HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENDEKATAN ANDRAGOGI DALAM PEMBELAJARAN DENGAN EFIKASI DIRI PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIR PADA MAHASISWA Ika Febrian Kristiana

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENDEKATAN
ANDRAGOGI DALAM PEMBELAJARAN DENGAN EFIKASI DIRI
PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIR PADA MAHASISWA

Ika Febrian Kristiana
Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro
ika.f.kristiana@gmail.com

Abstrak
Mahasiswa sebagai individu dewasa diharapkan memiliki keyakinan diri
terutama keyakinan diri terhadap keputusan karirnya (Efikasi diri pengambilan
keputusan karir) sehingga akan membantu kesuksesan karir di masa depan sebagai
salah satu tugas perkembangan individu dewasa. Sebagai individu dewasa yang
mengikuti proses pendidikan, tentu harus diperhatikan dan dipenuhi kebutuhan
belajarnya. Pendekatan andragogi merupakan pendekatan pembelajaran yang
mencoba mengakomodasi kebutuhan belajar dengan memperhatikan karakteristik
peserta didik dewasa. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional
dengan tujuan melihat hubungan antara persepsi mahasiswa terhadap pendekatan
andragogi dalam pembelajaran di pendidikan tinggi dengan efikasi diri pengambilan
keputusan karirnya. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa tahun ke-3
sebanyak 50 mahasiswa yang diambil secara simple random sampling. Hasil

penelitian menunjukkan nilai r (korelasi) -0,161 dengan nilai p 0,264 yang berarti
bahwa tidak ada hubungan antara persepsi terhadap pendekatan andragogi dalam
pembelajaran dengan efikasi diri pengambilan keputusan karir pada mahasiswa.
Temuan penelitian ini menjadi menarik karena dapat menjadi autokritik dan
pertimbangan dalam perbaikan sistem pembelajarn di level pendidikan tinggi.
Kata kunci: Efikasi diri pengambilan keputusan karir, pendekatan andragogi,
pendidikan tinggi

Globalisasi yang berarti keterbukaan interaksi tanpa batas wilayah dan
geografis yang jelas, berdampak pada perubahan tuntutan terhadap manusia.
Tuntutan dalam penguasaan bidang pengetahuan dan berbagai teknologi kehidupan
yang otomatis dan mau tidak mau menuntut manusia untuk semakin memiliki
kesiapan kognitif, afeksi, dan ketrampilan. Langkah yang terbaik untuk dipikirkan
adalah bagaimana kita dapat tetap survive dalam globalisasi. Realitas ini
mengungkapkan bahwa dengan kata lain peningkatan kemampuan individu (kognitif,
afeksi, maupun ketrampilan) menjadi syarat untuk dapat survive dan memperoleh
kehidupan yang lebih sejahtera. Survive dalam globalisasi sangat berkaitan dengan
sumber daya manusia.

10

Seminar Nasional Educational Wellbeing

Sumber daya manusia yang unggul akan dapat survive, atau malah dapat
memanfaatkan fenomena globalisasi menjadi suatu kekuatan yang sangat dahsyat.
Begitu sebaliknya, sumber daya manusia yang lemah hanya akan tertindas dan
merasakan kesulitan hidup karena tidak dapat bersaing dengan yang lainnya dalam
menghadapi tantangan hidup. Tantangan hidup yang ada hanya dapat dilalui oleh
mereka yang memiliki ketangguhan dan keyakinan untuk menaklukkannya.
Keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk mengontrol lingkungan dan
mengarahkan perilakunya mencapai kesuksesan disebut dengan efikasi diri atau self
efficacy.
Lebih dari itu, Bandura (1997) menyatakan bahwa efikasi diri merupakan
modal bagi seseorang untuk mengontrol dan berdampak pada perubahan perilaku
yang lebih sehat. Efikasi diri juga menjadikan seserang semakin tertantang dan
menyukai tantangan (DeVellis & DeVellis, 2000). Salah satu tantangan yang
membutuhkan keyakinan diri untuk menaklukannya adalah persaingan dalam
memperoleh pekerjaan. Pilihan pekerjaan dan karir yang akan ditekuni ditengah
kondisi saat ini menuntut seseorang untuk memiliki kemampuan dan keberanian
dalam membuat keputusan atas karirnya. Keputusan karir yang dibuat tentunya
membutuhkan keyakinan individu yang bersangkutan akan kemampuan-kemampuan

yang dimiliki berkaitan dengan bagaimana menjalani karir yang nanti dipilih. Lebih
lanjut keyakinan ini disebut dengan Efikasi diri pengambilan keputusan karir.
Taylor dan Betz mengadaptasi efikasi diri pengambilan keputusan karir dari
konstruk efikasi diri Bandura, yang secara khusus didefinisikan sebagai kepercayaan
individu

terhadap kemampuannya

untuk menyelesaikan tugas pengambilan

keputusan karir secara efektif (dalam Swanson& D’Archiadi, 2005). Hackett dan Betz
adalah yang pertama menyelidiki dan mengembangkan peran efikasi diri dalam
proses pengembangan karir (Roger, Flores, dan Navarro, 2005). Penelitian mereka
mengenai penerapan efikasi diri dalam bidang pengembangan karir dilakukan pada
tahun 1981. Penelitian tersebut mencoba untuk meneliti persepsi siswa terhadap
efikasi diri mereka terkait dengan persyaratan pendidikan dan tugas-tugas pekerjaan
yang dikenal secara umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perbedaan
efikasi diri kerja antara laki-laki dan perempuan ketika tradisionalitas pekerjaan
diperhitungkan.
Pendidikan adalah sarana yang mampu mengakomodir kebutuhan akan

peningkatan sumber daya yang dimaksud. Pendidikan tinggi atau yang lebih dikenal
dengan perguruan tinggi menjadi pilihan yang tidak sedikit diminati dan menjadi
harapan bagi masyarakat untuk melanjutkan pendidikan formal. Pendidikan yang
didalamnya terjadi proses pembelajaran dan persuasi sosial menjadi sumber yang
11
Seminar Nasional Educational Wellbeing

mempengaruhi efikasi diri pengambilan keputusan karir peserta didik. Pendidik
memiliki peran sebagai motivator dan fasilitator dalam meningkatkan proses
pendidikan. Motivasi dari pendidik yang diberikan melalui persuasi verbal misalnya
merupakan salah satu sumber efikasi diri pengambilan keputusan karir bagi
mahasiswa dapat menjadi sumber efikasi diri pengambilan keputusan karir bagi
mahasiswa (Bandura dalam Alwisol, 2008). Ketika individu percaya terhadap
pemberi persuasi, efikasi diri dapat meningkat, sebaliknya apabila individu tidak
percya terhadap pemberi materi maka efikasi diri dapat melemah.
Individu-individu yang memilih melanjutkan ke perguruan tinggi memiliki ratarata usia normal dan formal antara 18-25 tahun. Mereka selanjutnya disebut dengan
mahasiswa. Mahasiswa dengan rentang usia 18-25 tahun termasuk dalam kategori
rentang usia dewasa (Santrock, 2004). Sebagai peserta didik yang berusia dewasa
tentu memiliki karakteristik dan kebutuhan belajar yang berbeda dibandingkan
dengan anak-anak. Pemahaman dan pengakuan terhadap hal tersebut membawa

konsekuensi yang berbeda dalam proses pembelajaran. Bagaimana membelajarkan
mahasiswa yang notabene adalah individu dewasa seharusnya memiliki metode dan
cara-cara tersendiri. Metode yang khas disertai cara/strategi merupakan esensi dari
sebuah paradigm/pendekatan. Pendekatan yang berisikan metode serta cara/strategi
dalam membelajarkan orang dewasa yaitu pendekatan andragogi.
Andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai seni dan ilmu dalam usaha
membantu orang dewasa belajar (Knowles, dalam Sugiyanto, 2003). Atmaja dalam
modul pendidikan orang dewasanya (1986) memberikan definisi andragogi sebagai
usaha atau seni dalam membimbing orang dewasa untuk belajar. Orang dewasa
sebagai individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam andragogi
maupun pendidikan orang dewasa yang lebih penting adalah kegiatan belajar dari
peserta didik bukan kegiatan mengajar guru (Arif, 1990). Berdasarkan definisi
andragogi di atas bahwa penerapannya dalam pembelajaran tidak lain merupakan
kontrak bersama antara pendidik dan peserta didik. Peserta didik dalam hal ini
mahasiswa merupakan individu dewasa yang memiliki kemampuan memahami dan
mengatur diri tentu menginginkan suasana belajar yang kondusif dan mampu
mengakomodasi kebutuhan belajar mereka.
Efikasi diri pengambilan keputusan karir
Betz (2001) menyatakan bahwa konsep efikasi diri mengacu pada perilaku
yang khusus . Penelitian terhadap dewasa muda menyatakan bahwa efikasi diri

memegang peranan kunci dalam perkembangan dan pencarian pekerjaan (Bandura
dalam Pajares, 2006). Hackett dan Betz adalah yang pertama menyelidiki dan
12
Seminar Nasional Educational Wellbeing

mengembangkan peran efikasi diri dalam proses pengembangan karir (Roger,
Flores, dan Navarro 2005).
Taylor dan Betz mengadaptasi efikasi diri pengambilan keputusan karir dari
konstruk efikasi diri Bandura, yang secara khusus didefinisikan sebagai kepercayaan
individu

terhadap kemampuannya

untuk menyelesaikan tugas pengambilan

keputusan karir secara efektif (dalam Swanson& D’Archiadi, 2005).
Betz (2001) mengemukakan bahwa dasar konstruksi skala CDMSE (Career
Decision Making Self Efficacy Scale) adalah lima kompetensi pemilihan karir (Career
Choice Competencies) yang dikemukakan oleh Crites, yaitu :
1. Penilaian diri yang akurat :

2. Mengumpulkan informasi tentang pekerjaan
3. Pemilihan tujuan-tujuan karir
4. Membuat rencana untuk masa depan
5. Pemecahan masalah
Bandura (dalam Alwisol, 2008) menjelaskan bahwa efikasi diri atau keyakinan
diri dapat diperoleh, diubah, atau diturunkan melalui salah satu atau kombinasi dari 4
hal berikut ini: a). Pengalaman akan kesuksesan; b). Pengalaman individu lain
(pengalaman vikarius); c). Persuasi verbal; d).Keadaan emosi
Pendekatan Andragogi
Ingals (dalam Sugiyanto, 2003) memberikan batasan bahwa pendidikan
orang dewasa adalah suatu pendekatan dalam proses belajar orang dewasa.
Knowles (dalam Sugiyanto, 2003) memberikan pengertian tentang pendidikan orang
dewasa yaitu pengetahuan dan teknik untuk membantu orang dewasa belajar.
Pemaparan diatas merujuk pada kesimpulan bahwa andragogi dan pendidikan orang
dewasa merupakan istilah yang sama. Namun, karena orang dewasa sebagai
individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam andragogi maupun
pendidikan orang dewasa yang lebih penting adalah kegiatan belajar dari peserta
didik bukan kegiatan mengajar guru (Arif, 1990).
Andragogi pada dasarnya menggunakan asumsi-asumsi (dalam Arif, 1990,)
sebagai berikut : a). seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari

ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri; b). sebagaimana
individu tumbuh matang akan mengumpulkan sejumlah besar pengalaman dimana
hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, dan pada waktu
yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru; c).
orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan perkembangan
mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja, orang tua,
13
Seminar Nasional Educational Wellbeing

pimpinan suatu organisasi dan lain-lain; d). orang dewasa berkecenderungan
memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan masalah kehidupan
(problem centered orientation).
Metode Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester akhir/ tahun ke-3
(angkatan 2009) yang berjumlah 184 mahasiswa di Fakultas Psikologi. Teknik
sampling dilakukan dengan random sampling (Sugiyono, 2005). Adapun jumlah
subyek dalam penelitian ini sebanyak 50 mahasiswa.
Pengumpulan data 2 skala psikologi yaitu skala persepsi terhadap
pendekatan andragogi dalam pembelajaran dan skala Efikasi diri pengambilan
keputusan karir. Skala efikasi diri pengambilan keputusan karir terdiri atas 54 aitem

reliabilitas alpha cronbach = 0,889 dan rentang daya beda antara 0,42 s/d 0,64.
Skala persepsi terhadap pendekatan andragogi dalam pembelajaran terdiri
dari 32 aitem dengan reliabilitas alpha cronbach = 0,89 dan rentang daya beda aitem
antara 0,37 s/d 0,56.

14
Seminar Nasional Educational Wellbeing

Hasil Penelitian
Dari hasil uji statistic dengan uji korelasi pearson, diperoleh :
Correlations
[DataSet0]
Descriptive Statistics
Mean

Std. Deviation

N

persepsi andragogi


91.9800

10.30056

50

efikasi diri karir

63.9400

3.33448

50

Correlations
persepsi

persepsi andragogi


Pearson Correlation

andragogi

efikasi diri karir

1

-.161

Sig. (2-tailed)

efikasi diri karir

.264

N

50

50

Pearson Correlation

-.161

1

Sig. (2-tailed)

.264

N

50

50

Nonparametric Correlations
[DataSet0]
Correlations
persepsi

Spearman’s rho

persepsi andragogi

efikasi diri karir

Nilai r (korelasi) =

andragogi

efikasi diri karir

Correlation Coefficient

1.000

-.142

Sig. (2-tailed)

.

.326

N

50

50

Correlation Coefficient

-.142

1.000

Sig. (2-tailed)

.326

.

N

50

50

-0,161 dengan nilai p (p value/signifikansi) = 0,264 >

0,05 maka Ha ditolak dan H0 diterima, yang berarti : Tidak ada hubungan antara
persepsi terhadap Pendekatan Andragogi dalam Pembelajaran dengan Efikasi diri
pengambilan keputusan karir pada mahasiswa angkatan 2009 Fakultas Psikologi
Undip. Hasil kategorisasi total skor respon subyek :

15
Seminar Nasional Educational Wellbeing

Tabel 1 : Rentang Nilai dan Kategorisasi Persepsi terhadap Pendekatan Andragogi :
Kategori skor

Jumlah

X < u – 1,5 SD

Rentang
Interval
X < 76

Sangat Negatif

5

u – 1,5 SD < X < u – 0 SD

76 < X < 91

Negatif

29

u – 0 SD < X < u + 1,5 SD

91 < X < 106

Positif

11

u + 1,5 SD < X

106 < X

Sangat Positif

5

Rumus Interval

Tabel 2 : Rentang Nilai dan Kategorisasi Efikasi diri pengambilan keputusan karir
Mahasiswa :
Rumus Interval
X < u – 1,5 SD

Rentang Interval
X < 58,5

Kategori skor
Sangat Negatif

Jumlah
3

u – 1,5 SD < X < u – 0 SD

58,5 < X < 63

Negatif

14

u – 0 SD < X < u + 1,5 SD

63 < X < 67,5

Positif

26

u + 1,5 SD < X

67,5 < X

Sangat Positif

7

Berdasarkan kategorisasi hasil respon subyek, dapat dilihat bahwa 54%
subyek mempersepsikan pendekatan andragogi dengan negatif. Artinya, sebagian
mahasiswa angkatan 2009 sebagai subyek penelitian menganggap dan merasakan
bahwa pendekatan andragogi belum dilaksanakan dalam proses pembelajaran.
Pendekatan andragogi dalam pembelajaran menuntut beberapa hal antara
lain: menekankan kemandirian konsep diri dan penghargaan sebagai manusia yang
dapat mengarahkan diri sendiri dalam belajar; menjadikan pengalaman individu
dewasa menjadi sumber belajar yang kaya, dan pada waktu yang sama memberikan
dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru; menekankan pada kesiapan
belajar karena kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas peran sosialnya;
pembelajaran memiliki orientasi yang berpusat pada pemecahan masalah kehidupan
(problem centered orientation) (dalam Arif, 1990).
Apabila diperhatikan dari keseluruhan aspek pendekatan andragogi di atas,
dosen berperan sebagai pendidik dengan memfasilitasi bagaimana agar aspekaspek dari pendekatan andragogi dapat terlaksana. Dalam hal ini, dosen dan
mahasiswa adalah rekan dalam belajar. Sebagai pendidik orang dewasa, dosen
tidak hanya melaksanakan pembelajaran dengan teknik satu arah melainkan selalu
melibatkan mahasiswa dalam setiap proses pembelajaran mulai dari perencanaan
sampai evaluasinya. Lebih dari sekedar teknik, dosen juga dituntut untuk memahami
karakteristik perkembangan dan kebutuhan belajar peserta didik yang notabene
16
Seminar Nasional Educational Wellbeing

adalah individu usia dewasa. Selain itu, motivasi dan perhatian yang bersifat
nonmaterial juga sangat dibutuhkan oleh peserta didik dewasa selanjutnya
menumbuhkan keyakinan dirinya dengan tetap memperhatikan karakteristik mereka
yang

mandiri.

Sebagaimana

diungkapkan

Wentzel

bahwa

siswa

(remaja)

mendapatkan keuntungan dari guru yang perhatian dan mendukung, yaitu guru yang
mengenali kekuatan dan kelemahan siswa, memperlakukan siswa sebagai individu,
serta bersedia mendengarkan siswa. Siswa membutuhkan lingkungan belajar yang
menantang secara intelektual dan mendukung perkembangan serta pengalaman
individu (Wentzel, dalam Schunk dan Meece. 2006). Hal tersebut didukung dengan
pernyataan Santrock (2003, hal.486) bahwa sekolah, guru, dan pembimbing
memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan karir siswa.
Kesimpulan Dan Diskusi
Mahasiswa sebagai status memberikan kesempatan bagi siswa lulusan SMA
sebagai individu remaja saat itu untuk mempersiapkan diri memasuki kehidupan
dewasa dan menerima peran, serta tanggung jawab baru. Pendidikan tinggi sudah
seharusnya

mampu

mengakomodasi

hal

tersebut

salah

satunya

dengan

menciptakan suasana dan kondisi pembelajaran yang sesuai.
Efikasi diri pengambilan keputusan karir yang positif pada sebagian besar
subyek penelitian ternyata tidak dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap
pendekatan andragogi dalam proses pembelajaran yang selama ini mereka ikuti.
Kenyataan ini sangat disayangkan dan cukup menjadi bahan pertimbangan bagi
penyelenggara pendidikan tinggi. Selebihnya, dapat menjadi saran bagi pendidikan
tinggi untuk merancang sistem pembelajaran yang semakin mengakomodasi
kebutuhan peserta didik sebagai individu dewasa sehingga lulusan mereka nantinya
adalah lulusan yang benar-benar siap menerima dan menampilkan peran-peran
orang dewasa di masyarakat. salah satunya mendapatkan pekerjaan dan jenjang
karir yang baik.

17
Seminar Nasional Educational Wellbeing

Daftar Pustaka
Alwisol. (2008). Psikologi kepribadian. Malang : UMM Press.
Asmin. 2003. Konsep dan metode pembelajaran untuk orang dewasa (andragogi).
Jurnal

penelitian

Pendidikan.

Diakses

4

Februari

2003

dari

URL:http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/34/konsep_dan_metode_pembelajara
n.htm
Atmaja, B.S. (1986). Modul pendidikan orang dewasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action. Englewood Cliffs, NJ:
Prentice Hall.
Bandura, A. (1977). Self-efficacy: Toward a unifying theory of behavior change.
Psychology Review, 84, 191-215.
Bandura, A. (1977). Social learning theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
Bandura, A. (1982). Self-efficacy mechanism in human agency. Journal of American
Psychologist 37(2):122–147.
Bandura, A. (1986). Social Foundations of Thought and Action: A Social Cognitive
Theory, Prentice-Hall Inc, Englewood Cliffs, NJ.
Bandura, A. (1993). Perceived self-efficacy in cognitive development and functioning.
Educational Psychologist 28(2): 117–149.
Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The exercise of control. New York: Freeman.
Betz, N.E. (2001). Career self efficacy, 55-77. Dalam Frederick T., Leong, dan Azy
Barak (Ed). Contemporary models in vocational psychology. London:
Lawrence erlbaum associates publishers.
Dancey, C.P., & Reidy, J. (2002). Statistics without maths for psychology using
SPSS for windows 2ed. London: Pearson education
DeVellis, B. M., & DeVellis, R. F. (2000). Self-efficacy and health. In: A. Baum, T. A.
Revenson, & J. E. Singer. (2008). Handbook of health psychology (pp. 235-247).
Mahwah, NJ: Erlbaum.
Gordon, Virginia N. (2007). The undecided college student : an academic and career
advising challenges 3rd. Illinois : Charles C. Thomas publishers.
Gunawan, A.H. (2000). Sosiologi pendidikan: Suatu analisis tentang pelbagai
problem pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan, edisi v. Jakarta: Erlangga.
Lunandi, A. G. (1986). Pendidikan orang dewasa: Sebuah uraian praktis untuk
pembimbing, penatar, pelatih, dan penyuluh lapangan. Jakarta: PT Gramedia.
18
Seminar Nasional Educational Wellbeing

Marsidi. (2007). Andragogi sebuah orientasi baru. Diakses tanggal 8 april 2008:
http://elearn.bpplsp-reg5.go.id/?Pilih=news&aGi=lihat&id=14
Santrock, J.W. (2003). Adolescence : Perkembangan remaja edisi keenam. Jakarta :
Erlangga
Santrock, J.W. (2005). Life span development: Perkembangan masa hidup. Jilid II
(Terjemahan A.Chusaeri). Jakarta: Erlangga.
Schunk, D.H., Meece, J.L. (2006). Self efficacy development in adolescence, 71-90.
Dalam F. Pajares, dan T.Urdan (editor). Self Efficacy Beliefs of Adolescent.
Connecticut: Information Age Publishing.
Sudjana, N. (2004). Dasar-dasar proses belajar mengajar. Bandung: CV Sinar Baru.
Sugiyanto. (2003). Dasar-dasar pendidikan orang dewasa (andragogi). Malang:
Lembaga Penerbitan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Suprijanto. (2007). Pendidikan orang dewasa dari teori hingga aplikasi. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Syah, M. (2004). Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Usher, R., Bryant, I. (1989). Adult education as theory practice & Research. London:
Routledge
Usman, U.M. (2003). Menjadi guru profesional, cet. ke-15. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Zainudin Arif, M. S. (1990). Andragogi. Bandung: PT Angkasa

19
Seminar Nasional Educational Wellbeing