PENDIDIKAN TAUHID MUHAMMAD IBN ABDIL WAH

PENDIDIKAN TAUHID MUHAMMAD IBN ABDIL WAHHAB
DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERSIS

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, Mohammad Natsir di dalam
Capita Selektanya telah menggagas pola pendidikan berlandaskan Tauhid.
Tak pelak lagi, pendidikan Tauhid merupakan kebutuhan primer bagi umat
Islam, karena Tauhid merupakan pilar yang utama dalam ajaran Islam. Bahkan,
hakikat Ajaran Islam itu sendiri adalah sebuah manisfretasi dan internalisasi Tauhid.
Sehingga bisa dikatakan, jika Tauhid hilang maka hakikat Ajaran Islam pun lenyap
bersamanya.
Di dalam bidang pendidikan, menurut ‘Ulama tujuan utama dari pendidikan
itu tiada lain adalah membentuk kepribadian Muslim yang taat dan bertakwa. Untuk
itu, esensi pendidikan Islam pun tidak bisa dilepaskan dari konsep Tauhid.
Dengan kata lain, Tauhid menjadi ruh bagi pendidikan Islam. Persis seperti
seorang manusia, betapa pun eloknya seorang manusia jika ia tak bernyawa, maka
orang tersebut disebut mayat. Namun sebaliknya, walaupun secara fisik tidak
menarik kalau ia bernyawa maka disebut makhluk hidup.
Ajaran Islam, dengan demikian, sangat memperhatikan dan mengutamakan
Tauhid. Didalam Al-Qur’an Tauhid diibaratkan akar yang menghujam dalam ke
dalam tanah bagi sebuah pohon, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:


‫ل‬
‫ة كل ل‬
‫ة ط لي يب ليي ل‬
‫ميي ل‬
‫م ت للر ك لي ميي ل‬
‫جلرةة ط لي يب لييةة‬
‫شيي ل‬
‫ضييلر ل‬
‫ف ل‬
‫مث لل ل ك لل ل ل‬
‫ه ل‬
‫ب الل ليي ه‬
‫أل ل م‬
‫أل‬
‫( ت هؤ ملتيِ أ هك هل ل‬24) ‫ماَلء‬
‫صل ه‬
‫ه‬
‫ل‬
‫ل‬

‫ل‬
‫ن‬
‫حييي‬
‫ل‬
‫كيي‬
َ‫ها‬
‫س‬
‫ال‬
ِ‫في‬
َ‫ها‬
‫ع‬
‫ر‬
‫ف‬
‫و‬
‫ت‬
‫ب‬
َ‫ثا‬
َ‫ها‬
‫ه‬
‫ل‬

‫ل‬
‫ل‬
‫ل‬
‫ت‬
‫ل‬
‫ل‬
‫ل‬
‫ل‬
‫م‬
‫م‬
‫ل‬
‫ة‬

‫ل‬
‫ملثاَ ل‬
(25) ‫ن‬
‫م ي لت لذ لك لهرو ل‬
‫ضرل ه‬
‫ن لرب يلهاَ ولي ل م‬
‫س ل لعلل لهه م‬

‫ه امل م‬
‫ب الل ل ه‬
‫ب لإ لذ م ل‬
‫ل للللناَ ل‬
‫من فلوق امل ل‬
‫مث ل ه‬
‫خلبيث لةة ك ل ل‬
َ‫ما‬
‫ر‬
‫جلرةة ل‬
‫مة ة ل‬
‫خلبيث لةة ا م‬
‫ش ل‬
‫ض ل‬
‫جت هث ل م‬
‫ل ك لل ل ل‬
‫ول ل‬
‫م‬
‫ت ل م م ل‬
‫ل‬

‫ذي ل‬
ِ‫ت لفييي‬
‫مهنوا لباَل م ل‬
‫ل اللثاَب ل ل‬
‫ل للهاَ ل‬
‫نآ ل‬
‫ت الل ل ه‬
‫( ي هث لب ي ه‬26) ‫ن قللرارة‬
‫قو م ل‬
‫ه ال ل ل ل‬
‫م م‬
‫ه ال ل‬
‫فع ل ه‬
‫ض د‬
‫ه‬
‫ن ولي ل م‬
‫حلياَةل الد دن ملياَ وللفيِ امل ل ل‬
‫ظاَل ل ل‬
‫خلرةل ولي ه ل‬
‫ال م ل‬

‫ل اللليي ه‬
‫ل الل ل ه‬
‫مي ل‬
‫ل‬
‫ل‬
‫ماَ ي ل ل‬
‫حدلوا‬
‫ة الل لهل ك ه م‬
‫م ل‬
‫م ت للر إ لللىَ ال ل ل‬
‫فلرا ولأ ل‬
‫ن ب لد لهلوا ن لعم ل‬
‫( أل ل م‬27) ‫شاَهء‬
‫ل‬
‫ذي ل‬

1

‫قييلراهر‬
‫س ال م ل‬

‫( ل‬28) ‫وارل‬
‫جهللنيي ل‬
‫مه ه م‬
‫لقييوم ل‬
‫صييل لومن للهاَ ولب لمئيي ل‬
‫م يل م‬
‫م لدالر ال ملبيي ل‬
[29-24/‫]إبراهيم‬
Artinya:

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik1 seperti pohon yang baik, akarnya teguh
dan cabangnya (menjulang) ke langit, Pohon itu memberikan buahnya
pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu
ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk2 seperti pohon yang buruk,
yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak
dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang
yang beriman dengan ucapan yang teguh itu3 dalam kehidupan di dunia
dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan

memperbuat apa yang Dia kehendaki. Tidakkah kamu perhatikan orangorang yang telah menukar nikmat Allah 4 dengan kekafiran dan
menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?, Yaitu neraka jahannam;
mereka masuk kedalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.”
(Q.S. Ibrahim, ayat : 24-29)

Berkenaan dengan ayat di atas Ibnu Katsir menjelaskan demikian:

‫ملثل‬
‫ } ل‬:‫ عن ابن عباَس فيييِ قييوله‬،‫قاَل عليِ بن أبيِ طلحة‬
‫ }ك ل ل‬،‫ة { شهاَدة أن ل إله إل اللييه‬
{ ‫جلرةة ط لي يب لييةة‬
‫ة ط لي يب ل ل‬
‫م ل‬
‫شيي ل‬
‫ك لل ل ل‬
‫ل‬
ِ‫ ل إلييه إل اللييه فييي‬:‫ت { يقييول‬
‫صييل هلهاَ ث ليياَب ل ت‬
‫ } أ م‬،‫وهو المؤمن‬
َ‫ يرفييع بهييا‬:‫ماَءل { يقييول‬

‫ } ولفلمرع هلهاَ فليييِ ال ل‬،‫قلب المؤمن‬
‫سيي ل‬
.‫عمل المؤمن إلىَ السماَء‬
Ali ibn Abi Thalhat menerima dari Ibn ‘Abbas bahwa yang dimaksud
“Perumpamaan Kalimat Thayyibah” adalah syahadat Laa ilaaha illa Allah.
Dan yang dimaksud perumpamaan yang baik itu ialah orang yang beriman,
sedangkan yang dimaksud akarnya yang teguh menghujam ke dalam tanah
adalah kalimat Laa ilaaha illa Allah yang bersemayam di dalam hati orang

1

Terjemah Al-Qur’an yang diterbitkan oleh Kementerian Agama memberikan pengertian , bahwa
termasuk dalam Kalimat yang baik ialah Kalimat Tauhid, segala ucapan yang menyeru kepada
kebajikan dan mencegah dari kemungkaran serta perbuatan yang baik. Kalimat tauhid seperti Laa
ilaa ha illallaah.
2
Termasuk dalam Kalimat yang buruk ialah kalimat kufur, syirik, segala perkataan yang tidak benar
dan perbuatan yang tidak baik.
3
Yang dimaksud ucapan-ucapan yang teguh di sini ialah kalimatun thayyibah yang disebut dalam

ayat 24 di atas
4
Yang dimaksud dengan nikmat Allah di sini ialah perintah-perintah dan ajaran-ajaran Allah.

2

yang beriman, dan yang dimaksud cabangnya menjulang ke langit adalah
terangkatnya amal orang yang beriman dengan Tauhidnya itu ke langit.5
Oleh karena itu, tidak bisa disangkal lagi bahwa ketauhidan seseorang
menentukan diterima atau ditolaknya seluruh amal orang tersebut. Maka daripada
itu, Allah memberikan perumpamaan bagi perbuatan syirik sebagai pohon rapuh
yang tak berakar. Allah Ta’ala berfirman:

‫من فلوق امل ل‬
‫مث ل ه‬
‫خلبيث لةة ك ل ل‬
َ‫ما‬
‫ر‬
‫جلرةة ل‬
‫مة ة ل‬

‫خلبيث لةة ا م‬
‫ش ل‬
‫ض ل‬
‫جت هث ل م‬
‫ل ك لل ل ل‬
‫ول ل‬
‫م‬
‫ت ل م م ل‬
‫ل‬
‫ل للهاَ ل‬
‫م م‬
‫ن قللرارة‬
Artinya: “Dan perumpamaan kalimat yang buruk6 seperti pohon yang buruk, yang
telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat
tetap (tegak) sedikitpun.”
Dengan demikian, ketika seorang beramal dan beraktivitas tetapi disertai
perbuatan syirik kepada Allah, niscaya amal dan aktivitasnya itu akan tertolak,
sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawah ini:

‫عل ل‬
‫سو ه‬
‫ لقاَ ل‬:‫ل‬
‫ه لقاَ ل‬
َ‫صلى‬- ‫ل الل لهل‬
‫ن ألبىَ ههلري ملرة ل لر ل‬
‫ل لر ه‬
‫ه ع لن م ه‬
‫يِ الل ه‬
‫ض ل‬
‫م‬
‫ل‬
‫ل‬
‫ه ت لب ليياَلر ل‬
‫ » قليياَ ل‬:-‫الله عليييه وسيلم‬
َ‫ أن ليياَ أغ من لييى‬:َ‫ك ولت لعليياَللى‬
‫ل الل ليي ه‬
‫شلر ل‬
‫شيلر ل‬
‫مي ل‬
‫مل ل أ ل م‬
‫ن ال ي‬
‫ال د‬
ِ‫ملعيي‬
‫ن عل ل‬
‫شيمر ل‬
‫ك لفييهل ل‬
‫ل عل ل‬
‫ ل‬،‫ك‬
‫مي م‬
‫كاَلء ع ل ل‬
(223 ‫ ص‬/ 8 ‫ )ج‬- ‫ صحيح مسلم‬- .« ‫ه‬
‫ه ول ل‬
‫شمرك ل ه‬
‫ريِ ت للرك مت ه ه‬
‫غ لي م ل‬
Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- ia berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Aku tidak
membutuhkan sekutu. Siapa yang beramal dengan cara menyekutukan Aku dengan
yang lain, maka Aku akan membiarkan ia beserta sekutunya itu.’” (H.R. Muslim)
Berkaitan dengan hadits diatas, Imam Nawawi memberikan penjelasan
sebagai berikut.

‫ل‬
‫شاَلر ل‬
‫م ل‬
‫ل ل‬
‫م ل‬
ِ‫شي ملئاَ للي‬
‫كة ولغ لمير ل‬
‫ن عل ل‬
‫ فل ل‬، َ‫ها‬
‫ن ال م ه‬
‫ول ل‬
‫م م‬
‫يِ ع ل م‬
‫معملناَه ه ألناَ غ لن ل ي‬
‫ل‬
‫ ب م ل‬، ‫ول لغليريِ ل لم أ لقمبله‬
‫ه ل لذ لل ل ل‬
‫مييل‬
‫ملراد أ ل‬
‫م ل ه ل‬
‫ن عل ل‬
‫ لوال م ه‬. ‫ك ال مغلمير‬
‫ل أت مهرك ه‬
‫ل م ل‬
5
6

Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim, (Kairo: Dar al-Fikr),
Termasuk dalam Kalimat yang buruk ialah kalimat kufur, syirik, segala perkataan yang tidak benar
dan perbuatan yang tidak baik. termasuk dalam Kalimat yang buruk ialah kalimat kufur, syirik,
segala perkataan yang tidak benar dan perbuatan yang tidak baik.

3

‫م‬
َ‫ شييرح النييوويِ علييى‬.‫ه‬
‫ ولي لألثم ب ل ل‬، ‫واب لفيهل‬
‫ملرالئيِ لباَ ل‬
‫ال م ه‬
‫طل لل ث ل ل‬
(370 ‫ ص‬/ 9 ‫ )ج‬- ‫مسلم‬
“Maknanya adalah Aku tidak butuh kepada sekutu dan yang lainnya. Oleh karena
itu, siapa yang mengerjakan sesuatu untuk-Ku dan juga untuk selain-Ku, niscaya
Aku tidak akan menerimanya, bahkan Aku akan meninggalkannya untuk selain-Ku.
Dan yang dimaksud dengannya adalah bahwa sesungguhnya amal orang yang riya’
itu suatu kebatilan yang tiada pahala baginya, malah justru berdosa karenanya.”7
Memahami Imu Tauhid, dengan demikian, merupakan sebuah keniscayaan
bagi setiap orang Muslim. Bahkan dapat dikatakan, bahwa kewajiban yang paling
utama dan pertama bagi Kaum Muslimin itu tiada lain adalah Ilmu Tauhid. Namun
pada kenyataannya, seringkali orang tidak mengacuhkan hal ini, sehingga alih-alih
ia paham terhadap urusan Tauhid ini, justru yang terjadi adalah mereka sangat awam
kepadanya. Sehingga, tidak aneh kalau kemudian ketika ada peristiwa yang bersifat
khurafat dan takhayul sangat cepat diterima oleh masyarakat. Berita-berita ini
adakalanya lebih menyedot perhatian mereka ketimbang urusan yang lain.
Kenyataan pahit yang dialami seorang professor, Ehrenfest, yang pernah
diilustrasikan oleh Mohammad Natsir memberikan gambaran nyata bahwa ketika
makin tinggi ilmu seseorang namun bila tidak diiringi kesadaran akan makna
Tauhid, maka dapat dipastikan kehidupannya semakin sempit dan kian terkekang.
Ehrenfest ialah seorang ilmuwan, intellectual dalam arti yang penuh, guru
besar yang berhasil. Ia menjadikan wetenschap (ilmu pengetahuan) sebagai pokok
dan tujuan hidup yang sebenar-benarnya. Tidak ada selain itu.
“Tak ada yang lebih baik dari wetenschap (ilmu pengetahuan). Tak ada
yang tersembunyi di belakang wetenschap (ilmu pengetahuan). Wetenschap (ilmu
pengetahuan) diatas segala ….”
Akan tetapi, dengan hanya semakin memperdalam ilmu pengetahuan,
hilanglah tempat berpijak baginya sebagaimana diutarakan oleh Mohammad Natsir
dengan bahasa yang indah nan elok, bahwa nuraninya dahaga kepada suatu tempat
berpegang yang teguh, suatu barang yang absolute, yang mutlak. Tempat

7

An-Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, vol. 9, hlm. 370

4

menyangkut sauh bila ditimpa gelombang kehidupan, tempat bernaung yang teguh
bila datang pancaroba ruhani.8
Mohammad Natsir mengambil ibrah dari kekurangstabilan mental yang
dialami Professor Ehrenfest akibat peristiwa yang dihadapinya diluar kemampuan
nalar untuk mencernanya sembari ia tidak memiliki Aqidah Tauhid. Maka
Mohammad Natsir menyimpulkan bahwa semua ini tak mungkin diperdebatkan
dengan semata-mata berpuluhan dalil, ratusan aksioma, dan hipotese yang
diperolehnya dengan wetenschap (ilmu pengetahuan belaka).9
Drama kehidupan yang tragis lagi menyedihkan itu pada dasarnya
merupakan resiko bagi orang-orang yang berpaling dari Jalan Allah (Tauhidullah).
Allah berfirman:

‫وم ل‬
‫ضن م ل‬
‫ح ه‬
‫ملعي ل‬
‫م‬
‫ش ل‬
‫كاَ ولن ل م‬
‫ة ل‬
‫ريِ فلإ ل ل‬
‫شهره ه ليييوم ل‬
‫ه ل‬
‫ن لل ه‬
‫ن أع ملر ل‬
‫ض عل م‬
‫ل ل م‬
‫ن ذ لك م ل‬
‫ل‬
‫ل‬
‫( لقاَ ل‬124) َ‫مى‬
‫ح ل‬
‫ت‬
‫ال م ل‬
‫م ل‬
‫ل لر ي‬
‫مىَ ولقلد م ك هن م ه‬
‫شمرت للنيِ أع م ل‬
‫ب لل ل‬
‫مةل أع م ل‬
‫قلياَ ل‬
[125 ،124/‫صيلرا ]طه‬
‫بل ل‬
Artinya: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya
pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia, ‘Ya Tuhanku,
mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku
dahulunya adalah seorang yang melihat?’". (Q.S. Thaha, ayat 124-125)
Oleh sebab itu, pendidikan yang mula diajarkan oleh Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya bukan sekedar bagaimana menjadi
manusia yang sukses secara materi, tetapi justru mengenalkan akan eksistensi
manusia sebagai hamba yang hanya layak berbakti kepada Ilahi. Pendidikan
Tauhidlah yang pertama ditanamkan dalam benak masyarakatnya. Suatu keyakinan
8
9

Mohammad Natsir, Capita Selekta I, halaman 157
Peristiwa yang dialami sang Professor adalah, ia mempunyai seorang anak. Sudah tabi’at seorang
bapak/ orangtua, ia ingin agar anaknya dapat melanjutkan kecemerlangan bintangnya dalam bidang
ilmu pengetahuan. Tetapi, yang disayangkan, sang anak tidak mampu. Dengan keterbatasan
akalnya, karena konon anaknya ini idiot, berbagai usaha telah ditempuh namun gagal. Dari sini
bertambahlah goncangan dalam hidupnya. Ia tidak menemukan kedamaian dari apa yang telah
dicapainya di dalam bidang ilmu pengetahuan. Ia tidak juga mendapatkan tempat bergantung
dengan penuh keyakinan. Sehingga diakhir kisahnya, ia meninggal dengan cara yang sangat tragis,
yakni setelah membunuh anaknya itu, iapun membunuh dirinya sendiri sebagai wujud kekecewaan
tak terperikan. Sebagaimana ia ceritakan hal itu kepada seorang shahibnya beberapa saat sebelum
pembunuhan itu terjadi. Bahwa dalam suratnya itu ia menuturkan, “Moge Gott denen beisthen, die
ich jetzt so heftig verletze.” Yang artinya: “Semoga Tuhan akan menolong kamu, yang amat
melukai aku sekarang.” (Ibid, halaman 158)

5

bahwa manusia mempunyai martabat yang tinggi sehingga hanya boleh ruku’ dan
sujud kepada Dzat yang Maha Luhur. Kepercayaan dan praktek ritual masyarakat
pra Islam yang mengkultuskan benda-benda tak bernyawa diberantas tuntas sampai
ke akar-akarnya. Tidak ada lagi penyembahan dan penyerahkan diri kepada berhala
atau patung yang tiada memberikan manfaat dan madharat sedikit pun kepada hidup
umat manusia.10
Dengan pendidikan Tauhid selama dua puluh tiga tahun ternyata dapat
mengubah paradigm berpikir para shahabat yang asalnya jahiliyyah menjadi
manusia-manusia unggul yang mampu menguasai jazirah Arab dalam tempo yang
amat singkat, sejak deklarasi kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
sampai penaklukan Byzamtium dan Persia. 11
Dengan demikian, kata kunci kesuksesan pendidikan yang diberikan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para shahabat dan pengikutnya
adalah pendidikan Tauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga, dapat
dikatakan bahwa manakala Tauhid seseorang beres, maka akan beres pula amal
kesehariannya. Sebaliknya, jika Tauhidnya tidak benar, niscaya amalnya pun akan
kacau.
Lebih jauh disebutkan oleh Amrullah Achmad, bahwa Tauhid yang dibangun
atas dasar arahan Al-Qur’an sudah tentu akan melahirkan kesadaran amaliah
kongkrit, mampu mengangkat realitas kehidupan manusia dan alam pada kesadaran
Tauhidiyah, dapat memberikan peta dasar yang saling berhubungan antara realitas
dengan pusat tugas kekhalifahan manusia dan menyadarkan seseorang bahwa
keesaan adalah hokum dasar universal (sunnatullah). Hal ini mengacu pada
diterimanya Allah sebagai pusat alam semesta dan manusia sebagai khalifah di muka
10

Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ini
terangkum pula dalam Tujuan Pendidikan Nasional, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang
Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II, Pasal 4
yang berbunyi bahwa, Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan menusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. (Lebih jauh lihat “Guru dan Anak Didik”, hlm. 25)
11
Sebagaimana diakui oleh para pakar pendidikan, bahwa tujuan mengajar (mendidik) itu ialah
untuk mengadakan perubahan yang dikehendaki dalam tingkah laku seorang pelajar/ peserta didik.
Dengan kata lain, pengajaran dapat membuat seorang pelajar menjadi orang yang lain, dalam hal
apa yang dapat ia lakukan dan yang dapat dicapainya. (Ivor K. Devies, The Management of
Learning, [terj. Sudarsono Sudirdjo], Jakarta: Rajawali Press, 1991, hlm. 120)

6

bumi, wajib berusaha untuk menemukan sunnatullah tersebut untuk menundukkan
alam bagi kepentingan tugas kekhalifahan. Oleh karena itu pula, pengembangan
Tauhid dalam arti teologi yang bermetodologi Barat sudah seharusnya mulai
ditinggalkan, karena hal tersebut tidak mampu melahirkan ghirah intelektual Islami
bagi pengembangan peradaban Islam masa depan.12
Tauhid tersebut diatas, mendasari epistemology Islam yang hendak dibangun,
merupakan salah satu disiplin dasar yang sangat penting dalam mengembangkan
ilmu-ilmu

Islami,

sebab

epistemology

merupakan

operator

mayor

yang

mentransformasikan visi Tauhid dan visi dunia ke dalam realitas. Dalam bahasa
yang lebih popular, mentransformasikan ideal Islam menjadi kenyataan, yaitu
semacam ‘management’ dalam proses mengetahui menjadi perbuatan dan
perlembagaannya dalam kehidupan.13
Untuk itu, Pendidikan Tauhid ini yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian diteruskan dan dilanjutkan oleh generasi
shahabat dan salafush shalih. Bahkan, sampai hari inipun pendidikan Tauhid
senantiasa diajarkan dan ditekankan oleh ‘Ulama-ulama mu’tabarah, yang
diantaranya adalah Muhammad ibn Abdil Wahhab rahimahullah. Muhammad ibn
Abdil Wahhab yang lebih dikenal dengan sebutan Wahhabi, sangat concern dengan
dunia pendidikan.14 Sepanjang hayatnya beliau baktikan untuk mengajar dan
mendidik murid-muridnya dari seluruh penjuru dunia.
Ada beberapa metode yang telah dirumuskan oleh beberapa intelektual. 15
Namun, sebagaimana dikemukakan oleh Syaikh Al-‘Utsaimin, bahwa dikalangan
luas masih banyak beredar pembahasan Tauhid kepada Allah yang batil dan
tercampur ideologi yang rusak.

12

Amrullah Achmad dalam Pendidikan Islam di Indonesia, editor: Muslih Musa, (Yogya: Tiara
Wacan Yogya, 1991, hlm. 120)
13
Ibid, hlm. 120
14
Beliau bernama Abdillah Muhammad Bin Shalih Bin Muhammad Bin Utsaimin Al-Wahib AtTamimi. Dilahirkan di kota Unaizah tanggal 27 Ramadhan 1347 Hijriyah.

15

Diantaranya Al-Ustadz Muhammad Abd al-Qadir Ahmad, didalam Thuruq Ta’lim al-Tarbiyyah alIslamiyyah menguraikan beberapa metode penyajian ilmu Tauhid (Aqidah). Menurut beliau
tahapan (metodik) pengajaran Aqidah itu antara lain dengan cara at-Tamhid, al-’Aradh, ar-Rabthu,
al-Istinbath, ath-Tathbiq, dan al-Khatimah.

7

Kita sepakat bahwa pembahasan Tauhid yang tidak bersandar kepada tuntunan
Al-Qur’an dan As-Sunnah akan melahirkan pemahaman Tauhid yang rusak.
Begitupun dengan sajian atau metode yang digunakan seorang guru dalam
mengajarkan dan mendidik peserta didiknya. Jika ia salah dalam memberikan ilmu,
maka tentunya akan melahirkan ilmu yang salah. Oleh karena itu, disamping
pembahasan ilmunya harus benar, metode pengajarannya pun harus benar pula.16
Benar dan tepat dalam menyampaikan ilmu itu sejatinya merupakan
pengamalan dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan
oleh Ad-Dailamiy dari Anas ibn Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa kita diperintahkan
untuk berbicara kepada umat manusia itu sesuai kadar pemikirannya. 17 Bahkan
menurut Abdullah ibn Mas’ud, ketika kita salah menyampaikan hadits karena tidak
memperhatikan kapasitas mustami’ maka pada hakikatnya kita telah menimbulkan
fitnah baginya.18

‫ع لن ع هبيييد الل لييه بيين ع لبييد الل لييه بيين ع هتبيي ل ل‬
‫ن‬
‫ل م ل م ل‬
‫م لم ل‬
‫أ ل‬،‫ة‬
‫ل م ل مل‬
‫ن ع لب مييد ل الل لييهل ب ميي ل‬
‫ل‬
‫سهعود ة لقاَ ل‬
‫م‬
‫ه عه ه‬
‫ح ل‬
‫حد ي ة‬
‫ماَ ل‬
‫م ل‬
‫م م‬
‫قييول ههه م‬
‫ديلثاَ ل ل ت لب مل هغهيي ه‬
‫ث قلوم ل‬
‫ت بل ه‬
‫ماَ أن م ل‬
‫ ل‬:‫ل‬
‫ل‬
‫إ لل ل ل‬
{‫ }رواه مسلم‬.‫ة‬
‫م فلت من ل ل‬
‫ن ل لب لعم ل‬
‫كاَ ل‬
‫ضه ل م‬
Artinya: “Dari ‘Ubaidillah ibn ‘Abdullah ibn ‘Utbah, ia berkata, ‘Sesungguhnya
Abdullah ibn Mas’ud telah berkata, “Tiada kau menyampaikan suatu
hadits (pembicaraan/ ilmu) kepada suatu kaum yang akal mereka tidak
menyampainya, kecuali hal itu akan menjadi fitnah bagi sebagian
mereka.’” (H.R. Muslim)
Pendidikan dan pengajaran Ilmu Tauhid di sebagian belahan dunia, dan
khususnya di Indonesia, terkadang terlihat formalitas belaka.19 Anak didik hanya
16

Sebagaimana diutarakan oleh pakar pendidikan Persis, Dr. Dedeng Rosyidin, dalam salah satu
makalahnya, bahwa (pengajaran yang) tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan, (maka akan)
timbul kegagalan pendidikan
17
Lihat Kitab Jami’ al-Ahadits Jilid VI halaman 401 (Maktabah Syamilah)
18
Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz I, halaman 9
19
Problem Pendidikan di Indonesia memang amat komplek. Hal ini setidaknya tergambar dari
pernyataan sebagai berikut:Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi
pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak
adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini
menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak
mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah
terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai
jika kita tidak tahu apa tujuan kita.

8

disuruh menghapal wujud, qidam, baqa’ tanpa upaya bagaimana penanaman nilai
Tauhid ke dalam hati dan menginternalisasinya dalam kehidupan. Sehingga terjadi
problem serius dalam kehidupan masyarakat yang teraktualisasi dalam kebobrokan
moral dan dekadensi akhlaq. Tidak sedikit pejabat yang korup padahal mereka
mengaku beragama Islam yang notabene secara Aqidah memahami dan mengenal
Tauhid. Disini letaknya urgensitas merevisi dan mereview kajian dan sajian Ilmu
Tauhid kepada masyarakat, supaya mereka disamping memahami Ilmu Tauhid, juga
memaknai dan mengaktualisasikannya dalam kehidupan nyata.
Persatuan

Islam

(Persis)

sebagai

sebuah

jam’iyyah

(organisasi

kemasyarakatan) yang bergerak di dalam bidang pendidikan dan dakwah sudah
seyogianya memperhatikan permasalahan Tauhid.
Hal ini semakin relevan manakala kita menengok visi dan misi Persatuan
Islam. Sebagaimana tertuang di dalam Qanun Asasi dan Qanun Dakhili (Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga), Persatuan Islam bertujuan: Pertama,
mengamalkan

segala

ajaran

Islam

dalam

setiap

segi

kehidupan.

Kedua,menempatkan kaum Muslimin pada ajaran Aqidah dan Syari’ah berdasarkan
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Untuk mencapai tujuan ini, organisasi dijalankan dalam
bentuk berjama’ah, berimamah, berimarah, seperti dicontohkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Agar tetap terarah dalam mengemban misi
perjuangannya, Persatuan Islam menentukan sifatnya sebagai organisasi pendidikan,
tabligh, dan kemasyarakatan yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.20
Sejak awal kelahirannya, Persatuan Islam (Persis) sudah mencurahkan daya
upayanya untuk memberantas kejumudan pemikiran umat Islam kala itu. Focus
perhatian Persatuan Islam dewasa itu memberantas penyakit-penyakit umat, baik
yang berkaitan dengan aqidah ataupun ibadah. Pantas jika kemudian, Persis
berjibaku untuk membasmi penyakit TBC (akronim dari: takhayyul, bid’ah, dan
churafat).
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi
formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil
pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanak pendidikan di jenjang yang
tinggi dan dapat dinaggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan
efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunya kelebihan di bidangnya
masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan
hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain. (www.
20
Badri Khaeruman, Pandangan Keagamaan Persatuan Islam; Sejarah,
Pemikiran, dan Fatwa Ulama, (Bandung: Granada) 2005, hlm 24.

9

Untuk itu, Persatuan Islam yang bersemboyan hendak mengembalikan umat
Islam kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, antara lain melakukan seleksi dan koreksi
terhadap paham dan pandangan yang selama ini dianggap keliru. Ini berarti bahwa
Persatuan Islam seperti diakui oleh para anggota dan simpatisannya, merasa wajib
melakukan koreksi terhadap aqidah dan tata cara ibadah, atau dalam bahasa K.H. M.
Isa Anshari dinyatakan bahwa Persatuan Islam, dalam usaha dan perjuangannya
hendak menegakkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, merasa wajib melakukan Ishlah
Al-‘Aqidah dan Ishlah al-‘Ibadah dikalangan umat Islam sendiri. Ishlah al-‘Aqidah
ialah membersihkan iman dan tauhid kaum muslimin dari tiap-tiap kepercayaan dan
pandangan serta keyakinan yang membawa pada syirik. Sedangkan Ishlah
al-‘Ibadah ialah membersihkan peribadahan kaum muslimin jangan sampai
bercampur bid’ah, kemodelan, dan barang tambahan yang tidak ada contohnya dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,21
Demi untuk menegakkan kedua Ishlah itulah, kemudian Persatuan Islam
dengan cara-cara yang shock therapy pada masa awal kemunculannya suka
disamakan dengan gerakan Wahabiyyah yang dipelopori oleh Syaikh Muhammad
ibn Wahhad di Jazirah Hijaz yang melakukan purifikasi Ajaran Islam secara radikal.
Namun demikian, adakah kaitan secara langsung antara Jam’yyah Persatuan
Islam dan Gerakan Wahabiyyah? Tentu memerlukan jawaban yang lebih ilmiah.
Oleh karena itu, kiranya amat penting dan menarik ketika kita membicarakan
kembali Urgensitas Pendidikan Tauhid yang digagas Syaikh Muhammad ibn Abdil
Wahhab, serta kaitannya dengan penegakan Ajaran Tauhid berlandasan Al-Qur’an
dan As-Sunnah yang dilakukan Persatuan Islam (Persis) jauh sebelum kemerdekaan
Republik Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk mempermudah kajian dan penelitian kiranya perlu dirumuskan
permsalahan yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimana model Pendidikan Tauhid Syaikh Muhammad ibn Abdil
Wahhab?
2. Bagaimana kaitan antara Pendidikan Tauhid Syaikh Muhammad ibn
Abdil Wahhab dengan Persatuan Islam (Persis)?
21

Ibid, hlm. 4

10

C. MANFAAT DAN KEGUNAAN PENELITIAN
Dari penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Mengetahui model Pendidikan Tauhid Syaikh Muhammad ibn Abdil
Wahhab.
2. Mengetahui kaitan gerakan Wahhabiyyah dengan Jam’iyyah Persatuan
Islam (Persis).
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1. Menjadi bahan penelitian lebih lanjut mengenai hakikat Ajaran Tauhid
Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab.
2. Mengungkapkan fakta dan data pengaruh langsung dan tidak langsung
Pendidikan Tauhid Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab ke Indonesia.
3. Kejelasan hubungan dan kaitan pemikiran serta gerakan antara Persatuan
Islam dengan Gerakan Wahhabiyyah.
D. KERANGKA PEMIKIRAN
Ajaran Tauhid yang ditulis oleh Syaikh Kabir Muhammad ibn Abdil Wahhab
rahimahullah di dalam Kitab Risalah Tauhidnya menjadi rujukan pengajaran dan
pendidikan Tauhid dari segala penjuru dunia. Demam Wahhabiyyah sejak
dilaksanakan Gerakan Tajdid di belahan bumi Hijaz pada abad kedua belas Masehi
hingga hari ini masih amat terasa. Reaksi pro dan kontra terhadapnya senantiasa
bergulir dari seantero negeri.
E. METODOLOGI PENELITIAN
F. SISTEMATIKA PENULISAN

11

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

ANALISIS VALIDITAS BUTIR SOAL UJI PRESTASI BIDANG STUDI EKONOMI SMA TAHUN AJARAN 2011/2012 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN JEMBE

1 50 16

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

JUDUL INDONESIA: IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA METRO\ JUDUL INGGRIS: IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN METRO CITY

1 56 92

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA CERPEN-CERPEN KARYA SISWA SMP DALAM MAJALAH HORISON DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMP

2 33 89

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

6 67 59

PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH PADA SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI SUMATERA SELATAN

3 52 68