Penjelasan Umum tentang sama Syirkah

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam bertansaksi kepada sesama manusia Islam memberikan
kebebasan yang seluas- luasnya asalkan tidak mengandung sifat maysir,
ghoror, dan riba. Untuk transaksinya sendiri Islam telah memiliki
beberapa akad yang diperbolehkan untuk mengaplikasikannya, salah satu
transaksinya adalah akad Syirkah. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
sendiri telah membahas tentang akad Syirkah pada buku ke dua tentang
bab akad. Banyaknya umat muslim yang belum mengetahui bagaimana
seharusnya menjalankan syirkah atau perkongsian dalam memenuhi
kebutuhan hidup di dunia ini yang sesuai dengan tuntunan syari’at.
Sehingga dalam makalah ini penulis ingin membahas tentang akad syirkah
guna untuk memberikan sebuah pemahaman kepada para pembaca
makalah ini. Karena pada zaman sekarang ini banyak orang-orang muslim
yang menjalankan sistem syirkah atau perkongsian dengan mengikuti tata
cara orang eropa atau barat yang belum tentu sesuai dengan apa yang
diajarkan oleh syari’at.
Pada makalah kali ini penulis akad membahas syirkah yang
terdapat pada KHES, prinsip syirkah atau bagi hasil dalam KHES
mencakup syirkah amwal, syirkah abdan, dan syirkah wujuh.

B. Rumusan Masalah
Melihat dari latar belakang yang telah disampaikan diatas maka
penulis mengajukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1) Apa Pengertian syirkah?
2) Bagaimana hukum tentang syirkah?
3) Sebutkan syarat dan rukun Syirkah!
4) Sebutkan dan jelaskan macam- macam syirkah dalam Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah!
5) Bagaimana cara mengakhiri Syirkah?
6) Bagaimana Implementasi Syirkah dalam Konteks Modern?
C. Tujuan Penulisan

1

Pada makalah kali ini penulis bertujuan agar pembaca dapat
mengetahui dan mengenal lebih :
1) Pengertian dari syirkah
2) Landasan hukum tentang syirkah
3) Syarat dan Rukun Syirkah
4) Macam- macam syirkah yang dibahas di Kompilasi hukum

Ekonomi Syariah
5) Cara mengakhiri Syirkah?
6) Implementasi Syirkah dalam Konteks Modern

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syirkah
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilah yang artinya campur
atau pencampuran. Demikian dinyatakan oleh Taqiyadun. Maksud

2

pencampuran disini ialah seseprang mencampurkan hartanya dengan harta
orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.
Menurut istilah, yang dimaksud dengan syirkah, para fuqaha
berbeda pendapat sebagai berikut:
a) Sayyid Sabiq,
Akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan
keuntungan.
b) Muhammad al-Syarbini al-Khatib

Ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih dengan cara
yang masyhur (diketahui).
c) Syihab al-Din al-Qalyubi wa Umaira
Penetapan hak pada sesuatu bagi dua orang atau lebih.
d) Idris Ahmad
Syirkah sama dengan syarikat dagang, yakni dua orang atau lebih
sama-sama berjanji dan akan bekerja sama dalam dagang, dengan
menyerahkan modal masing-masing, dimana keuntungan dan
kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masingmasing.
Setelah diketahui definisi syirkah menurut para ulama, kiranya
dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah kerja sama
antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan
kerugiannya di tanggung bersama.1 Pengertian syirkah diatas hampir sama
dengan pengertian syirkah di dalam KHES pada bab 2 tentang akad pasal
20 yaitu Syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal
permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihakpihak yang berserikat.2
B. Hukum Syirkah

1 Hendi Suhendi H, Fiqh Muamalah, Jakarta:Rajawali Pers, 2010, hlm. 125

2 Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Cetakan pertama. Jakarta, 2003, hlm
10

3

Syirkah merupakan salah satu produk transaksi yang diperbolehkan
dalam Islam. Landasan hukum syirkah sendiri telah tertera di dalam AlQuran, Al- Hadist, dan juga ijma’.
1) Dalil Al- Quran
Dalam Q.S. Shad ayat 24

‫ضللهه م ل‬
‫ى‬
‫ن ْال م ه‬
‫ن ْك لغثيررا ْ غ‬
‫خل لط لللاَغء ْل لي لب مغغلليِ ْب لعم ه‬
‫ولإ غ ن‬
‫م ل‬
‫م ْع لللل ى‬
‫ت‬
‫حاَ غ‬

‫مهنللوُا ْولع ل غ‬
‫ض ْإ غنل ْانللل غ‬
‫صللاَل غ ل‬
‫ن ْآ ل‬
‫مهلللوُا ْال ن‬
‫ذيِ ل‬
‫ب لمعلل ض‬
‫ل‬
‫ولقلغلي ل‬
‫فلر‬
‫ست لغم ل‬
‫ه ْلفاَ م‬
‫ماَ ْفلت لنناَ ه‬
‫ن ْلداهووهد ْأن ن ل‬
‫ماَ ْهه م‬
‫ل ْ ل‬
‫م ولظ ل ن‬
‫خنر ْلراك غرعاَ ْولأ للناَ ب‬
‫ه ْول ل‬
‫لرب ن ه‬


Artinya:
“Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu

sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan beramal soleh dan amat sedikitlah
mereka ini”.3

2) Dalil Al- Hadist

‫صلليِ ْعللن‬
‫صي م غ‬
‫م غ‬
‫ملل ه‬
‫م ل‬
‫حلل ن‬
‫ل‬
‫د ْبللن ْ ه‬
‫سللهليماَن ْال ل‬
‫ح ن‬

‫ن ْ ه‬
‫د ْث للل ل‬
ِ،‫ه‬
‫ِ ْعن ْابي م غ‬،‫م‬
‫حنياَ ل‬
‫ن ْعن ْا ْبيِ ْ ل‬
‫رقاَ ل‬
‫م ل‬
‫ح ن‬
‫ه‬
‫مداللزب م غ‬
‫ن ْالتي م غ‬
‫لثِا ال ل‬
‫ن‬
‫ ْالناَ ْث ل غ‬:ْ ‫ه ْقاَل‬
‫عن ْابيِ ْههلريِ ملرةَ لرفلعل ه‬
‫شرميِكْي م غ‬
‫ت‬
‫ه ْ ل‬
‫ُ ْفلللإَذ ْ ل‬,‫ه‬

‫م ْيِ ل ه‬
‫صاَ غ‬
‫خلر م‬
‫ن ْا ل ل‬
‫جل ه‬
‫خللاَن ل ه‬
‫حب ل ه‬
‫حد ههه ل‬
‫ماَ ْل م‬
‫ل‬
‫ماَ ْ ل‬
‫خ م‬
َ‫ما‬
‫غ‬
‫ن ْب لي من غهغ ل‬
‫م م‬

4

Artinya : “Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi SAW.


Bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT.
Berfirman,”Aku adalah yang ketiga pada dua orang yang
bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak menghianati
3 Al-Qur'an dan Terjemahannya, Departemen Agama, Semarang: Toha Putera, 1989;

‫ِ ْص‬،‫ِ ْالمكْتبة ْالعصريِة‬،‫ِ ْسنن ْأبيِ ْداود‬،ِ‫ِ ْسليماَن ْبن ْالشأعت ْالسجستاَني‬،‫ ْالزأدي‬4
256
4

temannya, aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila
seseorang menghianatinya.” (HR. Abu Daud dan Hakim dan
menyahihkan sanadnya)
3) Ijma’
Umat Islam sepakat bahwa syirkah dibolehkan. Hanya saja,
mereka berbeda pendapat tentang jenisnya.5
C. Syarat dan Rukun Syirkah
Rukun syirkah diperselisihkan oleh para ulama. Menurut ulama
Hanafiyah bahwa rukun syirkah ada dua, yaitu ijab dan qabul atau
bahasa lainya adalah akad. Akad yang menentukan adanya syirkah.

Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut Hanafiyah
dibagi menjadi empat bagian berikut ini :
1. Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik
dengan harta maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini
terdapat dua syarat yaitu a) yang berkenaan dengan benda yang
diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan, b) yang
berkenaan dengan keuntungan yaitu pembagian keuntungan harus
jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah,
sepertiga dan yang lainnya.
2. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta). Dalam hal
ini terdapat dua perkara yang harus dipenuhi a) bahwa modal yang
dijadikan objek akad syirkah

adalah

dari

alat

pembayaran


(nuqud) seperti Riyal, dan Rupiah b) yang dijadikan modal
(harta pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan baik jumlahnya
sama maupun berbeda.
3. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadhah bahwa
dalam mufawadhah disyaratkan a) modal (pokok harta) dalam
syirkah mufawadhah harus sama b) bagi yang bersyirkah ahli
untuk kafalah c) bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan
syirkah

umum, yakni pada semua macam jual beli atas

perdagangan.

5 H. Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001, hlm. 185

5

4. Adapun syarat-syarat yang bertalian dengan syirkah inan sama
dengan syarat-syarat syirkah mufawadhah.
Menurut ulama mazhab Malikiyah syarat-syarat bertalian yang
bertalian dengan orang yang melakukan akad ialah merdeka, baligh
dan pintar. Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnya
hanyalah syirkah inan sedangkan syirkah yang lainnya batal.
Dijelaskan pula oleh Abd al-Rahman al-Jaziri bahwa rukun
syirkah adalah dua orang yang berserikat, subyek dan objek akad
syirkah baik harta maupun kerja. Syarat-syarat syirkah dijelaskan oleh
Idris Achmad berikut ini :
1. Mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan izin masingmasing

anggota

serikat

kepada

pihak

yang

akan

mengendalikan harta itu.
2. Anggota serikat itu saling mempercayai sebab masing-masing
mereka adalah wakil yang lainnya.
3. Mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak
masing-masing baik berupa mata uang maupun bentuk yang
lainnya.6
D. Macam- Macam Syirkah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
Syirkah secara garis besar terbagi atas dua jenis yaitu syirkah hak
milik (syirkah al-amlak) dan syirkah transaksi (syirkah al-uqud). Syirkah
hak milik adalah syirkah terhadap zat barang, seperti syirkah dalam suatu
zat barang yang diwarisi oleh dua orang atau yang menjadi pembelian
mereka atau hibah bagi mereka. Adapun syirkah transaksi adalah syirkah
yang objeknya adalah pengembangan hak milik. Syirkah transaksi bisa
diklasifikasikan menjadi lima macam yaitu ‘inan, ‘abdan, mudharabah,
wujuh dan mufawadhah.7
Dalam KHES pasal 134 dan 135 menyebutkan bahwa syirkah dapat
dilakukan dalam bentuk syirkah amwal, syirkah abdan, dan syirkah wujuh.
6 Deni Setiawan, kerja sama (syirkah) dalam ekonomi Islam, Jurnal Ekonomi, Volume 21, No 3
September 2013, Hlm. 4
7Ibid, Hlm 5

6

Sedangkan Syirkah amwal dan syirkah abdan dapat dilakukan dalam bentuk
syirkah ‘inan, syirkah mufawwadhah, dan syirkah mudharabah.
Berikut ini merupakan penjelasan tentang syirkah- syirkah tersebut
diatas :
1. Syirkah ‘Inan
Syirkah ’inân adalah persekutuan modal antara dua pihak untuk
menjalankan usaha. Apabila usahanya memperoleh keuntungan, maka
akan dibagi diantara keduanya. Dalam hal ini tidak menyaratkan
adanya kesamaan modal, tasyarruf dan pembagian keuntungan. Modal
salah satu pihak boleh lebih besar dari pihak lainnya, begitupula
dalam

hal

tanggung jawabnya.

Kebolehan kesamaan

pembagian

keuntungan seperti halnya kebolehan perbedaannya berdasarkan atas
kesepakatan diantara

mereka. Menurut

Zuhaily,

Syirkah ’inân

hukumnya boleh secara ijma’. Adapun perbedaanya terdapat pada
syarat-syaratnya sebagaimana pada penamaannya.8
2. Syirkah Abdan
Syirkah ‘abdan disebut juga dengan syirkah a’mal atau
syirkah sana’i. Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua orang atau
lebih dengan masing-masing pihak hanya menyerahkan kontribusi
berupa tenaga atau keahlian tanpa investasi modal. Umumnya syirkah
seperti ini terdapat pada pekerjaan yang membutuhkan keahlian
khusus seperti dokter dan konsultan. Menurut Imam mazhab
Hanafi, Maliki dan Hanbali keahlian yang disertakan tidak harus sama
dalam membentuk suatu syirkah.
3. Syirkah Mudhorobah
Syirkah mudharabah disebut juga dengan qiradh. Syirkah ini
terbentuk antara dua belah

pihak

dimana

pihak

pertama

menyerahkan keseluruhan modal (shahib almal) dan pihak kedua
adalah orang

yang mengelola modal tersebut (mudharib). Dalam

syirkah ini keuntuntungan akan dibagi sesuai proporsi yang telah
8 Burhanuddin Susamto, Pendapat Al- Mazahib Al- Arba’ah tentang Bentuk Syirkah dan
Aplikasinya dalam Perseroan Modern, De Jure, Jurnal Syariah Dan Hukum, Volume 6 No 1, Juni
2014, Hlm 16

7

disepakati oleh dua belah pihak. Sedangankan kerugian dalam syirkah
ini akan di tanggung oleh pemodal selama itu bukan kelalaian dari
pengelola. 9
4. Syirkah Wujuh
Syirkah wujûh yaitu pembelian yang dilakukan oleh dua
orang

atau

lebih

menggantungkan

tanpa menggunakan

pada kepercayaan

modal

melainkan

dan keahliannya dalam

berdagang. Syirkah antara mereka ialah untuk mencari keuntungan
yaitu syirkah melalui kesepakatan tanpa profesi maupun harta.
Menurut Hanafiyah dan Hanabilah syirkah wujûh hukumnya boleh
karena mengerjakan suatu pekerjaan boleh hukumnya. Masingmasing yang terikat perjanjian boleh berbeda kepemilikan terhadap
sesuatu yang ditransaksikan.

Adapun apabila

memperoleh

kuntungan,

diantara

sesuai porsi

maka

akan dibagi

keduanya

(konstribusi) masing-masing dalam kepemilikan. Namun Syafi‟iyah
danMalikiyah membatalkannya, karena suatu syirkah sesungguhnya
terkait dengan harta dan pekerjaan. Ibnu Rusy dalam kitab Bidâyah
Al-Mustahid:

Nihâyah

al-Muqtashid menyatakan bahwa

syirkah

wujûh merupakan bentuk jaminan kepada pelaku usaha yang tidak
memiliki modal. Kemudian ia mengutip Imam Malik dan Syafi ‟I
yang menyatakan bahwa syirkah harus terkait dengan harta dan
pekerjaan. Tanpa adanya kedua unsur tersebut dalam masalah syirkah
dapat

menimbulkan gharâr.

masingmasing

pihak

saling

Dikatakan
bertukar

demikian

pekerjaan

karena

tanpa adanya

pembatasan profesi dan kekhususan pekerjaan.10
5. Syirkah Mufawadhoh
Syirkah mufawadhah adalah antara dua syirkah atau pengabungan
antara beberapa syirkah sekaligus. Misalnya seseorang memberikan
modal untuk dua orang insiyur dengan tujuan membangun rumah
9 Opcit, Deni Setiawan, kerja sama (syirkah) dalam....Hlm 5
10 Opcit, Burhanuddin Susamto, Pendapat Al- Mazahib Al- Arba’ah...Hlm 16

8

untuk di jual. Kedua orang insyur akan bekerja sekaligus akan
mendapatkan rumah sebagai keuntungan seperti yang telah disepakati
di awal. Dalam hal ini terdapat pengabungan antara syirkah ‘inan,
‘abdan, mudharabah dan wujuh.11
E. Cara Mengakhiri Syirkah
Menurut Ahmad Azhar Basyir terdapat enam penyebab utama
berakhirnya syirkah yang telah diakadkan oleh pihak-pihak yang
melakukan syirkah, yaitu :
1) Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal dimana jika salah
satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak
yang lainnya. Hal ini disebabkan syirkah adalah akad yang terjadi
atas dasar rela sama rela dari kedua belah pihak yang tidak
ada kemestian untuk dilaksanakan apabila salah satu pihak tidak
menginginkannya lagi.
2) Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf
(keahlian mengelola harta) baik karena gila ataupun karena alasan
lainnya.
3) Salah satu pihak meninggal dunia. Tetapi apabila anggota syirkah
lebih dari dua orang yang batal hanyalah yang meninggal saja.
Syirkah berjalan terus pada anggota-anggota yang masih hidup.
Apabila ahli waris anggota yang meninggal menghendaki turut
serta dalam syirkah tersebut maka dilakukan perjanjian baru
bagi ahli waris yang bersangkutan.
4) Salah satu pihak ditaruh dibawah pengampuan. Pengampuan yang
dimaksud di sini baik karena boros yang terjadi pada waktu
perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.
5) Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi
atas harta yang menjadi saham syirkah. Pendapat ini dikemukakan
oleh Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali. Hanafi berpendapat
bahwa keadaan bangkrut itu tidak membatalkan perjanjian yang
dilakukan oleh yang bersangkutan.

11 Opcit, Deni Setiawan, kerja sama (syirkah) dalam....Hlm 6

9

6) Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas
nama Syirkah. Bila modal tersebut lenyap sebelum terjadi
percampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi yang
menanggung resiko adalah para pemilikya sendiri. Apabila harta
lenyap setelah terjadi percampuran yang tidak bisa dipisahpisahkan lagi menjadi resiko bersama. Kerusakan yang terjadi
setelah dibelanjakan menjadi resiko bersama. Apabila masih ada
sisa harta Syirkahmasih dapat berlangsung dengan kekayaan yang
masih ada.12
F. Implementasi Syirkah dalam Konteks Modern
Syirkah merupakan praktik muamalah masa jahiliyah yang diadopsi
ke dalam Islam. Dalam fiqh Islam, hukum asal dari syirkah adalah boleh.
Landasan syariat

kebolehan syirkah terdapat dalam kitab al-Qur‟an, as

Sunnah dan ijma’. Kebolehan syirkah dapat dikembangkan ke dalam berbagai
bentuk berdasarkan ijtihad sebagaimana dicontohkan oleh para fuqaha. Setelah
merujuk para nashnash syara’, pendapat para fuqaha dapat dijadikan referensi
untuk pengembangan konsep syirkah dan implementasinya dalam konteks
modern.
Untuk mengimplentasikan bentuk-bentuk syirkah diperlukan langkahlangkah

tertentu, yaitu

persekutuan

turut

pertama, pastikan apakah masing-masing peserta

menjalankan perusahaan

atau

tidak. Apabila

mereka

keseluruhan turut menjalankan perusahaan secara langsung, maka akad yang
digunakan adalah

musyârakah.

Jika

akad

musyârakah (syirkah)

yang

digunakan untuk mendirikan perusahaan, maka kemungkinan modal yang
disertakan masing-masing pihak dapat berwujud: (a) Apabila modal yang
disertakan masing-masing pihak berupa uang yang jumlahnya sama (Rp. X dan
Rp. X) maka akad yang digunakan syirkah mufawadhah; (b) Apabila modal
yang disertakan masing-masing pihak berupa uang dengan jumlah yang
berbeda (Rp. X dan Rp. Y), maka akad yang digunakan syirkah ’inan; (c)
12 Opcit, Deni Setiawan, kerja sama (syirkah) dalam....Hlm 7

10

Apabila modal yang disertakan masing-masing pihak berupa pekerjaan (ala’mal), maka akad yang digunakan syirkah ’abdan; (d) Apabila masingmasing pihak menjalankan usaha tanpa modal melainkan sebatas reputasi/
kepercayaan, maka akad yang digunakan adakah syirkah wujuh.
Kedua, apabila yang menjalankan perusahaan hanya pihak yang
menyertakan tenaga (mudhârib), sedangkan pihak yang menyertakan modal
harta (shâhib al-mâl) tidak ikut serta dalam menjalankan perusahaan, maka
akad yang digunakan adalah mudhârabah. Dalam hal ini perlu dipahami,
bahwa meskipun
mereka tetap

mudhârib hanya menyertakan tenaga, namun kedudukan

sebagai

pemilik

perusahaan.

Dikatakan demikian,

karena

mudhârib mendapatkan keuntungan bukan dari upah mengupah (‘ujrah),
melainkan dari bagi hasil persekutuan. Sedangkan pemberian upah (gaji), hanya
berlaku bagi pekerja (karyawan) yang mengikatkan diri dengan perusahaan
melalui akad ijârah.
Untuk membentuk perusahaan persekutuan berskala kecil, masingmasing syirkah biasanya digunakan sendiri-sendiri secara terpisah. Sedangkan
untuk mendirikan perusahaan persekutuan berskala besar yang membutuhkan
adanya hubungan perikatan hingga pada tingkat kerumitan tertentu, maka
masing-masing syirkah tersebut boleh dipadukan satu dengan yang lainnya.
Karena dalam setiap syirkah yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula
ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. Bahkan untuk menjalin
hubungan perikatan antara perusahaan dengan

pihak

karyawan

(pekerja),

dibolehkan menggunakan akad lain di luar syirkah itu sendiri. Misalnya
setelah para pengusaha sepakat membentuk perusahaan persekutuan, mereka
dibolehkan untuk mengangkat karyawan sebagai pekerja. Dalam pengangkatan
karyawan, akad yang digunakan oleh perusahaan bukan lagi syirkah dengan
sistem bagi hasil, melainkan ijarâh dengan sistem gaji (’ujrah). Namun perlu
diketahui, bahwa antara pemilik

perusahaan yang

11

satu dengan pemilik

perusahaan

yang

lainnuya, secara

hukum

tetap

dibolehkan

melakukan

persekutuan (syirkah).13

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilah yang artinya campur atau
pencampuran. Sedangkan menurut KHES adalah kerjasama antara dua
orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau
kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan
berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat.
2. Syirkah merupakan salah satu produk transaksi yang diperbolehkan
dalam Islam. dalil tentang syirkah terdapat dalam Dalam Q.S. Shad
ayat 24 yang artinya “Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang
yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian
yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh dan
amat sedikitlah mereka ini”. Dan terdapat pula dalil dari hadist yang
artinya : “Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi SAW.
Bahwa

Nabi

SAW.

Bersabda,

“Sesungguhnya

Allah

SWT.

Berfirman,”Aku adalah yang ketiga pada dua orang yang bersekutu,
selama salah seorang dari keduanya tidak menghianati temannya, aku
akan

keluar

dari

persekutuan

tersebut

apabila

seseorang

menghianatinya.” (HR. Abu Daud dan Hakim dan menyahihkan
sanadnya)
13Opcit, Burhanuddin Susanto, Pendapat Al- Mazhahib Al- Arba’ah......Hlm 18

12

3. Rukun syirkah ada dua, yaitu ijab dan qabul. Sedangkan syarat-syarat
syirkah dijelaskan oleh Idris Achmad berikut ini :
a) Mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan izin masing-masing
anggota serikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu.
b) Anggota serikat itu saling mempercayai sebab masing-masing
mereka adalah wakil yang lainnya.
c) Mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak
masing-masing baik berupa mata uang maupun bentuk yang
lainnya.
4. Syirkah secara garis besar terbagi atas dua jenis yaitu syirkah hak
milik (syirkah al-amlak) dan syirkah transaksi (syirkah al-uqud).
Syirkah transaksi bisa diklasifikasikan menjadi lima macam yaitu
‘inan, ‘abdan, mudharabah, wujuh dan mufawadhah.
5. Terdapat enam penyebab utama berakhirnya syirkah yang telah
diakadkan oleh pihak-pihak yang melakukan syirkah, yaitu :
a) Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal dimana jika
salah

satu

pihak

membatalkannya

meskipun

tanpa

persetujuan pihak yang lainnya.
b) Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf
(keahlian mengelola harta)
c) Salah satu pihak meninggal dunia
d) Salah satu pihak ditaruh dibawah pengampuan
e) Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa
lagi atas harta yang menjadi saham syirkah.
f) Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas
nama Syirkah.
6. Untuk mengimplentasikan

bentuk-bentuk syirkah

diperlukan

langkah-langkah tertentu, yaitu pertama, pastikan apakah masingmasing peserta persekutuan

turut

menjalankan perusahaan

atau

tidak, Kedua, apabila yang menjalankan perusahaan hanya pihak
yang

menyertakan tenaga

(mudhârib),

sedangkan

menyertakan modal harta (shâhib al-mâl) tidak ikut
menjalankan

perusahaan, maka

mudhârabah.
B. Saran
13

akad

yang

pihak

yang

serta

dalam

digunakan

adalah

Diharapkan kepada pembaca setelah membaca dan memahami makalah ini
agar dapat mengamalkan ilmu yang didapat di makalah ini dan dapat
mengamalkan produk syirkah yang berkonsep Islam ini di kalangan masyarakat
dibandingkan memakai produk kerjasama Non Islami yang mengandung unsur
riba, ghoror, dan maysir.
Selanjutnya karena penulis hanya manusia biasa yang tidak terlepas dari
salah dan khilaf maka penulis masih sangat mengharapkan saran dan kritik dari
teman-teman yang berpartisipasi dalam membaca makalah ini. Semoga
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

14

Daftar Pustaka

ِ‫ِ ْسللنن ْأبللي‬،ِ‫ِ ْسليماَن ْبللن ْالشأللعت ْالسجسللتاَني‬،‫الزأدي‬
.‫ِ ْالمكْتبة ْالعصريِة‬،‫داود‬
Al-Qur'an dan Terjemahannya, Departemen Agama, Semarang: Toha Putera,
1989;
Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Cetakan pertama.
Jakarta, 2003.
Susamto, Burhanuddin, Pendapat Al- Mazahib Al- Arba’ah tentang Bentuk
Syirkah

dan Aplikasinya dalam Perseroan Modern, De Jure, Jurnal

Syariah Dan

Hukum, Volume 6 No 1, Juni 2014.

Setiawan, Deni, kerja sama (syirkah) dalam ekonomi Islam, Jurnal Ekonomi,
Volume 21, No 3 September 2013.
Suhendi H, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta:Rajawali Pers, 2010.
Syafe’i, H. Rachmat, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001.

15