DESAIN MODERN PAKAIAN BATIK BENTUK PERLA

Pendahuluan
Kolonialisme dan imperialisme merupakan suatu hal yang menjadi tantangan
terbesar bagi negara-negara jajahan selama berabad-abad. Salah satu negara yang
menjadi korban kolonialisme ialah Indonesia. Kekuasaan bangsa barat atas
Indonesia telah membawa dampak yang luar biasa bagi negeri ini. Selain
mengalami penindasan, eksploitasi, dan pembodohan publik. Munculnya
kolonialisme ini juga membawa pengaruh terhadap perekonomian, politik, sosial,
budaya, ilmu pengetahuan, agama, bahkan ideologi. Hampir semua yang menjadi
bagian dari negara ini tidak pernah terlepas dari yang namanya penjajahan, artinya
bangsa Indonesia tidak dapat mengelak adanya warisan kolonialisme. Penjajahan
yang pernah terjadi pada masa silam merupakan masa lalu yang menjadi pelajaran
berharga bagi bangsa ini dalam kehidupan di waktu yang akan datang. Baso
(2005) mengatakan bahwa masa lalu dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan
‘masa kini’ kolonial, kebutuhan menundukkan dan menjajah pribumi. Pada masa
pasca reformasi ini, negara kita dan seluruh isinya masih tersentuh oleh negara
penjajah. Hal itu mungkin hampir tidak pernah kita sadari. Sebab sekarang ini,
kolonialisme yang masuk adalah kolonialisme dengan bentuk baru ‘berbaju’
globalisasi. Arus globalisasi datang dengan begitu cepat tanpa memandang ruang
dan waktu. Bangsa Indonesia pun akhirnya mengalami modernisasi. Berbagai
aspek kehidupan sudah terpengaruh seperti yang terjadi pada masa penjajahan
dahulu. Di satu sisi, indonesia terus berkembang ke arah yang lebih maju

mengikuti perkembangan zaman. Namun, di sisi lain dengan proses modernisasi
yang sedang berlangsung tersebut membuat Indonesia perlahan mulai melupakan

negaranya sendiri. Seolah-olah mata dan pikiran mereka telah tertutup oleh proses
modernisasi yang mereka alami, sehingga budaya Indonesia yang menjadi
identitas bangsa kini semakin kabur.

Teori
Pratama (2012), untuk melihat kondisi dan dampak-dampak kolonialisme
pasca kemerdekaan, kita dapat menelusurinya dengan menggunakan teori
postkolonialisme. Postkolonialisme merupakan paham teori yang lahir setelah
zaman kolonial. Homi Bhaba, Edward Said, dan Gayatri Spivak dipandang
sebagai peletak dasar pascakolonial sebagai teori sosial dan sejarah. Menurut
Keith Foulcher dan Tony Day, postkolonial mengacu pada kehidupan masyarakat
pascakolonial tetapi dalam pengertian lebih luas. Sasaran postkolonialisme adalah
masyarakat

yang

dibayang-bayangi


oleh

pengalaman

kolonialisme.

Postkolonialisme mengacu pada sisi kebudayaan, termasuk identitas. Memicu
timbulnya kesadaran nasional karena adanya hegemoni dari penjajah merupakan
tujuan dan fungsi dari teori ini. Ada tiga konsep utama yang dikembangkan dalam
upaya memahami kondisi masyarakat negara berkembang pasca kolonial, yakni
hibriditas, mimikri, dan subaltern. Dalam tulisan ini, akan lebih banyak dibahas
mengenai teori mimikri.
Epafras (2012), gagasan Bhaba tentang mimikri dikembangkan oleh dua
tokoh yaitu, pejuang kemerdekaan Aljazair dan psikiater, Frantz Fanon (19251961), dan filsuf sekaligus psikoanalis, Jacques Lacan (1901-1981). Fanon

menyatakan bahwa mimikri adalah hasil dari proses kolonisasi yang mencerabut
kaum terjajah dari tradisi dan identitas tradisionalnya dan memaksa mereka untuk
beradaptasi dengan identitas, perilaku dan budaya penjajahnya.


Analisis
Salah satu hal yang paling terlihat ketika modernisasi sedang berlangsung
yaitu perilaku masyarakat dalam berpakaian. Pada masa kolonialisme sejak
Belanda mulai datang ke Indonesia, ketika itu masyarakat masih menggunakan
pakaian adat masing-masing daerah dalam kehidupan sehari-harinya. Lamakelamaan muncul pakaian-pakaian dengan model kekinian layaknya pakaian
orang-orang bangsa barat, baik pakaian hasil produksi dalam negeri maupun luar
negeri. Ada pun bukti konkretnya, di Pasar Tanah Abang, pakaian impor telah
menggeser produk pakaian dalam negeri hingga 60%, diantaranya berasal dari
Tiongkok dan India. Ketua Koperasi Pedagang Pasar Tanah Abang Yasril Umar
menyatakan, serbuan produk impor ini didorong semakin sedikitnya produksi
dalam negeri yang menawarkan harga bersaing untuk kualitas yang sama dengan
produk impor. (Aditiasari 2014). Selain di Pasar Tanah Abang, pakaian produk
impor juga mendominasi di Toko Omah Mode Kudus. Ulfah, selaku manajer dari
toko ini, saat ditemui menjelaskan, memang selain produk lokal pihakanya juga
menyediakan pakaian dari China dan Korea (Aditio 2013). Secara keseluruhan,
pakaian impor dari Korea yang paling mendominasi. Pakaian-pakaian tersebut
dianggap sebagai pakaian yang sedang trend bagi masyarakat luas. Meskipun

Korea letaknya satu benua dengan Indonesia, tetapi bangsa korea tergolong
sebagai negara maju sama seperti negara-negara maju di Eropa. Produk pakaian

impor menawarkan barang dengan embel-embel merk luar negeri yang membuat
masyarakat tergiur dan tertarik untuk membelinya. Sebab, banyak orang
beranggapan bahwa barang-barang bermerk atau orang biasa menyebutnya
barang-barang branded ini memiliki nilai kualitas yang lebih tinggi daripada
barang-barang yang tidek bermerk. Apalagi jika kita membandingkan antara
barang bermerk dari luar negeri dengan barang merk dalam negeri, keduanya
terkadang mempunyai nilai kualitas yang berbeda. Kemajuan teknologi dan
pencapaian ilmu oleh negara-negara maju mempengaruhi barang produksi yang
diciptakannya. Kenyataannya Indonesia masih belum mampu bersaing dalam
bidang tersebut. Kemudian muncul asumsi dari masyarakat sendiri bahwa apabila
tidak mengkonsumsi barang-barang modern berarti seseorang tersebut kuno dan
ketinggalan zaman. Hal tersebut menunjukkan, hingga sekarang masih ada
anggapan bahwa bangsa kolonial lebih unggul daripada masyarakat pribumi.
Bangsa penjajah mengklaim dirinya sebagai bangsa yang paling benar. Sedangkan
Indonesia dianggap sebagai bangsa yang terjajah/terpinggirkan. Kehadiran
barang-barang branded di tengah-tengah masyarakat memberikan dampak yang
signifikan terhadap konsumennya. Ketertarikan masyarakat terhadap barangbarang branded menimbulkan pola hidup konsumtif pada diri mereka. Tak lama
kemudian masyarakat mulai terlena dan melupakan seseuatu yang penting yang
menjadi identitas mereka sebagai bangsa Indonesia, terutama dalam hal budaya
berpakaian. Kebudayaan Indonesia yang kini dijajah kembali ini sesuai dengan


kritik postkolonial yang menyebutkan bahwa, sesungguhnya penjajahan tidak
hanya dalam bentuk fisik, tetapi bisa berbentuk ‘bangunan wacana’, pengetahuan,
dan bahasa.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul inisiatif dari masyarakat,
khususnya para penjahit dan designer. Mereka mecoba untuk membuat baju batik
dengan mengikuti selera pasar. Baju dibuat dengan desain yang lebih kekinian,
mengadopsi model pakaian yang modern dengan diberi motif batik. Ini lah yang
disebut dengan fenomena mimikri, dimana telah terjadi proses peniruan elemen
kebudayaan bangsa lain, yaitu desain pakaian. Salah satu contoh usaha pakaian
batik modern adalah Toko Batik Cahaya milik Ibu Fajarrini yang berada di kota
Solo. Toko Batik Cahaya merupakan sentra industri batik di Indonesia yang
menjual hasil produksinya secara online. Baju batik yang di jual modelnya cukup
populis, seperti dress dan blus. Kota Solo yang menjadi pusat kota batik nusantara
ini, beberapa waktu lalu mengadakan sebuah pagelaran akbar produk busana
berbahan baku batik yang dikemas dalam "Solo Batik Fashion" (Suwarto 2014).
Home industry pembuat pakaian batik juga terdapat di beberapa kota lainnya
seperti, Malang, Pekalongan, Yogyakarta, dsb. Ketiga kota ini masing-masing
mempunyai motif batik khas daerah yang berbeda-beda. Kini baju batik semakin
banyak diminati oleh banyak orang. Tidak hanya orang Indonesia saja, tetapi

orang luar negeri pun sangat tertarik dengan pakaian batik model baru ini.
Terbukti dalam acara Sanur Village Festival (SVF) 2014 di Maisonette Area,
Segara Beach, Sanur, Denpasar, Bali. Melalui acara tersebut, Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (UMKM) Solo menjajal peluang menembus pasar internasional.

Acara ini diikuti oleh beberapa daerah di Jawa maupun luar Jawa. Setiap wilayah
memamerkan produk batik unggulannya. Uji coba buka pasar kali ini ternyata
memiliki

prospek

yang

bagus.

Banyak

wisatawan

mancanegara


yang

mengunjungi pasar batik ini (Handayani 2014).
Peniruan model pakaian, tidak menimbulkan ketergantungan antara
Indonesia dengan bangsa barat. Masyarakat Indonesia, terutama para penjahit dan
perancang busana, serta rakyat yang merasa dijajah, justru menikmati adanya
proses peniruan tersebut secara tidak sadar, meskipun hal ini sebetulnya saling
bertentangan. Mereka bermain dengan ide-ide kreatifnya untuk mengembangkan
desain pakaian batik. Mulai dari home industry hingga mengadakan pameran
internasional. Batik merupakan karya seni asli Indonesia. Bagi bangsa di negaranegara maju, memakai pakaian batik identik dengan pribumi dan kuno. Tetapi,
setelah model pakaian batik mulai berkembang, bangsa luar malah semakin
tertarik dengan batik. Itu lah sebabnya, fenomena mimikri selalu mengindikasikan
makna yang tidak tepat dan salah tempat. Inovasi terhadap pakaian batik dapat
dikatakan sebagai salah satu strategi untuk melawan penjajah sebagai upaya untuk
menyingkirkan pakaian-pakaian impor yang telah mendominasi di Indonesia.
Muncul hubungan yang ambivalen diantara Indonesia dengan negara penjajah.
Masyarakat menyukai barang-barang branded, karena harganya yang relatif
murah


dan

mengikuti

perkembangan

zaman,

tetapi

masyarakat

juga

membencinya, karena dengan adanya barang-barang tersebut menyebabkan
barang-barang asli warisan budaya Indonesia mulai terlupakan. Pakaian batik
modern adalah bentuk perlawanan yang subversif. Model pakaian tersebut dapat

dikatakan sebagai kamuflase untuk membela diri dan bertahan hidup. Artinya kain
batik sekarang ini sedang menyamar menjadi pakaian model kekinian untuk

mempertahankan batiknya sebagai warisan budaya asli Indonesia dari serangan
musuh (penjajah).

Kesimpulan
Teori postkolonialisme mengajak kita untuk lebih kritis terhadap suatu
peristiwa. Tanpa postkolonialisme, kesadaran nasionalisme masyarakat tidak akan
muncul. Jika kesadaran itu tidak muncul, maka ada kemungkinan akan terjadi
suatu bentuk penjajahan yang lebih besar lagi yang dapat mengancam kebebasan
Indonesia. Fenomena mimikri berupa peniruan model pakaian impor merupakan
suatu

bantuk usaha dari masyarakat Indonesia sendiri untuk melestarikan

kebudayaannya. Peristiwa ini menunjukkan bahwa sebenarnya masyarakat
Indonesia masih bisa mengikuti arus modernisasi tanpa meninggalkan
kebudayaannya sendiri.

Daftar Pustaka
Baso, A, 2005, Islam Pasca Kolonial : Perselingkuhan Agama, Kolonialisme, dan
Liberalisme. Bandung : PT. Mizan Pustaka.

Pratama,A.I, 2012, Wacana Postkolonial: dalam Sejara dan Karya Sastra
Indonesia, https://www.academia.edu/2359297, diakses tanggal 21 Oktober 2014,
pukul 23:06.
Eprafas,L.C,

2012,

Signifikasi

Homi

Bhabha

dalam

Teori

Pascakolonial,

https://www.academia.edu/2227467, diakses tanggal 22 Oktober 2014, pukul

16:02.
Fajarrini,

2013,

Batik

Cahaya

:

Toko

Online

Baju

Batik

Terbaru,

http://batikcahaya.com/, diakses tanggal 22 Oktober 2014, pukul 14:34.
Suwarto, T, 2014 diakses http://www.pikiran-rakyat.com/node/292063, tanggal 22

Oktober 2014, pukul 14:46.
Handayani, S.S, 2014 diakses dari http://www.solopos.com/2014/09/08/sanur-

village-festival-2014-sandal-batik-solo-dilirik-wisatawan-asing-534021,

tanggal

22 Oktober 2014, 15:03.
Aditiasari,

D,

2014,

diakses

dari

http://finance.detik.com/read/2014/07/04/121034/2627757/4/hanya-40-produk-

lokal-yang-beredar-di-tanah-abang-sisanya-pakaian-impor, tanggal 22 Oktober
2014, pukul 20:42.
Aditio,

R,

2013

diakses

dari

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/10/28/177324/Produ
k-Pakaian-Asal-China-dan-Korea-Masih-Mendominasi-Pasaran,
Oktober 2014, pukul 21:57.

tanggal

22

UJIAN TENGAH SEMESTER
SOSIOLOGI MASAYARAKAT SEDANG BERKEMBANG/MASYARAKAT
PASCA KOLONIAL
DESAIN MODERN PAKAIAN BATIK : BENTUK PERLAWANAN
TERHADAP KOLONIALISME MASA KINI (GAYA BERPAKAIAN BANGSA
PENJAJAH DI INDONESIA)

OLEH :
SETYO KINANTHI
13/34785/SP/25712
23 OKTOBER 2014

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA