MAKALAH PERKEMBANGAN BAHASA ANAK PRODI S

MAKALAH
PERKEMBANGAN BAHASA ANAK
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Perkembangan Anak
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Mustaji, M.Pd

Disusun oleh :
WAHYUNI

: NIM 157855012

THORIQURROFI’ FAIZ MUHAMMAD : NIM 157855015

PRODI S2 PENDIDIKAN DASAR
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2016

A. PENGERTIAN PERKEMBANGAN BAHASA
Beberapa definisi bahasa menurut para ahli adalah: 1.) Bahasa
adalah sebuah simbol bunyi yang arbiter yang digunakan untuk

komunikasi manusia (Wardhaugh, 1972); 2.) Bahasa adalah sebuah alat
untuk mengomunikasikan gagasan atau perasaan secara sistematis melalui
penggunaan tanda, suara, gerak, atau tanda-tanda yang disepakati, yang
memiliki makna yang dipahami (Websters New Collegiate Dictionary,
1981); 3.) Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter, yang
dipergunakan oleh para anggota sosial untuk berkomunikasi, bekerja sama,
dan mengidentifikasi diri (Kentjono, Ed., 1984:2); 4.) Bahasa adalah salah
satu dari sejumlah sistem makna yang secara bersama-sama membentuk
budaya manusia (Halliday dan Hasan, 1991).
Dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sistem lambang yang
bermakna, arbiter, konvensional, dan produktif yang dipergunakan oleh
setiap individu dan anggota sosial untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan
mengidentifikasi diri. Secara sederhana, bahasa didefinisikan sebagai
bentuk komunikasi dalam bentuk lisan, tertulis, atau isyarat yang
dilambangkan berdasarkan sistem simbol. Melalui bahasa kita mampu
mendeskripsikan kejadian-kejadian di masa lalu dan merencanakan masa
depan sehingga informasi dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh seseorang
dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain. Penggunaan

bahasa menjadi lebih efektif sejak seorang individu memerlukan
berkomunikasi dengan orang lain. Sejak seorang bayi berkomunikasi
dengan orang lain, sejak itu pula bahasa diperlukan. Sejalan dengan
perkembangan hubungan sosial, maka perkembangan bahasa seseorang
(bayi-anak) dimulai dengan meraba (suara atau bunyi tanpa arti) dan
diikuti dengan bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat
sederhana, dan seterusnya melakukan sosialisasi dengan menggunakan
bahasa yang lebih kompleks sesuai dengan tingkat perilaku sosial.

Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang
berarti

intelek/kognisi

sangat

berpengaruh

terhadap


kemampuan

berbahasa. Bayi, tingkat intelektualnya belum berkembang dan masih
sangat sederhana. Semakin bayi itu tumbuh dan berkembang dari tingkat
yang sangat sederhana menuju ke bahasa yang kompleks. Perkembangan
bahasa dipengaruhi oleh lingkungan, karena bahasa pada dasarnya
merupakan hasil belajar dari lingkungan. Anak (bayi) belajar bahasa
seperti halnya belajar yang lain “meniru” dan “mengulang” hasil yang
telah didapatkan merupakan cara belajar bahasa awal. Bayi bersuara,
“mmm mmm”, ibunya tersenyum dan mengulang menirukan dengan
memperjelas arti suara itu menjadi “maem-maem”. Bayi belajar
menambah kata-kata dengan meniru bunyi-bunyi yang didengarkannya.
Manusia dewasa (terutama ibunya) di sekelilingnya membetulkan dan
memperjelas. Belajar bahasa yang sebenarnya baru dilakukan oleh anak
berusia 6-7 tahun, di saat anak mulai bersekolah. Jadi perkembangan
bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi,
baik alat komunikasi dengan cara lisan, tertulis, maupun menggunakan
tanda-tanda isyarat. Mampu dan mengusai alat komunikasi diartikan
sebagai upaya seseorang untuk dapat memahami dan dipahami orang lain.
Semua bahasa manusia memiliki beberapa karakteristik umum,

salah satunya adalah “generativitas tak terbatas”. Generativitas tak terbatas
merupakan kemampuan menghasilkan sejumlah kalimat bermakna tanpa
batas dengan menggunakan aturan-aturan dan kata-kata yang terbatas.
Karakteristik umum yang dimiliki bahasa manusia yang lain adalah aturanaturan organisasi. Yang dimaksud aturan-aturan organisasi di sini adalah
bahwa bahasa sifatnya tertata dan bahwa aturan-aturan mendeskripsikan
cara-cara bahasa tersebut mampu lebih bermakna (Berko Glesson, 2004).
Sehingga manusia memiliki kemampuan memproduksi kalimat bermakna
dalam jumlah tak terhingga dengan menggunakan kata-kata dan aturanaturan yang terbatas.

Pada sistem aturan, bahasa ditata dan diorganisasikan dengan
sangat baik (Berko Gleason, 2005). Organisasi tersebut melibatkan lima
sistem aturan: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. 1.)
Fonologi adalah sistem suara dari suatu bahasa, termasuk suara-suara yang
digunakan dan bagaimana suara-suara tersebut dikombinasikan (Menn dan
Stoel-Gammon, 2005). Dengan kata lain, fonologi merupakan sistem suara
dalam sebuah bahasa. Sebuah fonem merupakan unit terkecil dalam
sebuah bahasa; 2.) Morfologi adalah sistem suara dari suatu bahasa,
termasuk suara-suara yang digunakan dan bagaimana suara-suara tersebut
dikombinasikan (Menn dan Stoel-Gammon, 2005). Dengan kata lain,
morfologi merupakan sistem dari unit-unit bermakna yang terlibat dalam

pembentukan kata; 3.) Sintaksis merupakan sistem yang melibatkan
bagaimana kata-kata dikombinasikan sehingga membentuk frasa-frasa dan
kalimat-kalimat yang dapat diterima. Semua sintaksis bahasa manusia
memiliki dasar-dasar umum

yang merupakan ciri-ciri universal dari

sintaksis (Tager-Flusberg, 2005); 4.) Semantik merupakan sistem yang
melibatkan arti kata-kata dari kalimat. Kata-kata memiliki keterbatasan
semantik dalam cara mereka digunakan dalam kalimat (Pan, 2005); 5.)
Pragmatik merupakan sistem menggunakan percakapan dan pengetahuan
yang tepat terkait penggunaan bahasa secara efektif dalam konteks.
Aturan-aturan pragmatik bisa saja kompleks dan berbeda antara budaya
yang satu dan yang lain (Bryant, 2005).

B. PERKEMBANGAN BAHASA PADA ANAK USIA TK, SD, DAN
SMP
1. 1. Perkembangan Bahasa pada Masa Kanak-Kanak Awal (TK)
Menurut John W. Santrock anak berusia di bawah tiga tahun
memperlihatkan perkembangan yang agak cepat dari yang awalnya

hanya mampu menghasilkan ungkapan dua kata, menjadi mampu
menggabungkan tiga, empat, dan lima kata. Antara usia dua hingga
tiga tahun, mereka mulai berkembang dari yang semula hanya mampu

mengucapkan kalimat sederhana yang terdiri dari proposisi tunggal,
menjadi mampu mengucapkan kalimat-kalimat kompleks.
Ketika anak-anak kecil mempelajari fitur-fitur spesial bahasanya
sendiri, terdapat keteraturan dalam cara mereka memperoleh bahasa
tertentu (Berko dalam Santrock,). Sebagai contoh, semua anak
mempelajari kata depan di atas dan di dalam sebelum mempelajari
kata depan yang lain.
2.

Hambatan dan Solusi Perkembangan Bahasa pada Masa

Kanak-Kanak Awal (TK)
1.) Dalam memahami fonologi dan morfologi
Secara bertahap, anak-anak menjadi lebih sensitif terhadap
bunyi dari kata-kata yang diucapkan dan menjadi semakin mampu
menghasilkan semua bunyi dari bahasa mereka. Ketika anak

berusia 3 tahun, mereka dapat mengucapkan semua bunyi vokal
dan sebagian besar konsonan. Ketika pemahaman anak-anak sudah
melampaui ungkapan yang terdiri dari dua kata, mereka
mendemonstrasikan pengetahuan mengenai morfologi. Anak-anak
mulai menggunakan bentuk kata plural maupun kata kepunyaan
untuk benda. Mereka menggunakan akhiran kata kerja yang tepat.
2.) Pada perubahan dalam sintaksis dan semantik
Anak-anak mempelajari dan menerapkan aturan-aturan sintaksis.
Mereka memperlihatkan kemajuan dalam menguasai aturan-aturan
kompleks yang berkaitan dengan cara mengurutkan kata-kata.
Masa kanak-kanak awal juga ditandai oleh adanya pemahaman
mengenai semantik. Perkembangan perbendaharaan kata semakin
dramatis. Beberpa ahli menyimpulkan bahwa antara usia 18 bulan
hingga 6 tahun, anak-anak kecil belajar mengenai sebuah kata baru
setiap jam (kecuali ketika tidur). Ketika mereka memasuki kelas
satu sekolah dasar, diperkirakan anak-anak sudah mengenal 14.000
kata.

3.) Pada kemajuan dalam pragmatik
Di dalam perkembangan bahasa anak-anak kecil juga

terjadi perubahan pragmatik. Dibandingkan anak usia 2 tahun,
seorang anak berusia 6 tahun memiliki kemampuan bercakapcakap yang jauh lebih baik. Anak-anak kecil mulai terlibat dalam
pembicaraan yang diperluas. Sebagai contoh, mereka mulai balajar
secara kultural peran tertentu suatu percakapan dan kesopanan
serta

menjadi

sensitif

terhadap

kebutuhan

mengadaptasi

pembicaraannya dalam berbagai situasi. Keterampilan linguistik
anak-anak yang semakin baik dan meningkatnya kemampuan
mengambil perspektif orang lain.
Seiring dengan bertambahnya usia, anak-anak menjadi

lebih

mampu

membicarakan

hal-hal

yang

tidak

terlihat

dihadapannya dan yang bukan terjadi sekarang (misalnya apa yang
terjadi kemarin dan apa yang akan terjadi besok). Anak mampu
mengatakan kepada orang tua jenis makanan yang ia inginkan di
hari berikutnya. Kemampuan ini tidak mungkin terdapat di dalam
perkembangan


bahasa

seorang

anak

yang

baru

mampu

mengucapkan dua kata.
Ketika berusia 4 hingga 5 tahun, anak-anak belajar
mengubah gaya bicara mereka agar sesuai dengan situasinya.
Sebagai contoh, anak usia 4 tahun bahkan berbicara dengan gaya
berbeda kepada anak usia 2 tahun dibandingkan dengan teman
sebayanya, mereka akan menggunakan kalimat yang lebih pendek.
Demikian pula anak-anak itu akan menggunakan gaya yang
berbeda terhadap orang dewasa, yaitu dengan kalimat yang lebih

sopan dan formal.
3. 1. Perkembangan Bahasa pada Masa Kanak-Kanak Akhir (SD)
Selama masa kanak-kanak menengah dan akhir, anak-anak
membuat banyak kemajuan dalam kosakata serta tata bahasa

mereka. Saat anak masuk sekolah dasar, mereka memperoleh
keahlian yang memungkinkan mereka membaca dan menulis.
Selama tahun-tahun sekolah dasar, anak-anak lebih mampu
memahami dan menggunakan tata bahasa yang kompleks.
Contohnya, anak mampu menyatakan kalimat seperti “anak lakilaki yang mencium ibunya, yang memakai sebuah topi”. Mereka
juga belajar menggunakan bahasa dalam cara yang teratur. Mereka
dapat membuat percakapan yang rapi, menghubungkan kalimat
yang satu dengan yang lain, dan menghasilkan deskripsi, definisi,
dan cerita yang saling melengkapi serta masuk akal. Anak-anak
harus dapat melakukan hal ini secara lisan sebelum mereka
diharapkan mampu melakukannya secara tertulis.
Kesadaran metalinguistik mengacu pada pengetahuan
dimana anak “berpikir tentang bahasa mereka, memahami apa itu
kata-kata, dan bahkan mendefinisikannya” (Berko Gleason dalam
Santrock , 2007).
Kesadaran metalinguistik meningkat dengan baik selama
tahun-tahun sekolah dasar. Pendefinisian kata-kata menjadi bagian
rutin dalam percakapan di kelas dan anak-anak meningkatkan
pengetahuan mereka tentang sintaksis dan berbicara tentang
komponen kalimat seperti subyek dan kata kerja (Ely dalam
Santrock, 2007).
2. Hambatan dan Solusi Perkembangan Bahasa pada Masa
Kanak-Kanak Akhir (SD)
1.) Pada keterampilan membaca
Anak-anak yang memasuki jenjang sekolah dasar dengan
kosakata yang terbatas, beresiko mengembangkan masalahmasalah yang berkaitan dengan membaca (Berko Gleason dalam
Santrock, 2007). Sebelum belajar membaca, anak-anak belajar
menggunakan bahasa untuk membicarakan hal-hal yang tidak ada,
mereka belajar apakah „kata‟ itu; mereka belajar bagaimana

mengorganisasikan dan mengucapkan bunyi (Berko Gleason dalam
Santrock, 2007). Mereka juga mempelajari prinsip-prinsip alphabet
yakni huruf-huruf yang mempresentasikannya bunyi-bunyi dalam
bahasa.
2.) Pada keterampilan menulis
Anak-anak mulai mencoret-coret (scribbling) sekitar usia
dua atau tiga tahun. Keahlian motorik mereka lazimnya
berkembang sedemikian rupa sehingga mereka mulai sanggup
menulis huruf-huruf pada masa awal kanak-kanak mereka. Hampir
semua anak usia 4 tahun, dapat menuliskan nama depan mereka.
Anak usia 5 tahun dapat menuliskan kembali huruf-huruf yang
mereka lihat dan menirukan menulis beberapa kata yang pendek.
Mereka lambat-laun akan mampu membedakan ciri khas dari
huruf-huruf, seperti kurva, garis, atau titik.
4.) Pada kemampuan bilingualisme
Bilingualisme kemampuan bicara dalam dua bahasa
memiliki efek positif terhadap perkembangan kognitif anak. Anakanak yang fasih berbicara dalam dua bahasa akan menunjukkan
kinerja kontrol perhatian, formasi konsep, pemikiran analitis,
fleksibilitas kognitif, dan kompleksitas kognitif yang lebih baik
dibandingkan anak-anak sebayanya yang hanya menguasai satu
bahasa (Bialystok dalam Santrock, 2007).
5.) Pada pemerolehan bahasa kedua
Anak-anak

lebih

mudah

menguasai

bahasa

kedua

dibandingkan remaja dan dewasa. Orang-orang dewasa membuat
kemajuan awal yang lebih tepat, tetapi kesuksesan akhir dalam
penguasaan bahasa kedua tidak pernah sebaik anak-anak.
Kemampuan anak untuk mengucapkan bahasa kedua dengan
aksen yang benar juga menurun berdasarkan usia; penurunan
tajam terjadi setelah usia 10 hingga 12 tahun (Asher dan Gracia
dalam Santrock, 2007).

6.) Pada pendidikan bilingual
Selama 2 dekade terakhir, strategi yang diminati adalah
pendidikan bilingual yang mengajarkan subyek-subyek akademik
kepada anak-anak imigran dalam bahasa ibu mereka sambil
perlahan-lahan mengajarkan bahasa Inggris (Garcia dan Willis
dalam Santrock, 2007). Hasil-hasil riset yang mendukung
pendidikan bilingual karena: (1) anak-anak memiliki kesulitan
mempelajari suatu subyek ketika hal tersebut diajarkan dalam suatu
bahasa yang tidak mereka mengerti, dan (2) ketika kedua bahasa
tersebut diintegrasikan dalam kelas, anak-anak belajar bahasa
kedua dengan lebih cepat dan mampu berpartisipasi lebih aktif
(Hakuta dalam Santrock, 2007).
4. 1. Perkembangan Bahasa pada Masa Remaja Awal (SMP)
Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang. Anak
remaja telah banyak belajar dari lingkungan, dan dengan demikian
bahasa terbentuk oleh kondisi lingkungan. Lingkungan remaja
mencakup lingkungan keluarga, masyarakat dan khususnya
pergaulan teman sebaya dan lingkungan sekolah.
Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya
oleh lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal, sehingga
proses pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan
dengan masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus dalam
perilaku berbahasa. Pengaruh lingkungan yang berbeda antara
keluarga, masyarakat, dan sekolah dalam perkembangan bahasa,
akan menyebabkan perbedaan antara anak yang satu dengan yang
lain.
Hal ini ditunjukkan oleh pemilihan dan penggunaan kosa
kata sesuai dengan tingkat sosial keluarganya. Keluarga dari
masyarakat lapisan berpendidikan rendah atau buta huruf, akan
banyak menggunakan bahasa pasar, bahasa sembarangan, dengan
istilah-istilah yang “kasar”. Masyarakat terdidik yang pada

umumnya memiliki status sosial lebih baik, akan menggunakan
istilah-istilah lebih efektif, dan umumnya anak-anak remajanya
juga berbahasa secara lebih baik.
2. Hambatan dan Solusi Perkembangan Bahasa pada Masa
Remaja Awal (SMP)
1.) Pada penggunaan bahasa gaul
Dalam berkomunikasi sehari-hari, terutama dengan sesama
sebayanya, remaja seringkali menggunakan bahasa spesifik yang
kita kenal dengan bahasa „gaul‟. Disamping bukan merupakan
bahasa yang baku, kata-kata dan istilah dari bahasa gaul ini
terkadang hanya dimengerti oleh para remaja atau mereka yang
kerap menggunakannya. Menurut Piaget (dalam Papalia, 2004),
remaja memasuki tahap perkembangan kognitif yang disebut tahap
formal operasional. Piaget menyatakan bahwa tahapan ini
merupakan tahap tertinggi perkembangan kognitif manusia. Pada
tahap ini individu mulai mengembangkan kapasitas abstraksinya.
Sejalan dengan perkembangan kognitifnya, perkembangan bahasa
remaja mengalami peningkatan pesat. Kosakata remaja terus
mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya referensi
bacaan dengan topik-topik yang lebih kompleks. Menurut Owen
(dalam Papalia, 2004) remaja mulai peka dengan kata-kata yang
memiliki makna ganda. Mereka menyukai penggunaan metaphora,
ironi, dan bermain dengan kata-kata untuk mengekspresikan
pendapat mereka. Terkadang mereka menciptakan ungkapanungkapan baru yang sifatnya tidak baku. Bahasa seperti inilah yang
kemudian banyak dikenal dengan istilah bahasa gaul. Disamping
merupakan bagian dari proses perkembangan kognitif, munculnya
penggunaan bahasa gaul juga merupakan ciri dari perkembangan
psikososial remaja. Menurut Erikson (1968), remaja memasuki
tahapan psikososial yang disebut sebagai identity versus role
confusion. Hal yang dominan terjadi pada tahapan ini adalah

pencarian dan pembentukan identitas. Remaja ingin diakui sebagai
individu unik yang memiliki identitas sendiri yang terlepas dari
dunia anak-anak maupun dewasa. Penggunaan bahasa gaul ini
merupakan bagian dari proses perkembangan mereka sebagai
identitas independensi mereka dari dunia orang dewasa dan anakanak.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
BAHASA
Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa, antara
lain: umur anak, kondisi lingkungan, kecerdasan anak, status sosial
ekonomi keluarga, dan kondisi fisik.
1.)

Umur anak maksudnya adalah manusia bertambah umur

akan semakin matang pertumbuhan fisiknya, bertambah pengalaman dan
meningkat kebutuhannya. Bahasa seseorang akan berkembang sejalan
dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya. Faktor fisik akan ikut
mempengaruhi sehubungan semakin sempurnanya pertumbuhan organ
bicara, kerja otot-otot untuk melakukan gerakan-gerakan dan isyarat. Pada
masa remaja perkembangan biologis yang menunjang kemampuan
berbahasa telah mencapai tingkat kesempurnaan, dengan dibarengi oleh
perkembangan tingkat intelektual anak akan mampu menunjukkan cara
berkomunikasi dengan baik.
2.)

Kondisi lingkungan adalah

lingkungan tempat anak

tumbuh dan berkembang memberi andil yang cukup besar dalam
berbahasa. Perkembangan bahasa di lingkungan perkotaan akan berbeda
dengan di lingkungan pedesaan.
3.)

Kecerdasan anak yaitu untuk meniru lingkungan tentang

bunyi atau suara, gerakan dan mengenal tanda-tanda, memerlukan
kemampuan motorik yang baik. Kemampuan motorik seseorang
berkorelasi positif dengan kemampuan intelektual atau tingkat berpikir.
Ketepatan meniru, memproduksi perbendaharaan kata-kata yang diingat,

kemampuan menyusun kalimat dengan baik, dan memahami atau
menangkap maksud suatu pernyataan pihak lain, amat dipengaruhi oleh
kerja pikir atau kecerdasaan seorang anak.
4.)

Status sosial ekonomi keluarga maksudnya adalah keluarga

yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan situasi
yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak dan anggota keluarganya.
Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota keluarga yang
berstatus sosial tinggi berbeda dengan keluarga yang berstatus sosial
rendah. Pendidikan keluarga berpengaruh pada perkembangan bahasa.
5.)
Seseorang

Kondisi fisik berkaitan dengan kondisi kesehatan anak.
yang

cacat

yang

terganggu

kemampuannya

untuk

berkomunikasi seperti bisu, tuli, gagap atau organ suara tidak sempurna
akan mengganggu perekembangan berkomunikasi dan tentu saja akan
mengganggu perekembangannya dalam berbahasa.

D. HAMBATAN DAN SOLUSI PERKEMBANGAN BAHASA
Keterlambatan berbicara tidak hanya mempengaruhi penyesuaian
akademis dan pribadi anak, pengaruh yang paling serius adalah terhadap
kemampuan membaca pada awal anak masuk sekolah. Banyak penyebab
keterlambatan bicara pada anak. Salah satu penyebab paling umum dan
paling serius adalah ketidakmampuan mendorong/memotivasi anak
berbicara, bahkan pada saat anak mulai berceloteh. Apabila anak tidak
diberikan rangsangan (stimulasi) didorong untuk berceloteh, hal ini akan
menghambat penggunaan didalam berbahasa/kosa kata yang baik dan
benar.
Kekurangan dorongan tersebut merupakan penyebab serius
keterlambatan berbicara anak. Anak-anak dari golongan yang lebih atau
menengah yang orang tuanya ingin sekali menyuruh mereka (anak) belajar
berbicara

lebih

kemungkinannya

awal

(cepat)

mengalami

dan

lebih

keterlambatan

baik,

sangat

berbicara

pada

kurang
anak.

Sedangkan anak yang berasal dari golongan yang lebih rendah yang orang

tuanya tidak mampu memberikan dorongan tersebut bagi mereka, apakah
kekurangan waktu/karena mereka tidak menyadari betapa pentingnya
suatu perkembangan bicara pada anak didik tersebut.
Gangguan/bahaya didalam perkembangan bicara pada anak yaitu :
1.

Kelemahan didalam berbicara (berbahasa) kosa kata,

2.

Lamban mengembangkan suatu bahasa/didalam berbicara,

3.

Sering kali berbicara yang tidak teratur,

4.

Tidak konsentrasi didalam menerima suatu kata (bahasa) dari

orang tua/guru.
Perkembangan berbicara merupakan suatu proses yang sangat sulit
dan rumit. Terdapat beberapa kendala yang sering kali dialami oleh anak,
antara lain:
1. Anak cengeng.
Anak yang sering kali menangis dengan berlebihan dapat menimbulkan
gangguan pada fisik maupun psikis anak. Dari segi fisik, gangguan
tersebut dapat berupa kurangnya energi sehingga secara otomatis dapat
menyebabkan kondisi anak tidak fit. Sedangkan gangguan psikis yang
muncul adalah perasaan ditolak atau tidak dicintai oleh orang tuanya, atau
anggota keluarga lain. Sedangkan reaksi sosial terhadap tangisan anak
biasanya bernada negatif. Oleh karena itu peranan orang tua sangat penting
untuk menanggulangi hal tersebut, salah satu cara untuk mengajarkan
komunikasi yang efektif bagi anak.
2. Anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain.
Sering kali anak tidak dapat memahami isi pembicaraan orang tua atau
anggota keluarga lain. Hal ini disebabkan kurangnya perbendaharaan kata
pada anak. Di samping itu juga dikarenakan orang tua sering kali berbicara
sangat cepat dengan mempergunakan kata-kata yang belum dikenal oleh
anak. Bagi keluarga yang menggunakan dua bahasa (bilingual) anak akan
lebih banyak mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan orang
tuanya atau saudaranya yang tinggal dalam satu rumah. Orang tua
hendaknya selalu berusaha mencari penyebab kesulitan anak dalam

memahami

pembicaraan

membetulkan

apabila

tersebut

anak

agar

kurang

dapat

mengerti

memperbaiki
dan

bahkan

atau
salah

mengintepretasikan suatu pembicaraan.

E. UPAYA PENGEMBANGAN PERKEMBANGAN BAHASA
Pengembangan Bahasa pada Tahap Pemerolehan Bahasa
Pembelajaran bahasa pada tahap pemerolehan dibedakan pada dua
kelompok besar yaitu:
1. Pemerolehan B1
Bahasa pertama (B1) adalah bahasa yang pertama kali dipelajari dan
dikuasai

oleh

seorang

anak.

Terdapat

tiga

pandangan

yang

mengungkapkan proses pemerolehan bahasa pertama, yaitu:
(1) Pandangan Nativistis
Menurut pandangan nativistis, setiap anak yang lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan bawaan atau alami untuk dapat berbahasa.
Kemampuan bawaan berbahasa disebut sebagai „piranti pemerolehan
bahasa‟ (language acquisition device / LAD) yang berpusat di otak. Piranti
itulah yang membuat anak dapat berbahasa.
Cara kerja LAD adalah sebagai berikut:
Ujaran atau tuturan lisan dalam lingkungan anak memberikan masukan
kepada anak. Data tersebut diolah oleh LAD dengan memakai potensi
gramatika bahasa anak sehingga tersusunlah pola-pola kaidah bahasa dan
kaidah berbahasa pada diri anak, kemudian tercermin dalam tindak
berbahasa (ujaran) yang dihasilkan anak yang sesuai dengan pola ujar
orang dewasa (Chomsky dalam Santrock, 1994; Cahyono, 1995).
(2) Pandangan Behavioristis
Menurut pandangan behavioristis, penguasaan bahasa anak
ditentukan oleh rangsangan yang diberikan lingkungannya. Anak tidak
memiliki peranan aktif, hanya sebagai penerima pasif. Perkembangan
bahasa anak terutama ditentukan oleh kekayaan dan lamanya latihan yang

diberikan oleh lingkungan, serta peniruan yang dilakukan anak terhadap
tindak berbahasa lingkungannya.
(3) Pandangan Kognitif
Menurut pandangan kognitif, penguasaan dan perkembangan
bahasa anak ditentukan oleh daya kognitifnya. Lingkungan tidak serta
merta memberikan pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual dan
bahasa anak, jika si anak sendiri tidak melibatkan secara aktif dengan
lingkungannya. Dengan kata lain, anak lah yang berperan aktif untuk
terlibat dengan lingkungannya agar penguasaan bahasanya dapat
berkembang secara optimal.
Beberapa strategi pembelajaran pada tahap pemerolehan B1:
(1) Mengingat yaitu setiap pengalaman indrawi yang dilalui anak, dicatat
dalam benaknya. Ingatan akan semakin kuat jika penyebutan benda
atau peristiwa terjadi berulang-ulang. Sehingga, dalam berbahasa
anak-anak biasanya dibantu oleh ekspresi muka, gerak tangan, gerak
tubuh, dan konteks bahasa anak.
(2) Meniru yaitu anak memiliki kecenderungan untuk meniru tuturan
dengan maksud yang sama, tuturan anak cenderung berubah bisa
berupa penambahan, pengurangan, maupun penggantian kata atau
susunan kata dan intonasinya. Hal ini disebabkan oleh anak hanya
akan mengucapkan tuturan yang telah dikuasainya saja, dan perbedaan
kreativitas berbahasa anak.
(3) Mengalami langsung yaitu dalam konteks nyata, anak menggunakan
bahasanya baik ketika berkomunikasi dengan orang lain, maupun
sewaktu sendirian. Dari tanggapan yang diperolehnya, secara tidak
sadar anak memperoleh masukan tentang kewajaran dan ketepatan
perilaku berbahasa, dalam waktu yang sama anak mendapat masukan
dari tindak berbahasa yang dilakukan mitra berbicaranya.
(4) Bermain yaitu karena dunia anak adalah dunia bermain. Kegiatan
bermain sangat penting untu mendorong pengembangan kemampuan
berbahasa anak.

(5) Penyederhanaan yaitu anak berada pada keadaan egosentris yaitu
berpusat pada dirinya, perkembangan kemampuan anak yang bertahap
yang membuat tuturan yang digunakannya lebih sedehana dan
langsung. Satu atau dua kata mewakili satu kalimat, inilah yang
disebut sebagai penyederhanaan atau reduksi.
2. Pemerolehan B2
Bahasa kedua (B2) adalah bahasa yang dipelajari dan dikuasai anak
setelah menguasai satu bahasa. Terdapat 7 macam teori pemerolehan B2,
yaitu:
(1) Model akulturasi (the acculturation model)
Akulturasi adalah proses penyesuaian diri terhadap kebudayaan
yang baru (Brown, 1987:129). Akulturasi dan pemerolehan B2 ditentukan
oleh tingkat jarak social (social distance) dan jarak psikologis
(psychological distance) antara pebelajar dengan kebudayaan B2 (target
language culture).
(2) Teori akomodasi (accommodation theory)
Teori akomodasi berdasarkan penelitian Giles, dkk. Menggunakan
kerangka kerja sosio-psikologis dengan perhatian utama pada penyelidikan
bagaimana cara antarkelompok dalam menggunakan bahasa sasaran dapat
mencerminkan sikap-sikap sosial dan psikologis dalam komunikasi antar
entnik (Ellis, 1986:255).
(3) Teori wacana (discourse theory)
Cherry (dalam Ellis, 1986: 259) menekankan pentingnya
komunikasi sebagai upaya pengembangan kaidah struktur bahasa.
Pandangan mengenai bagaimana peran pemerolehan B2 dikenal dengan
teori wacana.
(4) Model monitor (the monitor model)
Model monitor merupakan model performansi bahasa, istilah
lainnya adalah proses konstruksi kreatif. Model ini dikemukakan oleh
Krashen (1977). Krashen (dalam Gardner, 1985:125) menjelaskan adanya
tiga aspek yang mempengaruhi penggunaan monitor. Pertama, monitor

memerlukan waktu, Bila waktu tidak cukup, penutur tidak memiliki
kesempatan berpikir dan menerapkan kaidah gramatikal, seperti dalam
tuturan normal. Kedua, monitor akan aktif bila bentuk dan ketepatan
bahasa merupakan hal yang penting bagi penutur. Ketiga, monitor
mencerminkan aplikasi pengetahuan bahasa pada perilaku bahasa.
(5) Model kompetensi variabel (the variable competence model)
Teori ini mengklaim bahwa cara bahasa dipelajari merefleksikan
cara bahasa digunakan (Ellis, 1986:266). Produk penggunaan bahasa
terdiri atas kontimnum tipe-tipe wacana yang terentang dari yang tak
terencana sampai yang terencana. Wacana tak terencana adalah wacana
yang

kurang

pemikiran

dan

persiapan

seperti

komunikasi

spontan/percakapan sehari-hari. Wacana terencana adalah wacana yang
dipikirkan matang-matang sebelum diekspresikan seperti ceramah yang
dipersiapkan.
(6) Hipotesis universal (the universal hypothesis)
Hipotesis ini berupaya menjelaskan pemerolehan B2 sebagai
kemampuan berbahasa, bukan dalam kerangka penjelasan kognitif secara
umum. Sehingga model ini membawa telaah pemerolehan B2 sejajar
dengan penelitian linguistik yang mengikuti aliran Chomsky.
(7) Teori neurofungsional (a neurofunctional theory)
Pertimbangan

nerurofungsioanal

tehadap

pemerolehan

B2

menyangkut peran dua belahan otak, yaitu: 1.) hemisfir kanan, dan 2.)
hemisfir kri, yang dikenal dengan daerah Wernickle dan daerah Broca.
Berdasarkan penelitian klinis belahan otak tersebut menunjukkan
hubungannya dengan pemahaman dan produksi bahasa. Secara khusus,
pendekatan ini membicarakan beberapa hal: 1.) perbedaan usia, 2.) ujaran
formulais, 3.) fosilisasi, dan 4.) latihan pola-pola dalam kelas pemerolehan
B2.
Berbagai teknik pembelajaran B2 dalam berbagai aspek (O‟Malley
& Chamot, 1990: 6):
(1) Pada fokus pemerolehan bunyi

Teknik: Mengulang nyaring ucapan pengajar, penutur asli, atau bunyi
rekaman, menyimak secara cermat, berbicara nyaring, termasuk
bermain peran.
(2) Pada fokus tata bahasa
Teknik: Mengikuti kaidah-kaidah dalam teks, menarik simpulan
kaidah tata bahasa dari teks, membandingkan B1 dan B2, menghafal
struktur dan memakainya sering-sering,
(3) Pada fokus kosa kata
Teknik: Mengisi kartu-kartu dan menghafalkannya, mempelajari katakata

dalam

konteks,

mempelajari

kata-kata

yang

digabung,

menggunakan kamus bila perlu, mencatat butir-butir/kata-kata baru.
(4) Pada fokus menyimak pemahaman
Teknik: Menyimak radio, rekaman, TV, dan sebagainya, serta
menayangkan seseorang dengan aksen dan register yang berbeda.
(5) Pada fokus berbicara
Teknik: Jangan takut berbuat kesalahan, buat kontak dengan penutur
asli, meminta, mencari koneksi-koneksi, dan menghafal dialog.
(6) Pada fokus menulis
Teknik: Mempunyai sahabat pena, sering menulis, dan sering
membaca bahan yang hendak ditulis.
(7) Pada fokus membaca
Teknik: Membaca sesuatu setiap hari, membaca hal-hal umum,
membaca teks, mencari makna dari konteks tanpa melihat kamus.

F. IMPLIKASI

PERKEMBANGAN

BAHASA

DALAM

PEMBELAJARAN
Pendekatan bersifat aksiomatis. Pendekatan dalam pengajaran
bahasa merupakan pandangan, filsafat, atau kepercayaan tentang hakikat
bahasa, dan pengajaran bahasa yang diyakini oleh guru bahasa.
Dalam dunia pembelajaran bahasa, dikenal aliran Bloomfield
dengan prinsip-prinsip pokok aliran ini, yaitu: 1.) bahasa adalah ujaran,

bukan tulisan; 2.) bahasa adalah serangkaian kebiasaan; 3.) ajarkanlah
berbahasanya, bukan tentang bahasanya; 4.) bahasa adalah apa-apa yang
dikatakan oleh para pemakainya, bukan apa yang oleh seseorang
seharusnya dikatakan demikian; 5.) tidak ada satu bahasa pun yang persis
sama dengan bahasa yang lain.
Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan yang perlu dilakukan
adalah, adalah: 1.) pemilihan bahan; 2.) urutan bahan; 3.) penyajian bahan;
4.) pengulangan bahan. Baik secara alamiah atau random, pemilihan bahan
itu didasarkan pada kriteria: bagian-bagian yang paling sering digunakan,
paling berguna, paling mudah mengerjakannya, dan gabungan ketiganya.
Paradigma atau cara pandang belajar bahasa di SD adalah: 1.)
Imersi adalah pembelajaran bahasa dengan menerjunkan siswa langsung
dalam kegiatan berbahasa yang dipelajarinya; 2.) Pengerjaan (employment)
adalah pembelajaran bahasa dilakukan dengan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk terlibat aktif dalam berbagai kegiatan berbahasa yang
bermakna, fungsional, dan otentik; 3.) Demonstrasi adalah siswa belajar
bahasa melalui demonstrasi yaitu dengan permodelan dan dukungan yang
disediakan oleh guru; 4.) Tanggung jawab (responsibility) adalah
pembelajaran bahasa yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memilih aktivitas berbahasa yang dilakukannya; 5.) Uji-coba (trial-error)
adalah pembelajaran bahasa yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melakukan kegiatan dari perspektif atau sudut pandang siswa; 6.)
Harapan (expectation) adalah ketika siswa akan berupaya untuk sukses
jika diharapkan oleh gurunya atau lingkungannya untuk sukses.
Pada

pembelajaran

keterampilan

bahasa

dikenal

empat

keterampilan, yaitu: keterampilan menyimak/mendengarkan, keterampilan
berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Pada
pembelajaran masa kanak-kanak awal sampai pada masa kanak-kanak
akhir dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Keterampilan Menyimak/Mendengarkan
Metode:

1.

Simak-ulang ucap

2.

Simak-tulis

3.

Simak-terka

4.

Simak-cerita

5.

Simak-jawab

6.

Simak-baca

7.

Simak-rangkum

8.

Simak-lengkapi

9.

Simak-kerjakan

10.

Simak-lakukan

11.

Simak-bisik berantai

12.

Simak-sanggah

13.

Simak-temukan benda/objek

2. Keterampilan Berbicara
Masalah-masalah linguistik yang harus diatasi oleh anak selalu terkait
dengan konteks personal dan interpersonal (Louis Boom, psikolog
kontemporer, Universitas Columbia).
Strategi untuk meningkatkan penguasaan berbahasa anak, yaitu:
1. Percakapan untuk anak adalah bahasa yang diucapkan dengan titinada
lebih tinggi dari biasanya, berisi kata-kata dan kalimat sederhana.
2. Recasting (penyusunan kembali) adalah menyusun ulang atau
memparafrasekan perkataan anak, mungkin mengubahnya menjadi
pertanyaan.
3. Expanding (perluasan) adalah menyatakan ulang apa yang dikatakan
anak dalam bentuk linguistis yang lebih maju.
4. Labelling (penandaan) adalah mengidentifikasi nama-nama objek.
Metode:
1.

Ulang ucap

2.

Lihat ucap

3.

Memerikan

4.

Menjawab pertanyaan

5.

Bertanya

6.

Bertanya menggali

7.

Melanjutkan cerita

8.

Bercakap-cakap

9.

Mereka cerita gambar

10.

Bercerita

11.

Memberi petunjuk

12.

Melaporkan

13.

Bermain peran

14.

Wawancara

15.

Diskusi

16.

Bertelepon

17.

Dramatisasi

3. Keterampilan Membaca
Pengajaran membaca pada anak berfokus pada dua pendekatan, yaitu:
pendekatan bahasa secara menyeluruh dan pendekatan keahlian dasar dan fonik
(May, 2006;O‟Donnell dan Wood, 2004; Ruddell, 2006; Vacca dkk, 2006).
1. Pendekatan bahasa secara menyeluruh (whole-language approach)
merupakan pendekatan yang menekankan bahwa pelajaran membaca harus
sesuai dengan kemampuan pembelajaran bahasa alami dari anak. Bahanbahan bacaan haruslah utuh dan bermakna. Pembaca pemula diajarkan
untuk mengenali kata-kata (atau bahkan seluruh kalimat) secara
menyeluruh dan diajarkan juga untuk menggunakan konteks bacaan dalam
menerka makna kata-kata yang masih asing.
2. Pendekatan keahlian dasar dan fonik (basic-skills-and-phonics approach)
merupakan pendekatan yang menekankan bahwa pelajaran membaca harus
mengajarkan fonik dan aturan-aturan dasarnya untuk menerjemahkan
simbol tertulis menjadi suara (Cunningham, 2005; Lane dan Pullen, 2004).
Pelajaran membaca awal sebaiknya mendapat materi-materi bacaan yang
rumit (seperti buku dan puisi) hanya setelah mereka memahami aturanaturan korespondensi yang menghubungkan fonem lisan dengan huruf-

huruf alphabet yang mewakili fonem tersebut (Lane dan Pullen, 2004;
Smith, 2004).
Pelatihan efektif bagi kesadaran fonologi meliputi dua teknik utama, yaitu:
a. Pencampuran (blending), meliputi mendengarkan serangkaian bunyi
yang diucapkan terpisah dan kemudian mencampurkannya.
b. Segmentasi, yang terdiri atas mengiramakan atau menghitung bunyi
dalam sebuah kata.
Pelatihan terbaik untuk kesadaran fonologi memiliki tiga karakteristik,
yaitu: 1.) Diintegrasikan dengan membaca dan menulis, 2.) Bersifat
sederhana; dan 3.) Dilaksanakan dalam kelompok-kelompok kecil (Stahl,
2002).
National Reading Panel (2000) menyarankan bahwa anak-anak mendapat
manfaat dari membaca lisan yang terarah (guided oral learning) yaitu
membaca dengan suara keras, dengan bimbingan dan umpan balik.
Strategi-strategi

pembelajaran

untuk

pemahaman

bacaan-seperti

memonitor kemajuan siswa dalam membaca dan menyimpulkan intisarijuga sangat efektif (Pressley, 2003; Pressley dan Hilden, 2006).
Membaca, seperti keahlian-keahlian lainnya, membutuhkan waktu dan
usaha (Graves, Juel dan Graves, 2004).
Pengajaran membaca untuk kelas rendah menurut I Gusti Ngurah Oka:
1. Membaca permulaan
2. Membaca nyaring
3. Membaca dalam hati
4. Membaca pemahaman
5. Membaca bahasa
6. Membaca teknik
Metode/teknik pembelajaran membaca (Iing Sunarti dan Ida Nuhaida:
19920 adalah:
1. Metode abjad/alfabet
2. Metode bunyi
3. Metode suku kata

4. Metode kata
5. Metode kalimat
6. Metode SAS
Tujuan pembelajaran membaca di kelas tinggi:
1. Memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal).
2. Memahami signifikansi atau makna (maksud dan tujuan pengarang,
relevansi/keadaan kebudayaan, reaksi pembaca).
3. Evaluasi atau penilaian (isi dan bentuk).
4. Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan
keadaan.
Aspek-aspek membaca:
1. Keterampilan mekanis (urutan lebih rendah)
a. Pengenalan bentuk huruf.
b. Pengenalan unsur-unsur linguistik.
c. Pengenalan hubungan bunyi dan huruf.
d. Kecepatan membaca lambat.
2. Keterampilan pemahaman (urutan lebih tinggi)
a. Pemahaman pengertian sederhana.
b. Pemahaman signifikansi/makna.
c. Evaluasi/penilaian isi dan bentuk.
d. Kecepatan membaca fleksibel.
Keterampilan membaca:
1. Membaca nyaring
2. Membaca dalam hati
a. Membaca ekstensif
b. Membaca intensif
i.

Membaca telaah isi
-

Membaca teliti

-

Membaca pemahaman

-

Membaca kritis

-

Membaca ide-ide

ii.

Membaca telaah bahasa
-

Membaca bahasa

-

Membaca sastra

4. Keterampilan Menulis
Teknik pembelajaran menulis:
1.

Menyusun kalimat
a.

Menjawab pertanyaan

b.

Melengkapi kalimat

c.

Memperbaiki susunan kalimat

d.

Memperluas kalimat

e.

Substitusi

f.

Transformasi

2.

Memperkenalkan karangan

3.

Meniru model

4.

Karangan bersama

5.

Mengisi

6.

Menyusun kembali

7.

Menyelesaikan cerita

8.

Menjawab pertanyaan

9.

Meringkas bacaan

10.

Parafrase

11.

Reka cerita gambar

12.

Memerikan

13.

Mengembangkan kata kunci

14.

Mengembangkan kalimat topik

15.

Mengembangkan judul

16.

Mengembangkan peribahasa

17.

Menulis surat

18.

Menyusun dialog

19.

Menyusun wacana

Pada pembelajaran bahasa tingkat lanjut perlu dipahami komponen
kompetisi bahasa yang perlu dikuasai. Komponen kompetensi bahasa
(Bachman, 1990, h. 87), yaitu:
1. Kompetensi Organisasional
(a) Kompetensi gramatikal
-

Kosakata

-

Morfologi

-

Sintaks

-

Fonologi/grafologi

(b) Kompetensi tekstual
-

Kohesi

-

Organisasi retoris

2. Kompetensi Pragmatis
(a) Kompetensi ilokusioner
-

Fungsi ideasional

-

Fungsi manipulatif

-

Fungsi Heuristik

-

Fungsi Imajinatif

(b) Kompetensi sosiolinguistik
-

Kepekaan terhadap dialek atau varietas

-

Kepekaan terhadap register

-

Kepekaan terhadap kealamiahan

-

Referensi budaya dan gaya bahasa

Halliday (1975, dalam Tompkins dan Hoskisson, 1995) secara khusus
mengidentifikasi fungsi-fungsi bahasa sebagai berikut:
1. Fungsi personal, yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan
pendapat, pikiran, sikap, atau perasaan pemakainya.
2. Fungsi regulator, yaitu penggunaan bahasa untuk mempengaruhi sikap
atau pikiran/pendapat orang lain, seperti bujukan, rayuan, permohonan,
atau perintah.

3. Fungsi interaksional, yaitu penggunaan bahasa untuk menjalin kontak dan
menjaga hubungan sosial, seperti sapaan, basa-basi, simpati atau
penghiburan.
4. Fungsi informatif, yaitu penggunaan bahasa untuk menyampaikan
informasi, ilmu pengetahuan dan budaya.
5. Fungsi heuristik, yaitu penggunaan bahasa untuk belajar atau memperoleh
informasi.
6. Fungsi imajinatif, yaitu penggunaan bahasa untuk memenuhi dan
menyalurkan rasa estetis (indah).
7. Fungsi instrumental, yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan
keinginan atau kebutuhan pemakainya.
Pada Pembelajaran Instruksi Berbasis Strategi
(McDonough, 1999; Cohen, 1988)
A. Strategi Langsung
1. Strategi Memori
(a) Menciptakan pertalian mental
-

Mengelompokkan

-

Mengasosiasiakan/mengelaborasi

-

Menempatkan kata-kata baru ke dalam sebuah konteks

(b) Menggunakan citra dan bunyi
-

Menggunakan gambar

-

Pemetaan semantik

-

Memakai kata-kata kunci

-

Menghadirkan kembali bunyi di memori

(c) Mengkaji dengan baik
-

Pengkajian terstruktur

(d) Bertindak
-

Memakai respons atau sensasi fisik

-

Memakai teknik mekanis

2. Strategi Kognitif
(a) Berlatih

-

Mengulang

-

Berlatih secara formal dengan sistem bunyi dan
penulisan

-

Mengenali dan menggunakan formula dan pola

-

Rekombinasi

-

Berlatih secara wajar

(b) Menerima dan mengirim pesan
-

Menangkap gagasan dengan cepat

-

Menggunakan sumber-sumber untuk menerima dan
mengirim pesan

(c) Menganalisis dan menalar
-

Menalar secara deduktif

-

Menganalisis ekspresi

-

Membuat analisis perbandingan (lintas bahasa)

-

Menerjemahkan

-

Mentransfer

(d) Menciptakan struktur bagi masukan dan keluaran
-

Mencatat

-

Merangkum

-

Membuat highlight

3. Strategi Kompensasi
(a) Menebak secara cerdas
-

Menggunakan petunjuk bahasa

-

Menggunakan petunjuk yang lain

(b) Mengatasi keterbatasan dalam bicara dan menulis
-

Beralih ke bahasa ibu

-

Mencari pertolongan

-

Menggunakan gerak tubuh atau gesture

-

Menghindari komunikasi sebagiab atau seluruhnya

-

Memilih topic

-

Menyesuaikan atau menepat-nepatkan pesan

-

Membentuk kata

-

Menggunakan penyampaian tak langsung atau sinonim

B. Strategi Tidak Langsung
1. Strategi Metakognitif
(a) Merangkum dan mengaitkan dengan materi yang sudah
diketahui
-

Merangkum dan mengaitkan dengan materi yang telah
diketahui

-

Memperhatikan

-

Mendunda produksi wicara untuk focus mendengar

(b) Mengatur dan menata pembelajaran Anda
-

Mencari tahu tentang pembelajaran bahasa

-

Mengorganisir

-

Menetapkan maksud dan tujuan

-

Mengidentifikasi

maksud

sebuah

tugas

bahasa

(mendengar/membaca/berbicara/menulis penuh arti)
-

Merencanakan sebuah tugas bahasa

-

Mencari kesempatan berlatih

(c) Mengevaluasi pembelajaran Anda
-

Memantau diri

-

Evaluasi diri

2. Strategi Afektif
(a) Mengurangi kecemasan Anda
-

Menggunakan relaksasi progresif, menarik napas
dalam, atau meditasi

-

Menggunakan musik

-

Menggunakan bahasa

(b) Menyemangati diri
-

Membuat pernyataan positif

-

Mengambil resiko secara bijak

-

Menghargai diri sendiri

(c) Mengukur suhu emosional Anda
-

Mendengarkan tubuh Anda

-

Menggunakan daftar periksa

-

Menulis sebuah catatan harian pembelajaran bahasa

-

Mendiskusikan perasaan Anda dengan orang lain

3. Strategi Sosial
(a) Mengajukan pertanyaan
-

Meminta klarifikasi atau verifikasi

-

Meminta koreksi

(b) Berkooperasi dengan orang lain
-

Berkooperasi dengan orang lain

-

Berkooperasi dengan pengguna mahir bahasa baru

(c) Berempati dengan yang lain
-

Mengembangkan pemahaman budaya

-

Mawas pada pemikiran dan perasaan yang lain

DAFTAR PUSTAKA

Santrock, J.W. 2012. Perkembangan Masa Hidup Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Santrock, J.W. 2012. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga
Solchan, T.W. 2013. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Penerbit
Universitas Terbuka
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Strategi Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa.
Bandung: Penerbit Angkasa Bandung
Sunarto dan Hartono, A. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka
Cipta