Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Komposisi Media Tanam dan Pemberian Pupuk Hayati Cair di Pre Nursery

5

TINJAUAN PUSTAKA
Pembibitan Kelapa Sawit
Bibit merupakan produk dari suatu proses pengadaan tanaman yang dapat
berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi dan masa selanjutnya.
Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya
tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan ini diharapkan akan
menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik
memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan
dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan saat pelaksanaan transplanting
(Asmono et al. 2003).
Pembibitan Kelapa Sawit merupakan kegiatan awal lapangan yang
bertujuan untuk mempersiapkan bibit siap tanam. Pembibitan harus sudah
disiapkan sekitar satu tahun sebelum penanaman di lapangan, agar bibit yang
ditanam tersebut memenuhi syarat, baik umurnya maupun ukurannya. Lokasi
pembibitan harus memenuhi beberapa persyaratan agar pelaksanaan pembibitan
dapat berjalan dengan baik dan aman. Syarat lokasi pembibitan yang perlu
diperhatikan adalah lokasi datar, bila tidak datar sebaiknya teras dan dekat dengan
sumber air untuk penyiraman (Setyamidjaja , 2006).
Budidaya kelapa sawit dikenal dua sistem pembibitan, yaitu pembibitan

satu tahap dan pembibitan dua tahap. Pembibitan yang sering digunakan adalah
pembibitan dua tahap. Pembibitan dua tahap (double stage) adalah pembibitan
dilakukan pada polibag kecil. Pembibitan awal (pre nursery) dilakukan terlebih
dahulu hingga bibit berumur 3 bulan. Setelah bibit berumur 3 bulan, bibit

Universitas Sumatera Utara

6

dipindah ke polibag besar atau tahap pembibitan utama (main nursery) hingga
bibit siap ditanam sampai bibit berumur 12 bulan. Pembibitan satu tahap (single
stage) adalah benih berupa kecambah kelapa sawit langsung ditanam pada polibag
besar dan dipelihara hingga siap tanam (Darmosarkoro et al. 2008).
Bibit yang ditanam di pre nursery maupun main nursery perlu dipelihara
dengan baik agar pertumbuhannya sehat dan subur. Kegiatan pemeliharaan
meliputi penyiraman. Penyiangan, pengawasan dan seleksi serta yang paling
penting adalah pemupukan (Setyamidjaja , 2006).
Standar untuk bibit kelapa sawit bermutu pada pembibitan pre nursery
adalah bibit berumur 3 – 4 bulan , memiliki jumlah daun 3 – 4 helai dalam
keadaan sempurna. Sedangkan untuk tinggi tanaman pada pembibitan pre nursery

yaitu 20 – 25 cm, dan tentunya bebas dari gangguan Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT) (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009).
Media Tanam
Lapisan atas tanah atau top soil cukup banyak mengandung bahan organik
dan biasanya berwarna gelap karena penimbunan bahan organik. Sedangkan tanah
sub soil adalah tanah yang mengalami cukup pelapukan, mengandung lebih
sedikit bahan organik. Produktifitasnya sedikit karena ditentukan oleh keadaan
subsoil tersebut. Lapisan dari sub soil juga dibedakan menjadi dua bagian,
terutama dalam tanah yang mengalami pelapukan mendalam yakni tanah-tanah di
daerah lembap, bagian sebelah atasnya disebut daerah transisi (peralihan), dan
sebelah bawahnya disebut daerah penimbunan (illuviasi). Dalam daerah
penimbunan ini berangsur-angsur terkumpul oksida besi, oksida aluminium, tanah
liat dan juga kalsium karbonat. Sub soil merupakan lapisan tanah di bawah lapisan

Universitas Sumatera Utara

7

top soil, umumnya memiliki tingkat kesuburan yang lebih rendah dibandingkan
top soil, terutama sifat kimianya yang kurang baik jika digunakan sebagai media

tumbuh bibit kelapa sawit (Winarna dan Sutarta, 2003).
Bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan
tanah, baik secara fisika, kimia maupun dari segi biologi tanah. Bahan organik
adalah bahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Sekitar setengah dari
kapasitas tukar kation berasal dari bahan organik. Ia merupakan sumber hara
tanaman. Disamping itu bahan organik adalah sumber energi dari sebagian besar
organisme tanah (Hakim et al. 1986).
Kompos adalah hasil pembusukan sisa tanaman yang disebabkan oleh
aktivitas mikroorganisme pengurai. Kualitas kompos sangat ditentukan oleh
besarnya perbandingan antara jumlah karbon dan nitrogen (C/N rasio). Jika C/N
rasio tinggi, berarti bahan penyusun kompos belum terurai secara sempurna.
Bahan kompos dengan C/N rasio tinggi akan terurai atau membusuk lebih lama
dibandingkan dengan bahan ber C/N rasio rendah. Kualitas kompos dianggap baik
jika memiliki C/N rasio antara 12-15 (Novizan, 2005).
Solid (Sludge)
Solid merupakan salah satu limbah padat dari hasil pengolahan minyak
sawit kasar. Di sumatera, limbah ini dikenal sebagai lumpur sawit, namun solid
biasanya sudah dipisahkan dengan cairannya sehingga merupakan limbah padat.
Ada dua macam limbah yang dihasilkan pada produksi CPO, yaitu limbah padat
dan limbah cair (Ngaji dan Widjaja, 2004).

Solid adalah limbah padat dari hasil samping proses pengolahan tandan
buah segar (TBS) di pabrik kelapa sawit menjadi minyak mentah kelapa sawit

Universitas Sumatera Utara

8

atau Crude Palm Oil (CPO). Solid mentah memiliki bentuk dan konsistensi seperti
ampas tahu, berwarna kecokelatan, berbau asam-asam manis, dan masih
mengandung minyak CPO sekitar 1,5% (Ruswendi, 2008).
Serat (Serabut)
Serabut disebut juga sabut atau serat (fiber), berasal dari mesocarp buah
sawit yang telah mengalami pengempaan di dalam screw press. Serabut sawit
ukurannya relatif pendek sesuai dengan ukuran mesocarp buah sawit yang telah
mengalami pengempaan.Dibandingkan dengan nilai kalor TKKS (3.700 kcal/kg),
nilai kalor serabut jauh lebih tinggi yaitu 4.586 kcal/kg karena lebih kering dan
rendemen seratnya lebih tinggi. Kandungan kimia serabut didominasi oleh glucan
(219 kg/ton BK), xylan (153 kg/ton BK), lignin (234 kg/ ton BK), SiO2 (632
kg/ton BK), K2O (90 kg/ ton BK), dan CaO (72 kg/ton BK)
(Wahyono et al. 2003).

Serat sisa perasan buah sawit merupakan serabut berbentuk seperti benang.
Bahan ini mengandung protein kasar sekitar 4% dan serat kasar 36% (lignin 26%)
(Lubis et al. 2000).
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan limbah padat hasil
pabrik kelapa sawit yang jumlahnya cukup besar, yaitu sekitar 6 juta ton per
tahun. Salah satu pemanfaatan TKKS adalah dengan dekomposisi TKKS tersebut
menjadi pupuk organik. Pemakaian pupuk organik untuk pertanian memberikan
keuntungan-keuntungan ekologis maupun ekonomis. Bahan organik dalam pupuk
berperan penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah

Universitas Sumatera Utara

9

sehingga dapat menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah, serta mengurangi
ketergantungan pada pupuk anorganik/kimia.
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) adalah limbah pabrik kelapa sawit
yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah
Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22 – 23% TKKS atau sebanyak 220 – 230

kg TKKS (Isroi, 2009).
Tandan kosong kelapa sawit mempunyai kadar C/N yang tinggi yaitu 4555. Hal ini dapat menurunkan ketersediaan N pada tanah karena N terimobilisasi
dalam proses perombakan bahan organik oleh mikroba tanah. Usaha menurunkan
kadar C/N dapat dilakukan dengan proses pengomposan sampai kadar C/N
mendekati kadar C/N tanah. Proses pengomposan tersebut menghasilkan bahan
organik bermutu tinggi dengan kadar C/N sekitar 15. Hasil analisis di
laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit menunjukkan bahwa kandungan hara
dalam kompos TKS relatif tinggi. Salah satu keunggulan kompos TKS adalah
kandungan K yang tinggi, yaitu mencapai 2 - 3%. Selain itu, kompos dari TKS
juga memiliki pH tinggi (mencapai pH 8) sehingga berpotensi sebagai bahan
pembenah kemasaman tanah. Kompos TKS mempunyai kapasitas tukar kation
yang cukup tinggi > 66,1 me/100g dan merupakan sumber unsur hara mikro Fe
dan B (Darmosarkoro dan Winarna, 2001).
Keunggulan TKKS meliputi: kandungan kalium yang tinggi, tanpa
penambahan bahan kimia, memperkaya unsur hara yang ada di dalam tanah, dan
mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi. Selain itu TKKS memiliki
beberapa sifat yang menguntungkan antara lain: (1) memperbaiki struktur tanah
berlempung menjadi ringan; (2) membantu kelarutan unsur-unsur hara yang

Universitas Sumatera Utara


10

diperlukan bagi pertumbuhan tanaman; (3) bersifat homogen dan mengurangi
risiko sebagai pembawa hama tanaman; (4) merupakan pupuk yang tidak mudah
tercuci oleh air yang meresap dalam tanah dan (5) dapat diaplikasikan pada
sembarang musim (Simamora dan Salundik, 2006).
Pupuk Hayati Cair
Salah satu teknologi alternatif yang perlu dikembangkan adalah teknologi
pupuk hayati dalam bentuk pupuk organik (kompos, sari limbah, dan sebagainya)
dan inokulan jasad renik tanah (bakteri pelarut fosfat, bakteri penyemat nitrogen,
mikoriza, dan sebagainya. Peranan pupuk organik diantaranya adalah dalam
pembenahan sifat – sifat tanah ,dan peningkatan produktivitas tanaman, dan
peningkatan efisiensi pemupukan sudah terbukti (Bertham, 2002).
Secara defenisi pupuk hayati adalah mikroorganisme hidup yang
ditambahkan ke dalam tanah dalam bentuk inokulan atau bentuk lain untuk
memfasilitasi atau menyediakan hara tertentu bagi tanaman. Pupuk hayati adalah
mikroba yang dipakai untuk perbaikan kesuburan tanah, misalnya Rhizobium,
mikroba pelarut fosfat, Azospirilium, cendawan mikoriza dan lain – lain. . Pupuk
hayati berbeda dari pupuk kimia buatan, misalnya urea, TSP dan lain-lain,karena

dalam pupuk hayati komponen utamanya adalah jasad hidup yang pada umumnya
diperoleh dari alam tanpa ada penambahan bahan kimia, kecuali bahan kimia yang
diperlukan untuk mendukung pertumbuhan jasad hidupnya selama dalam
penyimpanan ( Damanik et al. 2010).
Keberhasilan penggunaan jasad hidup yang menguntungkan di bidang
pertanian tidak hanya dipengaruhi oleh kuantitas sel yang ada di dalam inokulan,
tetapi jugadipengaruhi oleh sumber energi, pengaplikasian inokulan, faktor

Universitas Sumatera Utara

11

lingkungan (suhu, curah hujan) dan metode penyimpanan produk sebelum pakai
(Suba, 1982,Nifal & Fao, dalam Sumihar, 2013).
Aktivitas kehidupan organisme tanah sangat dipengaruhi oleh faktor iklim,
tanah dan vegetasi (Hakim et al. 1986) Biomassa mikroorganisme tanah mewakili
sebagian kecil fraksi total karbon dan nitrogen tanah, tetapi secara relatif mudah
berubah sehingga, jumlah, aktivitas, dan kualitas biomassa mikroorganisme
merupakan factor kunci dalam mengendalikan jumlah C dan M yang
dimineralisasi (Hassink, 1994).

Salah satu jenis pupuk hayati yang baik adalah pupuk hayati formula FS01
yang merupakan pupuk hayati terbaru yang mengandung beragam jenis mikroba
khusus yang dapat membantu menguraikan senyawa fosfat (P), kalium (K), dan
menambat senyawa nitrogen (N), tiga unsur yang sangat penting bagi
pertumbuhan tanaman. Jenis – jenis mikroba atau komposisi yang terdapat dalam
pupuk formula FS01 antara lain : mikroba pelarut fosfat (1,52 x 109 Cfu/ml),
Azospirillum Sp. (8 x 107 Cfu/ml), Azotobacter Sp. (9 x 107 Cfu/ml),
Pseudomonas Sp. (1,9 x 105 Cfu/ml), bakteri selulotik (2,5 x 104 Cfu/ml) dengan
pH 6,5.
Pupuk hayati formula FS01 merupakan pupuk hayati yang dihasilkan
dengan teknologi modern. pupuk hayati formula FS01 sangat ramah lingkungan
karena bisa memecah residu pestisida yang sangat berbahaya untuk lingkungan
dan dapat juga menjaga kesuburan tanah dan memperbaiki kerusakan tanah.
Aktivitas dari mikroba dalam pupuk hayati Formula FS01 akan mengubah
struktur tanah sehingga aliran udara dalam tanah menjadi lebih lancar dan
membantu penyerapan air dan menjaga kelembaban tanah. Penggunaan pupuk

Universitas Sumatera Utara

12


hayati Formula FS01 dalam jangka panjang secara teratur juga akan memperbaiki
kerusakan tanah dan lingkungan hidup yang terjadi akibat penggunaan bahan
kimia yang berlebihan.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Evaluasi Karakter Pertumbuhan Beberapa Varietas Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pre Nursery Pada Beberapa Komposisi Media Tanam Tanah Gambut

1 56 86

Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Main Nursery Terhadap Komposisi Media Tanam dan Pemberian Pupuk Posfat

6 92 114

Pengaruh Media Tanam dan Pupuk Majemuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Pre Nursery

7 51 71

Respons Pertumbuhan Vegetatif Tiga Varietas Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Di Pre Nursery Pada Beberapa Komposisi Media Tanam Limbah

3 33 65

Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Komposisi Media Tanam dan Pemberian Pupuk Hayati Cair di Pre Nursery

0 3 80

Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Komposisi Media Tanam dan Pemberian Pupuk Hayati Cair di Pre Nursery

0 0 13

Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Komposisi Media Tanam dan Pemberian Pupuk Hayati Cair di Pre Nursery

0 0 2

Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Komposisi Media Tanam dan Pemberian Pupuk Hayati Cair di Pre Nursery

0 0 4

Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Komposisi Media Tanam dan Pemberian Pupuk Hayati Cair di Pre Nursery

0 0 3

Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Komposisi Media Tanam dan Pemberian Pupuk Hayati Cair di Pre Nursery

0 0 26