Ejaan Yang Disempurnakan Pedoman Umum Ej

A. Latar Belakang
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan karena selain digunakan
sebagai alat komunikasi secara langsung atau lisan, bahasa juga dapat digunakan
sebagai alat komunikasi secara tulisan. Dalam era globalisasi dan pembangunan
reformasi demokrasi seperti sekarang ini, masyarakat dituntut secara aktif untuk dapat
mengawasi dan memahami informasi di segala aspek kehidupan sosial secara baik dan
benar. Untuk memahami informasi tersebut, bahasa berfungsi sebagai media
penyampaian secara baik dan tepat dan dengan penyampaian informasi secara tertulis,
diharapkan masyarakat dapat menggunakan media tersebut secara baik dan benar.
Guna memadukan satu kesepakatan dalam etika berbahasa, di sinilah peran
aturan baku digunakan. Dalam hal ini kita selaku warga negara yang baik hendaknya
selalu memperhatikan rambu-rambu ketatabahasaan Indonesia yang baik dan benar.
Ejaan adalah salah satu dari rambu-rambu tersebut. Seringkali ejaan di Indonesia
mengalami pergantian dari tahun ke tahun guna mengikuti perkembangan zaman.
Adapun

tujuan

dari

pergantian


sistem

ejaan

di

Indonesia

tak

lain

untuk

menyempurnakan aturan berbahasa masyarakat Indonesia dan Pedoman Umum
Ejaaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah wujud kongkret dari
penyempurnaan ejaan di Indonesia saat ini. Perkembangan ejaan, khususnya Ejaan
yang Disempurnakan (EYD) di Indonesia adalah submateri dalam ketatabahasaan
Indonesia yang memiliki peran cukup besar dalam mengatur etika berbahasa secara

tertulis sehingga diharapkan informasi tersebut dapat disampaikan dan dipahami secara
baik dan terarah. Dalam praktiknya diharapkan aturan tersebut dapat digunakan dalam
keseharian masyarakat sehingga proses penggunaan tata bahasa Indonesia dapat
dilakukan secara baik dan benar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, maka dapat
dirumuskan sebuah masalah yakni, “Bagaimanakah perkembangan ejaan yang
digunakan di Indonesia?”
C. Pemecahan Masalah
1. Pengertian ejaan

2. Perkembangan ejaan di Indonesia
Ejaan yang diresmikan
-

Ejaan Van Ophuijsen

-

Ejaan Soewandi (Republik)


-

Ejaan yang Disempurnakan
Ejaan yang tidak diresmikan

-

Ejaan Melindo

D. Tujuan Penulisan
Tujuan

penulisan

makalah

ini adalah untuk mengetahui bagaimana

sejarah


perkembangan ejaan di Indonesia.

Bab II
Pembahasan
A. Pengertian Ejaan
Ejaan adalah aturan tulis menulis. Secara lengkap dapat dikatakan bahwa ejaan
adalah keseluruhan peraturan tentang bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran
dan bagaimana hubungan antarlambang tersebut (pemisahan dan penggabungan
dalam suatu bahasa). Secara teknis ejaan adalah aturan tulis-menulis dalam suatu
bahasa yang berhubungan dengan penulisan huruf, pemakaian huruf, penulisan kata,
penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca.
Masalah ejaan adalah masalah tulis-menulis dalam bahasa Indonesia. Dalam
usaha memodernkan bahasa Indonesia, cara menulis atau aturan tulis-menulis dalam
bahasa Indonesia sangat perlu diutamakan karena tulisan merupakan tempat
pencurahan konsep pikir para penulis itu sendiri. Dalam hubungan itu, suatu komunikasi
yang dilakukan dengan tulis-menulis (dalam arti komunikasi jarak jauh dengan surat,
umpamanya) harus menerapkan ejaan. Oleh sebab itu, materi ejaan akan dipakai oleh
semua sasaran pembina bahasa Indonesia. Bagi masyarakat umum, masalah ejaan


barangkali saja masih berkutat pada masalah keniraksaraan sehingga masyarakat
tersebut harus dibina dalam hal pengenalan aksara latin.
B. Sejarah Perkembangan Ejaan di Indonesia
Bahasa Indonesia yang awalnya berakar dari bahasa Melayu sudah memiliki
aksara sejak beratus tahun yang lalu, yaitu aksara Arab Melayu. Di Nusantara ini,
bukan saja aksara Arab Melayu yang kita kenal. Kita juga mengenal aksara Jawa,
aksara Sunda, aksara Bugis, aksara Bali, aksara Lampung, aksara Kerinci, aksara
Rejang, dan aksara Batak. Aksara itu masing-masing memiliki nama, seperti aksara
Kaganga dan aksara Rencong (incung).
Ejaan yang diresmikan
1. Ejaan Van Ophuijsen
Aksara Arab Melayu dipakai secara umum di daerah Melayu dan daerah-daerah
yang telah menggunakan bahasa Melayu. Akan tetapi, karena terjadi kontak budaya
dengan dunia Barat, sebagai akibat dari kedatangan orang Barat dalam menjajah di
Tanah Melayu itu, di sekolah-sekolah Melayu telah digunakan aksara latin secara tidak
terpimpin. Oeh sebab itu, pada tahun 1900, menurut C.A. Mees (1956:30), Van
Ophuijsen, seorang ahli bahasa dari Belanda mendapat perintah untuk merancang
suatu ejaan yang dapai dipakai dalam bahasa Melayu, terutama untuk kepentingan
pengajaran. Jika penyususnan ejaan itu tidak cepat-cepat dilakukan, dikhawatirkan
bahwa sekolah-sekolah tersebut akan menyusun dengan cara yang tidak terpimpin

sehingga akan muncul kekacauan dalam ejaan tersebut.
Dalam menyusun ejaan tersebut, Van Ophuijsen dibantu oleh dua orang pakar
bahasa dari Melayu, yaitu Engkoe Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Thaib
Soetan Ibrahim. Dengan menggabungkan dasar-dasar ejaan Latin dan Ejaan Belanda,
Van Ophuijsen dan teman-teman berhasil membuat ejaan bahasa Melayu, yang ejaan
tersebut lazim disebut sebagai “Ejaan Van Ophuijsen”. Ejaan tersebut diresmikan
pemakaiannya pada tahun 1901. Ejaan van Ophuijsen dipakai selama 46 tahun, lebih
lama dari Ejaan Republik, dan baru diganti setelah dua tahun Indonesia merdeka.
Huruf-huruf yang mendukunng Ejaan Van Ophuijsen adalah sebagai berikut:
Bunyi vokal

A



E

i

o


u

Bunyi diftong
Bunyi konsonan
Bunyi hamzah
Bunyi ain
Bunyi trema

ai
B
D
R


..

Au
P
T

S

Oi
M
N
L

oe
g
dj
j

k
tj
h

ng
nj
w


Bunyi asing
ch
Sj
Z
Dengan adanya ejaan tersebut, kita akan mendapatkan penulisan kata dalam
bahasa Melayu sebagai berikut: ajam, elang, ekor, itik, orang, oelar, petai, kerbau,
amboi, kapal, galah, tjerah, djala, tikar, darah, pasar, hilah, rasa, lipat, warna, soedah,
habis, singa, njanji, mana, tida’, akal, mulai. Pemakaian angka dua menyakan
perulangan tidak dibenarkan. Pengulangan penyabutan sebuah kata harus dilakukan
dengan menulis secra lengkap kata tersebut.
Ejaan Van Ophuijsen belum dikatakan berhasil karena ia dan teman-temannya
mendapat kesulitan memelayukan tulisan beberapa kata yang diambil dari bahasa
Arab, yang mempunyai warna bunyi bahasa yang khas. Oleh sebab itu, dia memilih
bunyi ch, sj, z, f, secara tidak taat asas karena sudah pula banyak bahasa Arab yang
dimelayukan sehingga empat huruf itu tidak terpakai dengan baik. Kemudian, muncul
persoalan warna bunyi dari Arab yang disebut hamza dan ain, yang dilambangkannya
masing-masing dengan tanda apostrof (‘). Kesukaran-kesukaran itu selalu diperbaiki
dan disempurnakan oleh Van Ophuijsen. Ejaan tersebut secara lengkap termuat dalam
buku yang berjudul Kitab Logat Melajoe. Pada tahun 1926, sistem ejaan mendapat
bentuk yang tetap.

2. Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)
Beberapa tahun sebelum Indonesia merdeka yakni pada masa pendudukan
Jepang, pemerintah sudah mulai memikirkan keadaan ejaan kita yang sangat tidak
mampu mengikuti perkembangan ejaan internasional. Oleh sebab itu, Pemerintah
melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pengubahan ejaan untuk
menyempurnakan ejaan yang dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, pada tahun 1947 muncullah sebuah ejaan
yang baru sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen. Ejaan tersebut diresmikan oleh

Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia, Dr. Soewandi,
pada tanggal 19 Maret 1947 yang disebut sebagai Ejaan Republik. Karena Menteri
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan adalah Dr. Soewandi, ejaan yang diresmikan
itu disebut juga sebagai Ejaan Soewandi. Hal-hal yang menonjol dalam Ejaan
Soewandi atau Ejaan Republik itu adalah sebagai berikut :
 Huruf /oe/ diganti dengan /u/, seperti dalam kata berikut


goeroe menjdi guru




itoe menjadi itu



oemoer menjdi umur

 Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan /k/, seperti dalam kata berikut


tida’ menjadi tidak



Pa’ menjadi Pak



ma’lum menjadi maklum



ra’yat menjadi rakyat

 Angka dua boleh dipakai untuk menyatakan pengulangan, seperti kata berikut


beramai-ramai menjadi be-ramai2



anak-anak menjadi anak2



berlari-larian menjadi ber-lari-2an



berjalan-jalan menjadi ber-jalan2

 Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya, seperti berikut :
diluar (kata depan), dikebun (kata depan), ditulis (awalan), diantara (kata depan),
disimpan (awalan), dipimpin (awalan), dimuka (kata depan), ditimpa (awalan), disini
(kata depan).
 Tanda trema tidak dipakai lagi sehingga tidak ada perbedaan antar suku kata diftong,
seperti kata berikut


Didjoempaϊ menjadi didjumpai



Dihargaϊ menjadi dihargai



Moelaϊ menjadi mulai

 Tanda aksen pada huruf e tidak dipakai lagi, seperti pada kata berikut



ẻkor menjadi ekor



hẻran mejadi heran



mẻrah menjadi merah



berbẻda menjadi berbeda

 Di hadapan tj dan dj, bunyi sengau ny dituliskan sebagai n untuk mengindahkan cara
tulis


Menjtjuri menjdi mentjuri



Menjdjual menjadi mendjual

 Ketika memotong kata-kata di ujung baris, awalan dan akhiran dianggap sebagai sukusuku kata yang terpisah


be-rangkat menjadi ber-angkat



atu-ran menjadi atur-an

 Huruf-huruf q, x, dan y tidak diatur pemakainnya dalam ejaan. Huruf c hanya dipakai
dalam hubungannya dengan huruf ch.
3. Ejaan Yang Disempurnakan
Pada tanggal 16 Agustus 1972, Ptresiden Republik Indonesia (Bapak Soeharto)
meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang lazim
disingkat dengan EYD. Peresmian ejaan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 57 Tahun 1972. Dengan dasar itu, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan yang memuat berbagai patokan pemakaian ejaan yang baru. Buku
yang beredar yang memuat kaidah-kaidah ejaan tersebut direvisi dan dilengkapi oleh
suatu badan yang berada di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang
diketuai oleh Prof. Dr. Amran Halim dengan dasar surat keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan tanggal 12 Oktober 1972, Nomor 156/P/1972. Hasil kerja komisi
tersebut adalah berupa sebuah buku yang berjudul Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan yang diberlakukan dengan surat keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0196/1975. Bersama buku tersebut, lahir pula
sebuah buku yang berfungsi sebagai pendukung buku yang pertama, yaitu buku

Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Badan itu bernama Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa yang sekarang bernama Pusat Bahasa.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa
Indonesia yang disempurnakan itu adalah sebagai berikut :
 Huruf yang berubah fungsi adalah sebagai berikut
a. /dj/ djalan menjadi /j/ jalan
b. /j/ pajung menjadi /y/ payung
c. /nj/ njanji menjadi /ny/ nyanyi
d. /sj/ isjarat menjadi /sy/ isyarat
e. /tj/ tjukup menjadi /c/ cukup
f. /ch/ achir menjdi /kh/ akhir
 Peresmian penggunaan huruh berikut yang sebelumnya belum resmi adalah :
a. pemakaian huruf /f/ dalam kata maaf, fakir
b. pemakaian huruf /v/ dalam kata universitas, valuta
c. pemakaian huruf /z/ dalam kata lezat, zeni
 Huruf yang hanya dipakai dalam ilmu eksakta, adalah sebagai berikut
a. pemakaian huruf /q/ dalam rumus a:b = p:q
b. pemakaian huruf /x/ dalam istilah Sinar-X
 Penulisan di- sebagai awalan dan penulisan di sebagai kata depan dilakukan seperti
berikut :
a. penulisan awalan di- diserangkaiakan dengan kata yang mengikutinya, seperti
dimakan, dijumpai
b. penulisan kata depan di dipisahkan dengan kata yang emngikutinya, seperti di muka,
di pojok, di antara.
Dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan itu terdapat pembicaraan yang
lengkap, yaitu
1. pembicaraan tentang nama dan penulisan huruf
2. pembicaraan tentang pemakaian huruf
3. pembicaraan tentang penulisan kata
4. pembicaraan tentang penulisan unsur serapan
5. pembicaraan tentang pemakaian tanda baca.

Dengan lahirnya Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan itu kini kita dapat
merasakan bahwa ejaan bahasa kita sudah tidak perlu diubah lagi. Jika ada hal-hal
yang perlu dimasukkan ke dalam ejaan yang selama ini tidak diatur dalam ejaan
tersebut, cukup ejaan itu direvisi dalam edisi berikutnya.
Ejaan yang tidak diresmikan
1. Ejaan Melindo
Pada akhir tahun 1950-an para penulis mulai pula merasakan kelemahan yang
terdapat pada Ejaan Republik itu. Ada kata-kata yang sangat mengganggu penulisan
karena ada satu bunyi bahas yang dilambangkan dengan dua huruf, seperti dj, tj, sj, ng,
dan ch. Para pakar bahasa menginginkan satu lamabang untuk satu bunyi. Gagasan
tersebut dibawa ke dalam pertemuan dua Negara, yaitu Indonensia dan Malaysia. Dari
pertemuan itu, pada akhir tahun 1959 Sidang Perutusan Indonensia dan Melayu
(Slametmulyana dan Syeh Nasir bin Ismail, masing-masing berperanan sebagi ketua
perutusan) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama
Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia).
Konsep bersama itu memperlihatkan bahwa satu bunyi bahasa dilambangkan
dengan satu huruf. Salah satu lambing itu adalah huruf j sebagai pengganti dj, huruf c
sebagai pengganti huruf tj, huruf η sebagai pengganti ng, dan huruf ή sebagai
pengganti nj. Sebagai contoh :
 sejajar sebagai pengganti sedjadjar
 mencuci sebagai pengganti mentjutji
 meηaηa sebagai pengganti dari menganga
 berήaήi sebagai pengganti berjanji
Ejaan Melindo tidak pernah diresmikan. Di samping terdapat beberapa kesukaran
teknis untuk menuliskan beberapa huruf, politik yang terjadi pada kedua negara antara
Indonesia-Malaysia

tidak

memungkinkan

untuk

meresmikan

ejaan

tersebut.

Perencanaan pertama yang dilakukan dalam ejaan Melindo, yaitu penyamaan lambang
ujaran antara kedua negara, tidak dapat diwujudkan. Perencanaan kedua, yaitu
pelambangan setiap bunyi ujaran untuk satu lambang, juga tidak dapat dilaksanakan.

Berbagai gagasan tersebut dapat dituangkan dalam Ejaan bahasa Indonensia yang
disempurnakan yang berlaku saat ini.

Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Pada dasarnya masyarakat kita telah memahami penggunaan kaidah tata bahasa
Indonesia yang baik dan benar, akan tetapi dalam pelaksanaannya seringkali
masyarakat dihadapkan pada situasi dan kondisi berbahasa yang tidak mendukung.
Maksudnya ialah masyarakat masih enggan untuk mengikuti kaidah tata bahasa
Indonesia yang baik dan benar dalam komunikasi sehari-hari. Masyarakat sering
terdikte oleh aturan-aturan tata bahasa yang salah, sehingga bermula dari kesalahankesalahan tersebut dapat menjadi kesalahan yang sangat fatal dalam mengikuti aturanaturan ketata bahasaan yang akhirnya kesalahan tersebut menjadi sebuah kebiasaan
dan parahnya lagi hal tersebut membudaya dan dibenarkan penggunaannya dalam
keseharian. Dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa perkembangan
ejaan di Indonesia telah mengalami beberapa pergantian, mulai dari ejaan Van
Ophuijsen, ejaan Soewandi (republik), dan ejaan yang disempurnakan. Bahkan
terdapat ejaan yang dirundingkan bersama antara Indonesia dan Malaysia, yakni ejaan
Melindo. Namun, karena faktor-faktor tertentu ejaan tersebut tidak dapat diresmikan.
B. Saran
Sudah menjadi kewajiban kita sebagai kaum pelajar untuk selalu mengingatkan
kepada masyarakat guna dapat menggunakan kaidah tata bahasa Indonesia yang baik
dan benar.Karena bagaimanapun bahasa memiliki peran penting dalam proses
pembangunan karakter masyarakat dalam bangsa ini.