HUBUNGAN KEAMANAN KERJA DAN PERILAKU KER

Hubungan Keamanan Kerja dan Perilaku Kerja Kontraproduktif Pegawai
yang Berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z
Icha Kusumadewi
ichakd@gmail.com
Selly Dian Widyasari
Ika Rahma Susilawati
Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk hubungan keamanan kerja dan perilaku kerja
kontraproduktif pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z. Hipotesis
yang diajukan adalah terdapat hubungan antara keamanan kerja dan perilaku kerja
kontraproduktif Pegawai Negeri Sipil Dinas Kota Z. Penelitian ini adalah
penelitian korelasional dengan menggunakan metode survei dan analisis data
korelasi Product Moment Pearson dengan jumlah sampel sebanyak 64 pegawai.
Hasil olah data menunjukkan Keamanan Kerja (X) berhubungan dengan Perilaku
Kerja Kontraproduktif (Y) pada pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di
Kota Z, dengan menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) = 0,482 dan tingkat
signifikan (p) = 0,000 yang artinya terdapat hubungan linier positif yang
signifikan antara keamanan kerja dan perilaku kerja kontraproduktif. Sumbangan
efektif keamanan kerja terhadap perilaku kerja kontraproduktif Pegawai Negeri

Sipil Dinas Kota Z sebesar 23,2% sementara 76,8% dijelaskan oleh faktor lain.
Kata kunci: Keamanan Kerja, Perilaku Kerja Kontraproduktif, Pegawai Negeri
Sipil.

The Correlation of Job Security and Counterproductive Work Behavior of
Civil Servant at Z Public Service in Y City
ABSTRACT
The purpose of this research was to determine the correlation of job security and
counterproductive work behavior of civil servant at Z Public Service in Y City.
The hypothesis of the research was there is correlation of job security and
counterproductive work behavior of civil servant at Z Public Service in Y City.
Survey in this study was applied on 64 civil servant at Z Public Service in Y City
by using Product Moment Pearson statistical analysis. The result indicated that job
security (X) have a correlation to counterproductive work behavior (Y) of civil
servant at Z Public Service in Y City, with the value of the correlation coeffitien
(r) = 0,482 and significance level (p) = 0,000. Effective contribution of job
security to counterproductive work behavior of civil servant at Z Public Service in
Y City is 23,2% and the 76,8% contribution may come from other factors which
not be researched in this sudy.
Keywords: job security, counterproductive work behavior, civil servant

1

LATAR BELAKANG
Setiap organisasi menginginkan anggotanya untuk bekerja secara
produktif. Menurut International Labour Organization (Hasibuan, 2005)
produktivitas kerja adalah perbandingan secara ilmu hitung antara jumlah yang
dihasilkan dan jumlah setiap sumber yang dipergunakan selama produksi
berlangsung. Sumber tersebut dapat berupa tanah, bahan baku, bahan pembantu,
pabrik, mesin-mesin dan alat-alat, dan tenaga kerja.
Peningkatan produktivitas kerja merupakan dambaan setiap organisasi,
tak terkecuali organisasi pemerintahan. Organisasi pemerintahan yang beroperasi
untuk menjalankan tugas-tugas yang berkaitan dengan kelangsungan urusan
pemerintahan diharapkan dapat bekerja sesuai dengan tugasnya. Hal ini juga tak
luput dari peranan individu dalam meningkatkan produktivitas kerja agar
organisasi tersebut dapat berhasil.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan unsur utama sumber daya
manusia yang mempunyai peranan menentukan keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan. Kedudukan PNS diatur dalam UU Nomor 43
Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian Pasal 3 ayat (1) yang menyatakan
bahwa:

“Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil,
dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan
pembangunan.”
Mengingat keberadaan PNS sangat dibutuhkan dalam rangka pemberian
pelayanan umum kepada masyarakat, maka PNS diharapkan menjalankan
tugasnya sebagai pelayan masyarakat dengan sebaik mungkin. Saat ini PNS
dengan kedudukan struktural yang sama, produktif atau tidak produktif dipastikan
memiliki gaji yang sama apabila mempunyai golongan, masa kerja dan ruangan
pangkat yang sama (Daryanto, 2007). Hal ini pun diperkuat dengan laporan
World Ba nk (2006), PNS sering mencari alasan atas kinerja yang buruk, absensi

dan praktik-praktik korupsi dengan menyatakan bahwa mereka tidak dibayar
dengan cukup (Daryanto, 2007). Perilaku yang merugikan organisasi ini disebut
2

perilaku kerja yang kontraproduktif (counterproductive work behaviour ).
Terdapat contoh lain perilaku kerja kontraproduktif (counterproductive work
behaviour ) beberapa PNS pada Dinas Y di kota Z, pegawai yang berstatus PNS


tersebut tidak segan meminta imbalan pada mahasiswa yang melakukan penelitian
disana.
Sacket dan DeVore (Anderson, 2005) mengartikan bahwa perilaku kerja
kontraproduktif (counterproductive work behaviour ) mencakup segala bentuk
perilaku yang dilakukan dengan sengaja oleh anggota organisasi yang
bertentangan dengan tujuan organisasi tersebut. Alasan umum yang digunakan
pegawai negeri sipil saat melaksanakan tugas dengan sangat buruk menurut
Sacket dan DeVore (Anderson, 2005) karena terlalu banyak aturan, terlalu kecil
pendelegasian dan desentralisasi, terlalu banyak pengaruh politis, terlalu kecil
motivasi, struktur yang sentralis, dan dalam pemeriksaan prosedur yang terlalu
lambat. Menurut Demmke (2005) alasan lain yaitu terlalu tinggi keamanan kerja
terhadap pegawai negeri sipil di Eropa, seperti sulitnya pemecatan, terlalu kecil
motivasi untuk melaksanakan tugas, terlalu kecil tekanan dan terlalu banyak
perlakuan khusus.
Di Indonesia, penelitian terdahulu mengenai keamanan kerja pernah
dilakukan oleh Sakina (2011), dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Sikap
pada Iklim Organisasi (Organizational Climate) dan Keamanan Kerja terhadap
Kecenderungan Negaholic Pegawai Negeri Sipil (Studi pada Pegawai Pemerintah
Daerah Malang) menjelaskan bahwa keamanan kerja yang tinggi pada pegawai
negeri sipil berbanding lurus dengan kecenderungan negaholic (sikap negatif

karyawan sehingga dapat menghambat tujuan organisasi) yang tinggi, hal ini
disebabkan oleh motivasi dan loyalitas yang rendah terhadap organisasi.
Menurut Borg dan Elizur, keamanan kerja didefinisikan sebagai harapanharapan karyawan terhadap keberlangsungan pekerjaannya yang mencakup halhal seperti adanya kesempatan promosi untuk naik jabatan, gaji tetap setiap
bulannya,

pemeliharaan

mengenai

kesejahteraan

dan

kesehatan,

serta

perlindungan mengenai pemecatan (Widodo, 2010). Dimana alasan keamanan ini
khususnya dalam masalah penghasilan memiliki dampak yang sangat kuat dalam
3


kehidupan karyawan. Bagi karyawan yang masih sendiri penghasilan bukan hal
mutlak karena beban yang ditanggung hanya diri sendiri. Hal ini akan berbeda
ketika karyawan telah berkeluarga, keamanan dalam bekerja menjadi prioritas
utama karena berdampak sangat besar dalam kehidupan karyawan dan keluarga
yang menjadi tanggung jawabnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah melakukan perbaikan untuk
kesejahteraan PNS seperti yang dilakukan Pemerintah Kota Malang yang
menyiapkan penghasilan tambahan untuk PNS mulai 2014. Nominal kenaikan gaji
ini bervariasi, tergantung jabatan dan eselon. Misalnya, tiap beban pekerjaan
memiliki poin tersendiri, setiap poin itu dinilai dengan Rupiah, kemudian
dikalikan selama satu bulan. Program penambahan gaji bagi PNS dilakukan demi
peningkatan kesejahterjaan. Diharapkan kinerja PNS juga bakal meningkat ketika
memberikan layanan pada masyarakat (Pratomo, 2013).
Pro dan kontra terjadi di masyarakat mengenai pemberian tunjangan
kinerja dan remunerasi ini. Kelompok yang pro meyakini bahwa pemberian
insentif tersebut dapat memotivasi PNS untuk mengubah pola pikir negatif dan
budaya kerja yang buruk. Kelompok yang kontra menyayangkan pemberian
insentif itu karena akan semakin membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Banyak yang tidak percaya bahwa pola pikir negatif dan budaya

kerja buruk PNS dapat berubah walaupun diterapkan berbagai cara karena
kebanyakan PNS sudah merasa aman dengan profesi yang diembannya yaitu gaji
tetap setiap bulannya, perlindungan terhadap pemecatan, hak cuti, promosi jabatan
dan tunjangan sosial lainnya (Alfi, 2012).
Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut UU No. 43 Tahun 1999 Pasal 1
adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan derajat
profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian yang
meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas penempatan, promosi,
penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian.
Berlakunya Undang-Undang tersebut berarti seluruh PNS, tidak
terkecuali PNS pada Dinas Y di Kota Z yang merupakan salah satu Dinas yang
menjadi prioritas Pemerintah Kota Z dalam membangun dan meningkatkan mutu
4

sumber daya manusia sehingga PNS pada Dinas Y di Kota Z harus mampu
meningkatkan kinerja dan motivasi agar kinerja pegawai berdayaguna dan
berhasil guna dengan dukungan pegawai yang profesional, bertanggung jawab,
jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan Sistem Prestasi
Kerja dan Sistem Karir yang menitik beratkan pada Sistem Prestasi Kerja.
Untuk mewujudkan hal


tersebut,

Dinas kota Z menyusun program

Renstra Dinas Y Kota Z tahun 2009-2014. Selain itu, Renstra pada Dinas Y di
Kota Z sebagai wujud salah satu kewajiban untuk untuk menjawab tentang apa
yang sudah diamanahkan oleh Pemerintah Pusat sehingga produktivitas kinerja
pegawai sangat memengaruhi keberhasilan program tersebut. Pada tahun terakhir
program Renstra Dinas Y Kota Z yaitu tahun 2014, diharapkan program tersebut
dapat berhasil dalam mencapai tujuannya. Dalam menentukan keberhasilan
program tersebut maka dibutuhkan evaluasi, salah satunya melalui penelitian ini.
Peneliti tertarik untuk mengangkat sebuah tema yaitu Hubungan
Keamanan Kerja dan Perilaku Kerja Kontraproduktif Pegawai yang
Berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z dikarenakan latar belakang masalah
diatas.

TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Kerja Kontraproduktif (Counterproductive Work Behaviour)
1. Definisi Perilaku Kerja Kontraproduktif

Sacket dan DeVore (Anderson, 2005) mengartikan bahwa perilaku kerja
kontraproduktif (counterproductive work behaviour ) mencakup segala bentuk
perilaku yang dilakukan dengan sengaja oleh anggota organisasi yang
bertentangan dengan tujuan organisasi tersebut.
2. Dimensi Perilaku Kerja Kontraproduktif
Robinson dan Bennet (Greenberg & Baron, 2003) menyatakan adanya
empat dimensi dari perilaku kerja kontraproduktif yaitu:
a. Penyimpangan Properti (Property Deviance)

5

Penyimpangan properti adalah penyalahgunaan barang atau properti milik
organisasi untuk kepentingan pribadi. Perilaku yang termasuk dalam
dimensi ini adalah mencuri atau mengambil tanpa ijin barang

milik

organisasi dan merusak barang milik organisasi. Sacket dan DeVore
(Anderson, 2005) menambahkan bahwa menggunakan barang atau properti
milik organisasi untuk kepentingan pribadi juga termasuk dalam kategori

penyimpangan properti.
b. Penyimpangan Produksi (Production Deviance)
Penyimpangan produksi adalah perilaku yang melanggar norma-norma
organisasi yang telah ditentukan oleh organisasi yang harus diselesaikan
sebagai tanggung jawab dari individu. Perilaku yang termasuk kategori ini
yaitu mengurangi jam kerja, Sacket dan DeVore (Anderson, 2005)
menambahkan bahwa yang termasuk dalam penyimpangan produksi yaitu
pulang lebih awal dan memanfaatkan fasilitas email atau internet organisasi
untuk kepentingan pribadi (cyberloafing), perilaku yang membahayakan
organisasi seperti gagal atau tidak ikut prosedur kerja yang benar dan gagal
atau tidak mempelajari prosedur kerja yang benar, kualitas kerja rendah,
seperti lamban dalam bekerja atau menyelesaikan tugas secara sengaja.
c. Penyimpangan Politik (Political Deviance)
Robinson dan Bennet (Greenberg & Baron, 2003) menguraikan bahwa yang
termasuk dalam kategori penyimpangan politik antara lain memperlihatkan
kesukaan terhadap pegawai atau anggota tertentu dalam organisasi secara
tidak adil, dalam tingkat dan memperlihatkan ketidaksopanan. Menurut
Sacket dan DeVore (Anderson, 2005) mengambil keputusan berdasarkan
pilih kasih antar para karyawan dan bukan berdasarkan kinerja,
menyalahkan atau menuduh karyawan lain atas kesalahan yang tidak

diperbuat dan sering menyebar gosip juga termasuk dalam kategori
penyimpangan politik.
d. Agresi Individu (Personal Aggression)
Robbin dan Bennet (Greenberg & Baron, 2003) menyebutkan bahwa yang
termasuk dalam kategori agresi individu adalah bullying, berperilaku tidak
6

menyenangkan kepada individu atau karyawan lain secara verbal maupun
fisik, dan mencuri barang milik individu atau karyawan lain. Bullying
merupakan tindakan berulang yang bertujuan menindas, menghina,
melecehkan, dan mengganggu individu lain. Seringkali bullying disebabkan
konflik interpersonal yang terjadi dalam grup kerja (Greenberg & Baron,
2003).
Keamanan Kerja (Job Security)
1. Pengertian Keamanan Kerja
Keamanan kerja merupakan keadaan psikologis di mana para pekerja berharap
dapat memperoleh rasa aman pada kelangsungan pekerjaan mereka di masa
depan dalam sebuah organisasi (Kraimer, Wayne, Liden, & Sparrowe, 2005).
2. Dimensi Keamanan Kerja
Dimensi keamanan kerja yang dikembangkan dari Oldham, Kulik., Ambrose,
Stepina, dan Brand (1986) (Kraimer, Wayne, Liden, & Sparrowe, 2005) yang
meliputi dua dimensi, yaitu:

a. Keamanan dalam pekerjaan.
Keamanan sebuah pekerjaan dapat berkorelasi dengan motivasi, kinerja, dan
prestasi kerja karyawan. Oldham, dkk (1986) (Kraimer, Wayne, Liden, &
Sparrowe, 2005) menjelaskan apabila karyawan merasa aman dalam
pekerjaannya maka karyawan tersebut percaya terhadap organisasi dan
setiap keputusan yang diambilnya akan dipertimbangkan sesuai keadaan
organisasi tempatnya bekerja. Keamanan pekerjaan yang dimaksud seperti
karyawan dapat mempertahankan pekerjaannya saat ini, dan karyawan
merasa aman dalam pekerjannya dikarenakan rendahnya tekanan dalam
melaksanakan pekerjaan.

7

b. Keamanan di Organisasi
Keamanan di Organisasi merupakan harapan karyawan pada jaminan
pekerjaan dalam sebuah organisasi. Jaminan pekerjaan yang diperoleh
karyawan dari organisasi seperti karyawan tetap mendapatkan pekerjaan
dalam organisasi sekalipun organisasi mengalami tekanan ekonomi dan
organisasi menjalankan prosedur kinerja karyawan sesuai aturan yang
disepakati.

METODE PENELITIAN
Responden dan Desain Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai yang berstatus PNS pada
Dinas Y di Kota Z. Sampel yang diambil dalam penelitian ini menggunakan
teknik sampling jenuh. Sampel dalam penelitian ini adalah pegawai yang
berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z dengan jumlah 64 pegawai dari 8 sub
bagian. Sampel yang diambil berjumlah pegawai yang berstatus PNS pada
Dinas Y di Kota Z dengan jumlah 64 pegawai dari 8 sub bagian. Desain
penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara keamanan kerja dan perilaku kerja
kontraproduktif pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di kota Z
sehingga penelitian ini merupakan penelitian korelasional.
Alat Ukur dan Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua skala yaitu skala keamanan kerja dan skala
perilaku kerja kontraproduktif sebagai berikut, skala keamanan kerja diadaptasi
dari Oldham, Kulik., Ambrose, Stepina, dan Brand (1986) (Kraimer, Wayne,
Liden, & Sparrowe, 2005). Peneliti menggunakan skala likert untuk mengukur
keamanan kerja pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z. Skala ini
menggunakan 2 aitem unfavorable dan 8 favorable dengan koefisien reabilitas
sebesar 0,731 dan nilai corrected item-total correlation berada diantara 0,3140,507 dan setelah melakukan uji coba semua aitem merupakan aitem baik yang
berjumlah 10 aitem. Dalam skala kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif
8

akan terdapat

dimensi yaitu dimensi penyimpangan properti, penyimpangan

produksi, penyimpangan politik, agresi individu. Untuk mengukur perilaku kerja
kontraproduktif, peneliti menggunakan skala likert seperti yang digunakan dalam
pengukuran keamanan kerja. Peneliti menggunakan 24 aitem dari 38 aitem
dengan koefisien reabilitas sebesar 0,942 dengan nilai corrected item-total
correlation berada diantara 0,375-0,793.

Prosedur
Penelitian ini mengidentifikasi masalah yang ada di lingkungan pegawai negeri
sipil, masalah yang sering dikeluhkan masyarakat yaitu tentang perilaku kerja
kontraproduktif seperti mengenai beberapa PNS pada Dinas Y di kota Z, pegawai
yang berstatus PNS tersebut tidak segan meminta imbalan pada mahasiswa yang
melakukan penelitian disana. Alasan perilaku kerja kontraproduktif PNS ini bisa
jadi karena keamanan kerja yang diberikan pada PNS. Selain itu, penelitian ini
dilakukan sebagai evaluasi dari program Rencana Strategis Dinas Y di Kota Z.
Selanjutnya, teori yang digunakan dalam penelitian ini, salah satunya adalah teori
keamanan kerja dari Borg & Elizur (Staufenbiel, 2011) dan peneliti membuat
hipotesis yaitu terdapat hubungan antara keamanan kerja dan perilaku kerja
kontraproduktif pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z. Variabel
dalam penelitian ini adalah keamanan kerja dan perilaku kerja kontraproduktif.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh PNS pada Dinas Y
di Kota Z yang berjumlah 64 pegawai. Sampel dalam penelitian ini adalah
pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z dengan jumlah 64 pegawai
dari 8 sub. Sampel yang diambil dalam uji coba penelitian ini menggunakan
teknik sampling jenuh. Skala penelitian ini diuji cobakan pada pegawai negeri
sipil pada Dinas Y di Kota Z pada bagian Unit Pelaksana Teknis (UPT) dengan
jumlah 40 pegawai. Selanjutnya pada saat penelitian, skala disebarkan kepada
sampel penelitian yaitu 64 pegawai negeri sipil yang dibagi menjadi 8 unit bagian
pada Dinas Y di Kota Z. Penyebaran skala dibantu oleh masing-masing
perwakilan dari 8 unit bagian pada Dinas Y di Kota Z. Setelah semua skala sudah
disebarkan kepada seluruh sampel yang sudah ditentukan jumlahnya, maka tahap
selanjutnya adalah melakukan pengolahan data. Dalam pengolahan data, yang
9

pertama harus dilakukan adalah dengan menguji tingkat validitas dan
reliabilitasnya. Penelitian ini menggunakan peneliti menggunakan validitas isi dan
analisis aitem. Setelah teruji, kemudian melakukan analisis data, metode analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi Product Moment
Pearson. Analisis data dilakukan dengan bantuan komputer melalui program SPSS
(Statistical Package for the Social Science) versi 20,00.

HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian menunjukkan r = 0,482 dengan p = 0,000. Hal ini berarti
ada hubungan positif yang signifikan antara keamanan kerja dan perilaku kerja
kontraproduktif. Nilai r = 0,482 menunjukkan bahwa korelasi antara keamanan
kerja dan perilaku kerja kontraproduktif adalah agak rendah yang artinya
keamanan kerja yang tinggi belum tentu memunculkan perilaku kerja
kontraproduktif dan nilai r2 = 0,232 menunjukkan sumbangan efektif keamanan
kerja terhadap perilaku kerja kontraproduktif pada pegawai yang berstatus PNS
pada Dinas Y di Kota Z sebesar 23,2% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor
lain yang tidak diteliti.

PEMBAHASAN
Rendahnya

sumbangan

keamanan

kerja

terhadap

perilaku

kerja

kontraproduktif disebabkan oleh faktor-faktor lain, seperti faktor kepribadian,
karakter pekerjaan, karakteristik kelompok kerja, budaya organisasi (Anderson,
2005). Selain faktor tersebut, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perilaku
kerja kontraproduktif merupakan hasil dari peristiwa stres dan emosi negatif yang
menyertai mereka (Firdousiya & Jayan, 2013).
Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan unsur utama sumber daya manusia
yang

mempunyai

peranan

menentukan

keberhasilan

penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan. PNS diharapkan menjadi seorang yang produktif
dalam menjalankan setiap tugas yang diembannya. Mengingat keberadaan PNS
sangat dibutuhkan dalam rangka pemberian pelayanan umum kepada masyarakat
maka pemerintah memberikan fasilitas yang memadai, salah satunya adalah
10

jaminan keamanan kerja. Keamanan kerja menurut Borg dan Elizur (Widodo,
2010) didefinisikan sebagai harapan-harapan karyawan terhadap keberlangsungan
pekerjaannya yang mencakup hal-hal seperti adanya kesempatan promosi, kondisi
pekerjaan umumnya dan kesempatan karir jangka panjang. Clark & Postel-Vinay
(2009) menambahkan bahwa keamanan kerja merupakan upaya perlindungan
terhadap pemecatan. Pemecatan di sektor publik lebih sulit daripada di sektor
swasta tetapi diragukan apakah ini terkait dengan hasil dan kinerja. Dimana alasan
keamanan ini khususnya dalam masalah penghasilan memiliki dampak yang
sangat kuat dalam kehidupan karyawan. Selain hal-hal diatas, dalam Undang
Undang Nomor 43 Tahun 1999 menyebutkan bahwa PNS mendapatkan tunjangan
pensiun, tunjangan duka, dan tunjangan kecelakaan. Banyaknya jaminan
keamanan kerja yang diperoleh PNS ternyata belum sebanding dengan
produktivitas kerja yang dihasilkan (Demmke, 2005).
Dari 64 subjek penelitian, variabel keamanan kerja dengan kategori tinggi
berjumlah 64 subjek atau 100%. Dengan diketahuinya batasan untuk daerah
keputusan pada variabel keamanan kerja maka dapat diketahui bahwa keamanan
kerja pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z adalah tinggi. Hal ini,
sesuai dengan penelitian Akpan (2000) yang menjelaskan bahwa dalam
praktiknya PNS menikmati perlindungan yang lebih tinggi daripada karyawan
lainnya.
Di Indonesia sendiri, penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2010)
mengungkapkan bahwa faktor keamanan kerja berhubungan negatif dengan
kinerja pegawai dimana karyawan menjadi malas-malasan, sering pulang lebih
awal, dan tidak menyelesaikan tugas sesuai deadline. Perilaku tersebut merupakan
perilaku kerja kontraproduktif. Perilaku kerja kontraproduktif merupakan perilaku
yang sengaja dilakukan oleh individu yang bertentangan atau menghambat
organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan organisasi. Robinson dan Bennet
(Greenberg & Baron 2003) mengatakan bahwa perilaku kerja kontraproduktif
merupakan jenis perilaku menyimpang dalam organisasi.
Menurut Sacket dan DeVore (Anderson, 2005), perilaku ini sengaja
dilakukan oleh karyawan sebagai hasil dari rendahnya motivasi bekerja individu,
11

seperti keterlambatan, kekerasan di tempat kerja, sabotase, pencurian,
menggunakan fasilitas organisasi tidak pada tempatnya, pura-pura sakit, dan
ketidakhadiran atau mangkir. Selain motivasi kerja, Roxana (2013) yang
menunjukkan bahwa perilaku kerja kontraproduktif terjadi dikarenakan stres kerja
dan niat untuk berhenti. Berdasarkan informasi yang peneliti, kedua penelitian
tersebut sesuai dengan penelitian pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di
Kota Z, perilaku ini terjadi dikarenakan keamanan kerja yang tinggi, motivasi
yang rendah, stres kerja karena pekerjaan yang monoton.
Dari 64 subjek penelitian, variabel perilaku kerja kontraproduktif dengan
kategori rendah berjumlah 64 subjek atau 100%, tidak ada subjek pada kategori
tinggi dan kategori sedang. Diketahuinya kategori pada variabel perilaku kerja
kontraproduktif maka diperoleh gambaran variabel perilaku kerja kontraproduktif
pada subjek penelitian berada pada kategori rendah yang artinya pegawai belum
tentu menunjukkan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif terhadap
keamanan kerja.
Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti, perilaku kontraproduktif
yang terjadi pada pegawai yang berstatus PNS Dinas Y di Kota Z seperti,
meminta hadiah atas nama instansi pada beberapa mahasiswa yang melakukan
penelitian dan secara langsung meminta jenis imbalan apabila ingin urusan cepat
diselesaikan. Kepala Dinas Y di Kota Z menambahkan, perilaku kontraproduktif
yang sering dilakukan oleh pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z
adalah pulang lebih awal, menunda-nunda pekerjaan, menggunakan fasilitas
kantor seperti internet pada saat bekerja.
Perilaku kerja kontrasproduktif yang dilakukan pegawai yang berstatus
PNS pada Dinas Y di Kota Z, dinilai kurang pantas mengingat banyaknya
keamanan kerja yang diterima pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota
Z selain yang tercantum pada Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999 seperti,
mendapatkan beasiswa kepada pegawai untuk melanjutkan sekolah S1,
memperoleh

berbagai

workshop

untuk

melatih

keterampilan,

bantuan

kesejahteraan PNS dan non PNS. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh peneliti yaitu hubungan keamanan kerja dan perilaku kerja pegawai yang
12

berstatus PNS pada Dinas Y di Kota Z. Penelitian ini menjelaskan bahwa semakin
tinggi keamanan kerja yang diperoleh pegawai maka semakin tinggi pula perilaku
kerja kontraproduktif.
Penelitian ini memberikan temuan baru mengenai keamanan kerja dan
perilaku kerja kontraproduktif pegawai yang berstatus PNS pada Dinas Y di Kota
Z dimana keamanan kerja yang tinggi berhubungan positif dengan perilaku kerja
kontraproduktif, yang sebelumnya keamanan kerja lebih banyak diteliti untuk
mengetahui kinerja karyawan.

DAFTAR PUSTAKA
Akpan. (2000). The Public Servant and Security of Employment:A Comparative
Study. Singapore Journal of international & Comparative Law. Vol. 4, No. 57.
Alfi, Coky Fauzi. (2012). Pegawai Negeri Sipil Sebagai Agen Perubahan Formula
Handal Untuk Percepatan Reformasi Birokrasi. Kertas Kerja Perorangan
(KKP). Sumatra Selatan:Politeknik Negeri Sriwijaya

Anderson, N. (2005). Handbook of Industrial, Work, and Organizational
Psychology. Volume 1.pp. 123-162. London:Sage

Demmke, C. (2005). Are Civil Servants Different because They Are Civil
Servants? . Luxembourg:European Institute of Public Administration.

Firdousiya, Pc and Jayan, Dr. C. (2013). Relationship Between Quality Of Work
Life,

Relationship

Quotient

and

Counterproductive

Work

Behavior.

International Journal of Social Science & Interdisciplinary Research Vol. 2,

No. 5.
Greenberg, J. & Baron, R. A. (2003). Behavior in Organization, 8th Edition. New
Jersey: Pearson Education
Hasibuan, Malayu S.P. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi.
Bumi Aksara, Jakarta
13

Kraimer, Maria L., Wayne, Sandy J., Liden, Robert C., & Sparrowe, Raymond T.
(2005). The Role of Job Security in Understanding the Relationship Between
Employees’ Perceptions of Temporary Workers and Employees’ Performance.
Journal of Applied Psychology. Vol. 90, No. 2, 389–398

Peraturan

Pemerintah

No.69

Tahun

1991.

Online

(http://www.kopertis12.or.id/2013/02/18/peraturan-perundang-undanganbidang-kesehatan-kedokteran-update-16-feb-2013.html

diakses

pada

17

februari 2014)
Pratomo, Harwanto Bimo. (2013). Pemkot Malang siapkan Rp 100 M buat
kenaikan

gaji

PNS

pada

2014.

Online.

(http://www.merdeka.com/uang/pemkot-malang-siapkan-rp-100-m-buatkenaikan-gaji-pns-pada-2014.html diakses pada15 januari 2014)
Robbins, S.P & Langton, N. (2010). Organizational Behavior – Concepts,
Controversies, Applications. 4th Ed. New York:Prentice Hall

Roxana, Aldea-Capotescu. (2013). Antecedents and Mediators of Employee’s
Counterproductive Work Behavior and Intentions to Quit. Journal of Social
and Behavioral Sciences. Vol. 3, No. 84

Sakina. (2012). Pengaruh Sikap pada Iklim Organisasi (Organizational Climate)
dan Keamanan Kerja terhadap Kecenderungan Negaholic Pegawai Negeri Sipil
(Studi pada Pegawai Pemerintah Daerah Malang). Skripsi. Malang:Universitas
Brawijaya
Undang-Undang Kepegawaian Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Jakarta: BKN
Widodo, Rohadi. (2010). Analisis Pengaruh Keamanan Kerja dan Komitmen
Organisasional Terhadap Turnover Intention Serta Dampaknya Pada Kinerja
Karyawan Outsourcing. Tesis. Semarang:Universitas Diponegor
14