BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biskuit - Analisis Energi dan Protein Serta Uji Daya Terima Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biskuit

  Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Produk ini merupakan produk kering yang memiliki kadar air rendah. Saksono (2012) menyatakan bahwa berdasarkan data asosiasi industri, tahun 2012 konsumsi biskuit diperkirakan meningkat 5%-8% didorong oleh kenaikan konsumsi domestik. Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

  Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik bayi hingga dewasa namun dengan jenis yang berbeda-beda. Namun, biskuit komersial yang beredar di pasaran memiliki kandungan gizi yang kurang seimbang. Kebanyakan biskuit memiliki kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi, sedangkan kandungan protein yang relatif rendah. Biskuit merupakan jenis kue kering yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Konsumsi rata-rata kue kering di kota besar dan pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun (Subagjo, 2007).

  Secara umum bahan pembuatan biskuit adalah tepung terigu biasanya biskuit hanya mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak dan sedikit mengandung zat gizi lainnya seperti zat fosfor, kalsium dan zat besi. Adanya teknologi fortifikasi diharapkan biskuit tidak lagi sekedar makanan ringan yang

  1 mengandung zat gizi makro saja. Melalui penambahan tepung labu kuning dan ikan lele dalam pembuatan biskuit diharapkan dapat meningkatkan kandungan gizi biskuit, terlebih terhadap kandungan energi dan protein.

  Biskuit yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara umum di Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992

  No Kriteria Uji Klasifikasi

  1. Air Maksimum 5%

  2. Protein Minimum 9%

  3. Lemak Minimum 9.5%

  4. Karbohidrat Minimum 70%

  5. Abu Maksimum 1.6%

  6. Logam berbahaya Negatif

  7. Serat kasar Maksimum 0,5%

  8. Kalori (kal/100 gr) Minimum 400

  9. Bau dan rasa Normal

  10. Warna Normal Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992).

2.1.1 Jenis dan Kandungan Gizi Biskuit

  Menurut SNI 01-2973-1992, biskuit diklasifikasikan dalam 4 jenis yaitu biskuit keras, crackers, cookies, dan wafer. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, apabila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak yang tinggi atau rendah.

  Crackers merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah ke rasa asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampangan potongannya berlapis-lapis.

  Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan apabila dipatahkan penampangannya bertekstur kurang padat. Sementara wafer merupakan biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah, dan jika dipatahkan penampang potongannya berongga- rongga serta banyak dikonsumsi oleh kalangan masyarakat mulai dari balita, anak sekolah dan orang tua.

  Berbagai penelitian mengenai pengaruh penambahan berbagai jenis tepung dalam pembuatan biskuit telah banyak dilakukan antara lain: Penelitian Utami (2012) yang berjudul pengaruh penambahan tepung pisang kepok terhadap daya terima biskuit sebagai alternatif makanan tambahan anak sekolah, pada pembuatan biskuit, kandungan kalsium dan tiamin meningkat setelah dilakukan penambahan tepung pisang kepok.

Tabel 2.2 Kandungan Gizi Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Pisang Kepok per 100 gram Kandungan Gizi Biskuit Biskuit Biskuit dengan Biskuit dengan dengan dengan Penambahan Penambahan No Zat Gizi

  Penambahan Tepung Tepung Pisang Tepung Pisang Tepung Pisang Terigu Kepok 25% Kepok 45% Kepok 65%

  1. Kalori (kkal) 484,90 482,30 480,20 478,10

  2. Karbohidrat(gr) 73,34 75,00 76,30 77,61

  3. Protein (gr) 7,41 6,64 6,02 5,40

  4. Lemak (gr) 19,36 19,34 19,32 19,30

  5. Serat (gr) 1,44 1,35 1,27 1,20

  6. Kalsium (mg) 54,07 56,31 58,11 58,89

  Selain itu, penelitian Ginting (2009), yang berjudul pemanfaatan ubi jalar orange sebagai bahan pembuat biskuit untuk alternatif makanan tambahan anak sekolah dasar di Desa Ujung Bawang Kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun. Zat gizi biskuit dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.3 Komposisi Gizi Biskuit Ubi Jalar Orange dalam 100 gram No. Zat Gizi Kadar

  1. Energi (kal) 320,00

  2. Protein (g) 5,00

  3. Lemak (g) 7,00

  4. Karbohidrat (g) 50,10

  5. Serat (g) 6,00

  6. Fosfor (mg) 47,60

  7. Natrium (mg) 550,00

  8. Calsium (gr) 198,00

  9. Vitamin A(mgc) 6.350,00

  10. Vitamin B1 (mg) 0,08

  11. Vitamin B2 (mg) 0,06

  12. Vitamin C (mg) 25,00

  Selanjutnya penelitian Febrina (2012), yang berjudul pengaruh penambahan tepung wortel terhadap daya terima dan kadar vitamin A pada biskuit. Berdasarkan penambahan tepung wortel terlihat peningkatan kandungan vitamin A.

Tabel 2.4 Kandungan Zat Gizi Biskuit dengan Penambahan Berbagai Variasi Tepung Wortel per 100 gr

  Kandungan Gizi Biskuit Biskuit Biskuit Biskuit dgn No Zat Gizi Penambahan Penambahan Penambahan Tepung Tepung Wortel Tepung Wortel Tepung Terigu 5% 15% Wortel 25%

  1 Energi (kkal) 505,90 498,60 498,60 469,10

  2 Karbohidrat (gr) 71,50 69,60 66,20 62,70

  3 Protein (gr) 7,20 7,11 7,04 7,28

  4 Lemak (gr) 21,60 21,50 21,50 21,50

  5 Serat (gr) 6,93 7,54 8,78 10,10

  6 Vitamin A (RE) 900,80 909,20 925,90 942,70

2.1.2 Bahan-Bahan Pembuat Biskuit

  Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material). Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk, putih telur, sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening), bahan pengembang, dan kuning telur (Faridah, 2008). Bahan-bahan pembuatan biskuit terdiri dari :

  1. Tepung terigu Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan memengaruhi proses pembuatan adonan, fungsi tepung adalah sebagai struktur biskuit. Sebaiknya dalam pembuatan biskuit menggunakan tepung terigu protein rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata.

  Tepung terigu merupakan bahan dasar utama dalam segala jenis roti, kue kering, mie, biskuit, dan spaghetti serta mempunyai peranan yang penting dan beragam bergantung pada sifat turunannya, kondisi tumbuh dan pemanenan. Nilai gizi makanan asal gandum ini tergantung pada susunan kimi tepung murni pada bahan dasarnya (Harris, 1989).

  Bahan pokok dalam pembuatan biskuit adalah tepung terigu. Dipasaran saat ini paling tidak ada 3 macam produk tepung terigu yaitu tepung terigu dengan kandungan proteinnya 13-13%, tepung terigu dengan kandungan proteinnya 9-11%, dan tepung terigu dengan kandungan proteinnya 7-9%. Selama pengolahan biskuit menggunakan 100% tepung terigu. Perlu dikaji bahan baku yang digunakan untuk biskuit tidak hanya berasal dari tepung terigu saja, melainkan disubtitusikan (Rukmana, 1997).

  2. Gula Gula merupakan senyawa organik yang penting sebagai bahan makanan, karena gula didalam tubuh sebagai sumber kalori. Disamping sebagai bahan makanan gula digunakan pula sebagai bahan pengawet makanan, bahan baku alkohol dan pencampur obat-obatan. Gula merupakan senyawa kimia termasuk karbohidrat yang memiliki rasa manis dan larut dalam air (Anonim, 1991).

  Fungsi gula yang digunakan memberikan pengaruh terhadap tekstur dan warna kue kering. Penggunaan gula yang tinggi dapat menyebabkan adonan keras dan regas (mudah patah), daya lekat adonan tinggi, adonan kuat dan setelah dipanggang bentuk kue kering menyebar.

  Gula dapat berfungsi untuk memberikan rasa manis, ada beberapa gula yang dapat ditambahkan pada produk makanan diantaranya adalah sukrosa. Sukrosa merupakan senyawa disakarida. Secara komersial, sukrosa diproduksi dari tebu dan bit. Berat molekul sukrosa : 342,30 titik cairnya 186

  C.

  3. Telur Telur yang dipakai pada pembuatan kue kering bisa kuning telur, putih telur atau keduanya. Kue yang menggunakan kuning telur saja akan lebih empuk, sebaliknya bila menggunakan putih telur untuk memberi kelembaban, nilai gizi sekaligus membangun struktur kue. Telur juga sering dipakai untuk memoles dan untuk mengkilatkan kue. Soda kue juga bisa mengontrol kekosongan gula. Terlalu banyak soda membuat kue, cream atau tartar dan tepung. Tujuan penambahan ini membuat kue kering lebih renyah dan memperlebar kue kering (Anonim, 2010).

  Telur juga membuat produk lebih mengembang karena dapat menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk. Kuning telur atau dalam bahasa inggris disebut dengan egg yolk merupakan bagian daripada telur dimana embrio berkembang. Kuning telur dikelilingi oleh putih telur (albumen atau ovalbumin). Sebagai makanan, kuning telur merupakan sumber utama beberapa vitamin dan mineral. Kuning telur juga banyak mengandung lemak, kolesterol dan protein. Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna.

  4. Lemak Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah yang berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine). Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.

  5. Garam Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein.

  6. Bahan Pengembang Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking powder. Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan. Fungsi bahan pengembang adalah untuk mengembangkan adonan, sehingga menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya (Faridah, 2008).

  7. Susu Bubuk Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah susu bubuk. Susu bubuk berupa serbuk atau seperti tepung ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu bubuk ini hanya digunakan sekitar 10 gram. Susu bubuk berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk.

2.1.3 Proses Pembuatan Biskuit

  Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran (mixing), pembentukan (forming) dan pemanggangan (bucking). Tahap pencampuran bertujuan meratakan pendistribusian bahan-bahan yang digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus.

  Terdapat tiga metode pencampuran yaitu single-stage dan continius. Pada metode single-stage, semua bahan dicampur menjadi satu dan dimixer bersamaan.

  Pada multiple-stage, terdiri dari dua tahap atau lebih, pertama yang dicampur adalah lemak dan gula, kemudian bahan-bahan cair, selanjutnya bahan-bahan lainnya. Pada metode continous biasanya dipilih karena keefektifannya, memaksimalkan output dan meminimalkan karena proses yang kontinu. Pencampuran adonan cookies biasanya diawali pencampuran antara gula dan shortening (disebut creaming method) kemudian bahan-bahan lain seperti tepung dan bahan pengembangan dimasukkan.

  Adonan yang diperoleh selanjutnya dicetak sesuai dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan. Adonan biskuit dibentuk dengan lembaran-lembaran dan dipotong- potong dengan pisau pemotong atau alat pencetak biskuit. Adonan yang telah dicetak selanjutnya dipanggang dalam oven. Pemanggangan merupakan hal yang penting dari seluruh urutan proses yang mengarah pada produk yang berkualitas. Suhu oven untuk proses pemanggangan tergantung pada jenis, bentuk dan ukuran dari produk yang dibuat dan dijaga sifat-sifat dari bahan-bahan penyusunannya. Pada umumnya suhu pemanggangan biskuit antara lain 218-232 C dalam waktu 15-20 menit.

  Dalam pembuatan biskuit yang baik ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :

  1. Pilih tepung berprotein rendah dengan jumlah yang tepat. Jumlah tepung yang terlalu banyak akan membuat biskuit bertekstur keras. Sebaliknya, jika tepungnya kurang akan menghasilkan biskuit yang tidak renyah.

  2. Gula juga memegang peran penting, sebaiknya gula diganti dengan bahan yang rendah kalori atau dimodifikasi dengan bahan yang mempunyai cita rasa manis, misalnya gula dari buah-buahan.

  3. Bahan lemak yang biasanya menggunakan margarin, mentega atau minyak. Jumlah yang digunakan sesuai dengan kebutuhan kesehatan tubuh.

  4. Telur merupakan bahan pokok dalam pembuatan biskuit, telur dapat menggunakan bagian putih atau kuningnya saja. Jika kuningnya yang digunakan, pilih telur yang dalam pembuatan biskuitnya rendah kolesterolnya.

  5. Bahan pemuai terkadang diperlukan dalam pembuatan kue kering. Bahan ini dapat menjadikan kue bertambah renyah.

  6. Bahan tambahan lain dapat dipadukan agar mengahsilkan kue yang berkualitas.

  Misalnya susu, kulit jeruk, rempah-rempah, kacang-kacangan, dan lain sebagainya. Sebaiknya pilih susu kedelai yang mempunyai banyak manfaat sebagai penangkal radikal bebas penyebab kanker, menurunkan kolesterol dalam darah, menghindari penyakit jantung koroner, mengurangi tekanan darah tinggi, membantu, mengurangi keluhan pada masa menopause dan mencegah osteoporosis (Muaris, 2007). Salah satu resep dalam membuat biskuit adalah: 1.

  Tepung terigu 250 gram

  2. Gula halus 125 gram

  3. Mentega 100 gram

  4. Tepung Meizena 10 gram

  5. Susu bubuk 25 gram

  6. Baking Powder ½ sdt 7.

  Garam ½ sdt 8.

  Kuning telur ayam 2 butir

  9. Air 50 ml Cara membuat biskuit meliputi beberapa proses, yaitu: 1.

  Campur mentega, kuning telur, garam, gula lalu mixer sampai rata.

  2. Campur tepung terigu, baking powder, susu bubuk, dan tepung meizena lalu diayak.

  3. Campuran 1 dan campuran 2 dicampur lalu tambahkan air dan diadoni selama 15 menit.

  4. Adonan dipipihkan dan dicetak sesuai selera.

  5. Letakkan adonan kue yang telah dibentuk dalam loyang yang sudah diolesi mentega.

  6. Panggang adonan hingga matang.

2.2 Labu Kuning

  Labu kuning merupakan suatu jenis tanaman sayuran menjalar dari family Cucurbitaceae, yang tergolong dalam jenis tanaman semusim yang setelah berbuah akan langsung mati. Tanaman labu kuning ini telah banyak dibudidayakan di Negara- negara Afrika, Amerika, India, Cina. Tanaman ini dapat tumbuh didataran rendah maupun dataran tinggi. Adapun ketinggian tempat ideal adalah anatara 0 m-1500 m di atas permukaan laut (Hendrasty, 2003).

  Waluh atau buah labu perenggi adalah salah satu tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia yang mana penanamannya tidak sukit, baik pembibitannya, perawatannya, hasilnya pun cukup memberikan nilai ekonomis untuk masyarakat. Tanaman ini daapat ditanam di lahan pertanian, halaman rumah atau tanah perkarangan yang kosong dapat kita manfaatkan. Intinya tanaman ini dapat ditanam di daerah tropis maupun subtropics (Hidayah, 2010).

  Waluh (Cucurbita moschata, Dutc, ex Poir) termasuk dalam family Cucurbitaceae.

  Di Jawa Barat waluh biasanya disebut sebagai “Labu Parang”. Tanaman tersebut merupakan tanaman setahun yang bersifat menjalar (merambat) dengan perantara alat pemegang yang berbentuk pipih. Batangnya cukup kuat dan panjang dipermukaan batanya terdapat bulu-bulu yang tajam (Heliyani, 1993).

  Tanaman labu termasuk dalam keluarga buah labu-labuan atau Cucurbitaceae, dan masih sekerabat dengan melon (Cucumis melo) dan mentimun (Cucumis

  sativum ). Biasanya yang dinamakan “labu” dalam pengertian waluh atau pumpkin.

  Labu ini tergolong jenis tanaman semusim sebab setelah selesai berbuah akan mati. Oleh karena itu tanaman labu di daerah pedesaan sering dijadikan tanaman tumpangsari. Tanaman labu memerlukan suhu sekitar 25-300C, labu tidak memerlukan ketinggian tempat yang khusus. Keistimewaan lain dari tanaman labu adalah dapat ditanam di lahan-lahan yang kering atau tegalan yang masih tersedia luas di negara kita. Di Indonesia penyebaran labu juga telah merata, hampir di semua kepulauan nusantara terdapat tanaman labu, karena di samping cara penanaman dan pemeliharaannya mudah labu memang dapat menjadi sumber pangan yang dapat diandalkan (Anonim, 2010).

  Pada bagian tengah labu kuning terdapat biji yang diselimuti lendir dan serat. Biji ini berbentuk pipih dengan kedua ujungnya yang meruncing. Bentuk buah waluh atau labu kuning ini bermacam-macam tergantung dari jenisnya, ada yang berbentuk bokor (bulat pipih, beralur), oval, panjang dan piala. Berat buah waluh atau labu kuning rata-rata 2-5 kg/buah, dan ada yang mencapai 30 kg/buah untuk waluh jenis tertentu. Tekstur daging buah tergantung jenisnya ada yang halus, padat dan lunak (Sudarto, 1993).

  Adapun taksonomi tumbuhan diklasifikasi labu kuning adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Famili : Cucurbitaceae Genus : Cucubita Spesies : Cucubita moschata duch

  Untuk jenis lokal, buah dapat dipanen pada umur 3-4 bulan, sedangkan jenis hibrida, seperti labu kuning taiwan, pada umur 85-90 hari. Apabila ditanam secara monokultur, tiap hektar lahan dapat menghasilkan buah sekitar 50 ton per musim. Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong, atau panjang dengan banyak alur (15-30 alur). Ukuran pertumbuhannya cepat sekali, mencapai 350 gram per hari.

  Buahnya besar dan warnanya bervariasi (buah muda berwarna hijau, sedangkan yang lebih tua kuning pucat). Daging buah tebalnya sekitar tiga cm dan rasanya agak manis. Untuk labu ukuran besar, beratnya ada yang dapat mencapai 20 kg per buah. Biji labu tua dapat dikonsumsi sebagai kuaci setelah digarami dan dipanggang (Anonim, 2010).

  Tanaman labu kuning mempunyai sulur dahan berbentuk spiral yang keluar di sisi tangkai daun. Berdaun tunggal, berwarna hijau, dengan letak berselang-seling, dan bertangkai panjang. Daging bagian luar kulitnya keras, bakal buah terbenam, berdaun buah tiga, tetapi hanya berongga satu serta berbiji banyak, seperti terdapat pada suku timun-timunan Labu kuning merupakan satu-satunya buah yang awet atau tahan lama. Labu kuning akan awet asalkan disimpan di tempat yang bersih dan kering, serta tidak ada luka pada buah tersebut. Jika ada luka, labu kuning akan mengeluarkan semacam gas yang bisa memicu terjadinya berbagai macam perubahan di dalam buah. Labu kuning dapat disimpan selama tiga bulan tanpa ada perubahan (Soedarya, 2006).

2.2.1 Kandungan Gizi Labu Kuning

  Labu kuning atau waluh merupkan bahan pangan yang kaya vitamin A, dan vitamin C, protein, mineral, kalsium, fosfor, kalium, zat besi, zinc, vitamin B1 serta kabohidrat. Kandungan karbohidrat yang cukup tinggi pada labu kuning sehingga sangat berpotensi untuk diolah menjadi tepung labu kuning.Daging buahnya pun mengadung antioksidan sebagai penangkal jenis kanker. Buah labu dapat digunakan untuk berbagai jenis makanan dan cita rasanya enak. Daunnya berfungsi sebagai sayur dan bijinya bermanfaat untuk dijadikan kuaci. Air buahnya berguna sebagai penawar racun binatang berbisa, sementara itu bijinya menjadi obat cacing pita.

  Selain itu kandungan serat pada buah labu kuning cukup tinggi. Labu kuning mempunyai kandungan gizi sebagai berikut.

  9. Vitamin B1 (mg) 0,08

  β-Karoten sebab kandungan karotennya sangat tinggi, seperti lutein, zeaxanthin, dan karoten, yang memberi warna kuning pada labu kuning yang membantu melindungi tubuh dengan menetralkan molekul oksigen jahat yan disebut juga radikal bebas (Anonim, 2011).

  Labu kuning dianggap sebagai rajanya ß- Karoten. Keunggulan β-Karoten, antara lain adalah dapat meningkatkan sistem imunitas serta mencegah penyakit jantung dan kanker. Dikatakan sebagai

  Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1996

  12. BDD (%) 77,00

  11. Air (gr) 91,20

  10. Vitamin C (mg) 52,00

  8. Vitamin A (SI) 180,00

Tabel 2.5 Komposisi Zat Gizi Labu Kuning segar per 100 gram bahan No Kandungan Gizi Kadar

  7. Zat Besi (mg) 1,40

  6. Fosfor (mg) 64,00

  5. Kalsium (mg) 45,00

  4. Karbohidrat (gr) 6,60

  3. Lemak (gr) 0,30

  2. Protein (gr) 1,10

  1. Kalori (kal) 29,00

2.2.2 Manfaat Labu Kuning

  Labu jenis kulitnya bewarna orange atau kuning dan hijau, semakin cerah warnanya semakin banyak pula kandungan beta-karotennya. Labu kuning juga kaya akan vitamin A, C, E, zinc, potassium, magnesium, kalsium, serat, protein, niacin, dan selenium serta karbohidrat. Labu kuning yang bisa mencapai ukuran besar ini juga membawa beragam manfaat hebat untuk mencegah beragam penyakit.

  Labu kuning kaya akan antioksidan β-Karoten yang bisa dijadikan sebagai anti inflamasi. Dengan mengkonsumsi labu kuning secara teratur dapat mencegah pengendepan kolesterol pada dinding arteri yang bisa menurunkan resiko stroke. Senyawa ß-karoten, vitamin A, vitamin C dan zinc pada labu kuning berperan sebagai obat alami untuk memperlambat proses penuaan, mencegah keriput dan menghaluskan kulit.

  Senyawa alpha-karoten, antioksidan, lutein dan zeaxanthin pada labu kuning. Nutrisi ini dapat mencegah penuaan dini, memelihara kesehatan mata, dan mencegah terjadinya katarak, dan degnerasi macula yang bisa menyebabkan kebutaan.

  Kandungan seratnya yang tinggi sangat baik untuk menjaga sistem saluran pencernaan dan mencegah terjadinya sembelit serta dapat melancarkan pencernaan.

  Kandungan potassium pada labu kuning jenis ini, dapat membantu mengurangi resiko tingkat darah tinggi atau hipertensi dalam tubuh.

  Labu kuning mengandung zinc yang baik utntuk memperkuat masa tulang dan mencegah terjadinya sel-sel tubuh yang rusak karena radikal bebas. Dengan mengkonsumsi labu kuning dapat mencegah terjadinya osteoporosis. Buah labu kuning memiliki folat yang cukup untuk ibu hamil, kekurangan folat pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi mengalami cacat bawaan lahir seperti spina bifina. Dengan begitu mengkonsumsi labu kuning juga member asupan yang baik untuk kesehatan bayi.

  Labu juga memiliki manfaat untuk manfaat bagi bayi dengan kandungan gizi serta seratnya. Teksturnya yang lembut dan dapat diolah menjadi berbaai macam makanan atau kue dan biskuit sangat baik untuk pencernaan anak yang masih dalam proses pertumbuhan. Berbagai kebutuhan gizi yang baik untuk tubuh anak mulai dari vitamin A, vitamin C, vitamin B, protein, lemak, kalsium, fosfor, hidrat, kalori dan zat besi semua terkandung dengan porsi yang baik dalam labu kuning.

2.2.3 Tepung Labu Kuning

  Tepung labu kuning adalah tepung dengan butiran halus, lolos ayakan 60 mesh, berwarna putih kekuningan, berbau khas labu kuning dengan kadar air ± 13 %.

  Protein tepung labu kuning mengandung protein jenis glutein yang cukup tinggi sehingga mampu membentuk jaringan tiga dimensi yang kohesif dan elastis. Sifat ini akan sangat berfungsi pada pengembangan volume roti dan produk makanan lain yang memerlukan pengembangan volume. Tepung waluh atau labu kuning mempunyai sifat gelatinisasi yang baik sehingga dengan demikian dapat membentuk adonan yang konsisten, kekenyalan, viskositas, maupun elastisitas yang baik, sehingga produk makanan yang dihasilkan akan berkualitas baik. Karena sifatnya yang higroskopis dalam penyimpanannya, tepung labu kuning harus dilakukan sedemikian rupa, diusahakan agar udara dan sinar tidak menembus wadah. Jenis kemasan yang cocok untuk tepung labu kuning yaitu plastik yang dilapisi alumunium foil. Dengan penyimpanan ditempat yang kering, tepung labu kuning akan tahan selama dua bulan (Hendrasty, 2003).

  Tepung labu kuning mempunyai sifat spesifik dengan aroma khas. Secara umum, tepung tersebut berpotensi sebagai pendamping terigu dan tepung beras dalam berbagai produk olahan pangan. Produk olahan dari tepung labu kuning mempunyai warna dan rasa yang spesifik, sehingga lebih disukai oleh konsumen. Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Dari segi proses, pembuatan tepung hanya membutuhkan air relatif sedikit dan ramah lingkungan dibandingkan dengan pembuatan pati.

  Karbohidrat tepung labu kuning juga cukup tinggi, kabohidrat ini sangat berperan dalam pembuatan adonan pati. Granula pati akan melekat pada protein selama pembentukan adonan. Kelekatan antara granula pati dan protein akan menimbulkan kontinitas struktur adonan. Adonan pati tersebut akan mampu menahan air walaupun yang tersedia terbatas dan hanya terjadi gelatinisasi sebagian. Granula cukup fleksibel untuk memanjangkan gluten. Selain itu, kandungan lemak labu kuning tidak terlalu tinggi, namun bersama gluten akan mampu membentuk adonan (Utami, 1998).

  Adapun enzim yang terkandung dalam tepung labu kuning adalah amylase, protase, lipase, dan oksidase. Enzim amylase akan menghidrolisis pati menjadi maltose dan dekstrin, sedangkan enzim protase berperan dalam pemecahan protein sehingga akan mempengaruhi selastisitas gluten. Tepung labu kuning mempunyai kandungan gizi sebagai berikut.

Tabel 2.6 Komposisi Zat Gizi Tepung Labu Kuning segar per 100 gram bahan No Kandungan Gizi Kadar

  1. Karbohidrat (gr) 0,08

  2. Protein (gr) 5,04

  3. Lemak (gr) 5,04

  4. Kalsium (mg) 48,00

  5. Fosfor (mg) 67,00

  6. Zat Besi (mg) 2,40

  7. Vitamin A (SI) 190,00

  8. Vitamin B1 (mg) 0,12

  9. Vitamin C (mg) 55,00

  10. Air (gr) 11,14

2.3 Ikan Lele

  Ikan lele banyak terdapat di perairan Indonesia. Ikan ini telah memasyarakat, sekali pun setiap daerah menyebutknya dengan nama yang berbeda-beda. Misalnya ikan kalang (Sumatera Barat), ikan maut (Sumatera Utara), ikan duri (Sumatera Selatan), ikan pinlet (Kalimantan Selatan), ikan penang (Kalimantan Timur), ikan lele atau ikan lendi (Jawa), ikan keling (Makasar), dan ikan lepi (Bugis). Dalam perdagangan internasional ikan lele disebut catfish.

  Ikan lele merupakan salah satu di antara 1.500 spesies yang termasuk subordo Siluderia yang memiliki bentuk tubuh (badan) memanjang (Jw : gilig) dan memipih (pipih) dibagian belakang (pangkal ekor). Kepala gepeng, berukuran relatif besar, dan dilengkapi dengan empat pasang sungut di sekitar mulut. Ikan ini memiliki alat bantu pernapasan yang disebut selaput labirynth, sirip perut dan sirip dubur yang terpisah (tidak menyatu). Pada sirip dadanya terdapat taji (patil) yang runcing dan bergerigi Taji (patil) berfungsi sebagai alat pertahanan (membela diri), sekaligus sebagai alat bantu untuk merayap di atas permukaan lumpur atau daratan.

  Ikan lele memiliki kulit yang licin dan tidak bersisik, permukaan kepala dan punggung berwarna gelap dan permukaan perut berwarna lebih terang dari perut. Ikan lele termasuk jenis ikan karnivora (pemakan daging) sekaligus omnivora (pemakan segalanya). Ada beberapa jenis ikan lele yaitu ikan lele Clarias batrachus, Clarias

  

leiacanthus, Clarias nieuwhofi , dan Clarias teesmani. Clarias batrachus termasuk

  jenis yang paling banyak dijumpai dan dibudidayakan di Indonesia, di samping terdapat di alam. Ikan lele juga banyak di pelihara di Taiwan. Sementara itu, Clarias

  

leiachanthus , Clarias nieuwhofi dan Clarias teesmani terdapat di perairan di

Indonesia, tetapi sudah jarang ditemukan dan diduga sudah langka.

2.3.1 Kandungan gizi Ikan Lele

  Ikan lele merupakan salah satu bahan pangan bergizi yang mudah untuk dihidangkan sebagai lauk. Kandungan gizi daging ikan lele sebanding dengan daging ikan lainnya. Kandungan gizi daging ikan lele sebanding dengan daging ikan lainnya. Beberapa jenis ikan termasuk ikan lele mengandung protein lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan dengan daging hewan lain. Nilai gizi ikan lele meningkat apabila diolah dengan baik, kandungan gizi ikan lele segar dan ikan goring menurut hasil komposisi bahan makanan per 100 gram (Abbas, 2004).

  Ikan lele mengandung protein yang cukup tinggi, yaitu sekitar 17,0 gram, daging ikan lele mengandung karoten 12,070 mikro gram dan vitamin A 210 UI (Internasional Unit). Daging ikan lele juga mengadung omega-3, vitamin D, vitamin B6, vitamin B12, yodium, Selenium, seng, flour. Kandungan zat gizi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan jenis ikan lain.

  Kandungan gizi yang terdapat pada ikan lele yaitu air, protein, lemak, fosfor, kalsium, zat besi, vitamin A, vitamin B1. Air merupakan bagian terpenting dalam struktur tubuh dan jumlahnya sekitar 60% dari berat badan. Air berperan sebagai pelarut material zat gizi dan sebagai pembuangan ampas makanan dalam tubuh, protein juga berperan sebagai pembentuk jaringan baru dan memperbaiki jaringan yang rusak dalam tubuh. Protein juga berperan dalam sintesis enzim, hormon, antibodi juga sebagai penyediaan energi, mengatur keseimbangan air dalam tubuh, memelihara netralitas tubuh, dan mengangkut zat-zat gizi.

  Lemak berfungsi sebagai penyediaan energi, melarutkan vitamin larut lemak, juga sebagai sumber asam lemak esensial. Selain itu juga berperan dalam pembentukan membran sel, serta melindungi organ tubuh. Fosfor juga berperan sebagai klasifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorpsi dan transportasi gizi dalam tubuh. Selain itu, kalsium berperan dalam pembentukan tulang dan membantu otot berkontraksi, jantung berdetak, darah mengalir dan sebagai sistem syaraf mengirim rangsangan.

  Zat besi membantu dalam metabolisme energi, kemampuan belajar, dan membantu sistem kekebalan tubuh. Vitamin A berperan dalam penglihatan, fungsi kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan dan reproduksi tubuh manusia. Sementara thiamin berperan dalam membantu tubuh memproduksi energi dari karbohidrat. Fungsi tersebut terdapat pada kandungan komposisi zat gizi ikan lele sebagai berikut.

Tabel 2.7 Komposisi Gizi Ikan Lele per 100 gram Bahan

  No Zat Gizi Kandungan

  1 Air (gr) 76,00

  2 Protein (gr) 17,00

  3 Lemak (gr) 4,50

  4 Karbohidrat (gr) 200,00

  5 Fosfor (mg) 20,00

  6 Kalsium (mg) 1,00

  7 Zat Besi (mg) 150,00

  8 Vitamin A (UI) 0,05

  9 Vitamin B1 (mg) 0,00 Sumber : Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Puslitbang Depkes RI, 1999

2.3.2 Manfaat Ikan Lele Manfaat ikan lele dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan pada anak.

  Kandungan asam amino esensial sangat berguna untuk tumbuh kembang tulang, membantu penyerapan kalsium dan menjaga keseimbangan nitrogen dalam tumbuh, dan memelihara masa tubuh anak agar tidak terlalu berlemak. Selain itu juga manfaat ikan lele pun dapat menghasilkan antibodi, hormon, enzim, dan pembentukan kolagen, disamping itu untuk perbaikan jaringan tubuh.

  Komponen gizi daging ikan lele mudah dicerna dan diserap oleh tubuh manusia bagi anak-anak maupun orang dewasa dan usia lanjut. Daging ikan lele mengandung asam lemak omega-3 yang sangat dibutuhkan untuk membantu perkembangan sel otak anak dibawah usia 12 tahun, sekaligus memelihara sel otak pada usia lanjut (sampai usia 70 tahun). Kandungan vitamin A dan vitamin D yang dibutuhkan oleh manusia untuk menjaga sekaligus untuk memperbaiki kesehatan mata, kulit dan tulang.

  Daging ikan lele juga mengandung vitamin B1, B6 dan B12 yang berfungsi untuk membantu proses metabolism, mencegah anemia, melindungi jantung dan mencegah penyakit pada syaraf manusia. Zat besi yang mudah diserap oleh tubuh manusia serta yodium untuk mencegah terjadinya penyakit gondok, hambatan pertumbuhan anak. Sedangkan selenium untuk membantu metabolism tubuh dan sebagai anti oksidan yang melindungi tubuh dari radikal bebas dan flour yang berperan untuk memperkuat dan menyehatkan gigi.

2.3.3 Tepung Ikan Lele

  Tepung ikan adalah produk padat yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar air dan sebagian atau seluruh lemak dalam ikan atau sisa ikan. Tepung ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan dalam bentuk kering untuk kemudian digiling menjadi tepung. Cara pengolahan yang paling mudah dan praktis adalah dengan mencincang ikan kemudian mengeringkannya dengan sinar matahari atau dengan mengeringan mekanis.

  Pembuatan tepung ikan didasarkan pada pengurangan kadar air pada daging ikan. Kadar air pada daging ikan hal yang menentukan pada proses pembusukan. Bila kadar airnya dikurangi maka proses pembusukan dapat terhambat. Bila proses pengeringannya berjalan terus menerus, maka proses pembusukannya akan berhenti.

  Pada pembuatan tepung ikan selain menggunakan metode pengeringan dapat didahului dengan pemanasan suhu tinggi. Hal ini digunakan untuk menghentikan proses pembusukan, baik oleh bakteri, jamur, maupun enzim. Proses pembusukan dapat dihentikan sama sekali bila waktu dan suhu yang digunakan cukup (Moeljanto, 1982).

  Tepung ikan memiliki nilai gizi yang tinggi terutama kandungan proteinnya yang kaya akan asam amino essensial, terutama lisin dan metionin. Disamping itu tepung ikan juga kaya akan vitamin B, mineral, serta memiliki kandungan serat yang rendah. Tepung ikan merupakan juga merupakan sumber kalsium (Ca) dan phospor (P). Tepung ikan juga mengandung trace element seperti seng (Zn), yodium (I), besi (Fe), mangan (Mn) dan kobalt (Co) (Moeljanto ,1982).

  Urutan pengolahan tepung ikan adalah pencincangan, pemasakan, pengpresan, pengeringan, dan penggilingan.Tepung ikan yang baru selesai diolah biasanya berwarna abu-abu kehijauan. Setelah disimpan, terutama dalam suhu tinggi, warnanya berubah menjadi cokelat kekuningan. Akan tetapi perubahan ini tidak mempengaruhi nilai gizinya. Baunya seperti ikan yang lama-kelamaan menjadi tengik (Ilyas, 1993).

  Komposisi kimia yang ada dalam tepung ikan tidak jauh berbeda dengan yang ada dalam ikan sebagai bahan bakunya, yaitu air, protein, lemak, mineral dan vitamin serta senyawa-senyawa nitrogen lainnya. Namun setelah mengalami pengolahan, komposisi kimia dalam tepung ikan menjadi berubah, terutama akibat terjadinya pengurangan kadar minyak, kadar air dan kerusakan (perubahan) senyawa kimia tertentu terutama dalam pemanasan (thermo processing) (Sunarya 1990). Komposisi kimia tepung ikan juga ditentukan olehjenis ikan, mutu bahan baku yang digunakan dan cara pengolahannya (Hapsari, 2002).

  Komposisi kimia tepung ikan ditentukan oleh jenis ikan yang digunakan. Sebagai pedoman, tepung ikan yang bermutu harus mempunyai komposisi air 6%- 10%, lemak 5%-12%, protein 60%-75% . Tepung ikan dengan kadar air kurang dari

  6% sebab pada tingkat ini tepung ikan bersifat higroskopis. Brody di dalam Hapsari (2002) mengatakan kadar air tepung ikan rata-rata 18% dengan selang terendah 6 sampai 10%. Sejenis jamur (mold) dapat tumbuh pada kadar air tepung ikan.

  Tepung ikan dengan kadar protein tinggi menghasilkan kadar mineral sekitar 12% dan 33% untuk kadar protein yang rendah. Sebagian besar abu dan mineral dalam tepung ikan berasal dari tepung-tepung ikan. Kadar mineral tepung akan tinggi bila bahan mentahnya berasal dari sisa-sisa ikan berupa kepala dan tulang-tulang ikan. Sebagian besar abu berupa kalsium fosfat. Tepung ikan juga mengandung trace

  , diantaranya Zn, I, Fe, Cu, Mn, dan Co. Tepung ikan lele memiliki

  element kandungan gizi sebagai berikut.

Tabel 2.8 Komposisi Gizi Tepung Ikan Lele per 100 gram Bahan

  No Zat Gizi Kandungan

  1 Air (gr) 7,99

  2 Protein (gr) 19,00

  3 Lemak (gr) 10,83

  4 Karbohidrat (gr) 11,83

  5 Fosfor (mg) 25,00

  6 Kalsium (mg) 3,00

  7 Zat Besi (mg) 150,00

  8 Vitamin A (UI) 0,08

  9 Vitamin B1 (mg) 0,00

2.4 Daya Terima Makanan

  Daya terima terhadap makanan sebagai tngkat kesukaan atau ketidakkesukaan individu terhadap suatu jenis makanan. Diduga tingkat kesukaan ini sangat beragam pada setiap individu. Sehingga akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Dewinta, 2010). Semantara itu Menurut Rudatin (1997) yang dikutip oleh Jairani

  (2010), daya terima makanan adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan makanan yang disajikan.

  Menurut Wirakusumah (1995), kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan, dan pemasakan makanan serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadapa kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenanganya. Perbedaan suku , pengalaman, umur, dan tingkat ekonomi seseorang mempunyai poenilaian tertentu terhadap jenis makanan, sehingga standar kualitas makanan sulit untuk ditetapkan. Ada beberapa aspek yang dapat dinilai dari daya terima makanan antara lain adalah :

  1. Penampilan dan cita rasa makanan Menurut Moehyi (1992) cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan dan warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata.Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.

  2. Konsistensi atau Tekstur Makanan Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.

  3. Rasa Makanan Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa.

  4. Aroma Makanan Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera.

  Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.

2.5 Uji Organoleptik oleh Panelis

  Penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal, penilaian dengan indera bahkan memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif (Soekarto, 2002).

  Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Panel diperlukan untuk melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu komoditi, penel bertindak sebagi instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota penel disebut panelis.

  Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka. Pada uji hedonik panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan terhadap suatu produk (Rahayu, 2001).

  Untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel yang bertindak sebagai instrument atau alat. Panel adalah orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau komoditi berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Terdapat tujuh macam panel dalam penilaian organoleptik, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tak terlatih, panel konsumen, dan panel anak-anak. Di mana masing-masing penilaian didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik. Ada beberapa jenis panel yang dapat dipahami adalah sebagai berikut.

1. Panel Perseorangan

  Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif.

  Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien.

  2. Panel Terbatas Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.

  3. Panel Terlatih Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik.

  Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.

  4. Panel Agak Terlatih Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat sensorik tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji kepekaannya terlebih dahulu.

  5. Panel Tidak Terlatih Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan.

  6. Panel Konsumen Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

  7. Panel Anak-anak Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun.

  Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya. Cara penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan atau dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka snoopy sedang bersedih, biasa atau tertawa.