Syariah Marketing Strategi Memenangkan P (1)

Syariah Marketing : Strategi Memenangkan Persaingan Global
Anggara Disuma, IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Email; Anggaraedu@gmail.com

Abstrak
Syariah marketing adalah konsep marketing yang dipadukan dengan nilai-nilai luhur
agama islam. Syariah marketing bersumber dari al-Qur`an, al-Hadist, Ijma
(konsensus ulama), Qiyas (analogi hukum), yang kesemuaanya merupakan sumber
rujukan yang diakui ke absahannya dalam dunia islam. Syariah marketing memiliki
karakteristik yang berbeda dengan marketing konvensional pada umumnya.
Karekteristik ini tergambar jelas dari prilaku marketer syariah yang terdiri dari Taistis
(Rabbaniyyah), Etis (Akhlaqiyyah), Realistis (al-Waqi`iyyah), Humanis (alInsaniyyah). Syariah marketing akan senantiasa relevan disetiap tempat dan jaman
sebagaimana syariah islamiyyah yang menganut asas fleksibelitas dan universalitas.
Implementasi syariah marketing secara konsisten dalam berbagai macam lini bisnis
akan menjadi nilai (value) tersendiri dalam memenangkan persaingan di era
globalisasi apalagi sejak akhir tahun 2015 kawasan Asia Tenggara (ASEAN)
menerapkan zona perdagangan bebas (free Market) yang biasa kita sebut sebagai
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Sudah barang tentu persaingan bebas, terlebih
dalam bidang bisnis dan perdagangan tidak bisa lagi dihindari. Metode Penelitian
yang digunakan dalam paper ini ialah penelitian pustaka (Library Research) dengan
pendekatan normatif. Adapun teknik pengolahan datanya menggunakan metode
deskriptif-analisis.

Kata Kunci
Marketing, Syariah Marketing, Persaingan Global
Pendahuluan
Diera perdagangan bebas dewasa ini, persaingan antar Negara dalam
mensejahterakan rakyatnya biasa terjadi. Bagi pelaku usaha ini merupakan kabar baik
karena bagi mereka persaingan lumrah terjadi baik dalam sekala kecil maupun skala
besar. Walaupun begitu adanya, bukan berarti persaingan dalam dunia usaha tidak
memiliki resiko. Apalagi pasca diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean atau
biasa kita sebut MEA. Banyak pelaku usaha seakan berpacu dalam persaingan dengan
kompetitor-kompetitor bukan hanya dari dalam negeri melainkan tidak sedikit pula
berasal dari luar negeri.
Dalam menghadapi persaingan yang semakin komplek ini, tidak sedikit dari
mereka yang menghalalkan segala cara sehingga melabrak sendi-sendi kehidupan

bermasyarakat. Misalnya praktek jual beli yang dibumbui tipu menipu. Seorang
konsumen tidak diberikan informasi yang utuh mengenai barang/jasa yang
dikonsumsinya. Dari sudut pandang agama Islam (baca syariah) praktek-praktek
seperti diatas merupakan kebohongan yang akibat buruknya bukan hanya di dunia,
juga sampai di akhirat kelak sehingga wajar banyak pelaku usaha yang
mempraktekan cara-cara seperti ini cepat atau lambat akan kehilangan pelangganya.

Dikalangan para pengusaha muslim sendiri sejak lama terpatri dalam
keyakinan mereka bahwa apapun perbuatan yang mereka lakuakan di dunia ini adalah
bentuk pengabdian dan ketaatan kepada Allah Swt dzat yang maha mengatur segala
urusan hambanya. Disinilah letak agama bisa mewarnai aktifitas pemeluknya
sehingga bukan hanya keuntungan materi yang mereka kejar tepi lebih dari segalanya
yaitu ridho illahi.
Sumber rujukan syariat sesuai tuntunan Nabi menjelang kewafatannya adalah
al-Qur`an dan al-Hadis1 dan dimasa-masa selanjutnya, berkat usaha para ulama dan
cendikiawan muslim pada umumnya munculah berbagai macam pendapat mengenai
sumber rujukan dalam syariat, mayoritas ulama menyepakati dua sumber lainnya
yaitu Ijma (Konsensus Ulama) dan Qiyas (Analogi hukum) yang di gali dari sumber
utama yang telah disebutkan diatas sebagai tambahan rujukan syariah 2. Ini artinya
berbicara syariat islam tidak akan lepas dari sumber rujukan utama maupun rujukanrujukan yang telah diakui keabsahanya dalam dunia islam.
Tulisan ini dimaksudkan tidak untuk membahas berbagai macam pendapat
sumber syariah hanya saja perlu ditampilkan diawal sebagai pengantar memahami
konsepsi marketing syariah dimana keduanya memiliki definisi masing-masing dan
juga tulisan ini dimaksudkan sebagai ikhtiar untuk mengislamisasikan pengetahuan
sebagai salah satu bentuk dakwah menyebarkan nilai-nilai luhur agama islam
sekaligus tanggung jawab ilmiah dibidang ekonomi dan prilaku masyarakat.
Akhirnya marketing syariah, sebuah konsep marketing yang digali dari ajaran

agama islam diharapkan bisa menjadi panduan bagi pengusaha muslim dan mereka

1

Dikisahkan satu tahun menjelang kewafatan baginda Nabi Muhammad SAW, beliau
melaksanakan Haji perpisahan, (Haji Wada`), ketika matahari terbenam di bukit arafah Nabi
menyampaikan pidato yang antara lain isinya “Hai Manusia! Simaklah baik -baik apa yang hendak
kukatakan, karena aku tidak tahu apakah aku dapat bertemu lagi dengan kalian sesudah tahun
ini…Aku tinggalkan untuk kalian dua petunjuk yang jelas. Jika kalian berpegang teguh padanya, maka
akan terhindar dari semua kesalahan. Keduanya adalah Kitab Allah dan sunnahku. Hai umatku,
dengarlah kata-kataku dan pahamilah.”. Abdul Malik bin Hisyam bin Ayub Al -Hamiriy, Sirah ibn
Hisyam, (Bairut, Dar al-ma`rifat, tt), Juz 6, 8
2
Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazaliy, al-mustashfa fi `ilmi al-ushul,
(Bairut, Dar al-kutub al-alamiyyah, 1413 H ), Juz 1, 195. Lihat juga karya Abdurahman bin Nasir AsAs`Diy, Risalah lathif fi `ilmi al-fiqh, (Maktab Misykat Al-Islamiyyah, tt), 2

yang masih percaya akan adanya Tuhan dalam menghadapi ketatnya persaingan
global dewasa ini.
Literature Review
1. Ali Akbar Jafari, (2012) Islamic Marketing: Insights from a Critical

Perspective3
Penelitian ini menekankan kajian pada fakta bahwa ilmu pengetahuan
Islam telah banyak berkembang sehingga tidak berlebihan jika marketing
yang bebas nilai di masuki oleh ajaran Islam yang memiliki nilai-nilai.
Penelitian ini baru sebatas mengkritik konsep pemasaran yang
berkembang selama ini yang terkesan menghalalkan segala cara demi
target penjualan. Dalam penelitian ini juga penulis mengajak praktisi dan
akademisi muslim guna merumuskan konsep marketing Islam.
2. Özlem Sandikci, (2012) Researching Islamic marketing: past and
future perspectives4
Penelitian ini menegaskan bahwa akar sejarah marketing Islam sudah lama
berkembang dalam dunia Islam khususnya dalam perdagangan yang
dilakukan oleh muslim tradisional. Ditemukan bahwa kesuksesan
pedagang muslim berbanding positif dengan cara-cara pemasaran mereka.
Terutama dalam kasus konsumen yang cenderung ideologis dan fanatis
dalam memilih barang.
3. Syed Ali Husain, (2011) What Is Islamic Marketing5
Penelitian ini menggambarkan usaha para intelektual muslim dalam
mendefinisikan Marketing Islam. Terlepas dari perbedaan itu, pasar
muslim didunia ditaksir 1,7 Milyar konsumen beragama Islam artinya ini

sangat potensial sekali. Menurut riset ini apapun konsep dan pendekatanya
dalam memahami marketing Islam tidak akan mengurangi potensi pasar
muslim malah akan semakin berkembang

3

Jafari, Aliakbar. "Islamic marketing: insights from a critical perspective." Journal of Islamic
Marketing 3.1 (2012): 22-34.
4

Sandikci, Özlem. "Researching Islamic marketing: past and future perspectives." Journal of
Islamic Marketing 2.3 (2011): 246-258.
5

Syed Ali Husain, “What Is Islamic Marketing” Global Journal of Management and Business
Research (2011): 1-4

Kajian Teori
Dunia bisnis dan dunia marketing merupakan satu kesatuan. Dari sudut
pandang fiqih islam, marketing dihukumi wakalah6 yaitu pendelegasian wewenang

untuk melalukan suatu pekerjaan tertentu yang dibenarkan oleh syariat. Teknisnya
marketer sebagai al-wakil (yang diberi kuasa) dari perusahaan. Perusahaan sebagai
al-muwakil (yang member kuasa) sedangkan aktifitas marketingnya sebagai al-taukil
(perkara yang didelegasikan)
Kedudukan marketer sebagai wakil dari owner perusahaan tersebut.
Selayaknya pemilik perusahaan, marketer syariah dituntut mengerti seluk-beluk
barang/jasa yang dipasarkannya. Marketer syariah juga tidak boleh melebihi batasan
apa yang telah didelegasikan sipemilik barang/jasa sesungguhnya.
Definisi marketing itu sendiri sesungguhnya suatu proses sosial yang di
dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan
produk yang bernilai dengan pihak lain7.
Allah SWT Tuhan semesta alam sengaja menurunkan aturan syariat kepada
hambanya agar tercipta kemaslahatan8 (kebaikan di dunia dan akhirat). Orang-orang
yang berpegang teguh kepada syariah (taqwa) apalagi dalam berbisnis dan atau
marketing yang potensi kecurangannya amat sangat besar. Merekalah yang dijanjikan
oleh Allah mendapat rizki min haisu la yahtasib, rizki yang tak terduga-duga
sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Ath-tholaq/65:2-3 “….Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. dan
6


Wakalah dalam arti bahasa menyerahakan, menjaga dan memelihara Lihat Sayid Sabiq,
Fiqh as-Sunnah, (Bairut, Dar Al-Fikr, Cet III, 1981), 226. Sedangkan menurut Ibnu Manzur dalam
kitab Lisan al-`Arab wakalah berarti menyerahkan diri kepada Allah manakala seseorang mewakilkan
kepada orang lain Ibnu Manzur, Lisan al-Arab, (Bairut, Dar Ihya` Al-Turast al-Arabi, 1997) juz 15,
387. Secara etimologi wakalah bermaksud mewakilkan seseorang kepada orang lain karena
ketidakmampuannya dalam mengurusi suatu pekerjaan dan orang tersebut percaya kepada pihak yang
mewakilinya.
7

Philip Kotler dan Gary Amstrong, editor Chandra Kristiaji, Prinsip-Prinsip Manajemen,
(Jakarta, Erlangga, 2001), 9. Berikut teks aslinya : Marketing is a societal process by which individuals
and groups obtain what they need and want though creating, offering, and freely exchanging products
and services of value with others lihat Philip Kotler, Marketing Management, (New Jersey: Pearson
Education, Inc, 2003)
8
Dalam Surat al-Baqarah/2;201 disebutkan harapan kaum muslimin yang menginkan
kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Berikut matan ayatnya;
              
Menurut As-sadiy dan ibnu Hiban yang dimaksud kebaikan di dunia adalah rizky yang halal

dan pekerjaan yang baik (amal sholeh) sedangkan kebaikan di akhirat adalah ampunan dan pahala dari
Allah SWT. Abu Muhammad Husain bin Mas`ud Al Baghowi, Tafsir Al-Baghowi, (Saudi, Percetakan
Malik Fahd, 1997), Juz 1, 232. Kemudian ditulis Tafsir, Al-Baghowi

memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya…”9. Dan memang
mengamalkan ketakwaan itu sangat berat, selalu akan muncul godaan di sana-sini.
Bisnis (juga marketing) dalam agama islam memiliki kedudukan yang sangat
tinggi, ini terbukti dengan banyaknya ayat dalam al-Qur`an yang secara tersurat
maupun tersirat membahas topik ini10 dan juga fakta sejarah mentasbihkan baginda
Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pembisnis dan atau marketer sejak masih
berumur 12 tahun11. Hingga saat beliau mengemban tugas kenabian. Dua bukti yang
tidak dapat dibantah oleh siapapun.
Karekteristik Syariah Marketing
Dalam buku syariah marketing disebutkan ada empat karakteristik syariah
marketing yang dapat menjadi panduan bagi para pemasar yaitu 12:
1.
2.
3.
4.
9


Taistis (Rabaniyyah)
Etis (Akhlaqiyyah)
Realistis (al-Waqi`iyyah)
Humanis(al-Insaniyyah)

Matan ayatnya sebagai berikut:
…..            .

Secara khusus ayat ini memang berbicara tentang Thalaq atau Perceraian namun beberapa ulama ahli
tafsir mengartikan ayat ini sebagai keumuman dari berbagai macam kesukaran, Allahlah dzat yang
memberikan rizki kepada manusia lihat Tafsir, Al-Baghowi, Juz 8, 151 dan Muhammad bin Jarir
Athobariy, (Saudi, Percetakan Malik Fahd, 2000), Juz 23, 446.
Berkenaan dengan relasi taqwa dan harta dapat lihat dalam karya Munzir Qohaf, Al-Nushush AlIqtishodiy Min Al-Qur`An Wa Al-Sunnah, (Saudi, Markaz Jamiah Al-Malik Abd Al Azis ) Bab Al
jam`u bainal mal wa al-taqwa, 83-88
10
Kata bisnis/marketing banyak bertebaran dalam al-Qur`an ini menunjukan betapa
urgensinya aktitas bisnis/marketing. Ayat-ayat ini sebagai pedoman bagi para pembisnis muslim dalam
menjalankan bisnisnya. Lihat juga hasil Penelitian yang dilakukan oleh CC Torrey yang menyatakan
bahwa terdapat 20 terminalogi bisnis dalam al-Qur`an ungkapan tersebut malahan diulang sebanyak

720 kali (Charles C Torrey, Commercial-Theological Term In The Koran, (Laeden, A Dissertation
Doctor Of Philosopi at The University of Strasburg, 1892)
11
Dikisahkan menjelang akhir hidupnya, Kekayaan Abdul Muthalib kakek Nabi SAW
merosot. Ketika meninggal warisan yang ia tinggalkan untuk anak-anaknya hanya sedikit. Abu Thalib
pada saat itu tergolong miskin sampai-sampai keponakanya yakni Nabi Muhammad SAW harus
bekerja semampunya untuk mendapatkan nafkah sendiri. Nabi banyak bekerja sebagai pengembala
domba dan kambing. Dari hari ke hari, beliau menggembala sendirian di perbukitan Mekah atau
dilereng-lereng pegunungan—pada suatu ketika, saat Nabi SAW berusia 9 tahun atau menurut
pendapat yang lain 12 tahun keduaanya pergi berdagang ke negeri Syiria. Lihat Muhmmad bin Abdul
Wahab, Mukhtashar Sirah Rasulullah Sholullahu alaihi Wasalam, ( Saudi, Lembaga Urusan Agama,
Wakaf dan Dakwah Islam Kerajaan Arab Saudi, cet 1, 1418 H), Juz 1, 83. Lihat juga Martin Lings,
Muhammad: His Life Based on the Earliest, (United Kingdom, The Islamic texts society, 1991), 5
12
Hermawan Kertajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing, (Bandung, Penerbit
Mizan, 2006), 63-77

Taistis (Rabaniyyah)
Salah satu karakteristik marketing syariah yang tidak dimiliki dalam
pemasaran konvensional yang dikenal selama ini adalah sifatnya yang religius

(diniyyah). Kondisi ini tercipta tidak karena keterpaksaan, tetapi berangkat dari
kesadaran akan nila-nilai religius, yang dipandang penting dan mewarnai aktitas
pemasaran agar tidak terperosok kedalam perbuatan yang dapat merugikan orang lain.
Jiwa seorang syariah marketer meyakini bahwa hukum-hukum syariah yang
teistis atau bersifat ketuhanan ini adalah hukum yang paling adil, paling sempurna,
paling selaras dengan segala bentuk kebaikan, paling mampu mewujudkan kebenaran,
memusnakan kebathilan, dan meyebarluaskan kemashlahatan. Karena merasa cukup
akan segala kesmpurnaan dan kebaikannya, dia rela melakukannya.
Dihati yang paling dalam, seorang syariah marketer mayakini bahwa Allah
SWT. Selalu dekat dan mengawasinya ketika dia sedang melaksanakan segala macam
bentuk bisnis. Diapun yakin bahwa Allah SWT. Akan meminta pertanggungjawaban
dirinya atas pelaksanaan syariat itu pada hari ketika semua orang dikumpulkan untuk
diperlihatkan amal-amalnya (hari kiamat)13.
Seorang syariah marketer akan segara mematuhi hukum-hukum syariah,
dalam segala aktivitasnya sebagai seorang pemasar. Dimulai dari melakuakn strategi
pemasaran, memilah-memilih pasar (segementasi), kemudian memilih pasar mana
yang harus menjadi fokusnya (targeting), hingga menetapkan identitas perusahaan
yang harus senantiasa tertanam dalam benak pelangganya (positioning). Kemudian,
ketika ia harus menyusun taktik pemasaran, apa yang menjadi keunikan dari
perusahaannya dibandingkan perusahaan lain (diferensiasi), begitu juga dengan
marketing mix-nya, dalam mendesain produk, menetapkan harga, penembatan, dan
dalam melakukan promosi, senantiasa dijiwai oleh nilai-nilai religius. Ia harus
senantiasa menempatkan kebesaran Allah SWT diatas segala-galanya. Apalagi
didalam melakukan proses penjualan (selling), yang menjadi tempat seribu satu
macam kesempatan untuk melakukan kecurangan dan menipu, kehadiran nilai-nilai
religius menjadi sangat penting.
13

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Zalzalah/99:7-8. Berikut matan ayatnya :
             

Artinya :
7. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan
melihat (balasan)nya.
8. dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia
akan melihat (balasan)nya pula.

Syariah marketing sangat peduli pula dengan nilai (Value). Syariah marketing
haruslah memiliki value yang lebih tinggi. Ia harus memiliki merek yang lebih baik,
karena bisnis syariah adalah bisnis kepercayaan, bisnis berkeadilan, dan bisnis yang
tidak mengandung tipu muslihat di dalamnya. Service merupakan jiwa dalam bisnis
syariah, sejalan dengan sabda Rasulullah SAW “ Sayyidul qaum khadimuhum”, (yang
bisa dipahami) perusahaan itu adalah pelayanan bagi pelangganya. Dan terakhir,
dalam hal proses internal maupun eksternal yang akan berdampak pada penghantaran
produk atau jasa kepada pelanggan haruslah menjadi kepedulian syariah marketing.
Syariah marketer selain tunduk kepada hukum-hukum syariah juga senantiasa
menjauhi segala larangan-larangan dengan suka rela, pasrah, dan nyaman didorong
oleh bisikan dari dalam, bukan paksaan dari luar. Oleh sebab itu, jika suatu saat hawa
nafsu menguasa dirinya lalu ia melakukan pelanggaran terhadap perintah dan
larangan syariah, misalnya mengambil uang yang bukan haknya, member keterangan
palsu, ingkar janji dan sebagianya, ia akan merasa berdosa, kemudian segara bertobat
dan mensucikan diri dari penyimpangan yang dilakukan. Ia akan memelihara hatinya
agar tetap hidup, dan memancarkan cahaya kebaiakn dalam segala ktifitas bisnisnya.
Hati yang sehat, hati yang hidup adalah hati yang ketika didekati oleh
berbagai perbuatan yang buruk, ia akan menolaknya dan membencinya dengan
spontanitas, dan ia tidak condong sedikitpun. Berbeda dengan hati yang mati, ia tidak
dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk.
Etis (Akhlaqiyyah)
Keistimewaan yang lain dari syariah marketer selain karena tastis
(rabbaniyyah), juga karena ia sangat mengedepankan masalah akhlak (moral, etika)
dalam seluruh aspek kegitannya. Kasus Enron, Worldcom, Global Crossing, serta
beberapa kasus korupsi di Negara kita menunjukan bahwa nilai-nilai etika dan moral
sudah tidak lagi menjadi pedoman dalam berbisnis. Segala cara dihalalkan asal
mendapat keuntungan financial sebesar-besarnya.
Sifat etis ini sebenarnya merupakan turunan dari sifat teistis (rabbaniyyah) di
atas. Dengan demikian, syariah marketing adalah konsep yang sangat
mengedepankan nilai-nilai moral dan etika, tidak peduli apapun agamanya. Karena
nilai-nilai moral dan etika adalah nilai yang bersifat universal yang diajarkan oleh
semua agama.
Rasulullah SAW. Pernah bersabda kepada umatnya, “ Sesungguhnya aku
diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia ”14. Karena itu, sudah sepatutnya
ini bisa menjadi panduan bagi syariah marketer untuk selalu memelihara moral dan
etika dalam setiap tutur kata, prilaku, dan keputusan-keputusannya.
14

Realitistis (al-waqi`iyyah)
Syariah marketing bukanlah konsep yang ekslusif, fanatik, anti modernitas
dan kaku. Syariah marketing adalah konsep pemasaran yang fleksibel, bagimana
keluasan dan keluwesan syariah islamiyyah yang melandasinya.
Syariah marketer bukanlah berarti para pemasar itu harus berpenampilan ala
bangsa arab dengan mengharamkan dasi karena merupak simbol masyarakat barat,
misalnya syariah marketer adalah para pemasar professional dengan penampilan
bersih, rapi dan bersahaja, apapun model dan gaya berpakaian yang dikenakannya.
Mereka bekerja dengan professional dan mengedepankan nilai-nilai religius,
kesalehan, aspek moral, dan kejujuran dalam segala aktivitas pemasarannya.
Ia tidak kaku, tidak ekslusif, tetapi sangat fleksibel dan luwes dalam bersikap
dan bergaul dilingkungan yang sangat heterogen, dengan beragam suku, agama, ras,
ada ajaran yang diberikan oleh Allah SWT dan dicontohkan sendiri oleh Nabi
Muhammad SAW untuk bersikap lebih bersahabat, santun, dan simpatik terhadap
saudara-saudaranya dari umat lain.
Humanistis (al-insaniyyah)
Keistimewaan syariah markting yang lain adalah sifatnya yang humanistis
universal. Pengertian humanistis (al-insaniyyah) adalah bahwa syariah diciptakan
untuk manusia agar derajatnya terangkat, sifat kemanusiaannya terjaga dan
terpelihara, serta sifat-sifat kehewananya dapat terkekang dengan panduan syariah.
Dengan memiliki nilai humanistis ia menjadi manusia terkontrol, dan seimbang
(tawazun), bukan manusia yang serakah, yang menghalalkan segala cara untuk
meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Bukan menjadi manusia yang bisa
bahagia di atas penderitaan orang lain atau manusia yang hatinya kering dengan
kepedulian social.
Syariat islam adalah syariat yang humanistis (al-insaniyyah). Syariat islam
diciptakan untuk manusia sesuai dengan kapasitasnya tanpa menghiraukan ras, warna
kulit, kebangsaan, dan status. Hal inilah yang membuat syariah memiliki sifat
universal sehingga menjadi syariat humanistis universal.
Syariat islam bukanlah syariat bangsa arab, walaupun kanjeng Nabi
Muhammad SAW yang membawanya adalah orang arab. Syariat islam adalah milik
Allah, tuhan bagi seluruh manusia. dia menurunkan kitab yang berisi syariat sebagai
kitab universal, yaitu al-qur`an. Sebagaimana firman-Nya dalam Qur`an Surat AlFurqon/ 25: 115. Dengan membawa syariat tersebut, kanjeng Nabi Muhammad SAW
15

Matan ayatnya sebagai berikut :
         

diutus sebagai rasul universal (Qs. Al-Anbiya/21: 107 dan Qs. Al-A`rof/7:158)16 .
yang dimaksud dengan universal (alamiyyah) adalah seluruh penduduk planet ini
sebagai satu kesatuan yang tidak terpisah.
Diantara dalil-dalil tentang sifat humanistis dan universalitas syariat islam
adalah prinsip ukhuwah insaniyyah (persaudaraan antar sesama manusia). Islam tidak
memedulikan semua factor yang membeda-bedakan manusia; baik asal daerah, warna
kulit, maupun status sosial. Islam mengarahkan seruannya kepada seluruh manusia
bukan kepada sekelompok orang tertentu, atas dasar ikatan persaudaraan antar sesame
manusia.
Mereka semua adalah hamba tuhan yang maha esa, yang telah menciptakan
dan menyempurnakan mereka. Mereka semua anak dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan (Adam dan Hawa). Status mereka sebagai hamba tuhan dan anak
Adam telah mengikatkan tali persaudaraan diantara mereka sebagaimana firman
Allah dalam Qur`an Surat An-nisa/4:117. Oleh karena itu, Rasulullah SAW menyeru

Artinya : Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar
Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.
16
Matan Ayatnya sebagai berikut :
     
Artinya : dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
                   
             
Artinya:
Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, Yaitu Allah yang
mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang
menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang
Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah
Dia, supaya kamu mendapat petunjuk".
17
Matan ayatnya sebagai berikut:
                   
          
Artinya :
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri,
dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan

seluruh umat manusia agar menjalin tali persaudaraan dan tidak saling menggangu.
Prinsip persaudaraan ini dijadikan prinsip utama risalahnya, sampai-sampai ada
riwayat yang menjelaskan bahwa pada setiap akhir sholat, Rasulullah SAW berdoa
dengan doa yang luas, mendalam, dan merangkum seluruh dakwah ini. “ Ya Allah
Tuhan kami dan pemilik segala sesuatu. Aku bersaksi bahwa engakau satu-satunya
Tuhan tidak ada sekutu bagi-MU.Ya Allah ya Tuhan kami tuhan pemilik segala
sesuatu aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-MU dan utusan-MU. Ya
Allah Tuhan kami Tuhan pemilik segala sesuatu. Aku bersaksi bahwa seluruh hambaMU adalah bersaudara ” (HR. Ahmad dari Zaid bin Arqam).
Alangkah indahnya jika doa Rasulullah SAW ini ”…. aku bersaksi bahwa
seluruh hambamu bersaudara” menjadi ciri dan karakter kita semua di segala
interaksi dalam bisnis, dalam bermitra, dalam bersaing secara sehat, dan dalam
membangun kehidupan bermasyarakat yang sudah terlanjur saling curiga (suudhon),
saling benci satu sama lain yang menyebabkan sisi kemanusian kita menjadi hilang.

Metode dan Pendekatan Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode Penelitian dalam Peper ini adalah penelitian pustaka (Library
Research), yaitu penelitian dengan mengumpulkan data dan informasi dengan
bentuan bermacam-macam material yang terdapat di ruangan perpustakkan18.
Secara garis besar kepustakkan di bagi menjadi 3 bagian. Pertama,
Kepustakaan Umum. Yakni perpustakaan yang berwujud buku-buku teks,
dalam hal ini buku-buku agama, ensklopedia, monograph dan sejenisnya.
Kedua, Kepustakaan Khusus, Yaitu kepustakaan yang berwujud jurnal,
bulletin penelitian, tesis, disertasi, microfilm, vcd dan lain-lain yang
merupakan sumber bacaan yang memuat laporan hasil penelitian mengenai
agama dan keberagamamaan. Ketiga, Kepustakaan Cyber. Kepustakaan
global yang terdapat dalam internet dan lain-lain19. Sumber data-data yang
dikumpulkan mencakup data primer dan sekunder.
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
[263] Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam
a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim. di samping itu ada pula yang menafsirkan dari
padanya ialah dari unsur yang serupa Yakni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan.
[264] Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada
orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti :As aluka billah artinya saya bertanya atau
meminta kepadamu dengan nama Allah.
18

Mardalis, Metode Penelitian ; Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta, PT Bumi Aksara,
2008), 28. Selanjutnya ditulis Mardalis, Metode Peneliti.an
19
Syahrin Harahap, Metodologi Studi dan Penelitian Ilmu-Ilmu Ushuluddin, (Jakarta,
Rajawali Press), 89-90

2. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan Metode
Dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengumpulkan
semua sumber data penelitian yang berupa dokumen atau bahan pustaka 20.
Penulis akan berusaha mengumpulkan data selengkap mungkin, baik yang
merupakan data primer maupun data sekunder agar untuk selanjutnya akan
dikaji dan dianalisis pada langkah selanjutnya.
3. Metode Analisis Data
Pengolahan data dilaksanakan dengan metode deskriptif-analisis.
Mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya
mendeskripsikan, mencatat, menganalisis, dan menginterpretasikan kondidikondisi yang sekarang ini terjadi. Dengan kata lain penelitian deskriptif
bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini,
dan melihat kaitan antara variable-variabel yang ada. Penelitian ini tidak
menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesa, melainkan hanya
mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variable-variabel yang
diteliti21.
4. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif. Maksud dari
pendekatan normatif dalam penelitian ini adalah suatu usaha untuk
mengkombinasikan agama (baca Syariah) dengan konsep marketing sehingga
diharapkan adanya sentuhan agama dapat menghasilkan konsep Syariah
Marketing sebagai pedoman para pengusaha muslim pada khususnya dan
manusia pada umumnya.
Kesimpulan
Konsep marketing betapapun telah mapan sebagai cabang pengetahuan bukan berarti
ia luput dari kritikan agama (baca syariah). Marketing yang hanya berorentasi target
uang saja menyebabkan banyak penyimpangan prilaku manusia (baca marketer).
Membohongi konsumen, menjilat ke atas, menginjak kebawah demi target penjualan
dan lain sebagainya adalah hal yang lumrah digunakan, di sinilah pentingnya
sentuhan agama dalam marketing .
Dalam kaitanya dengan syariah marketing, agama senantiasa akan mengkoreksi,
mengkritisi atau bahakan bertolak belakang dengan konsep marketing aslinya. Semua
ini dilakukan demi menghasilkan konsep marketing yang bisa dijadikan panduan
bagi pengusaha muslim pada khususnya dan manusia pada umumnya, terlebih dalam
menghadapai era persaingan global seperti sekarang.

20
21

Mardalis, Metode Penelitian, 28
Mardalis, Metode Penelitian, 26

Bibi
Al Baghowi , Abu Muhammad Husain bin Mas`ud, Tafsir Al-Baghowi, Saudi: Percetakan
Malik Fahd, 1997

Al-Ghazaliy , Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad, al-mustashfa fi
`ilmi al-ushul, Bairut : Dar al-kutub al-alamiyyah, 1413 H
Al-Hamiriy , Abdul Malik bin Hisyam bin Ayub , Sirah ibn Hisyam, Bairut;
Dar al-ma`rifat, tt
As-As`Diy, Abdurahman bin Nasir, Risalah lathif fi `ilmi al-fiqh, Maktab
Misykat Al-Islamiyyah, tt
At-Thobariy, Muhammad bin Jarir, Tafsir At-Thabariy, Saudi, Percetakan Malik
Fahd, 2000
C Torrey, Commercial-Theological Term In The Koran, Laeden: A
Dissertation Doctor Of Philosopi at The University of Strasburg, 1892
Harahap, Syahrin, Metodologi Studi dan Penelitian Ilmu-Ilmu Ushuluddin,
Jakarta: Rajawali Press
Hermawan Kertajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing,
Bandung: Penerbit Mizan, 2006
Kotler,
Philip, Marketing Managemen, Edisi Indonesia; Prinsip-Prinsip
Manajemen, Jakarta: Erlangga, 2001
Lings, Martin, Muhammad: His Life Based on the Earliest, United Kingdom:
The Islamic texts society, 1991
Manzur, Ibn, Lisan al-Arab, Bairut : Dar Ihya` Al-Turast al-Arabi, 1997

Mardalis, Metode Penelitian ; Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2008
Muhmmad bin Abdul Wahab, Mukhtashar Sirah Rasulullah Sholullahu alaihi
Wasalam, Saudi: Lembaga Urusan Agama, Wakaf dan Dakwah Islam Kerajaan
Arab Saudi, cet 1, 1418 H
Qohaf, Munzir, Al-Nushush Al-Iqtishodiy Min Al-Qur`An Wa Al-Sunnah,
Saudi: Markaz Jamiah Al-Malik Abd Al Azis
Sabiq , Sayid, Fiqh as-Sunnah, Bairut: Dar Al-Fikr, Cet III, 1981
Jurnal
Jafari, Aliakbar. "Islamic marketing: insights from a critical perspective."
Journal of Islamic Marketing 3.1 (2012): 22-34.
Sandikci, Özlem. "Researching Islamic marketing: past and future
perspectives." Journal of Islamic Marketing 2.3 (2011): 246-258.
Syed Ali Husain, “What Is Islamic Marketing” Global Journal of
Management and Business Research (2011): 1-4