Pengaruh Ekstrak Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) Terhadap Remineralisasi Gigi dan Mikrostruktur Enamel (Penelitian In Vitro)

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Secara klinis gigi terdiri dari mahkota gigi dan akar gigi. Mahkota gigi
merupakan bagian gigi yang menonjol di atas gingiva, dilihat dari potongan
melintang, mahkota gigi terdiri atas tiga lapisan yaitu lapisan email, dentin, dan
pulpa.
2.1 Email Gigi
Email adalah lapisan terluar gigi yang menutupi seluruh mahkota gigi dan
merupakan bagian tubuh yang paling keras, dibentuk oleh sel-sel yang disebut
ameloblast. Email berwarna putih, namun email memiliki sifat translusen sehingga
memungkinkan warna dentin terlihat sedikit kekuningan (Baldassarri dkk., 2008).
Jaringan email adalah struktur kristalin yang tersusun oleh jaringan anorganik
96 %, material organik hanya 1 % dan sisanya 3% adalah air (Salazar., 2003).
Komposisi ini membuat sifat email gigi mirip seperti keramik, secara mikroskopis,
lapisan email tersusun oleh prisma email yang merupakan kristal hidroksiapatit
dengan pola orientasi yang khas. Struktur email keras dan padat, email mampu
dilewati oleh ion dan molekul tertentu misalnya zat warna dari makanan atau
minuman tertentu. Email menutupi mahkota anatomis gigi dengan ketebalan yang
berbeda-beda di daerah-daerah tertentu (1,0-2,5 mm), email paling tebal di daerah
permukaan kunyah gigi (di insisal gigi insisivus dan oklusal gigi molar), dan semakin

ke servikal makin menipis (Baldassarri dkk., 2008 ; Sathyanarayanan, 2009).
Komposisi mineral anorganik email dalam jumlah terbesar yaitu Ca, PO4,
CO2, Na, Mg, Cl, dan K, sedangkan dalam jumlah kecil yaitu F, Fe, Mn, Ag, Zn. Ion
kalsium dan fosfat merupakan komponen anorganik yang penting dalam kristal
hidroksiapatit. Garam-garam mineral organik tersusun dalam bentuk jaringanjaringan kecil yaitu terdiri dari :

Universitas Sumatera Utara

- keratin (pseudokeratin) : (C4H9 N3 O2 )
- protein : enamelins, amelogenins ameloblastin, dan tuftelin.
- kolagen : Hydroxyproline, C5H9O3N
- lemak : CH3(CH2 )2CO2 H
- asam-asam amino lainnya. : aspartic acid, threonine, serine, glutamic acid, proline,
glycine, alanine, valine, methionine, isoleucine, leucine, tyrosine, phenylalanine,
lysine, histidine, arginine ( William dan Elliot., 1979)
Struktur prismatik email yang terbentuk dari ameloblast mengandung jutaan
prisma email atau rod yang memanjang dari arah perbatasan email dan dentin ke
permukaan email, di mana satu dengan yang lainnya saling mengikat. Arah prisma ke
permukaan tidak lurus melainkan bergelombang untuk mempertinggi ketahanan
terhadap gaya yang datang. Di bagian ujung prisma terdapat selubung prisma atau

dikenal prisma sheath yang di dalamnya terdapat kristal hidroksiapatit (Gambar 2.1).
Di antara kristal terdapat celah yang terisi oleh air dan komponen organik
(Sathyanarayanan., 2009 )

A

B

ii

i
Email
Dentin
DEJ

iii

Gambar 2.1. A: Penyebaran email rods (Walters, 2008). B: Mikrostruktur enamel yang menunjukkan
susunan prisma enamel atau rods berbentuk keyhole pada gambar ii; Gambaran Atomic
Force Microscopy (AFM) yang menunjukkan potongan melintang prisma pada gambar i

dan potongan memanjang pada gambar. iii (Ronald, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Email gigi meskipun sangat keras, tetapi sangat rentan terhadap proses karies
dan merupakan penyakit infeksi, bermanifestasi pada 95 % dari populasi negara
maju. Penyakit ini dimulai dengan terjadinya demineralisasi jaringan keras gigi oleh
asam organik yang dihasilkan oleh makanan mengandung karbohidrat seperti gula
yang dapat menyebabkan peningkatan populasi bakteri kariogenik seperti:
Streptococcus mutans, Lactobacillus spp, dan spesies lainya pada lapisan biofilm.
Bakteri ini bersifat acidogenic dan aciduric

yang

merupakan penghasil asam

organik, yang secara aktif menghasilkan asam sehingga pH rongga mulut turun
dibawah pH 5, dimana pH tersebut adalah nilai pH kritis (Gambar. 2.2) (Maupome.,
2004 ).


Gambar. 2.2 Siklus demineralisasi dan remineralisasi pada karies email .
(Maupome, 2004 )

Demineralisasi yang terjadi tergantung pada aktivitas ion Ca2+ dan ion PO34
yang ada di email dan saliva. Adanya bakteri dan sisa makanan yang melekat pada
permukaan gigi merupakan pemicu awal proses terjadinya demineralisasi. Bakteri
akan mengeluarkan asam organik lemah (seperti asam laktat, asam piruvat, dan asam
asetat) untuk memfermentasi sisa makanan yang melekat pada gigi. Asam tersebut
akan menurunkan pH email dan berdifusi ke dalam gigi sehingga ion kalsium dan

Universitas Sumatera Utara

fosfat pada gigi akan terlepas. Pada saat ini, pH dapat turun menjadi 4,0-4,5
(Maupome., 2004 ).
Proses demineralisasi dan remineralisasi di dalam mulut terjadi melalui lima
tahap (Usha dan Satyanarayanan., 2009) yaitu :
1. Adanya asupan fermentasi sukrosa.
2. Mikroba pada plak kariogenik bermetabolisme mengeluarkan asam di daerah
antara perlekatan biofilm dengan email sehingga pH pada daerah ini menurun
sampai dibawah pH kritis.

3. Ion fosfat dari cairan mulut akan membuat ion asam yang di hasilkan dari kondisi
tidak jenuh menjadi basa.
4. Disintegrasi hidroksiapatit untuk melepaskan kembali ion fosfat ke dalam cairan
mulut sampai terjadinya kondisi jenuh sehingga terjadi demineralisasi.
5. Cairan mulut dalam kondisi jenuh mengalami presipitasi, mineral kembali ke
email yang mengalami disintegrasi dan terjadi remineralisasi .
Demineralisasi dapat dihentikan jika pH dinetralkan serta terdapat ion kalsium
dan fosfat dilingkungan sekitarnya. Hal ini memungkinkan pembentukan kembali
kristal apatit yang telah terpisah. Proses ini disebut remineralisasi, untuk
mengembalikan keseimbangan alami, maka remineralisasi harus ditingkatkan atau
demineralisasi dihambat (Lata dkk., 2010).
Faktor pelindung

Faktor patologis





Asam yang dihasilkan oleh

bakteri
Komposisi dan aliran saliva tidak
normal
Fermentasi karbohidrat dari
makanan
OH >

Remineralisasi

Universitas Sumatera Utara

Gambar. 2.3 : Keseimbangan demineralisasi dengan remineralisasi (Featherstone JDB, 1999)

2.2 SALIVA
Saliva berperan dalam pembentukan pelikel gigi, yang bertindak sebagai
membran selektif yang mencegah kontak dari asam terhadap permukaan gigi. Tingkat
perlindungan dari pelikel tampak berubah tergantung pada komposisi, ketebalan dan
waktu kematangannya. Formulasi dari saliva buatan berdasarkan Amaechi dkk
(1999), saliva buatan terdiri dari potassium chloride, magnesium chloride, calcium
chloride, dipotassium hydrogen phosphate dan potassium dihydrogen phosphate yang

dapat membantu remineralisasi permukaan email. Karena kandungan mineralnya,
saliva juga dapat mencegah proses demineralisasi sehingga meningkatkan
remineralisasi yaitu proses kembalinya mineral-mineral dalam bentuk ion mineral ke
dalam struktur hidroksiapatit (Lussi ., 2006).
Saliva memiliki faktor pencegah dan perbaikan, akan tetapi saliva memiliki
kemampuan yang terbatas, karenanya tindakan pencegahan harus dilakukan untuk
mengurangi proses demineralisasi dan meningkatkan faktor-faktor perlindungan yang
akan membawa kembali keseimbangan dalam lingkungan rongga mulut. Peningkatan
kalsium, fosfat dan ion fluor pada cairan rongga mulut dari sudut pandang teoritis
adalah kondisi yang baik untuk memicu terjadinya remineralisasi pada email dan
menghambat demineralisasi (Porcelli dkk ., 2015).
2.3 CPP- ACP (Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphat)
Teknologi terbaru dari remineralisasi yang telah dikembangkan berdasarkan
phosphopeptide dari kasein protein susu adalah CPP-ACP yang merupakan singkatan
dari Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphate. Bahan ini telah
menunjukkan penurunan demineralisasi dan peningkatan remineralisasi pada lesi
karies di bawah permukaan email. Fungsi utama dari kasein phosphopeptide adalah

Universitas Sumatera Utara


untuk memodulasi bioavailabilitas tingkat kalsium fosfat dengan menjaga ion-ion
kalsium dan fosfat tetap banyak untuk meningkatkan remineralisasi (Reynolds.,
1998). Keuntungan dari CPP-ACP adalah ketersediaan kalsium, fosfat, dan fluorida
dalam satu produk. Setiap molekul CPP dapat mengikat hingga 25 ion-ion kalsium,
15 ion-ion fosfat, dan 5 ion-ion fluorida. Kompleks kalsium fosfat secara biologis
tersedia untuk remineralisasi lesi dibawah permukaan email. CPP juga diyakini
memiliki antibakteri dan efek buffer pada plak dan mengganggu pertumbuhan dan
perlekatan dari Streptokokus mutans dan Streptokokus sorbinus (Rao dkk., 2009).
2.3.1

Peranan CPP-ACP pada Gigi
CPP-ACP mempunyai banyak peranan penting pada struktur email gigi

seperti :
1. CPP-ACP membantu proses remineralisasi email gigi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kargul, 2012 bertempat di
Universitas Marmara, Turkey yang telah menguji efektisivitas dari pasta yang
mengandung bahan CPP-ACP dengan kadar 10% terhadap kekasaran permukaan dari
email secara in vitro. Hasil dari penelitian mengungkapkan bahwa 10% CPP-ACP
mempunyai efek positif terhadap remineralisasi email. Dimana mekanisme

antikariogenik

yang

dihasilkan

oleh

CPP-ACP

merupakan

suatu

proses

terlokalisasirnya ion kalsium dan fosfat pada permukaan gigi, sehingga menjaga
berlangsungnya proses buffer oleh saliva. Hal ini membantu untuk mempertahankan
keadaan netral pada email gigi, yang kemudian akan menurunkan proses
demineralisasi, dan meningkatkan proses remineralisasi (Kargul., 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Fitri, 2014 pengaruh penambahan kitosan
nanopartikel dengan Casein Phosphopeptid-Amorphous Calcium Phosphate (CPPACP) terbukti memiliki kemampuan untuk meningkatkan remineralisasi email gigi,
dilihat melalui alat uji SEM (Scanning Electron Microscope) mikrostruktur
permukaan yang lebih halus terlihat pada kelompok email setelah aplikasi dengan
kombinasi gel CPP-ACP dan kitosan dibandingkan kelompok email normal,

Universitas Sumatera Utara

kelompok email yang direndam dalam larutan demineralisasi, dan kelompok email
yang diaplikasi dengan gel CPP-ACP (Gambar 2.3)

Gambar 2.4 Hasil uji SEM terhadap permukaan email gigi
Keterangan : a) Permukaan email tidak sepenuhnya rata dan terdapat email tip yang merupakan
variasi normal email.
b).Gambaran email yang direndam dalam larutan demineralisasi,terlihat adanya
porositas dan permukaan yang bergelombang yang menandakan adanya
demineralisasi.
c). Gambaran permukaan email yang mendapat perlakuan demineralisasi kemudian
diaplikasi dengan gel CPP-ACP, terlihat porositas email yang lebih sedikit dan
permukaan yang lebih halus.

d).Gambaran permukaan email yang diaplikasikan dengan kombinasi gel CPP-ACP
dan kitosan,terlihat permukaan email menjadi lebih halus jika dibandingkan
dengan email setelah diaplikasikan gel CPP-ACP (Fitri, 2014)

2. CPP-ACP membantu mereduksi aktivitas karies.
Oleh Reynold., (1980) disebutkan kalsium fosfat amorf kasein fosfopeptida
(CPP-ACP) cukup menarik perhatian, karena merupakan salah satu produk dari
kasein susu yang mampu masuk ke dalam permukaan email dan mempengaruhi
proses karies. CPP-ACP yang diaplikasikan pada permukaan gigi maka akan
menghasilkan k-casien, b-casein serta ikatan nano-kompleks yang akan bertindak

Universitas Sumatera Utara

sebagai barrier penghalang dalam mencegah perlekatan dari Streptococcus mutans.
Penelitian yang dilakukan pada hewan, dimana 0.5% mg/ml larutan dari CPPACP nanokompleks diibaratkan setara dengan 500 ppm larutan fluoride, dapat
mereduksi aktivitas karies. Larutan CPP-ACP ini diaplikasikan dua kali sehari pada
permukaan gigi tikus yang sebelumnya sudah diinjeksikan bakteri Streptococcus
sobrinus, yang merupakan bakteri penyebab karies pada manusia. Secara signifikan
mampu mengurangi aktivitas karies sebesar 14% dengan mereduksi 0.1% mg/ml
CPP-ACP. Sedangkan, pada kadar 1% mg/ml CPP-ACP mereduksi sebesar 55%
aktivitas karies (Reynolds., 1980).
2.3.2

Kegunaan CPP-ACP
Kemampuan CPP-ACP dalam membantu proses remineralisasi pada email

gigi serta kemampuannya dalam mereduksi perlekatan bakteri, dalam bidang
kedokteran gigi CPP-ACP juga memiliki kegunaan, antara lain : (Walker dkk., 2006;
Wiltshire., 1999).
a. Dapat memperbaiki keseimbangan mineral di dalam lingkungan mulut.
b. Memberi perlindugan ekstra terhadap gigi.
c. Membantu menetralisir asam dari bakteri asidogenik dalam plak dan sumber asam
internal dan eksternal lain.
d. Terdapat dalam berbagai kemasan rasa dan membuat permukaan gigi lebih halus
dan bersih.
e. Pasca perawatan bleaching (perawatan pemutihan gigi)
f. Pasca scalling (pembersihan karang gigi) baik secara elektrik maupun secara
manual
g. Untuk pasien dengan gigi yang abrasi (kerusakan pada bagian servikal gigi),
h. Xerostomia ( mulut kering)
i. Untuk pasien dengan kondisi hipersensitif dentin
j. Untuk pencegahan terhadap kerusakan gigi karena asam yang dihasilkan bakteri

Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan CPP-ACP
Indikasi penggunaan CPP-ACP : (Reynolds dkk., 2003; Wiltshire, 1999), meliputi:
a. Memperbaiki keseimbangan mineral pada pasien-pasien yang mengalami
defisiensi saliva seperti xerostomia atau ketika tindakan membersihkan gigi sulit
dilakukan.
b. Memperbaiki keseimbangan setelah tindakan perawatan seperti scalling,
root planing dan kuretase, juga mengurangi akibat apapun dari hipersensitif
dentin.
c. Riset membuktikan CPP – ACP juga dapat mengubah warna gigi karena whitespot, ke arah gigi yang terlihat translusen alamiah.
d. Digunakan pada gigi permanen, aman untuk diaplikasikan pada bayi terutama
anak-anak di bawah usia dua tahun dengan lesi karies awal.
e. Digunakan untuk pasien dengan kebutuhan khusus seperti dengan gangguan
intelektual, gangguan perkembangan dan fisik, serebral palsi, down sindrom dan
pasien dengan masalah medis seperti terapi radiasi.
Kontra indikasi penggunaan CPP-ACP, yaitu :
Study menyatakan bahwa CPP-ACP lebih baik dihindari pada pasien dengan
riwayat alergi protein susu, karena kandungan casein didalam bahan ini dapat
menimbulkan reaksi alergi (Chalmers., 2006 ).
2.4 Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L)
Menurut sejarah persebarannya, belimbing termasuk satu jenis buah tropis
yang sudah lama dikenal dan ditanam di Indonesia. Berdasarkan penelusuran
literatur, ditemukan bahwa tanaman belimbing berasal dari kawasan Asia, terutama
Malaysia. Namun Nikolai Ivanovich Vavilovanaman, seorang botani Soviet
memastikan sentral utama tanaman belimbing adalah India, kemudian menyebar luas
ke berbagai negara yang beriklim tropis lainya (Soetanto., 1998).
Belimbing wuluh disebut juga sebagai belimbing sayur yang merupakan
tumbuhan yang hidup pada ketinggian 5 - 500 meter diatas permukaan laut. Ditanam

Universitas Sumatera Utara

sebagai pohon buah, dan kadang tumbuh liar. Tinggi pohon ini 5-10 meter. Batang
bergelombang daun majemuk, panjang 30-60 cm dan terdapat 11 - 37 anak daun yang
berbentuk oval. Buahnya berbentuk bulat lonjong bersegi hingga seperti torpedo,
panjangnya 4-10 cm. Ketika muda, warna buah hijau dengan sisa kelopak bunga
menempel pada ujungnya. Apabila buah sudah masak, maka warna buah kuning atau
kuning pucat. Daging buahnya banyak mengandung air dan rasanya asam (bervariasi
hingga manis). Kulit buahnya berkilap dan tipis, biji berbentuk bulat telur, gepeng.
Pembiakan tanaman ini dengan biji dan cangkok (Iptek., 2007) .

Gambar 2.5 Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)
Sumber : http: //www. Vivanews. Com (2009)

Kedudukan taksonomi buah belimbing wuluh adalah (Anonymous., 2007) :
Kingdom

: Plantae

Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Universitas Sumatera Utara

Sub-kelas

: Rosidae

Ordo

:Oxalidales

Familia

:Oxalidaceae

Genus

:Averrhoa

Spesies

: Averrhoa bilimbi

2.4.1 Komposisi Mineral Buah Belimbing Wuluh
Kandungan mineral dalam 100 g buah belimbing wuluh dapat dilihat pada
Tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1. Komposisi kimia Buah Belimbing Wuluh per 100 g bahan
No
1
Energi

Komposisi

Kadar
23 kal

2

Protein

0,7 g

3

Lemak

0,2 g

4

Karbohitrat

4,5 g

5

Serat

1,5 g

6

Abu

0,3 g

7

Kalsium

10 mg

8

Fosfor

11 mg

9

Zat besi

0,4 mg

10

Beta-karoten

100 ug

11

Potasium

148 mg

12

Vitamin A

17 ug

13

Thiamin

0,01 mg

14

Ribovlafin

0,03 mg

15

Niasin

0,3 mg

16

Asam askorbat
Air

18 mg

17

94,1 g

Sumber: Subhadrabandhu (2001)

Universitas Sumatera Utara

Mineral yang terdapat dalam buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L )
adalah kalsium dan fosfor yang baik untuk remineralisasi tulang dan gigi.
Remineralisasi merupakan sebuah proses dimana ion mineral kalsium dan fosfat
kembali membentuk kristal hidroksi apatit pada email. Proses remineralisasi adalah
proses penting karena memiliki pengaruh secara signifikan pada kekerasan dan
kekuatan gigi. Pada bahan yang mengandung kalsium dan fosfor diharapkan
remineralisasi gigi dapat terjadi. Buah belimbing wuluh yang mengandung kalsium
dan fosfor (Yulia, 2009), diharapkan dapat meningkatkan proses remineralisasi.
2.4.2 Komposisi Asam Organik Buah Belimbing Wuluh
Kandungan asam organik dalam buah belimbing wuluh dapat dilihat pada Tabel
2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2. Kandungan Asam Organik Buah Belimbing Wuluh per 100 g bahan
No

Asam Organik

Jumlah

1

Asam asetat

0,4-1,2

2

Asam sitrat

92,6-133,8

3

Asam format

0,4-0,9

4

Asam laktat

1,6-1,9

5

Asam oksalat

5,5-8,9

Sumber: Subhadrabandhu (2001)

Buah belimbing wuluh memiliki kandungan asam organik, dimana larutan
asam memiliki kekuatan presipitasi yang rendah akan tetapi proses remineralisasi
dalam suatu larutan remineralisasi yang asam bisa terjadi lebih besar. Hal ini dapat
terjadi karena kandungan asam laktat diketahui memiliki kemampuan untuk mengikat
ion kalsium dan memberikan buffer dalam suasana asam sehingga proses
remineralisasi dapat terjadi (Yamazaki, 2007).

Universitas Sumatera Utara

2.4.3. Kandungan Kimia Buah Belimbing Wuluh
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) mengandung senyawa oksalat, fenol,
flavonoid dan pektin (Herlih, 1993), ekstrak etanol menunjukkan uji positif pada
pengujian flavanoid dan terpenoid. Senyawa flavonoid bersifat aktif sebagai
antibakteri yang berkerja menganggu fungsi membran sitoplasma. Flavonoid
merupakan senyawa polifenol yang tersebar luas di alam, sesuai struktur kimianya
yang termasuk flavonoid yaitu flavonol, flavon, flavanon, katekin, antosianidin, dan
kalkon (Zakaria dkk., 2007).
Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6,
yaitu mempunyai kerangka dua gugus C6 (cincin benzen tersubstitusi) yang
disambungkan oleh rantai alifatik tiga-karbon. Pengelompokan flavonoid dibedakan
berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar
menurut pola yang berlainan pada rantai C3 (Robinson, 1995). Senyawa flavonoid
yang terkandung dalam belimbing wuluh adalah senyawa luteolin dan apigenin
(Miean dan Mohamed, 2001)

Luteolin

Apigenin

Gambar 2.6 Beberapa senyawa Flavonoid (Robinson,1995)
Penelitian Lisdiyanti (2008) menunjukkan bahwa ekstrak buah belimbing
wuluh pada dosis 20 mg/200 gr berat badan yang diuji pada mencit (Mus musculus),
memiliki efek antipiretik karena senyawa flavonoid dan tanin yang dapat

Universitas Sumatera Utara

menghambat enzim siklooksigenase yang berperan dalam biosintesis prostaglandin
sehingga bekerja sebagai efek antipiretik. Flavonoid juga merupakan senyawa aktif
antibakteri yang terkandung dalam buah belimbing wuluh (Herlih, 1993).
Berdasarkan

latar belakang di atas, maka perlu melakukan uji pengaruh buah

belimbing wuluh terhadap proses remineralisasi email gigi.
2.5 Alat Uji
Perlakuan

untuk

mendapatkan

gambaran

mikrostruktur

sampel

dan

mengetahui perbandingan % berat unsur Ca dan P pada setiap kelompok digunakan
alat uji Scanning Electron Microscope (SEM) dan Energy Dispersive X-ray (EDX).
2.5.1 Scanning Electron Microscope (SEM)
SEM merupakan suatu alat untuk mengamati integritas marginal pada
penelitian in vitro, merupakan metode yang paling banyak dipakai dalam
pemeriksaan permukaan ikatan yang dihasilkan oleh sistem adhesif terhadap substrat
gigi (Soanca., 2011).
SEM diperkenalkan dan dikembangkan pada tahun 1942 oleh Zworykin, yang
menunjukkan bahwa elektron sekunder tersebut menyediakan kontras topografi
dengan pembiasan kolektor secara positif yang relatif terhadap spesimen. SEM
mencapai resolusi 50 nm, yang masih dianggap rendah dibandingkan dengan kinerja
yang diperoleh dari TEM, akan tetapi banyak ilmuwan dan teknologi mengenali
kemampuan SEM untuk menghasilkan informasi tiga dimensi. (Goldstein dkk.,
2003).

Gambar 2.7 (SEM ) Scanning Electron Microscope (Leo. 2010)

Universitas Sumatera Utara

SEM merupakan jenis mikroskop elektron yang menggambarkan sampel
dengan memindainya menggunakan pancaran elektron berenergi tinggi yang
membentuk pola pindaian. Elektron akan berinteraksi dengan atom pada sampel dan
menghasilkan sinyal yang mengandung informasi tentang topografi permukaan
sampel, komposisi, dan sifat lainnya seperti konduktifitas listrik. Jenis sinyal yang
dihasilkan oleh SEM mencakup elektron sekunder (secondary electrons), elektron
yang memancar (back-scattered electrons), sinar X, cahaya (cathodoluminescence),
elektron pada spesimen dan elektron yang ditransmisikan pada sinyal yang dihasilkan
dari interaksi benturan elektron dengan atom di dekat permukaan sampel. SEM dapat
menghasilkan gambaran permukaan sampel dengan resolusi yang sangat tinggi dan
dapat mengungkapkan detail berukuran kurang dari 1 nm. Gambaran sampel diambil
secara digital, ditampilkan pada layar monitor dan disimpan di dalam komputer. Pada
Gambar 2.7 ditampilkan skema bagian-bagian dari SEM (Radiological and
Evironmental Management., 2010).
Mikroskop elektron dan mikroskop optik yang membuat perbedaan adalah
fungsi pembesaran objeknya, mikroskop optik menggunakan lensa dari jenis gelas,
sedangkan mikroskop elektron menggunakan jenis magnet (Bogner dkk., 2007).
Pembesaran pada SEM dapat dikendalikan mulai dari 10 sampai 500.000 kali, dan
memiliki kondenser, lensa objektif yang berfungsi memfokuskan sinar kepada suatu
tempat dan bukan menggambar keseluruhan spesimen (Lawes., 2009).
Sinar elektron dihasilkan pada bagian atas mikroskop oleh electron gun. akan
mengikuti jalur vertikal melalui mikroskop, dan tetap dalam keadaan vakum. Sinar
melewati area elektromagnetik dan lensa yang memfokuskan sinar turun ke arah
sampel. Ketika sinar mengenai sampel, elektron dan sinar x akan dikeluarkan dari
sampel. Detektor akan mengumpulkan sinar x, backscattered elektron, dan elektron
sekunder. Detektor akan merubahnya menjadi sinyal yang menghasilkan gambaran
dan selanjutnya ditampilkan pada layar monitor (MEE, 2009; REM., 2010).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.8 Cara Kerja SEM (Radiological and Evironmental Management,2010)

2.5.2 Energy Dispersive X-ray (EDX)
Energy Dispersive X-ray (EDX) merupakan suatu alat yang dapat mendeteksi
sinar x yang keluar dari sampel selama pemaparan pancaran elektron untuk
mengkarakteristikkan komposisi kimia dari sampel yang dianalisa. Alat ini
dikendalikan oleh suatu program Windows-based user interface (UI) yang dinamakan
Genesis. Program ini terdapat di dalam komputer EDX (MEE., 2009).
Informasi analisa yang dapat diperoleh adalah analisa kualitatif, analisa
kuantitatif, pemetaan elemen, dan analisa profil garis. Untuk analisa kualitatif, nilai
energi sinar x sampel dari spektrum EDX dibandingkan dengan karakteristik energi
sinar x yang sudah diketahui untuk mendapatkan elemen yang terdapat pada sampel.
Hasil kuantitatif dapat diperoleh dari hitungan sinar x relatif pada karakteristik
tingkat energi dari komponen sampel (MEE.,2009).
Russ (1984) menyatakan bahwa spektrum EDX ditampilkan secara digital
membentuk sumbu x yang menggambarkan energi sinar x dan sumbu y
menggambarkan intensitas (Gambar 2.8).

Universitas Sumatera Utara

y

X

Gambar 2.9 Spektrum EDX yang menggambarkan energi dan intensitas (Russ, 1984)

Universitas Sumatera Utara

2.5 Kerangka Teori
Gigi tepapar dengan larutan yang
memiliki pH rendah

Demineralisasi

Tanpa pemberian
bahan remineralisasi

Pemberian bahan
remineralisasi

Pasta CPP-ACP (tooth
mousse)









Memiliki mineral kalsium
dan fosfor yang tinggi.
Memiliki kasein yang efektif
mengurangi bakteri.
Kelarutan yang rendah dalam
suasana asam dan pasien
dengan alergi protein susu.

Belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L)





Memiliki mineral kalsium
dan fosfor yang tinggi.
Kandungan asam laktat
untuk mengikat kalsium.
Kandungan flavonoid aktif
sebagai anti bakteri.

Penambahan mineral ke dalam
struktur hidroksiapatit

Remineralisasi

Hilangnya sebagian mineral dari
struktur hidroksiapatit
Erosi

Universitas Sumatera Utara