Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wanita Pekerja Seks Komersial Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) Di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA PEKERJA SEKS KOMERSIAL DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN PENYAKIT

INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI BANDAR BARU KECAMATAN SIBOLANGIT

TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh : RUDI CHANDRA

NIM. 091000239

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA PEKERJA SEKS KOMERSIAL DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN PENYAKIT

INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI BANDAR BARU KECAMATAN SIBOLANGIT

TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

RUDI CHANDRA NIM. 091000239

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI

Nama : RUDI CHANDRA

Tempat/Tanggal Lahir : Tanjung Morawa/ 07 JULI 1982

Agama : Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin Jumlah Bersaudara : 4 Orang

Alamat : Dusun V Wonosari

Kec.Tanjung Morawa Kab.Deli Serdang

RIWAYAT PENDIDIKAN

SD : Negeri 104240 Wonosari

Kec.Tanjung Morawa

SMP : Negeri 1 Lubuk Pakam

Kec.Lubuk Pakam

SMU : Negeri 1 Lubuk Pakam

Kec.Lubuk Pakam

D-3 Keperawatan : Fakultas Non Gelar Keperawatan Universitas Darma Agung Medan

RIWAYAT PEKERJAAN


(4)

ABSTRAK

Penyebaran Penyakit Menular Seksual (PMS) di Indonesia sulit ditelusuri sumbernya sebab tidak pernah dilakukan registrasi terhadap penderita yang ditemukan, oleh sebab itu perlu dilakukan upaya pencegahan penularan Penyakit Infeksi Menular Seksual Terutama Pada Pekerja Seks Komersial

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap wanita pekersa seks komersial dengan tindakan pencegahan penyakit Infeksi Menular Seksual di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012. Penelitian ini menggunakan desain metode survey analitik untuk melihat hubungan pengetahuan dan sikap dengan tindakan pencegahan penyakit infeksi menular seksual dengan menggunakan rancangan cross sectional study dengan wawancara menggunakan kuesioner terhadap 78 responden yang dipilih secara Accidental Sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden berada pada kategori Cukup yaitu 44 orang (56,4%), sikap responden berada pada kategori Baik yaitu 65 orang (83,3%), tindakan responden berada pada kategori Baik yaitu 55 orang (70,5%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan PSK dengan tindakan pencegahan penyakit Infeksi Menular Seksial (IMS) dengan (p=0,50) dan tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap PSK dengan tindakan pencegahan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) dengan (p=0,10)

PSK diharapkan untuk lebih meningkatkan pengetahuannya mengenai pencegahan penyakit menular seksual (PMS) sehingga mengetahui bagaimana cara agar tidak tertular dan menularkan penyakit berbahaya tersebut.


(5)

ABSTRACT

The spread of sexually transmitted diseases (STDs) in Indonesia is difficult because the source was never traced the registration done on patients who are found, therefore it was necessary for the prevention of transmission of Sexually Transmitted Infections Diseases Primarily On Commercial Sex Workers

This research aims to determine the relationship of knowledge and attitudes of female commercial sex workers with measures of disease prevention of sexually transmitted infections in Bandar Baru Kecamatan Sibolangit 2012. This research uses a survey of analytical design methods to look at the relationship of knowledge and attitudes with measures of disease prevention sexually transmitted infections by using a design of a cross sectional study with interviews using a questionnaire to 78 respondents who selected Accidental Sampling.

The results showed that respondents in the category of knowledge that is just 44 people (56.4%), the attitude of the respondents in good category 65 people (83.3%), the action of respondents in good category 55 people (70.5% ). The results showed that there was no significant association between knowledge of disease prevention measures PSK with sexually transmitted infections (STIs) with (p = 0.50) and no significant relationship between attitudes PSK with disease prevention measures Seksial transmitted infections (STIs) with (p = 0,10)

PSK was expected to further increase the knowledge about the prevention of sexually transmitted diseases (STDs), so knowing how to avoid contracting and

transmitting harmful diseases ..

Key words: Knowledge, Attitude, Action, Prevention of Sexually Transmitted Diseases


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemudahan dan petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :

“Hubungan Pengetahuan dan Sikap Wanita Pekerja Seks Komersial Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) Di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012”.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku FKM USU.

3. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Bapak Drs. Eddy Syahrial selaku Dosen Pembimbing II dan Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.


(7)

6. Ibu Dr. Namora Lumongga Lubis, MSc selaku Dosen Penguji III yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

7. Ibu Siti Khadijah SKM, MKes selaku Dosen Penasihat Akademik.

8. Para Dosen dan Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Bapak Bupati Kabupaten Nias Selatan yang telah memberikan dukungan moril dengan izin yang telah diberikan kepada penulis untuk melanjutkan study di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

10. Bapak Rahmad Alyakin Dachi SKM,MM,Mkes beserta Ibu Mesyalina Saragih,SKM (Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan) atas motivasi yang telah diberikan selama ini.

11. Ibu Murniati Dakhi SKM,Mkes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan atas Izin yang telah diberikan kepada penulis untuk melanjutkan study di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

12. Kepada Ayahanda Tercinta dan Ibunda Tercinta yang telah memberikan doanya tanpa kenal waktu, semangat, nasihat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya. Kalian adalah inspirasi terbesar dalam pencapaian tujuan hidupku.

13. Kepada kakak-adikku, yang telah memberikan dukungan selama penulis menyusun skripsi.


(8)

sendiri untuk menghadapi rintangan dalam melewati setiap proses perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini.

15. Dan tidak lupa juga ucapan terima kasih penulis ucapkan buat b”Yanov, b”Hendro, Dino Kabakir, Kitynk, Redu, Jhon thanks ya bro...,Ibu Icam alias mami, makasih ya bu atas makanan dan minuman yang penulis nikmati selama mengikuti proses perkuliahan di FKM USU sehat selalu dan panjang umur ya..

16. Rekan-rekan peminatan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku , dan seluruh teman-teman di FKM USU.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Juli 2012 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Riwayat Hidup Penulis... iv

Kata Pengantar... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Umum ... 7

1.3.2. Tujuan Khusus ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pengertian Perilaku ... 9

2.1.1. Pengetahuan (Knowledge)... 9

2.1.1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 12

2.1.1.2. Cara Memperoleh Pengetahuan ... 15

2.1.2. Sikap (Attitude) ... 19

2.1.3. Tindakan (Practice) ... 23

2.2. Perilaku Pencegahan Penyakit Menular ... 25

2.3. Seksual ... 29

2.3.1. Definisi Seksual ... 29

2.3.2. Bentuk Perilaku Seksual... 30

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual ... 31

2.4. Penyakit Infeksi Menular Seksual... 32

2.4.1.Pengertian Penyakit Infeksi Menular Seksual ... 32

2.4.2.Penyakit Menular Seksual yang Disebabkan Oleh Organisme dan Bakteri ... 33

2.4.3. Penyakit Menular Seksual yang Disebabkan Oleh Virus ... 37

2.4.4. Penyakit Menular Seksual yang Disebabkan Oleh Parasit ... 40

2.4.5. Bagian Tubuh yang Dapat Terpengaruh PMS dan Hubungan Organ Reproduksi dengan PMS ... 43

2.4.6. Tanda dan Gejala PMS Secara Umum Serta Cara Penularannya ... 43

2.4.7. Komplikasi Dari Penyakit Infeksi Menular Seksual ... 45

2.5. Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual Termasuk HIV/Aids ... 50

2.6. Kondom ... 52

2.6.1.Cara Menggunakan Kondom Dengan Baik dan Benar ... 53


(10)

2.7. Pekerja Seks Komersial ... 55

2.7.1.Motif yang Melatar Belakangi Pelacuran ... 57

2.7.2.Kebiasaan PSK Sebelum Dan Sesudah Melakukan Hubungan ... 58

2.8. Variabel yang Diteliti... 59

2.9. Kerangka Konsep ... 59

2.10. Hipotesa Penelitian ... 60

BAB III METODE PENELITIAN ... 61

3.1. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian... 61

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 61

3.3. Populasi dan Sampel ... 62

3.3.1. Populasi ... 62

3.3.2. Sampel ... 62

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 62

3.4.1. Data Primer ... 62

3.4.2. Data Sekunder...62

3.5. Defenisi Operasional... 63

3.6. Aspek Pengukuran ... 64

3.6.1. Pengetahuan ... 64

3.6.2. Sikap ... 65

3.6.3. Tindakan ... 66

3.7. Pengolahan dan Analisa Data ... 67

3.6.1. Pengolahan Data ... 67

3.6.2. Analisa Data ... 68

3.8. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 68

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 70

4.2 Karakteristik Responden... 71

4.3 Analisis Univariat ... 72

4.3.1. Pengetahuan Responden Terhadap Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012 .... 72

4.3.2. Sikap Responden Terhadap Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012 ... 80

4.3.3.Tindakan Responden Tentang Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS)di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012 ... 85


(11)

4.4.1. Hubungan Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS)di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012 ... 88

4.4.2. Hubungan Sikap Wanita Pekerja Seks Komersial Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012 ... 89

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Analisis Univariat ... 91 5.1.1. Pengetahuan Responden Terhadap Pencegahan Penyakit Infeksi Menular

Seksual (IMS)di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012 .... 91 5.1.2. Sikap Responden Terhadap Pengetahuan Pencegahan Penyakit Infeksi

Menular Seksual (IMS)di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012 ... 95 5.1.3.Tindakan Responden Terhadap Pencegahan Penyakit Infeksi Menular

Seksual (IMS )di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit

Tahun 2012 ... 97 5.2. Analisis Bivariat ... 101

5.2.1. Hubungan Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012 ...… 102

5.2.2. Hubungan Sikap Wanita Pekerja Seks Komersial Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS)di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012... 105

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 109 6.1 Saran ... 110 DAFTAR PUSTAKA


(12)

Daftar Tabel

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Tentang Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) di

Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012 ... 71 Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang

Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) di

Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012 ... 72 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Tentang Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS)

di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012 ... 80 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Tentang Pencegahan

Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) di Bandar Baru

Kecamatan Sibolangit Tahun 2012. ... 81 Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Sikap Tentang

Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) di

Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012 ... 85 Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Tentang

Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) di

Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012 ... 85 Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Tindakan Tentang

Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) di

Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012 ... 88 Tabel 4.8. Hubungan Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial

Dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun

2012 ... 89 Tabel 4.9. Hubungan Sikap Wanita Pekerja Seks Komersial Dengan

Tindakan Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual


(13)

ABSTRAK

Penyebaran Penyakit Menular Seksual (PMS) di Indonesia sulit ditelusuri sumbernya sebab tidak pernah dilakukan registrasi terhadap penderita yang ditemukan, oleh sebab itu perlu dilakukan upaya pencegahan penularan Penyakit Infeksi Menular Seksual Terutama Pada Pekerja Seks Komersial

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap wanita pekersa seks komersial dengan tindakan pencegahan penyakit Infeksi Menular Seksual di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Tahun 2012. Penelitian ini menggunakan desain metode survey analitik untuk melihat hubungan pengetahuan dan sikap dengan tindakan pencegahan penyakit infeksi menular seksual dengan menggunakan rancangan cross sectional study dengan wawancara menggunakan kuesioner terhadap 78 responden yang dipilih secara Accidental Sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden berada pada kategori Cukup yaitu 44 orang (56,4%), sikap responden berada pada kategori Baik yaitu 65 orang (83,3%), tindakan responden berada pada kategori Baik yaitu 55 orang (70,5%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan PSK dengan tindakan pencegahan penyakit Infeksi Menular Seksial (IMS) dengan (p=0,50) dan tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap PSK dengan tindakan pencegahan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) dengan (p=0,10)

PSK diharapkan untuk lebih meningkatkan pengetahuannya mengenai pencegahan penyakit menular seksual (PMS) sehingga mengetahui bagaimana cara agar tidak tertular dan menularkan penyakit berbahaya tersebut.


(14)

ABSTRACT

The spread of sexually transmitted diseases (STDs) in Indonesia is difficult because the source was never traced the registration done on patients who are found, therefore it was necessary for the prevention of transmission of Sexually Transmitted Infections Diseases Primarily On Commercial Sex Workers

This research aims to determine the relationship of knowledge and attitudes of female commercial sex workers with measures of disease prevention of sexually transmitted infections in Bandar Baru Kecamatan Sibolangit 2012. This research uses a survey of analytical design methods to look at the relationship of knowledge and attitudes with measures of disease prevention sexually transmitted infections by using a design of a cross sectional study with interviews using a questionnaire to 78 respondents who selected Accidental Sampling.

The results showed that respondents in the category of knowledge that is just 44 people (56.4%), the attitude of the respondents in good category 65 people (83.3%), the action of respondents in good category 55 people (70.5% ). The results showed that there was no significant association between knowledge of disease prevention measures PSK with sexually transmitted infections (STIs) with (p = 0.50) and no significant relationship between attitudes PSK with disease prevention measures Seksial transmitted infections (STIs) with (p = 0,10)

PSK was expected to further increase the knowledge about the prevention of sexually transmitted diseases (STDs), so knowing how to avoid contracting and

transmitting harmful diseases ..

Key words: Knowledge, Attitude, Action, Prevention of Sexually Transmitted Diseases


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelacuran merupakan fenomena sosial yang senantiasa hadir dan berkembang di setiap putaran roda zaman dan keadaan. Keberadaan pelacuran tidak pernah selesai dikupas, apalagi dihapuskan. Walaupun demikian, dunia pelacuran setidaknya bisa mengungkapkan banyak hal tentang sisi gelap kehidupan manusia, tidak hanya menyangkut hubungan kelamin dan mereka yang terlibat di dalamnya, tetapi juga pihak-pihak yang secara sembunyi-sembunyi ikut menikmati dan mengambil keutungan dari keberadaan pelacuran. Setelah Indonesia merdeka, aktivitas dan perkembangan prostitusi terus tumbuh dengan subur. Alasan ekonomi merupakan kondisi yang patut diperhatikan di sini sebab pada masa-masa awal Indonesia merdeka kondisi perekonomian bangsa Indonesia memang masih memprihatinkan. (Lamijo, 2009)

Pelacuran atau Prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikan. Pelacuran berasal dari bahasa Latin pro-stituere atau pro-stauree, yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan dan pergendakan. Sedang prostitute adalah pelacur atau sundal, dikenal juga dengan istilah WTS atau wanita tunasusila (Kartono, 2007).

Menurut Kartono (2003), pekerja seks komersial adalah pekerjaan atau profesi melacurkan diri, penjualan diri dengan jalan memperjual belikan badan, kehormatan


(16)

dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan bayaran. Alasan komersial mereka siap melakukan apa saja untuk kepuasan pelanggan sampai dengan perilaku seksual yang tidak sehat, sehingga kelompok ini beresiko tinggi untuk terkena penyakit menular seksual.

Pekerja seks bekerja dalam berbagai macam bentuk. Mereka dapat bekerja di lokalisasi terdaftar di bawah pengawasan medis (direct sex workers) atau dapat juga sebagai Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung (indirect sex workers). Wanita Pekerja Seksual Tidak Langsung (indirect sex workers) mendapatkan klien dari jalan atau ketika bekerja di tempat-tempat hiburan seperti kelab malam, panti pijat, diskotik, café, tempat karaoke atau bar. Beberapa dari mereka adalah WPS yang sudah pernah bekerja di lokalisasi tetapi keluar dari lokalisasi kemudian bekerja menjadi WPS Tidak Langsung di tempat-tempat hiburan yang mereka anggap memiliki kelas yang lebih tinggi. Ada juga yang merasa lebih fleksibel dengan bekerja sebagai WPS Tidak Langsung karena tidak diatur ketat oleh mucikari. Bahkan ada juga karena melihat peluang untuk mendapatkan tambahan uang lebih ketika mereka bekerja sebagai pemandu karaoke, pelayan bir, atau pramuria di tempat hiburan malam. Mereka diketahui memiliki tingkat penggunaan kondom yang rendah dan memiliki angka IMS yang lebih tinggi dibandingkan pekerja seks di lokalisasi. (Dandona R, 2005) IMS yang disebabkan oleh bakteri meliputi gonore, infeksi genital non spesifik, sifilis, ulkus mole, limfogranuloma venereum, vaginosis bakterial. IMS yang disebabkan oleh virus meliputi herpes genitalis, KA, infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS), hepatitis B, moluskum kontagiosum. IMS yang disebabkan oleh jamur adalah


(17)

kandidosis vulvovaginal. IMS yang disebabkan protozoa dan ektoparasit adalah trikomoniasis, pedikulosis pubis, skabies. (Aprilianingrum, 2006) Estimasi jumlah orang terkena IMS yang dapat diobati (Curable Sexually Transmitted Infections) sekitar lebih dari 30 juta kasus setiap tahunnya. Tahun 2006 diperkirakan terdapat 8,6 juta orang yang positif HIV (ODHA) di Asia Tenggara, termasuk 960.000 orang yang baru terinfeksi (kasus baru) pada tahun sebelumnya. Diperkirakan sekitar 630.000 orang telah meninggal karena penyakit yang berhubungan dengan AIDS. Sehingga dalam kurun waktu kurang lebih 6 tahun (2000-2006) terdapat peningkatan kasus sebesar 130.000 orang yang meninggal karena AIDS. (UNJP on HIV AIDS, 2006) Angka penyakit IMS di kalangan WPS (Wanita Pekerja Seks) tiap tahunnya menunjukkan peningkatan. Saat ini diperkirakan 80%-90% WPS terjangkit IMS seperti : Neisseria gonorrhoeae, herpes simplex vinio tipe 2 dan clamidia. IMS yang berarti suatu infeksi kebanyakkan ditularkan melalui hubungan seksual (oral, anal dan lewat vagina). Harus diperhatikan bahwa IMS menyerang sekitar alat kelamin, tetapi gejalanya dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak dan organ tubuh lainnya. Ada beberapa penyakit IMS yang disebabkan oleh virus seperti : HIV, herpes kelamin dan hepatitis B adalah contoh IMS yang tidak dapat disembuhkan. Herpes kelamin memiliki gejala yang muncul hilang dan bisa terasa sangat sakit jika penyakit tersebut sedang aktif. Pada herpes,obat-obatan hanya bisa digunakan untuk mengobati gejala saja, tetapi virus yang menyebabkan herpes tetap hidup di dalam tubuh selamanya. ( FKUI, 2001)


(18)

Lingkungan Depertemen Kesehatan Indonesia bekerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan Program ASA pada tahun 2003, melaporkan bahwa 7 kota yang diteliti terdapat 62%-93% WPS jalanan yang terinfeksi IMS, 54%-74% WPS lokalisasi, dan 48%-77% WPS tempat hiburan. Khusus Kota Semarang dilaporkan terdapat 57% WPS lokalisasi dan 68% WPS jalanan yang terinfeksi lebih dari satu penyakit IMS. Pada WPS lokalisasi prevalensi IMS tertinggi adalah gonore (31%), klamidia (22%), bacterial vaginosis (16%), infeksi ganda gonore dan klamidia (9%), sifilis laten lanjut (5%), kandidiasis vaginalis (4%) dan trikomoniasis (3%). (Ahnaf, kk, 2005)

Data Nasional untuk HIV/AIDS menunjukkan terjadi peningkatan yang signifikan terlihat bahwa pengidap HIV diseluruh Indonesia tercatat 5.904 orang sedangkan pengidap AIDS tercatat 11.384 orang. Jumlah total pengidap HIV/AIDS mencapai 17.288 orang dengan korban meninggal 2.289 orang. Sementara untuk Sumatera Utara jumlah kasus HIV/AIDS berjumlah 520 kasus HIV (+) serta 416 orang penderita AIDS (KPAD SUMUT, 2007).

Dari 416 kasus HIV/AIDS yang ada di Sumatera Utara, 191 berada pada stadium AIDS dan diketahui 77 orang telah meninggal dunia. Kota Medan merupakan penyumbang terbesar penderita HIV/AIDS dengan jumlah 360 kasus. Sebagai Ibukota provinsi, Kota Medan beresiko tinggi terhadap penyebaran virus HIV/AIDS. Penyebaran virus ini dipengaruhi dari perilaku individu beresiko tinggi terutama perilaku seks, merebaknya peredaran narkoba khususnya pengguna jarum suntik. Terjadi peningkatan kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara tahun 2008 yaitu sejumlah 1238 (Dinkes kota Medan, 2005)


(19)

Penyebaran PMS di Indonesia sulit ditelusuri sumbernya sebab tidak pernah dilakukan registrasi terhadap penderita yang ditemukan. Jumlah penderita yang sempat terdata hanya sebagian kecil dari jumlah penderita sesungguhnya. Oleh karena itu, sulit untuk melakukan penelusuran sumber penyebarannya jika ditemukan penderita baru. Disejumlah Negara maju PSK terdata sedemikian rupa sehingga mudah ditelusuri darimana suatu penyakit ditularkan saat ditemukan penderita baru. Hal ini juga mempermudah penanganan penderita PMS. Tempat-tempat hiburan, Bar, Warung-warung, Karauke, Café, Pub,Massage atau panti pijat dan pinggiran jalan tempat para PSK menjual diri atau menjadi tempat mereka bekerja, biasanya para PSK berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lain (Arianto, 2005).

Menurut laporan Waspada pada tanggal 21 November 2005 dalam satu minggu, rata-rata lima Pekerja Seks Komersial (PSK) di lokalisasi Bandar Baru, kabupaten Deli Serdang, ditemukan terjangkit Infeksi Menular Seksual (IMS) jenis gonorhea dan sifilis. Hal itu terungkap ketika anggota DPD RI asal Sumut, Parlindungan Puba bersama, mewakili Dinkes Sumut, Andi Ilham Lubis, dalam kunjungan kerja ke puskesmas Bandar Baru. Petugas kesehatan pada Klinik IMS Puskesmas Bandar Baru, Tomo Edy, menjelaskan, tingginya kasus IMS pada kalangan PSK disebabkan minimnya penggunaan kondom saat melakukan hubungan seks dengan pelanggannya. "Para PSK mengaku, dari 10 pelanggan yang dilayaninya, hanya satu orang yang menggunakan kondom. Padahal, kondisi ini bukan hanya berisiko terjangkit IMS tetapi juga HIV/AIDS,"


(20)

dilakukan, yaitu : Memutuskan rantai penularan infeksi PMS, Mencegah berkembangnya PMS serta komplikasinya, Tidak melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, Menggunakan kondom saat berhubungan seksual. Dengan melakukan pencegahan tersebut maka rantai penularan PMS dapat terputus dan komplikasi tidak akan terjadi (Iwan, 2006).

Berdasarkan survei awal dari Puskesmas Bandar Baru yang juga merupakan klinik IMS/VCT diperoleh data PSK tahun 2011 yaitu sebanyak 84 orang wanita pekerja seksual (WPS) yang beroperasi di Bandar Baru yang sebagian besar menjadi WPS tidak langsung yaitu WPS yang beroperasi secara terselubung, yang biasanya bekerja pada tempat-tempat yang khusus atau barak seperti Barak Agen Gurusinga, Barak Mira, barak Novi, Barak Lina, Barak Agung, Barak Leni, Barak Maria, Barak Erik, Barak Sempurna, Barak Sembiring, Barak Salon, Barak Ayu Wulandari, Barak Ani, Barak WintoBarak Gres / Ines, Barak Hadi, Barak Sagu, Barak Oukup dan Barak Bukit Indah dengan jumlah rata-rata 6 orang yang beroperasi setiap hari baik siang maupun malam. Dari 87 PSK, 47 orang yang memanfaatkan kunjungan ke klinik IMS/HIV AIDS di temukan 1 orang yang terinfeksi HIV dan 2 orang yang mengalami penyakit menular seksual sipilis. (Puskesmas Bandar Baru, 2011).

Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah dijelaskan diatas sebelumnya maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian hubungan antara pengetahuan dan sikap wanita Pekerja Seks Komersial dengan tindakan pencegahan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) di Bandar Baru Tahun 2012.


(21)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah ditemukan di atas, maka yang menjadi masalah adalah ” Bagaimana Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Wanita Pekerja Seks Komersial dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Wanita Pekerja Seks Komersial dengan Tindakan Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1 Untuk mengetahui Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial tentang pencegahan penyakit infeksi menular seksual.

2 Untuk mengetahui Sikap Wanita Pekerja Seks Komersial tentang pencegahan penyakit infeksi menular seksual.

3 Untuk mengetahui Tindakan Wanita Pekerja Seks Komersial tentang pencegahan penyakit infeksi menular seksual.

4 Untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Komersial terhadap tindakan pencegahan penyakit infeksi menular seksual.


(22)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi institusi pemerintah ataupun Lembaga Swadaya Masyarakat yang menangani masalah PSK dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengadakan program-program kegiatan kesehatan.

2. Sebagai bahan acuan bagi pihak lain yang akan melanjutkan penelitian ini ataupun penelitian yang ada kaitannya dengan pencegahan penyakit infeksi menular seksual khususnya pada wanita pekerja seksual.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude, practice. (Sarwono, 2004)

2.1.1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan ”hasil tahu” dari manusia dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indera, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (believes), takhyul (superstition) dan


(24)

Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sadar, kesadaran manusia dapat disimpulkan dan kemampuannya untuk berfikir, berkehendak dan merasa. (Soekanto, S : 2002) Pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari buku, teman, orang tua, guru, radio, televisi, poster, majalah dan surat kabar.

Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi. (Notoatmodjo, 2003)

Menurut Notoatmodjo (2003) , pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu: 1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami {Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.


(25)

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenamya. Aplikasi dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus, metode prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata keria, dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan suatu teori.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek. Penilaian-penilaian berdasarkan suatu cerita yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003)


(26)

Menurut Notoatmodjo (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan sebagai berikut :

1. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut .

2. Informasi / Media Massa

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan


(27)

perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

3. Sosial budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

4. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.


(28)

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

6. Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup :

• Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.

• Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada


(29)

beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia. (Notoatmodjo, 2007) 2.1.1.2. Cara Memperoleh Pengetahuan

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:

1. Cara Tradisional untuk Memperoleh Pengetahuan

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum dikemukakannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara – cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi:

a. Cara Coba-Salah (Trial and Error)

Cara yang paling tradisional, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba – coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”. Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya peradaban. Cra coba – coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba kembali dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba – salah/coba – coba.


(30)

Metode ini telah digunakan orang dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode ini masih sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

b. Cara Kekuasaan atau Otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari – hari, banyak sekali kebiasaan – kebiasaan dan tradisi – tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan – kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Misalnya, mengapa harus ada upacara selapanan dan turun tanah pada bayi, mengapa ibu yang sedang menyusui harus minum jamu, mengapa anak tidak boleh makan telor, dan sebagainya.

Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan – kebiasaan ini seolah – olah diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin – pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.


(31)

Pengalaman adalah guru terbaik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat pula menggunakan cara tersebut. Tetapi bila gagal menggunakan cara tersebut, ia tidak akan mengulangi cara itu, dan berusaha untuk mencari cara yang lain, sehingga dapat berhasil memecahkannya.

d. Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.

Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan – pernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat kesimpulan. Apabila proses pembuatan kesimpulan itu melalui pernyataan – pernyataan khusus kepada yang umum dinamakan induksi. Sedangkan deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari


(32)

2. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih popular disebut metodologi penelitian (research methodology). Cara ini mula – mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561 - 1626). Ia adalah seorang tokoh yang mengembangkan metode berpikir induktif. Mula – mula ia mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala – gejala alam atau kemasyarakatan. Kemudian hasil pengamatannya tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan dan akhirnya diambil kesimpulan umum. Kemudian metode berpikir induktif yang dikembangkan oleh Bacon ini dilanjutkan oleh Deobold van Dallen. Ia mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan – pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamatinya. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni:

a. Segala sesuatu yang positif yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan pengamatan.

b. Segala sesuatu yang negatif yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan pengamatan.

c. Gejala – gejala yang muncul secara bervariasi yaitu gejala – gejala yang berubah – ubah pada kondisi – kondisi tertentu.

Berdasarkan hasil pencatatan – pencatatan ini kemudian ditetapkan ciri – ciri atau unsur – unsur yang pasti ada pada sesuatu gejala. Selanjutnya hal tersebut dijadikan dasar pengambilan kesimpulan atau generalisasi. Prinsip – prinsip umum yang dikembangkan oleh Bacon ini kemudian dijadikan dasar untuk mengembangkan


(33)

metode penelitian yang lebih praktis. Selanjutnya diadakan penggabungan antara proses berpikir deduktif – induktif – verivikatif seperti dilakukan oleh Newton dan Galileo. Akhirnya lahir suatu cara melalukan penelitian, yang dewasa ini dikenal dengan metode penelitian ilmiah (scientific research method). (Notoatmodjo, 2005) 2.1.2. Sikap (Attitude)

Menurut Notoatmojo (2005), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Menurut Gerungan (2002), sikap merupakan pendapat maupun pendangan seseorang tentang suatu objek yang mendahului tindakannya. Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum mendapat informasi, melihat atau mengalami sendiri suatu objek.

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: 1. Menerima (receiving). Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding). Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsibility). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.


(34)

A. Sikap negatif yaitu : sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada

B. Sikap positif yaitu : sikap yang menunjukkan menerima terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada.

Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi 4 golongan yaitu:

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan. Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompok atau dengan kelompok lainnya.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Pertimbangan dan reaksi pada anak, dewasa dan yang sudah lanjut usia tidak ada. Perangsang itu pada umumnya tidak diberi perangsang spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsangan-perangsangan itu.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman. Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman secara aktif. Artinya semua berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap merupakan pernyataan pribadi. (Notoatmodjo, 2005)


(35)

Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan atau sikap perasaan tertentu, tetapi sikap terbentuk sepanjang perkembangan. Peranan sikap dalam kehidupan manusia sangat besar. Bila sudah terbentuk pada diri manusia, maka sikap itu akan turut menentukan cara tingkahlakunya terhadap objek-objek sikapnya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objeknya. Sikap dapat dibedakan menjadi :

a. Sikap Sosial

Suatu sikap sosial yang dinyatakan dalam kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap objek sosial. Karena biasanya objek sosial itu dinyatakan tidak hanya oleh seseorang saja tetapi oleh orang lain yang sekelompok atau masyarakat.

b. Sikap Individu

Sikap individu dimiliki hanya oleh seseorang saja, dimana sikap individual berkenaan dengan objek perhatian sosial. Sikap individu dibentuk karena sifat pribadi diri sendiri. Sikap dapat diartikan sebagai suatu bentuk kecenderungan untuk bertingkah laku, dapat diartikan suatu bentuk respon evaluatif yaitu suatu respon yang sudah dalam pertimbangan oleh individu yang bersangkutan.

Sikap mempunyai beberapa karakteristik yaitu : 1. Selalu ada objeknya

2. Biasanya bersifat evaluatif 3. Relatif mantap


(36)

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Menurut Allpon (1954), bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak

Ketiga komponen ini akan membentuk sikap yang utuh (Total Attitude), dalam penentuanberpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negatif terhadap orang lain,, objek atau situasi. Sikap tidak sama dengan perilaku dan kadang-kadang sikap tersebut baru diketahui setelah seseorang itu berperilaku. Tetapi sikap selalu tercermin dari perilaku seseorang (Ahmadi, 2003)

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung, melalui pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek secara tidak langsung dilakukan dengan pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden.

2.1.3. Tindakan (Practice)

Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimilus dalam bentuk nyata atau terbuka (Notoatmodjo, 2003).


(37)

Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan itu bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi ini disebut perilaku, bentuk perilaku dapat bersifat sederhana dan kompleks.

Dalam peraturan teoritis, tingkah laku dapat dibedakan atas sikap, di dalam sikap diartikan sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi fasilitas yang memungkinkan (Ahmadi, 2002)

Menurut Notoatmodjo (2005), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara biologis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan, namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap tindakan memiliki hubungan yang sistematis.

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh karena itu disebut juga over behavior.

Menurut Notoatmodjo (2005), empat tingkatan tindakan adalah :

1. Persepsi (Perception), Mengenal dan memiliki berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang diambil.


(38)

2. Respon terpimpin (Guided Response), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.

3. Mekanisme (Mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.

4. Adaptasi (Adaptation), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmojo (2002), faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut Green dipengaruhi oleh tiga faktor yaotu faktor predisposisi seperti pengetahuan, sikap keyakinan, dan nilai, berkanaan dengan motivasi seseorang bertindak. Faktor pemungkin atau faktor pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Terakhir faktor penguat seperti keluarga, petugas kesehatan dan lain-lain.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku

2.2. Perilaku Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual

Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Pada manusia khususnya dan pada


(39)

berbagai spesies hewan umumnya memang terdapat bentuk – bentuk perilaku instinktif (species – specific behavior) yang didasari oleh kodrat untuk mempertahankan kehidupan. Salah satu karakteristik reaksi perilaku manusia yang menarik adalah sifat diverensialnya. Maksudnya, satu stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respon yang berbeda dan beberapa stimulus yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respon yang sama.

Kurt Lewin (1951,dalam buku Azwar, 2009) merumuskan suatu model hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai – nilai, sifat kpribadian dan sikap yang saling berinteraksi pula dengan faktor – faktor lingkunga dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang – kadang kekuatannya lebih besar dari pada karakteristik individu. Hal inilah yang menjadikan prediksi perilaku lebih kompleks.

Teori tindakan beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya terbatas hanya pada 3 hal yaitu :

1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu.

2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma – norma subjektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat.


(40)

3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma – norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.

Secara sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku terencana keyakinan – keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma – norma subjektif dan pada control perilaku yang dia hayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak (Azwar, 2009).

Menurut Green dalam buku Notoatmodjo (2003) menganalisis bahwa perilaku manusia dari tingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behaviour causer) dan faktor dari luar perilaku (non behaviour causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :

1. Faktor – faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai – nilai dan sebagainya.

2. Faktor – faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas – fasilitas atau sarana - sarana kesehatan misalnya Puskesmas, obat – obatan, alat – alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.

3. Faktor – faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.


(41)

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala kegiatan yang dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan atau penyakit. Pencegahan berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang spesifik dan meliputi perilaku menghindar (Romauli, 2009).

Tingkatan pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clark ada 5 tingkatan yaitu (Maryati, 2009):

a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion).

1) Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitas. 2) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan.

3) Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara lain pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja yang hamil diluar nikah, yang terkena penyakit infeksi akibat seks bebas dan Pelayanan Keluarga Berencana.

b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit tertentu (Spesific Protection). 1) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah terhadap

penyakit – penyakit tertentu. 2) Isolasi terhadap penyakit menular.


(42)

3) Perlindungan terhadap keamanan kecelakaan di tempat – tempat umum dan ditempat kerja.

4) Perlindungan terhadap bahan – bahan yang bersifat karsinogenik, bahan – bahan racun maupun alergi.

c. Menggunakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (Early Diagnosis and Promotion).

1) Mencari kasus sedini mungkin.

2) Melakukan pemeriksaan umum secara rutin.

3) Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu misalnya kusta, TBC, kanker serviks.

4) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.

5) Mencari orang – orang yang pernah berhubungan dengan penderita berpenyakit menular.

6) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus. d. Pembatasan kecacatan (Dissability Limitation)

1) Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjut agar terarah dan tidak menimbulkan komplikasi.

2) Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.Perbaikan fasilitas kesehatan bagi pengunjung untuk dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.

e. Pemulihan kesehatan (Rehabilitation)

1) Mengembangkan lembaga – lembaga rehabilitasi dengan mengikutsertakan masyarakat.


(43)

2) Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberi dukungan moral, setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan.

3) Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri.

4) Penyuluhan dan usaha – usaha kelanjutannya harus tetap dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.

2.3. Seksual

2.3.1. Definisi Seksual

Menurut Zawid (1994) seksualitas sulit untuk di definisikan karena seksualitas memiliki aspek kehidupan kita dan diekspresikan melalui beragam perilaku. Seksualitas bukan semata-mata bagian intrinsik dari seseorang tetapi juga meluas sampai berhubungan dengan orang lain. Keintiman dan kebersamaan fisik merupakan kebutuhan sosial dan biologis sepanjang kehidupan. Kesehatan seksual telah didefinisikan sebagai pengintegrasian aspek somatik, emosional, intelektual dan sosial dari kehidupan seksual, dengan cara yang positif memperkaya dan meningkatkan kepribadian, komunikasi dan cinta. Seks juga digunakan untuk memberi label jender, baik seseorang itu pria atau wanita .

Pendapat Denney dan Quadagno (1992) dan Zawid (1994) seksualitas dilain pihak adalah istilah yang lebih luas. Seksualitas berhubungan dengan bagaimana seseorang mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada orang lain melalui tindakan yang di lakukannya, seperti sentuhan, ciuman, pelukan, senggama seksual dan melalui


(44)

perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpelukan dan perbendaraan kata.

2.3.2. Bentuk Perilaku Seksual

Transeksual adalah orang yang identitas seksual atau jendernya berlawanan dengan seks biologinya. Seorang pria mungkin berfikir tentang dirinya sebagai seorang wanita dalam tubuh wanita. Perasaan terperangkap seperti ini disebut disforia jender. Para peneliti tidak memahami dengan jelas sifat atau penyebab dari saling-silang. Penjelasannya mencakup teori biologis dan pembelajaran sosial. Para penganut transeksual tidak melihat identitas seksual mereka sebagai suatu pilihan. Identifikasi mereka tentang diri mereka sebagai wanita dan pria, seksual dan sosial adalah jelas dan persis dan seiring sejak masa kanak-kanak dini.

Menurut Seidel (1991), transvestit adalah pria heteroseksual yang secara periode berpakaian seperti wanita untuk pemuasan psikologis dan seksual. Transvestit umumnya melakukan hal ini dalam lingkup pribadi dan perilaku mereka kadang bersifat rahasia bahkan dari orang yang sangat dekat dengan mereka sekalipun.

2.3.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual

Kolodny, Master dan Johnson (1979) menyatakan bahwa keinginan seksual beragam diantaranya individu, sebagian orang menginginkan dan menikmati seks setiap hari. Sementara yang lainnya menginginkan seks hanya sekali satu bulan dan yang lainnya lagi tidak memiliki keinginan seks sama sekali dan cukup merasa nyaman dengan fakta tersebut. Keinginan seksual menjadi masalah jika klien semata-mata


(45)

menginginkan untuk melakukannya pada beberapa norma kultur atau jika perbedaan dalam keinginan seksual dari pasangan menyebabkan konflik.

a. Faktor Fisik

Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik. Aktivitas seksual dapat menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan. Bahkan hanya membayangkan bahwa seks dapat menyakitkan sudah menurunkan keinginan seks. Penyakit minor dan keletihan adalah alasan seseorang untuk tidak merasakan seksual. Citra tubuh yang buruk, terutama jika diperburuk oleh perasaan penolakan atau pembedahan yang mengubah bentuk tubuh, dapat menyebabkan klien kehilangan perasaannya secara seksual.

b. Faktor Hubungan

Masalah dalam berhubungan dengan mengalihkan perhatian seseorang dari keinginan seks. Setelah kemesraan hubungan telah mundur, pasangan mungkin mendapati bahwa mereka dihadapkan pada perbedaan yang sangat besar dalam nilai atau gaya hidup mereka. Keterampilan seperti ini memainkan peran yang sangat penting ketika menghadapi keinginan seksual dalam berhubungan. Penurunan minat dalam aktifitas seksual dapat mengakibatkan ansietas hanya karena harus mengatakan kepada pasangan perilaku seksual apa-apa yang diterima atau menyenangkan.

c. Faktor Gaya Hidup

Faktor gaya hidup, seperti penggunaan atau penyalahgunaan alkohol dapat mempengaruhi keinginan seksual. Namun demikian, banyak bukti sekarang ini


(46)

(perasaan yang berlebihan) yang mungkin dihasilnya. Pada awalnya menemukan waktu yang tepat untuk aktivitas seksual adalah faktor gaya hidup. Klien seperti ini sering mengungkapkan bahwa mereka perlu waktu untuk menyendiri, berfikir dan istirahat sebagai hal yang lebih penting dari seks.

d. Faktor Harga Diri

Tingkat harga diri juga dapat menyebabkan konflik yang melibatkan seksualitas. Jika harga diri seksual tidak pernah diperlihatkan dengan mengembangkan perasaan yang kuat tentang seksual diri dan dengan mempelajari keterampilan seksual, seksual mungkin menyebabkan perasaan negatif atau menyebabkan tekanan perasaan seksual. Harga diri seksual dapat menurun didalam banyak cara, yaitu perkosaan, inses dan penganiayaan fisik atau emosi meninggalkan luka yang dalam (Herdiana, 2007). 2.4. Penyakit Infeksi Menular Seksual

2.4.1. Pengertian Penyakit Infeksi Menular Seksual

Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah infeksi apapun yang terutama didapat melalui kontak seksual. Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan istilah umum dan organisme penyebabnya, yang tinggal dalam darah atau cairan tubuh, meliputi virus, mikoplasma, bakteri, jamur, spirokaeta dan parasit-parasit kecil. Sebagian organisme yang terlibat hanya ditemukan di saluran genital (reproduksi) saja tetapi yang lainnya juga ditemukan dalam organ tubuh lain. Sering kali Penyakit Menular Seksual (PMS) timbul secara bersama-sama dan jika salah satu ditemukan, adanya Penyakit Menular Seksual (PMS) harus dicurigai. Terdapat rentang keintiman kontak tubuh yang dapat menularkan Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk berciuman,


(47)

hubungan seksual, hubungan seksual melalui anus, kunilingus, anilingus, felasio dan kontak mulut atau genital dengan payudara (Benson, 2009).

2.4.2. Penyakit Menular Seksual Yang Disebabkan Oleh Organisme dan Bakteri a. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Human Immunideficiency Virus (HIV) pertama kali dilaporkan menyebabkan penyakit pada tahun 1981. Di Amerika Serikat AIDS merupakan penyebab utama kematian nomor lima pada wanita usia subur. Salah satu kesulitan mengenali infeksi Human Immunideficiency Virus (HIV) adalah masa laten tanpa gejala yang lama, antara 2 bulan hingga 5 tahun. Umur rata-rata saat diagnosis infeksi Human Immunideficiency Virus (HIV) ditegakkan adalah 35 tahun (Benson, 2009).

b. Gonorrhea

Neisseria gonorrhoeae adalah diplokokus gram negatif yang biasanya berdiam dalam uretra, serviks, faring atau saluran anus wanita. Infeksi terutama mengenai epitel kolumner atau transisionel saluran kemih dan kelamin. Organisme ini sangat sulit untuk dikultur dan peka terhadap suasana kering, cahaya matahari, pemanasan dan sebagian besar desinfektan. Diperlukan media khusus untuk mencapai hasil yang optimal. Biakan saluran genital bawah biasanya didapat dengan memutar lidi kapas selama 15-20 detik jauh didalam saluran endoserviks. Jika dibuat usapan rektum, insiden keberhasilan meningkat dari 85% menjadi > 90% (Benson, 2009).

c. Infeksi Chlamidia

Chlamydia trachomatis adalah mikroorganisme intraseluler obligat dengan dinding sel yang menyerupai bakteri gram negatif. Meskipun dikelompokkan sebagai


(48)

biner, hanya tumbuh intra seluler seperti virus. Karena kebanyakan serotipe Chlamydia trachomatis hanya menyerang sel epitel kolumner (kecuali serotipe L yang agresif), tanda-tanda dan gejala yang terjadi cenderung terlokalisit di tempat yang terinfeksi misalnya mata atau saluran genital tanpa adanya invasi ke jaringan dalam (Benson, 2009). Infeksi clhamydia biasanya berlangsung pada hubungan seks lewat vagina dan anus. Chlamydia trachomatis dapat pula mengenai mata bila mata terkena tangan yang sudah menyentuh kelamin dari orang yang terinfeksi. Chlamydia trachomatis juga dapat menyerang kerongkongan, sehingga pasangan dianjurkan untuk tidak melakukan seks oral bila salah satu sudah terkena. Bayi dapat terinfeksi chlamydia pada matanya sewaktu melewati cervix ibu yang menderita infeksi (Hutapea, 2003).

2) Siffilis

Siffilis merupakan penyakit yang disebabkan oleh spirokaeta Treponema pallidum yang ditularkan melalui kontak langsung dengan lesi basah yang infeksius. Organisme ini dapat menembus membran mukosa yang intake atau kulit yang terkelupas atau didapat melalui transplasenta. Satu kali kontak seksual dengan mitra seksual yang terinfeksi memberikan kemungkinan 10% menderita siffilis (Benson, 2009).

3) Vaginitis

Vaginitis adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi atau peradangan vagina. Vaginitis biasanya ditandai dengan adanya cairan berbau kurang enak yang keluar dari vagina. Gejala lain adalah gatal atau iritasi di daerah kemaluan dan perih sewaktu kencing. Beberapa kasus vaginitis disebabkan oleh reaksi alergi


(49)

atau kepekaan terhadap bahan kimia. Umumnya disebabkan oleh kuman yang ditularkan secara seksual atau yang tadinya menetap di vagina dan menjadi ganas karena gangguan keseimbangan di dalam vagina (Hutapea, 2003).

4) Candidiasis

Candidialis juga dikenal dengan nama moniliasis, thrush atau infeksi yeast yang disebabkan oleh jamur Candida albicans. Candidialis biasanya menimbulkan gejala peradangan, gatal dan perih di daerah kemaluan. Juga terdapat keluarnya cairan vagina yang menyerupai bubur. Walaupun fungus selalu terdapat sampai taraf tertentu, biasanya tidak menimbulkan gejala selama lingkungan vagina terjaga normal. Candidialis dapat ditularkan secara seksual seperti bola pingpong antar pasangan seks, sehingga dua pasangan harus diobati secara simultan. Candidialis pada pria biasanya berbentuk Non Gonococcal Urethritis (NGU), penis memerah, atau lecet dikemaluan yang rasanya membakar dan nyeri sewaktu kencing. Candidialis juga dapat menular secara non seksual, bila wanita memakai handuk atau lap yang sama. Penularan juga terjadi melalui seks oral atau anal (Hutapea, 2003).

5) Chancroid

Crancoid (chancre lunak) disebabkan oleh kuman batang gram negatif Haemophilus ducreyi dan jarang ditemui di Amerika Serikat. Infeksi pada wanita dimulai dengan lesi papula atau vesikopustuler pada perineum, serviks atau vagina 3-5 hari setelah terpapar. Lesi berkembang selama 48-72 jam menjadi ulkus dengan tepi tidak rata berbentuk piring cawan yang sangat lunak. Beberapa ulkus dapat berkembang


(50)

menjadi satu kelompok. Discharge kental yang dihasilkan ulkus berbau busuk atau infeksius (Benson, 2009).

6) Granuloma Inguinale

Granuloma inguinale disebabkan oleh Calymmatobacterium granulomatis. Penemuan yang khas dalam lesi adalah badan Donovan (bakteri yang terbungkus dalam lekosit mononuklear). Hampir tidak pernah di jumpai di Amerika Serikat (kira-kira 100 kasus/ tahun) tetapi umum terjadi di India, Brazil dan Hindia Barat. Masa inkubasi 1-12 minggu. Granuloma inguinale dapat menyebar melalui kontak seksual maupun non seksual yang berulang (Benson, 2009).

7) Infeksi Panggul

Infeksi dapat terjadi pada bagian manapun atau semua bagian saluran genital atas yaitu endometrium (endometritis), dinding uterus (miositis), tuba uterina (salpingitis), ovarium (ooforitis), ligamentum latum dan serosa uterina (parametritis) dan peritoneum pelvis (peritonitis). Organisme dapat menyebar ke dan di seluruh pelvis dengan salah satu dari lima cara, diantaranya:

8) Intralumen

Penyakit radang panggul akut non purpuralis hampir selalu (kirakira 99%) terjadi akibat masuknya kuman patogen melalui serviks ke dalam kavum uteri. Infeksi kemudian menyebar ke tuba uterina, akhirnya pus dari ostium masuk ke ruang peritoneum. Organisme yang diketahui menyebar dengan mekanisme tersebut adalah N. gonnorhoeae, C. Trachomatis, Streptococcus agalactiae, sitomegalovirus dan virus


(51)

herpes simpleks. Tiga per empat wanita dengan PRP akut juga menderita endometritis, kira-kira 40%-nya disertai servistis mukopurulen dan 50% kasus dengan biakan endoserviks positif untuk C. Trachomatis atau N. Gonnorhoeae juga mengalami endometritis. Fase endometritis biasanya tidak bergejala, seringkali singkat dan terjadi pada akhir menstruasi.

9) Limfatik

Infeksi purpuralis (termasuk setelah abortus) dan infeksi yang berhubungan dengan IUD menyebar melalui sistem limfatik seperti infeksi Mycoplasma non purpuralis.

10) Hematogen

Penyebaran hematogen penyakit panggul terbatas pada penyakit tertentu misalnya tuberkulosis (TBC) dan jarang terjadi di Amerika Serikat (Benson, 2009). 2.4.3. Penyakit Menular Seksual Yang Disebabkan Oleh Virus

a. Herpes

Virus herpes simpleks menimbulkan berbagai jenis herpes. Yang paling sering, virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) mengakibatkan herpes mulut, berupa lecet dan bentolan disertai salesma dan demam di daerah mulut dan bibir. HSV-1 juga dapat ditularkan ke daerah kemaluan dengan sentuhan atau seks oral. Herpes genitalis disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 (HSV-2) yang mengakibatkan lepuh yang nyeri dan luka di daerah kemaluan. Herpes ini juga dapat berpindah ke mulut melalui seks oral.


(52)

infeksi mata serius. Virus ini dapat hidup beberapa jam pada benda-benda seperti toilet duduk, dan dapat berpindah melalui benda tersebut. Herpes oral dapat dipindahkan dengan berciuman, memakai gelas atau haduk bersama penderita herpes dan sudah tentu melalui hubungan seksual (Hutapea, 2003).

b. Viral Hepatitis

Terdapat sejumlah jenis radang hati atau hepatitis. Penyebabnya adalah virus dan sering ditularkan secara seksual. Jenis yang terutama adalah hepatitis A, B, C dan D. Infeksi hepatitis A biasanya bersifat sementara dan ditandai dengan gejala kuning (jaundice), yaitu suatu kondisi dimana kulit, urine dan bola mata menguning karena kadar pigmen empedu yang meninggi di dalam darah. Gejala lain adalah nyeri perut lemah dan mual, hilangnya nafsu makan dan tinja yang berwarna pucat. Hepatitis B lebih parah dan lama serangannya. Hepatitis C gejalanya ringan, jarang disertai gejala kuning, tetapi dapat berlanjut menjadi penyakit hati menahun atau kanker hati. Hepatitis D terjadi hanya bersamaan dengan hepatitis B. Gejalanya mirip dengan hepatitis B tetapi lebih mengancam nyawa penderita. Hepatitis A dan B dapat ditularkan secara seksual, terutama melalui kegiatan seks anal. Hepatitis A ditularkan terutama karena melalui kontak dengan tinja yang terinfeksi, yang dapat mengenai air atau makanan. Transmisi seksual dari hepatitis A biasanya melalui kegiatan oral dan anal seks. Transmisi seksual dari hepatitis B dapat juga lewat transfusi darah yang tercemar, jarum suntik yang dipakai bersamasama (biasanya pada kelompok pengguna obat terlarang), dan lewat mani, ludah, cairan mens dan lendir hidung penderita. Hepatitis C juga dapat ditularkan secara seksual. Sedangkan hepatitis D ditularkan melalui kegiatan seksual atau kontak dengan darah yang tercemar.


(53)

Hepatitis biasanya didiagnosis melalui tes darah untuk memeriksa kelainan dalam fungsi hati. Tidak terdapat obat untuk hepatitis, tetapi istirahat ditempat tidur dengan banyak minum cairan biasanya dianjurkan. Vaksin telah tersedia untuk perlindungan terhadap hepatitis B dab D, karena hepatitis D tidak mungkin ada tanpa hepatitis B. Tidak ada vaksin terhadap hepatitis C (Hutapea, 2003).

c. Genital Warts

Genital Warts atau disebut juga venerel warts disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV). Penyakit ini menyerang pria dan wanita berusia 20 hingga 24 tahun. Lesi kelihatan didaerah kemaluan dan anus beberapa bulan setelah infeksi. Wanita lebih rentan daripada pria karena ada suatu bagian pada leher rahim di mana sel-selnya melakukan pembuahan diri lebih cepat dibanding yang lainnya, dan Human Papiloma Virus (HPV) membonceng pada sel-sel tersebut untuk berkembang biak. Genital Warts agak mirip dengan warts (kutil) yang biasa ada ditelapak kaki dan terdiri dari benjolan gatal dari berbagai bentuk dan ukuran. Bejolan ini teraba agak keras dengan warna kuning-keabuan pada permukaan kulit yang kering, sedangkan di daerah basah seperti vagina, bentuknya seperti bunga kol berwarna merah muda dan teraba lembek. Kutil ini dapat pula terlihat didaerah penis, kulup, skrotum dan didalam saluran kencing pada pria. Pada wanita dapat pula muncul di labia mayora dan minora dinding vagina dan cervix. Pria dan wanita sering juga menemukannya di luar daerah kemaluan seperti di mulut, bibir, alis, puting susu, sekitar anus atau bahkan didalam rektum.


(54)

Genital Warts yang berada didalam uretra akan mengeluarkan cairan atau darah dan terasa perih. Human Papiloma Virus (HPV) dapat pula menimbulkan kanker pada organ-organ reproduksi seperti pada penis atau cervix.

Human Papiloma Virus (HPV) dapat ditularkan melalui kontak seks atau jenis lainnya, seperti melalui pakaian dan handuk. Genital Warts sebaiknya diangkat dengan menggunakan teknik pembekuan (cryotherapy) dengan nitrogen cair kutil ini dapat juga dicuci dengan larutan podophylin yang bertujuan untuk mengeringkan dan membuang jaringannya. Dapat pula dibuang dengan cara membakar dengan elektrode atau pembedahan baik dengan pisau atau sinar laser.

Walaupun tidakan-tindakan tersebut bertujuan membuang wartsnya, akan tetapi Human Papiloma Virus (HPV)-nya sendiri tidak lenyap dari dalam tubuh kita. Genital Warts sewaktu-waktu dapat kambuh lagi (Hutapea, 2003).

2.4.4. Penyakit Menular Seksual Yang Disebabkan Oleh Parasit a. Trichomoniasis

Trichomoniasis atau trich adalah suatu infeksi vagina yang disebabkan oleh suatu parasit atau suatu protozoa (hewan bersel tunggal) yang disebut trichomonas vaginalis. Gejalanya meliputi perasaan gatal dan terbakar di daerah kemaluan, disertai dengan keluarnya cairan berwarna putih seperti busa atau juga kuning kehijauan yang berbau busuk. Sewaktu bersetubuh atau kencing sering terasa agak nyeri di vagina. Namun sekitar 50% dari wanita yang mengidapnya tidak menunjukkan gejala apa-apa.

Trichomoniasis hampir semuanya ditularkan secara seksual. Hal ini dapat mengakibatkan radang saluran kencing pada pria, yang tidak menunjukkan gejala


(55)

atau berupa adanya sedikit cairan yang keluar dari penis biasanya pada waktu kencing pertama sekali di pagi hari. Dapat juga terasa gatal, geli atau iritasi di uretra. Karena pria dapat mengidap trich tanpa menyadarinya, mereka pun dapat menularkannya kepada pasangan-pasangan seksnya. Kuman ini dapat pula ditularkan melalui kontak dengan mani atau ada pada lap, handuk atau seprei. Walaupun secara teoritis kontak melalui tempat duduk di toilet kecil sekali, tetapi bila terjadi kontak langsung pada bagian kemaluan, hal ini dapat saja terjadi (Hutapea, 2003).

b. Pediculosis

Pediculosis adalah terdapatnya kutu pada bulu-bulu di daerah kemaluan. Kutu pubis ini diberi julukan crabs karena bentuknya yang mirip kepiting seperti di bawah mikroskop. Parasit ini juga dapat dilihat dengan mata telanjang. Kutu pubis termasuk kelompok serangga kutu penggigit seperti halnya kutu kepala dan kutu badan. Kutu kepala bergayut pada akar rambut di kepala dan sering terdapat pada anak-anak sekolah. Kutu pubis sering ditularkan secara seksual, tetapi juga melalui kontak lewat handuk, seprei dan tempat duduk di toilet. Kutu pubis hanya dapat hidup dalam satu hari apabila diluar tubuh manusia. Telur yang terdapat pada kain seprei atau handuk dapat menetas sesudah satu minggu. Semua alat tidur, handuk dan pakaian yang pernah digunakan orang pengidap kutu ini harus dicuci dengan air panas atau dry clean untuk membuang dan memusnahkan telur.

Parasit ini menempel pada rambut dan dapat hidup dengan cara mengisap darah, sehingga menimbulkan gatal-gatal. Masa hidupnya singkat, hanya sekitar satu bulan. Tetapi kutu ini dapat tumbuh subur dan bertelur berkali-kali sebelum mati


(56)

Penyakit-penyakit tersebut diatas tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu : Faktor dasar yaitu karena adanya penularan penyakit dan berganti-ganti pasangan seksual. Faktor medis yaitu pengobatan modern, mudah, murah, cepat dan efektif sehingga resiko resistensi tinggi dan bila disalah gunakan akan meningkatkan resiko penyebaran infeksi. Faktor sosial yaitu mobilisasi penduduk, prostitusi, waktu yang santai, kebebasan individu serta ketidak tahuan.

Peningkatan insiden PMS tidak terlepas kaitannya dengan perilaku resiko tinggi. Perilaku resiko tinggi adalah perilaku yang menyebabkan seseorang mempunyai resiko besar terserang penyakit. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :

• Usia 20-34 tahun pada laki-laki dan 16-24 tahun pada wanita.

• Wisatawan/turis.

• Pekerja seks komersial atau WTS.

• Pecandu narkoba.

• Homoseksual (Manuaba, 2009).

2.4.5. Bagian Tubuh yang dapat Terpengaruh PMS dan Hubungan Organ Reproduksi dengan PMS

Kebanyakan PMS membahayakan organ-organ reproduksi. Pada wanita PMS menghacurkan dinding vagina atau leher rahim, biasanya tanpa tanda-tanda infeksi. Pada pria, yang terinfeksi terlebih dulu adalah saluran air kencing. Jika PMS tidak


(57)

diobati dapat menyebabkan keluarnya cairan yang tidak normal dari penis dan berakibat sakit pada waktu buang air kecil. PMS yang tidak diobati dapat mempengaruhi organ-organ reproduksi bagian dalam dan menyebabkan kemandulan baik pada pria atau wanita.

Bagian tubuh yang dapat terpengaruh PMS, yaitu :

Pada Wanita Pada Pria

• Saluran indung telur

• Indung telur

• Rahim

• Kandung kencing

• Leher rahim

• Vagina

• Saluran kencing

• Anus

• Kandung kencing

• Vas deferens

• Prostat

• Penis

• Epididymis

• Testicle

• Saluran kencing

• Kantung zakar

• Seminal vesicle

• Anus

(Manuaba, 2009)

2.4.6. Tanda dan Gejala PMS Secara Umum serta Cara Penularannya

PMS tidak menunjukkan tanda dan gejala sama sekali sehingga kita tidak tahu kalau kita sudah terinfeksi. PMS dapat bersifat Asymtomatic (tidak memiliki gejala) baik pada pria atau wanita. Beberapa PMS baru menunjukkan tanda-tanda dan gejala berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah terinfeksi. Ada beberapa gejala dari PMS secara umum, yaitu :

• Keluar cairan/keputihan yang tidak normal dari vagina atau penis. Pada wanita terjadi peningkatan keputihan. Warnanya bias menjadi lebih putih,


(1)

4 5 5 5 2 5 4 4 4 5

4 4 4 5 4 5 4 4 4 4

1 1 4 4 5 4 5 5 1 4

4 5 5 3 4 4 4 4 4 5

4 4 5 5 4 5 5 5 4 5

4 1 5 5 1 5 1 1 4 5

2 5 5 5 3 4 5 4 2 5

1 5 5 5 1 5 5 5 1 5

1 2 5 4 5 5 5 5 1 5

1 2 5 4 5 5 5 5 1 5

2 1 4 3 1 5 5 5 2 4

2 4 5 5 4 5 5 5 2 5

4 4 4 5 2 4 4 1 4 4

1 2 4 4 5 4 5 5 1 4

1 4 4 4 5 4 5 5 1 4

2 4 4 4 5 4 5 5 2 4

2 4 5 4 4 4 5 5 2 5

5 4 5 5 5 5 5 5 5 5

5 4 5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 4 5 5 5 5 5

4 5 5 4 4 5 5 3 4 5

4 5 5 5 5 4 5 5 4 5

3 1 5 5 5 4 5 5 3 5

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

2 1 5 5 5 5 5 5 2 5

4 4 5 4 5 4 5 4 4 5

4 4 5 4 4 4 4 4 4 5

4 4 5 5 4 5 4 4 4 5

4 4 5 5 2 5 5 4 4 5

3 3 2 2 2 2 5 5 3 2

4 2 5 5 4 5 5 5 4 5

5 1 5 5 2 5 5 5 5 5

4 1 5 5 5 5 5 5 4 5

2 4 5 5 2 5 4 4 2 5

4 4 5 4 5 4 4 5 4 5

4 1 5 5 5 5 5 5 4 5

4 1 5 5 5 5 5 5 4 5

4 5 5 5 2 5 5 2 4 5

5 4 5 5 4 5 5 5 5 5


(2)

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

2 5 5 5 5 4 5 1 2 5

5 2 5 5 5 4 5 1 5 5

5 4 5 5 5 5 5 5 5 5

3 5 5 2 4 5 5 5 3 5

2 2 5 4 2 4 4 5 2 5

4 4 5 5 5 5 5 5 4 5

5 4 5 4 4 4 5 4 5 5

4 4 5 5 5 5 4 5 4 5

4 1 5 3 4 4 5 4 4 5

3 2 5 4 2 4 1 1 3 5

4 3 4 2 4 4 5 5 4 4

4 4 4 3 5 4 5 5 4 4

4 4 5 5 5 5 5 5 4 5

5 4 5 4 2 4 2 1 5 5

4 4 5 5 4 3 3 5 4 5

4 4 5 5 4 4 3 5 4 5

4 5 5 5 1 5 1 1 4 5

5 5 5 5 1 5 1 1 5 5

4 5 4 4 4 4 5 4 4 4

4 4 5 5 4 5 5 5 4 5

4 5 5 5 4 4 5 3 4 5

4 4 5 5 5 5 5 5 4 5

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Tinda k_1

Tinda k_2

Tinda k_3

Tinda k_4

Tinda k_5

Tinda k_6

Tinda k_7

Tinda k_8

Tinda k_9

Tinda k_10

0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 0 0 1 1 1 1 0 1 0

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1


(3)

1 1 1 0 0 1 0 1 1 1

0 0 1 0 1 1 0 0 1 1

0 0 1 1 1 1 1 0 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 0 1 1 1 1 1 1 0

1 1 1 1 0 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 0 0 1 1 1 1 0 1 0

0 0 1 1 1 1 1 0 1 1

0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 0 1 1 1 1 1 0 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 0 1 1 1 1 1 0 1 1

1 1 0 1 1 1 1 1 1 0

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 0 1 1 1 1 1 0 1 1

0 0 1 1 1 1 1 0 1 1

0 1 0 0 0 1 0 1 1 0

0 1 0 0 0 1 0 1 1 0

0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 1 0 1 1 1 1 1 1 0

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 1 1 0 0 1 0 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 1 1 0 1 1 0 1 1 1

1 1 0 0 1 1 0 1 1 0

0 0 1 0 1 0 0 0 1 1

0 1 0 1 1 1 1 1 1 0

1 1 0 1 1 1 1 1 1 0

0 0 0 0 0 1 0 0 1 0

0 0 0 1 1 1 1 0 1 0

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1


(4)

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 0 1 1 1 1 1 0 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 1 0 1 1 1 1 1 1 0

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 0 1 1 0 1 1 1

0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 0 0 1 0 1 1 1

0 1 1 0 1 1 0 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

0 0 1 0 1 1 0 0 1 1

1 1 1 0 1 1 0 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Pengetahuan_tot Sikap_tot Tindakan_tot Pengetahuan_PMS Sikap_PMS

16 46 10 3 1

17 47 10 3 1

8 41 9 3 1

24 41 5 2 1

24 43 10 2 1

22 36 9 2 2

23 42 9 2 1


(5)

24 47 8 2 1

17 44 7 3 1

21 39 5 2 1

17 39 7 3 1

24 43 10 2 1

14 42 9 3 1

20 34 10 2 2

19 42 8 3 1

19 46 9 3 1

11 32 10 3 2

20 40 5 2 1

20 38 7 2 1

17 38 9 3 1

18 38 9 3 1

19 32 7 3 2

16 42 10 3 1

20 36 7 2 2

8 35 8 3 2

15 37 10 3 2

14 39 10 3 1

21 40 9 2 1

25 49 7 2 1

25 49 7 2 1

24 49 4 2 1

24 44 4 2 1

18 47 9 3 1

25 41 7 2 1

26 40 10 2 1

26 40 10 2 1

26 44 10 2 1

26 42 6 2 1

15 44 10 3 1

24 43 7 2 1

19 29 6 3 2

26 44 4 2 1

19 43 7 3 1

18 44 8 3 1

29 38 2 2 1

24 44 5 2 1


(6)

11 44 10 3 1

24 42 10 2 1

24 48 10 2 1

23 42 7 2 1

10 40 10 3 1

18 40 7 3 1

23 39 10 2 1

26 42 10 2 1

25 49 10 2 1

22 42 8 2 1

22 35 9 2 2

24 47 10 2 1

18 45 9 3 1

23 46 9 2 1

19 39 7 3 1

19 30 7 3 2

19 39 10 3 1

19 42 10 3 1

23 47 10 2 1

24 37 10 2 2

24 42 10 2 1

22 43 10 2 1

30 36 10 2 2

12 38 10 3 1

22 42 5 2 1

18 46 8 3 1

21 44 10 2 1

19 47 10 3 1


Dokumen yang terkait

Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual Di SMA Negeri 7 Medan

10 83 63

Gambaran Distribusi Penyakit Menular Seksual Dan Faktor Yang Berhubungan Dengan Penderita PMS Pada WTS Di Lokasi Desa Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2000

0 31 85

Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial (PSK) Tentanginfeksi Menular Seksual (IMS) Di Desa Naga Kesiangan Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010

4 49 92

Pengetahuan Pasangan Suami Istri Tentang Penyakit Menular Seksual (PMS) Di Lingkungan IV Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Tahun 2008

0 35 42

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial Dengan Pemanfaatan Klinik Ims Dan Tindakan Pencegahan Infeksi Menular Seksual Di Di Lokasi Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

0 0 18

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial Dengan Pemanfaatan Klinik Ims Dan Tindakan Pencegahan Infeksi Menular Seksual Di Di Lokasi Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

0 0 2

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial Dengan Pemanfaatan Klinik Ims Dan Tindakan Pencegahan Infeksi Menular Seksual Di Di Lokasi Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

0 0 9

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial Dengan Pemanfaatan Klinik Ims Dan Tindakan Pencegahan Infeksi Menular Seksual Di Di Lokasi Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

0 0 22

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial Dengan Pemanfaatan Klinik Ims Dan Tindakan Pencegahan Infeksi Menular Seksual Di Di Lokasi Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

0 3 3

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Pekerja Seks Komersial Dengan Pemanfaatan Klinik Ims Dan Tindakan Pencegahan Infeksi Menular Seksual Di Di Lokasi Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

0 0 26