HADAPI MASALAH DEFISIENSI AUDIT DENGAN P
HADAPI MASALAH DEFISIENSI AUDIT DENGAN PENDIDIKAN PROFESI
AKUNTANSI (PPAk)
Siti Afidatul Khotijah
[email protected]
Magister Akuntansi, Universitas Islam Indonesia
Pendahuluan
Ketidakmampuan Ernst & Young ShinNihon LLC sebagai auditor independen PT.
Thosiba dalam mengungkap penggelembungan laba senilai US$ 1.22 miliar sejak tahun 2008
melengkapi berita tentang kegagalan auditor menerapkan skeptisisme profesional. Kegagalan
penerapan skeptisisme profesional yang tepat oleh auditor ditengarai sebagai salah satu
penyebab terjadinya defisiensi dan kegagalan audit, yang kemudian dapat berdampak pada
memburuknya reputasi jasa audit dan timbulnya krisis kredibiitas [ CITATION Glo15 \l
1057 ].
Kegagalan audit tidak hanya terjadi sekali itu saja, tentunya masih banyak lagi kasus
terkait kegagalan audit. Menurut Drs. Rusmawan W. Anggoro, MSA, hal ini sebagai suatu
permasalahan defisiensi yang turut dihadapi profesi auditor di Indonesia. Siapa yang salah
dalam kasus tersebut, tidak diketahui. Apakah auditor, atau manajemen yang menyusun
laporan keuangan. Setelah terungkap masalah, tentunya auditor maupun manajemen menjadi
bersalah.
Tidak hanya itu saja permasalahan yang dihadapi auditor, di Indonesia jumlah akuntan
masih sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang ada di Indonesia. Hal
tersebut bisa menjadi masalah, namun bisa juga menjadi peluang bagi para lulusan sarjana
untuk menjadi profesional. Namun tidak semua lulusan sarjana, terutama diluar jurusan
akuntansi bisa dengan mudah dan lancar menjalani profesi auditor. Menurut Drs. Rusmawan
1
Siti Afidatul Khotijah_UII_2017
W. Anggoro, MSA, auditor dengan latar belakang pendidikan akuntansi dalam konteks audit
laporan keuangan memiliki professional state lebih tinggi dibandingkan yang lain. Dengan
alasan tersebut, penulis akan membahas hal yang bisa diupayakan untuk menghasilkan
auditor yang berkualitas, sehingga tidak menimbulkan defisiensi audit dengan Pendidikan
Profesi Akuntansi (PPAk).
Pembahasan
Fenomena Defisiensi Audit
Defisiensi atau kekurangan dalam hal ini adalah kekurangan yang dimiliki oleh
manajemen. Audit manajemen dilakukan untuk melakukan peningkatan kinerja manajemen
atau dengan kata lain menemukan adanya defisiensi atau kekurangan yang dimiliki oleh
manajemen (Herbert, 1979). Temuan audit yang bersifat negatif (eksepsi/defisiensi)
merepresentasikan area yang memiliki tingkat risiko yang tinggi, sehingga auditor
menyertakan rekomendasi untuk memperbaiki pengendalian/sistem/operasional organisasi.
Dalam pelaporan hasil audit, baik temuan yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif
harus disajikan secara berimbang/proporsional.
Menurut Sawyer et al. (2005), audit manajemen diperlukan untuk mengidentifikasi
kondisi-kondisi yang membutuhkan tindakan perbaikan. Penyimpangan-penyimpangan dari
norma-norma atau kriteria-kriteria yang dapat diterima disebut temuan audit (audit findings).
Karakterisitik temuan audit negatif/eksepsi/defisiensi yang layak untuk dilaporkan, yaitu 1.)
Signifikan dan didukung oleh bukti audit (fakta dan bukan opini); 2.) Objektif dan relevan
dengan masalah yang dihadapi; 3.) Mendukung kesimpulan yang logis, beralasan, dan dapat
mendorong manajemen untuk melakukan tindak lanjut berdasarkan hasil audit; dan 4.)
Mungkin tidak signifikan, tetapi menunjukkan gejala masalah yang potensial terjadi di masa
depan.
2
Siti Afidatul Khotijah_UII_2017
Kaitan Kode Etik Akuntan dengan Defisiensi Audit
Di dalam kode etik terdapat muatan-muatan etika, yang ada pada dasarnya bertujuan
untuk melindungi kepentingan anggota dan kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa
profesi. Kode Etik akuntan meliputi Prinsip Etika, Aturan Etika dan Interpretasi yang masingmasing memiliki unsur-unsur penting, seperti integritas, objektifitas, dll.
Kode etik akuntan yang harus dipatuhi oleh akuntan, sudah berisikan segala peraturan
yang berkaitan dengan pengauditan. Hal-hal yang dilarang juga sudah dijelaskan dalam
aturan etika, termasuk skeptisisme profesional yang merupakan salah satu prinsip etika.
Kekeliruan dalam skeptisisme profesional ini yang menimbulkan defisiensi dalam audit.
Kekeliruan ini tidak hanya terjadi pada auditor yang masih kurang pengalaman, bahkan
auditor dengan banyak pengalamanpun bisa mengalami kesalahan dalam skeptisisme
profesional.
Pengaruh PPAk terhadap Defisiensi Audit
Dalam disertasi yang disusun oleh Drs. Rusmawan W. Anggoro, MSA yang berjudul
‘Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Tekanan Waktu, dan Sanksi terhadap Skeptisisme
Profesional Auditor’, mengkaji tiga isu pokok, yaitu adanya peluang calon auditor dari
berbagai jurusan pendidikan formal, defisiensi dan kegagalan audit karena ketidaktepatan
penerapan skeptisisme profesional dan perlunya mekanisme untuk memitigasi defisiensi dan
kegagalan audit dengan meningkatkan skeptisisme profesional auditor, serta mengeksplorasi
peran skeptisisme profesional dalam meningkatkan kualitas audit melalui perilaku skeptis.
Drs. Rusmawan mengkonfirmasi temuan riset-riset sebelumnya, salah satunya terkait
pengaruh negatif tekanan waktu berlebihan terhadap kualitas audit, serta efektivitas
penerapan sanksi melalui mekanisme reviu pada tingkatan tertentu untuk memitigasi perilaku
menyimpang auditor. Selain itu, menurutnya, auditor dengan latar belakang pendidikan
3
Siti Afidatul Khotijah_UII_2017
akuntansi dalam konteks audit laporan keuangan memiliki professional state lebih tinggi
dibandingkan yang lain.
Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa perolehan pengetahuan dari pendidikan
formal dengan perolehan pengetahuan dari pengalaman kerja tidak sepenuhnya dapat saling
menggantikan. Oleh karena itu, menempuh Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) bagi calon
akuntan yang berlatar belakang pendidikan formal non-akuntansi dapat menghemat waktu
dan biaya dalam menciptakan auditor yang baik. Dengan bekal yang matang pada auditor,
yang tidak hanya dari pengalaman kerja saja, namun juga pendidikan formal sehingga
kejadian yang berkaitan dengan defisiensi audit bisa diminimalisasi. Dengan pendidikan
formal profesi akuntansi, (calon) auditor dapat memiliki pemahaman lebih baik mengenai
skeptisisme profesional, karena melalui proses dan memahami teorinya.
Kesimpulan
Defisiensi audit terjadi karena kurangnya skeptisisme profesional auditor, sehingga
opini yang diberikan kadang meleset. Hal tersebut juga terjadi karena banyak profesi auditor
yang dijalankan oleh bukan tamatan akuntansi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, bisa
dilakukan Pendidikan Profesi Akuntansi sebagai salah satu proses untuk menjadi profesional,
sehingga auditor tersebut lebih memahami proses dan teorinya, tidak hanya mendapatkan
profesi secara instan.
Daftar Pustaka
Gloria. (2015, Desember 15). Auditor di Indonesia Hadapi Masalah Defisiensi Audit. Diambil kembali
dari Universitas Gadjah Mada: https://www.ugm.ac.id/id/berita/10875auditor.di.indonesia.hadapi.masalah.defisiensi.audit
4
Siti Afidatul Khotijah_UII_2017
5
Siti Afidatul Khotijah_UII_2017
AKUNTANSI (PPAk)
Siti Afidatul Khotijah
[email protected]
Magister Akuntansi, Universitas Islam Indonesia
Pendahuluan
Ketidakmampuan Ernst & Young ShinNihon LLC sebagai auditor independen PT.
Thosiba dalam mengungkap penggelembungan laba senilai US$ 1.22 miliar sejak tahun 2008
melengkapi berita tentang kegagalan auditor menerapkan skeptisisme profesional. Kegagalan
penerapan skeptisisme profesional yang tepat oleh auditor ditengarai sebagai salah satu
penyebab terjadinya defisiensi dan kegagalan audit, yang kemudian dapat berdampak pada
memburuknya reputasi jasa audit dan timbulnya krisis kredibiitas [ CITATION Glo15 \l
1057 ].
Kegagalan audit tidak hanya terjadi sekali itu saja, tentunya masih banyak lagi kasus
terkait kegagalan audit. Menurut Drs. Rusmawan W. Anggoro, MSA, hal ini sebagai suatu
permasalahan defisiensi yang turut dihadapi profesi auditor di Indonesia. Siapa yang salah
dalam kasus tersebut, tidak diketahui. Apakah auditor, atau manajemen yang menyusun
laporan keuangan. Setelah terungkap masalah, tentunya auditor maupun manajemen menjadi
bersalah.
Tidak hanya itu saja permasalahan yang dihadapi auditor, di Indonesia jumlah akuntan
masih sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang ada di Indonesia. Hal
tersebut bisa menjadi masalah, namun bisa juga menjadi peluang bagi para lulusan sarjana
untuk menjadi profesional. Namun tidak semua lulusan sarjana, terutama diluar jurusan
akuntansi bisa dengan mudah dan lancar menjalani profesi auditor. Menurut Drs. Rusmawan
1
Siti Afidatul Khotijah_UII_2017
W. Anggoro, MSA, auditor dengan latar belakang pendidikan akuntansi dalam konteks audit
laporan keuangan memiliki professional state lebih tinggi dibandingkan yang lain. Dengan
alasan tersebut, penulis akan membahas hal yang bisa diupayakan untuk menghasilkan
auditor yang berkualitas, sehingga tidak menimbulkan defisiensi audit dengan Pendidikan
Profesi Akuntansi (PPAk).
Pembahasan
Fenomena Defisiensi Audit
Defisiensi atau kekurangan dalam hal ini adalah kekurangan yang dimiliki oleh
manajemen. Audit manajemen dilakukan untuk melakukan peningkatan kinerja manajemen
atau dengan kata lain menemukan adanya defisiensi atau kekurangan yang dimiliki oleh
manajemen (Herbert, 1979). Temuan audit yang bersifat negatif (eksepsi/defisiensi)
merepresentasikan area yang memiliki tingkat risiko yang tinggi, sehingga auditor
menyertakan rekomendasi untuk memperbaiki pengendalian/sistem/operasional organisasi.
Dalam pelaporan hasil audit, baik temuan yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif
harus disajikan secara berimbang/proporsional.
Menurut Sawyer et al. (2005), audit manajemen diperlukan untuk mengidentifikasi
kondisi-kondisi yang membutuhkan tindakan perbaikan. Penyimpangan-penyimpangan dari
norma-norma atau kriteria-kriteria yang dapat diterima disebut temuan audit (audit findings).
Karakterisitik temuan audit negatif/eksepsi/defisiensi yang layak untuk dilaporkan, yaitu 1.)
Signifikan dan didukung oleh bukti audit (fakta dan bukan opini); 2.) Objektif dan relevan
dengan masalah yang dihadapi; 3.) Mendukung kesimpulan yang logis, beralasan, dan dapat
mendorong manajemen untuk melakukan tindak lanjut berdasarkan hasil audit; dan 4.)
Mungkin tidak signifikan, tetapi menunjukkan gejala masalah yang potensial terjadi di masa
depan.
2
Siti Afidatul Khotijah_UII_2017
Kaitan Kode Etik Akuntan dengan Defisiensi Audit
Di dalam kode etik terdapat muatan-muatan etika, yang ada pada dasarnya bertujuan
untuk melindungi kepentingan anggota dan kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa
profesi. Kode Etik akuntan meliputi Prinsip Etika, Aturan Etika dan Interpretasi yang masingmasing memiliki unsur-unsur penting, seperti integritas, objektifitas, dll.
Kode etik akuntan yang harus dipatuhi oleh akuntan, sudah berisikan segala peraturan
yang berkaitan dengan pengauditan. Hal-hal yang dilarang juga sudah dijelaskan dalam
aturan etika, termasuk skeptisisme profesional yang merupakan salah satu prinsip etika.
Kekeliruan dalam skeptisisme profesional ini yang menimbulkan defisiensi dalam audit.
Kekeliruan ini tidak hanya terjadi pada auditor yang masih kurang pengalaman, bahkan
auditor dengan banyak pengalamanpun bisa mengalami kesalahan dalam skeptisisme
profesional.
Pengaruh PPAk terhadap Defisiensi Audit
Dalam disertasi yang disusun oleh Drs. Rusmawan W. Anggoro, MSA yang berjudul
‘Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Tekanan Waktu, dan Sanksi terhadap Skeptisisme
Profesional Auditor’, mengkaji tiga isu pokok, yaitu adanya peluang calon auditor dari
berbagai jurusan pendidikan formal, defisiensi dan kegagalan audit karena ketidaktepatan
penerapan skeptisisme profesional dan perlunya mekanisme untuk memitigasi defisiensi dan
kegagalan audit dengan meningkatkan skeptisisme profesional auditor, serta mengeksplorasi
peran skeptisisme profesional dalam meningkatkan kualitas audit melalui perilaku skeptis.
Drs. Rusmawan mengkonfirmasi temuan riset-riset sebelumnya, salah satunya terkait
pengaruh negatif tekanan waktu berlebihan terhadap kualitas audit, serta efektivitas
penerapan sanksi melalui mekanisme reviu pada tingkatan tertentu untuk memitigasi perilaku
menyimpang auditor. Selain itu, menurutnya, auditor dengan latar belakang pendidikan
3
Siti Afidatul Khotijah_UII_2017
akuntansi dalam konteks audit laporan keuangan memiliki professional state lebih tinggi
dibandingkan yang lain.
Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa perolehan pengetahuan dari pendidikan
formal dengan perolehan pengetahuan dari pengalaman kerja tidak sepenuhnya dapat saling
menggantikan. Oleh karena itu, menempuh Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) bagi calon
akuntan yang berlatar belakang pendidikan formal non-akuntansi dapat menghemat waktu
dan biaya dalam menciptakan auditor yang baik. Dengan bekal yang matang pada auditor,
yang tidak hanya dari pengalaman kerja saja, namun juga pendidikan formal sehingga
kejadian yang berkaitan dengan defisiensi audit bisa diminimalisasi. Dengan pendidikan
formal profesi akuntansi, (calon) auditor dapat memiliki pemahaman lebih baik mengenai
skeptisisme profesional, karena melalui proses dan memahami teorinya.
Kesimpulan
Defisiensi audit terjadi karena kurangnya skeptisisme profesional auditor, sehingga
opini yang diberikan kadang meleset. Hal tersebut juga terjadi karena banyak profesi auditor
yang dijalankan oleh bukan tamatan akuntansi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, bisa
dilakukan Pendidikan Profesi Akuntansi sebagai salah satu proses untuk menjadi profesional,
sehingga auditor tersebut lebih memahami proses dan teorinya, tidak hanya mendapatkan
profesi secara instan.
Daftar Pustaka
Gloria. (2015, Desember 15). Auditor di Indonesia Hadapi Masalah Defisiensi Audit. Diambil kembali
dari Universitas Gadjah Mada: https://www.ugm.ac.id/id/berita/10875auditor.di.indonesia.hadapi.masalah.defisiensi.audit
4
Siti Afidatul Khotijah_UII_2017
5
Siti Afidatul Khotijah_UII_2017