Efektivitas Koordinasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada Desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Negara Indonesia yang lahir pada 17 Agustus 1945 adalah negara kesatuan

yang berbentuk republik. Wilayah negara Republik Indonesia sangat luas meliputi
banyak kepulauan yang besar dan kecil, maka tidak memungkinkan jika segala
sesuatunya akan diurus seluruhnya oleh Pemerintah yang berkedudukan di
Ibukota Negara. Untuk mengurus penyelenggaraan pemerintahan negara sampai
kepada seluruh pelosok daerah negara, maka perlu dibentuk suatu pemerintahan
daerah. Pemerintahan daerah menyelenggarakan pemerintahan yang secara
langsung berhubungan dengan masyarakat (Syaukani, 2005: 2).
Dalam penyelenggaraan pemerintahannya, daerah Indonesia terdiri atas
beberapa daerah/wilayah provinsi, dan di setiap daerah/wilayah provinsi terdapat
daerah/wilayah kabupaten/kota. Selanjutnya di dalam tiap daerah kabupaten/kota
terdapat satuan pemerintahan terendah yang disebut desa dan kelurahan. Dengan
demikian, pemerintahan desa adalah merupakan sub sistem dari sistem
penyelenggaraan pemerintahan nasional yang langsung berada di bawah

pemerintah kabupaten.
Pemerintahan desa sebagai ujung tombak dalam sistem pemerintahan
daerah akan berhubungan dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Karena
itu, sistem dan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat didukung
dan ditentukan oleh Pemerintahan Desa sebagai bagian dari Pemerintahan Daerah.
Struktur kelembagaan dan mekanisme kerja di semua tingkatan pemerintah,

1
Universitas Sumatera Utara

khususnya pemerintahan desa harus

diarahkan untuk dapat menciptakan

pemerintahan yang peka terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi
dalam masyarakat.
Menurut Widjaja (2005:3) desa adalah sebagai suatu kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat
istimewa dimana landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan desa adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan

masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pada Bab I
Pasal 1 ayat 1 dirumuskan, “Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Desa merupakan suatu wilayah yang diberi wewenang untuk mengatur
wilayahnya sendiri. Desa merupakan suatu kenyataan yang masih hidup sebagai
daerah tingkat bawahan berdasarkan hukum. Pemerintahan desa dilakukan atas
dasar demokrasi yang berpangkal pada permufakatan dalam permusyawaratan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan.
(http://www.desatamblang.blogspot.com/desa/index.php,

diakses

pada

12


November 2015, pukul 19.30).
Sebagai sebuah satuan pemerintahan terkecil, desa memiliki organisasi
yang berfungsi menjalankan pemerintahan. Dalam konteks Undang-Undang No

2
Universitas Sumatera Utara

32 Tahun 2004, pemerintahan desa terdiri atas Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). Pemerintah Desa adalah organisasi pemerintahan
yang berfungsi menyelenggarakan kebijakan pemerintah atasnya dan kebijakan
desa, sementara BPD adalah badan yang berperan mengawasi penyelenggaraan
pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah Desa. Namun dalam konteks
Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintahan desa hanya terdiri
dari Pemerintah Desa, yaitu Kepala Desa beserta Perangkat Desa, BPD bukan lagi
menjadi bagian dari pemerintahan desa tersebut. Meskipun demikian, hal ini tidak
mengurangi fungsi BPD dalam pelaksanaan pemerintahan, BPD tetap sebagai
lembaga yang menjalankan fungsi pemerintahan di desa.
Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

Sedangkan Badan Permusyawaratan Desa adalah lembaga yang melaksanakan
fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa yang
dipilih dari dan oleh penduduk desa yang mempunyai fungsi membahas dan
menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat Desa dan melakukan pengawasan kinerja
Kepala Desa. Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, kepala desa
bertanggung jawab kepada rakyat melalui BPD dan melaporkan pelaksanaan
tugasnya kepada bupati.
Kehadiran BPD telah memberikan harapan pada keberlangsungan
demokrasi desa. BPD berperan bukan sebagai perpanjangan tangan pemerintah,
tetapi lebih merupakan perpanjangan tangan dari masyarakat sekaligus sebagai
perantara antara warga dengan Pemerintah Desa. Demi menjamin terwujudnya

3
Universitas Sumatera Utara

suatu pemerintahan desa yang demokratis, lebih baik, dan berpihak kepada
masyarakat, perlu adanya chek and balance dalam pelaksanaan pemerintahan.
Masing-masing lembaga baik itu BPD maupun Pemerintah Desa harus
mempunyai fungsi yang jelas dan lebih independen.

Dalam konteks UU No. 6 Tahun 2014, BPD mempunyai kedudukan yang
setara dengan Kepala Desa. Ini berarti hubungan yang terjalin antara BPD dan
Pemerintah Desa dapat dikatakan adalah sebagai mitra, artinya antara BPD dan
Pemerintah Desa harus bisa bekerja sama atau berkoordinasi dengan baik dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa, misalnya pada penetapan peraturan desa dan
APBDes. BPD mempunyai tugas konsultatif dengan kepala desa untuk
merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam melaksanakan pemerintahan.
Selain itu BPD juga berkewajiban untuk membantu memperlancar pelaksanaan
tugas kepala desa. Antara BPD dan kepala desa tentunya tidak boleh saling
menjatuhkan tetapi harus dapat meningkatkan pelaksanaan koordinasi guna
mewujudkan kerjasama yang mantap dalam proses pelaksanaan pemerintahan
desa.
Kemitraan yang dimaksud antara BPD dan Pemerintah Desa disini berarti
harus benar-benar memahami kapasitas yang menjadi kewenangan maupun
tugasnya masing-masing. Sehingga dalam pelaksanakan penyelenggaraan
pemerintahan desa semua aparatur baik itu Pemerintah Desa maupun BPD dalam
hubungannya dapat bersinergi dan bermitra dengan baik dan tepat dalam
meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang profesional dan
akuntabel. Antara Pemerintah Desa dan BPD juga harus memiliki pemahaman dan


4
Universitas Sumatera Utara

pemikiran yang sejalan dalam pelaksanaan pemerintahan agar dapat terlaksana
pemerintahan desa yang sesuai dengan harapan dan tuntutan masyarakat.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa di Indonesia saat ini, ternyata
masih seringkali terjadi persoalan-persoalan terkait dengan koordinasi antara BPD
dan Pemerintah Desa yang tentunya berpotensi menjadi penghambat bagi proses
pencapaian tujuan pemerintahan desa. Adapun beberapa isu yang terjadi dalam
hubungan koordinasi antara BPD dengan Pemerintah desa menurut hasil
penelitian Tim Balitbang Provinsi Jawa Timur (2001) sebagai berikut :
a. Adanya arogansi BPD yang merasa kedudukannya lebih tinggi dari Kepala
Desa, karena Kepala Desa bertanggung jawab kepada BPD;
b. Dualisme kepemimpinan desa, yaitu kepala desa dengan perangkatnya dan
badan perwakilan desa, yang cenderung saling mencurigai;
c. Sering terjadi mis-persepsi sehingga BPD sebagai unsur legislatif desa tetapi
melakukan tugas dan fungsi eksekutif kepala desa;
d. Anggota BPD sering belum bisa memilah antara fungsi pemerintahan desa
dengan pemerintah desa;
e. Kondisi sumberdaya manusia BPD yang masih belum memadai;

f. Kinerja perangkat desa menjadi tidak efektif karena banyak mantan calon
Kepala Desa yang tidak jadi kepala Desa menjadi anggota BPD dan
cenderung mencari-cari kesalahan perangkat desa bahkan ada kesan pula
mereka berusaha untuk menjatuhkan Kepala Desa ;
g. Dalam hubungan kerja organisasional, (1) dalam pelantikannya BPD dibekali
oleh DPRD; (2). BPD melakukan hubungan langsung dengan DPRD; (3).

5
Universitas Sumatera Utara

Terjadi kontradiksi perilaku kerja BPD, misalnya BPD tidak mau berurusan
dengan Camat.
(http://ymayowan.lecture.ub.ac.id/2012/01/kemitraan-antara-pemerintahdesa-bpd-dan-peran-sekretaris-desa/, diakses pada 13 November 2015, pukul
20.00)
BPD

dan

Pemerintah


Desa

adalah

dua

aktor

penting

dalam

penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dan Pemerintah Desa harus saling
bekerja sama serta bahu membahu untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan
dari pemerintahan desa. Oleh karena itu, koordinasi antara ke dua aktor tersebut
harus berjalan dengan efektif, harmonis dan tidak diskriminatif, sebab koordinasi
yang tidak efektif, harmonis dan diskriminatif akan membawa dampak negatif
pada penyelenggaraan pemerintahan desa tersebut.
Desa Selotong merupakan salah satu dari 16 desa di Kecamatan
Secanggang Kabupaten Langkat. Berdasarkan wawancara awal yang peneliti

lakukan didapatkan informasi bahwa mengenai koordinasi antara BPD dan
Pemerintah Desa Selotong dapat dikatakan sudah baik tetapi juga belum berjalan
seperti apa yang diharapkan, artinya ke dua aktor tersebut belum dapat secara
maksimal bekerjasama dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Selain itu
juga, masih ada anggota BPD maupun Pemerintah Desa yang belum memahami
dan mengerti secara mendalam mengenai fungsi dan tugasnya masing-masing.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai koordinasi antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan
Pemerintah Desa, adapun yang menjadi judul penelitian ini adalah “Efektivitas
Koordinasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa

6
Universitas Sumatera Utara

dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada Desa Selotong
Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat)”.

1.2

Fokus Masalah

Penelitian ini memiliki fokus masalah yang menjadi batasan peneliti dalam

melakukan penelitian. Peneliti melakukan fokus masalah yang akan diteliti karena
begitu banyak teori dalam ilmu sosial dengan persepsi yang berbeda-beda
sehingga perlu dilakukan fokus masalah agar menjadi acuan bagi peneliti dalam
melakukan penelitian di lapangan. Adapun yang menjadi fokus masalah dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana efektivitas koordinasi antara
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa dalam proses
penyusunan dan penetapan Peraturan Desa (legislasi), penyusunan dan penetapan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) (Budgeting) dan pelaksanaan
pengawasan terhadap pemerintahan desa (monitoring) dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.

1.3

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang

menjadi perhatian penulis dalam penelitian ini adalah “Bagaimana efektivitas
koordinasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa dalam

penyelenggaraan pemerintahan desa pada Desa Selotong, Kecamatan Secanggang,
Kabupaten Langkat?”.

7
Universitas Sumatera Utara

1.4

Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

efektivitas koordinasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa
dalam penyelenggaraan pemerintahan desa pada Desa Selotong, Kecamatan
Secanggang, Kabupaten Langkat, serta melihat kendala-kendala yang dihadapi
dalam koordinasi antara BPD dan Pemerintah Desa tersebut.

1.5

Manfaat Penelitian
Suatu penelitian tentunya diharapkan mampu memberikan manfaat bagi

berbagai pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat secara Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan
kemampuan berfikir ilmiah, sistematis, dan mengembangkan kemampuan
menulis berdasarkan kajian teori yang diperoleh dari Ilmu Administrasi
Negara khususnya yang berkaitan dengan efektivitas koordinasi Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa.
2. Manfaat secara Praktis
Hasil dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran dan masukan bagi
anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa terkait
sehubungan dengan menjalankan fungsi dan peranannya masing-masing
dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

8
Universitas Sumatera Utara

3. Manfaat secara Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan referensi baik
pada Ilmu Administrasi Negara maupun peneliti selanjutnya, yang berkaitan
dengan masalah efektivitas koordinasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
dan Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

1.6

Kerangka Teori
Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang

mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang
membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa
suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan
dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan
selanjutnya.
Menurut Kerlinger yang dikutip dari efendi (2012:35), teori adalah
serangkaian konsep, konstruk, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu
fenomena sosial secara sistematis dengan cara mengonstruksi hubungan antara
konsep dan proposisi dengan menggunakan asumsi dan logika tertentu. Di dalam
studi penelitian perlu adanya kejelasan titik tolak atau landasan berpikir untuk
memecahkan dan membahas masalah. Untuk itu perlu disusun suatu kerangka
teori sebagai pedoman yang menggambarkan dari mana sudut makala itu disorot
(Nawawi,1992:149).
Menurut Arikunto (1996:92) Kerangka Teori adalah bagian dari penelitian,
tempat dimana peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan
tentang variable pokok, sub variable, atau pokok masalah yang ada dalam

9
Universitas Sumatera Utara

penelitian. Kerangka teori / theoretical frame work adalah kerangka berpikir kita
yang bersifat teoritis atau konsepsional mengenai masalah yang kita teliti. Teori
merupakan asumsi atau proposisi yang telah dibuktikan kebenarannya
(Rianto,2004:29).
Sebagai landasan berpikir dalam menyelesaikan atau memecahkan
masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu dan
sebagai bahan referensi dalam penelitian. Adapun kerangka teori dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:

1.6.1

Efektivitas
Dalam suatu organisasi dapat diukur tingkat keberhasilannya dengan

mengamati efektif tidaknya organisasi tersebut dalam menjalankan tugasnya. Kata
efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu
yang dilakukan berhasil dengan baik. Menurut Harbani Pasolong (2007:4),
efektivitas pada dasarnya berasal dari kata “efek” dan digunakan istilah ini
sebagai hubungan sebab akibat. Efektivitas dapat dipandang sebagai suatu sebab
dari variabel lain. Efektivitas berarti bahwa tujuan yang telah direncanakan
sebelumnya dapat tercapai atau dengan kata sasaran tercapai karena adanya proses
kegiatan.
Martani dan Lubis (1987:55) menyatakan bahwa dalam setiap organisasi,
efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran
yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain suatu organisasi disebut
efektif apabila tercapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.
Sedangkan menurut James L. Gibson dkk dalam Pasolong (2007 : 3)

10
Universitas Sumatera Utara

mendefinisikan Efektivitas sebagai pencapaian sasaran dari upaya bersama.
Derajat pencapaian sasaran menunjukan derajat efektivitas. Lebih lanjut menurut
Agung Kurniawan (2005:109) dalam bukunya Transformasi Pelayanan Publik
mendefinisikan efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi
(operasi kegiatan program atau misi) dari pada suatu organisasi atau sejenisnya
yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya.
Sondang P Siagan (2001 : 24) mendefinisikan : Efektivitas sebagai
pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang
secara sadar ditetapakan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang dan
jasa atas kegiatan yang dijalankan. Efektivitas dalam hal ini menunjukan
keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil
kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.
Sedangkan menurut Atmosoprapto (2002:139) menyatakan efektivitas adalah
melakukan hal yang benar sedangkan efisiensi adalah melakukan hal secara benar,
atau efektivitas adalah sejauh mana kita mencapai sasaran dan efisiensi adalah
bagaimana kita mencampur segala sumber daya secara cermat.
Efektivitas memiliki 3 tingkatan sebagaimana didasarkan oleh David J.
Lawless dalam Gibson, Ivancevich dan Donnely (1997:25-26) antara lain:
1. Efektivitas individu
Efektivitas individu didasarkan pada pandangan dari segi individu yang
menekankan pada hasil karya karyawan atau anggota dari organisasi.

11
Universitas Sumatera Utara

2. Efektivitas kelompok
Adanya pandangan bahwa pada kenyataannya individu saling bekerjasama
dalam kelompok. Jadi efektivitas kelompok merupakan kontribusi dari semua
anggota kelompoknya.
3. Efektivitas organisasi
Efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu dan kelompok. Melalui
pengaruh sinergitas, organisasi mampu mendapatkan hasil karya yang lebih
tinggi tingkatannya daripada jumlah hasil karya tiap-tiap bagiannya.
Stoner (1982:27) menekankan pentingnya efektivitas organisasi dalam
pencapaian tujuan-tujuan organisasi dan efektivitas adalah kunci dari kesuksesan
suatu organisasi. Sharma (1982:314) memberikan kriteria atau ukuran efektivitas
organisasi yaitu yang menyangkut faktor internal organisasi dan faktor lingkungan
organisasi itu berada (eksternal) yaitu :
1. Produktivitas organisasi/out put
2. Fleksibilitas organisasi dan bentuk keberhasilannya menyusuaikan diri
dengan perubahan-perubahan didalam dan diluar organisasi
3. Tidak adanya ketegangan didalam organisasi/hambatan-hambatan konflik
diantara bagian-bagian organisasi.
Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa pada dasarnya
efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan dan sasaran organisasional sesuai
dengan yang ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang
dilakukan, sejauh mana seseorang atau organisasi menghasilkan keluaran atau
output sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan pengertian-pengertian yang
telah dipaparkan di atas, ada 4 hal yang merupakan unsur-unsur efektivitas, yaitu:

12
Universitas Sumatera Utara

a. Pencapaian tujuan, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
b. Ketepatan waktu, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila penyelesaian atau
tercapai tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan.
c. Manfaat, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila tujuan ini memberikan
manfaat bagi masyarakat sesuai kebutuhan.
d. Hasil yang diperoleh, adanya hasil dari program yang telah terlaksana sesuai
dengan harapan masyarakat.

1.6.2

Koordinasi

1.6.2.1 Pengertian Koordinasi
Menurut Stoner (dalam Sugandha 1991:12) Koordinasi adalah Proses
penyatu-paduan sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan dari unit-unit yang
berpisah (bagian atau bidang fungsional) dari sesuatu organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi secara efisien. Sedangkan menurut G.R Terry dalam Hasibuan
(2006 : 85) berpendapat bahwa koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan
teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan
pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada
sasaran yang telah ditentukan.
Menurut E. F. L. Brech dalam bukunya, The Principle and Practice of
Management yang dikutip Handayaningrat (2002:54) Koordinasi adalah
mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan
pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu
dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu

13
Universitas Sumatera Utara

sendiri. Sementara Hasibuan (2006:85) berpendapat bahwa Koordinasi adalah
kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur
manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan
organisasi.
Dari beberapa pengertian koordinasi di atas dapat disimpulkan bahwa
koordinasi adalah kerjasama antar bagian atau sektor yang menciptakan
keharmonisan kerja dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan
bersama yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

1.6.2.2 Tujuan Koordinasi
Menurut Hasibuan (2011:87) tujuan dari koordinasi adalah:
a. Mengarahkan dan menyatukan semua tindakan serta pemikiran ke arah
tercapainya sasaran perusahaan.
b. Menjuruskan keterampilan spesialis ke arah sasaran perusahaan.
c. Menghindari kekosongan dan tumpang tindih pekerjaan.
d. Menghindari kekacauan dan penyimpangan tugas dari sasaran.
e. Mengintegrasikan tindakan dan pemanfaatan unsur manajemen ke arah
sasaran organisasi.
f. Menghindari keterampilan overlanding dari sasaran perusahaan.

1.6.2.3 Tipe – Tipe Koordinasi
Umumnya organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan
disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi tertentu yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas agar pencapaian tujuan tercapai dengan baik. Hasibuan

14
Universitas Sumatera Utara

(2011:86) berpendapat bahwa tipe koordinasi di bagi menjadi dua bagian besar
Umumnya organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan disesuaikan
dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi tertentu yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas agar pencapaian tujuan tercapai dengan baik. Hasibuan
(2011:86) berpendapat bahwa tipe koordinasi di bagi menjadi dua bagian besar
yaitu koordinasi vertikal dan koordinasi horizontal. Kedua tipe ini biasanya ada
dalam sebuah organisasi. Makna kedua tipe koordinasi ini dapat dilihat pada
penjelasan di bawah ini:
a. Koordinasi vertikal (Vertical Coordination) adalah kegiatan-kegiatan
penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unitunit,
kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung
jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasi semua aparat yang ada di bawah
tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif
mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang
sulit diatur.
b. Koordinasi horizontal (Horizontal Coordination) adalah mengkoordinasikan
tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang
dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang
setingkat. Koordinasi horizontal ini dibagi atas interdisciplinary dan
interrelated. Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka
mengarahkan, menyatukan tindakan-tindakan, mewujudkan, dan menciptakan
disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern maupun
ekstern pada unit-unit yang sama tugasnya. Sedangkan Interrelated adalah
koordinasi antar badan (instansi) beserta unit-unit yang fungsinya berbeda,

15
Universitas Sumatera Utara

tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergantung atau mempunyai
kaitan secara intern atau ekstern yang levelnya setaraf. Koordinasi horizontal
ini relatif sulit dilakukan, karena coordinator tidak dapat memberikan sanksi
kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya setingkat.

1.6.2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Koordinasi
Hasibuan (2006:88), berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
koordinasi sebagai berikut:
a. Kesatuan Tindakan
Pada hakekatnya koordinasi memerlukan kesadaran setiap anggota
organisasi atau satuan organisasi untuk saling menyesuaikan diri atau
tugasnya dengan anggota atau satuan organisasi lainnya agar anggota atau
satuan organisasi tersebut tidak berjalan sendiri-sendiri. Oleh sebab itu
konsep kesatuan tindakan adalah inti dari pada koordinasi. Kesatuan dari pada
usaha, berarti bahwa pemimpin harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha
dari pada tiap kegiatan individu sehingga terdapat adanya keserasian di dalam
mencapai hasil. Kesatuan tindakan ini adalah merupakan suatu kewajiban dari
pimpinan untuk memperoleh suatu koordinasi yang baik dengan mengatur
jadwal waktu dimaksudkan bahwa kesatuan usaha itu dapat berjalan sesuai
dengan waktu yang telah dirncanakan.
b. Komunikasi
Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari koordinasi, karena komunikasi,
sejumlah unit dalam organisasi akan dapat dikoordinasikan berdasarkan
rentang dimana sebagian besar ditentukan oleh adanya komunikasi.

16
Universitas Sumatera Utara

Komunikasi merupakan salah satu dari sekian banyak kebutuhan manusia
dalam menjalani hidup dan kehidupannya. “Perkataan komunikasi berasal
dari perkataan communicare, yaitu yang dalam bahasa latin mempunyai arti
berpartisipasi ataupun memberitahukan” Dalam organisasi komunikasi sangat
penting karena dengan komunikasi partisipasi anggota akan semakin tinggi
dan pimpinan memberitahukan tugas kepada karyawan harus dengan
komunikasi. Dengan demikian komunikasi merupakan hubungan antara
komunikator dengan komunikan dimana keduanya mempunyai peranan
dalam menciptakan komunikasi.
Dari pengertian komunikasi sebagaimana disebut di atas terlihat bahwa
komunikasi itu mengandung arti komunikasi yang bertujuan merubah tingkah
laku manusia. Karena sesuai dengan pengertian dari ilmu komunikasi, yaitu
suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas azas-azas, dan
atas dasar azas-azas tersebut disampaikan informasi serta dibentuk pendapat
dan sikap. Maka komunikasi tersebut merupakan suatu hal perubahan suatu
sikap dan pendapat akibat informasi yang disampaikan oleh seseorang kepada
orang lain. Sehingga dari uraian tersebut terlihat fungsi komunikasi sebagai
berikut :
1. Mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai kejadian dalam
suatu lingkungan.
2. Menginterpretasikan terhadap informasi mengenai lingkungan
3. Kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai dan norma sosial dari
generasi yang satu ke generasi yang lain.

17
Universitas Sumatera Utara

4. Maka dari itu komunikasi itu merupakan suatu upaya yang dilakukan
oleh seseorang untuk merubah sikap dan perilaku orang lain dengan
melalui

informasi

atau

pendapat

atau

pesan

atau

idea

yang

disampaikannya kepada orang tersebut.
c. Pembagian Kerja
Secara teoritis tujuan dalam suatu organisasi adalah untuk mencapai
tujuan bersama dimana individu tidak dapat mencapainya sendiri. Kelompok
dua atau lebih orang yang berkeja bersama secara kooperatif dan
dikoordinasikan dapat mencapai hasil lebih daripada dilakukan perseorangan.
Dalam suatu organisasi, tiang dasarnya adalah prinsip pembagian kerja
(Division of labor). Prinsip pembagian kerja ini adalah maksudnya jika suatu
organisasi diharapkan untuk dapat berhasil dengan baik dalam usaha
mencapai tujuanya, maka hendaknya lakukan pembagian kerja. Dengan
pembagian kerja ini diharapkan dapat berfungsi dalam usaha mewujudkan
tujuan suatu organisasi. Pembagian kerja adalah perincian tugas dan
pekerjaan agar setiap individu dalam organisasi bertanggung jawab untuk
melaksanakan sekumpulan kegiatan yang terbatas.
Jadi pembagian kerja pekerjaan menyebabkan kenaikan efektifitas secara
dramatis, karena tidak seorangpun secara fisik mampu melaksanakan
keseluruhan aktifitas dalam tugas–tugas yang paling rumit dan tidak
seorangpun juga memiliki semua keterampilan yang diperlukan untuk
melaksanakan berbagai tugas. Oleh karena itu perlu diadakan pemilahan
bagian–bagian tugas dan membagi baginya kepada sejumlah orang.

18
Universitas Sumatera Utara

Pembagian pekerjaan yang dispesialisasikan seperti itu memungkinkan orang
mempelajari keterampilan dan menjadi ahli pada fungsi pekerjaan tertentu.
d. Disiplin
Pada setiap organisasi yang kompleks, setiap bagian harus bekerja secara
terkoordinasi,

agar

masing-masing

dapat

menghasilkan

hasil

yang

diharapkan. Koordinasi adalah usaha penyesuaian bagian-bagian yang
berbeda-beda agar kegiatan dari pada bagian-bagian itu selesai pada
waktunya, sehingga masingmasing dapat memberikan sumbangan usahanya
secara maksimal agar diperoleh hasil secara keseluruhan, untuk itu diperlukan
disiplin.

1.6.3

Lembaga Perwakilan

1.6.3.1 Pengertian Perwakilan
Definisi perwakilan atau representasi (representation) sangat bervariasi.
Budiardjo (2008:317) mendefinisikan Perwakilan adalah konsep bahwa seorang
atau suatu kelompok mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk bicara dan
bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Sejalan dengan pendapat
tersebut, Hanna Penichel Pitkin (1957) mendefinisikannya sebagai proses
mewakili, di mana wakil bertindak dalam rangka bereaksi kepada kepentingan
pihak yang diwakili. Wakil bertindak sedemikian rupa sehingga diantara wakil
dan pihak yang diwakili tidak terjadi konflik dan jika pun terjadi, maka harus
mampu meredakan dengan penjelasan.
Sedangkan menurut Pito dkk (2006:102-103) mengemukakan perwakilan
lainnya dari beberapa ahli dalam Andrianus(102-103), yang pada intinya

19
Universitas Sumatera Utara

mengemukakan bahwa perwakilan diartikan sebagai proses hubungan diantara
dua pihak, yaitu wakil dengan terwakili dimana wakil memegang kewenangan
untuk bertindak sesuai dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan terwakili,
selain itu wakil harus mampu membuat kebijakan yang menyangkut kepentingan
umum sesuai dengan kepentingan pihak terwakil.
Dari beberapa pengertian perwakilan diatas, dapat disimpulkan bahwa
perwakilan adalah suatu hubungan antara dua pihak yaitu pihak wakil dan pihak
yang terwakili yang terwujud dalam hubungan antara lembaga perwakilan dan
masyarakat, dimana setiap sikap dan tindakan seorang wakil harus sesuai dengan
persetujuan pihak yang terwakili, serta harus peka terhadap kepentingan,
kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

1.6.3.2 Teori Perwakilan
Duduknya

seseorang

di

Lembaga

Perwakilan,

baik

itu

karena

pengangkatan/ penunjukan maupun melalui pemilihan umum, mengakibatkan
timbulnya hubungan antara si wakil dengan yang mewakilinya. Hubungan
tersebut akan dibahas dengan teori sebagai berikut (Saragih, 1987:82) :
1. Teori Mandat
Seorang wakil dianggap duduk di lembaga Perwakilan karena mendapat
mandat dari rakyat sehingga disebut mandataris. Yang memberikan teori ini
dipelopori oleh Rousseau dan diperkuat oleh Petion. Teori mandat ini dapat
dibagi menjadi tiga kelompok pendapat, yaitu:

20
Universitas Sumatera Utara

a. Mandat Imperatif, menurut teori ini bahwa seorang wakil yang bertindak
di lembaga perwakilan harus sesuai dengan perintah (intruksi) yang
diberikan oleh yang diwakilinya.
b. Mandat Bebas, teori ini berpendapat bahwa sang wakil dapat bertindak
tanpa tergantung pada perintah (intruksi) dari yang diwakilinya.
c. Mandat Representative, teori ini mengatakan bahwa sang wakil dianggap
bergabung dalam lembaga perwakilan, dimana yang diwakili memilih
dan memberikan mandat pada lembaga perwakilan, sehingga sang wakil
sebagai individu tidak ada hubungan dengan pemilihnya apalagi untuk
minta pertanggungjawabannya.
2. Teori Organ
Ajaran ini lahir di Prancis sebagai rasa ketidakpuasan terhadap ajaran teori
mandat. Teori ini diungkapkan oleh seorang berkebangsaan Jerman yang
bernama Von Gierke. Menurut teori ini negara merupakan satu organisme
yang mempunyai alat-alat perlengkapannya seperti : eksekutif, parlemen dan
rakyat, yang semuanya itu mempunyai fungsinya sendiri-sendiri dan saling
bergantung satu sama lain. Dengan demikian maka setelah rakyat memilih
lembaga perwakilan mereka tidak perlu lagi mencampuri lembaga perwakilan
tersebut dan lembaga ini bebas menjalankan fungsinya sesuai dengan
kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Teori ini didukung
oleh Paul Laband dan G. Jellinek.
3. Teori Sosiologi Rieker
Ajaran ini menganggap bahwa lembaga perwakilan bukan merupakan
bangunan politis, akan tetapi merupakan bangunan masyarakat (sosial). Para

21
Universitas Sumatera Utara

pemilih akan memilih wakil-wakilnya yang dianggap benar-benar ahli dalam
bidang kenegaraan yang akan bersungguh-sungguh membela kepentingan
para pemilih. Sehingga lembaga perwakilan yang terbentuk itu terdiri dari
golongan-golongan dan kepentingan yang ada dalam masyarakat. Artinya
bahwa lembaga perwakilan itu tercermin dari lapisan masyarakat yang ada.
4. Teori Hukum Objektif dari Duguit
Leon Duguit mengatakan bahwa hubungan antara rakyat dan parlemen
dasarnya adalah solidaritas. Wakil-wakil rakyat dapat melaksanakan dan
menjalankan tugas kenegaraannya hanya atas nama rakyat. Sebaliknya rakyat
tidak akan dapat melaksanakan tugas kenegaraannya tanpa memberikan
dukungan kepada wakil-wakilnya dalam menentukan wewenang pemerintah.
Dengan demikian ada pembagian kerja antara rakyat dan parlemen (Badan
Perwakilan Rakyat). Keinginan untuk berkelompok yang disebut solidaritas
adalah merupakan dasar dari hukum dan bukan hak-hak yang diberikan
kepada mandataris yang membentuk lembaga perwakilan tersebut.

1.6.3.3 Fungsi Lembaga Perwakilan
Lembaga

Perwakilan

yang

disebut

dengan

Parlemen

umumnya

mempunyai 3 (tiga) fungsi, yaitu (Saragih, 1987:88):
1. Fungsi Perundang-undangan, fungsi ini meliputi pembentukan Undangundang biasa seperti UU pemilu, UU pajak, UU tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan sebagainya.

22
Universitas Sumatera Utara

2. Fungsi Pengawasan, adalah fungsi yang dijalankan oleh Parlemen untuk
mengawasi eksekutif agar berfungsi menurut Undang-undang yang dibentuk
oleh Parlemen.
3. Sarana Pendidikan Politik, melalui pembahasan-pembahasan kebijaksanaan
perwakilan di DPR, atau dimuat dan diulas di media massa, rakyat mengikuti
persoalan yang menyangkut kepentingan umum dan menilai kemampuan
masing-masing dan secara tidak langsung mereka dididik ke arah warga
negara yang sadar akan hak dan kewajibannya.
Sedangkan menurut Arbi Sanit (1985:253) menjelaskan fungsi lembaga
legislatif sebagai berikut:
1.

Fungsi perwakilan politik, lembaga legislatif/lembaga perwakilan membuat
kebijakan atas nama anggota masyarakat yang secara keseluruhan terwakili di
dalam lembaga tersebut.

2.

Fungsi perundang-undangan, lembaga legislatif/lembaga perwakilan rakyat
memuaskan kepentingan dan aspirasi anggota masyarakat ke dalam
kebijaksanaan formal dalam bentuk undang-undang.

3.

Fungsi pengawasan, lembaga ini melindungi kepentingan rakyat, sebab
melalui penggunaan kekuasaan yang dilandasi oleh fungsi ini, lembaga
legislatif/lembaga perwakilan rakyat dapat mengoreksi semua kegiatan
lembaga kenegaraan lainnya melalui pelaksanaan berbagai haknya. Dengan
demikian, tindakan-tindakan yang dapat mengabaikan kepentingan anggota
masyarakat dapat diperbaiki.

23
Universitas Sumatera Utara

1.6.4

Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

1.6.4.1 Pengertian BPD
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan perubahan nama dari
Badan Perwakilan Desa yang ada selama ini. Perubahan ini didasarkan pada
kondisi faktual bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi
“musyawarah untuk mufakat”. Musyawarah berbicara tentang proses, sedangkan
mufakat berbicara tentang hasil. Hasil yang diharapkan diperoleh dari proses yang
baik. Melalui musyawarah untuk mufakat, berbagai konflik antara para elit politik
dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak sampai menimbulkan
goncangan-goncangan yang merugikan masyarakat luas.
Dalam Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dikatakan bahwa
Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan
wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan
secara demokratis.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, dimana demokrasi yang
dimaksud adalah bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
harus memperhatikan aspirasi dari masyarakat yang diartikulasikan dan
diagresiasikan oleh BPD dan lembaga masyarakat lainnya. Dalam Pemerintahan
Desa BPD dapat dianggap sebagai “parlemen”-nya desa karena memiliki peran
sebagai pembuat dan pengesah peraturan desa. BPD mempunyai kedudukan
sejajar dengan pemerintah desa (kepala desa) dengan kata lain BPD dan
Pemerintah Desa merupakan mitra yang saling bekerja sama dalam mewujudkan

24
Universitas Sumatera Utara

kesejahteraan masyarakat desa, maka disini terjadi mekanisme check and balance
system dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan peraturan
desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat,
serta mengawasi kinerja Kepala Desa (UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Pasal 55) . Oleh karenanya BPD sebagai badan permusyawaratan yang berasal
dari masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan
penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat desa, juga dapat menjadi
lembaga yang berperan sebagai lembaga representasi dari masyarakat. Dalam
melaksanakan perannya sebagai sarana yang melancarkan keputusan kolektif di
desa maka BPD yang merupakan wakil dari masyarakat desa tersebut, harus
menjembatani antara masyarakat dengan Pemerintahan Desa agar minimal adanya
kesamaan pendapat dalam menentukan keputusan-keputusan kolektif di desa dan
apabila tidak dijembatani maka setidaknya BPD mampu menyalurkan aspirasi
masyarakat kepada pemerintah desa agar nantinya setiap keputusan-keputusan
yang diambil merupakan kesepakatan bersama dan sesuai dengan harapan dan
keinginan masyarakat.
Dalam pencapaian tujuan mensejahterakan masyarakat desa, masingmasing unsur Pemerintah Desa dan BPD dapat menjalankan fungsinya dengan
mendapat dukungan dari masyarakat setempat. Oleh karena itu hubungan yang
bersifat kemitraan antara BPD dengan Pemerintah Desa harus didasari pada
filosofi antara lain (Wasistiono 2006:36) :
1. Adanya kedudukan yang sejajar diantara yang bermitra
2. Adanya kepentingan bersama yang ingin dicapai

25
Universitas Sumatera Utara

3. Adanya niat baik untuk membantu dan saling mengingatkan
4. Adanya prinsip saling menghormati
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Badan
Permusyawaratan Desa berkedudukan sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi
pemerintahan. Kemudian didalam pasal 56 ayat 1 disebutkan bahwa anggota
Badan Permusyawaratan Desa merupakn wakil dari penduduk desa berdasarkan
keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis. Ayat 2
menyebutkan masa keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa selama 6 (enam)
tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji. Kemudian dalam ayat 3
disebutkan bahwa anggota Badan Permusyawaratan Desa dapat dipilih untuk
masa kanggotaan paling banyak 3 (tga) kali secara berturut-turut atau tidak secara
berturut-turut.
Persyaratan untuk menjadi anggota Badan Permusyawaratan

Desa

disebutkan dalam pasal 57 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa,
yaitu:
a.

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b.

memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UndangUndang

Dasar

Negara

Republik

Indonesia

Tahun

1945,

serta

mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
c.

berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun atau sudah/pernah menikah;

d.

berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat;

e.

bukan sebagai perangkat Pemerintah Desa;

f.

bersedia dicalonkan menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa; dan

26
Universitas Sumatera Utara

g.

wakil penduduk Desa yang dipilih secara demokratis.
Jumlah anggota Badan Permusyaratan Desa ditentukan berdasarkan

jumlah penduduk desa yang bersangkutan. Anggota BPD dipilih dari calon-calon
yang diajukan oleh kalangan adat, agama, organisasi social-politik, golongan
profesi dan unsur pemuka masyarakat lainnya yang memenuhi persyaratan :
a. Mengayomi, yaitu menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup dan
berkembang di desa yang bersangkutan, sepanjang menunjang kelangsungan
pembangunan.
b. Legalisis, yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa
bersama-sama Pemerintah Desa.
c. Pengawasan, yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanana peraturan desa,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) serta Keputusan Kepala
Desa.
d. Menampung aspirasi yang diterima dari masyarakat dan menyalurkan kepada
pejabat instansi yang berwenang (Widjaja 2001:13).

1.6.4.2 Tugas BPD
BPD merupakan lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan. BPD
berfungsi membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala
Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa, serta melakuakn
pengawasan terhadap kinerja kepala desa.
Atas fungsi tersebut, BPD mempunyai tugas sebagai berikut :
a) Menyelenggarakan musyawarah desa yang diikuti oleh Kepala Desa, BPD,
serta unsur dari perwakilan masyarakat desa untuk memutuskan hal-hal yang

27
Universitas Sumatera Utara

bersifat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan pemerintahan desa,
yaitu : penataan Desa, perencanaan Desa, kerja sama Desa, rencana investasi
yang masuk ke Desa, pembentukan BUM Desa, pertambahan dan pelepasan
Aset Desa, dan kejadian luar biasa;
b) Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa dalam musyawarah
desa yang juga diikuti oleh unsur masyarakat desa;
c) Menerima laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan desa setiap
akhir tahun anggaran dari Kepala Desa dalam rangka melakukan pengawasan
kinerja pemerintahan desa;
d) Memberitaukan secara terutlis kepada Kepala Desa tentang masa jabatan
yang akan berakhir yang disampaikan 6 (enam) bulan sebelum masa jabatan
berakhir.
e) Membentuk panitia pemilihan kepala desa yang akan melaksanakan tugas
pemilihan Kepala Desa mulai dari persiapan hingga penetapan;
f) Melaporakan hasil pelaksanaan pemilihan kepala desa kepada pejabat
Bupati/Walikota;
g) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan, dan menyalurkan
aspirasi masyarakat; dan
h) Menyusun tata tertib BPD.

1.6.4.3 Hak BPD
Dalam UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa pada pasal 61 dikatakan bahwa
yang menjadi hak dari Badan Permusyawaratan Desa adalah sebagai berikut :

28
Universitas Sumatera Utara

a. mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan
Desa kepada Pemerintah Desa;
b. menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa; dan
c. mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

1.6.4.4 Hak dan Kewajiban Anggota BPD
Dalam UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa pada pasal 62 dikatakan bahwa
yang menjadi hak dari Anggota BPD adalah sebagai berikut :
1. Mengajukan rancangan peraturan desa ;
2. Mengajukan pertanyaan ;
3. Menyampaikan usul dan pendapat;
4. Memilih dan dipilih ;
5. Memperoleh tunjangan dari anggaran pendapatan dan belanja desa.
Sedangkan yang menjadi kewajiban anggota BPD pada pasal 63 adalah
sebagai berikut:
1. Memegang teguh dan mengamalkan pancasila, melaksanakan UUD Negara
Republik Indonesia 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika ;
2. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
desa;

29
Universitas Sumatera Utara

3. Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindak lanjuti aspirasi
masyarakat;
4. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok dan
golongan;
5. Menghormati nilai - nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat
setempat; dan
6. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga
kemasyarakatan.

1.6.5

Pemerintahan Desa

1.6.5.1 Pengertian Desa
Menurut UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Desa adalah desa dan desa
adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Desa merupakan garda depan dari sistem pemerintahan Republik
Indonesia yang keberadaannya merupakan ujung tombak dari pelaksanaan
kehidupan yang demokratis di daerah. Peranan masyarakat desa sesungguhnya
merupakan cermin atas sejauh mana aturan demokrasi diterapkan dalam
Pemerintah Desa sekaligus merupakan ujung tombak implementasi kehidupan
demokrasi bagi setiap warganya.

30
Universitas Sumatera Utara

Selain itu juga banyak ahli yang mengemukakan pengertian tentang desa
diantaranya menurut Widjaja (2005:3), mengemukakan pengertian dari desa
adalah sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli
berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa dimana landasan pemikiran
dalam mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi
asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan menurut P. J.
Bournen (dalam Hanif Nucholis, 2011: 4), Desa adalah salah satu bentuk kuno
dari kehidupan bersama sebanyak berapa ribu orang, hampir semua saling
mengenal ; kebanyakan yang termasuk didalamnya hidup dari pertanian,
perikanan, dan sebagainya usaha – usaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan
kehendak alam dan dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatan – ikatan
keluarga yang rapat, ketaatan, dan kaidah – kaidah sosial.
Pengertian desa dari sudut pandang sosial budaya dapat diartikan sebagai
komunitas dalam kesatuan geografis tertentu dan antar mereka saling mengenal
dengan baik dengan corak kehidupan yang relatif homogen dan banyak
bergantung secara langsung dengan alam. Oleh karena itu, desa diasosiasikan
sebagai masyarakat yang hidup secara sederhana pada sektor agraris, mempunyai
ikatan sosial, adat dan tradisi yang kuat bersahaja serta tingkat pendidikan yang
rendah (Adisasmita, 2006: 18).
Jadi, dari pemaparan di atas dapat disumpulkan bahwa desa (atau yang
disebut dengan nama lain sesuai bahasa daerah setempat) dapat dikatakan sebagai
suatu wilayah yang ditinggali oleh sejumlah orang yang saling mengenal, hidup
bergotong royong, memiliki adat istiadatnya yang relatif sama, dan mempunyai
tata-cara tersendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. Sebagian

31
Universitas Sumatera Utara

besar mata pencahariannya adalah bertani atau nelayan. Pada desa daratan
sebagian besar penduduknya mencari penghidupan sebagai petani baik sawah
ataupun kebun, sedangkan pada desa pesisir sebagian besar penduduknya mencari
penghidupan sebagai nelayan.

1.6.5.2 Pemerintahan Desa
Menurut kamus Wikipedia Bahasa Indonesia, Pemerintah secara etimologi
berasal dari kata “Perintah”, yang berarti suatu individu yang memiliki tugas
sebagai pemberi perintah. Sedangkan definisi dari Pemerintahan adalah suatu
lembaga yang terdiri dari sekumpulan orang-orang yang mengatur suatu
masyarakat yang meliliki cara dan strategi yang berbeda-beda dengan tujuan agar
masyarakat tersebut dapat tertata dengan baik. Begitupun dengan keberadaan
pemerintahan desa yang telah dikenal lama dalam tatanan pemerintahan di
Indonesia bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka.
Menurut UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pemerintahan desa adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain itu, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa adalah seluruh proses
kegiatan manajemen pemerintahan dan pembangunan Desa berdasarkan
kewenagan desa yang ada, meliputi perencanaan, penetapan kebijakkan,
pelaksanaan,

pengorganisasian,

pengawasan,

pengendalian,

pembiayaan,

koordinasi, pelestarian, penyempurnaan dan pengembagannya (PEMENDAGRI
No. 35 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Tata Cara Pelaporan dan
Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintahan Desa).

32
Universitas Sumatera Utara

Adapun urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa sesuai yang
tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang desa, adalah sebagai
berikut:
a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul
Kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul paling sedikit terdiri atas: sistem
organisasi masyarakat adat; pembinaan kelembagaan masyarakat; pembinaan
lembaga dan hukum adat; pengelolaan tanah kas Desa; dan pengembangan
peran masyarakat Desa.
b. Kewenangan lokal berskala desa
Kewenangan lokal berskala Desa paling sedikit terdiri atas kewenangan:
kengelolaan tambatan perahu; pengelolaan pasar Desa; pengelolaan tempat
pemandian umum; pengelolaan jaringan irigasi; pengelolaan lingkungan
permukiman masyarakat Desa; pembinaan kesehatan masyarakat dan
pengelolaan pos pelayanan terpadu; pengembangan dan pembinaan sanggar
seni dan belajar; pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan;
pengelolaan embung Desa; pengelolaan air minum berskala Desa; dan
pembuatan jalan Desa antarpermukiman ke wilayah pertanian.
c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
atau pemerintah daerah kabupaten/ kota; dan
d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

33
Universitas Sumatera Utara

1.6.5.3 Pemerintah Desa
Pemerintah Desa menurut Dra. Sumber Saparin (1977) dalam bukunya
“Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Desa”, menyatakan bahwa:
“Pemerintah Desa ialah merupakan simbol formal dari pada kesatuan masyarakat
desa. Pemerintah desa diselengarakan di bawah pimpinan seorang kepala desa
beserta para pembantunya (Prangkat Desa), mewakili masyarakat desa guna
hubungan ke luar maupun ke dalam masyarakat yang bersangkutan”.
Pemerintah desa sebagai penyelenggara pemerintahan yang terendah dan
langsung berhadapan dengan rakyat mempunyai beban tugas yang cukup berat
karena selain harus melaksanakan segala urusan yang datangnya dari pihak atasan
juga

harus

mengurus

berbagai

urusan

rumah

tangga

desa

yang

pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat (Misdiyanti, 1993: 47).
Dalam UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa dikatakan Pemerintah Desa
adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
Perangkat Desa sebagaimana yang dimaksud diatas, terdiri dari:
1. Sekretaris desa, yaitu unsur staf atau pelayanan yang diketuai oleh sekretaris
desa
2. Unsur pelaksana teknis, yaitu unsur pembantu kepala desa yang
melaksanakan unsur teknis lapangan seperti unsur pengairan, keagamaan dan
lain – la

Dokumen yang terkait

Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada BPD Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan)

5 96 117

Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Studi Tentang Proyek Desa Di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan)

35 350 77

Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

1 62 186

Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembangunan Pertanian Di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

1 71 103

Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyaratan Desa (BPD) di Desa Janjimaria

0 40 88

Efektivitas Koordinasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada Desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat)

3 20 133

Efektivitas Koordinasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada Desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat)

0 0 11

Efektivitas Koordinasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada Desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat)

0 0 1

Efektivitas Koordinasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada Desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat)

0 0 5

Efektivitas Koordinasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada Desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat)

0 0 2