Model Model Manajemen dalam Pendidikan

MODEL-MODEL MANAJEMEN DALAM PENDIDIKAN
(Sebuah Kajian tentang Manajemen Klasik, Manajemen Hubungan antar
Manusia, Manajemen Sistem Organisasi dan Manajemen Birokrasi)
Latar Belakang
Imam Ali bin Abi Thalib pernah berkata bahwa “suatu kebenaran yang tak
terorganisir dengan rapi akan mudah dikalahkan oleh kejahatan yang tertata dengan
baik”. Dari ungkapan tersebut; terlepas dari kontroversi benar-tidanya sumber kalimat
itu, tentunya dapat kita pahami bahwa dalam menjalankan sesuatu butuh sebuah sistem
manajerial (tata kelola) yang baik. Tanpa itu, mustahil apa yang hendak kita capai
melalui tindakan tersebut dapat kita raih dengan sempurna.
Ungkapan tersebut diatas, setidaknya juga menguatkan bahwa manusia dalam
setiap menyelesaikan urusan dan memenuhi kebutuhannya senantiasa butuh
bekerjasama dengan orang lain,1 ia hanya memiliki daya dan kemampuan yang terbatas.
Karena itu, untuk menjalin “kerjasama” tersebut manusia membutuhkan satu wadah
yang dikemudian hari disebut organisasi. Nah, dalam kegiatan berorganisasi inilah
kajian tentang “manajemen” mulai mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan.
Lembaga pendidikan, sebagai sebuah organisasi yang bertujuan untuk
mencerdaskan anak bangsa perlu mendapatkan perhatian yang dominan dari aspek
manajemennya.2 Sebab, sukses tidaknya program pendidikan tersebut sangat
dipengaruhi sistem manajemen yang berlansung dalam lembaga pendidikan tersebut.
Hal ini setidaknya dapat kita amati pada beberapa lembaga pendidikan yang awalnya

tampak biasa saja, namun dalam waktu singkat mampu menunjjukkan keunggulannya.
Atau sebalinya, sebuah lembaga pendidian yang memiliki track record bagus tiba-tiba
mengalami kegagalan dan amburk total. Semua hal itu; meski tidak mengenyampingkan
faktor lain, disebabkan oleh amburadulnya sistem manajemen di dalamnya.

1 manusia, sebagai makhluk sosial senantiasa memerlukan bantuan orang lain dalam perjalanan
kehidupannya. Sementara itu, untuk membina kerjasa sama dengan berbagao kecendrungan pribadi tentu
tidaklah mudah. Karena itu, diperlukan satu wadah khusus yang disebut organisasi, dengan harapan bisa
menjembatani antara kebutuhan pribadi dan kepentingan bersama yang seringkali berbenturan. Silahan
lihat dalam Prof. Dr. Abdul Aziz., Anatomi Organisasi dan Kepempimpinan Pendidikan: Telaah terhadap
Organisasi dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008). Hal. 02-03. Tuntaskan
juga pada halaman 173 – 178. Pada halaman tersebut diurarikan secara panjangan lebar mengenai hakikat
kehidupan manusia dan peranannya sebagai makhluk sosial.
2Lebih jauh periksa pada Prof. Dr. Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru
Pengelolaan Lembaga Pendidkan Islam (Jakarta: Airlangga, 2007), hal. 03

1

Karena itu, tak dapat kita pungkiri bahwa aspek manajemen memiliki pengaruh
signifikan dalam perjalanan sebuah kelembagaan. Hal ini disebabkan, manajemen

berhubungan dengan aspek kelihaaian dalam merencanakan kegiatan, melaksanakannya
dengan menata sebaik mungkin, mengawasi jalannya kegiatan secara menyeluruh
sehingga kegaitan yang telah direncakan tersebut dapat berlansung sesuai dengan baik, 3
dan mengevaluasi hasil pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan sehingga nanti
didapatkan sebuah temuan untuk dijadikan landasan dalam menentukan rencana
kegiatan berikutnya.
Dengan demikian, perbaikan kualitas pendidikan dapat dimulai dengan
memperbaiki sistem manajemen yang diterapkan dalam lembaga tersebut. 4 Artinya,
semakin lembaga pendidikan tersebut mampu mengoptimalkan segala potensi, baik
yang bersifat sumber daya manusia, material dan sarana prasana yang tersedia dengan
efektif dan efisien, maka akan semakin cepat pula perbaikan kualitas pendidikan
tersebut tercapai. Dan semua tahapan tersebut akan terlaksana dengan baik, apabila
sistem manajemen dan tata kelola lembaga tersebut sudah terbenahi dengan sempurna.5
Atas dasar itulah, kajian tentang manajemen mulai mendapatkan banyak
perhatian dari berabgai kalangan sehingga melahirkan beragam model manajemen yang
berkaitan dengan lembaga pendidikan. Meskipun pada awalnya, teori tentang
manajemen ini hanya dipraktek pada perusahan dan pabrik semata, 6 namun setelah para
praktisi pendidikan mulai menyadari bahwa pengelolaan lembaga pendidikan tidak jauh
berbeda dengan pengelolaan perusahaan, maka ilmu dan teori tentang manajemen ini
pun mulai diadopsi dan diterapkan dalam sektor pendidikan.

Sejak saat itu, perbincangan mengenai manajemen pendidikan mulai banyak
didiskusikan. Bila pada awalnya, pendidikan hanya dikelola secara sederhana, dan
dibiarkan berjalan apa adanya, tanpa ada target, tujuan dan pengawaan bahkan evaluasi
3 Prof. Dr. Abdul Aziz., Anatomi Organisasi dan Kepempimpinan Pendidikan...., hal. 107.
4 Hal ini pernah diungkapkan oleh Bapak Dr. H. Nur Ali, M.Pd., saat memberikan pengantar mata
kuliah Perencanaan Strategik Pendidikan pada Magister Manajemen Pendidikan Islam UIN Malang
angkata 2013 pada tanggal 26 September 2013.
5 Telaah lebih jauh dalam Dr. Rusman, M.Pd., Manajemen Kurikulum, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2009). Hal. 121.
6 Dalam sejarah perkembangan teori dan model manajemen, hampir semuanya berkaitan dengan
perkembangan perindustrian. Misalnya munculnya teori manajemen klasik yang diprakarsai oleh Robert
Owen (1771 -1858), dan Henry Fayol (1841 -1925) yang memberikan masukan pada sistem
produktivitas
pabrik
dan
pekerja.
Dapat
dilacak
pada
http://nuzuliarahmafirani.wordpress.com/2012/10/20/pengertian-manajemen-klasik/ (online) diakses pada

09 November 2013

2

maka sejak diadopsinya manajemen dalam tata kelola lembga pendidikan, secara
perlahan mulai didakan pembenahan guna meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas beberapa model manajemen yang
telah dipraktekkan dalam lembaga pendidikan, antara lain: Manajemen Klasik (Ilmiah),
Manajemen Sistem Organisasi, Manajemen Hubungan antar Manusia dan Manajemen
Sistem Birokrasi.
Dari keempat jenis model tersebut, penulis berupaya memberikan gambaran
yang detail mulai dari pengertian, sejarah munculnya keemmpat teori dan model
manajemen tersebut berikut tokoh yang mencetuskannya dan juga beberapa
karakteristik dan unsur pembeda dari keempat model manajemen tersebut.
Secara umum, kajian dalam makalah ini hanya bersifat pengenalan saja. Karena
itu apa yang terurai dalam makalah ini masih butuh kajian lebih serisu dan mendalam
sehingga nantinya ditemukan gambaran utuh dan detail menai pengertian, tokoh dan
karakteristik dari keempat model manajemen tersebut.


A. Sejarah Manajemen
1. Fase prasejarah
3

Bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa pada fase ini manajemen sudah
berkembang dengan baik. Secara tidak sadar, masyarakat purba telah menjalankan
sebagai prinsip manajemen yang dikenal sekarang, meskipun masih dalam batasbatas yang sangat sederhana.
Ditinjau dari segi waktu dan tempatnya, fase ini dibagi menjadi beberapa
perkembangan.
1) Peradaban Mesopotamia.
Pada zaman Mesopotamia, prinsip-prinsip manajemen telah diterapkan,
terutama di bidang pemerintahan, perdangagan, komunikasi pengakutan (sungai ),
dan “uang” logam sebagai alat tukar perdagangan. Pada zaman ini, logam tersebut
juga dipakai sebagai alat ukur dan alat hitung.
Peradapan yang berkembang di Mesopotamia tidak banyak memberikan
informasi yang berarti karena para peneliti tidak memperoleh data-data
antropologis mengenai sejarah manajemen di Mesopotamia.
2) Peradapan babilonia.
Pada zaman peradapan babilonia ini, perkembangan manajemen boleh
dikatakan sama dengan peradapan Mesopotamia. Manajemen pemerintahan,

perdangan, dan perhubungan telah berkembang dengan baik pada zaman it. Dalam
code of hamurrabi (undang-undang hamurrabi ) dikembangkan managerial
guidelines were set forth, yaitu petunjuk dan garis-garis yang mengarahkan
manajemen serta pentingnya effective leader style (mengembangkan gaya
kepemimpinan yang efektif, dalam mandirikan manara babel setinggi 650 kaki ( +_198,12 m ) (dengan stuktur-stuktur bangunan yang indah, juga mengerjakan
sistem produksi.
3) Mesir kuno
Peninggalan yang cukup banyak, para peneliti memastikan bahwa
manajemen pada masa mesir kuno mengalami perkembangan yang sangat luar
biasa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para sarjana pada zaman mesir
kuno

telah

berkembang

manajemen

pemerintahan,


militer,

perpajakan,

perhubungan, dan pertanian ( termasuk irigasi ).di samping itu, ditemukan bukti
bahwa orang mesir telah memperaktektan sistem desentralisasi dan penggunaan staf
penasihat pada 2000 tahun sebelum masehi. Pembuatan pyramid itu telah
”memaksa” kita menerima bahwa dalam pembangunannya pasti ada perencanaan,
organisasi, kepemimpinan, dan sistem pengawasan formal. Pekerjaan seperti itu

4

menunjukkan adanya pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen yang efektif dan
efesien.
4) Tiongkok kuno
Kira-kira tahun 1100 sebelum masehi, bangsa tiongkok telah menyadari
perlunya perencanaan, pengorganisasian, kepemimpina, dan pengawasan. Akan
tetapi, yang paling menonjol ialah bahwa masyarakat dan pemerintahan tiongkok
kuno telah berasil menciptakan sistem manajemen kepegawaian yang sangat baik.
Demikianlah baiknya karya tersebut sehingga banyak prinsip administrasi

kepegawain moderen dipinjam dari prinsip-prinsip administrasi kepegawain yang
telah ada pada masa tiongkok kuno, yang dikenal dengan istilah merit sistem dan
sekaligus merupakan perkembangan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang
melakukan penilaian terhadap para karyawan berdasarkan karya masing-masing.
5) Romawi kuno
Perkembangan manajeman pada zaman romawi kuno dapat diketahui
dengan mempelajari seorng filsuf terkenal, Cicero. Dalam bukunya De officii (the
office) dan De Legibus (the law) dijelaskan tentang pemerintahan romawi yang
berhasil memerintah daerah yang sangat luas dengan pembagian tugas-tugas
pemerintah dalam departemen yang disebut magistratesi yang dipimpin oleh
seorang magistrator. Pada zaman ini, telah dikembangkan administrasi militer,
pajak dan perhubungan, lebih dari zaman-zaman sebelumnya.
6) Yunani kuno
Bangsa yunani adalah
bangsanya para filsuf, yang telah banyak
membangun paradigm berfikir tentang kepemimpinan dan demokrasi. Pada msasa
yunani kuno, pemilihan pemimpin dilakukan secara langsung karena jumlah
penduduknya masih sedikit.
2. Fase Sejarah (1 M-1886 M )
Perkembangan manajemen pada fase ini dimulai setelah diketahui bahwa

gereja Katolik Roma memengaruhi perkembangan teori administrasi. Dengan kata
lain, gereja Katolik Roma telah memberikan sumbangan yang besar terhadap
perkembangan manajemen.
3. Fase Modern (1886 M- sekarang )
Fase ini ditandai dengan lahirnya gerakan manajemen ilmiah yang di pelopori
F.W. Taylor dan Fayol, pelopor sistematika manajemen. Baik Taylor maupun Fayol,
kedua-duanya

merupakan para pelaksana suatu organisasi. Hanya, Taylor

menyoroti pelaksana dan pimpinan tingkat atas dari suatu organisasi.
5

1. Tahap survival (1886-1930 )
Tahap ini dimulai sejak lahirnya manajemen ilmiah yang dikemukakan oleh
Taylor (dan Fayol ). Pada tahap ini ditegaskan bahwa ilmu administrasi lahir
pada waktu yang relative cukup panjang. Pada tahap ini pula banyak lahir ahli
administrasi dan manajemen sehingga administrasi dan manjemen dinyatakan
sebagai ilmu.
2. Tahap konsulidasi dan penyempurnaan (1930-1945 )

Tahap ini disebut tahap konsulidasi dan penyempurnaan karena dalam jangka
waktu inilah prinsip, rumus, dalil-dalil ilmu manajemen lebih disempurnakan
sehingga kebenarannya tidak dapat lagi dibantah. Dalam jangka waktu ini pula,
gelar-gelar kesarjanaan dalam ilmu administrasi Negara dan niaga mulai banyak
diberikan oleh lembanga-lembaga pendidikan tinggi.
3. Tahap Human Relation (1945-1959 )
Tahap ini disebut tahap human relation karena setelah terciptanya prinsip,
rumus, dan dalil-dalil yang telah teruji kebenarannya, perhatian para ahli dan
sarjana mulai beralih pada faktor manusia serta hubungan formal dan informal
yang perlu diciptakan, dibina, dan dikembangkan oleh dan antarmanusia pada
semua tingkatan organisasi demi terlaksananya kegiatan-kegiatan yang harus
dilaksanakan dalam susunan yang intim dan harmonis.
4. Tahap Behaviourisme (1959 – sekarang )
Semangkin pentingnya peranan manusia dalam mencapai usaha yang telah
ditentukan, para ahli dan sarjana semakin memusatkan penyelidikannya terhadap
masalah manusia dan pekerjaannya. Penyelidikan ini ditujukan pada tindakantindakan manusia dalam berorganisasi dan alasan-alasan manusia melakukan
kegiatan. Jika tindakan merungikan organisasi, dicari jalan keluarnya agar tidak
merugikan lagi. Jikan tindakan tersebut bisa lebih ditingkatkan demi tercapainya
tujuan organisasi yang lebih efisien, ekonomis, dan efektif.
B. Manajemen Klasik (Manajemen Ilmiah)

Taylor ialah orang pertama yang mengembangkan manajemen ilmiah. Ia seorang
ahli teknik mesin yang memulai pekerjaannya di pabrik baja Midvale Steel Company
Philadelphia (USA) sebagai pekerja biasa selama enam tahun. Setelah enam tahun
bekerja diangkat menjadi Chief Enggineer. Pada tahun 1886, ia meneliti usaha-usaha
untuk meningkatkan produktivitas kerja berdasarkan waktu dan gerak (time end motion
study). Ia berpendapat bahwa efesiensi perusahaan rendah karna banyak waktu dan
gerak-gerak buruh yang tidak produktif. Hasil penelitiannya disajikan di depan kogres
6

sarjana teknik amerika, kemudian ditulis dalam bukunya yang berjudul, The Principles
of scientific Management. Begitu pentingnya buku tersebut bagi para buru dan manajer
maka pada tahun 1911 diterbitkan oleh sebuah penerbit. Semenjak itu, taylor terkenal
sebagai Bapak Manajemen Ilmiah (the father of scientific managemen).
Manajemen klasik/ilmiah sering diartikan berbeda, arti pertama, manajemen ilmiah
ialah penerapan metode ilmiah dalam studi, analisis, dan pemecahan masalah-masalah
organisasi, arti yang kedua, manajemen ilmiah adalah seperangkat mekanisme atau
tehnik (a bag of trisk) guna meningkatkan efesiensi dan keefektifan organisasi.7
Manajemen ilmiah dimaksudkan sebagai penerapan metode ilmiah pada studi,
analisa dan pemecahan masalah organisasi atau seperangkat mekanisme untuk
meningkatkan efesiensi kerja. Pendekatan manajemen ilmiah ini dikembangkan oleh
Fredrick W. Taylor (1856-1915) berdasarkan konsep perencanaan pekerjaan untuk
memperoleh efesiensi, standarisasi, spesialisasi dan simplikasi (penyederhanaan ).
Taylor memulai pekerjaannya sebagai buru harian pada suatu pabrik baja, kemudian
naik jabatan menjadi supervisior dan pernah mengalami perjuangan manajemen kelas
menengah dalam menolak usaha top manajemen untuk meningkatkan produktivitas.8
Ada empat prinsip dasar pemikiran taylor tentanng manajemen ilmiah/ klasik ialah
sebagai brikut:
1. Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh seorang harus diuraikan menurut bagianbagiannya, dan cara ilmiah untuk melakukannya setiap bagian dari
2.

pekerjaannya yang ditugaskan kepadanya.
Harus ada kerja sama yang baik antara manajer dan pekerja sehingga segala

3.
4.

tugas dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana.
Harus ada pembagian kerja antara manajer dan para pekerja.
Manajer harus menjalankan kegiatan supervise, memberikan perintah, dan
merancang apa yang harus dikerjakan, sedangkan para pekerja harus bebas

mengerjakan pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka.
Tokoh pendahuluan manajemen ilmiah ialah Watt dan Boulton (1800). Mereka
memberikan kontribusi pemikirannya bagi manajemen ilmiah berupa penerapan
pendekatan ilmiah, mengembangkan penelitian pasar, prakiraan, perencanaan produksi,
tata arus kerja, standarisasi komponen produk, dan sistem pengendalian.9
7 Husaini Usman, Manajemen Teori Praktik & Riset Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) hal
22
8 Wukir, Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Organisasi Sekolah, (Jakarta : Multi Presindo,
2013), hal 18
9 Husaini Usman. Manajemen Teori Praktik & Riset Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) hal
22

7

Teori manajemen ilmiah memfokuskan kajiannya pada pentingnya keberadaan
manajer dan perannya dalam suatu organisasi. Menurut teori ini, penciptaan iklim yang
kondusif bergantung pada sumber daya manusia yang menggerakkan organisasi.
Teori organisasi klasik atau teori tradisional menggambarkan organisasi yang
tersentralisasi dan tugas-tugasnya pun tersepasialisasi. Dengan kata lain, setiap pekerja
memikul tanggung jawab penuh sesuai dengan spesialisasinya dan memngikuti sistem
kerja yang professional. Adapun teori pelaku organisasi memfokuskan pengaruh
individu kelompok, dan struktur terhadap perilaku dalam organisasi.10
Teori klasik berasumsi bahwa para pekerja atau manusia itu sifatnya rasional,
berfikir logic, dan kerja merupakan suatu yang diharapkan. Oleh karna itu teori klasik
berangkat dari premis bahwa organisasi bekerja dalam proses yang logis dan rasional
dengan pendekata ilmiah dan berlangsung menurut stuktur/anatomi organisasi.
Kelemahan-kelemahan teori klasik secara garis besar sebagai berikut:
1. Teori klasik adalah teori yang terikat waktu. Teori ini cocok diterapkan pada
permulaan abad dua puluhan, karna motif pekerja waktu itu terutama
2.

memenuhi kebutuhan fisiologis.
Teori klasik mempunyai cirri-ciri deterministic. Teori sangat menekankan
pada prinsip-prinsip manajemen dan tidak memperhitungkan berbagai
dimensi dalam manajemen

3.

seperti motivasi pengambilan keputusan, dan

hubungan informal.
Teori ini merumuskan asumsinya secara sksplisit. Malahan banyak asumsi
yang lemah dan tidak lengkap secara implicit terdapat dalam teori klasik itu,
antara lain: efisien hanya diukur oleh tingkat produktivitas yang hanya
menyangkut penggunaan sumber secara ekonomis tanpa memperhitungkan
faktor manusiawi.11

1. Tokoh-Tokoh Manajemen Klasik
Ada dua tokoh manajemen yang mengawali munculnya manajemen ilmiah,
yaitu Robert Owem dan Charles Babbage.
a. Robert Owem (1771-1858 )
Pada permulaan abad 1800, Robert Owem, manajer beberapa pabrik kapas
di New Lanark Skotlandia, menekankan pentingnya unsure manusia dalam
produksi. Menurutnya, perbaikan kondisi karyawan yang akan menaikkan

10 Saefullah. Manajemen Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia,2002), hal. 5
11 Nanang Fattah. Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), hal 22

8

produksi dan keuntungan (laba ), dan investasi yang paling menguntungkan
juga katyawan atau vital machines.
b. Charles Babbage (1792-1871 )
Charles Babbage, seorang professor matematika dari inggris, mencurahkan
banyak waktunya untuk membuat operasi pabrik menjadi lebih efisien. Dia
percaya bahwa aplikasi prinsip-prinsip ilmiah pada proses kerja akan menaikkan
produktivitas dan menurunkan biaya. Babbage adalah penganjur pertaman
pembagian kerja melalui spesialisasi. Kontribusinya yang lain, Babbage
menciptakan alat penghitung (kalkulator ) mekanis pertama pengembangan
program permainan bagi computer menganjurkan kerjasama yang saling
menguntungkan antara kepentingan

karyawan dan pemilik pabrik, serta

merencanakan skema pembagian keuntungan.
Tokoh-tokoh penting dalam aliran manajemen ilmiah antara lain Robert
Owem (1771-1858 ), Charles Babbage (1792-1871 ), Frederich W. Taylor (18561915 ), Henry L. Gantt (1861-1919 ), Frank dan Lilian Gilbert (1868-1924 dan
1878-1972 ).
Beberapa sumbangan dari aliran ini adalah sebagai brikut:
a. Metode ilmiah yang dikembangkan
1) Penerapan prinsip-prinsip ilmiah adalah proses kerja (teknik-teknik
efisien ) untuk meningkatkan produktivitas dan menekan biaya
lebih rendah;
2) Seleksi karyawan secara ilmiah;
3) Peningkatan kondisi karyawan (pengembangan, pendidikan, dan
kesejahteraan ) untuk meningkatkan hasil produksi dan laba;
4) Penggunaan sistem bagan yang memuat jadwal kegiatan produksi
karyawan, dapat diterapkan pada berbagai kgiatan organisasi.
b. Manajemen ilmiah yang mementingkan rancangan kerja mendorong
para manajer untuk mencari cara terbaik dalam pelaksanaan tugas.
c. Manajemen ilmiah mengembangkan pendekatan rasional dalam
pemecahan masalah.
Beberapa pembatas dari aliran ini adalah:
1) Peningkatan produksi sering tidak disertai dengan peningkatan
pendapatan:
2) Upah yang tinggi dan kondisi kerja yang baik, bukan hanya
disebabkan oleh peningkatan laba perusahaan;
3) Hubungan manjemen dengan karyawan tetap jauh;
4) Manajemen ilmiah memandang manusia sebagai satuan yang rasional
yang hanya dapat dimotivasi dengan pemuasan kebutuhan ekonomi
9

dan fisik, sehingga aliran ini mengabaikan kebutuhan sosial non
bendawi serta kebutuhan mendapatkan kepuasan dari hasil kerjanya;
2. Aliran Organisasi klasik
Henry Fayol (1841-1925 ) adalah tokoh penting dalam aliran ini ia memberi
perhatian utama pada kegiatan manajerial. Kemampuan menjadi nilai sebagai aspek
penting

yang paling dibutuhkan dalam operasi perusahaan. Fayol

membagi

manajemen menjadi lima fungsi;
a. Perencanaan (planning )
b. Pengorganisasian (organizing)
c.

Pemberian perintah (commanding)

d.

Pengoordinasian (coordinating)

e.

Pengawasan (controlling)
Dalam perkembangannya, fungsi ke-3 dan ke-4 difungsikan menjadi fungsi

pengarahan

(actuating

)

sehingga

dikenal

menjadi

4

fungsi

standar:

planning,organizing,actuating,controlling (POAC ), sebagaimana yang digagas
oleh George R. Terry (1977 ).
Beberapa sumbangan dari aliran ini adalah;
a.

Konsep keterampilan manajerial dapat diterapkan dalam berbagai tipe
kegiatan organisasi;

b.

Memberikan hal-hal praktis dibandingkan aliran lain sehingga banyak
diterima oleh para manajer;

c.

Memberikan kesadaran bagi para manajer akan hal-hal mendasar yang
mungkin akan dihadapi dalam setiap organisasi;

Beberapa keterbatasan aliran ini;
A.

Dinilai hanya tepat apabila organisasi berada dalam lingkungan yang
stabil dan dapat meramalkan secara tepat perubahan lingkungan diluar
organisasi;

10

B.

Dipandang terlalu umum untuk mengatasi permasalahan organisasi
masa kini.12

C. Manajemen Neo-Klasik (Hubungan Antar Manusia)
1. Sejarah Teori Neo Klasik
Teori ini timbul sebagian karena pada para manajer terdapat berbagai
kelemahan dengan pendekatan klasik. Pada kenyataannya manajer ada kesulitan
dan menjadi frustasi karena orang tidak selalu mengikuti pola tingkah laku yang
rasional. Disini perlu upaya untuk membantu para manajer dalam menghadapi
manusia, agar organisasi lebih efektif. Beberapa ahli berusaha memperkuat teori
klasik dengan wawasan sosiologis dan psikologis. Dengan adanya peralihan yang
lebih berorientasi pada manusia dikenal dengan pendekatan perilaku sebagai ciri
utama teori Neo-Klasik.
Teori

ini

berasumsi

bahwa

manusia

itu

makhluk

sosial

dengan

mengaktualisasikan dirinya. Beberapa pelopor aliran neo-klasik ini antara lain:
Elton Mayo dengan studi hubungan antar-manusia, atau tingkah laku manusia
dalam situasi kerja terkenal dengan studi Hawthorne. Berdasarkan hasil studi ini
ternyata kelompok kerja informal lingkungan sosial pekerja mempunyai pengaruh
yang besar terhadap produktivitas.
Pengikut aliran ini Chester I. Barnard (1976) yang menyatakan bahwa hakikat
organisasi adalah kerjasama, yaitu kesediaan orang saling berkomunikasi dan
berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama. Individu harus bekerja sesuai dengan
kehendak organisasi. Keseimbangan harus dijaga antara imbalan yang diberikan
kepada individu dan sumbangan individu terhadap tercapainya tujuan organisasi.
Barnard berpendapat bahwa suatu manajemen dapat bekerja secara efisien
dan tetap hidup jika tujuan organisasi dan kebutuhan perorangan yang bekerja pada
organisasi itu dijaga seimbang. Barnard (1906-1961) menggunakan pengalaman
12 Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia,2002), hal 55-64

11

kerja dan hasil studi dalam bidang sosial dan filsafat untuk merumuskan teoriteorinya mengenai kehidupan organisasi.
Vromm dengan teori Harapan (Ekspektasi) mendasar pada dua asumsi
berikut:13
1. Manusia biasanya meletakkan nilai kepada sesuatu yang diharapkan dari
hasil karyanya. Oleh karena itu ia mempunyai urutan kesenangan
(preferences) di antara sekian banyak hasil yang ia harapkan.
2. Suatu usaha untuk menjelaskan tentang motivasi yang terdapat pada
seseorang selain harus mempertimbangkan keyakinan orang bahwa yang
dikerjakannya memberikan sumbangan terhadap tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan asumsi-asumsi diatas, vromm mengajukan suatu teori tentang
motivasi yang akan mempengaruhi prestasi. Vromm mengemukakan suatu formula
prestasi yang berhubungan langsung dengan motivasi, sebagai berikut:
P = f (M x A)
M = f (V x E)
P = f (A x V x E)
Keterangan:
P = Prestasi kerja
M = Motivasi kerja
A = Ability (kemampuan)
V = Valensi (preferensi keinginan)
E = Ekspektasi (harapan)
Artinya, prestasi kerja seseorang merupakan fungsi dari motivasi dikali
abiliti. Motivasi sendiri merupakan fungsi perkalian dari valensi dengan ekspektasi.
Valensi merupakan preferensi keinginan seseorang terhadap sesuatu yang nilainya
antara 0 – 1. Jika sesuatu oleh seseorang dianggap mempunyai nilai valensi nol,
maka sesuatu itu tidak akan mempunyai daya tarik bagi orang yang bersangkutan.
Sebaliknya, jika mempunyai nilai valensi satu, maka sesuatu yang ditawarkan oleh
organisasi mempunyai daya tarik yang sangat tinggi.
13 Periksa, Dr. Nanang Fatah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 2004), hal 26.

12

Untuk menguji teori Victor Vromm ini telah banyak dilakukan penelitian. Ada
dua hal penting yang ditemukan dalam penelitian tersebut, yaitu: (1) pembedaan
antara imbalan (intensif) instrinsik dan imbalan ekstrinsik, (2) spesifikasi dari suatu
keadaan di mana ekspektasi dan nilai mempengaruhi kualitas pekerjaan seseorang.
Di samping itu, ditemukan pula dua kondisi yang harus dipenuhi agar
ekspektasi dan kepuasan dapat mempengaruhi prestasi, yaiitu (1) kemampuan yang
memadai untuk melaksanakan tugas, (2) persepsi yang tepat tentang peranan
seseorang dalam organisasi.
McClelland dengan teori prestasinya mengemukakan, pada dasarnya motivasi
seseorang ditentukan oleh tiga kebutuhan, yaitu (1) kebutuhan akan kekuasaan
(need for power), (2) kebutuhan akan afiliassi (need for affiliation), dan (3)
kebutuhan akan keberhasilan (need for achievement). Teori ini berusaha
menjelaskan tingkah laku yang berorientasi kepada prestasi.
Pemahaman tentang perilaku akan menuju keefektivan tugas yang harus
dilakukan seorang manajer walaupun hal ini merupakan bidang yang amat rumit.
Masalah perilaku manusia amat kompleks untuk dijelaskan dengan penyamarataan
yang dapat diterapkan untuk semua orang. Perilaku manusia dipengaruhi oleh
seperangkat variabel yang mempengauhi perilaku manusia.
Menurut Marwan Asri (1989), perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh tiga
variabel, yaitu:
1. Variabel individual, mencakup faktor kemampuan dan ketrampilam mental,
fisik, latar belakang keluarga, tingkat sosial, pengalaman, umur dan jenis
kelamin.
2. Variabel organisasi, terdiri dari faktor sumber daya yang tersedia, gaya
kepemimpinan, sistem imbalan, struktur organisasi, dan desain pekerjaan.
3. Variabel psikologis, terdiri atas beberapa faktor, berupa persepsi, sikap,
kepribadian, proses belajar, dan motivasi.
a. Berdasar kajian tentang masalah perilaku, dapat disimpulkan:
4. Perilaku timbul karena sebab.
5. Perilaku diarahkan untuk mencapai tujuan.
6. Perilaku yang dapat diamati dapat diukur.

13

7. Perilaku todak langsung dapat diamati (misalnya berfikir) juga penting untuk
mencapai tujuan.
8. Perilaku bermotivasi.14
2. Manusia Sebagai Pelaku organisasi
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak pernah mampu menyelesaikan problem
kehidupannya sendiri. Mereka butuh untuk bekerjasama dan saling bantu-membantu
satu sama lain. Inilah salah satu alasan lahirnya “semangat” untuk berkelompok dan
berorganisasi dengan tujuan, agar beban kehidupan mereka bisa lebih ringan. Oleh
karenya tidak salah bila dikatakan bahwa kesuksesan manusia salah satunya
difaktori oleh sejauh mana kemampuannya bekersama dan berorganisasi.15
Ini menunjukkan bahwa dalam berorganisasi manusia berhadapan dengan
masalah kualitas atau tingkat keilmuan dan potensi yang tidak sama. Padahal kinerja
dalam organisasi membutuhkan tingkat keahlian tertentu yang sesuai dengan bidang
yang ia emban dalam jabatan struktur keroganisasin tersebut. Karena itu,
membangun tingkat Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan bagian dari upaya
dalam peningkatan kinerja organisasi sehingga ia lebih “cerdas” dalam mengelola,
mengurus, dan meningkatka kualitas pekerjaannya.
Hal ini memberikan penjelasan bahwa potensi manusia itulah yang dapat
menjadikannya mampu memberikan manfaat bagi kehidupan manusia lainnya.
Karenanya, manusia harus mampu memberikan suatu jasa atau pelayanan taktis
yang diberikannya secara berarti bagi manusia lainnya. Untuk itu, manusia harus
paham terlebih dahulu mengenai apa yang akan, dan harus ia kerjakan untuk
memberikan pelayanan tersebut.16
Kelemahan dan keunggulan suatu organisasi pada dasarnya juga ditentukan dari
tingkat SDM personalian organisasi tersebut, dengan meninjau komponenkompenen dan hubungan pegawai satu sama lain. Dengan begitu akan tampak,
kekurangan, kelemahan bahkan kelebihan dari sistem organisasi dan sistem
pelayanan sehingga dapat ditemukan rumusan untuk memperbaiki sistem yang telah
14 Nanang Fattah. Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 2004), hal. 24-28
15 Lebih jauh telaah dalam Aribowo Prijosaksono, The Power Of Transformation, (Jakarta: PT
Elex Media Komputendo-Kelompok Gramedia, 2005), hal. 198
16 Lihat Dr. H. Syaiful Sagala, M. Pd., Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung:
Alfabeta, 2008), hal. 69.

14

berlansung dalam organisasi tersebut.17 Untuk itu, diperlukan sebuah upaya-upaya
khusus dari “pimpinan” organisasi tersebut untuk meningkatkan kualitas SDM
mereka.
Hubungan manusia dalam organisasi dapat dibagi dalam dua hal, antara lain:
1.

Hubungan manusia dalam organisasi formal
Dalam hal ini, manusia saling berintraksi dan berkoordinasi secara sadar,
dan sengajat untuk mewujudkan tujuan bersama. Organisasi formal tidak
akan terwujud tanpa kesengajaan tersebut.

2.

Hubungan manusai dalam organisasi informal
Adanya hubungan manusia dalam intraksi-intraksi tertentu tanpa adanya
tujuan bersama yang umum dan tidak terkoordinasi secara sengaja. Mereka
hanya berkumpul saja dalam situasi terntentu untuk saling “mengikat” diri
secara emosiaonal.18

3.

Keterbatasan pendekatan perilaku dan sumbangannya
Beberapa ahli manajemen termasuk ahli perilaku percaya bahwa bidang perilaku

tidak sepenuhnya nyata karna berkenan dengan manusia yang bersifat unik. Metode,
teori, dan istilah perilaku, (jargon) sangat komleks dan abstrak untuk dipraktekkan
para manajer. Dikarenakan perilaku manusia sangat unik, maka ahli-ahli perilaku
sering berbeda dalam menyimpulkan penelitian, dan rekomendasinya pun sulit bagi
manajer untuk memilih dan melaksanakannya.
Sumbangan teori perilaku seperti yang telah disebutkan tadi adalah untuk
dikembangkan dalam teori motivasi. Selain itu. Untuk mengetahui perilaku
kelompok, hubungan manusiawi di tempat kerja, dan pentingnya hubungan
manusiawi di tempat kerja, ahli prilaku menyarankan untuk dikembangkan dalam
teori kepemimpinan, konflik, kekuasaan, perubahan organisasi dan komunikasi.19

17 Ibid., hal 70
18 Peranana hubungan informal dalam sebuah organisasi ini sangatlah penting untuk diperhatikan.
sebab, hubungan informal dapat mendukung prose pembuatan keputusan yang bersifat forlam. Hal ini
menggambarkan bahwa para anggota berkembang dan berintraksi dengan baik. Ibid., hal 73.
19 Husaini Usman, Manajemen Teori Praktik & Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)
hal 32-36

15

D. Manajemen Sistem Organisasi
1. Konsep Sistem Organisasi
Cara berfikir manusia antara lain 1) Deduktif atau analitikal, 2) Inkduktif atau
empkirikal, 3) Kausatif, 4) Kreatif, 5) Bantuan silogisme, 6) Abstrak, 7) Konkret,
dan 8) Sistem. Dedukktif dari umum ke khusus. Induktif dari Khusus ke umum.20
System berasal dari bahasa Yunani, system.21 Pendekatan sistem terhadap
manajemen berusaha untuk memandang organisasi sebagai sebuah sistem yang
menyatu dengan maksud tertentu yang terdiri atas bagian-bagian yang saling
berhubungan. Pendekatan sistenm tidak secara terpisah berhubungan dengan
berbagai bagian dari sebuah organisasi melainkan memberikan kepada manajer
suatu cara untuk memandang organisasi sebagai keseluruhan dan sebagai bagian
dari yang lebih besar (lingkungan).22
Sistem menurut Banghart (1990) ialah sekelompok elemen-elemen yang saling
berkaitan yang secara bersama-sama diarahkan untuk mencapai tujuan yang
ditentukan.23
M.J. Riley (1981) mengemukakan bahwa “A system is a set of interrelated parts
with a purpose seems to fit the concept of manager’s job and the complexity of the
internal and external environment in which he operates”. Dari definisi ini jelas
bahwa dalam suatu sistem ditemukan adanya bagian-bagian yang saling
berhubungan satu dengan yang lainnya. Interrelasi bagian-bagian itu ditujukan pada
tujuan tertentu. Riley melihat bahwa sistem yang dioperasikan itu hendaknya ada
kesesuaian antara tugas-tugas yang telah ditetapkan dengan lingkungan baik internal
maupun eksternal.24
Murdick & Ross (1982) mendefinisikan sistem sebagai seperangkat unsur yang
melakukan suatu kegiatan atau membuat skema dalam rangka mencapai tujuan
dengan mengolah data dan atau energi serta barang-barang dalam waktu tertentu
untuk menghasilkan informasi dan atau energi dan atau benda.25
Johnson, Kast dan Rosenzweig (1973) mengemukakan bahwa “A systems is an
organized or complex whole, an assemblage or combination of things or parts
20 Husaini Usman. Manajemen (Teori Praktek & Riset Pendidikan), (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), hal. 38
21 ibid
22 Nanang Fattah. Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 2004), hal. 29
23 Husaini Usman. Op. Cit, hal. 38
24 Engkoswara & Aan Komariyah. Administrasi Pendidikan, (Bandung: ALFABETA, 2010),
hal. 70
25 Husaini Usman. Op. Cit, hal. 38

16

forming a complex or unitary whole”. Dari pengertian ini jelas bahwa yang disebut
sistem ditandai oleh adanya kesatuan yang terorganisasi atau oleh adanya himpunan
atau kombinasi dari bagian-bagian yang kompleks yang menyatu.26
Koontz & O’Donnel (1976) mendefinisikan sistem sebagai keseluruhan bukan
hanya bagian-bagian karena sistem yang bersangkutan perlu dipandang sebagai
suatu totalitas. Sistem dapat dipandang sebagai suatu hal yang tertutup atau terbuka.
Sistem tertutup adalah sistem yang tidak dipengaruhi dan memengaruhi
lingkungannya, sedangkan sistem terbuka ialah sistem yang dipengaruhi dan
mempengaruhi lingkungannya.27
Elias M.A Wad (1979) mengemukakan, “A system can be defined as an
organized group of components (subsistems) linked according to plan to achieve a
specific objectives”. Dari definisi yang dikemukakan ini jelas bahwa sistem yang
dimaksudkan benar-benar merupakan suatu sistem buatan manusia (sengaja
diciptakan oleh manusia) untuk tujuan-tujuan tertentu atau spesifik.28
Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling
berhubungan, berkumpul bersamasama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk
menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu Penjelasan di atas menjelaskan bahwa
sistem bekerja dalam suatu jaringan kerja dari suatu prosedur nyang saling
berhubungan satu sama lain untuk menyelesaikan tujuan dan sasaran yang
dimaksud.29
J. Fitz Gerald, A.F. Fitz Gerald dan W.D. Stalling (1981) mengemukakan, “A
system can be defined as a network of interrelated procedures that are joined
together to perform an activity or to accomplish a specific objective. It is in effect
all the ingredients which make up the whole”. Dalam definisi ini ditekankan pada
prosedur untuk melaksanakan aktivitas ke arah pencapaian tujuan yang spesifik.
Sesuatu yang dikatakan sistem menurut pengertian ini mengandung beberapa aspek
sebagai berikut:
a. Adanya sejumlah prosedur yang saling kait membentuk suatu jaringan kerja.
b. Adanya aktivitas bersama.
c. Adanya tujuan spesifik yang hendak dicapai.30

26 Engkoswara & Aan Komariyah. Op. Cit, hal. 70
27 Husaini Usman. Op. Cit, hal. 38
28 Engkoswara & Aan Komariyah. Op. Cit, hal. 71
29 Harianto Antonio. Rancang Bangun Sistem Informasi Administrasi Informatika. Jurnal
ELHAKA No 2. (Universitas Tanjungpura. 2012). Hal 12
30 Ibid,

17

Sistem menutur Shrode & Voich (1974) ialah suatu keseluruhan yang terdiri dari
sejumlah begian-bagian,31 dan mengemukakan

bahwa “A system is a set of

interrelated parts, working independntly and jointly, inpursuit of common onjectives
of the whole, within a complex environment”. Dari pengertian ini jelas bahwa
terdapat beberapa aspek yang dikandung oleh makna sistem, yaitu sebagaimana
yang tersebut di bawah ini.
a. Suatu sistem terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan satu dengan
yang lainnya.
b. Bagian-bagian yang saling hubung itu dapat bekerja atau berfungsi baik
secara independen maupun secara bersama-sama.
c. Berfungsinya bagian-bagian tersebut ditujukan untuk mencapai tujuan umum
dari suatu keseluruhan.
d. Suatu sistem yang terdiri atas bagian-bagian yang saling hubung tersebut

a.
b.
c.
d.
e.

berada dalam suatu lingkungan yang kompleks.32
Menurut Shrode elemen-elemen dasar organisasi mencakup:
Tujuan
Teknik
Struktur
Orang, dan
Informasi.33
Kelima elemen tersebut memproses sejumlah input yang bersumber dari

lingkungandan outputnya digunakan oleh lingkungan.
Manajemen dipandang sebagai suatu sistem didasarkan pada asumsi bahwa
organisasi merupakan sistem terbuka, tujuan organisasi mempunyai kebergantungan.
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam manajemen berdasarkan sistem, mencakup: 1)
manajemen berdasarkan, 2) manajemen berdasarkan teknik, 3) manajemen
berdasarkan struktur, 4) manajemen berdasarkan orang, dan 5) manajemen
berdasarkan informasi.34
Definisi sistem menurut Bertalanffy ialah sekelompok elemen yang saling
memengaruhi, dan sistem menurut Ackof ialah suatu entitas baik yang bersifat
konseptual atau fisikal yang terdiri dari bagian-bagian yang interdependen.
Sedangkan menurut Poel ialah kumpulan elemen-elemen di mana terdapat hubungan

31 Husaini Usman. Op. Cit, hal. 38
32 Ibid,
33 Nanang Fattah. Op. Cit, hal. 30
34 Ibid,

18

yang mengarah pada pencapaian sasaran tertentu. Winadi (1986) dapat lebih
menjelaskan sistem sebagaimana tabel di bawah ini.35
Sistem
Tubuh manusia
Klub Sosial
Orang
Sistem misil
Kepolisian
Filsafat
Akunting

Unsur-unsur
Organ-organ,
kerangka
tulang, susunan syaraf
Anggota
Mesin-mesin, bangunan,
dan material
Orang, misil dan
pelontarannya, deteksi, dan
komunikasi
Manusia, perlengkapan,
bangunan, jaringan,
komunikasi
Ide-ide
Jurnal, komputer, manusia

Tujuan Utama
Homoeostatis (selaras)
Rekreasi
Produksi
Serangan sosial
Pengendalian keamanan
Pemahaman
Catatan operasi keuangan
dan dokumen transaksi

Memperhatikan beberapa aspek definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat
ditarik beberapa hal pokok mengenai apa yang dimaksudkan dengan sistem.
a. Suatu sistem bergerak ke arah tujuan tertentu
Sesuatu dikatakan sistem selalu berorientasi pada tujuan yang hendak dicapai.
Semua unsur yang membentuk sistem akan bergerak dan berperan sesuai dengan
fungsinya masing-masing dan secara bersama-sama akan tertuju pada apa yang
akan tercapai. Namun yang perlu diingat ialah bahwa tujuan yang ada dalam
suatu sistem akan mengikuti suatu hierarki tertentu. Oleh karena itu, pencapaian
tujuan akhir dari suatu sistem akan melalui tahap-tahap pencapaian tujuan pada
setiap bagiannya masing-masing.
b. Suatu sistem terdiri atas bagian-bagian (subsistem)
Adanya tata urutan dalam suatu sistem akan menampakan adanya hierarki sistem
secara teratur. Urutan hierarki sistem tersebut mulai dari bagian yang besar
sampai pada unsur atau elemen.

35 Husaini Usman. Op. Cit, hal. 39

19

Sistem
Subsistem
Komponen

Unsur

Dimensi

Variabel

Subsistem

Komponen

Unsur

Dimensi

Variabel

Penerapan hierarki sistem ini dapat diperjelas dengan mengambil contoh sistem
Pendidikan Nasional, sebagai berikut:
Sistem Pendidikan
: Pendidikan Nasional
Sub sistem
: Pendidikan Tinggi, Pendidikan Dasar dan Menengah,

Output
Dimensi

Pendidikan Luar Sekolah dan lain-lain.
: input, proses, output.
: untuk input: guru, siswa, dana, dll.
Proses: metode, teknik, dll.
: Lulusan, bahan penelitian, dll.
: misalnya guru (dosen) dilihat dari dimensi kualitatif

Variabel

dan kuantitati.
: misalnya dimensi kualitatif dari guru: Aspirasi guru,

Komponen
Unsur-unsur

motivasi, dll.
Setiap bagian ini mempunyai fungsinya masing-masing secara spesifik.
Biasanya fungsi yang dijalankannya itu tidak dapat digantikan oleh yang lain. Oleh
karenanya, keberadaan unsur atau bagian atau apapun subsistem tersebut
merupakan suatu keharusan. Oleh karena kalau terjadi kekosongan (ketidakadaan)
akan menyebabkan sistem tersebut tidak akan mencapai tujuan sebagaimana yang
diharapkan. Masing-masing bagian menjalankan fungsinya tapi tetap dalam
kerangka pencapaian tujuan sistem secara keseluruhan. Penyimpangan fungsinya
untuk mencapai tujuan berarti akan merupakan “gangguan” terhadap bekerjanya
suatu sistem.
c. Adanya kesatuan berbagai begian atau unsur yang saling kait.
20

Adanya saling kait diantara semua bagian, komponen ataupun unsur yang
membentuk suatu sistem sangat diperlukan agar sistem tersebut dapat berfungsi
atau bekerja. Bahkan pada tingkat tertentu, saling terkait akan menampakkan
adanya suatu kesatuan. Aktivitas yang terjadi secara sendiri-sendiri oleh bagianbagian (unsur-unsur) suatu sistem tidak akan bermakna kalau tidak “menyatu”
dengan unsur-unsur lainnya. Oleh karena itu, suatu sistem hendaknya dipandang
sebagai suatu kebulatan atau kesatuan yang terpadu.
d. Terbuka untuk berhubungan dengan lingkungannya.
Agaknya dapat dikatakan bahwa tidak ada sistem yang benar-benar “tertutup”,
semua sistem yang ada pada dasarnya berada dalam suatu lingkungan tertentu.
e. Adanya sejumlah aktivitas yang dilaksanakan.
Aktivitas yang terjadi dalam suatu sistem senantiasa ditujukan pada pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan. Aktivitas yang dilaksanakan berkenaan baik
dengan unsur-unsur yang membentuk sistem secara sendiri-sendiri maupun
dengan pengkombinasian berbagai unsur yang ada.36
2. Karekteristik Sistem
Ada tiga unsur pokok berpikir sistem (system thinking); 1) sains sistem, yaitu
eksplorasi ilmiah tentang sistem dalam berbagai bidang ilmu misalnya ilmu
lingkungan hidup; 2) sistem teknologi, yaitu problem yang muncul dalam teknologi
modern dan masyarakat, misalnya hardware, software, dan brainware; 3) filsafat
sistem, yaitu reorientasi pemikiran dan pandangan dunia ilmiah, misalnya
paradigma baru yang dikembangkan Kuhn.37
Di dalam pencapaian tujuan organisasi, menurut teori sistem harus didasarkan
pada lima asumsi dan lima prinsip bekerja. Kelima asumsi dan prinsip bekerja itu
adalah, sebagai berikut:38

1.
2.
3.
4.

Asumsi
Organisasi merupakan sistem
terbuka
Organisasi
mencari
prestasi
maksimum
Tujuan organisasi sangat berjenisjenis (bervariasi)
Tujuan
organisasi
saling
kebergantungan

1.
2.
3.
4.
5.

36 Engkoswara & Aan Komariyah. Op. Cit, hal. 73
37 Husaini Usman. Op. Cit, hal. 39
38 Nanang Fattah. Op. Cit, hal. 30

21

Prinsip
Service untuk lingkungan
Prinsip optimasi
Multidimensional
Prinsip keharmonisan
Prinsip pengurangan resiko.

5. Tujuan organisasi berubah-ubah
Winardi (1986) menyatakan bahwa dalam dunia nyata, sejumlah pembuat
keputusan yang hebat menggunakan intuisi mereka. Akan tetapi, ada juga
pengambil keputusan pemula yang tentu belum berpengalaman tidak dapat
mengambil keputusan berdasarkan intuisi. Oleh sebab itu, diperlukan berpikir
dengan menggunakan sistem. Manfaat berfikir sistem adalah tidak membuat orang
berpikir terkotak-kotak atau parsial, tetapi menyeluruh dengan menggunakan
subsistem-subsistem secara sinergi. Hasil keputusannya

akan lebih baik

dibandingkan berpikir tanpa sistem.
Sifat-sifat sistem antara lain:
1. Selalu terdiri dari lebih dari satu subsistem,
2. Selalu merupakan bagian sistem yang lebih besar (supersistem),
3. Dapat bersifat tertutup dan terbuka,
4. Selalu memiliki batas-batas sistem,
5. Sistem tertutup cenderung mengalami kemunduran (entropi),
6. Rasio input, proses dan output diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan dinamis dan mempertahankan kehidupannya,
7. Memerlukan umpan balik untuk menjaga keseimbangan tersebut,
8. Perubahan cepat memerlukan kewaspadaan dengan meningkatkan mutu
subsistem antara spesialisasi dan diferensiasi struktur,
9. Akibat spesialisasi dan diferensiasi, batas sistem perlu diperluas,
10. Bertambahnya interaksi dengan lingkungannya menyebabkan sulitnya
pemecahan masalah sebuah sistem karena itu muncul istilah kontingensi,
11. Menyeluruh (wholistic), yaitu dipahami sebagai kesatuan total bukan
atomistic,
12. Sinergi, yaitu bekerja bersama-sama, hasilnya lebih besar daripada bekerja
sendiri-sendiri.39
Berdasar anggapan bahwa pada dasarnya tidak ada sistem yang benar-benar
tertutup, maka dalam mengemukakan karakteristik sistem dalam uraian ini berarti
karakteristik suatu sistem yang terbuka. D. Katz dan R.L. Kahn (1974)
mengemukakan sejumlah karakteristik sistem terbuka sebagai berikut: (1)
importation of energy; (2) the though put; (3) the output; (4) systems as cycle of
events; (5) negative entropy; (6) information input, negative feedback, and the
coding process; (7) the steady state and dynamic homeostatis; (8) differentiation; (9)
equifinality.40
39 Husaini Usman. Op. Cit, hal. 40
40 Engkoswara & Aan Komariyah. Op. Cit, hal. 73

22

Karakteristik tersebut dijelaskan dalam uraian berikut ini:
a. Pemasukan Energi
Berbagai bentuk energi yang diperlukan oleh sistem dimasukkan (diimpor) dari
lingkungan eksternal. Di sini jelas bahwa suatu sistem ini memerlukan masukan
(input) dari lingkungannya.
b. Transformasi Bahan-bahan atau Energi
Bahan-bahan masukan atau energi yang

diperoleh

dari

lingkungan

ditransformasikan atau diproses oleh sistem. Dalam hal ini dilaksanakan
berbagai aktivitas sistem untuk mengubah bahan-bahan masukan maupun energi
yang tersedia untuk menghasilkan sesuatu yang diperlukan.
c. Hasil
Hasil yang diperoleh setelah terlaksananya berbagai kegiatan mentransformasi
atau memproses atau bahan-bahan masukan dan energi, dilontarkan ke
lingkungan eksternal.
d. Sistem sebagai Lingkaran Peristiwa-peristiwa
Berbagai aktivitas yang dilaksanakan oleh sistem mulai dari pemasukan bahanbahan dan energi sampai pada hasil-hasil yang akan “dipasarkan” ke lingkungan
menunjukkan adanya siklus yang berpola. Saling butuh dan saling memberikan
antara sistem dan lingkungannya menyebabkan terjadinya siklus tersebut. Dalam
kaitan ini muncul masalah struktur dalam hubungan dengan melaksanakan
kegiatan-kegiatan dan berbagai unsur sistem.
e. Entropi Negative
Agar sistem terbuka tersebut tetap bertahan, maka proses entropik itu hendaknya
ditahan. Yang dimaksud dengan proses entropik adalah suatu hukum alam yang
universal untuk semua bentuk organisasi bergerak ke arah ketidakteraturan atau
mati. Sistem terbuka yang mengimpor energi dari lingkungan eksternalnya dapat
menyimpannya dan dapat mencapai tingkat entropi negatif. Ada kecenderungan
bahwa sistem terbuka akan berusaha untuk meningkatkan energi yang diimpor
agar bertahan untuk suatu periode tertentu.
f. Input Informasi, Umpan Balik Negatif dan Proses Pengkodean
Masukan untuk suatu sistem kehidupan tidak hanya meliputi bahan-bahan
energi, tetapi juga masukan-masukan yang bersifat informasi yang berfungsi
dalam hubungannya dengan lingkungan.
Tipe masukan informasi yang ditemukan dalam semua sistem ialah “Umpan
Balik Negarif”. Jelas ini memungkinkan suatu sistem untuk mengoreksi
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.

23

Suatu sistem terbuka pula mempunyai sifat selalu selektif dalam manerima
masukan-masukan ke dalam sistem dari lingkungan. Sistem yang ada akan
menciptakan asimilasi terhadap masukan-masukan yang dapat diadaptasi.
Mekanisme selektif dalam menerima bahan-bahan masukan serta prinsip-prinsip
selektif dan adaptif terhadap struktur dinamakan pengkodean.
g. Steady State dan Homeostatis yang Dinamik
Steady State merupakan ciri kemampuan sistem untuk bertahan. Kemampuan
bertahan ini dimungkinkan oleh adanya importasi energi yang dapat menahan
terjadinya entropi. Steady state bukan berarti tidak bergerak.
Pemasukan energi dan lingkungan eksternal dan produk sistem tetap terlaksana
secara kontinyu, hanyalah selalu ditandai oleh rasio pertukaran energi dan
hubugan diantara bagian-bagian yang tetap sama.
Konsep homeostatis dipinjam dan diproses biologis tubuh manusia untuk
mencapai temperature konstan dalam hal menghadapi lingkungan yang berubah
dan konsepsi dinamis dari gagasan bahwa suatu keadaan mantap (steady state)
tersebut secara konstan bergerak.
h. Deferensiasi
Sistem terbuka bergerak ke arah deferensiasi dan elaborasi. Dengan kata lain
bahwa sistem terbuka mempunyai kecenderungan untuk bertumbuh menjadi
lebih terspesialisasi mengenai elemen-elemennya dan strukturnya dielaborasi
sehingga batas-batasnya diperluas.
i. Ekuifinalitas
Sebagaimana dikatakan bahwa sistem berorientasi pada tujuan. Dalam sistem
terbuka cara-car untuk mencapai tujuan itu dapat melalui banyak cara. Juga bisa
dikatakan bahwa untuk mencapai tujuan tertentu (yang diinginkan) bermacammacam input dapat diproses dengan cara atau metode-metode yang berbedabeda pula. Konsep ini dikenal dengan nama ekuifinalitas.41
Secara lebih spesifik, Ryans (1968) mengemukakan karakteristik sistem
dibidang pendidikan, sebagai berikut:
1. Berbagai subsistem, baik fasilitas maupun sumber-sumber lain yang
berhubungan dengan subsistem, merupakan komponen yang saling
bergantung dan saling berhubungan.
2. Kondisi yang perlu untuk terjadi interaksi antara elemen dari suatu sistem,
adalah adanya jaringan informasi bersama (a common information network).
Komunikasi antara elemen itu sangat penting dalam menjamin berfungsinya
41 Engkoswara & Aan Komariyah. Op. Cit, hal. 75

24

suatu sistem sebagai kesatuan (entity) yang terorganisasi dalam menjamin
sistem itu untuk menghasilkan keluaran.
3. Berfungsinya sistem pendidikan pada dasarnya bergantung kepada
berfungsinya kontrol terhadap aliran dan transformasi informasi antara
elemen dalam sistem tersebut dan antara beb