Strategis I nfrastr uktu r Bidang Cipta Kar ya

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

Bab

3

Arahan Kebijakan dan Rencana Strategis
Infrastruktur Bidang Cipta Karya

3.1

ARAHAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DAN ARAHAN PENATAAN
RUANG

3.1.1.

Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Arahan pembangunan Bidang Cipta Karya terdiri dari konsep perencanaan bidang Cipta
Karya, amanat pembangunan Nasional terkait bidang Cipta Karya, peraturan perundangan di
bidang Cipta Karya, dan amanat Internasional dalam pengembangan kebijakan dan program

bidang Cipta Karya
A. Konsep Perencanaan Bidang Cipta Karya
Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep
perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan berlandaskan pada
berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan
keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu
memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan
pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.
Gambar 3.1 memaparkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta
Karya, yang membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat)
bagian, yaitu amanat penataan ruang/spasial, amanat pembangunan nasional dan direktif
presiden, amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dihadapkan pada
beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi
birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green economy.
Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada masing-masing daerah,

Laporan Akhir |III- 1

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020


sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya sangat
diperlukan.

Gambar 3.1. Konsep Perencanaan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
B. Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya
Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena
turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan,
maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting
dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.
1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen
perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara
menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam
dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang
Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal
sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:
a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan
air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar


Laporan Akhir |III- 2

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan,
transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan
(demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam
dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.
b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1)
peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum
dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi
masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan
profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air
minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.
c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan
adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman
kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan

pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana
dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat
komersial.
d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan
RPJMN, yaitu:
1) RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomianditingkatkan melalui percepatan
pembangunan

infrastruktur

dengan

lebih

meningkatkan

kerjasama

antara


pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.
2) RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus
meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan
berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya
kota tanpa permukiman kumuh.
3) RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

Laporan Akhir |III- 3

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014
RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010
menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi
masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang
layak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi
masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan
sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase. Dokumen

RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada periode 20102014, yaitu:
a. Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014, dengan
perincian akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum non-perpipaan
terlindungi 38 %.
b. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014,
yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah
terpusat (off-site) bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah
terpusat skala kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala
komunal sebesar 5 % serta penyediaan akses dan peningkatan kualitas sistem
pengelolaan air limbah setempat (on-site) yang layak bagi 90 % total penduduk.
c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di daerah
perkotaan.
d. Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk
meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai,
melalui:
a. Menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah,
b. Memastikan ketersediaan air baku air minum,
c. Meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman,
d. Meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air

limbah, dan pengelolaan persampahan,

Laporan Akhir |III- 4

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

e. Meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi,
f. Meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,
g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS),
h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur,
i.

Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,

j.

Mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.

3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi 7-9
persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun
2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema
pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI).
Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada KPI
Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian Investasi
atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang
terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan
KPI dilakukan

identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra

produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.

Laporan Akhir |III- 5

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

4. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia
Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan

upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana
semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka
kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di
semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun
2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:
a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan
mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,
b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia di masa mendatang,
c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin
dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan
memperhatikan aspek.
d. Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam
pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan
masyarakat (PNPM Perkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro
Rakyat.

5. Kawasan Ekonomi Khusus
UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan

dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan
geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan
ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona
ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen
Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan
tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK.

Laporan Akhir |III- 6

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

6. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan
Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur,
Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi Program
pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki
peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat
terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatak\n kehidupan masyarakat
perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan

akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

C. Peraturan Perundangan Bidang PU/Cipta Karya
Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan
perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU No. 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU
No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Persampahan.
1. UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota
dalam penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas:
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota
di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada
kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.
b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan
ke penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan
permukiman.
d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan
dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

Laporan Akhir |III- 7

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan
strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
kabupaten/kota.
g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.
h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
i.

Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan
kawasan permukiman.

j.

Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.
Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya yaitu:
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat kabupaten/kota.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundangundangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat kabupaten/kota.
e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan
permukiman bagi MBR.
f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada
tingkat kabupaten/kota.
g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah
kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman.
h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Laporan Akhir |III- 8

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

i.

Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman
kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan
peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah
pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat.
UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan
serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya
pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat, serta
upaya peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan permukiman
kembali.

2. UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam
pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011. Dalam undangundang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan
yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat
hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan,
pemilikan,

dan

pemanfaatan,

pengelolaan,

peningkatan

kualitas,

pengendalian,

kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan,
dan peran masyarakat.

D. Amanat Internasional
Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan perumusan
kesepakatan bersama di bidang permukiman. Beberapa amanat internasional yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputi Agenda

Laporan Akhir |III- 9

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta Agenda Pembangunan Pasca
2015.
1. Agenda Habitat
Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II sebagai
kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi tersebut
menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran
pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam
menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan.
Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia,
adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta
meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat
berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.

2. Konferensi Rio+20
Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan
Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati
dokumen The Future We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman
pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan
penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan dengan memperkuat
penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002.
Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan
berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan
pembangunan berkelanjutan tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan
Sustainable Development Goals (SDGs) post-2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan
berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development
Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan
rencana pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan

Laporan Akhir |III- 10

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(2005-2025).

3. Millenium Development Goals
Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati Deklarasi Millenium
sebagai bagian dari komitmen untuk memenuhi tujuan dan sasaran pembangunan
millennium (Millenium Development Goals). Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia
telah mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak tahap perencanaan sampai
pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
2005-2025, Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen penganggarannya. Sesuai tugas dan
fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan dalam pemenuhan target 7C yaitu
menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan
terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak hingga tahun 2015. Di
bidang air minum, cakupan pelayan air minum saat ini (2013) adalah 61,83%, sedangkan target
cakupan pelayanan adalah 68,87% yang perlu dicapai pada tahun 2015.
Di samping itu, akses sanitasi yang layak saat ini baru mencapai 58,60%, masih kurang
dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%. Selain itu, Ditjen Cipta Karya juga turut berperan serta
dalam pemenuhan target 7D yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan
penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. Pemerintah
Indonesia menargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal data terakhir (2009) proporsi
penduduk kumuh mencapai 12,57%. Untuk memenuhi target MDGs di bidang permukiman,
diperlukan perhatian khusus dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat
maupun daerah. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan optimalisasi
kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman dalam rangka percepatan pencapaian target
MDGs.

4. Agenda Pembangunan Pasca 2015
Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi untuk memberi
masukan kerangka kerja agenda pembangunan global pasca 2015. Panel ini diketuai bersama
oleh Presiden Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Ellen Johnson Sirleaf
dari Liberia, dan Perdana Menteri David Cameron dari Inggris, dan beranggotakan 24 orang

Laporan Akhir |III- 11

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

dari berbagai negara. Pada Mei 2013, panel tersebut mempublikasikan laporannya kepada
Sekretaris Jenderal PBB berjudul “A New Global Partnership: Eradicate Poverty and Transform
Economies Through Sustainable Development”. Isinya adalah rekomendasi arahan kebijakan
pembangunan global pasca-2015 yang dirumuskan berdasarkan tantangan pembangunan
baru, sekaligus pelajaran yang diambil dari implementasi MDGs. Dalam dokumen tersebut,
dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global pasca 2015, sebagai berikut:
a. Mengakhiri kemiskinan
b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender
c. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup
d. Menjamin kehidupan yang sehat
e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik
f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi
g. Menjamin energi yang berkelanjutan
h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan
berkeadilan
i.

Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan

j.

Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif

k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai
l.

Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong

m. Pembiayaan jangka panjang
Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya berkepentingan dalam pencapaian
sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air minum dan sanitasi. Adapun target yang
diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut adalah:
a. Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan di
sekolah, puskesmas, dan kamp pengungsi,
b. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke
sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di rumah
tangga sebanyak x%,
c. Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air
minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian sebanyak x%, industri
sebanyak y% dan daerah-daerah perkotaan sebanyak z%,

Laporan Akhir |III- 12

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

d. Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan dari
industri sebelum dilepaskan.
Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan tersebut juga
menekankan pentingnya kemitraan baik secara global maupun lokal antar pemangku
kepentingan pembangunan. Kemitraan yang dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan
akuntabel dimana seluruh pihak duduk bersama-sama untuk bekerja bukan tentangbantuan
saja, melainkan juga mendiskusikan kerangka kebijakan untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan.
3.1.2. Arahan Penataan Ruang
A. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
1. Rencana Struktur Ruang Nasional
Rencana struktur ruang nasional yang terkait dengan Provinsi Kalimantan Selatan, meliputi:
a. Sistem Perkotaan Nasional
PROVINSI

PKN

PKW

Kalimantan

Banjarmasin

Amuntai,

Selatan

Martapura,
Marabahan,
Kotabaru

Kabupaten Tapin tidak terdapat pada sistem perkotaan nasional diatas sehingga dalam
pembahasan tentang arahan penataan ruangnya tidak meliputi Kabupaten Tapin.

2. Rencana Pola Ruang Nasional
(1) Kawasan Lindung Nasional
1) Suaka Margasatwa Pelaihari - Martapura
2) Suaka Margasatwa Kuala Lupak
3) Cagar Alam Teluk Kelumpang, Selat Laut, Selat Sebuku
4) Cagar Alam Teluk Pamukan
5) Cagar Alam Sungai Lulan Dan Sungai Bulan

Laporan Akhir |III- 13

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

6) Cagar Alam Teluk Pamukan
7) Taman Hutan Raya Sultan Adam
8) Taman Wisata Alam Pleihari Tanah Laut
9) Taman Wisata Alam Laut Pulau Laut Barat – Selatan dan Pulau Sembilan
(2) Kawasan Andalan Nasional
10) Kawasan Kandangan dan sekitarnya
11) Kawasan Banjarmasin Raya dan sekitarnya
12) Kawasan Batulicin
13) Kawasan Andalan Laut Pulau Laut
(3) Rencana Pengembangan Infrastruktur Nasional
a). Jalan Bebas Hambatan
1) Banjarmasin - Liang Anggang
2) Liang Anggang - Pelaihari
3) Kuala Kapuas - Banjarmasin
4) Marabahan - Banjarmasin
5) Liang Anggang - Martapura
6) Pelaihari - Pagatan
7) Pagatan - Batulicin
8) Batulicin - Tanah Grogot (Kuaro)
b). Pelabuhan Sebagai Simpul Transportasi Laut Nasional
1) Pelabuhan Internasional : Pelabuhan Banjarmasin
2) Pelabuhan Nasional : Pelabuhan Batulicin
c). Bandar Udara Sebagai Simpul Transportasi Udara Nasional
1) Pusat Penyebaran Sekunder : Bandara Syamsuddin Noor
2) Pusat Penyebaran Tersier : Bandara Stagen
d). Wilayah Sungai
1) Wilayah Sungai Barito – Kapuas

Laporan Akhir |III- 14

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

3. Rencana Kawasan Strategis Nasional
Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan pertahanan
dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pendayagunaan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi, serta fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Sesuai dengan amanat dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), bahwa kawasan strategis nasional di Provinsi
Kalimantan Selatan hanya ditetapkan 1 lokasi yaitu Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu (Kapet) Batulicin (Lampiran X PP. No. 26 Tahun 2008) yang berlokasi di Kabupaten
Tanah Bumbu. Dengan demikian mengingat kawasan strategis nasional tersebut berada
diluar wilayah Kabupaten Tapin, maka terkait dengan penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin ini
tidak ada arahan kawasan strategis nasional yang dapat dikutip dalam kebijakan tersebut di
Kabupaten Tapin.
KSN
Sudut
Kepentingan

KSN

Kawasan
Pengembang
an
Ekonomi
Terpadu
Batulicin

Ekonomi

Status
Hukum
RTRW KSN
PP
26
tahun 2008

PKN
Banjarmasin

PKSN
-

KPI MP3EI
Koridor Ekonomi (KE)
Kalimantan Kabupaten
Kotabaru dan Kabupaten
Tanah Bumbu

KEK
-

Kawasan Strategis Nasional di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 3.1. Kawasan Strategis Nasional di Kalimantan Selatan
Kawasan
Strategis
Nasional
Kawasan
Pengembangan
Ekonomi Terpadu
Batulicin

Sudut Kepentingan
Ekonomi

Kabupaten
Kab.
Kotabaru,
Kab. Tanah
Bumbu

Provinsi
Kalimantan
Selatan

Status Hukum
Peraturan
Pemerintah
Nomor 26 Tahun
2008
tentang
Rencana
Tata
Ruang
Wilayah
Nasional

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN), bahwa Kabupaten Tapin belum termasuk dalam kawasan
yang direncanakan pada konteks nasional.
Laporan Akhir |III- 15

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

B. Arahan Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan (RTR Pulau Kalimantan)
Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau Kalimantan disyahkan pada tanggal 5 Januari 2012
dalam bentuk Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2012 tanggal 5 Januari 2012 tentang RTRW Pulau
Kalimantan. Tujuan dari penyusunan RTRW Pulau Kalimantan adalah untuk mewujudkan :
1.

Kelestarian kawasan konservasi keanekaragaman hayati dan kawasan berfungsi lindung
yang bervegetasi hutan tropis basah paling sedikit 45% (empat puluh lima persen) dari luas
Pulau Kalimantan sebagai Paru-paru Dunia;
Kemandirian energi dan lumbung energi nasional untuk ketenagalistrikan;

2.

Pusat pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi di Pulau Kalimantan;

3.

Pusat perkebunan kelapa sawit, karet, dan hasil hutan secara berkelanjutan;

4. Kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu gerbang negara yang
berbatasan dengan Negara Malaysia dengan memperhatikan keharmonisan aspek
kedaulatan, pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian
lingkungan hidup;
5.

Pusat pengembangan kawasan perkotaan nasional yang berbasis pada air;

6. Kawasan ekowisata berbasis hutan tropis basah dan wisata budaya Kalimantan;
7.

Jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan keterkaitan antar wilayah,
efisiensi ekonomi, serta membuka keterisolasian wilayah;

8. Swasembada pangan dan lumbung pangan nasional.
Arahan RTRW Pulau Kalimantan berupa rencana struktur ruang, rencana infrastruktur
dan rencana pemanfaatan ruang di Provinsi Kalimantan Selatan sebagai berikut :

3.3.1. Rencana Struktur Ruang Pulau Kalimantan
2) Pusat industri hilir pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan karet di PKN
Banjarmasin,
3) Pusat industri pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan karet di PKW Amuntai,
PKW Martapura, PKW Marabahan, dan PKW Kotabaru
4) Pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian tanaman pangan PKN
Banjarmasin, PKW Amuntai, PKW Martapura, PKW Marabahan, dan PKW Kotabaru.
5) Pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil perikanan yang ramah lingkungan di
PKN Banjarmasin, PKW Martapura, PKW Marabahan, dan PKW Kotabaru

Laporan Akhir |III- 16

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

6) Pusat pengembangan ekowisata di PKN Banjarmasin, dan PKW Kotabaru
7) Pusat pengembangan wisata budaya di PKN Banjarmasin, dan PKW Amuntai
8) Pusat kegiatan ekonomi di PKN Banjarmasin, PKW Martapura, dan PKW Marabahan

3.3.2. Rencana Pola Ruang
Rencana pola ruang pada RTRW Pulau Kalimantan, terdiri dari
A. Perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa endemik
kawasan di kawasan hutan lindung dilakukan pada kawasan hutan lindung di Kabupaten
Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi, Kabupaten Ketapang, Kabupaten
Landak, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Katingan,
Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten
Banjar, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten
Tanah Bumbu, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Kutai Barat,
Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Kutai Kartanegara.
B. Pemertahanan luasan kawasan bervegetasi hutan tetap yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya dilakukan pada kawasan hutan lindung di Kabupaten
Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi, Kabupaten Ketapang, Kabupaten
Landak, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Katingan,
Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten
Banjar, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten
Tanah Bumbu, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Kutai Barat,
Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Kutai Kartanegara.
C. Pengendalian kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan hutan lindung dilakukan pada
kawasan hutan lindung di Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten
Melawi, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Landak, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten
Gunung Mas, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas,
Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Banjar, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tapin,
Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tabalong,
Kabupaten Balangan, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Malinau, Kabupaten

Laporan Akhir |III- 17

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

Nunukan, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, dan
Kabupaten Kutai Kartanegara.
D. Rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi dalam rangka memelihara
keseimbangan ekosistem pulau dilakukan pada kawasan hutan lindung di Kabupaten
Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi, Kabupaten Ketapang, Kabupaten
Landak, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Katingan,
Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten
Banjar, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten
Tanah Bumbu, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Kutai Barat,
Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Kutai Kartanegara.
E. Pemertahanan permukiman masyarakat adat dan penyediaan akses bagi masyarakat adat
yang tidak mengganggu kawasan berfungsi lindung dilakukan pada kawasan berfungsi
lindung di Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi, Kabupaten
Ketapang, Kabupaten Landak, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Gunung Mas,
Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito
Selatan, Kabupaten Banjar, Kabupaten \ Kotabaru, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu
Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten
Balangan, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Malinau,
Kabupaten Nunukan, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan,
dan Kabupaten Kutai Kartanegara.
F. Pemertahanan luasan dan pelestarian kawasan bergambut untuk menjaga sistem tata air
alami dan ekosistem kawasan dilakukan pada kawasan bergambut di Kabupaten Sambas,
Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten
Ketapang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan,
Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau,
Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Hulu Sungai Utara,
Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Nunukan.
G. Pemertahanan dan peningkatan fungsi kawasan resapan air, khususnya pada hulu sungai
dilakukan pada hulu Sungai Barito, hulu Sungai Kahayan, hulu Sungai Katingan, hulu

Laporan Akhir |III- 18

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

Sungai Kapuas, hulu Sungai Melawi, hulu Sungai Seruyan, hulu Sungai Sesayap, hulu
Sungai Sembakung, hulu Sungai Berau, hulu Sungai Kayan dan hulu Sungai Mahakam.
H. Pengendalian kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan resapan air dilakukan pada hulu
Sungai Barito, hulu Sungai Kahayan, hulu Sungai Katingan, hulu Sungai Kapuas, hulu
Sungai Melawi, hulu Sungai Seruyan, hulu Sungai Sesayap, hulu Sungai Sembakung, hulu
Sungai Berau, hulu Sungai Kayan, dan hulu Sungai Mahakam.
I. Pengendalian pemanfaatan ruang pada sempadan pantai yang berpotensi mengganggu
dan/atau merusak fungsi sempadan pantai dilakukan pada sempadan pantai di pesisir
barat, pesisir selatan, dan pesisir timur Pulau Kalimantan.
J. Pengendalian perkembangan kawasan terbangun yang mengganggu dan/atau merusak
fungsi sempadan sungai dilakukan di:
1. sempadan Sungai Kapuas, sempadan Sungai Ambawang, sempadan Sungai Kubu,
sempadan Sungai Landak, sempadan Sungai Nipah, sempadan Sungai Paduan,
sempadan Sungai Peniti, sempadan Sungai Tayan, sempadan Sungai Sekadau,
sempadan Sungai Sepauk, sempadan Sungai Tempunak, sempadan Sungai
Melawi, sempadan Sungai Silat, sempadan Sungai Palin, sempadan Sungai Sibau,
sempadan Sungai Mendalam, dan sempadan Sungai Keriyau di WS Kapuas;
2. sempadan Sungai Pawan, sempadan Sungai Simpang, sempadan Sungai
Semandang, dan sempadan Sungai Semanai di WS Pawan;
3. sempadan Sungai Seruyan di WS Seruyan;
4. sempadan Sungai Kahayan dan sempadan Sungai Sebangau di WS Kahayan;
5. sempadan Sungai Mahakam, sempadan Sungai Semboja, sempadan Sungai
Senipah, dan sempadan Sungai Semoi di WS Mahakam;
6. sempadan Sungai Sesayap, sempadan Sungai Sebakung, sempadan Sungai
Sebakis, sempadan Sungai Sebuku, sempadan Sungai Sembaleun, sempadan
Sungai Simanggaris, sempadan Sungai Noteh, sempadan Sungai Sinualan,
sempadan Sungai Itai, sempadan Sungai Sekata, sempadan Sungai Linuang Kayan,
sempadan Sungai Ansam, dan sempadan Sungai Belayau di WS Sesayap;
7. sempadan Sungai Jelai dan sempadan Sungai Kendawangan di WS JelaiKendawangan; dan

Laporan Akhir |III- 19

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

8. sempadan Sungai Kapuas, sempadan Sungai Barito, sempadan Sungai Murung,
sempadan Sungai Martapura, sempadan Sungai Riam Kanan, sempadan Sungai
Riam Kiwa, sempadan Sungai Nagara, dan sempadan Sungai Tapin di WS BaritoKapuas.
K. Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan sekitar danau atau waduk yang
berpotensi mengganggu dan/atau merusak fungsi kawasan sekitar danau atau waduk
dilakukan pada:
1. Kawasan sekitar Danau Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Bekuan
(Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Belida (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Genali
(Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Tang (Kabupaten Kapuas Hulu), Danau Bangkau
(Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah), Danau Bitin
(Kabupaten Hulu Sungai Utara), Danau Cembulu (Kabupaten Seruyan), Danau
Ganting (Kabupaten Barito Selatan), Danau Bambenan (Kabupaten Barito
Selatan), Danau Limut (Kabupaten Barito Selatan), Danau Mepara (Kabupaten
Barito Selatan), Danau Raya (Kabupaten Barito Selatan), Danau Gatel (Kabupaten
Kotawaringin Barat), Danau Kenamfui (Kabupaten Kotawaringin Barat), Danau
Terusan (Kabupaten Kotawaringin Barat), Danau Jempang (Kabupaten Kutai
Barat), Danau Melintang (Kabupaten Kutai Kartanegara), Danau Semayang
(Kabupaten Kutai Kartanegara), Danau Sembuluh (Kabupaten Seruyan), dan
Danau Tete (Kabupaten Barito Utara); dan
2. Kawasan sekitar Waduk Kelian (Kabupaten Kutai Barat), Waduk Riam Kanan
(Kabupaten Banjar dan Kota Banjarbaru), Waduk Lambakan (Kabupaten Paser),
Waduk Manggar (Kota Balikpapan), Waduk Wain (Kota Balikpapan), Waduk
Benanga (Kota Samarinda), Waduk Merancang (Kabupaten Berau), dan Waduk
Tumbang Jutuh (Kabupaten Gunung Mas).
3. Pemertahanan dan rehabilitasi luasan suaka margasatwa, cagar alam, taman
nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dilakukan pada:
a. Suaka Margasatwa Lamandau (Kabupaten Kotawaringin Barat dan
Kabupaten Sukamara), Suaka Margasatwa Pelaihari Martapura (Kabupaten
Tanah Laut), Suaka Margasatwa Kuala Lupak (Kabupaten Tapin);

Laporan Akhir |III- 20

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

b. Cagar Alam Mandor (Kabupaten Landak), Cagar Alam Gunung Raya Pasi
(Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang), Cagar Alam Muara
Kendawangan (Kabupaten Ketapang), Cagar Alam Niyut- Penrissen
(Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, dan Kabupaten Sanggau),
Cagar Alam Bukit Sapat Hawung (Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten
Gunung Mas), Cagar Alam Bukit Tangkiling (Kota Palangkaraya), Cagar Alam
Pararawen I/II (Kabupaten Barito Utara), Cagar Alam Muara Kaman Sedulang
(Kabupaten Kutai Kartanegara), Cagar Alam Padang Luwai (Kabupaten Kutai
Barat), Cagar Alam Teluk Apar (Kabupaten Paser), Cagar Alam Teluk Adang
(Kabupaten Paser), Cagar Alam Teluk Kelumpang – Selat Laut – Selat Sebuku
(Kabupaten Kotabaru), Cagar Alam Teluk Pamukan (Kabupaten Kotabaru),
dan
c. Cagar Alam Sungai Lulan dan Sungai Bulan (Kabupaten Kotabaru);
d. Taman Nasional Betung Kerihun (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional
Danau Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional Gunung Palung
(Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang), Taman Nasional Bukit
Baka-Bukit Raya (Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten
Katingan), Taman Nasional Tanjung Putting (Kabupaten Kotawaringin Barat
dan Kabupaten Seruyan), Taman Nasional Sebangau (Kabupaten Katingan,
Kabupaten Pulang Pisau, dan Kota Palangkaraya, Taman Nasional Kayan
Mentarang (Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten
Bulungan), dan Taman Nasional Kutai (Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten
Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang);
e. Taman Hutan Raya Sultan Adam (Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah
Laut) dan Taman Hutan Raya Bukit Suharto (Kabupaten Kutai Kartanegara
dan Kabupaten Penajam Paser Utara); dan
f. Taman Wisata Alam Belimbing (Kabupaten Sambas), Taman Wisata Alam
Asuansang (Kabupaten Sambas), Taman Wisata Alam Dungan (Kabupaten
Sambas), Taman Wisata Alam Gunung Melintang (Kabupaten Sambas),
Taman Wisata Alam Bukit Kelam Komplek (Kabupaten Sintang), Taman
Wisata Alam Tanjung Keluang/Teluk Keluang (Kabupaten Kotawaringin

Laporan Akhir |III- 21

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

Barat), dan Taman Wisata Alam Pelaihari Tanah Laut (Kabupaten Tanah
Laut).
L. Perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa endemik
kawasan pada suaka margasatwa, cagar alam, dan taman nasional dilakukan pada:
1. Suaka Margasatwa Lamandau (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten
Sukamara), Suaka Margasatwa Pelaihari Martapura (Kabupaten Tanah Laut), Suaka
Margasatwa Kuala Lupak (Kabupaten Tapin);
2. Cagar Alam Mandor (Kabupaten Landak), Cagar Alam Gunung Raya Pasi (Kota
Singkawang dan Kabupaten Bengkayang), Cagar Alam Muara Kendawangan
(Kabupaten Ketapang), Cagar Alam Niyut- Penrissen (Kabupaten Bengkayang,
Kabupaten Landak, dan Kabupaten Sanggau), Cagar Alam Bukit Sapat Hawung
(Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Gunung Mas), Cagar Alam Bukit Tangkiling
(Kota Palangkaraya), Cagar Alam Pararawen I/II (Kabupaten Barito Utara), Cagar Alam
Muara Kaman Sedulang (Kabupaten Kutai Kartanegara), Cagar Alam Padang Luwai
(Kabupaten Kutai Barat), Cagar Alam Teluk Apar (Kabupaten Paser), Cagar Alam Teluk
Adang (Kabupaten Paser), Cagar Alam Teluk Kelumpang – Selat Laut – Selat Sebuku
(Kabupaten Kotabaru), Cagar Alam Teluk Pamukan (Kabupaten Kotabaru), Cagar
Alam Sungai Lulan dan Sungai Bulan (Kabupaten Kotabaru), dan Cagar Alam Gunung
Sebatung (Kabupaten Kotabaru); dan
3. Taman Nasional Betung Kerihun (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional Danau
Sentarum (Kabupaten Kapuas Hulu), Taman Nasional Gunung Palung (Kabupaten
Kayong Utara-Kabupaten Ketapang), Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya
(Kabupaten Melawi-Kabupaten Sintang-Kabupaten Katingan), Taman Nasional
Tanjung Putting (Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan), Taman
Nasional Sebangau (Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau dan Kota
Palangkaraya), Taman Nasional Kayan Mentarang (Kabupaten Malinau, Kabupaten
Nunukan dan Kabupaten Bulungan), dan Taman Nasional Kutai (Kabupaten Kutai
Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang).
M. Pengembangan pengelolaan terhadap kawasan suaka alam laut, cagar alam laut, dan
taman wisata alam laut dilakukan pada:

Laporan Akhir |III- 22

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

1. Suaka Alam Laut Sambas (Kabupaten Sambas) dan Suaka Alam Laut Pulau Sebatik
(Kabupaten Nunukan);
2. Cagar Alam Laut Kepulauan Karimata (Kabupaten Kayong Utara); dan
3. Taman Wisata Alam Laut Bengkayang (Kabupaten Bengkayang), Taman Wisata Alam
Laut Berau (Kabupaten Berau), serta Taman Wisata Alam Laut Pulau Laut BaratSelatan dan Pulau Sembilan (Kabupaten Kotabaru).
N. Pelestarian kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dilakukan di:
1. Gereja Tua Sejiram (Kabupaten Kapuas Hulu), Keraton Kerajaan Tayan (Kabupaten
Sanggau), Rumah Adat Betang Panjang (Kabupaten Kapuas Hulu), Keraton Sanggau
(Kabupaten Sanggau), Keraton Kerajaan Sintang (Kabupaten Sintang), Tugu
Khatulistiwa (Kota Pontianak), Loksado (Kabupaten Hulu Sungai Selatan), Pasar
Terapung Dayak Meratus (Kota Banjarmasin), Bukit Batu Kasongan (Kabupaten
Katingan), Keraton Kutai Kartanegara (Kabupaten Kutai Kartanegara), Kampung
Masyarakat Suku Dayak Benuaq Ohong (Kabupaten Kutai Barat), dan Kampung
Masyarakat Suku Dayak Kenyah (Kota Samarinda); dan
2. Benda, bangunan, struktur atau situs lainnya yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
O. Pemertahanan kawasan pantai berhutan bakau di wilayah pesisir untuk perlindungan
pantai dan kelestarian biota laut dilakukan pada kawasan pantai berhutan bakau di
wilayah pesisir Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Kayong Utara,
Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten
Kotawaringin Timur, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Tanah Laut,
Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin,
Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten
Berau, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Nunukan.
P. Kawasan rawan bencana alam terdiri atas kawasan rawan banjir.
Q. Pengembangan jaringan drainase yang terintegrasi dengan sungai pada kawasan
perkotaan yang rawan banjir dilakukan di:
1. Kota Pontianak, Kota Palangkaraya, Kota Banjarmasin, Kota Balikpapan, Kota
Tenggarong, Kota Samarinda, Kota Bontang; dan

Laporan Akhir |III- 23

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

2. Kota Mempawah, Kota Ketapang, Kota Putussibau, Kota Sanggau, Kota Sintang, Kota
Kuala Kapuas, Kota Pangkalan Bun, Kota Buntok, Kota Muara Teweh, Kota Sampit,
Kota Martapura, Kota Marabahan, Kota Tanjung Redeb, Kota Sangata, Kota Tanjung
Selor, dan Kota Tanah Grogot.
R. Kawasan lindung geologi terdiri atas:
1. Kawasan cagar alam geologi;
2. Kawasan rawan bencana alam geologi; dan
3. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.
S. Kawasan cagar alam geologi terdiri atas:
1. Kawasan keunikan batuan dan fosil; dan
2. Kawasan keunikan bentang alam.
T. Kawasan rawan bencana alam geologi terdiri atas:
1. kawasan rawan gempa bumi;
2. kawasan rawan gerakan tanah; dan
3. kawasan rawan tsunami.
U. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah terdiri atas kawasan
imbuhan air tanah.
V. Rehabilitasi dan pelestarian kawasan cagar alam geologi yang memiliki keunikan batuan
dan fosil dilakukan di Kabupaten Kutai Timur.
W. Pemertahanan fungsi kawasan cagar alam geologi yang memiliki keunikan bentang alam
berupa karst dilakukan pada kawasan karst di Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau,
Kabupaten Malinau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, Kabupaten Barito Utara,
Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Tabalong, dan Kabupaten Tapin.
X. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun pada kawasan rawan
bencana alam geologi dilakukan pada:
a. kawasan rawan gempa bumi di Kota Tarakan, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan,
Kabupaten Tana Tidung, dan Kabupaten Nunukan;
b. kawasan rawan gerakan tanah di Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, Kabupaten
Kapuas Hulu, Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Lamandau, Kota
Balikpapan, Kabupaten Kutai Barat, Kota Bontang, Kabupaten Sangata, Kota Samarinda,
Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu

Laporan Akhir |III- 24

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten
Kotabaru, dan Kabupaten Tanah Bumbu; dan
c. kawasan rawan tsunami di pesisir timur Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten
Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten
Nunukan, Kota Bontang, dan Kota Tarakan.
Y. Penyelenggaraan upaya mitigasi dan adaptasi bencana melalui penetapan lokasi dan jalur
evakuasi bencana, pembangunan prasarana dan sarana pemantauan bencana, serta
penetapan standar bangunan gedung untuk mengurangi dampak akibat bencana alam
geologi dilakukan pada:
a. kawasan rawan gempa bumi di Kota Tarakan, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan,
Kabupaten Tana Tidung, dan Kabupaten Nunukan;
b. kawasan rawan gerakan tanah di Kabupaten Melawi, Kabupaten Sintang, Kabupaten
Kapuas Hulu, Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Lamandau, Kota
Balikpapan, Kabupaten Kutai Barat, Kota Bontang, Kabupaten Sangata, Kota Samarinda,
Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu
Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten
Kotabaru, dan Kabupaten Tanah Bumbu; dan
c. kawasan rawan tsunami di pesisir timur Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten
Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Tana Tidung, Kabupaten
Nunukan, Kota Bontang, dan Kota Tarakan.
Z. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya terbangun pada kawasan imbuhan air
tanah dilakukan pada kawasan imbuhan air tanah di CAT Paloh (Kabupaten Sambas dan
Negara Malaysia), CAT Tanjung Selor (Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau,
Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan, dan Negara Malaysia), CAT PalangkarayaBanjarmasin (Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan,
Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Katingan, Kabupaten
Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Gunung Mas,
Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Timur, Kota Palangkaraya, Kabupaten Tanah
Laut, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin, Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai
Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten
Tabalong, Kabupaten Balangan, Kota Banjarmasin dan Kota Banjar Baru), CAT

Laporan Akhir |III- 25

Penyusunan RPIJM Kabupaten Tapin 2016-2020

Muarapayang (Kabupaten Barito Utara dan Kabupaten Paser), dan CAT Muara Lahai
(Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Barito Utara).
AA.Kawasan lindung lainnya terdiri atas:
a. Pemertahanan dan pelestarian sistem tata air dan ekosistem alamiah pada

kawasan ramsar dilakukan di kawasan Ramsar Danau Sentarum (Kabupaten
Kapuas Hulu).
b. Pemertahanan, pelestarian, dan pengembangan kawasan laut yang memiliki

ekosistem terumbu karang dilakukan pada terumbu karang di wilayah perairan
Pulau Panjang, Pulau Derawan, Pulau Kakaban, Gosong Aling, Gosong Aruba,
Gosong Awing, Goso