Hubungan Antara Resiliensi dan Perilaku Inovatif Pada Karyawan Multi Level Marketing X

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Perilaku Inovatif
1. Pengertian Perilaku Inovatif
Perilaku inovatif didefinisikan sebagai tindakan individu yang
mengarah pada pemunculan, pengenalan dan penerapan dari sesuatu yang
baru dan menguntungkan (Kleysen dan street, dalam Fajrianthi, 2012).
Sesuatu yang menguntungkan meliputi pengembangan ide produk baru
atau teknologi-teknologi, perubahan dalam prosedur administratif yang
bertujuan untuk meningkatkan relasi kerja atau penerapan dari ide-ide
baru atau teknologi-teknologi untuk proses kerja yang secara signifikan
meningkatkan efisiensi dan efektifitas mereka (Kleysen dan street, dalam
Fajrianthi, 2012).
Menurut Wess &Farr (dalam De Jong & Kemp, 2012) perilaku
inovatif adalah semua perilaku individu yang diarahkan untuk
menghasilkan, memperkenalkan, dan mengaplikasikan hal-hal baru, yang
12

Universitas Sumatera Utara


bermanfaat dalam berbagai level organisasi. Perilaku inovatif sering
dikaitkan dengan kreatifitas karyawan. Namun, keduanya memiliki
konstruk perilaku yang berbeda (De Jong, dalam Amir 2015). Dimana,
kreatifitas dapat dilihat pada tahap pertama dari proses perilaku inovatif
yang dibutuhkan karyawan untuk menghasilkan ide-ide baru (West, dalam
De Jong, 2007). Sedangkan perilaku inovatif memiliki proses yang lebih
kompleks karena ide-ide tersebut akan sampai pada tahap aplikasi (De
Jong, dalam Amir 2015).
Sedangkan menurut Scott (dalam Nindyati, 2009) perilaku inovatif
yaitu perilaku untuk memunculkan, meningkatkan dan menerapkan ideide baru dalam tugasnya, kelompok kerjanya atau organisasinya.Menurut
(Inkeles, et.al.) dalam (Purba, 2009) mengartikan proses modernisasi
dikaitkankan dengan perilaku inovatif sebagai proses perubahan
kehidupan masyarakat, ditekankan bahwa perubahan kehidupan akibat
perilaku inovatif modernisasi ini diikuti oleh perubahan sikap, sifat atau
gaya hidup individu-individu dalam masyarakat
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa perilaku inovatif adalah keseluruhan tindakan individu yang
memunculkan, mengenalkan, dan menerapkan sesuatu hal yang baru dan
bermanfaat bagi suatu organisasi.


13

Universitas Sumatera Utara

2. Aspek Perilaku inovatif
Menurut Kleysen & Street (dalam Amir 2015), perilaku inovatif
memiliki 5 aspek, yaitu :
a. Oppurtunity Exploration

Aspek ini mengacu pada mempelajari atau mengetahui lebih
banyak mengenai peluang untuk berinovasi.
b. Generativity

Aspek ini mengacu pada pemunculan konsep-konsep untuk tujuan
pengembangan.
c. Formative Investigation

Aspek

ini


mengacu

pada

pemberian

perhatian

untuk

menyempurnakan ide, solusi, opini, dan melakukan peninjauan
terhadap ide-ide tersebut.
d. Championing

Aspek ini mengacu pada adanya praktek-praktek usaha untuk
merealisasikan ide-ide
e. Application
14


Universitas Sumatera Utara

Aspek ini mengacu pada mencoba untuk mengembangkan,
menguji coba, dan mengkomersialisasikan ide-ide inovatif.

3. Faktor yang mempengaruhi Perilaku Inovatf
Etikariena & Muluk (2014) mengemukakan ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi munculnya perilaku inovatif, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor tersebut adalah:
a. Faktor Internal
1. Tipe Kepribadian
Menurut Janssen, Van den Ven dan West adalah orang yang
memiliki tipe kepribadian adalah orang yang mampu dan berani
mengambil resiko terhadap perilaku inovatif yang di buat.
2. Gaya individu dalam memecahkan masalah
Karyawan yang memiliki gaya pemecahan masalah yang intuitif
dapat menghasilkan ide-ide sehingga menghasilkan solusi yang
baru.
b. Faktor Eksternal
1. Kepemimpinan

Banyak bawahan yang kutrang dapat menjaga hubungannya
dengan pemimpinnya, dan hal tersebut dapat membuat perilaku
15

Universitas Sumatera Utara

inovatif sesorang tidak terlihat, namun karyawan yang memiliki
hubungan

yang

positif

dengan

pemimpinnya,

cenderung

memunculkan perilaku inovatif pada karyawan. Harapan yang

tinggi dari pemimpin agar karyawannya menjadi inovatif juga
dapat mempengaruhi munculnya perilaku inovatif pada karyawan
(Scott & Bruce, dalam Fajrianthi 2012).
2. Dukungan untuk berinovasi
Dukungan

dari

orang-orang

disekitar

individu

sangat

membantu bagi karyawan tersebut dalam menciptakan suatu
perilaku inovatif, bukan hanya itu dukungan dari orang dalam
organisasi tersebut juga bisa memunculkan perilaku inovatif bagi
karyawan tersebut (Scott & Bruce, dalam Fajrianthi 2012).

3. Tuntutan dalam pekerjaan
Tuntutan dari perusahaan cenderung meningkatkan semangat
para karyawannya untuk berperilaku inovatif. Tuntutan tersebut
menjadi dorongan bagi karyawan tersebut (Koesmono, 2007).
Salah satu hal yang muncul akibat adanya tingkat

tuntutan

pekerjaan yang tinggi tersebut adalah perilaku inovatif (Shalley &
Gilson dalam Etikariena & Muluk, 2014)
4. Iklim psikologis

16

Universitas Sumatera Utara

Iklim psikologis menunjukkan kepada bagaimana lingkungan
organisasi dipersepsikan dan diinterpretasikan oleh karyawan
Brown dan Leigh (dalam Yekty, 2006).


B. RESILIENSI
1. Pengertian Resiliensi
Ketahanan dalam ilmu psikologi positif disebut dengan resiliensi
(Luthans, 2006). Resiliensi mengacu pada kemampuan individu untuk
bertahan dan bangkit kembali guna melanjutkan pekerjaan setelah
menghadapi situasi yang tidak menyenangkan dalam pekerjaan mereka.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Luthans (2006) resiliensi menjadi
faktor yang sangat diperlukan untuk dapat mengubah ancaman-ancaman
menjadi kesempatan untuk bertumbuh, berkembang, dan meningkatkan
kemampuan untuk beradaptasi demi perubahan yang baik.
Pada dasarnya konsep resiliensi merupakan konsep yang menarik
karena alasan yang mendasari hal tersebut adalah karna resiliensi dapat
menjawab mengapa satu orang lemah ketika mengalami masalah sulit,
sementara ada beberapa orang mengalami kebalikannya dan menjadikan
hal tersebut sebagai suatu keuntungan . Istilah resiliensi diformulasikan
pertama kali oleh Block (dalam Chon, 2009) dengan nama ego-resilience ,
17

Universitas Sumatera Utara


yang diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan kemampuan
penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan
internal maupun eksternal. Sejalan dengan itu menurut
Menurut Grotberg, resiliensi adalah suatu kemampuan yang
memungkinkan dimiliki seseorang, kelompok, atau komunitas untuk
mencegah dan menghilangkan pengaruh yang merugikan dari keadaan
yang tidak menyenangkan dalam pekerjaan (Grotberg, 2003).
Resiliensi

menurut Henderson & Milstein (dalam Desmita, 2008)

adalah suatu kemampuan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan setiap
orang untuk bangkit dan mengatasi masalah yang sebelumnya terjadi.
Resiliensi tidak hanya dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang,
melainkan setiap orang.
2. Aspek Resiliensi
Menurut Reivich dan Shatte (dalam Widuri, 2012), resiliensi memiliki
7 aspek, yaitu:
a. Regulasi Emosi


Pengaturan emosi diartikan sebagai kemampuan individu untuk
mengatur emosi sehingga tetap tenang meskipun berada dalam situasi
di bawah tekanan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
orang yang susah dalam mengatur emosinya sulit dalam membangun
18

Universitas Sumatera Utara

hubungan dengan orang lain. Dimana emosi yang dialami seseorang
biasanya berpengaruh terhadap orang-orang disekitarnya.
b. Kontrol Impuls

Kontrol terhadap impuls adalah kemampuan individu untuk
mengendalikan impuls atau dorongan-dorongan dalam dirinya,
kemampuan mengontrol impuls akan membawa kepada kemampuan
berpikir yang jernih dan akurat.
c. Optimis

Optimis berarti individu memiliki kepercayaan bahwa segala
sesuatu akan menjadi lebih baik. Individu mempunyai harapan dan

kontrol atas kehidupannya. Optimis yang dimiliki oleh seorang
individu menandakan bahwa individu tersebut percaya bahwa dirinya
memiliki kemampuan untuk mengatasi kemalangan yang mungkin
terjadi di masa depan. Individu yang resilien adalah individu yang
optimis,Optimis adalah ketika kita melihat bahwa masa depan kita
cemerlang.
d. Kemampuan Menganalisis Masalah

Kemampuan menganalisis masalah pada diri individu dapat
dilihat dari bagaimana individu dapat mengidentifikasikan secara
akurat sebab-sebab dari permasalahan yang menimpanya. Individu
yang tidak dapat mengidentifikasi masalah yang dihadapi, maka akan
19

Universitas Sumatera Utara

terus menerus melakukan kesalahan yang sama seperti yang sudah
dilakukan sebelumnya. Individu yang resilien merupakan individu
yang memiliki kognitif yang baik. Individu mampu mengidentifikasi
penyebab masalah yang menimpa mereka.
e. Empati

Empati merupakan kemampuan individu untuk bisa membaca
dan merasakan bagaimana perasaan dan emosi orang lain (Reivich &
Shatte, 2005). Individu dengan empati yang rendah cenderung
mengulang pola yang dilakukan oleh individu yang tidak resilien,
yaitu menyamaratakan semua keinginan dan emosi orang lain,
f.

Self efficacy
Self efficacy mewakili kepercayaan individu bahwa individu

mampu untuk mengatasi segala permasalahan disertai keyakinan akan
kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi permasalahan-permasalahan
tersebut. Self efficacy merupakan suatu hal yang penting bagi
resiliensi.
g. Pencapaian

Pencapaian

menggambarkan

kemampuan

individu

untuk

meningkatkan aspek-aspek yang positif dalam kehidupannya yang
mencakup pula keberanian seseorang untuk mengatasi segala
ketakutan-ketakutan yang mengancam dalam kehidupannya.
20

Universitas Sumatera Utara

C. Hubungan Resiliensi dengan Perilaku Inovatif Multi Level Marketing X
Banyaknya perusahaan-perusahaan yang terbentuk pada saat ini
mengakibatkan persaingan antar perusahaan. Persaingan tersebut dilakukan
agar tetap dapat mempertahankan eksistensi setiap perusahaan dalam pasar
dunia. Persaingan yang dihadapi cenderung memunculkan hal yang tidak
diinginkan oleh para pemasar (Hutahean, 2005).
Untuk menghadapi persaingan tersebut, tentunya harus disertai dengan
usaha yang keras pada masing-masing perusahaan, selain dalam hal produk
peran serta dari pemasar juga sangat diperlukan. Inovasi sangat dibutuhkan
untuk tetap bisa bertahan dalam pasar dunia. Pemasar akan menjadi perantara
yang paling dekat dengan para konsumen. Dengan adanya inovasi, organisasi
akan dapat merespon tantangan, dapat bertahan dan lebih mudah berkembang
(Van den Ven, 1986; Carmelli, Meitar, & Weisberg,dalam Kistyanto 2013)
Untuk itu perilaku inovatif dari para pemasar sangat dibutuhkan demi
keberlangsungan tercapainya target pemasaran yang di haruskan oleh setiap
perusahaan (Damanpour & Gopalakrishnan, 2008).Perilaku inovatif sendiri
dapat diartikan sebagai tindakan individu yang mengarah pada pemunculan,
pengenalan dan penerapan dari sesuatu yang baru dan menguntungkan
(Kleysen, dan street, dalam Fajrianthi, 2012).
Perilaku inovatif tentu saja tidak bisa muncul begitu saja, tetapi ada
beberapa aspek yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku inovatif,
21

Universitas Sumatera Utara

Orang yang memiliki perilaku inovatif didalam dirinya adalah orang yang
memiliki opportunity exploration dimana, individu mempelajari atau
mengetahui lebih banyak mengenai peluang untuk berinovasi (Kleysen &
Street, dalam Fajrianthi, 2012). Lingkungan merupakan hal yang sangat
berperan, dengan dia melihat lingkungan disekitarnya, maka individu dapat
menemukan peluang yang dimaksud. Generativity mengacu pada pemunculan
konsep-konsep untuk tujuan pengembangan, setelah individu menemukan
peluang, individu mulai mengembangkan tujuan dari peluang tersebut (De
Jong, 2007). Formative Investigation mengacu pada pemberian perhatian
untuk menyempurnakan ide, solusi, opini, dan melakukan peninjauan
terhadap ide-ide tersebut, disini individu sudah mulai akan mengaplikasikan
ide tersebut kedalam bukti yang lebih nyata (Kleysen & Street, dalam Amir
2015). Championing mengacu pada adanya praktek-praktek usaha untuk
merealisasikan ide-ide. Dan melalui application mengacu pada mencoba
untuk mengembangkan, menguji coba, dan mengkomersialisasikan ide-ide
inovatif (De Jong & Den Hartog, 2007).
Ketika

karyawan

tidak

mampu

menyelesaikan

masalah

dan

memecahkan masalah mereka, maka karyawan akan cenderung melemah.
Sebaliknya ketika karyawan menganggap mereka mampu dan dapat
menyelesaikan masalah mereka dengan baik maka kepercayaan pun akan
terbangun dan mereka dapat bekerja sesuai dengan tugas yang harus mereka
22

Universitas Sumatera Utara

lakukan dengan baik (Robbins, 2006). Walsh (2006) mengungkapkan ini
adalah proses aktif dari ketahanan, perbaikan diri dan pertumbuhan dalam
merespon tantangan. Resiliensi merupakan salah satu bentuk kesadaran
seseorang untuk mengubah pola pikir dalam menghadapi permasalahan
sehingga tidak mudah putus asa (Benson, 2002). Karyawan yang memiliki
resiliensi didalam dirinya akan mampu meregulasi emosinya dalam
berhadapan dengan orang lain sehingga kemampuan menganalisis masalah
dari individu dapat terlihat (Reivich & Shatte, dalam Widuri, 2012).
Karyawan yang memiliki kontrol impuls yang baik juga dapat berfikir jernih
dalam menyelesaikan masalahnya dan dapat berfikir jernih untuk dapat
meghasilkan perilaku inovatif yang dapat membangun kinerja karyawan
dalam perusahaannya. Selain itu para karyawan juga harus optimis dimana
mereka percaya bahwa segala sesuatunya akan lebih baik dan dapat
menyelesaikan masalah dalam pemasaran yang sebelumnya dihadapi dan
dapat berakhir dengan karyawan bisa memikirkan perilaku inovatif yang akan
dia lakukan. Kita memandang bahwa masa depan atau apa yang akan kita
lakukan akan semakin baik (Reivich & Shatte, dalam Widuri, 2012). Melalui
empati karyawan mampu memahami perilaku dan keinginan calon custumer
nya. Individu dengan empati yang rendah cenderung mengulang pola yang
dilakukan oleh individu yang tidak resilien, yaitu menyamaratakan semua
keinginan dan emosi orang lain (Reivich & Shatte, dalam Widuri, 2012). Dan
23

Universitas Sumatera Utara

melalui self efficacy dan pencapaian, karyawan dapat mengatasi segala
masalah disertai keyakinan dan kekuatan untuk mengatasi masalah tersebut,
serta mampu untuk meningkatkan aspek-aspek yang positif dalam
kehidupannya yang mencakup pula keberanian seseorang untuk mengatasi
segala masalah-masalah yang mengancam dalam kehidupannya. Sehingga
karyawan memiliki resiliensi yang baik dan dapat disertai dengan perilaku
inovatif (Reivich & Shatte, dalam Widuri, 2012).
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka dapat diduga atau
diasumsikan bahwa resiliensi berhubungan dengan perilaku inovatif
D. Hipotesa Penelitian
Berdasarkan penjelasan kerangka berpikir diatas, maka hipotesa
penelitian ini adalah: Terdapat hubunganpositif antara resiliensi dengan
perilaku inovatif karyawan.

24

Universitas Sumatera Utara