Pola Makan dan Status Gizi Keluarga Etnis Tionghoa di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang Tahun 2014

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Keadaan gizi seseorang berkaitan erat dengan pola makan. Pola makan yang

baik biasanya diiringi dengan tingkat keadaan gizi yang baik, atau apabila baik
konsumsi makan seseorang maka akan baik pula status gizinya selama seseorang
tersebut tidak memiliki faktor-faktor lain yang merugikan seperti penyakit infeksi
(Suhardjo, 1986).
Pola makan secara umum dipengaruhi oleh faktor kebudayaan. Kebudayaan
menuntun orang dalam berperilaku dan memenuhi kebutuhan dasar biologisnya,
termasuk kebutuhan terhadap pangan. Budaya mempengaruhi seseorang dalam
menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan, dan
penyajian, serta untuk siapa, dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut
dikonsumsi (Sulistyoningsih, 2011).
Beragam budaya yang ada maka beragam juga jenis makanan yang tersedia dan

beragam juga kebiasaan makannya. Fungsi budaya adalah untuk menjamin
kelangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui cara-cara yang teruji untuk
memenuhi keperluan manusia seperti kebutuhan pangan (Suhardjo, 1986).
Persediaan makanan yang cukup atau melimpah untuk mencukupi kebutuhan gizi
tidak banyak manfaatnya apabila jenis-jenis makanan yang tersedia tidak cocok
dengan pola kebiasaan individu dalam memilih makanan dan mengkonsumsinya
sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, sosial, dan budaya (Suhardjo,
1996).

Universitas Sumatera Utara

Kebiasaan makan keluarga dipengaruhi oleh suku/etnis dari mana keluarga
tersebut berasal. Setiap suku bangsa mengembangkan cara turun-temurun untuk
mencari, memilih, menangani, menyiapkan dan menyajikan makanan. Adat dan
tradisi merupakan dasar perilaku dalam beberapa hal berbeda diantara suku yang satu
dengan suku yang lain. Suku Melayu memiliki kecenderungan menyukai makanan
yang manis-manis sedangkan suku Minang umumnya menyukai makanan yang pedas
dan bersantan (Febrianti, 2003)
Penyediaan makanan dalam keluarga sangat berpengaruh pada perilaku dan
daya beli masyarakat serta pola konsumsi dan kebiasaan makan, dimana pola

konsumsi dan kebiasaan makan dalam keluarga memberi dampak pada distribusi
makanan antar anggota keluarga. Tidak sedikit keluarga yang menerapkan
pendistribusian makanan yang didasarkan pada status hubungan keluarga bukan
berdasarkan pertimbangan gizi yang diperlukan oleh tubuh (Sediaoetama, 1993).
Dalam masyarakat ada aturan dimana ayah mempunyai prioritas utama atas
jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga, Apabila hal yang demikian itu
masih dianut dengan kuat oleh suatu budaya, maka dapat saja timbul distribusi
konsumsi makanan yang tidak baik (mal-nutrition) diantara anggota keluarga
(Suhardjo, 1986).
Para antropologi memandang kebiasaan makan sebagai suatu kompleks
kegiatan masak-memasak, masalah kesukaan dan ketidaksukaan, kearifan rakyat,
kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan dan tahayul-tahayul yang berkaitan
dengan produksi, persiapan dan konsumsi makanan (Anderson, 1986). Adanya

2
Universitas Sumatera Utara

kepercayaan suku Batak Toba apabila mengonsumsi otak hewan yang disembelih
menyebabkan rambutnya akan cepat ubanan (Syahril, 2002).
Dalam masyarakat dikenal istilah nilai sosial terhadap berbagai jenis makanan

dan bahan makanan, karena itu masyarakat akan mengkonsumsi bahan makanan dan
makanan tertentu yang mempunyai nilai dan dianggap sesuai dengan tingkat naluri
pangan yang terdapat pada masyarakat tersebut. Seringkali nilai sosial ini tidak sesuai
dengan gizi makanan. Makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi diberi nilai sosial
rendah dan sebaliknya. Misalnya, beras pecah kulit mempunyai nilai gizi tinggi tetapi
dianggap mempunyai nilai sosial yang lebih rendah dibandingkan dengan giling
sempurna (Moehji, 1985).
Pengaruh kebiasaan dan kebudayaan yang ada membatasi masyarakat dalam
mengonsumsi makanan. Upaya penganekaragaman pangan diharapkan dapat
merubah kebiasaan makan ataupun pola makan yang ada dalam masyarakat.
Perubahan ini diharapkan agar susunan menu

makanan sehari-hari memenuhi

kecukupan gizi yang dianjurkan, serta ketergantungan akan satu jenis makanan
lambat laun dapat berubah. (Moehji, 1985).
Makanan yang beraneka ragam dijamin dapat memberikan manfaat yang besar
terhadap kesehatan, sebab zat gizi tertentu yang tidak terkandung dalam satu jenis
bahan makanan akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari bahan makanan yang lain.
Demikian juga sebaliknya, masing-masing bahan makanan dalam susunan aneka

ragam menu seimbang akan saling melengkapi. Kesimpulannya makanan beragam
menjamin terpenuhinya kecukupan sumber tenaga, zat pembangun dan zat pengatur
bagi kebutuhan gizi seseorang (Soeharjo,1986).
3
Universitas Sumatera Utara

Pola makan keluarga yang baik akan menghasilkan status gizi keluarga yang
baik pula. Status gizi keluarga dapat dikatakan baik bila anggota keluarga yang
termasuk dalam kelompok rentan gizi (bayi, balita, anak sekolah, remaja, ibu
hamil/menyusui dan lansia) tidak bermasalah dengan status gizinya. Kelompok rentan
gizi dipergunakan sebagai acuan status gizi keluarga karena kelompok rentan gizi
adalah kelompok rawan yang perlu mendapatkan perhatian lebih dibandingkan
kelompok-kelompok lainnya (Husaini, 1996).
Makanan mempunyai fungsi majemuk dalam masyarakat setiap bangsa.
Fungsi tersebut bukan hanya sebagai fungsi biologis, tetapi juga fungsi sosial,
budaya, dan agama. Makanan erat kaitannya dengan tradisi suatu masyarakat
setempat, karena itu makanan memiliki fenomena lokal. Seluruh aspek makanan
tersebut merupakan bagian-bagian dari warisan tradisi suatu golongan masyarakat.
Makanan dapat digunakan sebagai aset atau modal bagi suatu bangsa untuk
mempertahankan nilai kebiasaan dari suatu masyarakat yang dihasilkan oleh

masyarakat itu sendiri (Ihroni, 2006).
Di Indonesia terdapat beranekaragam kebudayaan, yang setiap kebudayaan
menjadi bagian dari suku bangsa atau subsuku bangsa tertentu. Kemajemukan
kebudayaan itu sendiri tentu melahirkan orientasi yang majemuk pula, oleh kerena
salah satu fungsi kebudayaan bagi masyarakat adalah sumber nilai yang menjadi
objek orientasi (Foster,1986).
Indonesia memiliki berbagai etnis, salah satunya adalah etnis Tionghoa. Yang
dibagi dalam beberapa subsuku, seperti Hokkian, Teo-Chiu, Hakka dan Kanton.
Seperti kita ketahui perayaan budaya etnis Tionghoa yang sudah diakui sebagai hari
4
Universitas Sumatera Utara

libur nasional, salah satunya adalah perayaan Tahun Baru Imlek. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistika (BPS) pada tahun 2012 Kota Medan banyaknya etnis
Tionghoa yang berdomisili di Kota Medan sebanyak 328.170 jiwa sedangkan jumlah
penduduk keseluruhan Kota Medan sebanyak 2.117.224 jiwa. Dari data dapat
diketahui bahwa 15,5 % dari penduduk Kota Medan adalah etnis Tionghoa.
Dari seluruh bangsa di dunia, Cina adalah negara yang paling banyak memiliki
jenis makanan yang khas. Bagi mereka memasak tidak hanya sekedar membuat
masakan, melainkan sebuah seni, mulai berbagai macam teknik pengolahan hingga

cara penyajiannya (Suryanto, 1996).
Masyarakat etnis Tionghoa dikenal dengan kemahirannya memasak dan
memiliki keanekaragaman makanannya. Tidak sedikit makanan khas etnis Tionghoa
yang dikonsumsi pula oleh etnis lain seperti bakpao, dimsum, kwetiau, cap cay, ifu
mie, dan lain-lain. Sedikit banyak jenis makanan penduduk Tionghoa mempengaruhi
jenis makanan dari penduduk etnis lain.
Tidak hanya itu, pada tahun 2012 perusahan Unilever melakukan penelitian
mengenai seberapa besar masyarakat peduli tentang apa yang mereka makan saat
diluar rumah yang dilakukan pada 7 negara (UK, USA, German, China, Brazil,
Rusia, Turki). Hasil penelitian dimuat dalam jurnal World Menu Report menuliskan
bahwa China adalah negara teratas yang penduduknya memikirkan keamanan dari
makanan, apakah makanan diproses secara higienis dan kandungan nutrisi dalam
makanan.

5
Universitas Sumatera Utara

Dari penjelasan diatas dapat kita lihat bahwa etnis Tionghoa sangat
memperhatikan makanan yang dimakan termasuk keseimbangan asupan kalori. Etnis
Tionghoa juga memperhatikan bentuk tubuh (body image), keseimbangan antara

berat badan dan tinggi badan. Berbeda dengan etnis Tionghoa lainnya, berdasarkan
survei awal, saya melihat etnis Tionghoa yang berada di Kelurahan Asam Kumbang
memiliki kecenderungan mengalami kegemukan pada kaum ibu rumah tangganya
dari 20 ibu rumah tangga ada 10 ibu rumah tangga yang mengalami kegemukan.
Berdasarkan keadaan yang telah disebutkan di atas, penulis tertarik untuk
mengamati pola makan dan status gizi keluarga pada etnis Tionghoa di Kecamatan
Asam Kumbang Kelurahan Medan Selayang.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi rumusan masalah

penelitian adalah bagaimana pola makan dan status gizi keluarga etnis Tionghoa di
Kecamatan Asam Kumbang Kelurahan Medan Selayang.
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui pola makan dan status gizi keluarga etnis Tionghoa di
Kecamatan Asam Kumbang Kelurahan Medan Selayang.

1.3.2 Tujuan Khusus
1.

Untuk mengetahui jenis makanan yang dikonsumsi oleh keluarga etnis
Tionghoa di Kecamatan Asam Kumbang

2.

Untuk mengetahui frekuensi dari setiap jenis makanan yang dikonsumsi
keluarga etnis Tionghoa di Kecamatan Asam Kumbang

6
Universitas Sumatera Utara

3.

Untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi keluarga oleh etnis
Tionghoa di Kecamatan Asam Kumbang

4.


Untuk mengetahui pendistribusian makanan pada keluarga etnis Tionghoa di
Kecamatan Asam Kumbang

5.

Untuk mengetahui jenis makanan yang mempunyai nilai tinggi dan nilai rendah
pada etnis Tionghoa di Kecamatan Asam Kumbang

6.

Untuk mengetahui tabu makanan pada etnis Tionghoa di Kecamatan Asam
Kumbang

7.

Untuk mengetahui status gizi keluarga etnis Tionghoa di Kecamatan Asam
Kumbang

1.4


Manfaat penelitian
Agar masyarakat mengetahui gambaran pola makan Etnis Tionghoa dan status

gizi keluarga etnis Tionghoa

7
Universitas Sumatera Utara