Pers di Indonesia Permen Nomor

Pengertian Pers Secara Umum adalah media massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik
dalam bentuk tulisan, suara, dan gambar serta data dan grafik dengan menggunakan media
elektronik dan media cetak dan dll. Pers dalam etimologi, kata pers (Belanda), presse
(prancis), Press (inggris), sedangkan kata pers dalam bahas latin adalah pressare dari kata
premere artinya "tekan" atau "cetak". definisi pers secara terminologisnya adalah media
massa cetak atau media cetak. Istilah pers dikenal sebagai salah satu jenis media massa atau
media komunikasi massa yang sudah lama dikenal oleh masyarakat dan tidak hanya itu istilah
pers juga lazim dikaitkan dengan surat kabar (newspaper) atau majalah (magazine).
Pengertian Pers menurut Oemar Seno Adji pakar komunikasi membagi pengertian pers
dalam arti sempit dan pengertian pers dalam arti luas, pengertian pers dalam arti sempit
adalah penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita dengan kata bertulis,
sedangkan pengertian pers dalam arti luas adalah memasukkan didalamnya sebuah media
mass communications yang memancarkan pikiran dan perasaan orang baik dengan kata yang
tertulis maupun dengan lisan.
Pengertian pers menurut UUD No. 40 Tahun 1999 yang berbunyi bahwa pengertian pers
adalah lembaga sosial atau wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik yang meliputi, mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta
data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak atau media
elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.


Sejarah Pers Indonesia
Pers Indonesia dimulai Sejak dibentuknya Kantor berita ANTARA didirikan tanggal 13
Desember 1937 sebagai kantor berita perjuangan dalam rangka perjuangan merebut
kemerdekaan Indonesia, yang mencapai puncaknya dengan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Kantor berita Antara didirikan oleh Soemanang saat usia
29 tahun, A.M. Sipahoentar saat usia 23 tahun, Adam Malik saat berusia 20 tahun dan Pandu
Kartawiguna.[3] Adam Malik pada usia 21 tahun diminta untuk mengambil alih sebagai
pimpinan ANTARA, dikemudian hari Ia menjadi orang penting dalam memberitakan
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.[4]
Karena kredibilitasnya, Adam Malik setelah menduduki jabatan semula sebagai ketua Kantor
berita Antara, ia diangkat sebagai Menteri Perdagangan, Duta Besar, Menteri Utama Bidang
Politik, Menteri Luar Negeri, Presiden Sidang Majelis Umum PBB, Ketua DPR/MPR dan
Wakil Presiden.[5]

Kemerdekaan Pers
Kemerdekaan pers dalam arti luas adalah pengungkapan kebebasan berpendapat secara
kolektif dari hak berpendapat secara individu yang diterima sebagai hak asasi manusia.[butuh
rujukan]
Masyarakat demokratis dibangun atas dasar konsepsi kedaulatan rakyat, dan keinginankeinginan pada masyarakat demokratis itu ditentukan oleh opini publik yang dinyatakan
secara terbuka.[butuh rujukan] Hak publik untuk tahu inilah inti dari kemerdekaan pers, sedangkan

wartawan profesional, penulis, dan produsen hanya pelaksanaan langsung.[butuh rujukan] Tidak
adanya kemerdekaan pers ini berarti tidak adanya hak asasi manusia (HAM).[6]

Pembahasan RUU pers terakhir 1998 dan awal 1999 yang kemudian menjadi UU no. 40
Tahun 1999 tentang pers sangat gencar.[butuh rujukan] Independensi pers, dalam arti jangan ada
lagi campur tangan birokrasi terhadap pembinaan dan pengembangan kehidupan pers
nasional juga diperjuangkan oleh kalangan pers.[butuh rujukan] Komitmen seperti itu sudah
diuslukan sejak pembentukan Persatuan Wartawan Indonesia PWI tahun 1946.[butuh rujukan] Pada
saat pembahasan RUU pers itu di DPR-RI, kalangan pers dengan gigih memperjuangkan
independensi pers.[butuh rujukan] Hasil perjuangan itu memang tercapai dengan bulatnya pendirian
sehingga muncul jargon “biarkanlah pers mengatur dirinya sendiri sedemikian rupa, sehingga
tidak ada lagi campur tangan birokrasi”.[butuh rujukan] Aktualisasi keberhasilan perjuangan itu
adalah dibentuknya Dewan Pers yang independen sebagaimana ditetapkan dalam UUD No.
40 tahun 1999 tentang Pers.[butuh rujukan]
Kemerdekaan pers berasal dari kedaulatan rakyat dan digunakan sebagai perisai bagi rakyat
dari ancaman pelanggaran HAM oleh kesewenang-wenangan kekuasaan atau uang.[butuh rujukan]
Dengan kemerdekan pers terjadilah chek and balance dalam kehidupan bangsa dan bernegara.
[butuh rujukan]
Kemerdekaan pers berhasil diraih, karena keberhasilan reformasi yang mengakhiri
kekuasan rezim Orde Baru pada tahun 1998.[7]


Media massa
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Seorang gadis kecil membaca berita melalui surat kabar (koran) yang diantarkan
kerumahnya tentang pendaratan di bulan pada tahun 1969

Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai digunakan pada tahun 1920-an untuk
mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang
sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media.
Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah memiliki ketergantungan dan kebutuhan
terhadap media massa yang lebih tinggi daripada masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi
karena pilihan mereka yang terbatas. Masyarakat dengan tingkat ekonomi lebih tinggi
memiliki lebih banyak pilihan dan akses banyak media massa, termasuk bertanya langsung
pada sumber atau ahli dibandingkan mengandalkan informasi yang mereka dapat dari media
massa tertentu.

Pengertian Pers menurut para ahli
UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang

melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik
dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan
grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,
media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
R Eep Saefulloh Fatah
Pers merupakan pilar keempat bagi demokrasi (the fourth estate of
democracy) dan mempunyai peranan yang penting dalam membangun
kepercayaan, kredibilitas, bahkan legitimasi pemerintah
Oemar Seno Adji
1. Pers dalam arti sempit, yaitu penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau
berita-berita dengan kata tertulis
2. Pers dalam arti luas, yaitu memasukkan di dalamnya semua media mass
communications yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang baik
dengan kata-kata tertulis maupun dengan lisan.
Kamus Umum Bahasa Indonesia
Pers berarti:
1.
2.
3.

4.

alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar
alat untuk menjepit atau memadatkan
surat kabar dan majalah yang berisi berita
orang yang bekerja di bidang persurat kabaran.

Kustadi Suhandang
Pers adalah seni atau ketrampilan mencari, mengumpulkan, mengolah,
menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi seharihari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani
khalayaknya

Sejarah Pers Di Indonesia
Masa Penjajahan Belanda

Pada tahun 1615 atas perintah Jan Pieterzoon Coen, yang kemudian pada tahun 1619 menjadi
Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan “Memories der Nouvelles”, yang ditulis dengan tangan.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa “surat kabar” pertama di Indonesia ialah suatu
penerbitan pemerintah VOC.
Pada Maret 1688, tiba mesin cetak pertama di Indonesia dari negeri Belanda. Atas intruksi

pemerintah, diterbitkan surat kabar tercetak pertama dan dalam nomor perkenalannya dimuat
ketentuan-ketentuan perjanjian antara Belanda dengan Sultan Makassar. Setelah surat kabar
pertama kemudian terbitlah surat kabar yang diusahakan oleh pemilik percetakan-percetakan
di beberapa tempat di Jawa. Surat kabar tersebut lebih berbentuk koran iklan. fungsinya
untuk membantu pemerintahan kolonial belanda
Masa Pendudukan Jepang

Pada masa ini, surat kabar-surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri sendiri
dipaksa bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya disesuaikan dengan rencanarencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa yang mereka namakan
“Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya. Dengan demikian, pada zaman pendudukan
Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar-kabar dan karangan-karangan yang dimuat
hanyalah pro-Jepang semata.
Masa Revolusi Fisik

Peranan yang telah dilakukan oleh pers kita di saat-saat proklamasi kemerdekaan dicetuskan,
dengan sendirinya sejalan dengan perjuangan rakyat Indonesia. Bahkan tidak sedikit dari para
wartawan yang langsung turut serta dalam usaha-usaha proklamasi. Semboyan “Sekali
Merdeka Tetap Merdeka” menjadi pegangan teguh bagi para wartawan. Periode tahun 1945
sampai 1949 yang biasa dinamakan periode “revolusi fisik”, membawa coraknya tersendiri
dalam sifat dan fungsi pers kita. Dalam periode ini pers kita dapat digolongkan ke dalam dua

kategori, yaitu pertama, pers yang terbit dan diusahakan di daerah yang dikuasai oleh
pendudukan sekutu, kemudian Belanda, dan kedua pers yang terbit diusahakan di daerah
yang dikuasai oleh RI yang kemudian turut bergerilya.
Masa Demokrasi Liberal

Dalam aksi-aksi ini peranan yang telah dilakukan oleh pers republik sangat besar. Republik
Indonesia Serikat yang tidak sesuai dengan keinginan rakyat akhirnya bubar dengan
terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950.
Pada masa ini untuk memperoleh pengaruh dan dukungan pendapat umum, pers kita yang
pada umumnya mewakili aliran-aliran politik yang saling bertentangan, menyalahgunakan
kebebasan pers (freedom of the press), yang kadang-kadang melampaui batas-batas
kesopanan.

Masa Demokrasi Terpimpin

Periode yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin sering disebut sebagai zaman Orde
Lama. Periode ini terjadi saat terbentuknya Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Presiden
Soekarno, sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga
meletusnya Gerakan 30 September 1965.
Masa Orde Baru


Ketika alam Orde Baru ditandai dengan kegiatan pembangunan di segala bidang, kehidupan
pers kita pun mengalami perubahan dengan sendirinya karena pers mencerminkan situasi dan
kondisi dari kehidupan masyarakat di mana pers itu bergerak. Pers sebagai sarana
penerangan/komunikasi merupakan salah satu alat yang vital dalam proses pembangunan.
Pada masa Orde Baru, ternyata tidak berarti kehidupan pers mengalami kebebasan yang
sesuai dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat. Terjadinya pembredelan pers pada masamasa ini menjadi penghalang bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan memperjuangkan
hak-hak asasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Masa Reformasi

Salah satu jasa pemerintahan B.J. Habibie pasca Orde Baru yang harus disyukuri ialah pers
yang bebas. Pemerintahan Presiden Habibie mempunyai andil besar dalam melepaskan
kebebasan pers, sekalipun barangkali kebebasan pers ikut merugikan posisinya sebagai
presiden.

Perkembangan Pers Di Indonesia
 Perkembangan pers di Indonesia berawal pada penerbitan surat kabar











pertama, yaitu Bataviasche Novelles en Politique Raisonemnetan yang
terbit 7 Agustus 1774.
Kemudian muncul beberapa surat kabar berbahasa Melayu, antara lain
Slompet Melajoe, Bintang Soerabaja (1861), dan Medan Prijaji (1907).
Majalah tertua ialah Panji Islam (1912-an)
Surat kabar terbitan peranakan Tionghoa pertama kali muncul adalah Li
Po (1901), kemudian Sin Po (1910).
Surat kabar pertama di Indonesia yang menyiarkan teks Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pada tanggal 18 Agustus 1945 adalah
surat kabar Soeara Asia.
Sesudah itu, surat kabar nasional yang memuat teks proklamasi adalah
surat kabar Tjahaja (Bandung), Asia Raja (Jakarta), dan Asia Baroe
(Semarang).

Corak kehidupan politik, ideologi, kebudayaan, tingkat kemajuan suatu
bangsa sangat mempengaruhi sistem pers di suatu negara.

Secara umum, di seluruh dunia terdapat pola kebijakan pemerintah terhadap pers yang
otoriter dan demokratis. Di antarakeduanya terdapat variasi dan kombinasi, bergantung
tingkat perkembangan masing-masing negara. Ada yang quasi otoriter, ada yang quasi
demokratis, dan sebagainya.

Jenis-jenis media massa

Media massa tradisional

Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan memiliki organisasi yang
jelas sebagai media massa. Secara tradisional media massa digolongkan sebagai berikut: surat
kabar, majalah, radio, televisi, film (layar lebar). Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri
seperti:
1. Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan didistribusikan
2. Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui
saluran tertentu.
3. Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan

menyeleksi informasi yang mereka terima.
4. Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit.
Media massa modern

Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi dan sosial budaya, telah
berkembang media-media lain yang kemudian dikelompokkan ke dalam media massa seperti
internet dan telepon selular. Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:
1. Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima
(melalui SMS atau internet misalnya)
2. Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun
juga oleh individual
3. Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu
4. Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam
5. Penerima yang menentukan waktu interaksi

Pengaruh media massa pada budaya
Menurut Karl Erik Rosengren pengaruh media cukup kompleks, dampak bisa dilihat dari:
1. skala kecil (individu) dan luas (masyarakat)
2. kecepatannya, yaitu cepat (dalam hitungan jam dan hari) dan lambat
(puluhan tahun/ abad) dampak itu terjadi.

Pengaruh media bisa ditelusuri dari fungsi komunikasi massa, Harold Laswell pada artikel
klasiknya tahun 1948 mengemukakan model sederhana yang sering dikutip untuk model
komunikasi hingga sekarang, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.

Siapa (who)
Pesannya apa (says what)
Saluran yang digunakan (in what channel)
Kepada siapa (to whom)
Apa dampaknya (with what effect)

Model ini adalah garis besar dari elemen-elemen dasar komunikasi. Dari model tersebut,
Laswell mengidentifikasi tiga dari keempat fungsi media.

Pengaruh media massa pada pribadi

Secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan pemirsanya terhadap
bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan
dengan dunia sehari-hari [2]
 Pertama, media memperlihatkan pada pemirsanya bagaimana standar

hidup layak bagi seorang manusia, dari sini pemirsa menilai apakah
lingkungan mereka sudah layak, atau apakah ia telah memenuhi standar
itu - dan gambaran ini banyak dipengaruhi dari apa yang pemirsa lihat
dari media.
 Kedua, penawaran-penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi
memengaruhi apa yang pemirsanya inginkan, sebagai contoh media
mengilustrasikan kehidupan keluarga ideal, dan pemirsanya mulai
membandingkan dan membicarakan kehidupan keluarga tersebut, dimana
kehidupan keluarga ilustrasi itu terlihat begitu sempurna sehingga
kesalahan mereka menjadi menu pembicaraan sehari-hari pemirsanya,
atau mereka mulai menertawakan prilaku tokoh yang aneh dan hal-hal
kecil yang terjadi pada tokoh tersebut.
 Ketiga, media visual dapat memenuhi kebutuhan pemirsanya akan
kepribadian yang lebih baik, pintar, cantik/ tampan, dan kuat. Contohnya
anak-anak kecil dengan cepat mengidentifkasikan mereka sebagai
penyihir seperti Harry Potter, atau putri raja seperti tokoh Disney. Bagi
pemirsa dewasa, proses pengidolaaan ini terjadi dengan lebih halus,
mungkin remaja ABG akan meniru gaya bicara idola mereka, meniru cara
mereka berpakaian. Sementara untuk orang dewasa mereka
mengkomunikasikan gambar yang mereka lihat dengan gambaran yang
mereka inginkan untuk mereka secara lebih halus. Mungkin saat kita
menyisir rambut kita dengan cara tertentu kita melihat diri kita mirip
"gaya rambut lupus", atau menggunakan kacamata a'la "Catatan si Boy".
 Keempat, bagi remaja dan kaum muda, mereka tidak hanya berhenti
sebagai penonton atau pendengar, mereka juga menjadi "penentu",
dimana mereka menentukan arah media populer saat mereka berekspresi
dan mengemukakan pendapatnya.

Penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi mendukung pemirsanya menjadi lebih baik
atau mengempiskan kepercayaan dirinya. Media bisa membuat pemirsanya merasa senang
akan diri mereka, merasa cukup, atau merasa rendah dari yang lain.

Kebebasan Pers di Indonesia
Dengan adanya kebebasan media massa maka akhirnya mengalami pergeseran ke arah liberal
pada beberapa tahun belakangan ini. Ini merupakan kebebasan pers yang terdiri dari dua
jenis : Kebebasan Negatif dan Kebebasan Positif.
 Kebebasan negatif merupakan kebebasan yang berkaitan dnegan

masyarakat dimana media massa itu hidup. Kebebasan yang dimaksud
adalah kebebasan dari interfensi pihak luar organisasi media massa yang
berusaha mengendalikan, membatasi atau mengarahkan media massa
tersebut.

 Kebebasan positif merupakan kebebasan yang dimiliki media massa

secara organisasi dalam menentukan isi media. Hal ini berkaitan dengan
pengendalian yang dijalankan oleh pemilik media dan manajer media
terhadap para produser, penyunting serta kontrol yang dikenakan oleh
para penyunting terhadap karyawannya. [3]

Kedua jenis kebebasan tersebut, bila melihat kondisi media massa Indonesia saat ini pada
dasarnya bisa dikatakan telah diperoleh oleh media massa kita. Memang kebebasan yang
diperoleh pada kenyataannya tidak bersifat mutlak, dalam arti media massa memiliki
kebebasan positif dan kebebasan negatif yang kadarnya kadang-kadang tinggi atau bisa
dikatakan bebas yang bebas-sebebasnya tanpa kontrol sedikitpun.

Hubungan antara Pers dan Jurnalistik
Pers dan jurnalistik merupakan suatu kesatuan yang bergerak dalam bidang penyiaran
informasi, hiburan, keterangan, dan penerangan. Artinya adalah bahwa antara pers dan
jurnalistik mempunyai hubungan yang erat. Pers sebagai media komunikasi massa tidak akan
berguna apabila sajiannya jauh dari prinsip-prinsip jurnalistik. Sebaliknya karya jurnalistik
tidak akan bermanfaat tanpa disampaikan oleh pers sebagai medianya, bahkan boleh
dikatakan bahwa pers adalah media khusus untuk digunakan dalam mewujudkan dan
menyampaikan karya jurnalistik kepada khalayak (Kustadi Suhandang, 2004:40).

Referensi
1.

^ http://www.scribd.com/kinjat/d/25964065-Fungsi-Dan-PerananPers

^ (Inggris) Gamble, Teri and Michael. Communication works.
Seventh edition.
3.
^ Abdullah, Irwan, 2001, Seks, Gender dan Reproduksi Kekuasaan,
Tarawang Press, Yogyakarta
2.

B. Perkembangna Pers di Indonesia
Perkembangan pers di Indonesia tidsk bisa dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa
Indonesia sendiri. Pers dapat digolongkan dalam 3 kategori, yaitu pers kolonial, pers cina,
dan pers nasional.
1. Sejarah pers kolonial
1. Pers kolonial adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Belanda pada
masa penjajahan Belanda, berupa surat kabar, majalah, yang bertujuan untuk
membantu usaha pemerintah Hindhia Belanda.
2. Sejarah pers Cina, koran-koran, majalah dalam bahasa Cina, Belanda atau
Indonesia yang diterbitkan oleh golongan penduduk Cina.
3. Sejarah pers nasional, diusahakan oleh orang-orang Indonesia terutama orangorang pergerakan dan diperuntukkan bagi orang-orang Indonesia. Pers ini
bertujuan memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia di masa penjajahan.
2. Perkembangan pers nasional

Perkembangan pers nasional dimulai sejak jaman pergerakan, masa pendudukan jepang, masa
revolusi fisik, masa demokrasi liberal, masa demokrasi terpimpin, masa orde baru, dan pers
di alam reformasi sekarang ini.
a. Pers masa pergerakan, pers masa ini tidak bisa dipisahkan dari kebangkitan nasional
bangsa Indonesia melawan penjajahan. Pers menyuarakan kepedihan, penderitaan, dan
merupakan refleksi dari isi hati bangsa terjajah. Pers menjadi pendorong bangsa Indonesia
dalam perjuangannya memperbaiki nasib dan kedudukan bangsa. Beberapa harian yang terbit
pada masa pergerakan adalah:
1)

Harian Sedio Tomo (Budi Utomo)

2)

Harian Darmo Kondo, pimpinan Sudaryo Cokrosiswoyo

3)

Harian Utusan Hindhia, pimpinan H.O.S Cokroaminoto

4)

Harian Fajar Asia, pimpinan Haji Agus Salim

5)

Mjalah mingguan Pikiran Rakyat, didirikan oleh Ir. Sukarno

6)

Majalah berkala Daulat Rakyat, dipimpin oleh Moh Hatta dan Sutan Syahrir

Untuk mengimbangi pers nasional pemerintah Belanda mendirikan Kantor Berita Antara
pada tanggal 13 Desember 1937.
b. Pers masa pendudukkan jepang, pada masa ini pers menjadi alat pemerintah jepang dan
bersifat pro Jepang. Beberapa harian yang muncul pada masa ini adalah: Asia Raya di
Jakarta, Sinar Baru di Semarang, Sinar Asia di Surabay, dan Tjahaya di Bandung.
c. Pers masa revolusi fisik (1945-1949)
Pers terbagi menjadi 2 golongan, yaitu :
Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara sekutu dan Belanda yang selanjutnya diberi
nama pers NICA. Diantaranya Warta Indonesia (Jakarta), Persatuan (Bandung), Suluh Rakyat
(Semarang), Pelita Rakyat (Surabaya), Mustika (Medan).
Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh orang Indonesia yang disebut Pers Republik.
Misalnya : Merdeka, Sumber, Pemandangan, Kedaulatan Rakyat, Nasional, Pedoman.
d. Pers masa demokrasi liberal (1950-1959)
Fungsi pers pada masa ini sebagai perjuangan kelompok partai / aliran politik.
e. Pers masa demokrasi terpimpin (1959-1966)
Pada masa ini menganut konsep otoriter. Pers nasional saat ini merupakan terompet penguasa
dan bertugas mengagung-agungkan pribadi presiden dan mengindoktrinasikan manipol. Pers
diberi tugas menggerakkan aksi-aksi massa yang revolusioner dengan jalan memberikan

penerangan, membangkitkan jiwa dan kehendak massa agar mendukung pelaksanaan manipol
dan ketetapan pemerintah lainnya.
f. Pers masa orde baru (1966-1988)
Pers pada masa ini dianggap sebagai salah satu unsur penggerak pembangunan, media vital
penggerak pembangunan. Pers yang mengkritik pembangunan dan pemerintah mendapat
tekanan, bahkan dicabut surat ijin penerbitannya (SIUUP).
g. Pers masa reformasi (1988-sekarang)
Pers menikmati kebebasan sejalan dengan alam reformasi, keterbukaan dan demokrasi yang
memperjuangkan rakyat Indonesia.yang ditandai dengan keluarnya berbagai macam
peraturan perundangan terutama UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers Pemerintah banyak
memberi kemudahan dalam ijin penerbitan pers. (Tim MGMP, 2006: 23-25)

Pers Di Masa Pergerakan Dan Revolusi
10 Maret 2013 Tinggalkan komentar
Dapat dibayangkan, kondisi pemerintahan kolonialisme sangat mematikan dunia pers saat itu.
Banyak surat kabar yang muncul, untuk selanjutnya dibredel karena membahayakan kondisi
pemerintahan kolonialis. Namun, pengawasan dan pengamatan sensor yang ketat justru
membangkitkan semangat juang kaum jurnalis pribumi untuk turut menggerakkan roda pers
sebagai alat perjuangan.
Menjelang awal 1870-an, pers dalam bahasa anak negeri telah meneguhkan pijakannya di
kota-kota penting di Jawa dan luar Jawa. Perkembangannya lebih bersifat komersial dan
berorientasi misi. Segmen pasarnya cepat berkembang di kota-kota pesisir, yaitu pemukiman
para pembaca multirasial dan lingkungan urban kosmopolitan. Bahasa Melayu rendah
berkembang dan menjadi medium pers, meskipun bahasa Jawa tetap berfungsi sebagai bahasa
untuk sejumlah surat kabar yang terbit di Yogyakarta dan Surakarta.
Surat kabar Bromartani, merupakan surat kabar berbahasa Jawa pertama, terbit di Surakarta
dengan peluncuran pertama tanggal 25 Januari tahun 1855. Selain itu, surat kabar berbahasa
Melayu di Surabaya terbit tahun 1856 dan di Batavia (Jakarta) tahun 1858. Peran para editor
Indo saat itu sangat penting dalam mengelola surat kabar dan menggunakannya sebagai agen
perubahan sosial.
Sejak tumbuhnya beberapa surat kabar di bumi nusantara, muncul pula beberapa wadah
persatuan wartawan, seperti wartawan Indische Joornalisten Bond (1919) dan Perkumpulan
Kaoem Jurnalist (1931), lima bulan setelah kantor berita Antara berdiri.
Pada masa Pendudukan Jepang, pers baik radio, majalah, surat kabar maupun kantor berita
dikuasai Jepang. Kecuali beberapa surat kabar pribumi di bawah kontrol ketat melalui
Undang-Undang Penguasa (Osamu Sairi) No. 16 tentang Pengawasan Badan-Badan
Pengumuman dan Penerangan serta Pemilikan Pengumuman dan Penerangan. Untuk

menyaingi surat kabar berbahasa Melayu yang menyuarakan kemerdekaan, pemerintah
Belanda juga menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu dengan muatan kepentingan VOC.
Era jurnalistik modern pertama kali ditegakkan oleh R.M. Tirto Adhi Soerjo, pemimpin
redaksi Soenda Berita. Ia mendirikan perusahaan pers dan majalah mingguan Medan Prijaji
pada tahun 1910, yaitu surat kabar harian dengan jurnalistik politik.
Kemudian bermunculan lagi surat kabar lainnya, seperti Sarotomo yang terbit dua kali
seminggu dan berubah menjadi Pewarta Oemoem dengan membawa suara partai Indonesia
Raja (Parindra). Sarotomo merupakan surat kabar pembawa bendera Sarekat Dagang Islam,
seperti halnya Panggugah sebagai surat kabar organ Indische Partij.
Ada pula Soeara Kaoem Boeroch di Purworejo tahun 1921 dan Rakyat Bergerak di
Yogyakarta tahun 1923. Umumnya dikelola Pemerintah Belanda dan keturunan Cina yang
kuat secara ekonomi. Sensor Persfreidel Ordonantie dan Haatzaai Antikelen mulai berlaku
tahun 1931 terhadap pers yang antikolonial.
Pada zaman kolonialisme/feodal sifat komunikasi satu arah. Yaitu menyajikan informasi luar
dan membuka argumentasi tanpa membuka jalan partisipasi yang berwujud demokrasi;
sedangkan pada zaman perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, pers
berjuang dan berperan penting dalam menyebarluaskan semangat revolusi Indonesia ke
seluruh dunia sehingga negara Indonesia memperoleh pengakuan oleh negara-negara di dunia
sebagai bangsa dan negara yang merdeka.
Paska 17 Agustus 1945, pers berperan sebagai corong penguasa Republik yang mendukung
perjuangan, sekaligus melawan strategi pecah belah Belanda. Jurnalisme politik berkembang
lagi, begitu pula organisasi wartawan. Misalnya, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) lahir
pada tanggal 9 Februari 1946. Selanjutnya, disusul dengan munculnya serikat perusahaan
surat kabar (sekarang penerbit) tanggal 8 Juni 1946.
Berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara tanggal 17 Agustus 1950 memulai era
demokrasi liberal yang diwarnai kebebasan pers. Kebebasan pers benar-benar berperan dalam
pembentukan pranata sosial saat itu. Hanya saja pers lemah dalam permodalan. Namun,
kebebasan pers disalahgunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan sekelompok orang atau
golongan tertentu yang tidak bertanggung jawab seperti kepentingan politik. Misalnya PSI
memiliki surat kabar Pedoman, NU memiliki surat kabar Duta Masyarakat, PKI memiliki
surat kabar Harian Rakyat, PNI memiliki surat kabar Suluh Indonesia, dan Masyumi
memiliki surat kabar Abadi. Bahkan, pada tahun 1957 jumlah surat kabar mencapai 120 buah
dengan oplah 1.049.500 perhari. Empat surat kabar yang beroplah tinggi antara lain sebagai
berikut.
1.
2.
3.
4.

Harian Rakyat (organ PKI).
Pedoman (PSI).
Suluh Indonesia (PNI).
Abadi (Masyumi).

Masa partai politik merupakan konsumen tertinggi pada waktu itu. Koran umum yang terbit
antara lain, Merdeka dan Indonesia Raya. Sementara itu terjadi 300 lebih kasus
pemberangusan pers oleh pemerintah tahun 1957. Misalnya, penahanan terhadap wartawan,
interogasi, peringatan, dan penyitaan percetakan yang mengacu kepada undang-undang

ciptaan Belanda. Puncaknya, Kodam V Jakarta Raya memberlakukan ketentuan Surat Ijin
Terbit (SIT) tanggal 1 Oktober 1957 yang mengawali era kematian pers Indonesia.
Era demokrasi terpimpin, diawali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menempatkan
pers sebagai alat revolusi melalui Ketetapan MPRS Nomor 11 Tahun 1960 tentang
Penerangan Massa. Melalui Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 10/1960, SIT
diberlakukan secara terbatas dan ketat. Penerbit yang telah ada diwajibkan mengajukan
permohonan SIT lagi. Beberapa ketentuan yang diberlakukan, di antaranya adalah sebagai
berikut.
1. Pers berbahasa Cina dilarang.
2. Diarahkan kepada pemulihan berlakunya UUD 1945.
3. Isi berita harus sesuai doktrin Manipol-Usdek (Manifesto Politik UUDS, Demokrasi,
Ekonomi terpimpin).
Akibat peraturan tersebut, banyak institusi pers yang memilih tutup, seperti harian Abadi
yang anti komunis. Pedoman Nusantara, Keng-Po, atau Pos Indonesia. Jumlah surat kabar
hanya sekitar 60 buah. Redaktur Indonesia Raya tahun 1956-1961, kantor berita Antara,
organisasi PWI, dan SPS (Serikat Perusahaan Surat Kabar) dikuasai komunis. Pers yang
semula bebas/liberalis berubah menjadi alat propaganda politik. Aktivis pers seperti B.M.
Diah, Adam Malik, Wonohito mencetuskan manifesto kebudayaan dan badan pendukung
Soekarnoisme yang anti PKI yang kemudian ditutup oleh Soekarno.
Pada ulang tahun PWI ke-19, Presiden Soekarno menegaskan kembali di dalam pidatonya
“Dalam Suatu Revolusi”, tanggal 26 Maret 1965, bahwa Departemen Penerangan
mengeluarkan aturan tentang Norma-Norma Pokok Pengusahaan Pers, yang mengharuskan
pers berafiliasi ke dalam partai politik atau ormas (organisasi massa). Begitu pula dengan
munculnya surat kabar Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha yang berafiliasi ke ABRI. “…
di masa ini politik menjadi pasar pers dan pers ditentukan oleh manuver politik” (menurut
Daniel Dhakidae).
Akibatnya, beberapa surat kabar hilang dari peredaran, seperti Harian Rakyat, Bintang
Timoer, dan koran-koran komunis lainnya