Makalah Kasus Money Laundering Nazaruddi

Analisis Kasus Money Laundering oleh M. Nazaruddin
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tindak Pidana Khusus
Semester ganjil 2016

Disusun oleh:
Anzhar Muhammad

(1510631010013)

Erik Herta Rotama

(1510631010044)

Fazlur Faqta Fauzan (1510631010052)
Gita Nur Intan M.S

(1510631010062)

Sri Andini

(1510631010145)

III A

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang Analisis Kasus Money Laundring oleh M.
Nazaruddin.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan batuan
dan dukungan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah ikut berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi penyusunan kalimat maupun tata bahasa yang
terdapat dalam makalah ini. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima


segala

saran

dan

kritik

dari

pembaca

agar

kami

dapat

memnyempurnakan makalah ini.

Akhir kata penyusun berharap agar makalah tentang Analisis Kasus
Money Laundring oleh M. Nazaruddin ini dapat memberikan wawasan serta
manfaat bagi pembaca.

Karawang, 3 Oktober 2016

Penyusun

i

DAFTAR ISI
Kata Pengatar................................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................1
BAB II TINJAUAN TEORI..............................................................................2
A. Sejarah Money Laundering................................................................2
B. Definisi Money Laundering.................................................................2
C. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencucian Uang.....................................4

D. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang..........................5
E. Model Pencucian Uang......................................................................5
F. Modus Operandi.................................................................................6
G. Metode Pencucian Uang....................................................................7
H. Instrumen...........................................................................................8
I.

Tahap Pencucian Uang......................................................................8

J. Sanksi Hukum....................................................................................10
BAB III ANALISIS KASUS.............................................................................14
BAB IV PENUTUP.........................................................................................15
A. Kesimpulan........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA

16

ii

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak pidana pencucian uang merupakan suatu tindakan
memproses sejumlah besar uang ilegal dari hasil tindak pidana menjadi
dana yang kelihatannya bersih atau sah menurut hukum dengan
menggunakan metode yang canggih, kreatif, dan kompleks.
Kejahatan pencucian uang tidak hanya merupakan permasalahan
di

bidang penegakan

hukum,

namun juga

menyangkut

ancaman

keamanan nasional dan internasional suatu negara. Saat ini kegiatan

pencucian uang telah melewati batas juridiksi yang menawarkan tingkat
kerahasiaan yang tinggi atau menggunakan bermacam mekanisme
keuangan

dimana uang

dapat

‘bergerak’

melalui

bank,

money

transmitters, kegiatan usaha bahkan dapat dikirim ke luar negeri sehingga
menjadi clean-laundered money.
Sehubungan dengan hal tersebut upaya untuk mencegah dan
memberantas praktik


pemutihan

uang

telah

menjadi

perhatian

internasional yang antara lain dilakukan dengan melakukan kerjasama
bilateral maupun multilateral.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan money laundrying
2. Apa saja tahap dalam tindak pidana money laundring
3. Bagaimana penerapan sanksi terhadap money laundring yang
dilakukan oleh Nazaruddin

1


BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Sejarah Money Laundering
Mahmoeddin As dalam bukunya Analisis Kejahatan Perbankan
yang dikutip oleh Munir Fuady mengemukakan bahwa dakam sejahar
hukum bisnis, munculnya istilah money laundring dimulai dari negara
Amerka Serikat sejak tahun 1830. Istilah pencucian uang sering juga
disebut dengan istilah money laundering. Pada waktu itu banyak orang
yang membeli perusahaan dengan uang hasil kejahatan (uang panas),
seperti hasil perjudian, penjualan narkotika, minuman keras secara ilegal,
dan hasil pelacuran. Pusat-pusat gangster besar yang piawai masalah
pencucian uang di Amerika Serikat yang terkenal adalah kelompok
Legendaries Al Capone (Chicago). Mayer Lansky memutihkan uang kotor
milik kelompok Al Capone dengan mengembangkan pusat perudian,
pelacuran, serta bisnis hiburan malam di Las Vegas (Nevada). Lalu
dikembangkan lagi offshore banking di Havana (Cuba) dan Bahama.
Kegiatan pencucian uang yang dilakukan oleh kelompok ini menjadikan
Mayer Lansky dijuluki sebagai bapak Money Laundering Modern.1
B. Definisi Money Laundering

Menurut Sarah N. Welling (1992) pencucian uang adalah proses
dimana seseorang menyembunyikan keberadaan sumber (pendapatan)
ilegal atau aplikasi pendapatan ilegal dan kemudian menyamarkan
sumber (pendapatan) tersebut agar terlihat seperti sesuai dengan aturan
huku yang berlaku.
Dalam definisi David Fraser (1992) pencucian uang kurang lebih
adalah proses dimana “uang kotor” hasil dari tindak pidana dicuci menjadi
“bersih” atauuang kotor yang dibersihkan melalui suatu sumber hukum
dan perusahaan yang legal sehingga “para penjahat” dapat dengan aman
menikmati hasil jerih payah tindak pidana mereka.

1

Drs. Muhamammad Yamin, M.H., Tindak Pidana Khusus, Bandung, Pustaka
Setia, 2012, hlm 93

2

Pencucian uang adalah sebuah kegiatan memproses uang yang
secara akal sehat dipercayai berasal dari tindakan pidana yang dialihkan,

ditukarkan, diganti, atau disatukan dengna dana yang sah dengan tujuan
untuk

menutupi

ataupun

mengaburkan

asal,

sumber,

disposisi,

kepemilikan, pergerakan, ataupun kepemilikan proses tersebut.
Tindak pidana pencucian uang adalah sengketa perbuatan yang
memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam
undang-undang ini.2 Adapun yang dimaksud dengan hasil tindak pidana
pencucian uang adalah harta kekayaan yang diperoleh dari berbagai

tindak pidana asal (predicate offence):
1. Tindak pidana korupsi;
2. Tindak pidana penyuapan;
3. Tindak pidana narkotika;
4. Tindak pidana psikotropika;
5. Tindak pidana penyelundupan tenaga kerja;
6. Tindak pidanapenyelundupan migran;
7. Tindak pidana di bidang perbankan;
8. Tindak pidana di bidang pasar modal;
9. Tindak pidana di bidang perasuransian;
10. Tindak pidana pebaeanan;
11. Tindak pidana cukai;
12. Tindak pidana perdagangan orang;
13. Tindak pidana perdagangan senjata gelap;
14. Tindak pidana terorisme;
15. Tindak pidana penculikan;
16. Tindak pidana pencurian;
17. Tindak pidana penggelapan;
18. Tindak pidana penipuan;
19. Tindak pidana pemalsuan uang;
20. Tindak pidana perjudian;
21. Tindak pidana prostitusi;
22. Tindak pidana di bidang perpajakan;
23. Tindak pidana di bidang kehutanan;
2

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010

3

24. Tindak pidana di bidang lingkungna hidup;
25. Tindak pidana di bidang kelautan dan perikanan; atau
26. Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4
(empat) tahun atau lebih;
Yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) atau diluar wilayah NKRI, dan tindak-tindak
pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum
Indoneisa. (Ketentuan pasal 2 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010).

C. Unsur-unsur tindak pidana pencucian uang
Berdasarkan ketentuan pasal-pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 UU No.
8 Tahun 2010, yang termasuk ke dalam unsur-unsur tindak pidana
pencucian uang adalah :
1. Setiap orang baik perseorangan maupun korporasi dan personil
pengendali korporasi.
2. Menempatkan,

mentransfer,

mengalihkan,

membelanjakan,

membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar egeri,
mengubah bentuk, menukarkan dengna mata uang atau surat
berharga atau perbuatan lain alias harta kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduga merupakan hasil tindak-tindak pidana sebagaimana
ditentukan dalam pasal 2 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010.
3. Menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran,
hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta
kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak-tindak pidana sebagaimana ditentukan dalam pasal 2 ayat (1)
UU No. 8 Tahun 2010.
4. Bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul, sumber,
lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang
sebenarnya atas hart akekayaan yang diketahuiya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak-tindak pidana sebagaimana
ditentukan dalam pasal 2 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010.
D. Pengaturan hukum tindak pidana pencucian uang

4

Tindak pidana pencucian uang di Indonesia diatur dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasa
tindak pidana pencucian uang.
UU No. 8 Tahun 2010 diundangkan pada 22 Oktober 2010
menggantikan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang, yang sebelumnya juga telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang, yang dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan
penegakan hukum, praktik, dan standar internasional.
E. Model Pencucian Uang
Schaap, Cees sebagaimana dikutip oleh Munir Fuady mengemukakan
banyak model untuk melakukan kejahatan pencucian uang. Diantaranya
model pencucian uang yang paling lazim adalah sebagai berikut:
1. Model dengan operasi C-Chase
Model ini menyimpan uang di bank di bawah ketentuan sehingga
bebas dari kewajiban lapor transaksi keuangan (Non Currency
Transaction Reports) dan melibatkan bank luar negeri dengan
memanfaatkan tax haven.
2. Model pizza connection
Model ini memanfaatkan sisa uang yang ditanam di bank untuk
mendapatkan konses pizza, dan melibatkan negara tax haven dengan
memanfaatkan ekspor fiktif.
3. Model La Mina
Model ini memanfaatkan pedagang grosis emas dan permata dalam
negeri dan luar negeri.
4. Model dengan penyelundupan uang kontan ke negara lain
Model ini mempergunakan konspirasi bisnis semu dengan sistem
bank paralel.
5. Model dengan melakukan perdagangan saham di bursa efek
Model ini melakukan kerja sama dengan lembaga keuangan yang
bergerak di bursa efek.
F. Modus Operandi

5

1. Kerja sama penanaman modal
Uang hasil kejahatan dbawa ke luar negeri. Kemudian, uang itu
dimasukan lagi ke dalam negeri melalui proyek penanaman modal
asing (joint venture). Selanjutnya, keuntungan dari perusahaan joint
venture diinvestasikan lagi ke dalam proyek-proyek lain sehingga
keuntungan dari proyek tersebut sudah uang bersih bahkan
dikenakan pajak.
2. Kredit bank swiss
Uang hasil kejahatan diselundupkan dulu ke luar negeri, dimasukkan
di bank tertentu lalu ditransfer ke bank seiss dalam bentuk deposito.
Deposito dijadikan jaminan utang atas pinjaman di bank lain di negara
lain. Uang dari pinjaman ditanamkan kembali ke negara asal tempat
kejahatan dilakukan. Segala kegiatan ini menjadikan uang tu bersih.
3. Transfer ke luar negeri
Uang hasil kejahatan ditransfer ke luar negeri melalui cabang bank
luar negeri di negar asal. Selanjutnya, dari luar negeri uang dibawa
kembali ke dalam negeri oleh orang tertentu seolah-olah itu berasal
dari luar negeri.
4. Usaha tersamar dalam negeri
Suatu perusahaan samaran di dalam negeri didirikan dengan hasil
kejahatan. Perusahaan itu berbisnis tanpa mempersoalkan untung
atau rugi. Akan tetapi, seolah-olah perusahaan itu telah menghasilkan
uang bersih.
5. Tersamar dalam perjudian
Uang hasil kejahatan digunakan untuk usaha perjudian sehingga
uang itu dianggap sebagai usaha judi. Selain itu, uang tersebut
digunakan untuk membeli nomor undian berhadiah dan nomor yang
akan keluar dipesan dengan harga tinggi sehingga uang itu dianggap
sebagai hasil menang undian.
6. Penyamaran dokumen

6

Uang hasil kejahatan tetap di dalam negeri. Keberadaan uang itu
didukung oleh dokumen bisnis yang dipalsukan atau direkayasa
sehingga ada kesan bahwa uang itu merupakan hasil berbisnis yang
berhubungan dengan dokumen yang bersangkutan. Rekayasa itu
misalnya, dengan melakukan double invoice dalam halekspor-impor
sehingga uang itu dianggap hasil kegiatan ekspor-impor.
7. Pinjaman luar negeri
Uang hasil kejahatan dibawa ke luar negri. Kemudian, uang itu
dimasukkan lagi ke dalam negeri asal dalm bentuk pinjaman luar
negeri. Dengan cara ini, uang itu dianggap diperoleh dari pinjaman
(bantuan kredit) luar negeri.
8. Rekayasa pinjaman luar negeri
Uang hasil kejahatan tetap berada di dalam negeri, tetapi dibuat
rekayasa dkumen seakan-akan bantuan pinjaman dari luar negeri.
G. Metode pencucian uang
1. Buys and sell conversions
Metode ini dilakukan melalui transaksi barang dan jasa. Suatu aset
dapat dijual kepada konspirator yang bersedia membeli atau menjual
lebih mahal dengna mendapatkan fee atau diskon. Selisih harga yang
dibayar kemudian dicuci secara transaksi bisnis. Barang atau jasa
dapat diubah menjadi hasil yang legal melalui rekening pribadi atau
perusahaan yang ada di suatu bank.
2. Offshore conversions
Uang hasil kejahatan dikonversi ke dalam wilayah yang merupakan
tempat yang sangat menyenangkan bagi penghindaran pajak (tax
heaven money laundering centers) untuk kemudian di depositokan di
bank yang berada di wilayah tersebut. Pada negara yang termasuk
atau berciri tax heaven memand terdapat sistem hukum perpajakan
yang tidak ketat. Akan tetapi, sistem rahasia bank ketat. Birokrasi
bisnis cukup mudah untuk memungkinkan adanya rahasia bisnis yang

7

ketat serta pembentukan usaha trust fund. Untuk mendukung usaha
itu, pelaku memakai jasa pengacara, akuntan, dan konsultan
keuangna dan par apengelola dana yang handal untuk memanfaatkan
segala cela yang ada di negara itu.
3. Legitimate business conversions
Metode ini dilakukan dengan mendirikan kegiatan bisnis yang sah
sebagai cara pengalihan atau pemanfaatan hasil uang kotor. Uang
kotor kemudian dikonversi secara transfer, cek, atau alat pembayan
lain untuk disimpan di rekening bank atau ditransfer kemudian ke
rekening bank lainnya. Biasanya, pelaku bekerja sama dengan
perusahaan yang rekeningnya dapat digunakan sebagai terminal
untuk menampung uang kotor.
H. Instrumen
Intrumen adlaah lembaga penyedia jasa, baik penyedia jasa
keuangna berupa bank atau nonbank maupun non-keuangan.
Ada beberapa instrumen yang dipergunakan dakam pencucian uang,
yaitu:
1. Bank dna lembaga keuangan lainnya;
2. Perusahaan swasta;
3. Real estate;
4. Deposit taking institution dan money changer;
5. Institusi penanama uang asing;
6. Pasar modal dan pasar uang
7. Emas dan barang antik
8. Kantor konsultan keuangan.

I.

Tahap pencucian uang
Jeffrey robinson, dalam bukunya the Laundryman, Simon dan
Schuster, 1994, menuliskan agar asal-ususl uang yang “dicuci” tiddak

8

dapat diketahui atau dilacak oleh penegak hukum, para pelaku umumnya
memakai tiga tahap pencucian uang sebagai berikut :3
1. Placement
Placement diartikan sebagai upaya untuk menempatkan dana yang
dihasilkan dari suatu aktivitas kejahatan ke dalam sistem keuangan.
Dalam hal ini terdapat pergerakan fisik dan uang tunai baik melalui
penyelundupan uang tunai dari satu negara ke negara lain,
menggabungkan antara uang tunai yang berasal dari kejahatan
dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah, ataupun
dengan melakukan penempatan uang giral ke dalam sistem
perbankan, misalnya deposito bank, cek atau melalui real estate atau
saham-saham atau juga mengkonversikan ke dalam mata uang
lainnya atau transfer uang ke dalam valuta asing.
2. Layering
Layering

diartikan

sebagai

memisahkan

hasil

kejahatan

dari

sumbernya yaitu aktivitas kejahatan yang terkait melalui beberapa
tahapan

tranaksi

keuangan.

Dalam

hal

ini

terdapat

proses

pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai
hasil placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang
kompleks yang didesain untuk menyamarkan/mengelabui sumber
dana ”haram” tersebut. Layering dapat pula dilakukan melalui
pembukaan sebanyak mungkin perusahaan-per usahaan fiktif dengan
memanfaatkan ketentuan rahasia bank.
3. Integration
Integration adalah upaya menggunakan harta kekeyaan yang telah
tampak sah baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam
berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan
untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana. Dalam melakjukan
pencucian uang, pelaku tidak terlalu mempertimbangkan hasil yang
akan diperoleh dan biaya yang harus dikeluarkan, karena tujuan
3

Dr. Aziz Syamsuddin, S.H., S.E., M.H., MAF, Tindak Pidana Khusus, Sinar
Grafika, Jakarta, 2016, hlm 19

9

utamanya adalah menyamarkan atau menghilangkan asal-usul uang
sehingga hasil akhirnya dapat dinikmati atau digunakan secara aman.
Ketiga kegiatan di atas dapat terjadi secara terpisah atau simultan,
namun umumnya dilakukan secara tumpang tindih. Modus operandi
pencucian uang dari waktu ke waktu semakin komppleks dengan
menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit.
Hal itu terjadi baik pada tahap placement, layering, maupun
integration., sehingga penanganannya pun semakin sulit dan
membutuhkan peningkatan peningkatan (capacity building) secara
sitematis dan berkesinambungan. Jadi dalam integration, begitu uang
tersebut telah berhasil diupayakan proses pencuciannya melalui cara
layering, maka tahap selanjutnya adalah menggunakan uang yang
telah menjadi “uang halal” (clean money) untuk kegiatan bisnis atau
kegiatan operasi kejahatan dari penjahat atau organisasi kejahatan
yang mengendalikan uang tersebut. Kesemua perbuatan dalam
proses pencucian uang haram ini memungkinkan para raja uang
haram ini dana yang begitu besar dalam rangka mempertahankan
ruang lingkup kejahatan mereka atau untuk terus berproses dalam
dunia kejahatan terutama yang menyangkut narkotika. Untuk
menghadapi cara-cara yang digunakan para penjahat ini dengan para
pembantu mereka melalui pelbagai transaksi yang tidak jelas dalam
rangka menghalalkan uang mereka dalam jumlah yang besar, maka
ada

tiga

permasalahan

yang

harus

ditanganin

jika

ingin

menggagalkan praktik kotor pencucian uang haram ini, yaitu
kerahasiaan bank, kerahasiaan financial secara pribadi, dan efesiensi
transaksi.
J. Sanksi hukum
Adapun sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada pelaku
tindak pidana pencucian uang berupa pidana penjara dan pidana denda
(diatur dalam ketentuan pasal 3, pasal 4, pasal 5 ayat (1), pasal 6 ayat (1)
dan (2), pasal 7 ayat (1) dan (2), pasal 8, pasal 9 ayat (1) dan (2), dan
pasal 10 UU No. 8 Tahun 2010.

10

Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 berbunyi :
Setiap

Orang

yang

menempatkan,

mentransfer,

mengalihkan,

membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa
ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau
surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana
karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama
20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 berbunyi :
Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul,
sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang
sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana
penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 5 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 berbunyi :
Setiap

Orang

yang

menerima

atau

menguasai

penempatan,

pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran,
atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 6 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 berbunyi :
Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan
terhadap Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi.

11

Pasal 6 ayat (2) UU No. 8 Tahun 2010 berbunyi :
Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana Pencucian
Uang:
a. dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi;
b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi;
c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi
perintah; dan
d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.
Pasal 7 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 berbunyi :
Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana denda
paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pasal 7 ayat (2) UU No. 8 Tahun 2010 berbunyi :
Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap
Korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pengumuman putusan hakim;
b. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi;
c. pencabutan izin usaha;
d. pembubaran dan/atau pelarangan Korporasi;
e. perampasan aset Korporasi untuk negara; dan/atau
f. pengambilalihan Korporasi oleh negara.
Pasal 8 UU No. 8 Tahun 2010 berbunyi :
Dalam hal harta terpidana tidak cukup untuk membayar pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, pidana
denda tersebut diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun 4 (empat) bulan.
Pasal 9 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 berbunyi :
Dalam hal Korporasi tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), pidana denda tersebut diganti dengan
perampasan Harta Kekayaan milik Korporasi atau Personil Pengendali

12

Korporasi yang nilainya sama dengan putusan pidana denda yang
dijatuhkan.
Pasal 9 ayat (2) UU No. 8 Tahun 2010 berbunyi :
Dalam hal penjualan Harta Kekayaan milik Korporasi yang dirampas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, pidana kurungan
pengganti denda dijatuhkan terhadap Personil Pengendali Korporasi
dengan memperhitungkan denda yang telah dibayar.
Pasal 10 UU No. 8 Tahun 2010 berbunyi :
Setiap Orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan,
atau Permufakatan Jahat untuk melakukan tindak pidana Pencucian
Uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.

13

BAB III
ANALISIS KASUS
Mantan Bendahara Partai Demokrat yakni M. Nazaruddin ditetapkan
sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (money laundering).
Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan penyidikan dari perkara
Wisma Atlet, dimana M. Nazaruddin menjadi terdakwa. Pemilik permai grup itu
diduga membeli saham di PT Garuda menggunakan dana yang berasal dari hasil
tindak pidana korupsi proyek Wisma Atlet.
Pembelian saham garuda oleh permai grup terungkap dari kesaksian
Yulianis yang mengatakan bahwa perusahaan Nazaruddin membeli saham
garuda senilai Rp 300,8 miliar. Uang pembelian saham berasal dari dana fee
proyek-proyek yang diterima permai grup.
Pembelian dilakukan oleh lima anak perusahaan permai grup yakni PT Permai
Raya Wisata (Rp 22,7 miliar), PT Cakrawala Abadi (Rp 37,5 miliar), PT Exartech
Technology Utama (Rp 124,1 miliar), PT Pasific Putra Metropolitan (Rp 75
miliar), dan PT Darmakusuma (Rp 41 miliar). Total pembelian saham garuda itu
Rp 300,8 miliar yang berasal dari keuntungan proyek.
Dari kasus tersebut M. Nazaruddin dapat dijerat dengan pasal 12 huruf a
subsidair pasal 5 dan pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan
juga pasal 3 atau pasal 4 jo pasal 6 UU No. 8 Tahun 2010 tentang pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Dengan demikian M.
Nazaruddin diancam dengan pidana penjara 20 tahun dan denda paling banyak
10 miliar rupiah.

14

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk

menjawab

pertanyaan-pertanyaan

yang

terdapat

dalam

rumusan masalah, maka penulis menyimpulkan bahwa:
1. Pencucian uang (Money Laundering) adalah sebuah kegiatan
memproses uang yang secara akal sehat dipercayai berasal dari
tindakan pidana yang dialihkan, ditukarkan, diganti, atau disatukan
dengna dana yang sah dengan tujuan untuk menutupi ataupun
mengaburkan asal, sumber, disposisi, kepemilikan, pergerakan,
ataupun kepemilikan proses tersebut.
2. Tahapan dalam tindak pidana pencucian uang yakni :
a. Penempatan uang (placement)
b. Pelapisan uang (layering)
c. Penyatuan uang (integration)
3. Dalam kasus pencucian uang ang dilakukan oleh M. Nazaruddin,
maka ia dapat diancam dengan pasal 3 jo pasal 6 UU No. 8 Tahun
2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang dan ia dapat dijatuhi sanksi berupa pidana penjara 20
tahun dan denda 10 miliar rupiah.

15

DAFTAR PUSTAKA
Dr. Syamsuddin Aziz, S.H., S.E., M.H., MAF, 2016, Tindak Pidana
Khusus, Sinar Grafikaa Jakarta
Drs. Yamin Muhammad, M.H., 2012, Tindak Pidana Khusus, Pustaka
Setiaa Bandung
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010

16