sebagai gambaran umum untuk memudahkan pemahaman materi yang disampaikan, skripsi ini difragmentasikan menjadi 5 bab yang berhubungan erat satu sama lain, dengan perincian sebagai berikut :

BAB I

BAB II

BAB III

:

:

:

PENDAHULUAN, pada bab ini diuraikan hal – hal pokok yang menjadi dasar pemikiran dalam penulisan skripsi ini yang terdiri atas, latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan. INTERNATIONAL CRIMINAL POLICE ORGANIZATION (ICPO-INTERPOL) DALAM HUKUM INTERNASIONAL, dalam bab ini akan diuraikan sejarah dan perkembangan ICPO-INTERPOL, Negara-negara yang tergabung dalam Keanggotaan ICPO-INTERPOL, Jenis-jenis Notice yang dimiliki ICPO-INTERPOL serta kedudukan ICPO-INTERPOL sebagai salah satu organisasi Internasional. TINJAUAN YURIDIS PEMBENTUKAN ICPO-INTERPOL & KERJASAMA DENGAN POLRI, pada bab ini dibahas secara lebih khusus dasar hukum pembentukan ICPO-INTERPOL, Dasar hukum kerjasama ICPO-INTERPOL dengan POLRI, Kewenangan yang dimiliki ICPO-INTERPOL dalam kerjasama dengan POLRI menurut Hukum


(38)

BAB IV

BAB V

:

:

Internasional dan Hukum Nasional.

KERJASAMA ICPO-INTERPOL DENGAN POLRI DALAM MENANGKAP PELAKU KEJAHATAN YANG MELARIKAN DIRI KELUAR NEGERI, dalam bab ini diuraikan tentang Kerjasama ICPO-INTERPOL dengan POLRI antara lain kewenangan ICPO-INTERPOL sehubungan dengan Yurisdiksinya dengan Negara anggota, beberapa kasus penangkapan yang dilakukan oleh ICPO-INTERPOL dalam kerjasama dengan POLRI Serta beberapa jenis prosedur pengembalian pelaku kejahatan dari luar Negeri ke negara asal.

PENUTUP, berisi kesimpulan dari keseluruhan uraian materi pembahasan dan disertai dengan beberapa saran yang mungkin akan bermanfaat dalam pembahasan kerjasama ICPO-INTERPOL dan POLRI dalam menangkap pelaku kejahatan yang kabur keluar negeri.


(39)

27

INTERPOL) DALAM HUKUM INTERNASIONAL

Dalam beberapa tahun terakhir, muncul kejahatan-kejahatan yang beraspek internasional yang disebut sebagai kejahatan transnasional (transnational crime19). Istilah transnasional sendiri dalam kepustakaan hukum internasional pertama kali diperkenalkan oleh Phillip C. Jessup. Jessup menjelaskan bahwa selain istilah hukum internasional atau international law, digunakan pula istilah hukum transnasional atau transnasional law yang dirumuskan, semua hukum yang mengatur semua tindakan atau kejadian yang melampaui batas territorial suatu Negara.20 Kejahatan transnasional merupakan bagian dari kejahatan internasional yang mempunyai dampak melewati batas territorial suatu Negara, kejahatan transnasional dapat dilakukan secara individual dan/atau kelompok atau terorganisir. Kejahatan transnasional yang terorganisir diatur dalam Convention of Transnational Organized Crime 2000 atau yang biasa disebut dengan Konvensi Palermo 2000.

19

Pengertian istilah transnational crime digunakan dalam salah satu Keputusan Kongres PBB ke VIII, tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap para Pelanggar Hukum tahun 1990, dan digunakan dalam Konvensi Wina tentang Pencegahan dan Pemberantasan Lalu Lintas Ilegal Narkotika dan Psikotropika tahun 1988. Pengertian istilah tersebut terakhir digunakan dalam Konvensi PBB Anti Kejahatan Transnasional Terorganisasi tahun 2000. yang diartikan, sebagai kejahatan yang memiliki karakteristik (1) melibatkan dua negara atau lebih; (2) pelakunya atau korban WNA; (3) sarana melampaui batas territorial satu atau dua negara.

20

Romli Atmasasmita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1997, hal 27.


(40)

Kejahatan Internasional dapat diartikan secara luas sebagai keseluruhan perbuatan yang dikategorikan sebagai kejahatan yang bersifat lintas batas negara. Batasan definisi dan klasifikasi dari kejahatan internasional menunjukkan adanya unsur lintas batas atau menyangkut kepentingan bukan hanya domestik dari suatu negara, tetapi juga kepentingan negara lain. 21

Definisi yang lebih luas dari kejahatan internasional juga dapat diartikan sebagai perbuatan yang memang diperangi oleh seluruh umat manusia yaitu kejahatan seperti, perang, penjajahan dan perbudakan. Kejahatan Internasional seperti ini dapat dikategorikan dalam hukum humaniter yang membahas secara khusus mengenai hukum perang internasional. Ada pula kejahatan internasional perkembangan dari bentuk kejahatan yang dikenal secara domestik yang berubah sifatnya dan berkembang menjadi ancaman masyarakat internasional secara umum seperti perdagangan orang dan peredaran obat bius. 22

I Wayan Parthiana dalam bukunya, Hukum Pidana Internasional merumuskan definisi dan klasifikasi Kejahatan Internasional sebagai berikut23 :

Pertama; Dimensi-dimensi internasional dari hukum pidana nasional, bisa saja pada hukum pidana nasional itu yang diberlakukan keluar batas-batas wilayah Negara yang bersangkutan; Misalnya pemberlakuan hukum pidana nasional terhadap kejahatan yang terjadi di dalam wilayah Negara tetapi menimbulkan

21

Sardjono, op.cit, hal 19

22

Ibid, hal 20

23


(41)

korban yang berada di luar wilayah Negara, seperti korban-korban di laut lepas atau di ruang udara di atas laut lepas.

Kedua; Dimensi-dimensi internasional dari kejahatannya adalah, kejahatan dengan segala akibatnya itu tidak terjadi semata-mata di dalam batas wilayah Negara yang bersangkutan, tetapi juga di wilayah Negara lain, sehingga tersangkut kepentingan atau hukum nasional Negara atau Negara-negara lainnya, misalnya kejahatan yang dilakukan di suatu Negara ternyata menimbulkan korban di pelbagai Negara. Sebagai contoh adalah kejahatan pemalsuan mata uang yang dilakukan di wilayah suaatu Negara dan kemudian diedarkan ke Negara-negara yang mata uangnya dipalsukan.

Ketiga; Bahkan dimensi internasionalnya itu bisa terjadi pada subyek hukumnya, baik subyek hukum sebagai si pelaku maupun korban dari kejahatan tersebut. Misalnya , beberapa orang yang berada di wilayah Negara yang berbeda-beda, bekerjasama melakukan kejahatan yang menimbukan korban juga di pelbagai Negara. Dalam hal ini, tersangkut kepentingan lebih dari satu Negara dengan hukum nasionalnya msing-masing.

Keempat; Kombinasi dari pertama, kedua, dan ketiga. Dalam kenyataan hidup sehari-hari, dapat dijumpai pelbagai jenis kejahatan yang boleh jadi menampakkan semua aspek seperti dipaparkan di atas.


(42)

Prof. Dr. H. R. Abdussalam dalam bukunya Hukum Pidana Internasional memberikan juga batasan definisi dari kejahatan internasional yang juga berbeda aspek prosedural penegakan hukumnya menjadi24 :

a. Tindak pidana internasional yang merupakan pelanggarah hukum hak asasi manusia dalam keadaan damai yang dikenal dengan islilah trasnational crimes.

Elemen - elemen dari transnational crime, antara lain25 : a. Conduct affecting more than one state

b. Conduct including or affecting citizen of more than one state c. Means and methods tranced national boundaries

b. Tindak pidana internasional yang merupakan pelanggaran hukum hak asasi manusia dalam konflik bersenjata baik internasional maupun non internasional disebut juga pelanggaran hukum humaniter internasional (pelanggaran terhadap konvensi – konvensi dan protokol)

Dari definisi Kejahatan Internasional yang dikemukakan oleh I Wayan Parthiana dan Abdussalam tersebut, dapat dilihat bahwa makna kejahatan internasional mengalami perluasan. Kejahatan Internasional yang pada awalnya dikenal hanya dalam bentuk konflik bersenjata antar subjek hukum internasional mulai berkembang dan akhirnya dikenal istilah transnasional crime atau kejahatan lintas batas negara.

24

Abdussalam,op.cit, hal 4

25


(43)

Karena modus serta akibat dari kejahatan-kejahatan telah melampaui lebih dari satu wilayah Negara, maka dari itu dibentuklah suatu organisasi antar kepolisian antar Negara yang disebut dengan International Criminal Police Organization (ICPO-Interpol). ICPO merupakan suatu organisasi internasional yang bergerak dalam bidang penanggulangan kejahatan internasional. ICPO sendiri lebih dikenal dengan nama Interpol bukan merupakan singkatan dari International Police karena memang tidak ada yang namanya Polisi Internasional atau Polisi Dunia dalam hukum internasional sejauh ini. ICPO sendiri saat ini telah bermarkas di Lyon (Prancis) dan telah beranggotakan 190 negara sampai saat ini. Info lebih lengkap mengenai Interpol bisa di lihat dari uraian di bawah ini.

A. Sejarah dan Perkembangan ICPO-Interpol

Awal berdirinya Interpol adalah pada saat diselenggarakannya kongres internasional pertama Polisi Kriminal di Monaco dari tanggal 14 sampai dengan 18 April 1914. Kongres tersebut diprakarsai oleh Pangeran Albert I dari Monaco dan dihadiri oleh para perwira polisi, hakim-hakim, sarjana-sarjana hukum dari 14 negara26. Adapun masalah yang didiskusikan adalah :

a. Metode mempercepat dan mempermudah investigasi dan penangkapan pelaku tindak pidana.

b. Penyempurnaan teknik identifikasi.

26


(44)

c. Pusat pengumpulan data tingkat internasional.

d. Unifikasi prosedur ekstradisi.

Kongres ini menghasilkan 12 resolusi, namun dengan meletusnya Perang Dunia I, apa yang telah direncanakan dalam resolusi tidak dapat dilaksanakan. Pada tahun 1919 setelah Perang Dunia I, Kolonel M.C. Van Houten, dari Kepolisian Kerajaan Belanda, mengulangi cita-cita kerjasama kepolisian tersebut dengan mengusulkan agar diadakan konferensi lagi.

Pada tahun 1923 atas prakarsa Dr. Johanes Schober, Kepala Kepolisian Australia diadakan Kongres II pada tanggal 3 sampai dengan 7 September 1923. Dalam konferensi tersebut hadir 138 utusan dari 20 negara antara lain Austria, Denmark, Mesir, Perancis, Jerman, Yunani dan Hongaria. Pada Kongres II ini berhasil disusun Anggaran Dasar ICPC (International Criminal Police Commission) dan Wina ditetapkan sebagai markas besar.27

Pada awal permulaan berdirinya ICPC, telah dijelaskan apakah ICPC yang didirikan atas anggaran dasar 1923 merupakan suatu panitia yang dibentuk oleh para utusan yang menghadiri kongres tersebut atau sudah berbentuk organisasi antar pemerintah.28 Patut diketahui bahwa pada saat itu tidak ada dokumen yang ditandatangani oleh para utusan, yang mungkin mereka tidak mempunyai mandat sebagai wakil pemerintah. Namun anggaran dasar telah menetapkan bahwa pemerintah dari negara anggota di kemudian hari dapat campur tangan. Pasal 33

27

Ibid. hal 12

28


(45)

Anggaran Dasar menetapkan bahwa pemerintah yang tidak terwakili dalam kongres telah diminta untuk mengajukan wakil-wakil mereka. Di samping itu, anggaran dasar juga belum menentukan prosedur penerimaan anggota baru. Memang harus diakui, masih banyak masalah-masalah yang bersifat samar, namun demikian kebiasaan-kebiasaan telah mampu mengatasi masalah-masalah tersebut. Suatu negara yang akan menjadi anggota baru, biasanya akan menyerahkan dokumen resmi dan membayar uang iuran yang pada umumnya dibayar oleh pemerintah negara anggota.

Dalam sidang Umum ke-14 di Bukarest bulan Juni 1938, tidak lama setelah pendudukan Jerman, untuk menghindari pengaruh politik, muncul suatu pendapat agar markas besar ICPC dipindahkan ke negara netral. Namun pendapat tersebut tidak diterima oleh Majelis Umum. Sebenarnya Kepala Kepolisian Jerman Yedrich merencanakan untuk mengambil alih ICPC dan memindahkan markas besarnya dari Wina ke Berlin. Untuk melaksanakan maksudnya tersebut, Yedrich telah mengadakan pemungutan suara secara paksa dengan cara surat-menyurat dan anggota-anggota ICPC diberi waktu selama 3 (tiga) minggu untuk memberikan jawaban yang justru pada saat itu Perang Dunia II telah berkobar. Negara-negara yang tidak memberikan jawaban telah dianggap memberikan persetujuan secara diam-diam. Dokumen-dokumen ICPC telah hilang selama jatuhnya kota Berlin beberapa tahun kemudian.29

29


(46)

Segera setelah berakhirnya Perang Dunia II, Inspektur Jenderal F.E. Louwage, dari Kepolisian Belgia, memutuskan untuk mengadakan pertemuan dengan wakil-wakil Negara anggota. Undangan untuk mengadakan pertemuan tersebut dikirim melalui saluran diplomatik.30 Pertemuan tersebut merupakan Sidang Umum ICPC ke-XV dan para utusan dari 19 negara yang menghadiri sidang tersebut mengatakan siap untuk menerima anggota baru.

Dalam agenda sidang umum tercantum suatu gagasan untuk merencanakan anggaran dasar yang baru dan memilih kota sebagai markas besar yang baru dan untuk pelaksanaannya dibentuk panitia. Majelis umum akhirnya memilih kota Paris sebagai markas besar ICPC. Presiden ICPC akan didampingi oleh suatu badan eksekutif yang benar-benar merupakan Dewan Internasional. Baik Presiden maupun badan eksekutif harus sama sekali terlepas dari negara-negara tempat kedudukan organisasi.

Pada Sidang Umum ke-XVI di Brussel tahun 1946 dihadiri oleh 19 negara anggota. Keanggotaan organisasi ternyata meningkat dari tahun ke tahun. Sampai tahun 1956, ICPC telah beranggotakan 55 negara dan sampai dengan tahun 1977 menjadi 127 negara. ICPC dalam sejarahnya sampai dengan tahun 1956 dapat dikatakan tidak pernah mengalami kesulitan dan perselisihan yang berarti, kecuali selama masa peperangan. Kenyataan ini terutama disebabkan oleh tujuan ICPC yang jelas dan yang dinyatakan dengan tegas dalam anggaran dasarnya. Bahaya-bahaya yang mengancam keruntuhan ICPC telah mampu dicegah dengan adanya

30


(47)

Pasal 1 Anggaran Dasar 1946 yang berisi larangan untuk mencampuri atau melakukan kegiatan dalam bidang politik, agama dan rasial.

Anggaran Dasar 1946 merupakan suatu revisi dari Anggaran Dasar 1923, yang memungkinkan ICPC memulai dengan suatu rencana baru dan menempatkan diri dalam suatu forum internasional secara lebih penting.31 Namun demikian dalam perkembangan selanjutnya, ternyata bahwa anggaran dasar inipun dianggap belum dapat mengikuti perkembangan terhadap kebutuhan yang semakin meningkat. Dalam perkembangan ini, kerjasama internasional antar badan-badan kepolisian menjadi semakin penting, sehingga organisasi memerlukan lebih dari persetujuan secara diam-diam dari negara anggota. Di samping itu, pengeluaran-pengeluaran yang diperlukan oleh organisasi ternyata tidak dapat dipenuhi oleh peraturan-peraturan keuangan yang diadakan pada tahun 1946.

Akhirnya muncul pendapat-pendapat dari sebagian negara anggota tentang perlu adanya perubahan secara menyeluruh dari anggaran dasar 1946, sehingga pada tahun 1956, nama ICPC berubah menjadi ICPO (International Criminal Police Organization), dimana sebelumnya pada tahun 1955 di Istambul telah dibicarakan konsep perubahan anggaran dasar yang baru dan pada Sidang Umum ke-XXVI di Wina, anggaran dasar baru diterima dan disahkan. Anggaran dasar yang baru tersebut terdiri dari 50 pasal dan peraturan yang bersifat umum. Tujuan ICPO yang dinyatakan dalam Pasal 2 sama dengan tujuan organisasi yang

31


(48)

ditetapkan sebelumnya, sedangkan markas besarnya tetap berkedudukan di Paris. Ketika Sekretariat jenderal ICPO dipindahkan ke Paris pada tahun 1946, maka

timbul kebutuhan alamat telegrap dan kata “Interpol” telah dipilih dan didaftarkan

pada kantor pos di Paris, sehingga menjadi bagian dari nama resmi organisasi. Pada tahun 1966, Sekretariat jenderal ICPO kembali dipindahkan dari Paris ke Saint Cloud dan pada tahun 1989, tepatnya pada tanggal 27 November 1989 Markas Besar ICPO-Interpol ditempatkan di Lyon. Sejak saat itu banyak negara yang masuk menjadi anggota menurut prosedur yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar, sehingga ICPO saat ini adalah benar-benar merupakan suatu organisasi internasional yang resmi diakui oleh dunia.32 Sampai dengan tahun 2012, Interpol telah memiliki 190 negara anggota.

1)

Struktur Organisasi ICPO-Interpol

Kekuasaan tertinggi dalam organisasi ICPO terletak pada Majelis Umum dan Komite Eksekutif, organ ini memberikan pertimbangan dan mempunyai kekuasaan untuk mengambil keputusan dan melaksanakan pengawasan. Selain itu juga mengadakan pertemuan secara berkala. Departemen-departemen terdapat pada Sekretariat Jenderal yang bertanggung jawab untuk melaksanakan keputusan-keputusan dan rekomendasi yang telah disahkan oleh organ tertinggi tersebut serta mempunyai hubungan yang erat dengan masing-masing NCB dari

32


(49)

Negara anggota dalam rangka melaksanakan kerjasama kepolisian. NCB merupakan badan nasional yang bertanggung jawab sebagai penghubung antara Negara anggota dan Sekretariat Jendral.

Berdasarkan Pasal 5 Anggaran Dasar ICPO, maka struktur organisasi ICPO adalah sebagai berikut :

1) Majelis Umum (General Assembly)

Majelis Umum terdiri dari delegasi-delegasi yang ditunjuk oleh pemerintah Negara-negara anggota. Majelis umum adalah badan tertinggi dari Interpol yang mengambil keputusan-keputusan utama seperti kebijaksanaan umum, sumber daya yang diperlukan untuk kerjasama internasional, metode kerja, keuangan dan program kegiatan. Majelis umum juga memilih pejabat-pejabat organisasi. Secara Umum mengambil keputusan melalui mayoritas sederhana dalam bentuk rekomendasi atau resolusi. Setiap Negara anggota memiliki satu suara. Untuk lebih memahami fungsi dari Majelis Umum, maka dapat di lihat dalam Pasal 8 Anggaran Dasar ICPO-Interpol :33

a. Untuk melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan dalam konstitusi;

33

www.interpol.int ,Constitution and General Regulations, diakses pada tanggal 21 Mei 2012


(50)

b. Untuk menentukan prinsip-prinsip dan langkah-langkah umum yang sesuai untuk mencapai tujuan organisasi seperti yang tercantum dalam Pasal 2 Anggaran Dasar;

c. Untuk memeriksa dan menyetujui program umum kegiatan yang disiapkan oleh Sekretariat Jendral untuk tahun mendatang;

d. Untuk menentukan peraturan lain yang dianggap perlu;

e. Untuk memilih pejabat dalam melaksanakan tujuan seperti yang disebutkan dalam konstitusi;

f. Untuk mengambil keputusan dan membuat rekomendasi kepada Negara-negara anggota tentang hal-hal yang merupakan fungsi dari organisasi.

g. Untuk memeriksa dan menyetujui setiap perjanjian yang dibuat dengan organisasi lain.

2) Komite Eksekutif (Executive Committee)

Komite eksekutif memiliki 13 anggota yang dipilih oleh Majelis Umum dari para delegasi Negara-negara anggota. Presiden dari organiasi dipilih untuk masa jabatan 4 tahun. Ia memimpin Majelis Umum dan sidang Komite Eksekutif, menjamin pelaksanaan keputusan yang telah diambil oleh organiasi dan melaksanakan hubungan yang erat dengan Sekretariat Jenderal. 3 orang wakil


(51)

presiden dan 9 anggota luar biasa, yang dipilih untuk masa jabatan 3 tahun. Kedua belas anggota Komite Eksekutif tersebut dipilih berdasarkan keseimbangan geografi dan harus dari Negara yang berbeda-beda. Komite Eksekutif mengadakan pertemuan 3 kali setahun untuk menjamin pelaksanaan keputusan organisasi, menyusun agenda sidang umum, menyetujui program kegiatan dan rencana anggaran sebelum diajukan kepada Majelis Umum dan mengadakan pengawasan terhadap manajemen Sekretariat Jendral.

3) Sekretariat Jenderal ( General Secretariat )

Sekretariat Jenderal adalah badan administratif dan teknik yang bersifat tetap dan melalui badan-badan inilah kegiatan Interpol dilaksanakan. Badan ini melaksanakan keputusan yang diambil dalam sidang umum dan Komite Eksekutif melaksanakan dan mengkoordinasikan kegiatan dalam rangka penanggulangan kejahatan internasional.

Sekretariat Jenderal dipimpin oleh sekretaris jenderal dan dibantu oleh personil bidang teknik dan administratif, yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan organisasi. Sekretariat Jenderal terdiri dari Kantor Eksekutif dan 4 bagian yang masing-masing bertanggungjawab terhadap tugas yang spesifik. 34

a. Kantor Eksekutif Sekretariat Jenderal

Merupakan unit bantuan teknik dan administratif yang membantu sekretaris jenderal dalam melaksanakan tugasnya.

34


(52)

b. Divisi I ( Administrasi Umum)

Divisi ini bertanggung jawab terhadap pembukuan keuangan organisasi, memimpin staf, menyiapkan perlengkapan dan pelayanan umum serta menyiapkan Sidang Umum dan pertemuan-pertemuan lain yang diselenggarakan Interpol.

c. Divisi II (Divisi Polisi)

Divisi ini bertanggung jawab terhadap pusat informasi polisi dan penanganan kasus-kasus kejahatan internasional. Divisi ini juga mengatur proses komputerisasi informasi dan sistem arsip elektronik dan menjamin bahwa peraturan-peraturan penghapusan internal diterapkan terhadap file- file, draft pencarian internasional (draft international notice) dan ringkasan kasus-kasus kriminal. Divisi II terdiri dari 4 sub divisi, yaitu :

a) Sub Divisi 1, yaitu menangani kejahatan umum (kejahatan terhadap orang dan harta benda, kejahatan terorganisir, terorisme).

b) Sub Divisi 2, menangani kejahatan ekonomi dan keuangan (penipuan, pemalsuan uang).

c) Sub Divisi 3, menangani kejahatan peredaran gelap narkotika.

d) Sub Divisi 4, menangani intelijen kriminal.


(53)

Divisi ini bertanggung jawab untuk mengumpulkan dan menerbitkan statistik kejahatan, menulis laporan kerja, menerbitkan majalah polisi reserse internasional, mewakili Interpol dalam konferensi-konferensi internasional, serta melakukan penelitian dan analisa terhadap prosedur yang digunakan oleh kepolisian negara anggotanya.

e. Divisi IV ( Divisi Bantuan Teknik)

Divisi bertanggung jawab untuk mempelajari, mengembangkan dan menerapkan teknologi komputer dan telekomunikasi yang penting bagi kerjasama organisasi.

4) Biro Pusat Nasional ( National Central Bureau )

Pengalaman memperlihatkan bahwa ada 3 faktor utama yang cenderung menghambat kerjasama internasional. Hambatan utama adalah perbedaan struktur kepolisian, yang sering mempersulit Negara lain untuk mengetahui departemen manakah yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi mengenai suatu kasus. Kedua adanya perbedaan bahasa yang digunakan oleh tiap-tiap Negara. Hambatan yang ketiga adalah system-sistem resmi prosedur yang beraneka ragam.

Dalam usaha memecahkan masalah-masalah ini diputuskan bahwa pemerintah dari tiap-tiap Negara anggota harus mengangkat suatu lembaga kepolisian permanen untuk bertindak sebagai NCB-Interpol untuk melaksanakan kerjasama internasional. Pengangkatan NCB di setiap Negara anggota ditentukan


(54)

dalam konstutitusi ICPO yang terdapat pada Pasal 31-33.35 Tugas utama dari NCB adalah menjamin pertukaran informasi secara internasional dalam rangka pencegahan dan penyidikan kejahatan. Dalam banyak kasus, lembaga yang dipilih adalah lembaga tingkat tinggi dengan kekuasaan luas yang mampu menjawab setiap permintaan dari Sekjen atau dari NCB lain. Staf NCB adalah anggota polisi dari masing-masing Negara atau pegawai pemerintah yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan undang-undang Negara yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan NCB dapat dirinci sebagai berikut :

a. Mengumpulkan dokumen dan intelijen criminal yang memiliki hubungan langsung dengan kerjasama kepolisian internasional dari sumber-sumber Negara mereka dan mengedarkannya kepada Sekjen dan NCB lainnya;

b. Menjamin bahwa tindakan-tindakan ataupun operasi-operasi yang diminta oleh NCB Negara lain dijalankan di Negara tersebut;

c. Menerima permintaan-permintaan informasi, pengecakan dan lain-lain dari NCB Negara lain serta menjawab permintaan-permintaan tersebut;

d. Mengirimkan permintaan kerjasama internasional atas keputusan pengadilan atau atas permintaan kepolisian Negara yang bersangkutan kepada NCB Negara lainnya;

35


(55)

e. Kepala-kepala NCB menghadiri Sidang Umum Interpol sebagai delegasi dari negaranya dan menjamin bahwa keputusan-keputusan sidang dijalankan di negaranya.

5) Penasehat ( Advisers )

Untuk membantu kasus-kasus khusus, Interpol dapat berkonsultasi dengan para penasehat yang diangkat oleh Komite Eksekutif. Para penasehat ini bertugas selama 3 tahun dan merupakan orang-orang yang ahli dalam bidangnya masing-masing yang dapat berguna bagi kepentingan organisasi.

6) Komisi Pengawasan Data-data Interpol ( The Commission for the Control of INTERPOL’s Files ).

Komisi ini merupakan badan yang independen yang bertugas untuk :36

a. Memastikan bahwa pengambilan informasi pribadi oleh Interpol sesuai dengan ketentuan dari organisasi;

b. Memberikan nasehat kepada Interpol atas setiap kegiatan atau operasi, seperangkat aturan atau hal lain yang melibatkan pengolahan data-data pribadi;

c. Memproses permintaan atas indormasi yang terdapat dalam data Interpol.

36


(56)

2) ICPO-Interpol Bukanlah Polisi Internasional atau Polisi Dunia.

Sebagai titik tolak, perlu diteliti apakah ICPO-Interpol itu adalah “Polisi Internasional” atau “Polisi Dunia”, untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka di tinjau dari 3 (tiga) aspek, yaitu :

a. Arti istilah “Polisi”

Sebagaimana diketahui arti istilah polisi harus dibedakan antara “polisi sebagai fungsi” dan “polisi sebagai organ”. Polisi sebagai tugas pada pokoknya menunjuk pada tugas untuk menjamin ditaatinya norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sehingga dapat dipelihara dan dijamin keamanan dan keterlibatan dalam masyarakat tersebut. Sedangkan polisi sebagai organ, menunjuk pada organ di dalam masyarakat atau Negara yang mempunyai tugas sebagaimana disebut di atas, yang di dalam hal-hal tertentu diberi wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan yang bersifat memaksa. Dari gambaran tersebut, kiranya jelas tidak dapat dipisahkan antara polisi sebagai tugas maupun sebagai organ dengan masyarakat atau dengan perkataan lain tidak mungkin adanya masyarakat tanpa polisi.37

b. Karakteristik masyarakat internasional.

37


(57)

Berdasarkan hukum internasional terdapat 2 (dua) teori tentang masyarakat internasional, yakni :38

1) Teori Universalisme, bahwa masyarakat internasional adalah suatu masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang mendiami permukaan bumi, karena itu sebagai umaat manusia merupakan satu kesatuan. Teori ini menitikberatkan kepada hal-hal yang sama yang memiliki individu-individu dan karenanya menjadi dasar dari ikatan-ikatan yang menghubungkan mereka satu sama lain.

2) Karena diatas individu-individu banyak organisasi dimana setiap individu pasti menjadi anggotanya dan dalam perkembangan modern ini, organisasi yang paling tinggi tingkatannya adalah Negara, maka timbul teori yang kedua yang menyatakan bahwa masyarakat internasional adalah masyarakat yang terdiri dari Negara-negara.

Dalam hubungan dengan teori-teori tersebut di atas yang pada umumnya merupakan pendapat para sarjana hukum internasional mengenai karakteristik masyarakat internasional antara lain dapat ditonjolkan :39

38

Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung, PT Alumni, 2003 hal.36

39

Jawahir Thontowi & Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung, Refika Aditama, 2007, hal. 42


(58)

a) Bahwa dalam masyarakat internasional tidak ada kekuasaan (politik) yang tertinggi yang dapat melakukan tindakan-tindakan yang bersifat memaksa terhadap subjek-subjek hukum internasional lainnya.

b) Bahwa dalam masyarakat internasional, Negara-negara melaksanakan kedaulatannya sesuai dengan kepentingan masing-masing.

c) Bahwa dalam masyarakat internasional, masing-masing Negara mempunyai angkatan bersenjata, melaksanakan perang sebagai tindakan hukum terhadap Negara-negara yang dianggap bersalah.

c. Karakteristik Hukum Internasional.

Dapat dikemukanak bahwa berdasarkan Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, maka sumber hukum internasional terdiri dari :40

1) Perjanjian-perjanjian internasional (international traties).

2) Kebiasaan Internasional. Yang terbukti dari praktek umum yang telah diterima sebagai hukum.

3) Prinsip-prinsip umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab. 4) Keputusan-keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang terkemuka dari berbagai Negara sebagai sumber tambahan untuk menetapkan aturan dan kaidah hukum.

40


(1)

(2) Sebelum pemasangan dilaksanakan, perlu dilengkapi dengan payung hukum dengan membuat kerja sama (Nota Kesepahaman) antara Polri dengan lembaga penegak hukum tersebut.

Bagian Keenam Sistem Keamanan

Paragraf 1

Keamanan Data/Informasi I-24/7 Pasal 46

(1) Ketentuan dan persyaratan penggunaan informasi INTERPOL sebagai berikut : a. data hanya digunakan untuk kepentingan kepolisian dan penegakan hukum; b. data harus diproteksi dari penggunaan, akses, perubahan dan

pendistribusian yang tidak benar dan tidak sah; dan

c. data harus dijaga dalam sistem keamanan dengan akses terbatas yang hanya digunakan untuk kepentingan Kepolisian dan penegakan hukum.

(2) Tingkat kerahasiaan informasi yang dapat berisiko jika digunakan oleh orang yang tidak berhak, terdiri dari:

a. “INTERPOL FOR OFFICIAL USE ONLY” jika yang tidak berhak menggunakan informasi ini akan merugikan tindakan penegakan hukum atau merugikan/mendiskreditkan organisasi, stafnya, anggotanya, pribadi atau pihak penegak hukum lainnya yang berkepentingan dengan informasi; b. "INTERPOL RESTRICTED" jika orang yang tidak berhak menggunakan

informasi ini, dapat membahayakan tindakan penegakan hukum atau menyebabkan kerugian pada organisasi atau stafnya, anggotanya, pribadi atau pihak penegak hukum lainnya yang berkepentingan dengan informasi; dan

c. "INTERPOL CONFIDENTIAL" jika orang yang tidak berhak menggunakan informasi ini, secara serius membahayakan tindakan penegakan hukum atau menyebabkan kerugian yang serius pada organisasi atau stafnya, anggotanya, pribadi atau pihak penegak hukum lainnya yang berkepentingan dengan informasi.

(3) Ketiga tingkat kerahasiaan informasi ini digunakan untuk tujuan mengklasifikasi informasi yang diproses melalui jaringan I-24/7.

(4) Jika NCB-Interpol mempunyai keperluan khusus untuk mengklasifikasi beberapa item informasi dengan tingkat kerahasiaan lebih tinggi, maka IPSG menilai kesungguhan dari sumber informasi.

(5) Saluran dan fasilitas yang digunakan untuk memproses informasi, tergantung dari tingkat kerahasiaan, harus dilengkapi dengan security control untuk mencegah resiko penggunaan oleh pihak yang tidak berhak.


(2)

Paragraf 2

Keamanan Data/Informasi e-ADS Pasal 47

(1) Data hanya digunakan untuk kepentingan Kepolisian dan penegakan hukum.

(2) Data harus diproteksi dari penggunaan, akses, perubahan dan pendistribusian yang tidak benar dan tidak sah.

(3) Data harus dijaga dalam sistem keamanan dengan akses terbatas yang hanya digunakan untuk kepentingan Kepolisian dan penegakan hukum.

(4) User harus mengetahui dan memahami keamanan dokumen, serta klasifikasi informasi dan memastikan informasi/dokumen e-ADS yang salah cetak untuk dimusnahkan.

Paragraf 3

Keamanan Sistem Jaringan I-24/7 Pasal 48

(1) Tanggung jawab IPSG dalam keamanan sistem, sebagai berikut:

a. IPSG bertanggung jawab atas seluruh system jaringan I-24/7, termasuk sistem khusus, jaringan dan/atau database, yang diperlukan untuk:

1. membuat suatu kebijakan keamanan, berdasarkan standar internasional dan kolaborasi dengan NCB, yang bertujuan guna melaksanakan security control secara procedural, teknis dan administratif, serta menetapkan tingkat kerahasiaan yang tepat, integritas dan ketersediaan sistem, jaringan dan/atau database;

2. melakukan penilaian resiko; dan

3. mengembangkan mekanisme kontrol yang tepat bagi keamanan informasi;

b. IPSG dan NCB-Interpol Indonesia melakukan pengawasan kerahasiaan dan keamanan informasi melalui:

1. audit login dan memonitor penggunaan I-24/7; dan 2. hardware, software dan jaringan I-24/7.

(2) Tanggung jawab NCB-Interpol Indonesia dalam menjaga keamanan sistem sebagai berikut:

a. NCB-Interpol Indonesia melalui NSO harus menginformasikan kepada user bahwa kewenangan tersebut hanya digunakan untuk tujuan kerja sama kepolisian internasional, sebelum memberikan otorisasi kepada user untuk akses ke jaringan I-24/7;


(3)

b. memerintahkan user untuk mengkomunikasikan informasi dengan menggunakan jaringan I-24/7;

c. memerintahkan user I-24/7 dalam mengoperasionalkan jaringan I-24/7 harus mematuhi ketentuan ICPO-Interpol;

d. mengadopsi tingkat keamanan yang sudah dibuat oleh IPSG untuk diimplementasikan dalam penggunaan jaringan I-24/7 oleh user;

e. menunjuk satu atau lebih NSO untuk melaksanakan operasi keamanan dan berkoordinasi dengan IPSG berkaitan dengan keamanan sistem; dan

f. NCB-Interpol Indonesia harus menginformasikan ke IPSG tentang masalah koneksi penggunaan dan atau implementasi sistem I-24/7, sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(3) Tanggung jawab user dalam keamanan sistem I-24/7, sebagai berikut:

a. menyediakan informasi tambahan yang diminta IPSG untuk mengevaluasi kemungkinan memproses informasi dalam INTERPOL's files atau memprosesnya sesuai dengan peraturan yang berlaku;

b. menggunakan jaringan I-24/7 untuk melakukan komunikasi dengan ICPO-Interpol; dan

c. menginformasikan ke NCB-Interpol Indonesia melalui email: ncb-jakarta@interpol.go.id sesegera mungkin, pada saat terjadi “positive hit” untuk suatu permintaan disertai dengan alasan mendasar mengenai permintaan tersebut.

(4) Proteksi antivirus dalam penyelenggaraan jaringan I-24/7 dan jaringan e-ADS dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Setjen ICPO-Interpol menyediakan, mengelola dan meng-update antivirus secara regular workstation yang terkoneksi secara langsung dengan jaringan I-24/7; dan

b. NCB-Interpol Indonesia memastikan bahwa sistem pada server dan workstation diproteksi dengan software antivirus kualitas tinggi yang di-update secara regular dan dirawat dengan tepat.

Paragraf 4

Keamanan Sistem Jaringan e-ADS Pasal 49

(1) Pengawasan dan keamanan akses jaringan e-ADS dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. prosedur keamanan sistem jaringan e-ADS pada prinsipnya sama dengan jaringan I-24/7;

b. setiap user e-ADS diberikan password login oleh NCB-Interpol Indonesia;


(4)

c. sistem di-set 10 menit untuk time out dan apabila tidak ada aktivitas maka sistem secara otomatis akan log off; dan

d. user harus melakukan log off dari e-ADS ketika tidak digunakan untuk mencegah akses oleh orang yang tidak berhak.

(2) System Audit dalam pelaksanaan keamanan sistem jaringan e-ADS dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. NSO NCB-Interpol Indonesia melakukan audit untuk mengecek account e-ADS dan akan menghapus user account yang sudah tidak aktif selama 6 bulan;

b. System Administrator e-ADS NCB-Interpol Indonesia melakukan evaluasi Audit Trail secara mingguan, meliputi evaluasi aktifitas User dalam penggunaan e-ADS maupun validasi User (masih valid atau sudah pindah/mutasi); dan

c. dalam hal tidak ada aktifitas User dalam mengakses e-ADS selama kurun waktu 1 bulan, maka Kabagkominter Divhubinter Polri dapat mengusulkan kepada Kadivhubinter Polri untuk melaksanakan Site Visit dan Coaching Clinic.

(3) Tanggung jawab user dalam keamanan sistem e-ADS sebagai berikut: a. penggunaan workstation e-ADS hanya untuk keperluan terkait e-ADS;

b. melakukan koordinasi/komunikasi email dengan NCB-Interpol Indonesia menggunakan domain email interpol.go.id;

c. pengamanan password akses ke sistem e-ADS sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan tidak berbagi/share password dengan user lain;

d. apabila akan ada penggantian User/Operator maka wajib melaporkan ke NCB-Interpol Indonesia melalui email ncb-jakarta@interpol.go.id atau melalui surat resmi, dan melaksanakan transfer knowledge kepada calon pengganti user/operator; dan

e. melaporkan ke NCB-Interpol Indonesia apabila terjadi masalah teknis atau operasional e-ADS.

BAB VII

PEMELIHARAAN JARINGAN I-24/7 DAN JARINGAN e-ADS Bagian Kesatu

Pemeliharaan Hardware Pasal 50

(1) User harus menjaga, merawat dan memelihara workstation yang terhubung dengan jaringan I-24/7 dan jaringan e-ADS, serta perangkat pendukung lainnya.


(5)

(2) Apabila terjadi kerusakan pada workstation yang menyebabkan tidak terkoneksi ke jaringan I-24/7 dan jaringan e-ADS, maka user mengkonsultasikan kepada NCB-Interpol Indonesia untuk perbaikannya.

(3) Pemeliharaan workstation dan perangkat pendukung lainnya menjadi tanggung jawab masing-masing user.

Bagian Kedua Pemeliharaan Software

Pasal 51

(1) User harus menjaga, merawat dan meng-upgrade software yang mendukung penggunaan jaringan I-24/7 dan jaringan e-ADS.

(2) Apabila software yang mendukung jaringan I-24/7 dan jaringan e-ADS tidak ada atau kurang, maka user dapat mengkonsultasikan ke NCB-Interpol Indonesia untuk penambahannya.

Bagian Ketiga

Pemeliharaan Sistem Jaringan Pasal 52

(1) Untuk di lingkungan Polri, apabila terjadi gangguan, kerusakan atau penambahan jaringan intranet baru, dikoordinasikan dengan Div TI Polri/Bid TI Polda.

(2) Untuk lembaga penegak hukum lainnya yang terkoneksi dengan jaringan I-24/7 dan jaringan e-ADS, maka pemeliharaan jaringannya menjadi tanggung jawab lembaga bersangkutan.

Bagian Keempat Biaya Pemeliharaan

Pasal 53

(1) Biaya pemeliharaan hardware dan software menjadi tanggung jawab user.

(2) Penggantian perangkat jaringan I-24/7 dan e-ADS apabila terjadi kehilangan yang disebabkan oleh kelalaian/kerusakan menjadi tanggung jawab user.

(3) Biaya pemeliharaan dan sewa jaringan intranet Polri yang digunakan untuk mengkases jaringan I-24/7 dan jaringan e-ADS di lingkungan Polri menjadi tanggung jawab Div TI Polri/Bid TI Polda.

(4) Untuk lembaga penegak hukum lainnya yang terkoneksi dengan jaringan I-24/7 dan jaringan e-ADS, maka biaya sewa jaringannya menjadi tanggung jawab lembaga bersangkutan.


(6)

BAB VIII

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 54

Dalam hal terdapat perubahan ketentuan dan prosedur penggunaan jaringan I-24/7 dan jaringan e-ADS dari Sekretaris Jenderal ICPO-Interpol atau dari Consortium Leader e-ADS maka ketentuan penggunaan jaringan I-24/7 dan jaringan e-ADS dalam peraturan ini disesuaikan dengan perubahan tersebut.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP Pasal 55

Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 24 Mei 2011

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Ttd.

Drs. TIMUR PRADOPO JENDERAL POLISI Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 2011

MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR

Paraf :

1. Kadivkum Polri : ……

2. Kadivhubinter Polri : ……

3. Kasetum Polri : ……

4. Wakapolri : ……


Dokumen yang terkait

Peranan Polri dalam Mengembangkan Kerjasama Internasional Guna Penanggulangan Kejahatan Narkotika yang Terorganisir

1 47 136

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ketentuan-Ketentuan Hukum Indonesia Tentang Pengembalian Tersangka Tipikor Yang Melarikan Diri Keluar Negeri

0 0 11

Analisis Yuridis Perjanjian International Criminal Police Organization (Icpo Interpol) Dengan Polri Dalam Menangkap Pelaku Kejahatan Korupsi Yang Melarikan Diri Ke Luar Negeri

0 0 8

Analisis Yuridis Perjanjian International Criminal Police Organization (Icpo Interpol) Dengan Polri Dalam Menangkap Pelaku Kejahatan Korupsi Yang Melarikan Diri Ke Luar Negeri

0 0 1

Analisis Yuridis Perjanjian International Criminal Police Organization (Icpo Interpol) Dengan Polri Dalam Menangkap Pelaku Kejahatan Korupsi Yang Melarikan Diri Ke Luar Negeri

0 0 21

Analisis Yuridis Perjanjian International Criminal Police Organization (Icpo Interpol) Dengan Polri Dalam Menangkap Pelaku Kejahatan Korupsi Yang Melarikan Diri Ke Luar Negeri

0 0 19

Analisis Yuridis Perjanjian International Criminal Police Organization (Icpo Interpol) Dengan Polri Dalam Menangkap Pelaku Kejahatan Korupsi Yang Melarikan Diri Ke Luar Negeri Chapter III V

0 1 53

Analisis Yuridis Perjanjian International Criminal Police Organization (Icpo Interpol) Dengan Polri Dalam Menangkap Pelaku Kejahatan Korupsi Yang Melarikan Diri Ke Luar Negeri

0 1 2

Bareskrim Polri Menangkap tiga pelaku peretas situs online

0 0 1

Efektifitas Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (Mutual Legal Assistance in Criminal Matters) Studi Kasus Pemulangan Koruptor Yang Melarikan Diri Keluar Negeri - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 92