ARKEOLOGI ANAK ANAK RELIEF NARATIF ANAK

ARKEOLOGI ANAK-ANAK:
RELIEF NARATIF ANAK-ANAK YANG
MEMPEROLEH PENDIDIKAN
PADA CANDI RIMBI DAN SURAWANA

Ummi Alifah (1106056592)

Makalah Akhir Mata Kuliah Arkeologi Sosial
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
2013

Pendahuluan
Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan manusia di masa lalu.
Pengertian kebudayaan manusia selama ini hanya dianggap buatan laki-laki dan perempuan
dewasa, tetapi anak-anak jarang sekali terlihat. Padahal dalam kehidupan sehari-hari anakanak tertawa dan menangis, bermain dan belajar hal baru yang diajarkan oleh orang dewasa.
Anak-anak merupakan life course yang cukup penting karena pada masa inilah anak-anak
diajarkan mengenai cara berkehidupan sehari-hari untuk meneruskan tradisi dalam
kebudayaannya. Mereka akan belajar suatu keahlian seperti berburu binatang dan membuat
tembikar yang sekaligus dapat membantu kerja orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Anak-anak dan perannya di masyararakat dapat menjadi topik yang menarik, tapi
dikesampingkan dari isu-isu yang nyata, dan usia, secara umum dapat menjadi variabel yang

tidak begitu penting (Kamp 2001). Penelitian arkeologi yang mungkin menakjubkan pada
topik anak-anak adalah artikel Lillehammer, "A Child is Born: The Child’s World in an
Archaeological Perspective.” Karyanya menggarisbawahi kurangnya pertimbangan bahwa
anak-anak telah diterima sebelumnya dalam interpretasi arkeologi meski memiliki banyak
bukti anak-anak dalam catatan materi masa lalu (Lillehammer 1989).
Di Indonesia, banyak benda budaya yang dapat mengungkan peran anak-anak dalam
kebudayaan. Penelitian arkeologi anak-anak di Indonesia pernah diteliti oleh Boedhijono dkk
mengenai Dinamika Kehidupan Anak-anak Pada Masa Jawa Kuna Abad VIII-XV Masehi.
Belum banyak penelitian tentang kehidupan anak-anak di masa lalu yang diungkapkan untuk
mengetahui pengaruh apa yang diberikan oleh anak-anak untuk kebudayaan.
Benda-benda peninggalan masa klasik (Hindu-Buddha) dapat diperoleh dari bangunan
candi, prasasti, alat-alat upacara dan benda-benda sehari-hari. Bangunan candi masa klasik
memiliki ciri dihias oleh patung-patung (arca) dan pahatan dinding (relief) untuk kepentingan
keagamaan maupun memperindah arsitektur. Relief yang dipahatkan dapat mengandung
cerita atau tidak. Dalam relief cerita dapat ditemukan kisah-kisah kehidupan sehari-hari
hingga upacara-upacara keagamaan dan kesenian yang hilang dalam waktu.
Pendidikan sudah diberikan sejak kecil, begitu pula dengan apa yang digambarkan
dalam relief Candi Rimbi dan Candi Surawana. Candi yang terletak di Jawa Timur dianggap
mewakili kehidupan masyarakat Jawa kuno yang pada masa itu Kerajaan Majapahit sedang
berjaya. Makalah ini diharapkan dapat menjadi bibit ide pengembangan penelitian mengenai


anak-anak. Tidak hanya terbatas pada data relief candi di Jawa Timur, tetapi sumber data
arkeologi lainnya yang perlu digali lebih dalam lagi.

Teori Sosial “Archaeology of Children”
Subyek anak-anak dibawa oleh strategi feminis dan kemudian berasosiasi dengan
arkeologi gender. Dibutuhkan pada bentuk kritis menyerupai arkeologi gender, dan dibiarkan
berlama-lama di belakang atau dalam posisi yang mirip dengan itu (Lillehammer 2000). Para
sarjana menegaskan bahwa kealpaan anak-anak dalam interpretasi arkeologi telah berakar,
setidaknya bagian, dari asosiasi antara anak-anak dan perempuan. Seperti perempuan, anakanak dikategorikan sebagai yang lemah dari dimensi laki-laki/perempuan dan dewasa/anakanak dan difemininkan (berbeda dari laki-laki) dan berada dalam kategori yang tak berdaya
(Baker 1997, Rothschild 2002).
Namun, mengingat fakta bahwa akademi adalah ruang sosial di mana inovasi dan
perbedaan merupakan inti paling sentral dan dinamis produksi pengetahuan, fokus arkeologi
pada anak-anak sebagai kendaraan yang baru sangat tepat. Anak secara harfiah adalah
anggota baru masyarakat dan oleh karena itu mungkin kita bertanya dengan cara apa anakanak berkontribusi pada inovasi yang mengarah untuk perubahan sebagaimana keberlanjutan
dan pengalihan budaya dalam masyarakat (Lillehammer 1989). Ini menimbulkan kebutuhan
arkeologi untuk pengembangan dan penerapan teori sosial untuk memahami pengakuan
masyarakat atau penolakan yang baru, baik dari segi lahirnya individu dan perilaku
selanjutnya dan prestasi dalam masyarakat itu. Karena anak-anak merupakan elemen penting
dari masyarakat dan masyarakat tidak dapat dilanggengkan tanpa anak-anak, tidak ada

arkeologi dewasa tanpa mengakui pentingnya hubungan antara anak-anak dan perubahan
(Lillehammer 2000).
Dua artikel signifikan dalam awal arkeologi anak-anak berjudul “Where Are the
Children?” (Sofaer Derevenski 1994) dan “Where Have All the Children Gone?” (Kamp
2001). Penegasan Hirschfeld (2002) bahwa antropologi berdasar pada premis kebudayaan
dipelajari dan tidak diwariskan sangat fundamental bagi arkeolog anak-anak.
Masa kanak-kanak adalah dasar pelatihan, masa dimana keahlian dan sistem
kepercayaan dipelajari, pembentukan kepribadian, dan sikap dan nilai ditanamkan. Di

beberapa masyarakat anak-anak menyediakan kebutuhan pekerja dan penting dalam strategi
penghidupan. Aktivitas spesifik seperti menggembala, mengambil air, dan mengambil kayu
bakar sering dijadikan tugas anak-anak. Anak-anak mungkin mengambil peran penting dalam
ekonomi rumah tangga, contohnya sebagai pekerja pabrik, pekerja agrikultur atau pengusaha.
Dalam tingkah rumah tangga, sejumlah anak dan seusianya dapat meraih kesuksesan
ekonomi dan dapat mendapat status yang baik secara personal maupun keluarga. Dengan
pemahaman peran anak dalam ekonomi, sikap terhadap anak lain, kesehatan bayi dan anakanak, dan aspek lain dari anak-anak dapat meningkatkan tak hanya deskripsi dasar dari
kebudayaan, tapi juga analisis isu yang lebih besar (Kamp 2001).
Memahami bahwa arkeolog cenderung membagi tugas dengan gender, Kamp (2002b,
hal. 71) mencatat bahwa anak-anak umumnya tidak dilihat sebagai menyediakan tenaga kerja
yang signifikan di interpretasi arkeologi. Sumber arkeologi, justru sebaliknya, merujuk pada

pentingnya menggunakan karya anak-anak dalam berbagai konteks. Misalnya dalam
memproduksi kerajinan, disinilah tempat alamiah untuk melihat arkeologi anak-anak.
Kerajinan membutuhkan kemahiran teknis dan pengetahuan budaya yang harus dipelajari
sebelumnya. Karena kecakapan mempelajari sebuah kerajinan dapat menghabiskan waktu
beberapa tahun, terkadang diasumsikan bahwa individu memulai pembelajaran di usia muda;
bukti etnografi mendokumentasi anak seusia 2-5 tahun yang belajar kerajinan (Kamp 2001,
p.13). ini tidak berarti bahwa semua pembelajar kerajinan adalah anak-anak, tapi itu
menunjukkan banyak pengrajin pemula yang memulai belajar di usia muda.

Relief Naratif Anak-Anak Di Candi Jawa Kuno
Pemahatan relief-relief pada candi tentunya sedikit banyak dipengaruhi oleh
lingkungan fisik dan budaya masyarakat setempat. Lingkungan fisik ini merupakan
pengalaman hidup pribadi yang diterima oleh sang seniman dari keadaan di sekelilingnya,
sedangkan lingkungan budaya mencakup sistem dan norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat (Kusen 1985:6). Keakuratan relief untuk menggambarkan keadaan di masa lalu
tergolong tepat karena hingga saat ini masih menemukan kesamaan perilaku pada masyarakat
tradisional Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan relief candi.
Dalam makalah ini diambil dua sampel panil relief yang dianggap mewaliki anakanak yang membantu kerja orang tua. Kedua relief adalah:

 Relief ‘kehidupan sehari-hari’ Candi Rimbi Jawa Timur

 Relief ‘kehidupan sehari-hari’ Candi Surawana Jawa Timur
Relief anak-anak yang akan diambil dari Candi Rimbi ialah yang berada pada teras
pertama kaki. Candi rimbi diperkirakan berasal dari masa Majapahit kurang lebih tahun 1384
Masehi. Candi ini terletak di Desa Wonosulan, Kabupaten Jombang.
Relief anak-anak dari Candi Surawana terletak di teras pertama kaki. Candi yang
tertelak di Kabupaten Kediri ini merupakan bangunan suci peninggalan masa Majapahit
tahun 1440 M.

Penerapan Teori Arkeologi Anak-Anak pada Relief Candi Jawa Kuno
 Relief Candi Rimbi.

Panil relief berukuran 30 cm x 30 cm. Pada panil ini terpahatkan dua tokoh. Tokoh
yang dipahatkan pada sisi kiri panil digambarkan dengan posisi menghadap ke sisi kanan
panil. Tokoh ini digambarkan sedang dalam posisi setengah berjongkok, kaki kiri sang tokoh

ditekuk ke belakang dengan jari-jari kaki menahan setengah dari berat badan tubuhnya.
Tokoh kedua tampak mengenakan sehelai kain sebatas pinggang sampai lutut dan sedang
menghadap ke sisi kanan panil dengan arah kepala sedang menengadah ke atas. Tangan
kanan dari tokoh kecil ini sedang memegang sebatang tongkat yang diarahkan ke pepohonan.
Aktivitas menggalah dengan tongkat dilakukan oleh anak kecil yang digendong oleh orang

dewasa (Rari 2000: 73).
Tokoh kedua yang bertubuh kecil adalah anak kecil yang sedang diajarkan menggalah
untuk mengambil sesuatu di pepohonan. Pekerjaan menggalah merupakan salah satu
pekerjaan keseharian untuk memperoleh kebutuhan sehari-hari sudah diajarkan sejak kecil
oleh orang dewasa untuk menyiapkan masa depan sang anak. Analisis yang dilakukan oleh
S. Kusparyati Boedhijono dkk dalam “Dinamika Kehidupan Anak-anak Pada Masa Jawa
Kuna Abad VIII-XV Masehi” relief ini dikategorikan sebagai Pendidikan dalam keluarga dan
di luar keluarga (2008).
 Relief Candi Surawana

Panil relief berukuran 53 cm x 33 cm dan memiliki ketebalan 6 cm. Pada panil ini
digambarkan dua orang tokoh, dilatarbelakangi dengan penggambaran pohon dan sulursuluran. Tokoh pertama digambarkan dalam posisi mengahadap ke kiri, dengan tangan kanan
memeluk seekor babi. Tokoh ini digambarkan berhidung besar dengan bagian kepala ditata
membentuk konde di bagian atas kepala. Di bagian belakang dari tokoh tersebut terpahatkan
seekor anjing yang digambarkan dalam posisi sedang duduk di dekat kaki tokoh tersebut.
Tokoh lainnya digambarkan sedang bersimpuh pada kedua lututnya menghadap ke arah
tokoh pertama dengan tangan kanan menjulur ke atas dengan menggenggam sebilah pisau,
dan tangan kirinya menjulur ke depan ke arah lutut dari tokoh pertama. Tokoh kedua ini
digambarkan bermata besar dan bertelinga panjang, juga berhidung besar. Adegan pada panil
ini kemungkinan menggambarkan kegiatan setelah berburu dan hendak menyembelih hasil

buruannya (Rari 2000: 91).
Tokoh yang memegang sebilah pisau memiliki tubuh yang lebih kecil dari tokoh
pertama ditafsirkan sebagai seorang anak. Anjing yang terletak di sisi kanan bidang panil
diperkirakan merupakan anjing pemburu yang bertugas membantu manusia menemukan
sasarannya. Aktivitas tersebut menggambarkan pembelajaran dari orang tua kepada seorang
anak untuk menyembelih hewan buruan berupa babi yang tertangkap dengan bantuan anjing
pemburunya. Analisis yang dilakukan oleh S. Kusparyati Boedhijono dkk mengklasifikasi
relief Candi Surawana ini sebagai kategori Membantu kerja orang tua (2008).

Kesimpulan
Dari penelitian-penelitian arkeologi anak-anak yang telah dilakukan dapat dipahami
bahwa anak-anak kini mendapat perhatian dari interpretasi arkeologi. Anak sebagai anggota
baru masyarakat dianggap dapat berkontribusi pada inovasi yang mengarah pada perubahan
sebagaimana keberlanjutan dan pengalihan budaya dalam masyarakat (Lillehammer 1989).
Sejak kecil, anak-anak akan memperoleh pendidikan sebagai pembentukan dasar kepribadian
dan keahlian (Kamp 2001). Manfaat dari pendidikan yang anak-anak terima dari orang
dewasa ialah untuk membantu dalam kehidupan sehari-hari seperti rumah tangga dan
ekonomi.
Dari analisis kedua relief yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diketahui bahwa
pada masa Jawa Kuno, pendidikan tentang kehidupan sehari-hari sudah diajarkan sejak anak-


anak. Relief "Menggalah" pada Candi Rimbi menggambarkan aktivitas anak kecil yang
menggalah dengan bantuan dan ajaran dari orang tua yang menggendongnya. Relief "Setelah
Perburuan" dari Candi Surawana menggambarkan proses perburuan babi yang dilakukan oleh
orang dewasa dan anak kecil dengan bantuan anjing pemburu. Kegiatan pendidikan dalam
kehidupan sehari-hari sesuai dengan teori Kamp bahwa pendidikan keahlian diperoleh sejak
masa kanak-kanak.

Daftar Pustaka
Baker, M. (1997) 'Invisibility as a symptom of gender categories in archaeology' dalam J.E.
Baxter The Archaeology of Childhood, Annual Review Anthropology. 2008. 37: 159–
75.
Boedhijono, S.K. (2008) ‘Dinamika Kehidupan Anak-anak Pada Masa Jawa Kuna Abad
VIII-XV Masehi’ dalam Makara, Sosial Humaniora, Vol. 12 No. 1. 39-55.
Derevenski, Joanna Sofaer. (2000) Children and Material Culture. London: Routledge.
Hirschfeld L. 2002. 'Why don’t anthropologists like children?' dalam J.E. Baxter The
Archaeology of Childhood, Annual Review Anthropology. 2008. 37:159–75.
Kamp, Kathryn A. (2001) 'Where Have All the Children Gone?: The Archaeology of
Childhood', dalam Journal of Archaeological Method and Theory Vol.8, No. 1.
Kamp K. (2002) 'Working for a living: children in the prehistoric Southwestern Pueblos'

dalam J.E. Baxter The Archaeology of Childhood, Annual Review Anthropology. 2008.
37:159–75.
Kusen (1985) 'Kreativitas dan Kemandirian Seniman Jawa dalam Mengolah Pengaruh
Budaya Asing: Studi Kasus Tentang Gaya Seni Relief Candi di Jawa Antara Abad IXXVI Masehi' dalam Inggita Adya Rari Penggambaran Aktivitas Keseharian
Masyarakat Jawa Kuna Berdasarkan Relief Kehidupan Sehari-hari Di Candi Rimbi,
Surawana dan Perwara Tegawangi Abad ke- 14-15 Masehi, Jawa Timur.FSUI. 2000.
Lillehammer, Grete. (1989) 'A Child is Born: The Child’s World in an Archaeological
Perspective', dalam J.E. Baxter The Archaeology of Childhood, Annual Review
Anthropology. 2008. 37:159–75.
Lillehammer, Grete. (2000) 'The World of Children', dalam J.S. Derevenski Children and
Material Culture. London: Routledge.

Rari, Inggita Adya (2000) Penggambaran Aktivitas Keseharian Masyarakat Jawa Kuna
Berdasarkan Relief Kehidupan Sehari-hari Di Candi Rimbi, Surawana dan Perwara
Tegawangi Abad ke- 14-15 Masehi, Jawa Timur.FSUI.
Rothschild, N. (2002) 'Introduction' dalam

J.E. Baxter The Archaeology of Childhood,

Annual Review Anthropology. 2008. 37:159–75.