Subtitusi Tepung Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var Awak) dan Ikan Lele Dumbo (Clarias Garipinus) Dalam Pembuatan Biskuit Serta Uji Daya Terimanya

(1)

SUBTITUSI TEPUNG PISANG AWAK (Musa Paradisiaca Var Awak) DAN IKAN LELE DUMBO (Clarias Garipinus) DALAM PEMBUATAN

BISKUIT SERTA UJI DAYA TERIMANYA

SKRIPSI

Oleh :

RINI PUSPA SARI NIM. 101000073

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana kesehatan masyarakat

Oleh :

RINI PUSPA SARI NIM. 101000073

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “SUBTITUSI TEPUNG PISANG AWAK (Musa Paradisiaca Var Awak) dan IKAN LELE DUMBO (Clarias Garipinus) DALAM PEMBUATAN BISKUIT SERTA UJI DAYA TERIMANYA” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara – cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klain dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2015 Yang membuat pernyataan

Rini Puspa Sari NIM. 101000073


(4)

(5)

ABSTRAK

Tepung pisang awak masak (Musa paradisiaca var. awak) dan ikan lele dumbo (Clarias Garipinus) dapat diolah menjadi biskuit. Biskuit merupakan salah satu makanan pendamping yang dapat mencukupi kebutuhan gizi balita. Biskuit memiliki rasa yang manis dan bentuk yang menarik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima dan kandungan gizi dari biskuit yang disubstitusikan tepung pisang awak dan ikan lele dumbo.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan acak lengkap dengan dua faktor dan tiga perlakuan yaitu penambahan tepung pisang awak dan ikan lele dumbo A1 (25%:35%), A2 (35%:25%), A3 (30%:30%). Uji daya terima biskuit substitusi tepung pisang awak dan ikan lele dumbo dilakukan terhadap 30 ibu balita dan balita di posyandu Perumnas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan dan analisis zat gizi dilakukan di Laboratorium Badan Riset dan Standarisasi Industri Medan.

Hasil penelitian uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur, biskuit oeleh 30 ibu balita yang paling disukai adalah biskuit dengan campuran tepung pisang awak 30% dan ikan lele dumbo 30%. Daya terima pada anak balita menunjukkan semua balita menyukai ketiga perlakuan biskuit. Hasil analisis Kandungan gizi ketiga perlakuan mengandung karbohidrat sebesar 67,74%, 71,77%, 69,69%, protein sebesar 12,00%, 9,01%, 10,25%, lemak sebesar 14,15%, 13,00%, 13,70%.

Disarankan kepada masyarakat agar ketiga perlakuan biskuit dapat dimanfaatkan sebagai alternatif makanan tambahan untuk balita.


(6)

additional food that can full fill the needs of toddler nutrient. Biscuits had sweet taste and interesting shape. This research purpose to determine the acceptability test and nutritional content of biscuits substitution banana ‘awak’ flour and dumbo catfish.

The type of research was an experiment conducted by completely randomized design using two factors and with three treatments, the treatmens are the addition of banana ‘awak’ flour and dumbo catfish with treatments 25%:35%,35%:25%,and 30%:30%. The acceptability biscuit substitution banana ‘awak’ and dumbo catfish by 30 mothers and toddler in Posyandu Perumnas Simalingkar district of Medan Tuntungan, nutrient analysis was tested in laboratory of industrial research and standarization Agency Medan.

The results organoleptic test based on color, aroma, flavor, and texture biscuit by thirty mothers panelist showed the most preferred are biscuit mixture of banana ‘awak’ flour 30% and dumbo catfish 30%. Acceptability of toddler showed that three treatments have been preferred by toddlers. The result of nutrional content analysis showed that three treatments has content of carbohydrates 67,74%, 71,77%, 69,69%, content of protein 12,00%, 9,01%, 10,25% and fat 14,15%, 13,00%, 13,70%.

It is recommended for people to take subtitution of banana ‘awak’ ripe flour and african catfish biscuit as alternative additional food for todder.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Subtitusi Tepung Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var Awak) dan Ikan Lele Dumbo (Clarias Garipinus) Dalam Pembuatan Biskuit Serta Uji Daya Terimanya ”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda H.M Rusli dan Ibunda Yuliwarti yang tiada henti memberikan doa, kasih sayang, perhatian dan motivasi serta dukungan kepada penulis dalam menuliskan skripsi ini.

Selanjutnya tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU

3. Ibu Dra. Jumirah Apt, M.Kes selaku dosen pembimbing I dan ketua penguji yang selalu sabar dalam memberikan pengarahan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Ir. Etti Sudaryati, MKM, PhD selaku dosen penguji I yang telah banyak memberikan saran yang membangun dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 6. Ibu Ernawati Nasution SKM, M.Kes dosen penguji II yang telah banyak

memberikan saran yang membangun dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 7. Ibu Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina. MS selaku dosen Penasehat

Akademik

8. Bapak Marihot Samosir S.T. yang telah banyak membantu dalam segala urusan terkait surat-menyurat di departemen.

9. Ibu dr. Roosleyn Bakara. MARS selaku Kepala Puskesmas Perumnas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan dan seluruh Kader di Posyandu Perumnas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan yang telah meluangkan waktunya serta membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

Selanjutnya, secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Om Eri yang sudah membantu selama saya berkuliah, memberikan masukan-masukan yang membangun untuk tetap semangat dalam menjalankan masa perkulinyahan yang berat.

2. Saudara kandung saya Alm. Abang Riyadi Syahputra, Alm. Abang Rahmad Rifandi, Abang Reza, Bang Rinaldi, Adik Rodi, Adik Refi yang telah mendukung dalam menulis skripsi ini.


(9)

3. Teman-temanku dari peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Mustapa Kamal, Vinni, Nur Aida, Mariana, Entiwe dan teman gizi lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun sehingga menambah inspirasi penulis untuk penulisan skripsi ini 4. Teman-teman stambuk 2010 FKM USU dan teman sejawat di PBL Nina, kak

Lisa, Desi, Frans, Ade, Armanda, Isri, Marta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2015 Penulis


(10)

Nama : Rini Puspa Sari

Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 10 Agustus 1992

Suku Bangsa : Padang Indnesia

Agama : Islam

Nama Ayah : H.M Rusli Sikumbang

Suku Bangsa Ayah : Padang

Nama Ibu : Yuliwarti

Suku Bangsa Ibu : Padang

PENDIDIKAN FORMAL

1. SD/Tamat Tahun : SDN 068344 Medan / 2004

2. SLTP/Tamat Tahun : SMP Swasta Dharma Pancasila / 2007 3. SLTA/Tamat Tahun : SMAN 17 Medan /2010


(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pisang Awak ... 7

2.1.1. Manfaat Pisang Awak ... 7

2.2. Ikan Lele Dumbo (Clarias Garipinus) ... 9

2.2.1. Manfaat Ikan Lele Dumbo ... 11

2.3. Biskuit ... 12

2.3.1. Kandungan Gizi Biskuit ... 14

2.3.2. Bahan-Bahan Pembuat Biskuit ... 15

2.3.2. Proses Pembuatan Biskuit ... 18

2.4. Daya Terima Makanan a ... 20

2.5. Panelis ... 22

2.6. Kerangka Konsep ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis Penelitian ... 25

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.2.1. Tempat Penelitian ... 25

3.2.2. Waktu Penelitian ... 26

3.3. Objek Penelitian ... 26

3.4. Defenisi Operasional ... 26

3.5. Alat dan Bahan ... 27


(12)

3.8. Analisis Proksimat ... 36

3.8.1. Uji Protein ... 36

3.8.2. Uji Lemak ... 37

3.8.3. Uji Kadar Abu ... 38

3.8.4. Uji Kadar Air ... 38

3.8.5. Uji Karbohidrat ... 39

3.9. Pengolahan dan Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 46

4.1. Karakteristik Biskuit Modifikasi Tepung Terigu dengan Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo ... 46

4.2. Deskriptif Panelis ... 47

4.3. Hasil Uji Daya Terima Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Terhadap Ibu Balita ... 47

4.3.1 Hasil Analisis Uji Organoleptik Terhadap Warna Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo... 48

4.3.2 Hasil Analisis Uji Organoleptik Terhadap Aroma Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo... 49

4.3.3 Hasil Analisis Uji Organoleptik Terhadap Rasa Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo... 50

4.3.4 Hasil Analisis Uji Organoleptik Terhadap Tektur Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo... 51

4.4. Hasil Analisis Uji Kandungan Karbohidrat, Protein, Lemak, Abu, dan Air pada Biskuit Substitusi TepungPisang Awak dan Ikan Lele Dumbo ... 52

4.5. Kandungan Giz Pada Biskuat Susu ... 53

BAB V PEMBAHASAN ... ... 54

5.1. Karakteristik Biskuit ... 54

5.2. Daya Terima Panelis ... 54

5.3. Daya Terima Panelis Terhadap Warna Biskuit ... 55

5.4. Daya Terima Panelis Terhadap Aroma Biskuit ... 56

5.5. Daya Terima Panelis Terhadap Rasa Biskuit ... 56

5.6. Daya Terima Panelis Terhadap Tekstur Biskuit ... 58

5.7. Analisis Kandungan Karbohidrat, Protein, Lemak, Abu dan Air Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo ... 58

5.8. Anjuran Konsumsi Biskuit Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo Berdasarkan Aspek Kesukaan Pada Kandungan Gizinya ...60


(13)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

6.1. Kesimpulan ... 62

6.2. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(14)

Tabel 2.2. Kandungan Gizi Pisang Awak Masak dan Formulasi Tepung

Pisang Awak ... 9

Tabel 2.3. Komposisi Gizi Ikan Lele ... 10

Tabel 2.4. Susunan Asam Amino Esensial Ikan Lele ... 11

Tabel 2.5. Syarat mutu Biskuit menurut SNI 01-2973-1992 ... 13

Tabel 2.6. Komposisi Zat Gizi Biskuit 100 gram... 14

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan ... 25

Tabel 3.2 Jenis dan Ukuran Bahan Pembuat Biskuit Dengan Tepung pisang awak dan Ikan Lele Dumbo ... 27

Tabel 3.3. Tingkat Penerimaan Panelis Pada Uji Hedonik ... 34

Tabel 3.4. Interval Presentase dan Kriteria Kesukaan... 41

Tabel 3.5. Tabel Penolong Untuk Uji Barlet ... 42

Tabel 3.6. Daftar Analisa Ragam Rancangan Acak Lengkap ... 43

Tabel 4.1. Karakteristik Biskuit Modifikasi Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo ... 47

Tabel 4.2. Hasil Analisis Uji Organoleptik Terhadap Warna Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo ... 48

Tabel 4.3. Hasil Analisis Uji Sidik Ragam Terhadap Warna Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo ... 48

Tabel 4.4. Hasil Analisis Uji Organoleptik Terhadap Aroma Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo ... 49

Tabel 4.5. Hasil Analisis Uji Sidik Ragam Terhadap Aroma Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo ... 49

Tabel 4.6. Hasil Analisis Uji Organoleptik Terhadap Rasa Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo ... 50


(15)

Tabel 4.7. Hasil Analisis Uji Sidik Ragam Terhadap Rasa Biskuit

Substitusi Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo ... 50 Tabel 4.8. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Rasa... 51 Tabel 4.9. Hasil Analisis Uji Organoleptik Terhadap Tektur Biskuit

Substitusi Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo ... 51 Tabel 4.10. Hasil Analisis Uji Sidik Ragam Terhadap Tektur Biskuit

Substitusi Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo ... 52 Tabel 4.11. Kandungan Zat Gizi Dalam 100 Gram Biskuit Substitusi

Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo ... 53 Tabel 4.12. Kandungan Gizi Biskut Susu ... 53


(16)

Gambar 3.1. Skema Pembuatan Tepung Pisang Awak ... 29 Gambar 3.2. Skema Penggrengan Ikan Lele Dumbo ... 30 Gambar 3.3. Diagram Proses Pembuatan Biskuit ... 31 Gambar 4.1. Biskuit Modifikasi Tepung Terigu dengan Tepung Pisang

Awak dan Ikan Lele Dumbo Sebelum dan Sesudah


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Uji Daya Terima ... 66 Lampiran 2. Surat Izin Penelitian ... 67 Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 68 Lampiran 4. Surat Keterangan Balai Riset Dan Standarisasi Industri

Medan ... 69 Lampiran 5. Kandungan Gizi Biskuit ... 70 Lampiran 6. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik

Panelis Terhadap Warna Biskuit Sibstitusi Tepung

Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo ... 71 Lampiran 7. Uji Barlett Data Organoleptik Warna Pada Biskuit... 72 Lampiran 8. Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis

Terhadap Warna Biskuit ... 73 Lampiran 9. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik

Panelis Terhadap Aroma Biskuit Sibstitusi Tepung

Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo ... 74 Lampiran 10. Uji Barlet Data Organoleptik Aroma Pada Biskuit ... 75 Lampiran 11. Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik

Panelis Terhadap Aroma Biskuit ... 76 Lampiran 12. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik

Panelis Terhadap Rasa Biskuit Sibstitusi Tepung

Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo ... 77 Lampiran 13. Uji Barlett Data Organoleptik Rasa Pada Biskuit ... 78 Lampiran 14. Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik

Panelis Terhadap Rasa Biskuit ... 79 Lampiran 15. Uji Ganda Duncan Terhadap Hasil Analisis Sidik Ragam Sekor

Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap Rasa Biskuit ... 80 Lampiran 16. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik

Panelis Terhadap Tekstur Biskuit Sibstitusi Tepung


(18)

Lampiran 17. Uji Barlett Data Organoleptik Tekstur Pada Biskuit ... 82 Lampiran 18. Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik

Panelis Terhadap Tekstur Biskuit ... 83 Lampiran 19. Dokumentasi Penelitian ... 84


(19)

ABSTRAK

Tepung pisang awak masak (Musa paradisiaca var. awak) dan ikan lele dumbo (Clarias Garipinus) dapat diolah menjadi biskuit. Biskuit merupakan salah satu makanan pendamping yang dapat mencukupi kebutuhan gizi balita. Biskuit memiliki rasa yang manis dan bentuk yang menarik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima dan kandungan gizi dari biskuit yang disubstitusikan tepung pisang awak dan ikan lele dumbo.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan acak lengkap dengan dua faktor dan tiga perlakuan yaitu penambahan tepung pisang awak dan ikan lele dumbo A1 (25%:35%), A2 (35%:25%), A3 (30%:30%). Uji daya terima biskuit substitusi tepung pisang awak dan ikan lele dumbo dilakukan terhadap 30 ibu balita dan balita di posyandu Perumnas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan dan analisis zat gizi dilakukan di Laboratorium Badan Riset dan Standarisasi Industri Medan.

Hasil penelitian uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur, biskuit oeleh 30 ibu balita yang paling disukai adalah biskuit dengan campuran tepung pisang awak 30% dan ikan lele dumbo 30%. Daya terima pada anak balita menunjukkan semua balita menyukai ketiga perlakuan biskuit. Hasil analisis Kandungan gizi ketiga perlakuan mengandung karbohidrat sebesar 67,74%, 71,77%, 69,69%, protein sebesar 12,00%, 9,01%, 10,25%, lemak sebesar 14,15%, 13,00%, 13,70%.

Disarankan kepada masyarakat agar ketiga perlakuan biskuit dapat dimanfaatkan sebagai alternatif makanan tambahan untuk balita.


(20)

additional food that can full fill the needs of toddler nutrient. Biscuits had sweet taste and interesting shape. This research purpose to determine the acceptability test and nutritional content of biscuits substitution banana ‘awak’ flour and dumbo catfish.

The type of research was an experiment conducted by completely randomized design using two factors and with three treatments, the treatmens are the addition of banana ‘awak’ flour and dumbo catfish with treatments 25%:35%,35%:25%,and 30%:30%. The acceptability biscuit substitution banana ‘awak’ and dumbo catfish by 30 mothers and toddler in Posyandu Perumnas Simalingkar district of Medan Tuntungan, nutrient analysis was tested in laboratory of industrial research and standarization Agency Medan.

The results organoleptic test based on color, aroma, flavor, and texture biscuit by thirty mothers panelist showed the most preferred are biscuit mixture of banana ‘awak’ flour 30% and dumbo catfish 30%. Acceptability of toddler showed that three treatments have been preferred by toddlers. The result of nutrional content analysis showed that three treatments has content of carbohydrates 67,74%, 71,77%, 69,69%, content of protein 12,00%, 9,01%, 10,25% and fat 14,15%, 13,00%, 13,70%.

It is recommended for people to take subtitution of banana ‘awak’ ripe flour and african catfish biscuit as alternative additional food for todder.


(21)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumber zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya program penganekaragaman pangan merupakan cara yang penting untuk meningkatkan komsumsi zat gizi yang mencukupi pada tingkat daerah pedesaan, regional dan nasional.

Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan rendahnya asupan energi dan protein dalam makanan sehari hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Peningkatan masalah gizi kemungkinan disebabkan oleh asupan yang tidak sesuai dengan kebutuhan balita baik zat gizi makro maupun zat gizi mikro. Semakin meningkat usia balita maka semakin meningkat pula kebutuhan zat-zat gizinya.

Salah satu upaya untuk memperbaiki asupan zat gizi pada balita melalui pemberian makanan tambahan yaitu biskuit yang merupakan makanan yang disenangi balita karena memiliki variasi bentuk yang menarik dan rasa yang manis. Jajanan sehat seperti biskuit dengan penambahan beberapa jenis bahan makanan yang mengandung zat gizi yang tinggi sangat tepat dijadikan sebagai tambahan makanan. Pertimbangannya balita telah dikategorikan mampu mengkonsumsi makanan padat yang memiliki tekstur renyah dan memiliki varian rasa. Disamping itu sistem pencernaan yang telah mampu mencerna makanan padat dan gigi yang mulai tumbuh.


(22)

Berdasarkan hasil penelitian Rohimah (2013), aplikasi penggunaan tepung labu kuning dan ikan lele dalam pembuatan biskuit dengan penambahan tepung labu kuning 20%,30%,40% dan tepung ikan lele 20%,30%,40% mampu meningkatkan kandungan protein, vitamin C dan mineral dalam biskuit. Hasil penelitian Febrina (2012), penambahan tepung wortel dalam pembuatan biskuit sebanyak 5%, 15%, dan 25% terbukti dapat meningkatkan kandungan vitamin A. Selain itu, hasil penelitian Melisa (2013), pembuatan biskuit dengan penambahan tepung bit merah dan hasil parutan bit merah dengan perbandingan 20% dapat menigkatkan kandungan zat gizi seperti vitamin A, B, C dan zat besi.

Pembuatan biskuit yang dimodifikasi dengan bahan makanan yang kaya akan kandungan zat gizinya, bertujuan untuk memperbaiki kandungan zat gizi yang jumlahnya terbatas. Seperti hasil penelitian di atas penambahan tepung labu kuning, buah bit dan dapat meningkatkan kandungan vitamin A dan vitamin C, sedangkan penambahan ikan lele ke dalam pembuatan biskuit bertujuan untuk meningkatkan sumber protein.

Pisang awak (Musa paradisiacal var. Awak) merupakan salah satu buah yang memiliki banyak manfaat dan mudah dikenali karena bentuknya yang khas dan memiliki warna cerah. Pisang awak yang matang memiliki tekstur yang lembut dan berasa manis. Kandungan gizinya yang baik terutama karbohidrat dalam bentuk gula, kalium, vitamin A, dan vitamin B6. Pisang Awak yang telah dibuat menjadi tepung dapat dijadikan bahan tambahan dalam pembuatan biskuit. Untuk meningkatkan kandungan zat gizi pada biskuit dapat ditambahkan ikan lele dumbo pada proses pembuatannya. Tujuan menggunakan pisang awak dan ikan


(23)

3

lele dumbo sebagai bahan tambahan pembuatan biskuit adalalah karena pisang awak dan ikan lele dumbo merupakan pangan lokal yang mudah didapat dan harnganya yang murah.

Ikan lele adalah salah satu ikan air tawar yang paling banyak diminati serta dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan. Harganya yang terjangkau membuat ikan lele terdistribusi secara merata hampir di seluruh pelosok tanah air. Salah satu jenis ikan lele yang populer di masyarakat adalah lele dumbo (Clarias gariepinus). Menurut Azhar (2006), ikan lele adalah salah satu ikan air tawar yang paling banyak diminati serta dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan. Harganya yang terjangkau membuat ikan lele terdistribusi secara merata hampir di seluruh pelosok tanah air. Salah satu jenis ikan lele yang populer di masyarakat adalah lele dumbo (Clarias gariepinus). Lele dumbo memiliki berbagai kelebihan sehingga lele dumbo termasuk ikan yang paling mudah diterima masyarakat. Kelebihan tersebut diantaranya adalah pertumbuhannya cepat, memiliki kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, rasanya enak dan kandungan gizinya cukup tinggi.

Ikan lele mempunyai nilai protein yang sangat tinggi. Protein ikan adalah protein yang istimewa karena bukan hanya berfungsi sebagai penambah jumlah protein yang dikonsumsi, tetapi juga sebagai pelengkap mutu protein dalam menu makanan. Ikan lele mempunyai kandungan protein sekitar 17,7%, lemak 4,8%, air 1,2%, dan karbohidrat sebanyak 76% (Astawan, 2008).

Menurut SNI (1992), biskuit merupakan jenis kue kering yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya


(24)

bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun. Secara umum bahan pembuatan biskuit biasanya dibuat dari tepung terigu. Biskuit mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak dan sedikit mengandung zat gizi lainnya seperti zat fosfor, kalsium dan zat besi. Oleh karena itu, melalui penambahan tepung pisang awak dan ikan lele dalam pembuatan biskuit dapat mengurangi pemakaian tepung terigu dan meningkatkan kandungan gizi.

Bahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit umumnya adalah tepung terigu. Biskuit yang berbahan dasar tepung terigu hanya mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, lemak dan sedikit mengandung zat gizi mikro seperti fosfor, kalsium dan zat besi. Banyak biskuit yang beredar dipasaran mengandung terlalu banyak gula. Selain itu sedikit biskuit yang mengandung karbohidrat kompleks seperti tepung gandum.

Proses produksi makanan seperti biskuit cukup sederhana dengan bahan baku yang terdapat di Indonesia. Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan biskuit dengan penambahan tepung pisang awak dan ikan lele dumbo dengan tiga perbandingan sebesar 30%:30%, 35%:20%, 25%:35% dari berat tepung terigu dimana biskuit akan menghasilkan kepadatan dan kerenyahan yang baik. Pengenalan penggunaan tepung pisang awak dan ikan lele dumbo kepada masyarakat akan lebih efektif bila diterapkan sebagai bahan baku atau tambahan dalam pembuatan makanan yang sudah dikenal oleh masyarakat, salah satunya adalah biskuit. Dalam hal ini, penambahan tepung pisang awak dan ikan lele dumbo


(25)

5

merupakan salah satu bentuk pengolahan makanan tambahan atau jajanan yang dimana dapat memberi sumbangan zat gizi yang dibutuhkan.

Biskuit merupakan salah satu makanan pendamping yang dapat mencukupi kebutuhan gizi balita. Dengan alasan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Subtitusi Tepung Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var Awak) dan Ikan Lele Dumbo (Clarias Garipinus) Dalam Pembuatan Biskuit Serta Uji Daya Terima”.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana daya terima biskuit yang di formulasi dengan substitusi tepung pisang awak (Musa paradisiaca var. awak) dan ikan lele dumbo (Clarias Garipinus).

1.3Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui daya terima dan nilai gizi biskuit substitusi tepung pisang awak (Musa paradisiaca var. awak) dan ikan lele dumbo (Clarias Garipinus).

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui nilai gizi biskuit dengan substitusi tepung pisang awak masak (Musa paradisiaca var. awak) dan ikan lele dumbo (Clarias Garipinus).

2. Mengetahui daya terima biskuit terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur dengan penambahan tepung pisang awak masak (Musa paradisiaca var. awak) dan ikan lele dumbo (Clarias Garipinus).


(26)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman suatu produk dari tepung pisang awak (Musa paradisiaca var. Awak) dan ikan lele dumbo (Clarias Garipinus) yang diolah menjadi biskuit.

2. Memberikan informasi nilai dari tepung pisang awak (Musa paradisiaca var. awak) dan ikan lele dumbo (Clarias Garipinus).

3. Sebagai salah satu usaha penganekaragaman pengolahan pangan agar tahan lama dan tidak mudah rusak.

4. Sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan biskuit.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Awak

Pisang (banana) merupakan beberapa spesies dari genus Musa bagi famili MusaceaePisang awak (Musa paradisiaca var. awak), merupakan buah yang memiliki banyak manafaat, dapat dihat dari kandung gizi yang ada didalam pisang awak. Pisang awak tergolong pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak maupun diolah terlebih dahulu seperti keripik pisang, pisang saleh dan lain sebagainya.

Pisang Awak yang belum matang memiliki 21-25% zat tepung. Jika mengalami pemeraman atau telah matang pada saat di pohon zat tepung berubah menjadi jenis gula. Adapun kandungan gizi yang terdapat pada 100 gram pisang awak dan beberapa jenis pisang lainnya dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Komposisi Nilai Zat Gizi Pisang Awak dan Beberapa Jenis Pisang (setiap 100 gram daging buah)

Zat Gizi Jenis Pisang

Awak Ambon Mas Raja Raja

sereh

Protein(g) 1,2 1,2 1,4 1,2 1,2

Lemak(g) 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

Karbohidrat (g) 22,2 25,8 33,6 31,8 31,1

Kadar air (g) 75,6 72 64,2 65,8 67

Kalsium (mg) 8 8 10 10 7

Besi (mg) 0,8 0,5 0,8 0,8 0,3

Vitamin A (IU) 126 146 79 950 112

Energi (kal) 95 99 127 120 118

Sumber: Munizar, 1998

2.1.1 Manfaat Pisang Awak

Pisang awak (Musa paradisiaca var. awak), merupakan buah yang memiliki banyak manfaat, salah satunya sering dimanfaatkan sebagai makanan untuk bayi


(28)

karena pisang mudah dicerna, sehingga berpotensi untuk dijadikan bahan dasar makanan pendamping ASI. Kandungan serat yang dapat membuat perut merakan kenyang lebih lama. Kandungan air yang banyak pada pisang awak dapat membantu proses metabolisme tubuh.

Didalam pisang terdapat beberapa vitamin seperti vitamin C yang terdapat 10 mg dalam satu buah pisang selain itu juga terdapat vitamin B. Pada dasarnya vitamin berperan penting dalam tahap metabolisme energi, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Vitamin C berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, pendarahan dibawah kulit dan pendarahan di gusi.(Almatsier,2009)

Pemanfaatan pisang awak agar tahan lama dapat dilakukan dengan membuatnya menjadi tepung. Berdasarkan hasil penelitian Lubis, Jumirah dan Siagian (2011) proses pembuatan tepung pisang awak yang telah matang dilakukakan dengan menambahkan tepung beras. Ini dilakukan agar mempermudah proses pengeringan dan menghasilkan tepung yang berkualitas baik dan buah pisang yang digunakan adalah pisang awak yang benar-benar masak. Kandungan nilai gizi pisang awak masak dan formula tepung pisang awak dapat dilihat pada tabel 2.2.


(29)

9

Tabel 2.2. Kandungan Gizi Pisang Awak Masak dan Formula Tepung Pisang Awak

Kandungan Gizi Pisang Awak Msak Campuran Tepung Pisang

Awak dan Tepung beras 2:1

Air (%) 65,8 5,90

Karbohidrat: Total (%) Glukosa (%) 13,8 7,91 61,7 26,8

Lemak (%) 0,14 1,02

Protein (%) 1,18 5,65

Abu (%) 1,00 1,09

Serat Kasar (%) 1,345 1,51

Mineral: (mg/kg) Besi Seng Kalsium Selenium Kalium Posfor < 0,03 < 0,002 8,45 < 0,90 57,43 TT < 0,03 < 0,002 14,7 < 0,90 62,60 TT Sumber: Lubis, Jumirah, dan Albiner Siagian (2011)

2.2 Ikan Lele Dumbo (Clarias Garipinus)

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan asli perairan Indonesia. Ikan lele dumbo termasuk ke dalam filum Chordata, kelas Pisces, subkelas Teleostei, ordo Ostariophysi, subordo Siluroidea, dan genus Clarias. Salah satu dari beberapa literatur menyebutkan bahwa lele dumbo merupakan hasil perkawinan silang dua spesies, yaitu antara lele betina Clarias fuscus dari Taiwan dan lele jantan Clarias mossambicus dari Afrika (Rahayu, 2013).

Lele dumbo memiliki bentuk tubuh memanjang, agak bulat, kepala gepeng, tidak bersisik, mulut besar, warna kelabu sampai hitam. Di sekitar mulut terdapat bagian nasal, maksila, mandibula luar dan mandibula dalam, masing-masing terdapat sepasang kumis. Hanya kumis bagian mandibula yang dapat digerakkan untuk meraba makanannya. Kulit lele dumbo berlendir tidak bersisik, berwarna hitam pada bagian punggung (dorsal) dan bagian samping (lateral). Sirip


(30)

punggung, sirip ekor, dan sirip dubur merupakan sirip tunggal, sedangkan sirip perut dan sirip dada merupakan sirip ganda. Pada sirip dada terdapat duri yang keras dan runcing yang disebut patil. Patil lele dumbo tidak beracun (Prihartono, 2000).

Menurut Astawan (2008) lele dumbo banyak ditemukan di rawa-rawa dan sungai di Afrika, terutama di dataran rendah sampai sedikit payau. Ikan ini mempunyai alat pernapasan tambahan yang disebut abrorescent, sehingga mampu hidup dalam air yang oksigennya rendah.

Protein ikan adalah protein yang istimewa karena bukan hanya berfungsi sebagai penambah jumlah protein yang dikonsumsi, tetapi juga sebagai pelengkap mutu protein dalam menu. Komposisi gizi ikan lele disajikan pada 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Gizi Ikan Lele

Zat Gizi Kandungan

Protein (%) 17,7

Lemak (%) 4,8

Mineral (%) 12

Air (%) 76

Karbohidrat (%) 0,3

Sumber: Vaas 1956 dalam Astawan 2008

Protein ikan lele juga mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang cukup. Susunan asam amino ikan lele disajikan pada tabel 2.4


(31)

11

Tabel 2.4 Susunan Asam Amino Esensial Ikan Lele

Asam amino % protein

Arginin 6,3

Histidin 2,8

Asoleusin 4,3

Leusin 9,5

Lisin 10,5

Metionin 1,4

Fenilalanin 4,8

Treonin 4,8

Valin 4,7

Triptofan 0,8

Total esensial 49,9

Nonesensial 50,1

Sumber: FAO 1972 dalam Astawan 2008

2.2.1 Manfaat Ikan lele Dumbo

Manfaat ikan lele dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Kandungan asam amino esensial sangat berguna untuk tumbuh kembang tulang, membantu penyerapan kalsium dan menjaga keseimbangan nitrogen dalam tumbuh, dan memelihara masa tubuh anak agar tidak terlalu berlemak. Selain itu juga manfaat ikan lele pun dapat menghasilkan antibodi, hormon, enzim, dan pembentukan kolagen, dan untuk perbaikan jaringan tubuh.

Komponen gizi daging ikan lele mudah dicerna dan diserap oleh tubuh manusia bagi anak-anak maupun orang dewasa dan usia lanjut. Daging ikan lele mengandung asam lemak omega-3 yang sangat dibutuhkan untuk membantu perkembangan sel otak anak dibawah usia 12 tahun, sekaligus memelihara sel otak pada usia lanjut (sampai usia 70 tahun). Kandungan vitamin A dan vitamin D yang dibutuhkan oleh manusia untuk menjaga sekaligus untuk memperbaiki kesehatan mata, kulit dan tulang.


(32)

Daging ikan lele juga mengandung vitamin B1, B6 dan B12 yang berfungsi untuk membantu proses metabolisme, mencegah anemia, melindungi jantung dan mencegah penyakit pada syaraf manusia. Zat besi yang mudah diserap oleh tubuh manusia serta yodium untuk mencegah terjadinya penyakit gondok, hambatan pertumbuhan anak. Sedangkan selenium untuk membantu metabolisme tubuh dan sebagai anti oksidan yang melindungi tubuh dari radikal bebas dan flour yang berperan untuk memperkuat dan menyehatkan gigi.

2.3 Biskuit

Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan tambahan lain yang di ijinkan (SNI, 1992)

Berdasarkan SNI. 01.2973.1992 biskuit dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis seperti berikut ini :

a) Biskuit Keras

Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah.

b) Biskuit Crackers

Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalaui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah ke asin dan renyah, serta bila dipatahkanpenampang potongannya berlapis-lapis.


(33)

13

c) Cookies

Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. d) Wafer

Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

Biskuit pada umumnya berwarna coklat keemasan, permukaan agak licin, bentuk dan ukurannya seragam, crumb berwarna putih kekuningan, kering, renyah dan ringan serta aroma yang menyenangkan. Bahan pembentuk biskuit dapat dkelompokkan menjadi dua jenis yaitu bahan pengikat dan bahan perapuh. Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, padatan dari susu dan putih telur. Bahan pengikat berfungsi untuk membentuk adonan yang kompak.Bahan perapuh terdiri dari gula, shortening, bahan pengembang, dan kuning telur.

Biskuit yang secara umum berlaku di Indonesia memiliki syarat mutu biskuit menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992) seperti pada tabel 2.5.

Tabel 2.5. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992

No Kriteria Uji Klasifikasi

1. Air Maksimum 5%

2. Protein Minimum 6%

3. Lemak Minimum 9,5%

4. Karbohidrat Minimum 70%

5. Abu Maksimum 2%

6. Logam Berbahaya Negatif

7. Serat Kasar Maksimum 0,5%

8. Kalori (kal/100 gr) Minimum 400

9. Jenis Tepung Terigu

10. Bau dan Rasa Normal

11. Warna Normal


(34)

2.3.1 Kandungan Gizi Biskuit

Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik balita hingga dewasa namun memiliki jenis yang berbeda. Biskuit yang beredar dipasaran memiliki kandungan gizi yang kurang seimbang, kebanyakan memiliki kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi sedangkan protein yang relatif rendah. Kandungan gizi biskuit yang di wajibkan Standar Nasional Indonesia adalah sebagai berikut terdapat pada tabel 2.6.

Tabel 2.6. Komposisi Zat Gizi Biskuit per 100 gram

Zat gizi Jumlah

Energy (kkal) 458

Protein (g) 6,9

Karbohidrat (g) 75,1

Lemak (g) 14,4

Vitamin A (IU) 0

Vitamin B1 (mg) 0,09

Vitamin C (mg) 0

Kalsium (mg) 62

Fosfor (mg) 87

Zat besi (mg) 3

Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992)

Berbagai penelitian menjelaskan kandungan gizi biskuit, penelitian Febrina (2012), yang berjudul pengaruh penambahan tepung wortel terhadap daya terima dan kadar vitamin A pada biskuit. Berdasarkan penambahan tepung wortel 5%, 15%, 25% terlihat peningkatan kandungan vitamin A dibandingkan dengan pembuatan biskuit dengan Tepung Terigu.

Pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ceker ayam yang dilakukan oleh Ramadhani (2013) menunjukkan semakin banyak tepung ceker ayam yang ditambahkan dalam pembuatan biskuit maka semakin tinggi kandungan kalsium pada biskuit. Kadar kalsium biskuit ceker ayam per 100 gram biskuit ceker ayam


(35)

15

15% yaitu 201,0 mg, pada biskuit ceker ayam 20% yaitu 237,9 mg, pada biskuit ceker ayam 25% yaitu 313,6 mg. Dilihat dari hasil ini kadar kalsium pada biskuit ceker ayam meningkat sesuai dengan semakin tinggi konsentrasi tepung ceker ayam dalam pembuatan biskuit.

2.3.2 Bahan – Bahan Pembuatan Biskuit

Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material). Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk, putih telur, sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening), bahan pengembang, dan kuning telur. Bahan-bahan pembuatan biskuit menurut Faridah (2008) yang dikutip oleh Ramadhani (2013) terdiri dari:

1. Tepung terigu

Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan mempengaruhi proses pembuatan adonan, fungsi tepung adalah sebagai struktur biskuit. Sebaiknya dalam pembuatan biskuit menggunakan tepung terigu protein rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata.

Bahan pokok dalam pembuatan biskuit adalah tepung terigu. Dipasaran saat ini paling tidak ada 3 macam produk tepung terigu yaitu tepung terigu dengan kandungan proteinnya 13-13%, tepung terigu dengan kandungan proteinnya 9-11%, dan tepung terigu dengan kandungan proteinnya 7-9%. Selama pengolahan biskuit menggunakan 100% tepung terigu. Perlu dikaji bahan baku yang


(36)

digunakan untuk biskuit tidak hanya berasal dari tepung terigu saja, melainkan disubstitusikan (Rukmana, 1997).

2. Gula

Manis yang sangat penting karena hampir setiap produk mempergunakan gula. Gula merupakan salah satu bahan pemanis dalam pembuatan biskuit, gula yang digunakan sebaiknya menggunakan gula halus atau tepung gula. Di dalam pembuatan biskuit, gula berfungsi sebagai pemberi rasa (Subagjo,2007).

3. Telur

Telur yang dipakai pada pembuatan kue kering bisa kuning telur, putih telur atau keduanya. Kue yang menggunakan kuning telur saja akan lebih empuk, sebaliknya bila menggunakan putih telur untuk memberi kelembaban, nilai gizi sekaligus membangun struktur kue. Telur juga sering dipakai untuk memoles dan untuk mengkilatkan kue. Soda kue juga bisa mengontrol kekosongan gula. Terlalu banyak soda membuat kue, cream atau tartar dan tepung. Tujuan penambahan ini membuat kue kering lebih renyah dan memperlebar kue kering (Semijati,2014).

Telur juga membuat produk lebih mengembang karena dapat menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk. Kuning telur merupakan sumber utama beberapa vitamin dan mineral. Kuning telur juga banyak mengandung lemak, kolesterol dan protein.

4. Lemak

Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah yang berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine). Lemak merupakan


(37)

17

salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.

5. Garam

Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein.

6. Bahan Pengembang

Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking powder. Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan. Fungsi bahan pengembang adalah untuk mengembangkan adonan, sehingga menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya (Faridah, 2008).

7. Susu Bubuk

Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah susu bubuk. Susu bubuk berupa serbuk atau seperti tepung ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu bubuk ini hanya digunakan sekitar 10 gram. Susu bubuk berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk.


(38)

2.3.3. Proses Pembuatan Biskuit

Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran (mixing), pembentukan (forming) dan pemanggangan (bucking). Tahap pencampuran bertujuan meratakan pendistribusian bahan-bahan yang digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus. Ada beberapa hal cara pembuatan biskuit yang baik yang harus diperhatikan yaitu:

1. Pilih tepung berprotein rendah dengan jumlah yang tepat. Jumlah tepung yang terlalu banyak akan membuat biskuit bertekstur keras. Sebaliknya, jika tepungnya kurang akan menghasilkan biskuit yang tidak renyah.

2. Gula juga memegang peran penting, sebaiknya gula diganti dengan bahan yang rendah kalori atau dimodifikasi dengan bahan yang mempunyai cita rasa manis, misalnya gula dari buah-buahan.

3. Bahan lemak yang biasanya menggunakan margarin, mentega atau minyak. Jumlah yang digunakan sesuai dengan kebutuhan kesehatan tubuh.

4. Telur merupakan bahan pokok dalam pembuatan biskuit, telur dapat menggunakan bagian putih atau kuningnya saja. Jika kuningnya yang digunakan, pilih telur yang dalam pembuatan biskuitnya rendah kolesterolnya. 5. Bahan pemuai terkadang diperlukan dalam pembuatan kue kering. Bahan ini

dapat menjadikan kue bertambah renyah.

6. Bahan tambahan lain dapat dipadukan agar mengahsilkan kue yang berkualitas. Misalnya susu, kulit jeruk, rempah-rempah, kacang-kacangan, dan lain sebagainya. Sebaiknya pilih susu kedelai yang mempunyai banyak manfaat sebagai penangkal radikal bebas penyebab kanker, menurunkan kolesterol


(39)

19

dalam darah, menghindari penyakit jantung koroner, mengurangi tekanan darah tinggi, membantu, mengurangi keluhan pada masa menopause dan mencegah osteoporosis(Muaris, 2007)

Salah satu resep dalam membuat biskuit(Soewitomo, 2006) adalah: Bahan :

1. Tepung terigu 250 gram

2. Gula halus 125 gram

3. Mentega 100 gram

4. Tepung Meizena 10 gram

5. Susu bubuk 25 gram

6. Baking Powder ½ sdt

7. Garam ½ sdt

8. Kuning telur ayam 2 butir

9. Air 50 ml

Cara membuat biskuit, yaitu:

a) Campurkan mentega, kuning telur, gula tepung, dan garam lalu mixer sampai merata.

b) Campur tepung terigu, baking powder, susu bubuk, dan tepung meizena lalu diayak.

c) Campuran 1 dan campuran 2 dicampur lalu tambahkan air dan diadoni selama 15 menit.


(40)

e) Letakkan adonan kue yang telah dibentuk dalam loyang yang sudah diolesi mentega.

f) Panggang adonan hingga matang. 2.4.Daya Terima Makanan

Penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal, penilaian dengan indera memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif (Soekarto, 2002).

Salah satu cara pengujian organoleptik adalah dengan metode uji pencicipan. Uji pencicipan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang disukai. Pada uji pencicipan dapat dilakukan menggunakan panelis yang belum berpengalaman. Dalam kelompok uji pencicipan ini termasuk uji kesukaan (hedonik).

1. Warna

Faktor yang mempengaruhi suatu bahan makanan antara lain tekstur, warna, cita rasa, dan nilai gizinya. Sebelum factor – factor yang lain dipertimbangkan secara visual. Faktor warna lebih berpengaruh dan kadang – kadang sangat menentukan suatu bahan pangan yang dinilai enak, bergizi dan teksturnya sangat baik, tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak indah dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya.


(41)

21

2. Aroma

Aroma dapat didefinisikan sebagai suatu yang dapat diamati dengan indera pembau untuk data menghasilkan aroma, zat harus dapat menguap, sedikit larut dalam air dan sedikit larut dalam lemak. Senyawa berbau sampai kee jaringan pembau dalam hidung bersama – sama dengan udara. penginderaan cara ini memasyarakatkan bahwa senyawa berbau bersifat atsiri.

3. Tekstur

Tekstur adalah faktor kualitas makanan yang paling penting, sehingga memberikan kepuasan terhadap kebutuhan kita. Oleh indera itu kita menghendaki makanan yang mempunyai rasa dan tekstur yang sesuai dengan yang kita harapkan, sehingga bila kita membeli makanan, maka pentingnya nilai gizi biasanya ditempatkan pada mutu setelah harga, tekstur dan rasa. 4. Rasa

Rasa merupakan faktor yang cukup penting dari suatu makanan. Komponen yang dapat menimbulkan rasa yang diinginkan tergantung senyawa penyusunnya. Umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari satu macam rasa yang terpadu sehingga menimbulkan cita rasa makanan yang utuh. Perbedaan penilaian penelis terhadap rasa dapat diartikan sebagai penerimaannya terhadap flavor atau cita rasa yang dihasilkan oleh kombinasi bahan yang digunakan.

Pada uji hedonik, panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Disamping panelis mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat – tingkat kesukaan ini disebut skala hedonic. Dalam


(42)

penganalisaan, skala hedonik ditransformasi menjadi numerik menurut tingkat kesukaan . Dengan data ini dapat dilakukan analisis – analisis statistik.

2.5 Panelis

Menurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel yang dikutip oleh Febrina (2012), yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.

1. Panel Perseorangan

Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisa organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien. Panel perseorangan biasanya digunakan untuk mendeteksi penyimpangan yang tidak terlalu banyak dan mengenali penyebabnya.

2. Panel Terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.


(43)

23

3. Panel Terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.

4. Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya.

5. Panel Tidak Terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita.

6. Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.


(44)

7. Panel Anak-anak

Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya. Cara penggunaan panelis anak-anak harus bertahap yaitu dengan pemberitahuan atau dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka snoopy yang sedang sedih, biasa atau tertawa.

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Bagan diatas menunjukkan bagaimana biskuit dengan substitusi tepung pisang awak dan ikan lele dumbo mempengaruhi daya terima dengan penilaian berdasarkan indikator warna, aroma, rasa, serta tekstur dan kandungan gizi biskuit

Biskuit substitusi tepung pisang awak dan ikan lele

dumbo

Daya terima biskuit tepung pisang awak dan ikan lele

(aroma, rasa, warna dan tekstur)

Kandungan zat gizi biskuit (protein, karbohidrat, dan lemak)


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalalah eksperimen, dengan menggunakan rancangan penelitian acak lengkap yang terdiri dua faktor yaitu tepung pisang awak dan tepung ikan lele dumbo dengan menggunakan 3 perlakuan dengan menggunakan simbol A1, A2, dan A3 yang diulang sebanyak 2 kali pada saat proses pembuatan biskuit tepung pisang awak dan ikan lele dumbo dengan maksud untuk memperkecil eror atau kesalahan yang mungkin terjadi pada saat penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit.

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan

Perlakuan Ulangan (U)

1 2

A1 Y11 Y21

A2 Y12 Y22

A3 Y13 Y23

Keterangan :

A1 : Biskuit dengan penambahan tepung pisang awak 25 % , dan tepung ikan lele dumbo 35% A2 : Biskuit dengan penambahan tepung pisang awak 35%, dan tepung ikan lele dumbo 25% A3 : Biskuit dengan penambahan tepung pisang awak 30%, dan tepung ikan lele dumbo 30% Y11 : Perlakuan A1 pada ulangan ke-1

Y21 : Perlakuan A1 pada ulangan ke-2 Y12 : Perlakuan A2 pada ulangan ke-1 Y22 : Perlakuan A2 pada ulangan ke-2 Y13 : Perlakuan A3 pada ulangan ke-1 Y23 : Perlakuan A3 pada ulangan ke-2 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian pembuatan biskuit dilakukan di Laboratoriun FKM USU. Pengujian zat gizi dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan. Sedangkan pelaksanaan uji daya terima dilakukan di posyandu Perumnas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan. Lokasi ini dipilih berdasarkan


(46)

observasi yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan terdapat balita yang mengalami kurang gizi.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Agustus 2015. 3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah biskuit yang disubtitusi dengan tepung pisang awak dan tepung ikan lele dumbo 25% : 35%, 35% : 25% dan 30% : 30%.

3.4. Defenisi Operasional

1. Biskuit dalam penelitian inin yaitu makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu dan tepung pisang awak dan ikan lele dumbo, lemak, bahan pengembang, dan penambahan bahan makanan lain yang diizinkan.

2. Daya terima biskuit adalah tingkat kesukaan panelis terhadap biskuit yang disubtitusi tepung pisang awak dan ikan lele dumbo meliputi indikator warna, tekstur, aroma dan rasa yang dilakukan pada anak balita dan ibu balita.

3. Warna adalah corak yang dihasilkan oleh biskuit tepung pisang awak dan ikan lele dumbo yang dirasakan secara subyektif oleh indera penglihatan.

4. Rasa adalah daya terima panelis terhadap biskuit tepung pisang awak dan ikan lele dumbo yang dirasakan secara subyektif oleh indra pengecap.

5. Aroma adalah bau khas yang dihasilkan oleh biskuit tepung pisang awak dan ikan lele dumbo yang dibedakan oleh indra pencium.

6. Tekstur adalah konsistensi atau kerenyahan dari biskuit tepung pisang awak dan ikan lele dumbo yang diukur secara subyektif oleh indra pengecap.


(47)

27

3.5 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven, timbangan, pisau, baskom atau wadah, loyang, blender, mixer, sendok, ayakan tepung, talam, cetakan biskuit. Sedangkan alat yang digunakan dilaboratorium untuk menganalisis komposisi energi, protein, lemak, kadar abu dan kadar air digunakan erlenmeyer 500 ml, pipet volume 50 ml, pendingin tegak, hot place, corong Buchner, tabung reaksi kertas saring, pompa, beaker glass, batang pengaduk, oven desikator, cawan petri.

Bahan yang digunakan untuk melakukan penelitian kadar protein, lemak, kadar air, kadar abu, dan karbohidrat terdiri dari: aquadest, campuran selenium, HBO3, NaOH 30 %, H2SO4, H2BO3 2%, NaOH 30%, HBO3 2%, H2BO4 0,2 N, HCl, Kloroform, pelarut lemak, larutan indicator. Pada pembuatan biskuit penggunaan bahan dipilih yang berkualitas baik, tidak rusak, tidak berubah warna dan tidak kadaluarsa. Jenis dan ukuran bahan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.2

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Biskuit Dengan Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo

Jenis Bahan Kelompok Eksperimen

A1 A2 A3

Tepung Terigu 100 gram 100 gram 100 gram

Tepung Pisang Awak 62,5 gram 87,5gram 75gram

Tepung Ikan Lele Dumbo 87,5gram 62,5 gram 75gram

Mentega 80 gram 80 gram 80 gram

Tepung Maizena 20 gram 20 gram 20 gram

Kuning telur 1 butir 1 butir 1 butir

Gula halus 50 gram 50 gram 50 gram

Susu bubuk 20 gram 20 gram 20 gram

Backing powder 1/2sdt 1/2sdt 1/2 sdt

Keterangan :

Berat total dari bahan utama = 250 gram

A1 : tepung terigu 40% tepung pisang awak 25% dan tepung ikan lele dumbo 35% A2 : tepung terigu 40% tepung pisang awak 35% dan tepung ikan lele dumbo 25%


(48)

Pada pembuatan biskuit penulis telah melakukan beberapa percobaan dimana hasil yang didapat menunjukkan perbedaan dari tektur. Percobaan pembuatan biskuit yang telah dilakukan sebelumnya adalah dengan pengukusan ikan lele dumbo. Pada tektur yang dihasilkan tidak baik karena tektur biskuit sangat keras, sehingga dilakukan percobaan dengan menggoreng ikan lele dumbo. Dengan menggoreng ikan lele dumbo menghasilkan tektur biskuit yang renyah. Perlakuan dalam pembuatan biskuit tepung pisang awak dan ikan lele dumbo dengan perbanding 40% : 25% : 35%, 40% : 35% : 25% dan 40% : 30% : 30% merupakan perbandingan yang tepat menurut penulis pada pembuatan biskuit dengan substitusi tepung pisang awak masak dan ikan lele dumbo. Jika perbandingan komposisi dari tepung pisang awak dan ikan lele dumbo ditambah atau lebih banyak dari tepung terigu maka tektur dari biskuit akan menjadi tidak renyah atau keras.


(49)

29

3.6 Tahapan Penelitian

3.6.1 Prosedur Pembuatan Tepung Pisang Awak

Penggunaan pisang dalam proses pembuatan tepung pisang dipilih pisang awak yang telah matang dan tidak busuk. Kulit dan bijinya dibuang. Dihaluskan dengan blender sampai membentuk pasta pisang, setelah itu ditambahkan tepung beras dengan perbandingan 2:1. Penggunaan tepung beras dipilih agar pisang awak dapat dibuat menjadi tepung pisang karena pisang awak yang telah matang tidak dapat dibuat menjadi tepung karena tekstur yang terlalu lunak. Setelah ditambahkan tepung beras dilakukan pengeringan di Oven dengan suhu 55-60º Celsius selama 48 jam. Kemudian digiling dan diayak sehingga menjadi tepung. Dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini:

Gambar 3.1 Skema Pembuatan Tepung Pisang Awak Pisang Awak Masak

Pengupasan Kulit dan dibuang bijinya

Dihaluskan dengan blender

Penambahan Tepung Beras

Pengeringan

Penggilingan/Penepungan

Pengayakan


(50)

3.6.2 Prosedur Penggorengan Ikan Lele Dumbo

Dalam proses penggorengan ikan lele dumbo ini menggunakan ikan lele dumbo segar. Untuk mendapatkan 87,5 gram ikan lele dumbo dalam pembuatan biskuit diperlukan 300 gram ikan lele dumbo segar. Sebelum digoreng terlebih dahulu ikan dibersihkan dari isian perut, kepala, dan buntutnya. Lalu cuci ikan dengan air mengalir. Beri satu sendok makan garam dan satu buah perasan jerut nipis untuk meghilangkan lendir dan bau amis pada ikan lele dumbo dan diamkan selama 15 menit. Cuci kembali ikan lele dumbo dengan air mengalir hingga bersih. Setelah ikan lele dumbo bersih goreng ikan lele selama 15 menit sampai garing. Setelah ikan lele matang, kemudian pisahkan daging ikan dari duri. Setelah danging ikan lele bersih dari durinya, selanjutnya daging ikan dihaluskan dengan menggunakan blender.

Gambar 3.2 Skema Penggorengan Ikan Lele Dumbo .

Ikan lele dumbo segar

Pencucian ikan 2x

Goreng ikan lele selama kurang lebih 15 menit sampai garing

Tiriskan minyak dari ikan

Haluskan daging ikan dengan blender Pisahkan daging ikan dari tulang ikan


(51)

31

3.6.3 Proses Pembuatan Biskuit

Tahapan pembuatan biskuit tepung pisang awak dan ikan lele dumbo dapat dilihat dari diagram 3.1 dibawah ini

Gambar 3.3. Diagram proses pembuatan biskuit

Bagan diatas menjelaskan tahapan tahapan pembuatan biskuit dengan perbandingan 40% : 25% : 35%, 40% : 35% : 25% dan 40% : 30% : 30% tepung terigu, tepung pisang awak, dan ikan lele dumbo dari berat bahan dasar 250 gram.

Aduk menggunakan mixer

Kemudian ditambahkan

Tepung pisang awak 62,5 gr

Ikan lele dumbo 87,5 gr Susu bubuk 20 gr Tepung Maizena 20 gr Backing powder 1/2sdt

Tepung pisang awak 75gr

Ikan lele dumbo 75 gr Susu bubuk 20 gr Tepung maizena 20 gr Backing powder 1/2sdt Tepung Pisang awak

87,5 gr

Ikan lele dumbo 62,5 gr Susu bubuk 20 gr Tepung maizena 20gr Backing powder 1/2sdt

Pengadukan dilakukan sehingga terbentuk adonan yang rata

Dicetak dan dioven pada suhu 140ºC selam 20-30 menit Kuning Telur 1butir

Mentega 80 gr Gula halus 50 gr


(52)

Prosedur pembuatan biskuit dengan substitusi tepung pisang awak dan ikan lele dilakukan dengan beberapa tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap penyelesaian.

1) Tahap Persiapan

- Menyiapkan semua alat, bahan utama dan bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit.

- Menimbang bahan bahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit 2) Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan pembuatan biskuit meliputi tahap pencampuran, pembentukan dan pengovenan.

3) Pencampuran

- Kuning telur, mentega dan gula halus dicampur dengan menggunakan mixer selama 2 menit setelah itu tambahkan tepung terigu.

- Setelah itu tambahkan Tepung pisang awak dan ikan lele, susu bubuk, tepung maizena dan backing powder.

4) Pembentukan atau pencetakan - Adonan dicetak dengan cetakan.

- Diletakkan dalam loyang yang telah diolesi mentega. 5) Pemanggangan atau pengovenan

Adonan yang telah dibentuk kemudian dimasukkan dalam oven yang sudah di panaskan dengan suhu 140ºC, kemudian dipanggang selama 20-30 menit.


(53)

33

6) Pengangkatan atau pendinginan

Setelah biskuit matang kemudian diangkat dan dikeluarkan dari oven dalam keadaan masih lembek karena setelah dingin akan menjadi keras/renyah. 7) Tahap penyelesaian

- Biskuit dimasukkan dalam kemasan sesuai dengan kelompoknya. Pengemasan dilakukan setelah biskuit dingin.

- Dilakukan uji organoleptik biskuit (aroma, warna, rasa, dan tekstur). Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan panelis.

3.7. Uji Daya Terima

Penilaian daya teriman biskuit dilakukan dengan uji organoleptik. Uji organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan/hedonik menyatakan suka/tidaknya terhadap suatu produk. Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai acuan, namun mempermudah penelis dan peneliti skala ini diperkecil menjadi 3 tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang paling tinggi adalah 3. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuaidengan tabel 3.3 berikut :


(54)

Tabel 3.3 Tingkat Penerimaan Panelis Pada Uji Hedonik

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik

Warna Suka

Kurang Suka Tidak Suka

3 2 1

Aroma Suka

Kurang suka Tidak suka

3 2 1

Rasa Suka

Kurang Suka Tidak Suka

3 2 1

Tekstur Suka

Kurang Suka Tidak Suka

3 2 1

1. Panelis

Penilaian kesukaan/analisa sifat sensoris suatu komoditi diperlukan alat instrumen, alat yang digunakan terdiri dari orang/kelompok orang yang disebut panel, orang yang bertugas sebagai panel disebut panelis. Jenis panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih dan panelis anak - anak sebanyak 30 orang. Panelis tidak terlatih yaitu ibu dari balita dimana ibu menilai biskuit berdasarkan indikator rasa, aroma, tekstur, dan warna. Sedangkan balita penilaian uji daya terima dilihat dari seberapa banyak biskuit yang habis diukur dari berapa gram sisa biskuit. Karena balita yang dijadikan panelis belum dapat menilai berdasarkan indikator yang telah ditentukan maka pada ibu dari balita diminta untuk menilai dan mendampingi saat uji daya terima berlangsung. Syarat balita dan ibu yang akan menjadi panelis adalah sebagai berikut

a. Balita berumur 3-5 tahun atau.

b. Tidak sedang mengalami sakit baik balita maupun ibunya. c. Tidak dalam keadaan kenyang ataupun lapar.


(55)

35

2. Pelaksanaan Penilaian a. Waktu dan Tempat

Penilaian uji daya terima terhadap biskuit dengan substitusi tepung pisang awak dan ikan lele dumbo dilaksanakan di posyandu Perumnas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan .

b. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tepung pisang awak dan ikan lele dumbo dengan perbandingan 40% : 25% : 35%, 40% : 35% : 25% dan 40% : 30% : 30%. Sedangkan alat yang digunakan adalah formulir penilaian, alat tulis dan air minum dalam kemasan.

3. Langkah-langkah Pada Uji Daya Terima

a. Mempersilahkan panelis untuk duduk di ruangan yang telah disediakan.

b. Membagikan sampel sesuai variasi, air minum dalam kemasan, formulir penilaian dan alat tulis.

c. Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan cara pengisian formulir.

d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan penilaian pada lembar fomulir penilaian.

e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.

f. Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan analisa deskriptif.


(56)

3.8. Analisis Proksimat

Pada analisis proksimat dilakukan uji laboratorium yang dilaksanakan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan . Biskuit yang telah dibuat dengan 3 perlakuan di uji kadar Protein, lemak, kadar abu, kadar air dan karbohidrat. Ukuran biskuit yang digunakan sebanyak 2 gram dengan dua kali percobaan setiap satu formula biskuit. Ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan. Adapun langkah – langkah yang dilakukan dalam proses pengujian adalah sebagai berikut :

3.8.1. Uji Protein Cara kerja:

1. Timbang seksama 0,51 g sampel, masukkan ke dalam labu Kjeldhal 100 ml. 2. Tambahkan 2 g campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.

3. Panaskan di atas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam).

4. Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, tepatkan sampai tanda garis.

5. Pipet 5 ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling, tambahkan 5 ml NaOH 30%.

6. Sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml larutan asam borat 2 % yang telah dicampur indikator.

7. Bilasi ujung pendingin dengan air suling. 8. Titar dengan larutan HCl 0,01 N.


(57)

37

Perhitungan :

Kadar Protein = Keterangan: w: bobot contoh

: volume HCl 0,01 N yang digunakan penitrasi contoh : volume hcl yang digunakan penitrasi blanko

N : normalitas HCl

fk: faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum 6,25 susu & hasil olahannya:6,38 mentega kacang: 5,46

fp: faktor pengenceran 3.8.2. Uji Lemak Cara kerja:

1. Timbang dengan teliti 1 gr sampel, lalau dimasukkan kedalam tabung reaksi berskala 10 ml, ditambahkan kloroform mendekati skala.

2. Kemudian ditutup rapat, dikocok dan dibiarkan semalam, himpitkan dengan tanda skala 10 ml dengan pelarut lemak yang sama dengan memakai pipet, lalu dikocok hingga hommogen kemudian disaring dengan kertas saring kedalam tabung reaksi.

3. Dipipet 5cc kedalam cawan yang telah ketahui beratnya (a gram) lalu diovenkan suhu 1000C selama 3 jam.

4. Dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang ( b gram).

5. Dihitung kadar lemak kasar dengan rumus sebagai berikut Kadar Lemak =

Keterangan:

w: bobot contoh dalam gram

bobot lemak sebelum ekstraksi dalam gram bobot labu lemak sesudah ekstraksi


(58)

3.8.3. Uji Kadar Abu Cara kerja:

1. Cawan pengabuan dibakar dalam tanur kemudian didinginkan selama 3-5 menit lalu ditimbang.

2. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 2 gr sampel yang sudah dihomogenkan dalam cawan.

3. Dimasukkan dalam cawan petri pengabuan kemudian dimasukkan kedalam tanur dan dibakar sampar didapat abu-abu atau sampai beratnya tetap.

4. Bahan didinginkan kemudian ditimbang. 5. Dihitung kadar abunya

Kadar Abu = Keterangan:

w: bobot contoh sebelum diabukan

bobot contoh + cawan sesudah diabukan bobot cawan kosong

3.8.4. Uji Kadar Air Cara kerja:

1. Cawan kosong yang tutupnya dikeringkan dalam oven selam 15 menit.

2. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 2 gr sampel yang sudah dihomogenkan dalam cawan.

3. Dimasukkan dalam cawan kemudian dimasukkan ke oven selam 3 jam.

4. Cawan didinginkan selama 3-5 menit. Setelah dingin bahan ditimbang kembali. 5. Bahan dikeringkan kembali didalam oven 30 menit sampai diperoleh berat yang

tetap.


(59)

39

7. Dihitung kadar dengan rumus Kadar Air =

Keterangan:

w: bobot cuplikan sebelum dikeringkan bobot setelah dikeringkan

3.8.5. Uji Karbohidrat

Kandungan karbohidrat dihitung secara perbedaan antara jumlah kandungan air, protein, lemak dan abu dengan 100. Rumus % karbohidrat (g/100g)=100- (protein+lemak+abu+air).

3.9. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang sudah dikumpulkan, diolah secara manual kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif persentase ini digunakan untuk mengkaji reaksi panelis terhadap suatu bahan yang diujikan. Untuk mengetahui tingkat kesukaan dari panelis dilakukan analisis deskriptif kualitatif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari panelis harus dianalisis dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk mendapatkan persentase dirumuskan sebagai berikut (Ali, 1992) :

% = n/N x 100 Keterangan :

% = skor presentase

n = jumlah skor yang diperoleh

N = skor ideal (skor tertinggi x jumlah panelis)

Untuk mengubah dat skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen, analisinya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu


(60)

Nilai tertinggi = 3 (suka) Nilai terendah = 1 (tidak suka)

Jumlah kriteria yang ditentukan = 3 kriteria Jumlah panelis = 30 orang

a. Skor maximum = jumlah panelis x nilai tertinggi = 30 x 3

= 90

b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terendah = 30 x 1

= 30

c. Persentase maksimum = skor maksimum/skor maksimum x 100% = 90/90 x 100%

= 100%

d. Persentase Minimum = Skor minimum/skor Maksimum x 100% = 30/90 x100%

= 33,3%

e. Rentangan = Persentase maximum – Persentase minimum = 100% - 33,3%

= 66,7%

f. Interval presentase = Rentangan : Jumlah kriteria = 66,7% : 3


(61)

41

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat interval persentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut:

Tabel 3.4. Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan

Persentase % Kriteria Kesukaan

74 – 100 Suka

48 – 73 Kurang suka

33 – 47 Tidak suka

Setelah mengetahui bagaimana penerimaan panelis terhadap biskuit tepung pisang awak dan ikan lele dumbo yang dihasilkan, langkah selanjutnya adalah mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada uji organoleptik biskuit dengan berbagai konsentrasi biskuit tepung pisang awak dan ikan lele dumbo, maka dapat dilakukan beberapa tahapan uji, yaitu:

1. Uji Barletts, dilakukan untuk menguji kesamaan varians populasi.

2. Uji Anova, dilakukan apabila varians populasi dimana sampel ditarik adalah sama (homogen).

3. Uji Kruskal Wallis, dilakukan apabila varians populasi dimana sampel ditarik adalah tidak sama( homogen).

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan pada uji barletts adalah :

1. Siapkan tabel penolong sedemikian rupa, dan tabel penolong ini juga akan digunakan dalam analisis varians.


(62)

Tabel 3.5. Tabel Penolong Untuk Uji Barlett

Subjek pengamatan Kelompok perlakuan

1 2 ... K

1 x11 x12 ... x1k

2 x21 x22 ... x2k

... .... ... ... ...

N xn1 xn2 ... xnk

Jumlah pengamatan n2 n2 ... nk b

i 1 nj

Jumlah data b

i 1 1 o x b i 1 2 o x ... b i 1 ok x b i 1 k j xij 1 Jumlah kuadarat data b

i 1 2 1 o x b i 1 2 2 o x ... b i 1 2 ok x b i 1 k j ij x 1 2

Varians (Ragam) 2

1

S S22 ...

2 k S k j j S 1 2 Rata-rata 1

x x2 ... xk

2. Pasangan hipotesis :

Ho : data populasi homogen

Ha : sekurang-kurangnya ada dua varians populasi yang tidak sama (data populasi tidak homogen

3. Sebaran Barlett (bh) : bh = [(

2 1

S )n1-1 . ( 2 2

S )n2-1 ...( 2 k

S ) nk-1 ] nj k

1 k j j S 1 2

4. Koefisien sebaran Barlett (bc) :

bc = [n1bk( ; n1) + (n2bk ( ;n2) + ....+ nkbk( ;nk) ]

k

j j n 1


(63)

43

6. Kesimpulan :

a. Jika hasil analisis statistik menunjukkan Ho diterima, artinya varians data populasi darimana data sampel ditarik seragam (homogen).

b. Jika hasil analisis statistik menunjukkan Ho ditolak, artinya data populasi dari mana data sampel ditarik tidak seragam (tidak homogen).

Apabila kesimpulan menunjukkan Ho diterima maka dapat dilanjutkan ke analisa sidik ragam.

Tabel 3.6. Daftar Analisa Ragam Rancangan Acak Lengkap

Sumber

Keragaman db JK KT F. Hitung F. Tabel

Perlakuan

Galat

(P-1)

P(U-1)

JKP (perlakuan)

JKG

JKP (P-1)

JKG (PU-P)

JKP/(P-1) JKG (PU-P)

F Tabel

Total (PU-1) JKT

Keterangan :

db : derajat bebas JK : Jumlah kuadrat KT : Kuadrat Total F : Uji-F

P : Jumlah perlakuan U : Jumlah unit percobaan G : Galat

Rumus :

1. Derajat bebas (db)

a. db perlakuan jumlah perlakuan - 1

b. db galat jumlah perlakuan x (jumlah unit percobaan – 1) c. db galat = (jumlah perlakuan x jumlah unit percobaan) – 1 2. Faktor koreksi (FK)


(64)

3. Jumah kuadrat (JK)

a. Jumlah kuadrat total ΣYij2– FK b. Jumlah kuadrat perlakuan

c. Jumlah kuadrat galat = jumlah kuadrat total - jumlah kuadrat perlakuan. 4. Kuadrat total (KT)

KT perlakuan =

KT galat =

5. F-Hitung F-hitung =

Bandingkan F-hitung dengan F-tabel Lihat tabel Anova, dimana :

a. Pembilang = db perlakuan b. Penyebut = db galat

c. Bila F-hit > F-tabel = Ho ditolak, Ha diterima d. Bila F-hit < F-tabel = Ho diterima, Ha ditolak Dengan menggunakan derajat bebas α 5 %

Bila F-hitung > F-tabel berarti Ho ditolak artinya ada perbedaan antara perlakuan-perlakuan tersebut. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tiap-tiap perlakuan-perlakuan maka di lanjutkan dengan Uji Ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test). Dengan Uji Ganda Duncan maka dapat diketahui perlakuan mana yang paling berbeda dengan perlakuan lainnya dan perlakuan mana yang hanya sedikit berbeda dengan perlakuan lainnya.


(65)

45

Sy =

Kemudian dilanjutkan dengan menghitung range tingkat nyata 5% dengan melihat derajat bebas galat dimana di peroleh


(66)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1.Karakteristik Biskuit Modifikasi Tepung Terigu dengan Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumb

Dari ketiga perlakuan biskuit dengan perbandingan tepung pisang awak dan ikan lele dumbo yaitu A1 ( 25%:35%), A2 (35%:25%) dan A3 (30%:30%) yang memiliki perbedaan terhadap biskuit maka dapa dihasilkan biskuit yang berbeda. Perbedaan ketiga biskuit yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 4.1. Biskuit Modifikasi Tepung Terigu dengan Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo Sebelum dan Sesudah Matang

A2 A3


(67)

47

Tabel 4.1. Karakteristik Biskuit Modifikasi Tepung Terigu dengan Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumdo

Karakteristik Biskuit

A1 A2 A3

Warna Coklat Coklat Coklat

Aroma Aroma pisang Aroma pisang Aroma pisang

Rasa Khas pisang dan

ikan lele dumbo Khas pisang Khas pisang

Tekstur Renyah Sedikit Keras Renyah

Keterangan:

A1 : Penambahan tepung terigu 40%, tepung pisang awak 25%, dan ikan lele dumbo 35% A2 : Penambahan tepung terigu 40%, tepung pisang awak 35%, dan ikan lele dumno 25% A3 : Penambahan tepung terigu 40%, tepung pisang awak 30%, dan ikan lele dumbo 30% 4.2.Deskripsi Panelis

Jenis panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah panelis tidak terlatih dan panelis anak-anak berumur 3-5 tahun sebanyak 30 orang. Ibu balita yang menjadi panelis dalam penelitian ini berumur 20 sampai dengan 35 tahun. Pada balita penilaian uji daya terima dilihat dari seberapa banyak biskuit yang dihabiskan diukur dari berapa gram sisa biskuit.

4.3.Hasil Uji Daya Terima Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak dan Ikan Lele Dumbo Terhadap Ibu Balita

Hasil uji daya terima biskuit subtitusi tepung pisang awak dan ikan lele dumbo yang dilakukan kepada ibu balita yang meliputi uji organleptik terhadap warna, aroma, rasa dan tektur. Sedangkan penilaian uji daya terima biskuit yang dilakukan terhadap balita dilihat dari seberapa banyak biskuit yang dihabiskan diukur dari berapa gram sisa biskuit. Hasil analisis uji organoleptik yang dilakukan terhadap ibu balita sebagai berikut:


(1)

Uji Ganda Duncan Terhadap Hasil Analisis Sidik Ragam skor Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap Rasa Biskuit

1. Standar Error Rata-rata (Sy)

Sy =

mpok JumlahKelo

KTGalat

= 30

24 , 0 = 0,8

2. Least Significant Ranges (LSR)

P 2 3

Range 2,80 2,95

Least Significant Ranges (LSR) 0,25 0,27

Keterangan :

P = Banyaknya nilai tengah dalam wilayah yang teruji

Range = Harga nisbah terendah untuk Uji Kurun Ganda Duncan pada beda nyata pada tingkat 5 % dengan derajat bebas galat = 87 ~ 100

LSR = Range x Standard Error Rata-rata (Sy)

Perlakuan A1 A3 A2

Rata-rata 2,3 2,7 2,8

A2 – A3= 2,8 – 2,7 = 0,1 < 0,25 Jadi A2 = A3 A2 – A1 = 2,8 – 2,3 = 0,5 > 0,27 Jadi A2 ≠ A1 A3 – A1 = 2,7 – 2,3 = 0,4 > 0,25 Jadi A3 ≠ A1 Berdasarkan Uji Duncan seperti pada tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap rasa biskuit A2 sama dengan A3, namun biskuit A1 berbeda dengan kedua biskuit lainnya. Hal ini berarti bahwa rasa biskuit A2 dan A3 lebih disukai daripada rasa biskuit A1 karena biskuit A1 mempunyai penilaian yang paling rendah (2,3) dimana semakin rendah tingkat penilaian maka biskuit akan kurang disukai.


(2)

Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis Terhadap Tekstur Biskuit Sibstitusi Tepung Pisang Awak Dan Ikan Lele Dumbo

No Jenis Umur Perlakuan Total Panelis

Kelamin A1 A2 A3 Yi Σy²ij (Yi)²

1 P 33 2 2 2 6 12 36

2 P 27 2 3 3 8 22 64

3 P 25 3 2 2 7 17 49

4 P 20 3 3 3 9 27 81

5 P 27 3 2 3 8 22 64

6 P 23 2 2 3 7 17 49

7 P 25 3 3 3 9 27 81

8 P 25 2 2 2 6 12 36

9 P 30 3 2 3 8 22 64

10 P 25 3 3 3 9 27 81

11 P 23 2 3 3 8 22 64

12 P 25 3 3 3 9 27 81

13 P 23 3 3 3 9 27 81

14 P 25 2 3 3 8 22 64

15 P 26 2 2 2 6 12 36

16 P 30 3 2 3 8 22 64

17 P 28 2 3 3 8 22 64

18 P 22 2 1 2 5 9 25

19 P 27 2 3 3 8 22 64

20 P 22 3 3 3 9 27 81

21 P 25 2 2 2 6 12 36

22 P 22 2 2 2 6 12 36

23 P 23 2 3 3 8 22 64

24 P 25 2 2 2 6 12 36

25 P 26 2 2 3 7 17 49

26 P 21 3 2 2 7 17 49

27 P 27 2 2 2 6 12 36

28 P 32 2 2 2 6 12 36

29 P 28 3 3 3 9 27 81


(3)

Uji Barlett Data Organoleptik Tekstur Pada Biskuit 1 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1 n n x x n S b i o o b i = 29 30 73 187 30 2 = 870 5329 5610 = 0,32 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 n n x x n S b i o o b i = 29 30 73 187 30 2 = 870 5329 5610 = 0,32 1 3 3 2 3 3 2 3 3 2 3 n n x x n S b i o o b i = 29 30 79 215 30 2 = 870 6241 6450 = 0,24

Varians total =

6 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2

1 S S S S S

S

= 0,293

bH =

293 , 0 22 , 0 . 30 , 0 . 27 , 0 87 1 29 29 29 = 0,992 bc =

90 30 ; 05 , 0 3 30 3 b = 0,934

Kesimpulan : bh(0,934) > bc (0,934), maka Ho diterima.


(4)

Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap Tekstur Biskuit

1. Derajat bebas (db)

a. db perlakuan = 3-1 = 2 b. db galat = 3 x (30-1)= 87 c. db jumlah = (3x30)-1 = 89 2. Faktor koreksi (FK)

Faktor koreksi = 562,5 90

2 ) 225 (

3. Jumlah kuadrat (JK)

a. jumlah kuadrat total = 587 – 562,5 = 24,5

b. jumlah kuadrat perlakuan = 562,5 0,8 30

6241 5329

5329

c. jumlah kuadrat galat = 24,5 – 0,8 = 23,7 4. Kuadrat total (KT)

a. KT perlakuan = 0,4 2

8 , 0

b. KT galat = 0,27 87

7 , 23

5. F.Hitung

F Hitung = 1,48 27 , 0

4 , 0

Sumber

Keragaman Db JK KT

F. Hitung

F. Tabel

Keterangan 0,05

Perlakuan Galat

2 87

0,8 23,7

0,4 0,27

1,48 3,15 Tidak ada perbedaan


(5)

Dokumen Penelitian

Gambar 1. Pencetakan biskuit dengan Perlakuan A1 (25%:35)

Gambar 2. Pencetakan biskuit dengan perlakuan A2 (35%:25%)


(6)

Gambar 4. Proses pengumpulan data (panelis menikmati biskuit)