Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wanita Pekerja Seks (WPS) terhadap Tindakan Pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS) di Medan Johor tahun 2016
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perilaku Kesehatan
2.1.1
Pengertian Perilaku Kesehatan
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010),
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons,
maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme–Respon.
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua yaitu :
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih
terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas
oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain
(Notoatmodjo, 2010).
13
Universitas Sumatera Utara
14
2.1.2
Dimensi Perilaku Kesehatan
Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner, perilaku kesehatan adalah suatu
respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta
lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok yaitu : (Notoatmodjo, 2010)
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu :
a) Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu
dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu
orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang
seoptimal mungkin.
c) Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat
memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya makanan
dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang,
bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku
orang terhadap makanan dan minuman tersebut.
Universitas Sumatera Utara
15
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan
atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari
mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri.
Menurut Suchman dalam Muzaham (2005), memberikan batasan perilaku sakit
sebagai tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak (discomfort) atau rasa sakit
sebagai akibat dari timbulnya gejala tertentu. Suchman menganalisa pola proses
pencarian pengobatan dari segi individu maupun pola proses pencarian
pengobatannya, terhadap lima macam reaksi dalam proses mencari pengobatan.
Shoping adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan yang menemukan
seseorang yang dapat memberikan diagnosa atau pengobatan sesuai dengan harapan
si sakit.
a) Figmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan
pada lokasi yang sama. Contoh : Berobat ke dokter, sekaligus ke sinse dan
dukun.
b) Procrastination adalah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun
gejala penyakitnya sudah dirasakan.
c) Self medication ialah pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai
ramuan atau obat – obatan yang dinilainya tepat baginya.
d) Discontinuity adalah penghentian proses pengobatan.
Dalam menentukan reaksi/tindakan sehubungan dengan gejala penyakit
yang dirasakannya, menurut suchman individu berproses melalui tahap-tahap yaitu,
Universitas Sumatera Utara
16
tahap pengenalan gejala, tahap asumsi peran sakit ,tahap kontak dengan pelayanan
kesehatan, tahap ketergantungan si sakit, tahap penyembuhan atau rehabilitasi.
3. Perilaku kesehatan lingkungan (Enviromental health behaviour)
Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi
kesehatannya.
Dengan
perkataan
lain,
bagaimana
seseorang
mengelola
lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau
masyarakatnya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya
perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan
diperlukan contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para
petugas terutama petugas kesehatan dan diperlukan juga undang-undang kesehatan
untuk memperkuat perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010).
Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010) menganalisis faktor perilaku
ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu: faktor predisposisi (Predisposing factors),
terdiri atas faktor pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai. Kedua,
faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik seperti
ketersediaan sarana/fasilitas, informasi. Ketiga, faktor pendorong (reinforcing
factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku kelompok acuan, seperti petugas
kesehatan, kepala kelompok atau peer group.
Didalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktorfaktor tersebut antara lain: susunan saraf pusat, persepsi, emosi, proses belajar,
lingkungan dan sebagainya. Perilaku diawali dengan dengan adanya pengalaman-
Universitas Sumatera Utara
17
pengalaman seseorang serta faktor-faktor di luar orang tersebut (lingkungan), baik
fisik maupun non fisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui,
dipersepsikan, diyakini dan sebagainya sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk
bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa perilaku
(Notoatmodjo,2010).
2.1.3 Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari
pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di
dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).
Pengetahuan itu adalah sesuatu yang ada secara niscaya pada diri manusia.
Keberadaannya diawali dari kecenderungan psikis manusia sebagai bawaan kodrat
manusia, yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber dari kehendak atau kemauan.
Sedangkan kehendak adalah salah satu unsur kekuatan kejiwaan. Adapun unsur
lainnya adalah akal pikiran (ratio) dan perasaan (emotion). Ketiganya berada dalam
satu kesatuan, dan secara terbuka bekerja saling pengaruh mempengaruhi menurut
situasi dan keadaan. Artinya, dalam keadaan tertentu yang berbeda-beda, pikiran
atau perasaan atau keinginan biasa lebih dominan. Konsekuensinya, ada
pengetahuan akal (logika), pengetahuan perasaan (estetika) dan pengetahuan
pengalaman (etika). Idealnya, pengetahuan seharusnya mengadung kebenaran
Universitas Sumatera Utara
18
sesuai dengan prinsip akal, perasaan dan keinginan. Dengan kata lain, pengetahuan
yang benar haruslah dapat diterima dengan akal, sekaligus dapat diterima oleh
perasaan dan layak dapat dikerjakan dalam praktik perilaku (Suhartono, 2008).
Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang
memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan
masalah yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung
ataupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui
penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan
pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku
individu, keluarga, dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan
optimal.
Adapun faktor-faktor pengetahuan menurut Wawan (2010) dibedakan menjadi
faktor internal dan faktor eksternal :
a. Faktor internal
1.
Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap pola hidup
terutama dalam motivasi sikap. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka
semakin mudah untuk penerimaan informasi.
2.
Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikuti oleh Nursalam (2003) oekerjaan merupakan
suatu cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan banyak tantangan.
Pekerjaan dilakukan untuk menunjang kehidupan pribadi maupun keluarga.
Bekerja dianggap kegiatan yang menyita waktu.
Universitas Sumatera Utara
19
3.
Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai dari dilahirkan sampai
berulang tahun (Nursalam, 2003). Menurut Hurlock (1998), semakin cukup umur,
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir.
b. Faktor eksternal
1.
Faktor lingkungan
Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku
individu maupun kelompok. Jika lingkungan mendukung ke arah positif, maka
individu maupun kelompok akan berperilaku positif, tetapi jika lingkungan sekitar
tidak kondusif, maka individu maupun kelompok tersebut akan berperilaku kurang
baik.
2.
Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada dalam masyarakat juga mempengaruhi sikap
dalam penerimaan informasi.
Cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a.) Cara Tradisional atau Non ilmiah : Coba-salah (Trial and Error), secara
kebetulan, cara kekuasaan atau otoritas, berdasarkan pengalaman pribadi, dan
melalui jalan fikiran manusia.
b.) Cara modern yaitu cara memperoleh pengetahuan yang lebih sistematis, logis
dan lebih ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih popular
disebut dengan metode penelitian (research methodology) (Notoatmodjo, 2010).
Universitas Sumatera Utara
20
2.1.4 Perilaku Dalam Bentuk Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang
dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial (Notoatmodjo, 2010).
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk
merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu.
Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan
sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman
yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah
sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang.
Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan
tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah
dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi
serta tekanan dari kelompok sosialnya.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat
dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Allport
(1954) dalam Notoatmodjo (2010), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga
komponen pokok yaitu :
Universitas Sumatera Utara
21
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan, yaitu :
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus
yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas
dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak
ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau
mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah
mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Universitas Sumatera Utara
22
Ciri-ciri sikap adalah :
1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini
membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, atau
kebutuhan akan istirahat.
2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula
sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syaratsyarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau
berubah senantiasa.
4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut.
5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang
membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan
yang dimiliki orang (Notoamojo, 2010).
Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :
1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat
communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula
menjadi milik bersama.
2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Seseorang tahu bahwa tingkah laku anak
kecil atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap
sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada
Universitas Sumatera Utara
23
orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya
tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara
sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan
reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud
pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu
sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat
hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan
kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan
sebagainya.
3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu
dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari
dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua
pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia
tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu
dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.
4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian
seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang
mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek
tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap
sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap seseorang, kita
harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut. Dengan
mengetahui keadaan sikap itu, kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya
Universitas Sumatera Utara
24
sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut
(Purwanto (1999) dalam Notoatmodjo, 2010).
2.1.5 Perilaku Dalam Bentuk Tindakan
Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk
terwujudnya
sikap
menjadi
suatu
perbuatan
nyata
diperlukan
faktor
pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2010). Tindakan
terdiri dari empat tingkatan, yaitu :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respon Terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.
3. Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara optimis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik
tingkat tiga.
4. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
25
2.2
Wanita Pekerja Seks (WPS)
2.2.1
Pengertian Wanita Pekerja Seks (WPS)
Pelacuran atau prostitusi merupakan salah bentuk penyakit masyarakat yang
harus diberhentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan
perbaikan. Pelacuran berasal dari bahasa Latin pro-stituere atau pro-stauree, yang
berarti membiarkan dan berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan atau
sundal. Dikenal pula dengan istilah WTS atau tuna susila (Kartono, 2013).
Wanita tuna susila adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan
hubungan kelamin di luar perkawinan, baik dengan imbalan jasa maupun tidak.
Pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, yaitu berupa tingkah laku
lepas kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan
jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan. Pelacuran itu selalu ada pada
semua negara berbudaya sejak zaman purba sampai sekarang. Pelacuran senantiasa
menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum dan tradisi. Selanjutnya,
dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan manusia, turut
berkembang pula pelacuran dalam pelbagai bentuk dan tingkatan
Statistik menunjukkan, bahwa kurang lebih 75% dari jumlah pelacur adalah
Perempan dibawah umur 30 tahun. Mereka itu umumnya memasuki dunia
pelacuran pada usia yang muda, yaitu 13-24 tahun dan yang paling banyak adalah
usia 17-21 tahun. Perilaku seksual terang-terangan tanpa malu, sangat kasar, dan
sangat provokatif dalam bersenggama atau berhubungan badan, dan dilakukan
dengan banyak pria. Selain mengharapkan imbalan atau berupa upah, adakalanya
hubungan seksual itu tidak dibayar, karena dilandasi keinginan bebas untuk
Universitas Sumatera Utara
26
melakukan hubungan seksual atau hyperseksualitas ataupun didorong oleh nafsunafsu seks yang tidak terkontrol dan tidak wajar, tidak ubahnya dengan ciri-ciri
praktik prostitusi. Tindak immoril yang dilakukan oleh para WPS itu khususnya
disebabkan oleh:
a. Kurang terkendalinya kendaili psikologis mengenai perilaku seksual.
b. Melemahnya sistem pengontrol diri.
c. Belum atau kurangnya pembentukan karakter pada usia prapuber, usia
puber adolesens mengenai perilaku seksual dan batasannya.
2.2.2
Beberapa Peristiwa Penyebab Timbulnya Pelacuran
Menurut Kartono (2013) ada beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya
pelacuran antara lain sebagai berikut :
1. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada
larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum
pernikahan atau diluar pernikahan.
2. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan
seks, khususnya di luar ikatan perkawinan.
3. Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-germo dan
oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks. Jadi, seks
dijadikan alat untuk tujuan-tujuan komersialisasi di luar perkawinan.
4. Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saatsaat orang mengenyam kesejahteraan hidup; dan ada pemutarbalikan nilainilai pernikahan sejati.
Universitas Sumatera Utara
27
5. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan
harkat manusia.
6. Kebudayaan ekspolitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksploitasi
kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil.
7. Peperangan dan masa-masa kacau (dikacau oleh gerombolan-gerombolan
pemberontak) di dalam negeri meningkatkan jumlah pelacuran.
8. Adanya proyek-proyek pembangunan dan pembukaan daerah pertambangan
dengan
konsentrasi
kaum
pria
sehingga
mengakibatkan
adanya
ketidakseimbangan rasio dan wanita di daerah-daerah tersebut.
9. Perkembangan kota-kota, daerah-daerah pelabuhan dan industri yang sangat
cepat dan menyerap banyak menyerap banyak tenaga buruh serta pegawai
pria. Juga peristiwa urbanisasi tanpa adanya jalan keluar untuk mendapatkan
kesempatan kerja terkecuali menjadi Wanita Pekerja Seks bagi anak-anak
gadis.
10. Bertemunya macam-macam kebudayaan asing dan kebudayaan-kebudayaan
setempat. Di daerah-daerah perkotaan dan ibukota, mengakibatkan
perubahan-perubahan sosial yang cepat dan radikal, sehingga masyarakatnya
menjadi sangat instabil.
2.2.3
Motif-Motif yang Melatarbelakangi Pelacuran
Menurut Kartono (2013) isi pelacuran atau motif-motif yang melatar
belakangi tumbuhnya pelacuran pada wanita itu beraneka ragam. Di bawah ini
disebutkan beberapa motif, antara lain sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
28
1. Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk
menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan
melalui jalan pendek. Kurang pengertian kurang pendidikan, dan buta huruf,
sehingga menghalalkan pelacuran.
2. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan
keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas
mengadakan relasi seks dengan satu pria/suami.
3. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, ada pertimbangan-pertimbangan
ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam
mendapatkan status sosial yang lebih baik.
4. Aspirasi materil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan
terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah. Ingin hidup
bermewah-mewah, namun malas bekerja.
5. Kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferior. Jadi ada adjustment yang
negatif, terutama sekali terjadi pada masa puber dan adolesens. Ada keinginan
untuk melebihi kakak. Ibu sendiri, teman putri, tante-tante atau wanita-wanita
mondain lainnya.
6. Rasa ingin tahu gadis-gadis cilik dan anak-anak puber pada masalah seks,
yang kemudian tercebur dalam dunia pelacuran oleh bujukan-bujukan banditbandit seks.
7.
Anak-anak gadis memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekankan
banyak tabu dan peraturan seks. Juga memberontak terhadap masyarakat dan
Universitas Sumatera Utara
29
norma-norma susila yang dianggap terlalu mengekang diri anak-anak remaja
mereka lebih menyukai pola seks bebas.
8. Pada masa kanak-kanak pernah melakukan relasi seks atau suka melakukan
hubungan seks sebelum perkawinan (ada premarital sexrelation) untuk
sekedar iseng atau untuk menikmati „masa indah‟ di kala muda. Atau sebagai
simbol keberanian dan kegagahan telah menjelajahi dunia seks secara nyata.
9. Gadis-gadis dari daerah slums (perkampungan-perkampungan melarat dan
kotor dengan lingkungan yang immoril yang sejak kecilnya selalu melihat
persenggamaan orang-orang dewasa secara kasar dan terbuka, sehingga
terkondisikan mentalnya dengan tindak-tindak asusila, lalu menggunakan
mekanisme promiskuilitas/pelacuran untuk mempertahankan hidupnya.
10. Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan obat bius (hashhish, ganja, morfin, heroin, candu, minuman dengan kadar alkohol tinggi, dan
lain-lain) banyak menjadi pelacur untuk mendapatkan uang membeli obatobat tersebut.
11. Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun terlebih dahulu
dalam dunia pelacuran.
2.2.4. Beberapa Akibat yang Ditimbulkan oleh Pelacuran
Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacur ialah sebagai berikut :
(Kartono, 2013).
1. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit. Penyakit
yang paling banyak adalah syphilis dan gonorrhea (kencing nanah).
2. Merusak kehidupan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
30
3. Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan
khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber dan adolensi.
4. Berkorelasi dengan kriminalisasi dan kecanduan bahan-bahan narkotika.
5. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama.
6. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. Pada umumnya wanita
pekerja seks
tersebut hanya menerima upah sebagian kecil saja dari
pendapatan yang harus diterimanya, karena sebagian besar harus diberikan
kepada germo, calo-calo dan lain-lain.
7. Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya: impotensi,
anorgasme, nymfomania, ejakulasi prematur yaitu pembuangan sperma
sebelum zakar melakukan penetrasi dalam vagina atau liang senggama, dan
lain-lain.
2.3
Penyakit Menular Seksual (PMS)
2.3.1
Pengertian Penyakit Menular Seksual (PMS)
Penyakit menular seksual (PMS) disebut juga dengan Infeksi Menular
Seksual (IMS) atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan Sexually Transmitted
Disease (STDs), Sexually Transmitted Infection (STI) atau Venereal Disease (VD).
Dimana pengertian dari IMS ini adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat
hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular. IMS disebut juga penyakit
kelamin atau penyakit kotor. Namun ini hanya menunjuk pada penyakit yang ada
di kelamin. Istilah IMS lebih luas maknanya, karena menunjuk pada cara
penularannya (Ditjen PPM & PL, Kemenkes RI, 2015).
Universitas Sumatera Utara
31
IMS atau Seksually Transmitted Disease adalah suatu gangguan atau
penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak hubungan
seksual. IMS yang sering terjadi adalah Gonorhoe, Sifilis, Herpes, namun yang
paling terbesar diantaranya adalah AIDS, kaena mengakibatkan sepenuhnya pada
kematian pada penderitanya. AIDS tidak bisa diobati dengn antibiotik (Zohra dan
Rahardjo, 2011).
Menurut Aprilianingrum (2012), Infeksi Menular Seksual (IMS)
didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan karena adanya invasi organisme
virus, bakteri, parasit dan kutu kelamin yang sebagian besar menular melalui
hubungan seksual, baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis.
2.3.2
Jenis - Jenis Infeksi Menular Seksual (IMS)
Beberapa penyakit infeksi menular seksual yang sering terjadi Wanita
Pekerja Seks (WPS) menurut Fahmi (2013) adalah :
1. Gonorhoe (Kencing Nanah)
Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit ini
adalah kencing nanah. Penyakit ini menyerang organ reproduksi dan menyerang
selaput lendir, mucus, mata, anus dan beberapa organ tubuh lainnya. Bakteri yang
membawa penyakit ini adalah Neisseria Gonorrhoeae. Gejala akibat penyakit ini
pada wanita antara lain :
a. Keputihan kental berwarna kekuningan
b. Rasa nyeri di rongga panggul
c. Dapat juga tanpa gejala
Sedangkan gejala pada laki – laki antara lain:
Universitas Sumatera Utara
32
a. Rasa nyeri pada saat kencing
b. Keluarnya nanah kental kuningkehijauan
c. Ujung penis agak merah dan bengkak
2. Sifilis (Raja Singa)
Penyakit Sifilis ini disebut raja singa dan ditularkan melalui hubungan
seksual atau penggunan barang-barang dari seseorang yang tertular (misalnya :
baju, handuk dan jarum suntik). Penyebab timbulnya penyakit ini adanya kuman
Treponema pallidum, kuman ini menyerang organ penting tubuh lainya seperti
selaput lendir, anus, bibir, lidah dan mulut.
Penularan biasanya melalui kontak seksual, tetapi ada beberapa contoh lain
seperti kontak langsung dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam
uterus). Dengan gejala klinis : Luka atau koreng, jumlah biasanya satu, bulat atau
lonjong, dasar bersih, dengan perabaan kenyal sampai keras, tidak ada rasa nyeri
pada penekanan
3. Chlamydia Trachomatis
Chlamydia trachomatis adalah salah satu dari tiga spesies bakteri dalam
genus Chlamydia, famili chlamydiaceae, kelas Chlamydiae, filum Chlamydiae,
domain Bacteria.
Chlamydia trachomatis adalah agen chlmydial pertama yang ditemukan
dalam tubuh manusia. Bakteri ini pertama kali diidentifikasi tahun 1907. Infeksi
chlamydia trachomatis sering tidak menimbulkan gejala dan sangat beresiko bila
terjadi pada ibu-ibu karena dapat menyebabkan kehamilan ektopik, infertilitas dan
abortus. Dengan gejala klinis :
Universitas Sumatera Utara
33
- Pada pria, adanya sekret/cairan tubuh uretra dapat disertai eritema meatus
- Pada wanita adanya gejala serviks seropurulen, serviks mudah berdarah.
4. Herpes Genitali
Saat ini dikenal dua macam herpes yakni herpes zoster dan herpes simpleks.
Kedua herpes ini berasal dari virus yang berbeda. Herpes zoster disebabkan oleh
virus Varicella zoster, sedangkan herpes simpleks disebabkan oleh herpes simplex
virus (HSV). Gejala klinis yang disebabkan oleh : Virus Herpes Simplex sebagai
berikut :
1. Herpes genital pertama : diawali dengan bintil lentingan dan luka/erosi
berkelompok, di atas dasar kemerahan, sangat nyeri, pembesaran kelenjar lipat
paha dan disertai gejala sisitemik.
2. Herpes genital kambuhan : timbul bila ada faktor pencetus yaitu : daya tahan
tubuh menurun, stres pikiran, senggama berlebihan, kelelahan.
5. Kondiloma akuminata (Kutil Genitalis)
Kutil Genitalis (Kondiloma Akuminata) merupakan kutil di dalam atau di
sekeliling vagina, penis atau dubur, yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Kutil genitalis sering ditemukan dan menyebabkan kecemasan karena tidak enak
dilihat, bisa terinfeksi bakteri, bisa merupakan petunjuk adanya gangguan sistem
kekebalan. Pada wanita, virus papiloma tipe 16 dan 18, yang menyerang leher rahim
tetapi tidak menyebabkan kutil pada alat kelamin luar dan bisa menyebabkan
kanker leher rahim. Virus tipe ini dan virus papiloma lainnya bisa menyebabkan
tumor intra-epitel pada leher rahim (ditunjukkan dengan hasil pap smear yang
Universitas Sumatera Utara
34
abnormal) atau kanker pada vagina, vulva, dubur, penis, mulut, tenggorokan atau
kerongkongan.
6. HIV-AIDS
HIV singkatan dari Human Immuno Deficiency Virus, yaitu sejenis virus
yang menyebabkan AIDS. HIV ini menyerang sel darah putih dalam tubuh
sehingga jumlah sel darah putih semakin berkurang dan menyebabkan sistem
kekebalan tubuh menjadi lemas. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune
Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan
virus HIV dalam tubuh makhluk hidup. Sindrom AIDS timbul akibat melemah atau
menghilangnya system kekebalan tubuh karena sel CD4 pada sel darah putih yang
banyak dirusak oleh Virus HIV.
7. Ulkus mole
Disebabkan oleh : Haemophillus Ducreyi, dengan gejala klinis seperti
koreng jumlahnya banyak, bentuk tidak teratur, dasar kotor, tepi bergaung, sekitar
koreng merah dan edema, sangat nyeri.
2.3.3
Penularan Penyakit Menular Seksual (PMS)
Beberapa cara penularan IMS menurut Ditjen PPM & PLP (2015) yaitu
melalui :
1. Hubungan seks lewat liang senggama tanpa kondom
2. Hubungan seks lewat dubur tanpa kondom
3. Seks oral tanpa menggunakan kondom
Universitas Sumatera Utara
35
2.3.4
Hal-hal Yang Tidak Dapat Menularkan Penyakit Menular Seksual
(PMS)
Penularan IMS dengan cara yang tidak aman adalah tanpa menggunakan
kondom, tetapi Menurut Sofianty (2013) IMS tidak dapat menular melalui :
1. Duduk disamping orang yang terkena IMS
2. Menggunakan WC Umum
3. Menggunakan kolam renang umum
4. Memegang gagang pintu
5. Salaman
6. Bersin-bersin
7. Keringat
2.3.5
Cara Mencegah Penyakit Menular Seksual (PMS)
Menurut Kemenkes RI (2012) langkah terbaik untuk mencegah IMS adalah
menghindari kontak langsung, yaitu dengan cara sebagai berikut :
1. Menunda kegiatan seks bagi remaja (abstinensi)
2. Menghindari berganti-ganti pasangan seksual
3. Memakai kondom dengan benar dan konsisten
2.3.6
Tanda dan Gejala Infeksi Menular Seksual (PMS)
Menurut Kusuma (2013), tanda dan gejala IMS pada laki-laki dan
perempuan berbeda. Karena bentuk dan letak alat kelamin laki-laki berada di luar
tubuh, gejala IMS lebih mudah dikenali, dilihat dan dirasakan. Tanda-tanda IMS
pada laki-laki antara lain:
Universitas Sumatera Utara
36
1. Berupa bintil-bintil berisi cairan.
2. Lecet atau borok pada penis/alat kelamin.
3. Luka tidak sakit.
4. Keras dan berwarna merah pada alat kelamin.
5. Adanya kutil atau tumbuh daging seperti jengger ayam.
6. Rasa gatal yang hebat sepanjang alat kelamin.
7. Rasa sakit yang hebat pada saat kencing.
8. Kencing nanah atau darah yang berbau busuk.
9. Bengkak, panas dan nyeri pada pangkal paha yang kemudian berubah
menjadi borok.
Pada perempuan sebagian besar tanpa gejala sehingga sering kali tidak disadari.
Jika ada gejala, biasanya berupa antara lain :
1. Rasa sakit atau nyeri pada saat kencing atau berhubungan seksual.
2. Rasa nyeri pada perut bagian bawah.
3. Pengeluaran lendir pada vagina/alat kelamin.
4. Keputihan berwarna putih susu, bergumpal dan disertai rasa gatal dan
kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya.Keputihan yang berbusa,
kehijauan, berbau busuk, dan gatal.
5. Timbul bercak-bercak darah setelah berhubungan seksual.
6. Bintil-Bintil berisi cairan.
7. Lecet atau borok pada alat kelamin.
Universitas Sumatera Utara
37
2.3.7
Bahaya Penyakit Menular Seksual (PMS)
Berdasarkan UNAIDS dan WHO (2011) ada beberapa bahaya yang dapat
ditimbulkan jika seseorang terdeteksi mengidap PMS,yaitu:
1. Kebanyakan PMS dapat menyebabkan kita sakit.
2. Beberapa PMS dapat menyebabkan kemandulan.
3. Beberapa PMS dapat menyebabkan keguguran.
4. PMS dapat menyebabkan kanker leher rahim.
5. Beberapa PMS dapat merusak penglihatan, otak dan hati.
6.PMS dapat menular kepada bayi.
7. PMS dapat menyebabkan kita rentan terhadap HIV/AIDS.
8. Beberapa PMS ada yang tidak bisa disembuhkan.
9. Beberapa PMS seperti halnya HIV/AIDS dapat menyebabkan kematian.
2.3.8
Pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS)
Berdasarkan Ditjen PPM & PLP (2015) yang harus dilakukan seseorang jika
terkena atau curiga terkena PMS setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium
adalah :
1. Setiap PMS obatnya berbeda. Jadi periksakan diri ke dokter untuk
mengetahui jenis penyakit dan pengobatannya karena tidak sembarangan
obat bisa dipakai untuk mengobati semuanya.
2. Selalu minum obat yang diberikan dokter sesuai dengan aturan yang
diberikan. Habiskan obat yang diberikan walupun sakitnya sudah berkurang.
Karena hal tersebut dapat berbahaya, sering bibit penyakit belum mati
Universitas Sumatera Utara
38
sehingga dapat menyebabkan bibit penyakit tersebut menjadi kebal terhadap
obat yang diberikan.
3. Selama pengobatan jangan melakukan hubungan seks dulu supaya luka-luka
IMS dapat sembuh. Kalupun berhubungan seks sebaiknya gunakan kondom.
4. Periksakan diri ke dokter jika obat sudah habis untuk memastikan PMS yang
di derita benar-benar sudah sembuh. Dan bawalah pasangan seksual anda
agar tidak tertular ulang.
2.3.9
Resiko Terkena Penyakit Menular Seksual (PMS)
Perempuan lebih rentan berisiko tertular PMS dibandingkan dengan laki-
laki. Menurut Ditjen PPM & PLP (2015) hal ini disebabkan karena:
1. Saat berhubungan seks, dinding vagina dan leher rahim langsung terpapar
oleh cairan sperma. Jika sperma terinfeksi oleh IMS, maka perempuan
tersebut bisa terinfeksi.
2. Jika perempuan terinfeksi IMS, dia tidak selalu menunjukkan gejala. Tidak
munculnya gejala dapat menyebabkan infeksi meluas dan menimbulkan
komplikasi.
3. Banyak orang khususnya perempuan dan remaja enggan untuk mencari
pengobatan karena mereka tidak ingin keluarga atau masyarakat tahu mereka
menderita IMS.
Universitas Sumatera Utara
39
2.4 Kerangka Teoritis Penelitian
Adapun kerangka teoritis dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema 2.1
berikut :
Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Pengetahuan (Knowledge)
Sikap (Attitude)
Kepercayaan
Nilai-Nilai
Variabel Demografis
\
Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Fasilitas Kesehatan
Tenaga Kesehatan
Biaya
Jarak Transportasi
Tindakan Pencegahan
Penyakit Menular Seksual
(PMS)
Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Dukungan keluarga
Dukungan Stakeholder masyarakat
Skema 2.1 Kerangka Teoritis Penelitian
Berdasarkan skema 2.1 diatas diketahui bahwa kerangka teoritis dalam
penelitian ini ialah merupakan memakai teori domain perilaku atau faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan perilaku dari Lawrence Green (1980) yang
menyatakan bahwa domain atau faktor pembentukan perilaku dibagi menjadi 3
macam yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) yakni yang berupa
pengetahuan, sikap, kepercayaaan, nilai-nilai yang dipercayai seseorang, dan
variabel demografis, faktor pemungkin (enabling factors) seperti fasilitas, petugas
kesehatan, biaya, jarak, transportasi dan sebagainya serta faktor penguat/pendorong
(reinforcing factors) seperti dukungan keluarga, stakeholders masyarakat, dan
Universitas Sumatera Utara
40
sebagainya yang dapat mempengaruhi perilaku individu termasuk perilaku ibu
dalam tindakan pencegahan penyakit menular seksual (PMS).
2.5
Kerangka Konsep Penelitian
Karakteristik
Responden
Variabel Independen
Umur
Suku Bangsa
Status Perkawinan
Pendidikan
Pekerjaan selain menjadi WPS
Pendapatan
Lama Menjadi WPS
Dukungan rekan WPS yang
diberikan
Variabel Dependen
Tindakan Pencegahan
Penyakit Menular Seksual
(PMS) oleh WPS di
Medan Johor tahun 2016
Variabel Independen
Pengetahuan WPS mengenai
penyakit menular seksual (PMS)
Sikap WPS mengenai penyakit
menular seksual (PMS)
Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan skema 2.2 diatas, diketahui bahwa variabel karakteristik
individu yang akan digambarkan meliputi umur, suku bangsa, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan selain menjadi WPS, pendapatan, lama menjadi WPS dan
dukungan rekan WPS yang diberikan variabel independen atau variabel bebas
dalam penelitian ini ialah pengetahuan dan sikap wanita WPS mengenai penyakit
menular seksual (PMS), dan variabel dependen atau variabel terikat dalam
penelitian ini adalah tindakan pencegahan penyakit menular seksual (PMS) oleh
Wanita Pekerja Seks (WPS) di Medan Johor tahun 2016.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perilaku Kesehatan
2.1.1
Pengertian Perilaku Kesehatan
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010),
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons,
maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme–Respon.
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua yaitu :
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih
terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas
oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain
(Notoatmodjo, 2010).
13
Universitas Sumatera Utara
14
2.1.2
Dimensi Perilaku Kesehatan
Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner, perilaku kesehatan adalah suatu
respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta
lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok yaitu : (Notoatmodjo, 2010)
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu :
a) Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu
dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu
orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang
seoptimal mungkin.
c) Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat
memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya makanan
dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang,
bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku
orang terhadap makanan dan minuman tersebut.
Universitas Sumatera Utara
15
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan
atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari
mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri.
Menurut Suchman dalam Muzaham (2005), memberikan batasan perilaku sakit
sebagai tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak (discomfort) atau rasa sakit
sebagai akibat dari timbulnya gejala tertentu. Suchman menganalisa pola proses
pencarian pengobatan dari segi individu maupun pola proses pencarian
pengobatannya, terhadap lima macam reaksi dalam proses mencari pengobatan.
Shoping adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan yang menemukan
seseorang yang dapat memberikan diagnosa atau pengobatan sesuai dengan harapan
si sakit.
a) Figmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan
pada lokasi yang sama. Contoh : Berobat ke dokter, sekaligus ke sinse dan
dukun.
b) Procrastination adalah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun
gejala penyakitnya sudah dirasakan.
c) Self medication ialah pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai
ramuan atau obat – obatan yang dinilainya tepat baginya.
d) Discontinuity adalah penghentian proses pengobatan.
Dalam menentukan reaksi/tindakan sehubungan dengan gejala penyakit
yang dirasakannya, menurut suchman individu berproses melalui tahap-tahap yaitu,
Universitas Sumatera Utara
16
tahap pengenalan gejala, tahap asumsi peran sakit ,tahap kontak dengan pelayanan
kesehatan, tahap ketergantungan si sakit, tahap penyembuhan atau rehabilitasi.
3. Perilaku kesehatan lingkungan (Enviromental health behaviour)
Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi
kesehatannya.
Dengan
perkataan
lain,
bagaimana
seseorang
mengelola
lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau
masyarakatnya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya
perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan
diperlukan contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para
petugas terutama petugas kesehatan dan diperlukan juga undang-undang kesehatan
untuk memperkuat perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010).
Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010) menganalisis faktor perilaku
ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu: faktor predisposisi (Predisposing factors),
terdiri atas faktor pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai. Kedua,
faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik seperti
ketersediaan sarana/fasilitas, informasi. Ketiga, faktor pendorong (reinforcing
factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku kelompok acuan, seperti petugas
kesehatan, kepala kelompok atau peer group.
Didalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktorfaktor tersebut antara lain: susunan saraf pusat, persepsi, emosi, proses belajar,
lingkungan dan sebagainya. Perilaku diawali dengan dengan adanya pengalaman-
Universitas Sumatera Utara
17
pengalaman seseorang serta faktor-faktor di luar orang tersebut (lingkungan), baik
fisik maupun non fisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui,
dipersepsikan, diyakini dan sebagainya sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk
bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa perilaku
(Notoatmodjo,2010).
2.1.3 Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari
pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di
dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).
Pengetahuan itu adalah sesuatu yang ada secara niscaya pada diri manusia.
Keberadaannya diawali dari kecenderungan psikis manusia sebagai bawaan kodrat
manusia, yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber dari kehendak atau kemauan.
Sedangkan kehendak adalah salah satu unsur kekuatan kejiwaan. Adapun unsur
lainnya adalah akal pikiran (ratio) dan perasaan (emotion). Ketiganya berada dalam
satu kesatuan, dan secara terbuka bekerja saling pengaruh mempengaruhi menurut
situasi dan keadaan. Artinya, dalam keadaan tertentu yang berbeda-beda, pikiran
atau perasaan atau keinginan biasa lebih dominan. Konsekuensinya, ada
pengetahuan akal (logika), pengetahuan perasaan (estetika) dan pengetahuan
pengalaman (etika). Idealnya, pengetahuan seharusnya mengadung kebenaran
Universitas Sumatera Utara
18
sesuai dengan prinsip akal, perasaan dan keinginan. Dengan kata lain, pengetahuan
yang benar haruslah dapat diterima dengan akal, sekaligus dapat diterima oleh
perasaan dan layak dapat dikerjakan dalam praktik perilaku (Suhartono, 2008).
Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang
memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan
masalah yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung
ataupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui
penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan
pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku
individu, keluarga, dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan
optimal.
Adapun faktor-faktor pengetahuan menurut Wawan (2010) dibedakan menjadi
faktor internal dan faktor eksternal :
a. Faktor internal
1.
Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap pola hidup
terutama dalam motivasi sikap. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka
semakin mudah untuk penerimaan informasi.
2.
Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikuti oleh Nursalam (2003) oekerjaan merupakan
suatu cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan banyak tantangan.
Pekerjaan dilakukan untuk menunjang kehidupan pribadi maupun keluarga.
Bekerja dianggap kegiatan yang menyita waktu.
Universitas Sumatera Utara
19
3.
Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai dari dilahirkan sampai
berulang tahun (Nursalam, 2003). Menurut Hurlock (1998), semakin cukup umur,
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir.
b. Faktor eksternal
1.
Faktor lingkungan
Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku
individu maupun kelompok. Jika lingkungan mendukung ke arah positif, maka
individu maupun kelompok akan berperilaku positif, tetapi jika lingkungan sekitar
tidak kondusif, maka individu maupun kelompok tersebut akan berperilaku kurang
baik.
2.
Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada dalam masyarakat juga mempengaruhi sikap
dalam penerimaan informasi.
Cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a.) Cara Tradisional atau Non ilmiah : Coba-salah (Trial and Error), secara
kebetulan, cara kekuasaan atau otoritas, berdasarkan pengalaman pribadi, dan
melalui jalan fikiran manusia.
b.) Cara modern yaitu cara memperoleh pengetahuan yang lebih sistematis, logis
dan lebih ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih popular
disebut dengan metode penelitian (research methodology) (Notoatmodjo, 2010).
Universitas Sumatera Utara
20
2.1.4 Perilaku Dalam Bentuk Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang
dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial (Notoatmodjo, 2010).
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk
merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu.
Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan
sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman
yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah
sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang.
Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan
tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah
dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi
serta tekanan dari kelompok sosialnya.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat
dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Allport
(1954) dalam Notoatmodjo (2010), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga
komponen pokok yaitu :
Universitas Sumatera Utara
21
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan, yaitu :
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus
yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
2. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas
dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak
ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau
mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah
mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Universitas Sumatera Utara
22
Ciri-ciri sikap adalah :
1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini
membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, atau
kebutuhan akan istirahat.
2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula
sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syaratsyarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau
berubah senantiasa.
4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut.
5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang
membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan
yang dimiliki orang (Notoamojo, 2010).
Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :
1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat
communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula
menjadi milik bersama.
2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Seseorang tahu bahwa tingkah laku anak
kecil atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap
sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada
Universitas Sumatera Utara
23
orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya
tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara
sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan
reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud
pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu
sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat
hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan
kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan
sebagainya.
3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu
dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari
dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua
pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia
tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu
dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.
4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian
seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang
mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek
tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap
sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap seseorang, kita
harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut. Dengan
mengetahui keadaan sikap itu, kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya
Universitas Sumatera Utara
24
sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut
(Purwanto (1999) dalam Notoatmodjo, 2010).
2.1.5 Perilaku Dalam Bentuk Tindakan
Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk
terwujudnya
sikap
menjadi
suatu
perbuatan
nyata
diperlukan
faktor
pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2010). Tindakan
terdiri dari empat tingkatan, yaitu :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respon Terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.
3. Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara optimis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik
tingkat tiga.
4. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
25
2.2
Wanita Pekerja Seks (WPS)
2.2.1
Pengertian Wanita Pekerja Seks (WPS)
Pelacuran atau prostitusi merupakan salah bentuk penyakit masyarakat yang
harus diberhentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan
perbaikan. Pelacuran berasal dari bahasa Latin pro-stituere atau pro-stauree, yang
berarti membiarkan dan berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan atau
sundal. Dikenal pula dengan istilah WTS atau tuna susila (Kartono, 2013).
Wanita tuna susila adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan
hubungan kelamin di luar perkawinan, baik dengan imbalan jasa maupun tidak.
Pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, yaitu berupa tingkah laku
lepas kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan
jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan. Pelacuran itu selalu ada pada
semua negara berbudaya sejak zaman purba sampai sekarang. Pelacuran senantiasa
menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum dan tradisi. Selanjutnya,
dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan manusia, turut
berkembang pula pelacuran dalam pelbagai bentuk dan tingkatan
Statistik menunjukkan, bahwa kurang lebih 75% dari jumlah pelacur adalah
Perempan dibawah umur 30 tahun. Mereka itu umumnya memasuki dunia
pelacuran pada usia yang muda, yaitu 13-24 tahun dan yang paling banyak adalah
usia 17-21 tahun. Perilaku seksual terang-terangan tanpa malu, sangat kasar, dan
sangat provokatif dalam bersenggama atau berhubungan badan, dan dilakukan
dengan banyak pria. Selain mengharapkan imbalan atau berupa upah, adakalanya
hubungan seksual itu tidak dibayar, karena dilandasi keinginan bebas untuk
Universitas Sumatera Utara
26
melakukan hubungan seksual atau hyperseksualitas ataupun didorong oleh nafsunafsu seks yang tidak terkontrol dan tidak wajar, tidak ubahnya dengan ciri-ciri
praktik prostitusi. Tindak immoril yang dilakukan oleh para WPS itu khususnya
disebabkan oleh:
a. Kurang terkendalinya kendaili psikologis mengenai perilaku seksual.
b. Melemahnya sistem pengontrol diri.
c. Belum atau kurangnya pembentukan karakter pada usia prapuber, usia
puber adolesens mengenai perilaku seksual dan batasannya.
2.2.2
Beberapa Peristiwa Penyebab Timbulnya Pelacuran
Menurut Kartono (2013) ada beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya
pelacuran antara lain sebagai berikut :
1. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada
larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum
pernikahan atau diluar pernikahan.
2. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan
seks, khususnya di luar ikatan perkawinan.
3. Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-germo dan
oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks. Jadi, seks
dijadikan alat untuk tujuan-tujuan komersialisasi di luar perkawinan.
4. Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saatsaat orang mengenyam kesejahteraan hidup; dan ada pemutarbalikan nilainilai pernikahan sejati.
Universitas Sumatera Utara
27
5. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan
harkat manusia.
6. Kebudayaan ekspolitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksploitasi
kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil.
7. Peperangan dan masa-masa kacau (dikacau oleh gerombolan-gerombolan
pemberontak) di dalam negeri meningkatkan jumlah pelacuran.
8. Adanya proyek-proyek pembangunan dan pembukaan daerah pertambangan
dengan
konsentrasi
kaum
pria
sehingga
mengakibatkan
adanya
ketidakseimbangan rasio dan wanita di daerah-daerah tersebut.
9. Perkembangan kota-kota, daerah-daerah pelabuhan dan industri yang sangat
cepat dan menyerap banyak menyerap banyak tenaga buruh serta pegawai
pria. Juga peristiwa urbanisasi tanpa adanya jalan keluar untuk mendapatkan
kesempatan kerja terkecuali menjadi Wanita Pekerja Seks bagi anak-anak
gadis.
10. Bertemunya macam-macam kebudayaan asing dan kebudayaan-kebudayaan
setempat. Di daerah-daerah perkotaan dan ibukota, mengakibatkan
perubahan-perubahan sosial yang cepat dan radikal, sehingga masyarakatnya
menjadi sangat instabil.
2.2.3
Motif-Motif yang Melatarbelakangi Pelacuran
Menurut Kartono (2013) isi pelacuran atau motif-motif yang melatar
belakangi tumbuhnya pelacuran pada wanita itu beraneka ragam. Di bawah ini
disebutkan beberapa motif, antara lain sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
28
1. Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk
menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan
melalui jalan pendek. Kurang pengertian kurang pendidikan, dan buta huruf,
sehingga menghalalkan pelacuran.
2. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan
keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas
mengadakan relasi seks dengan satu pria/suami.
3. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, ada pertimbangan-pertimbangan
ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam
mendapatkan status sosial yang lebih baik.
4. Aspirasi materil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan
terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah. Ingin hidup
bermewah-mewah, namun malas bekerja.
5. Kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferior. Jadi ada adjustment yang
negatif, terutama sekali terjadi pada masa puber dan adolesens. Ada keinginan
untuk melebihi kakak. Ibu sendiri, teman putri, tante-tante atau wanita-wanita
mondain lainnya.
6. Rasa ingin tahu gadis-gadis cilik dan anak-anak puber pada masalah seks,
yang kemudian tercebur dalam dunia pelacuran oleh bujukan-bujukan banditbandit seks.
7.
Anak-anak gadis memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekankan
banyak tabu dan peraturan seks. Juga memberontak terhadap masyarakat dan
Universitas Sumatera Utara
29
norma-norma susila yang dianggap terlalu mengekang diri anak-anak remaja
mereka lebih menyukai pola seks bebas.
8. Pada masa kanak-kanak pernah melakukan relasi seks atau suka melakukan
hubungan seks sebelum perkawinan (ada premarital sexrelation) untuk
sekedar iseng atau untuk menikmati „masa indah‟ di kala muda. Atau sebagai
simbol keberanian dan kegagahan telah menjelajahi dunia seks secara nyata.
9. Gadis-gadis dari daerah slums (perkampungan-perkampungan melarat dan
kotor dengan lingkungan yang immoril yang sejak kecilnya selalu melihat
persenggamaan orang-orang dewasa secara kasar dan terbuka, sehingga
terkondisikan mentalnya dengan tindak-tindak asusila, lalu menggunakan
mekanisme promiskuilitas/pelacuran untuk mempertahankan hidupnya.
10. Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan obat bius (hashhish, ganja, morfin, heroin, candu, minuman dengan kadar alkohol tinggi, dan
lain-lain) banyak menjadi pelacur untuk mendapatkan uang membeli obatobat tersebut.
11. Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun terlebih dahulu
dalam dunia pelacuran.
2.2.4. Beberapa Akibat yang Ditimbulkan oleh Pelacuran
Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacur ialah sebagai berikut :
(Kartono, 2013).
1. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit. Penyakit
yang paling banyak adalah syphilis dan gonorrhea (kencing nanah).
2. Merusak kehidupan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
30
3. Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan
khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber dan adolensi.
4. Berkorelasi dengan kriminalisasi dan kecanduan bahan-bahan narkotika.
5. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama.
6. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. Pada umumnya wanita
pekerja seks
tersebut hanya menerima upah sebagian kecil saja dari
pendapatan yang harus diterimanya, karena sebagian besar harus diberikan
kepada germo, calo-calo dan lain-lain.
7. Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya: impotensi,
anorgasme, nymfomania, ejakulasi prematur yaitu pembuangan sperma
sebelum zakar melakukan penetrasi dalam vagina atau liang senggama, dan
lain-lain.
2.3
Penyakit Menular Seksual (PMS)
2.3.1
Pengertian Penyakit Menular Seksual (PMS)
Penyakit menular seksual (PMS) disebut juga dengan Infeksi Menular
Seksual (IMS) atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan Sexually Transmitted
Disease (STDs), Sexually Transmitted Infection (STI) atau Venereal Disease (VD).
Dimana pengertian dari IMS ini adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat
hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular. IMS disebut juga penyakit
kelamin atau penyakit kotor. Namun ini hanya menunjuk pada penyakit yang ada
di kelamin. Istilah IMS lebih luas maknanya, karena menunjuk pada cara
penularannya (Ditjen PPM & PL, Kemenkes RI, 2015).
Universitas Sumatera Utara
31
IMS atau Seksually Transmitted Disease adalah suatu gangguan atau
penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak hubungan
seksual. IMS yang sering terjadi adalah Gonorhoe, Sifilis, Herpes, namun yang
paling terbesar diantaranya adalah AIDS, kaena mengakibatkan sepenuhnya pada
kematian pada penderitanya. AIDS tidak bisa diobati dengn antibiotik (Zohra dan
Rahardjo, 2011).
Menurut Aprilianingrum (2012), Infeksi Menular Seksual (IMS)
didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan karena adanya invasi organisme
virus, bakteri, parasit dan kutu kelamin yang sebagian besar menular melalui
hubungan seksual, baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis.
2.3.2
Jenis - Jenis Infeksi Menular Seksual (IMS)
Beberapa penyakit infeksi menular seksual yang sering terjadi Wanita
Pekerja Seks (WPS) menurut Fahmi (2013) adalah :
1. Gonorhoe (Kencing Nanah)
Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit ini
adalah kencing nanah. Penyakit ini menyerang organ reproduksi dan menyerang
selaput lendir, mucus, mata, anus dan beberapa organ tubuh lainnya. Bakteri yang
membawa penyakit ini adalah Neisseria Gonorrhoeae. Gejala akibat penyakit ini
pada wanita antara lain :
a. Keputihan kental berwarna kekuningan
b. Rasa nyeri di rongga panggul
c. Dapat juga tanpa gejala
Sedangkan gejala pada laki – laki antara lain:
Universitas Sumatera Utara
32
a. Rasa nyeri pada saat kencing
b. Keluarnya nanah kental kuningkehijauan
c. Ujung penis agak merah dan bengkak
2. Sifilis (Raja Singa)
Penyakit Sifilis ini disebut raja singa dan ditularkan melalui hubungan
seksual atau penggunan barang-barang dari seseorang yang tertular (misalnya :
baju, handuk dan jarum suntik). Penyebab timbulnya penyakit ini adanya kuman
Treponema pallidum, kuman ini menyerang organ penting tubuh lainya seperti
selaput lendir, anus, bibir, lidah dan mulut.
Penularan biasanya melalui kontak seksual, tetapi ada beberapa contoh lain
seperti kontak langsung dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam
uterus). Dengan gejala klinis : Luka atau koreng, jumlah biasanya satu, bulat atau
lonjong, dasar bersih, dengan perabaan kenyal sampai keras, tidak ada rasa nyeri
pada penekanan
3. Chlamydia Trachomatis
Chlamydia trachomatis adalah salah satu dari tiga spesies bakteri dalam
genus Chlamydia, famili chlamydiaceae, kelas Chlamydiae, filum Chlamydiae,
domain Bacteria.
Chlamydia trachomatis adalah agen chlmydial pertama yang ditemukan
dalam tubuh manusia. Bakteri ini pertama kali diidentifikasi tahun 1907. Infeksi
chlamydia trachomatis sering tidak menimbulkan gejala dan sangat beresiko bila
terjadi pada ibu-ibu karena dapat menyebabkan kehamilan ektopik, infertilitas dan
abortus. Dengan gejala klinis :
Universitas Sumatera Utara
33
- Pada pria, adanya sekret/cairan tubuh uretra dapat disertai eritema meatus
- Pada wanita adanya gejala serviks seropurulen, serviks mudah berdarah.
4. Herpes Genitali
Saat ini dikenal dua macam herpes yakni herpes zoster dan herpes simpleks.
Kedua herpes ini berasal dari virus yang berbeda. Herpes zoster disebabkan oleh
virus Varicella zoster, sedangkan herpes simpleks disebabkan oleh herpes simplex
virus (HSV). Gejala klinis yang disebabkan oleh : Virus Herpes Simplex sebagai
berikut :
1. Herpes genital pertama : diawali dengan bintil lentingan dan luka/erosi
berkelompok, di atas dasar kemerahan, sangat nyeri, pembesaran kelenjar lipat
paha dan disertai gejala sisitemik.
2. Herpes genital kambuhan : timbul bila ada faktor pencetus yaitu : daya tahan
tubuh menurun, stres pikiran, senggama berlebihan, kelelahan.
5. Kondiloma akuminata (Kutil Genitalis)
Kutil Genitalis (Kondiloma Akuminata) merupakan kutil di dalam atau di
sekeliling vagina, penis atau dubur, yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Kutil genitalis sering ditemukan dan menyebabkan kecemasan karena tidak enak
dilihat, bisa terinfeksi bakteri, bisa merupakan petunjuk adanya gangguan sistem
kekebalan. Pada wanita, virus papiloma tipe 16 dan 18, yang menyerang leher rahim
tetapi tidak menyebabkan kutil pada alat kelamin luar dan bisa menyebabkan
kanker leher rahim. Virus tipe ini dan virus papiloma lainnya bisa menyebabkan
tumor intra-epitel pada leher rahim (ditunjukkan dengan hasil pap smear yang
Universitas Sumatera Utara
34
abnormal) atau kanker pada vagina, vulva, dubur, penis, mulut, tenggorokan atau
kerongkongan.
6. HIV-AIDS
HIV singkatan dari Human Immuno Deficiency Virus, yaitu sejenis virus
yang menyebabkan AIDS. HIV ini menyerang sel darah putih dalam tubuh
sehingga jumlah sel darah putih semakin berkurang dan menyebabkan sistem
kekebalan tubuh menjadi lemas. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune
Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan
virus HIV dalam tubuh makhluk hidup. Sindrom AIDS timbul akibat melemah atau
menghilangnya system kekebalan tubuh karena sel CD4 pada sel darah putih yang
banyak dirusak oleh Virus HIV.
7. Ulkus mole
Disebabkan oleh : Haemophillus Ducreyi, dengan gejala klinis seperti
koreng jumlahnya banyak, bentuk tidak teratur, dasar kotor, tepi bergaung, sekitar
koreng merah dan edema, sangat nyeri.
2.3.3
Penularan Penyakit Menular Seksual (PMS)
Beberapa cara penularan IMS menurut Ditjen PPM & PLP (2015) yaitu
melalui :
1. Hubungan seks lewat liang senggama tanpa kondom
2. Hubungan seks lewat dubur tanpa kondom
3. Seks oral tanpa menggunakan kondom
Universitas Sumatera Utara
35
2.3.4
Hal-hal Yang Tidak Dapat Menularkan Penyakit Menular Seksual
(PMS)
Penularan IMS dengan cara yang tidak aman adalah tanpa menggunakan
kondom, tetapi Menurut Sofianty (2013) IMS tidak dapat menular melalui :
1. Duduk disamping orang yang terkena IMS
2. Menggunakan WC Umum
3. Menggunakan kolam renang umum
4. Memegang gagang pintu
5. Salaman
6. Bersin-bersin
7. Keringat
2.3.5
Cara Mencegah Penyakit Menular Seksual (PMS)
Menurut Kemenkes RI (2012) langkah terbaik untuk mencegah IMS adalah
menghindari kontak langsung, yaitu dengan cara sebagai berikut :
1. Menunda kegiatan seks bagi remaja (abstinensi)
2. Menghindari berganti-ganti pasangan seksual
3. Memakai kondom dengan benar dan konsisten
2.3.6
Tanda dan Gejala Infeksi Menular Seksual (PMS)
Menurut Kusuma (2013), tanda dan gejala IMS pada laki-laki dan
perempuan berbeda. Karena bentuk dan letak alat kelamin laki-laki berada di luar
tubuh, gejala IMS lebih mudah dikenali, dilihat dan dirasakan. Tanda-tanda IMS
pada laki-laki antara lain:
Universitas Sumatera Utara
36
1. Berupa bintil-bintil berisi cairan.
2. Lecet atau borok pada penis/alat kelamin.
3. Luka tidak sakit.
4. Keras dan berwarna merah pada alat kelamin.
5. Adanya kutil atau tumbuh daging seperti jengger ayam.
6. Rasa gatal yang hebat sepanjang alat kelamin.
7. Rasa sakit yang hebat pada saat kencing.
8. Kencing nanah atau darah yang berbau busuk.
9. Bengkak, panas dan nyeri pada pangkal paha yang kemudian berubah
menjadi borok.
Pada perempuan sebagian besar tanpa gejala sehingga sering kali tidak disadari.
Jika ada gejala, biasanya berupa antara lain :
1. Rasa sakit atau nyeri pada saat kencing atau berhubungan seksual.
2. Rasa nyeri pada perut bagian bawah.
3. Pengeluaran lendir pada vagina/alat kelamin.
4. Keputihan berwarna putih susu, bergumpal dan disertai rasa gatal dan
kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya.Keputihan yang berbusa,
kehijauan, berbau busuk, dan gatal.
5. Timbul bercak-bercak darah setelah berhubungan seksual.
6. Bintil-Bintil berisi cairan.
7. Lecet atau borok pada alat kelamin.
Universitas Sumatera Utara
37
2.3.7
Bahaya Penyakit Menular Seksual (PMS)
Berdasarkan UNAIDS dan WHO (2011) ada beberapa bahaya yang dapat
ditimbulkan jika seseorang terdeteksi mengidap PMS,yaitu:
1. Kebanyakan PMS dapat menyebabkan kita sakit.
2. Beberapa PMS dapat menyebabkan kemandulan.
3. Beberapa PMS dapat menyebabkan keguguran.
4. PMS dapat menyebabkan kanker leher rahim.
5. Beberapa PMS dapat merusak penglihatan, otak dan hati.
6.PMS dapat menular kepada bayi.
7. PMS dapat menyebabkan kita rentan terhadap HIV/AIDS.
8. Beberapa PMS ada yang tidak bisa disembuhkan.
9. Beberapa PMS seperti halnya HIV/AIDS dapat menyebabkan kematian.
2.3.8
Pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS)
Berdasarkan Ditjen PPM & PLP (2015) yang harus dilakukan seseorang jika
terkena atau curiga terkena PMS setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium
adalah :
1. Setiap PMS obatnya berbeda. Jadi periksakan diri ke dokter untuk
mengetahui jenis penyakit dan pengobatannya karena tidak sembarangan
obat bisa dipakai untuk mengobati semuanya.
2. Selalu minum obat yang diberikan dokter sesuai dengan aturan yang
diberikan. Habiskan obat yang diberikan walupun sakitnya sudah berkurang.
Karena hal tersebut dapat berbahaya, sering bibit penyakit belum mati
Universitas Sumatera Utara
38
sehingga dapat menyebabkan bibit penyakit tersebut menjadi kebal terhadap
obat yang diberikan.
3. Selama pengobatan jangan melakukan hubungan seks dulu supaya luka-luka
IMS dapat sembuh. Kalupun berhubungan seks sebaiknya gunakan kondom.
4. Periksakan diri ke dokter jika obat sudah habis untuk memastikan PMS yang
di derita benar-benar sudah sembuh. Dan bawalah pasangan seksual anda
agar tidak tertular ulang.
2.3.9
Resiko Terkena Penyakit Menular Seksual (PMS)
Perempuan lebih rentan berisiko tertular PMS dibandingkan dengan laki-
laki. Menurut Ditjen PPM & PLP (2015) hal ini disebabkan karena:
1. Saat berhubungan seks, dinding vagina dan leher rahim langsung terpapar
oleh cairan sperma. Jika sperma terinfeksi oleh IMS, maka perempuan
tersebut bisa terinfeksi.
2. Jika perempuan terinfeksi IMS, dia tidak selalu menunjukkan gejala. Tidak
munculnya gejala dapat menyebabkan infeksi meluas dan menimbulkan
komplikasi.
3. Banyak orang khususnya perempuan dan remaja enggan untuk mencari
pengobatan karena mereka tidak ingin keluarga atau masyarakat tahu mereka
menderita IMS.
Universitas Sumatera Utara
39
2.4 Kerangka Teoritis Penelitian
Adapun kerangka teoritis dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema 2.1
berikut :
Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Pengetahuan (Knowledge)
Sikap (Attitude)
Kepercayaan
Nilai-Nilai
Variabel Demografis
\
Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Fasilitas Kesehatan
Tenaga Kesehatan
Biaya
Jarak Transportasi
Tindakan Pencegahan
Penyakit Menular Seksual
(PMS)
Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Dukungan keluarga
Dukungan Stakeholder masyarakat
Skema 2.1 Kerangka Teoritis Penelitian
Berdasarkan skema 2.1 diatas diketahui bahwa kerangka teoritis dalam
penelitian ini ialah merupakan memakai teori domain perilaku atau faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan perilaku dari Lawrence Green (1980) yang
menyatakan bahwa domain atau faktor pembentukan perilaku dibagi menjadi 3
macam yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) yakni yang berupa
pengetahuan, sikap, kepercayaaan, nilai-nilai yang dipercayai seseorang, dan
variabel demografis, faktor pemungkin (enabling factors) seperti fasilitas, petugas
kesehatan, biaya, jarak, transportasi dan sebagainya serta faktor penguat/pendorong
(reinforcing factors) seperti dukungan keluarga, stakeholders masyarakat, dan
Universitas Sumatera Utara
40
sebagainya yang dapat mempengaruhi perilaku individu termasuk perilaku ibu
dalam tindakan pencegahan penyakit menular seksual (PMS).
2.5
Kerangka Konsep Penelitian
Karakteristik
Responden
Variabel Independen
Umur
Suku Bangsa
Status Perkawinan
Pendidikan
Pekerjaan selain menjadi WPS
Pendapatan
Lama Menjadi WPS
Dukungan rekan WPS yang
diberikan
Variabel Dependen
Tindakan Pencegahan
Penyakit Menular Seksual
(PMS) oleh WPS di
Medan Johor tahun 2016
Variabel Independen
Pengetahuan WPS mengenai
penyakit menular seksual (PMS)
Sikap WPS mengenai penyakit
menular seksual (PMS)
Skema 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan skema 2.2 diatas, diketahui bahwa variabel karakteristik
individu yang akan digambarkan meliputi umur, suku bangsa, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan selain menjadi WPS, pendapatan, lama menjadi WPS dan
dukungan rekan WPS yang diberikan variabel independen atau variabel bebas
dalam penelitian ini ialah pengetahuan dan sikap wanita WPS mengenai penyakit
menular seksual (PMS), dan variabel dependen atau variabel terikat dalam
penelitian ini adalah tindakan pencegahan penyakit menular seksual (PMS) oleh
Wanita Pekerja Seks (WPS) di Medan Johor tahun 2016.
Universitas Sumatera Utara