291012699 Pemanfaatan Pemanfaatan Dan Pengolahan Batubara

MAKALAH TEKNOLOGI BATUBARA TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN BATUBARA

Disusun oleh:

Nama : 1. Ayu Ningrum (13614012)

2. M. Fajar Ricky Pratama (13614022)

3. Muhammad Amin (13614017)

4. Rifki Fadhilah (13614050) Kelas : 4A – D3 TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA 2015

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberiakan rahmatnya, sehingga penulis dapat menye lesaikan pembuatan buku “Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara. ” Buku ini di sususn untuk melengkapi syarat memperoleh nilai akhir dari mata kuliah “Teknologi Batubara” pada program studi Petro dan Oleo kimia Politeknik Negeri Samarinda.

Buku ini mengangkat judul tentang “Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara. ” Hal ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa organisasi publik maupun bisnis saat ini dihadapkan pada suatu perubahan kondisi lingkungan yang semakin cepat. Keselarasan antara perencanaan pengolahan dan pemanfaatan batubara dapat membangun kinerja organisasi yang mampu mengadaptasi dengan perubahan tadi. Untuk merancang dan mengembangkan perencanaan pengolahan batu bara yang efektif bukanlah pekerjaan yang mudah, membutuhkan suatu pemikiran, pertimbangan jangka pendek maupun jangka panjang. Beberapa tentang batubara yang saling terkait, seperti bahan bakar yang bertujuan yang digunakan untuk pembangkitan tenaga listrik ada yang berbentuk padat, cair, maupun gas. Bermacam-macam konsep dan pelaksanaan dikembangkan. Dengan adanya tuntutan palestarian alam yang

ii ii

Dengan selesainya buku ini, kami ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan makalah ini. Semoga bermafaat.

Samarinda, 27 Mei 2015 Penulis

Kelompok V (Lima)

iii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pemanfaatan energi alternatif batubara kini telah banyak digunakan oleh kalangan industri. Entah itu kalangan industri besar maupun kecil. Penggunaan secara terus menerus menyebabkanlimbah bekas pembakaran tersebut dibuang begitu tanpa melihat daerah sekitarnya. Pembuangantersebut kini telah dialihfungsikan menjadi suatu bahan yang berguna. Batubara adalah batuan sedimen yang mudah terbakar, terbentuk dari sisa-sisa tanaman dalam variasi tingkat pengawetan, diikat oleh proses kompaksi dan terkubur dalam cekungan-cekungan pada kedalaman yang bervariasi, dari dangkal sampai dalam. Batuan ini memiliki kandungan yang hampir mirip dengan minyak bumi dan limbah hasil pembakarannya dapat berguna bagi bahan konstruksi bangunan.Pengembangan batu bata yang terbuat dari abu bekas pembakaran batubara sedang ditingkatkan. Mengingat telah ditemukan cara penanganan yang tepat terhadap limbah tersebut dan dapat bernilai ekonomis. Pembakaran abu batubara melewati sistem. Sistem-sistem ini memungkinkan abu pembakaran batubara dapat seminimal mungkin agar penggunaan batubara lebih efisien. Abu batubara bekas pembakaran ini telah diteliti dan mengandung bahan-bahan yang tepat dan dinilai baik untuk bahan kosntruksi bangunan.

iv

BAB I PENDAHULUAN

Pemanfaatan batubara sebagai sumber energi nasional harus segera dilakukan mengingat pesatnya konsumsi energi nasional saat ini yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi minyak bumi dalam negeri. Pemanfaatan ini diharapkan tidak hanya dalam bentuk bahan mentah tetapi batubara yang telah dinaikan nilai tambahnya (added value). Batubara sebagai sumber energi primer memiliki kelebihan dibandingkan dengan sumber energi lainya seperti minyak bumi kelebihan ini terletak pada bentuk dari penggunaan batubara yang dapat digunakan dalam hal apa saja seperti listrik, bahan bakar motor, dan gas kota. Selain dari pada itu cadangan yang tersedia masih melimpah dan akan mampu bertahan sampai 100 tahun kedepan. Serta keterdapatan dipasar global dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan minyak bumi.

Perkembangan teknologi pengunaan batubara serta kondisi cadangan dari minyak bumi saat ini memungkinkan batubara kembali mengambil alih sumber energi dunia seperti yang telah dilakukan saat revolusi industri di inggris pada abad ke-19 dengan ditemukannya mesin uap, sehingga batubara digunakan secara besar-besaran namun dengan ditemukannya minyak bumi dengan harga yang murah serta nilai kalori yang

tinggi membuat dunia beralih ke minyak. Namun kali ini keadaan berbalik ketersediaan minyak bumi serta penurunan produksi minyak dunia sudah mulai dirasakan dengan berfluktuatifnya harga minyak dunia yang cenderung naik dan diperkirakan produksi maksimal minyak terjadi pada tahun 2043 dan setelah itu produksi minyak dunia mulai mengalami penurunan. Indonesia sendiri pun telah mulai merasakan penurunan produksi minyak bumi dimana pada tahun 2008 keluar dari organisasi eksportir minyak OPEC (Organization Of Petroleum Exporting Countries) dan cenderung mengimpor minyak untuk menutupi kebutuhan dalam negeri. Kelangkaan minyak bumi tidak dapat dihindari hal ini dikarenakan konsumsi dan eksploitasi secara besar-besaran dan tidak ada sumber energi lain yang mampu menstabilkan ketergantungan akan minyak bumi. Andaikan saja dunia mempunyai pilihan sumber energi untuk bahan bakar motor maka laju kelangkaan minyak bumi yang ditakuti saat ini dapat di hentikan sehingga keamanan energi dunia dapat terpenuhi. Pilihan tersebut terdapat pada batubara, sumber energi ini diharapkan mampu menghentikan laju kelangkaan minyak bumi dengan mengambil andil sebagai sumber energi untuk listrik, bahan bakar motor, serta gas perkotaan.

Batubara berpotensi menggantikan minyak bumi sebagai sumber energi utama dunia hal ini dikarenakan cadangan

batubara yang melimpah dan mudah didapatkan dipasar dunia serta keterdapatannya yang hampir tersebar merata diseluruh dunia.Telah diperkirakan bahwa ada lebih dari 984 milyarton cadangan batu bara di seluruh dunia. Hal ini berarti ada cadangan batu bara yangcukup untuk menghidupi kita selama lebih dari 190 tahun. Batu bara berada di seluruh dunia, batu bara dapat ditemukan di setiap daratan di lebihdari 70 negara, dengan cadangan terbanyak di AS, Rusia, China dan India.(WCI, 2005) cadangan ini diperkirakan akan terus bertambah karena banyaknya ditemukan cadangan-cadangan baru didaerah yang belum dieksplorasi. Indonesia sendiri juga memiliki potensi yang besar terhadap batubara tercatat pada tahun 2008 cadangan batubara indonesia mencapai 65,4 milyar ton (DESDM, 2008 dalam Hasjim, 2010). Cadangan ini diperkirakan akan terus melonjak naik dan tercatat saat ini cadangan batubara indonesia mencapai kurang lebih 104,8 milyar ton(Sumber Daya Geologi, 2007 dalam Datin, 2010). Keadaan ini akan mampu menghidupkan listrik indonesia 100 tahun yang akan datang.

BAB II STUDI PUSTAKA

1. PENGENALAN BATUBARA

1.1 Genesa Batubara

Batubara adalah suatu batuan sedimen tersusun atas unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Dalam proses pembentukannya, batubara diselipi batuan yang mengandung mineral. Bersama dengan moisture, mineral ini merupakan pengotor batubara sehingga dalam pemanfaatannya, kandungan kedua materi ini sangat berpengaruh. Dari ketiga jenis pemanfaatan batubara, yaitu sebagai pembuat kokas, bahan bakar, dan batubara konversi, pengotor ini harus diperhitungkan karena semakin tinggi kandungan pengotor, maka semakin rendah kandungan karbon, sehingga semakin rendah pula nilai panas batubara tersebut.

Batubara Indonesia berada pada perbatasan antara batubara subbitumen dan batubara bitumen, tetapi hampir 59% adalah lignit. Menurut hasil eksplorasi pada tahun 1999 akhir, sumber daya batubara indonesia jumlahnya sekitar 38,8 miliar ton, dan sampai tahun 2003 sekitar 57,85 miliar ton.

Kemajuan pesat teknologi industri khususnya sejak akhir tahun 1950-an membuat konsumsi energi meningkat sangat pesat. Hal ini membuat pemakaian bahan bakar fosil (minyak Kemajuan pesat teknologi industri khususnya sejak akhir tahun 1950-an membuat konsumsi energi meningkat sangat pesat. Hal ini membuat pemakaian bahan bakar fosil (minyak

Batubara memiliki keunggulan dibandingkan bahan bakar fosil lainnya, yaitu:

1. Jumlah batubara yang economically exploitable lebih banyak.

2. Distribusi batubara di seluruh dunia lebih merata. Batubara juga memiliki kelemahan, antara lain:

1. Karena komposisi coal adalah CHONS + Ash, coal identik dengan bahan bakar yang kotor dan tidak ramah lingkungan.

2. Dibanding bahan bakar fosil lainnya, jumlah kandugan C per mol dari batubara jauh lebih besar. Hal ini menyebabkan pengeluaran CO 2 dari batubara juga jauh lebih banyak. Demikian juga dengan kandungan sulfur (S) dn nitrogen (N) nya yang bila keluar ke udara bebas bisa menjadi H 2 SO 4 dan HNO 3 yang merupakan penyebab hujan asam.

1.1.1 Proses Pembentukan Batubara

 Tahap Pertama : Pembentukan gambut Iklim bumi selama zaman batubara adalah tropis dan

berjenis-jenis tumbuh-tumbuhan subur di daerah rawa membentuk suatu hutan tropis. Setelah banyak tumbuhan yang mati dan menumpuk di atas tanah, tumpukan itu semakin lama semakin tebal menyebabkan bagian dasar dari rawa turun secara perlahan-lahan dan material tetumbuhan tersebut diuraikan oleh bakteri dan jamur. Tahap ini merupakn tahap awal dari rangkaian pembentukan batubara yang ditandai oleh reaksi biokimia yang luas. Selama proses penguraian tersebut, protein, kanji, dan selulosa mengalami penguraian lebih cepat bila dibandingkan dengan penguraian material kayu (lignin) dan bagian tetumbuhan yang berlilin (kulit ari daun, dinding spora, dan tepung sari). Karena itulah dalam batubara yang muda masih terdapat ranting, daun, spora, bijih, dan resin, sebagai sisa tumbuhan. Bagian-bagian tumbuhan itu terurai di bawah kondisi aerob menjadi karbon dioksida, air dan amoniak, serta dipengaruhi oleh iklim. Proses ini disebut proses pembentukan humus dan sebagai hasilnya adalah gambut.

 Tahap Kedua : Pembentukan lignit Proses terbentuknya gambut berlangsung tanpa menutupi

endapan gambut tersebut. Di bawah kondisi yang asam, dengan endapan gambut tersebut. Di bawah kondisi yang asam, dengan

Dengan berubahnya topograpi daerah di sekelilingnya, gambut menjadi terkubur di bawah lapisan lanau (silt ) dan pasir yang diendapkan oleh sungai dan rawa. Semakin dalam terkubur, semakin bertambah timbunan sedimen yang menghimpitnya. Sehingga tekanan pada lapisan gambut bertambah serta suhu naik dengan jelas.

Tahap ini merupakan tahap kedua dari proses penbentukan batubara atau yang disebut Tahap metamorfik. Penutupan rawa gambut memberikan kesempatan pada bakteri untuk aktif dan penguraian dalam kondisi basa menyebabkan dibebaskannya CO 2 , sehingga kandungan hidrogen dan karbon bertambah. Tahap kedua dari proses pembentukan batubara ini adalah tahap pembentukan lignit, yaitu batubara rank rendah yang mempunyai rumus perkiraan

C 79 H 5,5 O 14,1 . dalam keadaan kering, lignit mengandung karbon 80,4%, hidrogen 0,5%, dan oksigen 19,1%.

 Tahap Ketiga : Pembentukan Batubara Subbitumen Tahap selanjutnya dari proses pembentukan batubara

ialah pengubahan batubara bitumen rank rendah menjadi ialah pengubahan batubara bitumen rank rendah menjadi

 Tahap Keempat : Pembentukan Batubara Bitumen Dalam tahap keempat atau tahap pembentukan batubara

bitumen (bituminous coal), kandungan hidrogen turun dengan menurunnya jumlah oksigen secara perlahan-lahan, tidak secepat tahap-tahap sebelumnya. Produk sampingan dari tahap

ketiga dan keempat ialah CH 4 , CO 2 , dan mungkin H 2 O.  Tahap Kelima : Pembentukan Antrasit

Tahap kelima adalah antrasitisasi. Dalam tahap ini, oksigen hampir konstan, sedangkan hidrogen turun lebih cepat dibandingkan tahap-tahap sebelumnya. Proses pembentukan batubara terlihat merupakan serangkaian reaksi kimia. Kecepatan reaksi kimia ini dapat diatur oleh suhu dan atau tekanan. Susunan unsur gambut, lignit, batubara subbitumen, bitumen, dan antrasit

Karbon Volatile

Calorivic

Moisture

Matter Value

MJ/kg insitu Subbitumen

MJ/kg insitu 29,3

25- MJ/kg

insitu MJ/kg

8% insitu

( Muchjidin, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara, 2006)

1.1.2 Kandungan Batubara

Disamping unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, belerang, dan nitrogen di dalam batubara ditemukan pula unsur-unsur logam yang berasal dari pengotor batubara, yaitu lapisan batubara yang tersisip dan terperangkap diantara lapisan batubara. Secara kimia, batubara tersusun atas tiga komponen utama, yaitu :

1. Air yang terikat secara fisika, dapat dihilangkan pada suhu sampai 105 0 C, disebut moisture.

2. Senyawa batubara atau coal substance atau coal matter, yaitu senyawa organik yang terutama terdiri atas atom karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dan nitrogen.

3. Zat mineral atau mineral matter, yaitu suatu senyawa anorganik.

a. Moisture

Dalam batubara moisture paling sedikit terdiri atas satu senyawa kimia tunggal. Wujudnya dapat berbentuk air yang dapat mengalir dengan cepat dari dalam sampel batubara, senyawa teradsorpsi, atau sebagai senyawa yang terikat secara kimia. Sebagian moisture merupakan komponen zat mineral yang tidak terikat pada batubara.

Moisture didefinisikan sebagai air yang dapat dihilangkan bila batubara dipanaskan sampai 105 0 C. Semua batubara mempunyai pori-pori berupa pipa kapiler. Dalam keadaan alami, pori-pori ini dipenuhi oleh air. Didalam standar ASTM, air ini disebut moisture bawaan (inherent moisture). Ketika batubara ditambang dan diproses, air dapat teradsorpsi pada permukaan kepingan batubara, dan standar ASTM menyebutnya sebagai moisture permukaan (surface moisture).

Moisture yang datang dari luar saat batubara itu ditambang dan diangkut atau terkena hujan selama penyimpanan disebut free moisture (istilah ini dikemukakan dalam standar ISO) atau air dry loss (istilah yang digunakan Moisture yang datang dari luar saat batubara itu ditambang dan diangkut atau terkena hujan selama penyimpanan disebut free moisture (istilah ini dikemukakan dalam standar ISO) atau air dry loss (istilah yang digunakan

105 0 C. Penjumlahan antara free moisture dan residual moisture disebut total moisture. Dalam analisis batubara, yang ditentukan hanya moisture yang terikat secara fisika, sedangkan yang terikat secara kimia (air hidratasi) tidak ditentukan.

Jenis-jenis moisture yang biasanya ditentukan dalam analisis batubara adalah :

1) Total Moisture (TM)

2) Free Moisture (FM) atau Air Dry Loss (ADL)

3) Residual Moisture (RM) atau Moisture in air dried sample (MAD)

4) Equilibrium moisture (EQM) atau Moisture holding capacity (MHC)

5) Moisture in the analysis sample (dalam analisis proksimat, disingkat Mad). Total Moisture (TM), disebut pula sebagai as received

moisture (istilah yang digunakan oleh pembeli batubara) atau as sampled moisture (istilah yang digunakan oleh penjual batubara), menunjukkan pengukuran jumlah semua air yang moisture (istilah yang digunakan oleh pembeli batubara) atau as sampled moisture (istilah yang digunakan oleh penjual batubara), menunjukkan pengukuran jumlah semua air yang

b. Zat mineral

Zat mineral atau mineral matter terdiri atas komponen- komponen yang dapat dibedakan secara kima dan fisika. Zat mineral terdiri atas ash (abu) dan zat anorganik yang mudah menguap (inorganic volatile matter). Apabila batubara dibakar akan terbentuk ash yang terdiri atas berbagai oksida logam pembentuk batuan, sedangkan zat anorganik yang mudah menguap akan pecah menjadi gas karbon dioksida (dari karbonat-karbonat), sulfur (dari pirit), dan air yang menguap dari lempung.

Material anorganik, yaitu mineral bukan karbonat yang merupakan bagian dari struktur tumbuhan, adalah zat mineral bawaan di dalam batubara yang persentasenya relatif kecil. Zat mineral dari luar yang kemungkinana berasal dari debu atau serpih yang tebawa air atau yang larut dalam air selama pembentukan gambut atau tahapan selanjutnya dari pembentukan batubara persentasenya lebih besar dan bervariasi, baik jumlah maupun susunannya.

Mineral terbanyak di dalam batubara, yaitu kaolin, lempung, pirit, dan kalsit. Semua mineral itu akan mempertinggi kadar silikon lainnya. Oksida alumunium, besi, dan kalsium, di dalam ash. Kemudian menyusul berbagai senyawa magnesium, natrium, kalium, mangan, fosfor, dan sulfur yang didapatkan dalam ash dengan persentase yang berbeda-beda.

c. Senyawa batubara

Senyawa batubara terdiri atas zat organik yang mudah menguap dan fixed carbon. Zat organik yang mudah menguap kebanyakan tersusun atas (1) gas-gas yang dapat terbakar seperti hidrogen, karbon monoksida, dan metan, (2) uap yang dapat mengembun, seperti tar dengan sedikit kandungan gas yang dapat terbakar, dan (3) uap seperti karbon dioksida dan air, yang terbentuk dari penguraian senyawa karbon secara termis. Kandungan volatile matter (gabungan zat organik dan anorganik yang mudah menguap) berkaitan sekali dengan peringkat batubara dan merupakan parameter yang penting dalam mengklasifikasikan batubara.

Fixed carbon merupakan residu yang tersisa setelah moisture dan volatile matter dihilangkan. Senyawa ini yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dan nitrogen, dapat dibakar.

1.2 Analisa dan Pengujian Batubara

1.2.1 Analisa Batubara

Pada prinsipnya dikenal dua jenis pengujian analisis untuk kualitas batubara yaitu Analisis Prosikmat (Proximate analysis) dan Analisis Ultimate (Ultimate Analysis/Elemental Analysis)

1. Analisis Proksimat

Analisis proksimat batubara bertujuan untuk menentukan kadar moisture (air dalam batubara) kadar moisture ini mencakup pula nilai free moisture serta toal moisture, ash (debu), volatile matters (zat terbang), dan fixed carbon (karbon tertambat). Moisture ialah kandungan air yang terdapat dalam batubara sedangkan abu (ash) merupakan kandungan residu non-combustible yang

umumnya terdiri dari senyawa-senyawa silika oksida (SiO 2 ), kalsium oksida (CaO), karbonat, dan mineral-mineral lainya volatile matters adalah kandungan batubara yang terbebaskan pada temperatur tinggi tanpa keberadaan oksigen. Fixed carbon ialah kadar karbon tetap yang terdapat dalam batubara setelah volatile matters dipisahkan dari batubara.

2. Analisis Ultimat

Analisis ultimat dijalankan dengan analisis kimia untuk menentukan kadar karbon (C), Hidrogen (H 2 ),

Oksigen (O 2 ), Nitrogen (N 2 ), dan Belerang (S). Keberadaan dan sifat dari unsur-unsur tersebut sebanding dengan peringkat batubara, semakin tinggi rank batubara semakin tinggi kandungan karbonnya, sementara kandungan hidrogen dan oksigennya akan semakin berkurang. Sedangkan nitrogen merupakan unsur yang bersifat bervariasi begantung dari material pembentuk batubara. Analisis karbon pada ultimate tidak sama dengan analisis fixed carbon. Fixed carbon merupakan kadar karbon terlambat atau karbon tetap tertinggal bersama abu bila batubara telah dibakar tanpa oksigen dan setelah zat volatile habis. Fixed carbon merupakan kadar karbon yang pada temperatur penetapan voliatile matter tidak menguap sedangkan karbon yang menguap pada temperatur tersebut termasuk kedalam voliatile matter.

3. Analisis Steaming Coal

a. Niai Kalori

b. Ash Content

1.2.2 Pengujian Batubara

Pengujian batubara adalah untuk menentukan mutu dari batubara tersebut. Ada 3 pengujian batubara, antara lain:

1. Pengujian mekanis

Analisis pada komoditas batubara meliputi penentuan sifat fisik melalui pengujian mekanis. Sifatnya seperti kekerasan, Analisis pada komoditas batubara meliputi penentuan sifat fisik melalui pengujian mekanis. Sifatnya seperti kekerasan,

2. Pengujian sifat pembakaran

Pada sifat pembakaran kita menganalisis panas dari batubara dan titik leleh abu batubara. Panas yang dilepaskan batubara dalam proses pembakaran merupakan reaksi eksotermal yang melibatkan senyawa hidrokarbon, oksigen dan komponen lain. Berdasarkan standar ASTM titik leleh batubara ditetapkan pada kondisi reduksi dengan campuran gas CO + CO2 dan kondisi oksidasi dengan bantuan udara. Sedangkan menurut BS titik leleh abu batubara pada kondisi reduksi dengan campuran gas H2 + CO2 dan kondisi oksidasi dengan bantuan udara.

3. Pengujian sifat karbonisasi

Karbonisasi adalah proses pemanasan batubara pada suhu tertentu tanpa oksigen untuk menghasilkan bahan-bahan seperti kokas, charcoal, tar, cairan yang mengandung amoniak, gas hidrokarbon, dan senyawa lainnya. Karbonisasi umumnya digunakan untuk pembuatan kokas dan proses pencairan ataupun gasifikasi.

2. TEKNOLOGI PENGOLAHAN BATUBARA

Batubara yang langsung diambil dari bawah tanah, disebut batubara tertambang run-of-mine (ROM), seringkali memiliki kandungan campuran yang tidak diinginkan seperti batu dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai ukuran. Namun demikian pengguna batubara membutuhkan batubara dengan mutu yang konsisten. Pengolahan batubara – juga disebut pencucian batubara (“coal benification” atau “coal washing”) mengarah pada penanganan batubara tertambang (ROM Coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu.

Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan batubara dan tujuan penggunaannya. Batubara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk mengurangi kandungan campuran. Untuk menghilangkan kandungan campuran, batubara terambang mentah dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran. Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan menggunakan metode ‘pemisahan media padatan’. Dalam proses demikian, batubara dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk mangnetit tanah halus. Setelah batubara menjadi Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan batubara dan tujuan penggunaannya. Batubara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk mengurangi kandungan campuran. Untuk menghilangkan kandungan campuran, batubara terambang mentah dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran. Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan menggunakan metode ‘pemisahan media padatan’. Dalam proses demikian, batubara dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk mangnetit tanah halus. Setelah batubara menjadi

Pecahan yang lebih kecil diolah dengan melakukan sejumlah cara, biasanya berdasarkan perbedaan kepadatannya seperti dalam mesin sentrifugal. Mesin sentrifugal adalah mesin yang memutar suatu wadah dengan sangat cepat, sehingga memisahkan benda padat dan benda cair yang berada di dalam wadah tersebut. Metode alternatif menggunakan kandungan permukaan yang berbeda dari batubara dan limbah. Dalam ‘pengapungan berbuih’, partikel-partikel batubara dipisahkan dalam buih yang dihasilkan oleh udara yang ditiupkan ke dalam rendaman air yang mengandung reagen kimia. Buih-buih tersebut akan menarik batubara tapi tidak menarik limbah dan kemudian buih-buih tersebut dibuang untuk mendapatkan batubara halus. Perkembangan teknolologi belakangan ini telah membantu meningkatkan perolehan materi batubara yang sangat baik.

 Pengangkutan Batubara Cara pengangkutan batubara ke tempat batubara tersebut

akan digunakan tergantung pada jaraknya. Untuk jarak dekat, batubara umumnya diangkut dengan menggunakan ban berjalan atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri, batubara diangkut dengan menggunakan kereta api atau akan digunakan tergantung pada jaraknya. Untuk jarak dekat, batubara umumnya diangkut dengan menggunakan ban berjalan atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri, batubara diangkut dengan menggunakan kereta api atau

2.1 Penghilangan air (coal upgrading/dewatering)

Berbagai metode dan teknologi telah banyak digunakan untuk mengeringkan batubara baik itu buatan asli indonesia maupun buatan asing dan dari semua teknologi yang ada memiliki satu tujuan yaitu menciptakan teknologi batubara bersih, meningkatkan nilai kalori serta mengurangi kadar air ada yang menggunakan cara pemanasan, dicampurkan dengan

berbagai larutan, dibakar tanpa O 2 , dll. Berikut ini akan dijelaskan berbagai teknologi pengeringan batubara serta berbagai larutan, dibakar tanpa O 2 , dll. Berikut ini akan dijelaskan berbagai teknologi pengeringan batubara serta

A. UBC (upgraded brown coal) Kandungan air dalam batubara (air bebas maupun air bawaan) merupakan faktor penentu tinggi rendahnya nilai kalori batubara. Kandungan air yang tinggi menyebabkan tingkat pembakaran menjadi rendah akibatnya kandungan gas Co2 yang ditimbulkan menjadi tinggi yang tentunya berdampak buruk terhadap lingkungan. Berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan kalori dengan mengurangi kandungan air dalam batubara, salah satunya adalah Upgraded Brown Coal (UBC). UBC merupakan salah satu cara penghilangan kadar air dalam batubara melalui proses penguapan

(evaporasi). Dibandingkan dengan teknologi peningkatan (upgrading) lainnya seperti,hot water drying (HWD) atau steam drying (SD) yang dilakukan pada temperatur diatas 275°C dan tekanan yang cukup tinggi 5.500 kpa. Proses UBC relatif lebih sederhana dan dapat dilakukan pada temperatur dan tekanan relatif rendah (temperatur antara 150° - 160° C, tekanan 2 -3 atm).

Proses UBC adalah sebagai berikut :Air yang terkandung dalam batubara terdiri atas air bebas (free Proses UBC adalah sebagai berikut :Air yang terkandung dalam batubara terdiri atas air bebas (free

Penurunannya kadar air dalam batubara dapat dilakukan dengan cara mekanik atau perlakuan panas. Pengeringan cara mekanik efektif untuk untuk mengurangi kadar air bebas dalam batubara basah, sedangkan penurunan kadar air bawaan harus dilakukan dengan cara pemanasan. Salah satu proses dengan cara ini adalah UBC (Upgraded brown coal) yang diperkenalkan oleh Kobe Steel Ltd., Jepang. Bagan air proses UBC (Kobelco, Ltd., 2000) dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan Air Proses UBC Proses UBC dilakukan pada temperatur sekitar

150˚C sehingga pengeluaran tar dari batubara belum sempurna. Untuk itu perlu ditambahkan zat aditif sebagai penutup permukaan batubara, seperti kanji, tetes tebu (mollase), slope pekat (fuse oil), dan minyak residu. Untuk proses UBC, sebagai aditif digunakan minyak residu yang merupakan senyawa organik yang beberapa sifat kimianya mempunyai kesamaan dengan batubara. Dengan kesamaan sifat kimia tersebut, minyak residu yang masuk ke dalam pori-pori batubara akan kering, kemudian bersatu dengan batubara.

B. BCB (binderless coal briquetting)

C. Teknologi lainnya (Hot water drying, steam drying)

3. TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA

Masalah energi berkaitan sangat erat dengan masalah kehidupan di muka planet bumi ini. Sepanjang sejarah kehidupan umat manusia telah mencatat bahwa pertumbuhan penduduk dan perkembangan peraaban mengakibatkan meningkatkan permintaan energi. Sudah sejak berabad-abad lampau manusia menggunakan batubara sebagai mineral yang dapat dibakar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi.

Sisa-sisa pengapian dengan batubara telah diurut sampai ke masa prasejarah. Manusia primitif di masa lampau mencari batubara untuk membuat tungku perapian. Batubara sudah ditambang di Tiongkok dan Yunani sejak berabad-abad sebelum masehi. Sedang di Jerman, batubara sudah mulai ditambang sejak lebih ari 1000 tahun lalu, di Inggris ditamban pada abad ke-13 para pandai bedi pada saat itu memanfaatkan batubara untuk pemanasan besi.

Revolusi industri di Inggris pada pertengahan aba ke-18 telah menempatkan batubara sebagai sumber energi utama. Memasuki abad ke-18 telah menenpatkan batubara sebagai sumber energi utama. Memasuki abad ke-20 peran batubara mengalami pasang surut, namun tetap memegang peranan penting sebagai bahan bakar, lebih-lebih setelah minyak turun dan harganya naik. Sejak sekitar dua abad yang lampau Revolusi industri di Inggris pada pertengahan aba ke-18 telah menempatkan batubara sebagai sumber energi utama. Memasuki abad ke-18 telah menenpatkan batubara sebagai sumber energi utama. Memasuki abad ke-20 peran batubara mengalami pasang surut, namun tetap memegang peranan penting sebagai bahan bakar, lebih-lebih setelah minyak turun dan harganya naik. Sejak sekitar dua abad yang lampau

Permintaan bahan bakar yang berasal dari fosil (batubara, minyak bumi, dan gas alam) terus menunjukkan peningkatan setiap 20 tahun sejak 1900. Permintaan bahan bakar itu jauh lebih cepat dibanding dengan peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan permintaan energi berkaitan langsung dengan pertumbuhan ekonomi. Saat ini batubara menyediakan sekitar 30% energi dunia, 22% dari jumlah itu dikonsumsi di Amerika Serikat.

Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui terlebih dulu kualitasnya. Hal ini dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau peralatan yang memanfaatkan batubara sebagai bahan bakarnya sesuai dengan mutu batubara yang akan digunakan sehingga mesin-mesin tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama. Secara umum, parameter kualitas batubara yang lazim digunakan adalah kalori, kadar kelembaban, kandungan zat terbang, kaar abu, kadar karbon, kadar sulfur, ukuran, dan tingkat ketergerusan disamping parameter lain seperti analisis unsur yang terdapat dalam Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui terlebih dulu kualitasnya. Hal ini dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau peralatan yang memanfaatkan batubara sebagai bahan bakarnya sesuai dengan mutu batubara yang akan digunakan sehingga mesin-mesin tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama. Secara umum, parameter kualitas batubara yang lazim digunakan adalah kalori, kadar kelembaban, kandungan zat terbang, kaar abu, kadar karbon, kadar sulfur, ukuran, dan tingkat ketergerusan disamping parameter lain seperti analisis unsur yang terdapat dalam

a. Pemanfaatan sebagai bahan bakar langsung

 Penyerapan gas SO2 dari hasil pembakaran briket bio batubara dengan unggulan zeolit.  Pengembangan model fisik tungku pembakaran briket biocoal untuk industri rumah tangga, pembakaran

bata/genteng, boiler rotan dan pengering bawang.

 Tungku hemat energi untuk industri rumah tangga

dengan bahan bakar batubara/briket bio batubara.

 Pembakaran kapur dalam tungku tegak system terus menerus skala komersial dengan batubara halus

menggunakan pembakar siklon.  Tungku pembuatan gula merah dengan bahan bakar batubara.  Pembakaran kapur dalam tungku system berkala dengan

kombinasi bahan bakar batubara – kayu.  Pembakaran bata-genteng dengan batubara.

b. Pemanfaatan sebagai bahan bakar tidak langsung

 Pengkajian pemanfaatan batubara Kalimantan Selatan untuk pembuatan karbon aktif.

 Daur ulang minyak pelumas bekas dengan menggunakan batubara peringkat rendah sebagai penyerap.

3.1 Pembakaran Batubara

Saat ini konsumsi energi dunia, terutama ari bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam dan batubara), meningkat secara besar-besaran dan tak terhindarkan. Teknologi pemanfaatan dan eksplorasi bahan bakar fosil yang sudah mapan menyebabkan energi dapat dihasilkan dengan proses yang terjamin dengan harga yang relatif murah. Hal inilah yang menyebabkan bahan bakar fosil banyak disukai walaupun dewasa ini penelitian mengenai bahan bakar terbarukan terus digalakan dan pemanfaatannya mulai mendapatkan perhatian publik. Bahan bakar fosil tetap dipercaya sebagai sumber energi dunia setidaknya untuk 50 tahun de depan. Untuk itu, peningkatan efisiensi utilitasi bahan bakar harus terus dilakukan dengan terus memperhatikan faktor lingkungan.

Salah satu jenis bahan bakar fosil ialah batubara. Dibandingkan bahan bakar fosil lainnya, batubara mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya:

 Batubara yang siap dieksploitasi secara ekonomi terdapat dalam jumlah banyak

 Batubara terdistribusi secara merata diseluruh dunia

 Jumlah yang melimpah membuat batubara menjadi bahan bakar fosil yang paling lama dapat meyokong kebutuhan

energi dunia Namun batubara juga memiliki kelemahan yaitu:

 Identik sebagai bahan bakar yang kotor dan tidak ramah lingkungan karena komposisinya yang terdiri dari C, H, O,

N, S dan abu  Kandungan C per mol batubara jauh lebih besar dibandingkan bahan bakar fosil lainnya sehingga

pengeluaran CO2 dari batubara jauh lebih banyak . Selain itu, kandungan S dan N batubara bisa terlepas sebagai SOx dan NOx dan menyebabkan terjadinya hujan asam.

Oleh karena itu, perlu dikembangkan metode baru dalam pemanfaatan batubara agar dapat meredam isu-isu lingkungan yang mungkin terjadi. Batubara banyak dipakai sebagai bahan bakar boiler akan tetapi penerapan yang paling penting adalah pada pembangkit tenaga listrik (PLTU).

Suatu PLTU dibamgun dengan mendesain ketel uap (boiler) berdasarkan sifat-sifat batubara yang akan membakarnya atau istilah populernya berdasarkan spesifikasi batubara tertentu. Biasanya batubara yang akan dipasok jumlahnya harus cukup untuk pasokan selama 30 tahun sesuai umur dari PLTU . Bila ditengah jalan kehabisan pasokannya, Suatu PLTU dibamgun dengan mendesain ketel uap (boiler) berdasarkan sifat-sifat batubara yang akan membakarnya atau istilah populernya berdasarkan spesifikasi batubara tertentu. Biasanya batubara yang akan dipasok jumlahnya harus cukup untuk pasokan selama 30 tahun sesuai umur dari PLTU . Bila ditengah jalan kehabisan pasokannya,

Konsep dasar suatu PLTU yang menggunakan bahan bakar adalah perubahan energi batubara menjadi energi listrik. Hal ini dapat dicapai dengan membakar batubara didalam ketel uap untuk membangkitkan uap yang digunakan dalam memutarkan turbin-alternator.

Komponen-komponen utama yang berkaitan dengan peralatan PLTU berbahan bakar batubara menjadi energi listrik menurut tahapan prosesnya dimulai dari batubara datang, dibakar sampai terjadinya pembangkit listrik adalah sebagai berikut:

 Pusat penanganan batubara (coal handling plant)  Pusat pelumatan batubara (pulveriser plant)  Ketel uap (boiler)  Pemanas udara (air heater)  Pengendap listrik statis (electostatic preciparator) atau

karung penyaring (bag filter)  Pengontrolan emisi ke udara Hal pertama yang perlu diketahui oleh pembuat ketel

adalah klasifikasi batubara yang akan diperlukan untuk menetapkan desain parameter-parameter ketel uap dan adalah klasifikasi batubara yang akan diperlukan untuk menetapkan desain parameter-parameter ketel uap dan

1. Kalori (Calorofic Value atau CV, satuan cal/gr atau kcal/kg) CV sangat

berpengaruh terhadap pengoperasian pulveriser/mill, pipa batubara dan windbox, serta burner. Semakin tinggi CV maka aliran batubara setiap jamnya semakin rendah sehingga kecepatan coal feeder harus disesuaikan. Untuk batubara dengan kadar kelembaban dan tingkat ketergerusan yang sama, maka dengan CV yang tinggi menyebabkan pulveriser akan beroperasi dibawah kapasitas normalnya (menurut desain) atau dengan kata lain operating rationya menjadi lebih rendah.

2. Kadar kelembaban (Moisture, satuan %) Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi free moisture (FM) dan inherent moisture (IM). Adapun jumlah dari keduanya diseut dengan total moisture (TM). Kadar kelembaban mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya. Batubara berkadar kelembaban tinggi akan membutuhkan udara primer lebih banyak

untuk mengeringkan batubara tersebut pada suhu yang ditetapkan oleh output pulveriser.

3. Zat terbang (Volatile Matter atau VM, satuan %)

Kandungan VM mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas api. Penilaian tersebut didasarkan pada perbandingan antara kandungan karbon (fixed carbon) dengan zat terbang yang disebut dengan rasio bahan bakar (fuel ratio).

Fuel ratio = Fixed Carbon / Volatile Matter Semakin tinggi nilai fuel ratio maka jumlah karbon didalam

batubara yang tidak terbakar juga semakin banyak. Kemudian bila perbandingan tersebut nilainya lebih dari 1.2 pengapian akan kurang bagus sehingga mengakibatkan kecepatan pembakaran menurun.

4. Kadar Abu (Ash content, satuan %)

Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang bakar dan aerah konversi dalam bentuk abu terbang (fly ash) yang jumlahnya mencapai 80%, dan abu dasar sebanyak 20% . Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan dan korosi peralatan yang dilalui.

5. Kadar Karbon (Fixed Carbon atau FC, satuan %)

Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100 dengan jumlah kadar air (kelembaban), kadar abu dan jumlah zat terbang. Nilai ini semakin bertambah seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kaar karbon dan jumlah zat Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100 dengan jumlah kadar air (kelembaban), kadar abu dan jumlah zat terbang. Nilai ini semakin bertambah seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kaar karbon dan jumlah zat

6. Kadar Sulfur (Sulfur content, satuan %)

Kandungan sulfur dalam batubara terbagi dalam pyritic sulfur, sulfate sulfur, dan organic sulfur. Namun secara umum, penilaian kandungan sulfur dalam batubara dinyatakan dalam Total Sulfur (TS). Kandungan sulfur berpengaruh terhaap tingkat korosi sisi dingin yang terjadi paa elemen pemanas udara, terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari pada titik embun sulfur, disamping berpengaruh terhadap efektivitas penangkapan abu paa peralatan electrostatic precipitator

7. Ukuran (Coal size)

Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus (pulverized coal atau dust coal) dan butir kasar (lump coal). Butir paling halus untuk ukuran maksimum 3mm, sedangkan butir paling kasar sampai dengan ukuran50mm.

8. Tingkat ketergerusan (Hardgrove Grindability Index atau HGI) Kinerja pulveriser atau mill pada nilai HGI tertentu . Untuk HGI lebih rendah, kapasitasnya harus beroperasi lebih rendah dari nilai standarnya pula untuk menghasilkan tingkat kehalusan (fineness) yang sama.

Ada dua masalah yang menyangkut pembakaran batubara dalam pembakaran antara lain:

1. Karena batubara itu sendiri kotor sehingga hasil pembakarannya dapat mencemari lingkungan

2. Karena batubara itu sendiri berupa zat padat sehingga sukar dalam penggunaannya dan penerapannya terbatas Cara mengatasi adalah diupayakan konversi batubara agar dapat menghasilkan bahan bakar sintetis yang bertujuan:

1. Untuk mengeluarkan sulfur dan nitrogen yang dapat mengakibatkan pencemaran udara

2. Untuk meningkatkan nilai kalor pembakaran

3.2 Karbonisasi

Karboinisasi batubara adalah salah satu proses konversi batubara yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan karbon. Prosea karbonisasi terjadi pada peruraian suhu 1500 o C.

Hasil dari peruraian suhu tersebut adalah kokas. Kokas adalah bahan bakar untuk Tanur dan sebagai bahan pereduksi. Berdasarkan prosesnya karbonisasi dibagi atas:

1. Karbonisasi Suhu Rendah Mula-mula dikembangkan sebagai proses untuk mensuplai gas untuk tujuan penerangan dan menghasilkan bahan bakar yang tidak berasap. Karbonisasi suhu rendah berkisar antara

500 o C – 700 o C.

2. Karbonisasi Suhu Tinggi Proses karbonisasi terjadi pada peruraian suhu 7500 o C – 1500 o C.Hasil dari peruraian suhu tersebut adalah kokas. Kokas adalah bahan bakar untuk tanur dan sebagai bahan pereduksi. Produk utama yang dihasilkan dari proses karbonisasi,

antara lain:

1. Kokas

2. Ter (organik)

3. Gas (penerangan jalan)

4. Cairan (hidrokarbon cair)

3.3 Pencairan Batubara (Coal Liquefaction)

Coal liquefaction adalah terminologi yang dipakai secara umum mencakup pemrosesan batubara menjadi BBM sintetik (synthetic fuel). Pendekatan yang mungkin dilakukan untuk proses ini adalah: pirolisis, pencairan batubara secara langsung (Direct Coal Liquefaction-DCL) ataupun melalui gasifikasi terlebih dahulu (Indirect Coal Liquefaction-ICL). Secara intuitiv aspek yang penting dalam pengolahan batubara menjadi bahan bakar minyak sintetik adalah: efisiensi proses yang mencakup keseimbangan energi dan masa, nilai investasi, kemudian apakah prosesnya ramah lingkungan sehubungan dengan emisi gas buang, karena ini akan mempengaruhi nilai Coal liquefaction adalah terminologi yang dipakai secara umum mencakup pemrosesan batubara menjadi BBM sintetik (synthetic fuel). Pendekatan yang mungkin dilakukan untuk proses ini adalah: pirolisis, pencairan batubara secara langsung (Direct Coal Liquefaction-DCL) ataupun melalui gasifikasi terlebih dahulu (Indirect Coal Liquefaction-ICL). Secara intuitiv aspek yang penting dalam pengolahan batubara menjadi bahan bakar minyak sintetik adalah: efisiensi proses yang mencakup keseimbangan energi dan masa, nilai investasi, kemudian apakah prosesnya ramah lingkungan sehubungan dengan emisi gas buang, karena ini akan mempengaruhi nilai

Efisiensi pencairan batubara menjadi BBM sintetik adalah 1-2 barrel/ton batubara). Jika diasumsikan hanya 10% dari deposit batubara dunia dapat dikonversikan menjadi BBM sintetik, maka produksi minyak dunia dari batubara maksimal adalah beberapa juta barrel/hari. Hal ini jelas tidak dapat menjadikan batubara sebagai sumber energi alternatif bagi seluruh konsumsi minyak dunia. Walaupun faktanya demikian, bukan berarti batubara tidak bisa menjadi jawaban alternativ energi untuk kebutuhan domestik suatu negara. Faktor yang menjadi penentu adalah: apakah negara itu mempunyai cadangan yang cukup dan teknologi yang dibutuhkan untuk meng-konversi-kannya. Jika diversivikasi sumber energi menjadi strategi energi suatu negara, pastinya batubara menjadi satu potensi yang layak untuk dikaji menjadi salah satu sumber energi, selain sumber energi terbarukan (angin, solar cell, geothermal, biomass). Tetapi perlu kita ingat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mempertimbangkannya tidaklah tanpa batas, karena sementara negara2 lain sudah melakukan kebijakan- kebijakan konkret domestik maupun luar negeri untuk mengukuhkan strategi energi untuk kepentingan negaranya.

3.3.1 Pencairan Batubara Langsung (DCL)

Pencairan batubara metode langsung atau dikenal dengan Direct Coal Liquefaction-DCL, dikembangkan cukup banyak oleh negara Jerman dalam menyediakan bahan bakar pesawat terbang. Proses ini dikenal dengan Bergius Process, baru mengalami perkembangan lanjutan setelah perang dunia kedua.

DCL adalah proses hydro-craacking dengan bantuan katalisator. Prinsip dasar dari DCL adalah meng-introduksi-an gas hydrogen kedalam struktur batubara agar rasio perbandingan antara C/H menjadi kecil sehingga terbentuk senyawa-senyawa hidrokarbon rantai pendek berbentuk cair. Proses ini telah mencapai rasio konversi 70% batubara (berat kering) menjadi sintetik cair. Pada tahun 1994 proses DCL kembali dikembangkan sebagai komplementasi dari proses ICL terbesar setelah dikomersialisasikan oleh Sasol Corp.

Tahun 2004 kerjasama pengembangan teknologi upgrade (antara China Shenhua Coal Liquefaction Co. Ltd. dengan West Virginia University) untuk komersialisasi DCL rampung, untuk kemudian pembangunan pabrik DCL kapasitas dunia di Inner Mongolia. Dalam Phase pertama pabrik ini akan dihasilkan lebih dari 800.000 ton bahan bakar cair pertahunnya. Yang menjadikan proses DCL sangat bervariasi adalah beberapa faktor dibawah:

 Pencapaian dari sebuah proses DCL sangat tergantung daripada jenis feedstock (spesifikasi batubara) yang

dipergunakan, sehingga tidak ada sebuah sistem yang bisa optimal untuk digunakan bagi segala jenis batubara.

 Jenis batubara tertentu mempunyai kecenderungan membentuk lelehan (caking perform), sehingga menjadi

bongkahan besar yang dapat membuat reaktor kehilangan tekanan dan gradient panas terlokalisasi (hotspot). Hal ini biasanya diatasi dengan mencampur komposisi batubara, sehingga pembentukan lelehan dapat dihindari.

 Batubara dengan kadar ash yang tinggi lebih cocok untuk proses gasifikasi terlebih dahulu, sehingga tidak terlalu

mempengaruhi berjalannya proses.  Termal frakmentasi merupakan phenomena yang terjadi

dimana serpihan batubara mengalami defrakmentasi ukuran hingga berubah menjadi partikel-partikel kecil yang menyumbat jalannya aliran gas sehingga menggangu jalannya keseluruhan proses. Hal ini dapat diatasi dengan proses pengeringan batubara terlebih dahulu sebelum proses konversi pada reaktor utama (Lihat skema Brown Coal Liquefaction di bawah).

Proses Pencairan Batubara Muda Rendah Emisi (Low Emission Brown Coal Liquefaction)

Tahapan proses pencairan batubara muda (Brown Coal Liquefacion):

1. Pengeringan/penurunan kadar air secara efficient

2. Reaksi pencairan dengan limonite katalisator

3. Tahapan hidrogenasi untuk menghasilkan produk oil mentah

4. Deashing Coal Liquid Bottom/heavy oil (CLB)

5. Fraksinasi/pemurnian light oil (desulfurisasi,pemurnian gas,destilasi produk)

3.3.2 Pencairan Batubara Tidak Langsung

Suatu blok diagram alir untuk sebuah plant indirect liquefaction yang memanfaatkan sintesis Fisher-Tropsch untuk menghasilkan bahan bakar liquid. Komponen utama dari plant ini adalah :

Syngas Production – Bagian ini terdiri dari coal handling, drying dan grinding yang kemudian diikuti dengan gasifikasi. Unit pemisahan udara menyediakan oksigen untuk gasifier. Syngas cleanup terdiri dari proses hydrolysis, cooling, sour-water stripping, acid gas removal, dan sulfur recovery. Gas dibersihkan dari komponen sulfur dan komponen lain yang tidak diinginkan sampai pada level yang terendah untuk melindunginya dari downstream catalysts. Panas yang Syngas Production – Bagian ini terdiri dari coal handling, drying dan grinding yang kemudian diikuti dengan gasifikasi. Unit pemisahan udara menyediakan oksigen untuk gasifier. Syngas cleanup terdiri dari proses hydrolysis, cooling, sour-water stripping, acid gas removal, dan sulfur recovery. Gas dibersihkan dari komponen sulfur dan komponen lain yang tidak diinginkan sampai pada level yang terendah untuk melindunginya dari downstream catalysts. Panas yang

sulfide (H 2 S) dan carbonyl sulfide (COS). Proses hidrolisis digunakan untuk mengkonversikan COS dalam syngas menjadi

H 2 S, yang direcover pada acid-gas removal step dan dikonversikan menjadi elemental sulfur pada sebuah Claus sulfur plant . Sulfur yang diproduksi biasanya dijual sebagai low-value byproduct .

Synthesis Gas Conversion – Bagian ini terdiri dari water- gas shift, a sulfur guard bed, synthesis-gas conversion reactors, CO 2 removal, dehydration dan compression, hydrocarbon dan hydrogen recovery , autothermal reforming, dan syngas recycle.

A sulfur guard bed dibutuhkan untuk melindungi katalis konversi gas sintesis yang dengan mudah diracuni oleh trace sulfur pada cleaned syngas. Clean synthesis gas dipindahkan untuk mendapatkan hydrogen/carbon monoxide ratio yang diinginkan, dan kemudian secara katalitik dikonversikan menjadi bahan bakar gas.

Dua cara utama melibatkan konversi ke hight-quality diesel dan distillate menggunakan Fischer-Tropsch route, atau konversi ke high-octane gasoline menggunakan proses metanol Dua cara utama melibatkan konversi ke hight-quality diesel dan distillate menggunakan Fischer-Tropsch route, atau konversi ke high-octane gasoline menggunakan proses metanol

Katalis yang digunakan dalam Fischer-Trops adalah besi atau cobalt. Keuntungan katalist besi dengan cobalt berlebih untuk mengkonversi coal-derived syngas yang mana besi memiliki kemampuan mengaktivasi reaksi water-gas shift dan