HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS Saluran pernapasan atas merujuk pada bagian-bagian tersebut pada saluran pernapasan:  Hidung (nasal) dan sinus sekitar hidung (Sinus Paranasalis)

-

Judul Mata Kuliah

: Penyakit Sistem Pernapasan Atas

-

Blok Sistem

: Respirasi

-

Nama Dosen Pengampu: Prof. Dr. dr. Sutji Pratiwi Rahardjo, Sp.T.H.T.K.L.(K)

-

Standar Kompetensi

: Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran


-

Kompetensi dasar

: Menerapkan Ilmu Kedokteran Klinik pada Sistem Respirasi

-

Indikator

: Menegakkan diagnosis dan melakukan penatalaksanaan secara
mandiri dan tuntas pada penyakit sistem Respirasi

-

Level Kompetensi

: 4A


-

Alokasi Waktu

: 3 x 50 menit

-

Tujuan Instruksional Umum (TIU) :
o Mampu melakukan Diagnosis dan melakukan penatalaksanaan secara mandiri
dan tuntas pada penyakit Sistem Pernapasan Atas

-

Tujuan Instruksional Khusus (TIK) :
o Mampu menyebutkan hasil pemeriksaan fisis pada penyakit Sistem Pernapasan
Atas

-


Isi Materi

-

Informasi Pendukung :

: Lihat Lampiran

o Soepardi, E,A, 2011, Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL edisi keenam, FKUI Jakarta.
o Nael, Patrick and Robert Gurkov, 2012, Hidung dan Sinus Paranasal dalam
Dasar-Dasar Ilmu THT, edisi kedua, EGC
o Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bachert C, Alobid I, Baroody F, et al. European
Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012. Rhinol Suppl. 2012
Mar(23): 1-298

-

Latihan – latihan
o Sebutkan Gejala-gejala yang sering ditemui pada pemeriksaan penyakit saluran

pernapasan atas?
o Sebutkan penyakit-penyakit yang terdapat pada saluran pernapasan atas?

HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS

Saluran pernapasan atas merujuk pada bagian-bagian tersebut pada saluran pernapasan:


Hidung (nasal) dan sinus sekitar hidung (Sinus Paranasalis)



Tenggorok: faring dan laring

A. Gejala-gejala yang sering dikeluhkan pasien adalah:
1. Sumbatan hidung (obstruksi nasi)
2. Hidung berair (Rinore)
3. Sekret di hidung dan tenggorok (Post nasal drip)
4. Bersin
5. Rasa nyeri di daerah wajah dan kepala

6. Perdarahan dari Hidung (epistaksis)
7. Gangguan Penghidu (Hiposmia/anosmia)

B. Pemeriksaan Fisis
1. Pemeriksaan Hidung & Sinus Paranasalis dari Luar
Ada 3 keadaan yang penting kita perhatikan saat melakukan inspeksi hidung
dan sinus paranasalis, yaitu :


Kerangka dorsum nasi (batang hidung).



Adanya luka, warna, udem & ulkus nasolabial.



Bibir atas.

Ada 4 struktur yang penting kita perhatikan saat melakukan palpasi hidung &

sinus paranasalis, yaitu :


Dorsum nasi (batang hidung).



Ala nasi.



Regio frontalis sinus frontalis.



Fossa kanina.
Ala nasi penderita terasa sangat sakit pada saat kita melakukan palpasi.

Tanda ini dapat kita temukan pada furunkel vestibulum nasi.
Ada 2 cara kita melakukan palpasi pada regio frontalis sinus frontalis, yaitu:

kita menekan lantai sinus frontalis ke arah mediosuperior dengan tenaga optimal

dan simetris (besar tekanan sama antara sinus frontalis kiri dan kanan). Palpasi kita
bernilai bila kedua sinus frontalis tersebut memiliki reaksi yang berbeda. Sinus
frontalis yang lebih sakit berarti sinus tersebut patologis. Kita menekan dinding
anterior sinus frontalis ke arah medial dengan tenaga optimal dan simetris. Hindari
menekan foramen supraorbitalis. Foramen supraorbitalis mengandung nervus
supraorbitalis sehingga juga menimbulkan reaksi sakit pada penekanan.
Penilaiannya sama dengan cara pertama di atas.
Palpasi fossa kanina kita peruntukkan buat interpretasi keadaan sinus
maksilaris. Syarat dan penilaiannya sama seperti palpasi regio frontalis sinus
frontalis. Hindari menekan foramen infraorbitalis karena terdapat nervus
infraorbitalis.
Perkusi pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita lakukan
apabila palpasi pada keduanya menimbulkan reaksi hebat. Syarat-syarat perkusi
sama dengan syarat-syarat palpasi.

2. Rinoskopi Anterior
Tujuannya untuk memeriksa rongga hidung bagian dalam dari depan dengan
menggunakan speculum hidung Hartmann dengan menilai:



Vestibulum nasi



Septum nasi



Konka nasi



Meatus Nasi



Mukosa hidung


Cara kita memegang spekulum hidung Hartmann sebaiknya menggunakan tangan
kiri dalam posisi horisontal. Tangkainya yang kita pegang berada di lateral
sedangkan mulutnya di medial. Mulut spekulum inilah yang kita masukkan ke
dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien. Cara kita memasukkan spekulum
hidung Hartmann yaitu mulutnya yang tertutup kita masukkan ke dalam kavum
nasi (lubang hidung) pasien. Setelah itu kita membukanya pelan-pelan di dalam
kavum nasi (lubang hidung) pasien. Cara kita mengeluarkan spekulum hidung
Hartmann yaitu masih dalam kavum nasi (lubang hidung), kita menutup mulut

spekulum kira-kira 90%. Jangan menutup mulut spekulum 100% karena bulu
hidung pasien dapat terjepit dan tercabut keluar.
Ada 5 tahapan pemeriksaan hidung pada rinoskopia anterior yang akan kita
lakukan, yaitu :


Pemeriksaan vestibulum nasi.



Pemeriksaan kavum nasi bagian bawah.




Fenomena palatum mole.



Pemeriksaan kavum nasi bagian atas.



Pemeriksaan septum nasi.



Pemeriksaan Vestibulum Nasi pada Rinoskopia Anterior

Ada 4 hal yang perlu kita perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi (lubang
hidung) bagian bawah, yaitu :



Warna mukosa dan konka nasi inferior.



Besar lumen lubang hidung.



Lantai lubang hidung.



Deviasi septi yang berbentuk krista dan spina.



Fenomena Palatum Mole Pada Rinoskopia Anterior

3. Rinoskopi Posterior
Tujuannya untuk melihat bagian belakang hidung sekaligus untuk melihat keadaan
nasofaring.
Prinsip kita dalam melakukan rinoskopia posterior adalah menyinari koana dan
dinding nasofaring dengan cahaya yang dipantulkan oleh cermin yang kita
tempatkan dalam nasofaring.

Syarat-syarat melakukan rinoskopi posterior, yaitu :
Penempatan cermin. Harus ada ruangan yang cukup luas dalam nasofaring untuk
menempatkan cermin yang kita masukkan melalui mulut pasien Kita juga menekan
lidah pasien ke bawah dengan bantuan spatula (spatel). Penempatan cahaya. Harus
ada jarak yang cukup lebar antara uvula dan faring milik pasien sehingga cahaya
lampu yang terpantul melalui cermin dapat masuk dan menerangi nasofaring.
Cara

bernapas.

Hendaknya

pasien

tetap

bernapas

melalui

Ada 4 alat dan bahan yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu :

hidung.



Cermin nasofaring.



Spatula lidah.



Lampu spritus.

Teknik-teknik yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu :
Cermin nasofaring kita pegang dengan tangan kanan. Sebelum memasukkan dan
menempatkannya ke dalam nasofaring pasien, kita terlebih dahulu memanaskan
punggung cermin pada lampu spritus yang telah kita nyalakan. Minta pasien
membuka mulutnya lebar-lebar. Lidahnya ditarik ke dalam mulut, jangan
digerakkan dan dikeraskan. Bernapas melalui hidung. Spatula kita pegang dengan
tangan kiri. Ujung spatula kita tempatkan pada punggung lidah pasien di depan
uvula. Punggung lidah kita tekan ke bawah di paramedian kanan lidah sehingga
terbuka ruangan yang cukup luas untuk menempatkan cermin kecil dalam
nasofaring pasien. Masukkan cermin ke dalam faring dan kita tempatkan antara
faring dan palatum mole kanan pasien. Cermin lalu kita sinari dengan
menggunakan cahaya lampu kepala. Khusus pasien yang sensitif, sebelum kita
masukkan spatula, kita berikan lebih dahulu tetrakain 1% 3-4 kali dan tunggu ± 5
menit.

Ada 4 tahap pemeriksaan yang akan kita lalui saat melakukan rinoskopia posterior,
yaitu :


Pemeriksaan tuba kanan.



Pemeriksaan tuba kiri.



Pemeriksaan atap nasofaring.



Pemeriksaan kauda konka nasi inferior.

4. Transiluminasi (Diaphanoscopia)
Pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) kita gunakan untuk mengamati sinus
frontalis dan sinus maksilaris. Cara pemeriksaan kedua sinus tersebut tentu saja
berbeda.
Cara melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) pada sinus frontalis
yaitu kita menyinari dan menekan lantai sinus frontalis ke mediosuperior. Cahaya

yang memancar ke depan kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya sinus frontalis
normal bilamana dinding depan sinus frontalis tampak terang.
Ada 2 cara melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) pada sinus
maksilaris, yaitu :


Cara I. Mulut pasien kita minta dibuka lebar-lebar. Lampu kita tekan pada
margo inferior orbita ke arah inferior. Cahaya yang memancar ke depan kita
tutup dengan tangan kiri. Hasilnya sinus maksilaris normal bilamana palatum
durum homolateral berwarna terang.



Cara II. Mulut pasien kita minta dibuka. Kita masukkan lampu yang telah
diselubungi dengan tabung gelas ke dalam mulut pasien. Mulut pasien
kemudian kita tutup. Cahaya yang memancar dari mulut dan bibir atas pasien,
kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya dinding depan dibawah orbita tampak
bayangan terang berbentuk bulan sabit.

Penilaian pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) berdasarkan adanya
perbedaan sinus kiri dan sinus kanan. Jika kedua sinus tampak terang, menandakan
keduanya normal. Namun khusus pasien wanita, hal itu bisa menandakan adanya
cairan karena tipisnya tulang mereka. Jika kedua sinus tampak gelap, menandakan
keduanya normal. Khusus pasien pria, kedua sinus yang gelap bisa akibat pengaruh
tebalnya tulang mereka.
C. Penyakit – penyakit pada Hidung
1. Rinosinusitis
• Rinosinusitis adalah inflamasi pada hidung dan sinus-sinus paranasal yang
ditandai dengan adanya dua atau lebih gejala, dimana salah satunya termasuk
hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau keluarnya cairan dari hidung (sekret
hidung yang jatuh ke anterior/ posterior hidung):
± nyeri wajah/ nyeri tekan pada wajah
± penurunan/ hilangnya fungsi penghidu
• dan salah satu dari:
a. temuan nasoendoskopi:
- polip dan/ atau
- sekret mukopurulen dari meatus medius dan/ atau

- edema/ obstruksi mukosa di meatus medius
b. dan atau gambaran tomografi komputer:
- perubahan mukosa di kompleks osteomeatal dan/atau sinus

Rinosinusitis akut (ARS) didefinisikan sebagai gejala berlangsung kurang
dari 12 minggu dengan resolusi komplit dan dapat dibagi menjadi:


Common cold / rinosinusitis viral akut (didefinisikan dengan durasi gejala
kurang dari 10 hari, dan



Rinosinusitis viral non-akut (didefinisikan dengan peningkatan gejala setelah
lima hari atau gejala-gejala menetap (persisten) setelah 10 hari dengan durasi
kurang dari 12 minggu)

Rinosinusitis kronis (dengan atau tanpa polip nasal) adalah didefinisikan
dengan gejala-gejala yang berlangsung lebih dari 12 minggu tanpa disertai gejala
resolusi komplit/penyembuhan (termasuk rinosinusitis kronis eksaserbasi akut)
dan dapat dibagi menjadi:


rinosinusitis kronik dengan polip nasal dan



rinosinusitis kronik tanpa polip nasal;

Patofisiologi:
Rinosinusitis merupakan suatu proses peradangan yang mempengaruhi
mukosa hidung dan sinus yang sering dikaitkan dengan gangguan mukosiliar,
infeksi (bakteri), alergi, atau yang jarang seperti obstruksi hidung atau variasi
anatomi.
Rinosinusitis Akut non-virus (ARS) didefinisikan sebagai:


Peningkatan gejala setelah 5 hari atau



Gejala-gejala yang menetap/persisten setelah 10 hari dari onset mendadak
dari 2 atau lebih gejala:
-

Sumbatan/ kongesti hidung

-

Sekret yang jatuh baik di Anterior atau Posterior Nasal

-

Nyeri wajah pada saat ditekan

-

Dan/atau adanya penurunan/kehilangan kemampuan menghidu.

Pemeriksaan
a. Rinoskopi anterior
Pemeriksaan Rinoskopi anterior dapat melewatkan polip nasal yang kecil
namun perlu dilakukan untuk semua pasien dengan penyakit hidung kronik.
Jika terdapat keraguan diagnostik pasien dapat dirujuk untuk pemeriksaan
endoskopi hidung.
b. Radiologi
Pemeriksaan radiologi tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan rutin
penegakan diagnosis dan penatalaksanaan rhinosinusitis dikarenakan foto
polos sinus dapat memberikan hasil positif palsu dan positif negatif.
Pemeriksaan CT scan, modalitas radiologi sebaiknya dilakukan bila tanda
dan gejala bersifat unilateral atau memberikan tanda kondisi yang lebih
serius.

Penatalaksanaan
a. Antiinflamasi steroid intranasal (topikal) terutama yang Rinosinusitis Akut
b. Boleh atau tidak dikombinasi dengan antibiotik sistemik.
c. Boleh atau tidak dikombinasi dengan antiinflamasi steroid sistemik.
d. Terapi tambahan seperti Dekongestan untuk obstruksi nasi, Antihistamin
untuk rinosinusitis alergi,

2. Rinitis Alergi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan allergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
allergen spesifik tersebut. Definisi menurut WHO ARIA adalah kelainan pada
hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh Ig E.

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:
a. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya
tungau debu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit binatang (kucing, anjing),
rerumputan serta jamur.

b. Alergen ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya
susu sapi, telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting, cumi dan kacangkacangan.
c. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya
penicillin dan sengatan lebah.
d. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik, perhiasan.

Klasifikasi Rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari ARIA (Allergic Rhinitis
and its Impact on Atshma)

WHO berdasarkan sifat berangsungnya dibagi

menjadi:
a. Intermitten (Kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau
kurang dari 4 minggu.
b. Persisten (menetap) bila gejala lebih dari 4 hari per minggu dan lebih dari 4
minggu.

Diagnosis
Diagnosis Rnitis alergi ditegakkan berdasarkan:
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang

Penatalaksanaan
a. Menghindari kontak dengan allergen penyebabnya (Avoidance) dan
eliminasi
b. Medikamentosa dengan menggunakan antihistamin baik oral maupun
antihistamin topikal (intra nasal). Juga dapat digunakan decongestan untuk
obstruksi nasi, Anti inflamasi steroid intranasal dan preparat antikolinergik
topikal untuk mengatasi Rinore.
c. Operatif dengan melakukan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka
inferior), konkoplasty.
d. Imunoterapi

Komplikasi
a. Polip hidung
b. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak
c. Sinusitis paranasal

3. Sinusitis Paranasalis
Sinusitis didefinisikan sebagai proses inflamasi mukosa sinus paranasal.
Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis sedangkan bila mengenai
semua sinus paranasal disebut pansinusitis.

Etiologi
Berbagai faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA alibat virus, bermacam
rhinitis terutama riitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung,
kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan
kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi (sinusitis dentogen),
kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener dan di
luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Hipertrofi adenoid pada anak.

Patofisiologi
Adanya Gangguan pada patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar di dalam KOM. Bila terjadi sumbatan pada ostium-ostium sinus maka
akan terjadi tekanan negative di dalam rongga sinus yang menyebabkan
transudasi, mula-mula serous namun bila keadaan ini menetap, sekret yang
berkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk pertumbuhan dan
multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen dan perlu terapi antibiotic. Jika terapi
tidak berhasil inflmasi berlanjut terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang.
Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar
sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan
operasi.

Klasifikasi dan Mikrobiologi
Menurut Konsensus tahun 2004 Sinusitis berdasarkan perlangsungan dibagi
menjadi akut (< 4 minggu), Sub akut (> 4 minggu - < 3 bulan) dan kronik (>3
bulan)
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut
adalah Streptococcus pneumonia (30-50%), Hemophylus influenza (20-40%) dan
Moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, M. catarrhalis lebih banyak ditemukan.

Gejala Sinusitis
Keluhan Utama yang akut adalah Hidung tersumbat disertai nyeri atau rasa
tekanan pada wajah dan ingus purulen yang sering kali turun ke tenggorok (post
nasal drip), dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri
pipi menandakan sinusitis maxilla, nyeri di antara atau di belakang kedua bola
mata menandakan sinusitis ethmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala
menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sphenoid nyeri dirasakan di vertex,
oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang
menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas
sehingga sulit didagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala di
bawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan
tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius,
gangguan ke paru seperti bronchitis, bronkiektasis dan yang penting adalah
serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang
tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior,
pemeriksaan dengan nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih
tepat dan dini. Tanda khas adalah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis
maxilla, ethmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis
ethmoid posterior dan sphenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan
hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus
medius.

Pemeriksaan penunjang yag penting adalah Foto polos atau CT Scan. Foto polos
posisi waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinussinus besar seperti sinus maksilla dan frontal. Kelainan akan terlihat
perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.
CT Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu
menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus
secara keseluruhan dan perluasannya.
Pemeriksaan Mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil
sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna.

Penatalaksanaan
Tujuan terapi sinusitis ialah:
a. Mempercepat penyembuhan
b. Mencegah komplikasi
c. Mencegah perubahan menjadi kronik.
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan
ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial.
Antibiotic diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan
seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, nasal doughing dengan NaCl,
anti histamine tidak rutin diberikan, imunoterapi dapat dipertimbangkan jika
pasien menderita kelainan alergi yang berat. Bila sinusitis kronik yang tidak
mengalami perbaikan dengan terapi adekuat makan dapat dilakukan tindakan
Operasi (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional).

Komplikasi
Komplikasi yang biasa terjadi adalah:
a. Komplikasi Orbita edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiosteal,
abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus.
b. Komplikasi Intrakranial  Meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses
otak dan thrombosis sinus kavernosus.

FARING
A. Gejala-gejala yang sering dikeluhkan pasien adalah:
1. Nyeri tenggorok
2. Nyeri menelan (odinofagia)
3. Rasa Banyak dahak di tenggorok
4. Sulit menelan (disfagia)
5. Rasa ada yang menyumbat atau mengganjal (sense of lump in the neck)

B. Pemeriksaan Fisis
Dengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut. Dilihat keadaan bibir, mukosa
rongga mulut, lidah dan gerakan lidah. Dengan menekan bagian tengah lidah
memakai spatula lidah maka bagian-bagian rongga mulut lebih jelas terlihat.
Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan dinding belakan faring serta kelenjar
limfenya, uvula, arkus faring serta gerakannya, tonsil mukosa pipi, gusi dan gigi
geligi. Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan lain-lain.
Adakah rasa nyeri di sendi temporo mandibula ketika membuka mulut.
C. Penyakit – penyakit pada Faring
1. Faringitis Akut
Faringitis adalah proses inflamasi pada dinding faring yang dapat disebabkan oleh
virus, bakteri, alergi, trauma, toksin dan lain-lain.
a. Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan
menimbulkan faringitis

Etiologi
Virus yang biasa menyebabkan faringitis diantaranya coxsachievirus,
cytomegalovirus, adenovirus, Epstain Barr Virus (EBV), HIV-1.

Gejala
Demam disertai rinore, mual, nyeri tenggorok, sulit menelan

Pemeriksaan Fisik
Tampak Faring hiperemis. Tanda-tanda yang lain tampak tergantung pada jenis
virusnya. Misalnya tanda lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa
maculopapular rash (coxachievirus). Konjungtivitis biasanya menyertai
faringitis oleh karena infeksi adenovirus pada anak. Tampak exudat yang
banyak pada faring dan terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh
pada infeksi EBV.

Gambar 1. faringitis viral karena coxsachievirus

Penatalaksanaan
Istrahat dan minum yang cukup. Kumur dengan air hangat. Analgetik jika perlu
dan tablet hisap.
Antivirus seperti metisoprinol (isoprenosine) dapat diberikan pada faringitis
causa Haepes Simplex.

b. Faringitis Bakterial
Etiologi
Infeksi grup A Streptokokus  hemolitikus merupakan penyebab faringitis akut
pada orang dewasa dan pada anak.

Gejala
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam. Jarang
disertai batuk.

Pemeriksaan Fisik
Faring dan tonsil hiperemis dan terdapat exudat di permukaannya. Beberapa
hari kemudian tampak bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar
limfe leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan.

Gambar 2. Faringitis akut

Penatalaksanaan
Pemberian antibiotic, Kortikosteroid, analgetik dan kumur dengan air hangat
atau antiseptik.

c. Faringitis Fungal
Etiologi
Golongan Candida yang sering muncul pada mukosa rongga mulut dan faring.

Gejala
Keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan.

Pemeriksaan Fisik
Tampak plak putih di orofaring dan mukosa farong lainnya hiperemis.

Gambar 3. Faringitis Fungal

Penatalaksanaan
Memberian anti jamur seperti Nystatin dan analgetik.

2. Faringitis Kronik
Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik, sinusitis,
iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa
faring dan debu.
a. Faringitis Kronik Hiperplastik
Gejala
Mula-mula pasien mengeluh tenggorok kering dan gatal dan akhirnya batuk
yang bereak.

Penatalaksanaan
Dengan melakukan kaustik faring menggunakan AgNO3 atau dengan elektro
cauter. Pengobatan simptomatis dengan obat kumur atau tablet hisap

b. Faringitis Kronik atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi.

Gejala
Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut berbau.

Pemeriksaan fisis
Tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang kental dan bila diangkat
tampak mukosa kering.

Gambar 4. Faringitis kronik

Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofi
ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.

3. Tonsilitis Akut
Proses inflamasi yang terjadi pada tonsil palatina.

Etiologi
Tonsilitis akut disebabkan oleh Virus

(virus ebstain barr, H. Imfluenza) dan

bakteri (Grup A Streptokokkus  hemolitikus, streptokokkus viridians, dan
streptokokkus piogenes)

Gejala
Nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam dengan suhu yang tinggi, rasa lesu, rasa
nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia) akibat
refer pain melalui n. glossofaringeus.

Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel,
lacuna atau tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak
dan nyeri tekan.

Gambar 5. Tonsilitis akut

Penatalaksanaan
Untuk kausa bakteri istrahat yang cukup, analgetika dan antivirus diberikan jika
gejala berat.
Pada kausa bakteri diberikan antibiotic spectrum luas seperti penicillin, eritromisin.
Antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

Komplikasi
Pada sering menimbulkan komplikasi otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil,
abses parafaring, bronchitis, glomerulonefritis akut, miokarditis, arthritis serta
septicemia akibat infeksi v. jugularis interna.

4. Tonsilitis Kronik
Etiologi
Faktor prediposisi timbulnya tonslitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, penaruh cuaca,
kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. Kuman
penyebabnya sama dengan tonsillitis akut tapi kadang-kadang kuman berubah
menjadi kuman golongan Gram negative.

Gejala
Rasa mengganjal di tenggorok, dirasakan kering di tenggorok dan napas berbau.

Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata. Kriptus melebar dan
beberapa kripti terisi detritus.

Gambar 6. Tonsilitis Kronik

Penatalaksanaan
Terapi lokal ditujukan pada hygiene mulut dengan berkumur atau obat hisap.

Komplikasi
Rhinitis kronik, sinusitis, otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh
secara hematogen atau limfogen dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis,
nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala
sumbatan serta kecurigaan neoplasma.

5. Abses Peritonsiler
Etiologi
Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsillitis akut atau infeksi yang bersumber
dari kelenjar mukus weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab adalah
kuman aero dan anaerob.

Gejala
Selain gejala-gejala pada tonsilitias akut juga terdapat odinofagia yang hebat
biasanya pada sisi yang sama juga terjadi nyeri telinga (otalgia), mungkin terdapat
muntah (regurgitasi), mulut berbau, hipersalivasi, suara gumam (hot potatoes
voice), kadang-kadang ada trismus serta pembengkakan kelenjar submandibula
dengan nyeri tekan.

Pemeriksaan Fisis
Kadang-kadang sulit memeriksa faring karena adnya trismus. Palatum molle
tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Uvula
bengkak dan terdorong ke arah tengah, depan dan bawah.

Gambar 7. Abses Peritonsiler

Penalaksanaan
Pada stdium infiltrasi, diberikan antibiotika golonan penicillin atau klindamisin.
Dan obat simptomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres
dingin pada leher.
Bia terbentuk abses, dilakukan punksi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk
mengeluarkan pus. Kemudian pasien dinjurkan untuk tonsilektomi.

Komplikasi
a. Abses pecah spontan, dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru atau
piemia
b. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses
parafaring, pada perjalanan selanjutnya, masuk ke mediastinum, sehingga
terjadi mediastinitis
c. Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan thrombus
sinus kavernosus, meningitis dan abses otak.

6. Angina Ludovici
Angina ludovici ialah infeksi ruang submandibula berupa selulitis dengan tanda
khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses,
sehingga keras pada perabaan submandibula.

Etiologi
Sumber infeksi seringkali berasal dari gigi atau dasar mulut oleh kuman aerob dan
anaerob.

Gejala
Nyeri tenggorok dan leher,

Pemeriksaan Fisis
Tampak pembengkakan di daerah submandibula yang hiperemis dank eras pada
perabaan.
Dasar mulut membengkak, dapat mendorong lidah ke atas belakang, sehingga
menimbulkan sesak napas karena sumbatan jalan napas.

Gambar 8. Angina Ludovici

Penatalaksanaan
Antibiotika parenteral dosis tinggi.
Dilakukan eksplorasi untuk tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) dan
evakuasi pus (pada angina ludovici jarang terdapat pus) atau jaringan nekrosis.
Perlu dilakukan pengobatan terhadap sumber infeksi (gigi), untuk mencegah
kekambuhan.
Pasien dirawat inap sampai infeksi reda.

Komplikasi
a. Sumbatan jalan napas
b. Penjalaran abses ke ruang leher dalam lain dan mediastinum
c. Sepsis

LARING
A. Gejala-gejala yang sering dikeluhkan pasien adalah:
1. Suara serak (disfoni), suara hilang sama sekali (afoni)
2. Batuk
3. Disfagia
4. Rasa ada sesuatu di tenggorok.

B. Pemeriksaan Fisis
Pasien duduk lurus agak condong ke depan dengan leher agak fleksi. Kaca laring
dihangatkan dengan api lampu spiritus agar tidak terjadi kondensasi uap air pada kaca
waktu dimasukkan ke dalam mulut.

Sebelum dimasukkan ke dalam mulut kaca yang sudah dihangatkan itu dicoba dulu
pada kulit tangan, apakah tiak terlalu panas.
Pasien diminta untuk membuka mulut dan menjulurkan lidahnya sejauh mungkin.
Lidah dipegang dengan tangan kiri memakai kain kasa dan ditarik keluar dengan hatihati sehingga pangkal lidah sehingga tidak menghalangi pandangan ke arah laring.
Kemudian kaca laring dimasukkan ke dalam mulut dengan arah kaca ke bawah,
besandar pada uvula dan palatum molle. Melalui kaca dapat terlihat hipofaring dan
laring. Bila laring belum terlihat jelas penarikan lidah dapat ditambah sehingga
pangkal lidah lebih ke depan dan epiglottis lebih terangkat.
Untuk menilai gerakan pita suara aduksi, pasien diminta mengucapkan “iiiiii”,
sedangkan untuk menilai gerakan pita suara abduksi dan melihat daerah subglotik
pasien diminta untuk inspirasi dalam.
Pemeriksaan laring dengan menggunakan kaca laring disebut laringoskopi tidak
langsung (laryngoscopy indirect)
C. Penyakit – penyakit pada Laring
1. Laringitis Akut
Proses inflamasi akut yang terjadi pada laring yang merupakan kelanjutan dari
rinofaringitis (common cold). Pada laryngitis akut ini dapat menimbulkan
sumbatan jalan napas.

Etiologi
Bakteri (radang local) atau virus (radang sistemik)

Gejala
Gejala-gejala umum seperti Demam, malaise. Dan gejala local seperti disfoni
sampai afoni. Nyeri ketika menelan atau berbicara serta gejala sumbatan laring.
Selain itu terdapat batuk kering dan lama kelamaan disertai dengan dahak kental.

Pemeriksaan fisis
Tampak mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama di atas dan di bawah pita
suara. Biasanya terdapat juga tanda radang akut di hidung atau sinus paranasal atau
paru.

Gambar 9. Laringitis Akut

Penatalaksanaan
Istrahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari.
Menghirup udara lembab.
Menghindari iritasi pada faring dan laring misalnya merokok, makanan pedas atau
minum es.
Antibiotika diberikan apabila peradangan berasal dari paru. Bila terdapat sumbatan
laring, dilakukan pemasangan pipa endotrakhea atau trakheostomi.

2. Laringitis Kronik
Etiologi
Sering merupakan radang kronis yang disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi
septum yang berat, polip hidung atau bronchitis konis. Bisa juga disebabkan oleh
penyalaguanan suara (vocal abuse) seperti berteriak-teriak atau biasa berbicara
keras.

Gejala
Suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok sehingga pasien sering
mendehem tanpa mengeluarkan sekret, Karena mukosa yang menebal.

Pemeriksaan fisis
Tampak mukosa menebal, permukaan tidak rata dan hiperemis. Bila terdapat
daerah yang dicurigai menyerupai tumor, maka perlu dilakukan biopsy.

Gambar 10. Laringitis Kronik

Penatalaksanaan
Terapi yang terpenting ialah mengobati peradangan di hidung, faring serta bronkus
yang mungkin menjadi penyebab laryngitis kronis itu. Pasien diminta untuk tidak
banyak berbicara.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24