Analisis Energi dan Protein Serta Uji Daya Terima Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele

(1)

SKRIPSI

ANALISIS ENERGI DAN PROTEIN SERTA UJI DAYA TERIMA BISKUIT TEPUNG LABU KUNING DAN IKAN LELE

Oleh :

IKA ROHIMAH NIM. 111021111

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

ABSTRAK

Upaya diversifikasi pangan dapat dilakukan dengan memanfaatkan pangan lokal sebagai penganekaragaman pangan. Program diversifikasi pangan, perlu diperkenalkan hasil olahan labu kuning dan ikan lele untuk mendapatkan alternatif makanan baru. Labu kuning dan ikan lele cukup berpotensi sebagai sumber zat gizi karena mengandung sejumlah zat gizi makro maupun zat gizi mikro. Salah satu olahan yang dapat dibuat dari labu kuning dan ikan lele yaitu biskuit, sehingga dapat menambah keanekaragaman biskuit yang telah ada di pasaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan gizi energi dan protein serta uji daya terima biskuit tepung labu kuning dan ikan lele berdasarkan analisis organoleptik yang meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur biskuit ditentukan dengan menggunakan skala hedonik

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pembuatan biskuit dengan penambahan tepung labu kuning dan ikan lele sebesar 20%, 30%, dan 40%. Sementara itu, kandungan protein menggunakan metode Kjeldhal, lemak dengan metode Ekstraksi, Karbohidrat dengan metode Hidrolisis, dan Energi dengan menggunakan metode perhitungan yang dilakukan di laboratorium Badan Riset dan Standardisasi Industri Medan. Panelis dalam penelitian ini adalah anak SD Negeri No. 067097 Meda, sebanyak 30 orang, mahasiswa FKM USU sebanyak 30 orang, dan ibu hamil di Klinik Bersalin sebanyak 30 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biskuit tepung labu kuning dan ikan lele 40% memiliki kandungan energi dan protein yang tinggi dan rendah karbohidrat dan lemak. Berdasarkan hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa biskuit dengan penambahan tepung labu kuning dan ikan lele meliputi aroma, warna, rasa, maupun tekstur yang paling disukai adalah biskuit tepung labu kuning dan ikan lele 20% pada anak sekolah dasar. Berdasarkan analisis sidik ragam, penambahan tepung labu kuning dan ikan lele memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma, rasa, warna dan tekstur.

Disarankan kepada masyarakat agar dapat menjadikan biskuit tepung labu kuning dan ikan lele sebagai makanan tambahan bagi ibu hamil dan anak sekolah dasar untuk masa pertumbuhan dan perkembangan. Juga, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dari pembuatan biskuit tepung labu kuning dan ikan lele untuk meningkatkan cita rasa dan aroma agar ibu hamil ingin mengkonsumsi biskuit tepung labu kuning dan ikan lele.

Kata kunci: Analisis, Energi dan Protein Biskuit, Tepung Labu Kuning, Tepung Ikan Lele, Daya Terima


(4)

ABSTRACT

Diversification efforts can be done using local food as food diversity. Diversification program, needs no introduction processed pumpkin and catfish to get new food alternatives. Yellow squash and catfish have the potential as a source of nutrients because it contains a number of macro-nutrients and micro-nutrient. One of the preparations that can be made from pumpkin and catfish are biscuits, biscuits so as to increase the diversity existing in the market. The purpose of this study was to determine the nutrient content of energy and protein biscuits and test the acceptance of pumpkin flour and catfish organoleptic analysis covering the taste, aroma, color, and texture of the biscuit is determined by using a hedonic scale.

This study is an experimental research making biscuits with the addition of pumpkin flour and catfish by 20 %,30 %, and 40 %. Meanwhile, the protein content using the method Kjeldhal, fat extraction method, carbohydrate hydrolysis method, and energy by using the method of calculations carried out in the laboratory of Research and Standardization Agency for Industrial Field. Panelists in this study was the son of SD Negeri No. 067 097 Medan, as many as 30 people, FKM USU students as much as 30 people, and pregnant women at the Maternity Clinic as many as 30 people.

The results showed that pumpkin flour biscuits and catfish has an energy content of 40% and a high protein and low in carbohydrates and fat. Based on the results of organoleptic test showed that the addition of flour biscuits with pumpkin and catfish include aroma, color, flavor, and texture are the most preferred and pumpkin flour biscuits catfish 20 % in primary school children. Based on the analysis of variance, and the addition of pumpkin flour catfish gave a significantly different effect on the aroma, flavor, color and texture.

Advised the public to be able to make biscuits and pumpkin flour catfish as a food supplement for pregnant women and for children of primary school age and developmental growth. Also, further research needs to be done on making pumpkin flour biscuits and catfish to enhance the flavor and aroma that pregnant women like to eat pumpkin biscuit flour and catfish.

Keywords : Analysis, Energi and Protein, Biscuits, Pumpkin Flour Yellow, Catfish Meal, Power Accept


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat dan karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Energi dan Protein Serta Uji Daya Terima Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Selama penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir selesainya skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan, serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

.

3. Ibu Dr. Ir. Etti Sudaryati, MKM, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I skripsi sekaligus sebagai Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu, tulus, dan sabar memberikan bimbingan, pengarahan, dukungan, nasihat, serta arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II skripsi sekaligus penguji I yang telah banyak meluangkan waktu, memberi bimbingan,


(6)

pengarahan, dukungan, serta arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Dr. Ir. Evawani Yunita Aritonang, M.Si, selaku dosen penguji III yang telah banyak memberikan masukan serta saran-saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini serta memberikan dukungan dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan.

6. Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH, selaku dosen penguji IV yang telah banyak memberikan masukan serta saran-saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini serta memberikan dukungan dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan.

7. Ibu Ir. Indra Chahaya, M.Si, selaku dosen Pembimbing Akademik yang memberikan dukungan dan saran-saran serta membimbing selama penulis menjalani pendidikan.

8. Bapak Al’hamra, sebagai Kepala Laboratorium Makanan dan Minuman Balai Riset dan Standarisari Industri Medan (BARISTAND) yang telah memberikan izin memperoleh data-data yang mendukung penulis dalam menyelesaikan penelitian.

9. Bapak Marihot Samosir S.T, yang telah sabar memberikan masukan, saran-saran serta membantu penulis dalam segala urusan administrasi.

10.

Seluruh dosen dan staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menjadi mahasiswa di FKM USU.


(7)

11.

Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, Ayahanda H. Abd. Hamid dan Hj. Ibunda Erfi Harlina Hsb, yang telah banyak memberikan yang terbaik bagi penulis, setia mendampingi, selalu senantiasa memberikan do’a, kasih sayang, semangat, dan dukungan kepada penulis selama ini.

12. Kakakku tersayang Rini Daulay, SP.d, Rusdah Dhonita, yang telah memberikan do’a dan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.

13. Abanghanda Ridho Perdana Hsb, yang telah memberikan do’a dan motivasi untuk menyelesaikan pendidikan.

14. Sahabat seperjuangan Petty Siti Fatimah, Elvina Novyanti Pulungan, Rohana Dewi Adriani, Maya Ramadhani Nst, Kak Tien, Kak Evi, Kak Novita, Kak Eliana, Helena, Maya Ginting, Jojo, Yohana, Marisha Anggraini, dan kepada teman-teman Fakultas Kesehatan Masyarakat USU setambuk 2011 Ekstensi serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu, memberikan semangat, dukungan, dan do’a kepada penulis selama ini.

15. Adik-adikku Atina Travianita, SKM, Cahya Elika Lbs, Winda Melisa, SKM, Nurwahyu Utami, SKM, Safratul Husna, Rahmi, Ria, yang telah banyak memberikan bantuan, kritikan, dukungan, semangat dan doa untuk penulis selama ini.


(8)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2013 Penulis


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ika Rohimah

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 18 Agustus 1989

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Bersaudara : 3 (tiga) bersaudara

Alamat : Jl. Karya Gg. Sehati No.7F Medan Riwayat Pendidikan

Tahun 1995 – 2001 : SD Negeri No. 060849 Medan Tahun 2001 – 2004 : SMP Negeri 16 Medan

Tahun 2004 – 2007 : SMA Kartika I-2 Medan

Tahun 2007 – 2010 : Jurusan Kesehatan Gigi Kementrian Kesehatan Medan


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1. Tujuan Umum ... 10

1.3.2. Tujuan Khusus ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Biskuit ... 12

2.1.1. Jenis dan Kandungan Gizi Biskuit ... 13

2.1.2. Bahan-bahan Pembuat Biskuit ... 16

2.1.3. Proses Pembuatan Biskuit ... 19

2.2. Labu Kuning ... 22

2.2.1. Kandungan Gizi Labu Kuning ... 25

2.2.2. Manfaat Labu Kuning ... 26

2.2.3. Tepung Labu Kuning ... 28

2.3 Ikan Lele ... 30

2.3.1. Kandungan Gizi Ikan Lele ... 31

2.3.2. Manfaat Ikan Lele ... 33

2.3.3. Tepung Ikan Lele ... 34

2.4. Daya Terima Makanan ... 37

2.5. Uji Organoleptik oleh Panelis... 38

2.6 DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) ... 42

2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 43

2.8. Hipotesis Penelitian ... 43

BAB III METODE PENELITIAN... 45

3.1. Jenis Penelitian ... 45

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 46

3.3. Panelis ... 46

3.4. Defenisi Operasional ... 47


(11)

3.6. Tahapan Penelitian ... 49

3.7. Penentuan Komposisi Zat Gizi Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 53

3.8. Metode Pengumpulan Data ... 56

3.9. Pengolahan dan Pengumpulan Data ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 62

4.1. Karakteristik Biskuit dengan Penambahan Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 62

4.2 Perhitungan Zat Gizi Biskuit dengan Penambahan Tepung Labu Kuning ... 63

4.3. Deskriptif Panelis ... 67

4.4 Analisis Organoleptik meliputi Rasa, Aroma, Warna, dan Tekstur Biskuit Tepung Labu Kuning dan Tepung Ikan Lele Pada Panelis ... 68

BAB V PEMBAHASAN ... 83

5.1 Analisis Zat Gizi Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 83

5.1.1 Analisis Energi dan Protein Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 83

5.1.2 Analisis Vitamin dan Mineral Pada Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 86

5.2 Kebutuhan Energi dan Protein ... 91

5.2.1 Kebutuhan Energi dan Protein Pada Anak Sekolah Dasar ... 91

5.2.2 Kebutuhan Energi dan Protein Pada Mahasiswa FKM USU... 94

5.2.3 Kebutuhan Energi dan Protein Pada Ibu Hamil... 98

5.3 Daya Terima Terhadap Rasa dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele Pada Anak SD No. 067097 Medan ... 99

5.4 Daya Terima Terhadap Aroma Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele .... 101

5.5 Daya Terima Terhadap Warna Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 103

5.6 Daya Terima Terhadap Tekstur Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 104

5.7 Daya Terima Terhadap Rasa dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele Pada Mahasiswa FKM USU ... 106

5.8 Daya Terima Terhadap Aroma Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele .... 107


(12)

5.9 Daya Terima Terhadap Warna Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele dengan Berbagai Variasi

Penambahan Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 109

5.10 Daya Terima Terhadap Tekstur Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 110

5.11 Daya Terima Terhadap Rasa dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele Pada Ibu Hamil ... 111

5.12 Daya Terima Terhadap Aroma Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele .... 113

5.13 Daya Terima Terhadap Warna Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 113

5.14 Daya Terima Terhadap Tekstur Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 115

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 117

6.1. Kesimpulan ... 117

6.2. Saran... ... 118 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 ... 13

Tabel 2.2. Kandungan Gizi Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan ... Tepung Pisang Kepok per 100 gram ... 14

Tabel 2.3. Komposisi Gizi Biskuit Ubi Jalar Orange dalam 100 gram ... 15

Tabel 2.4. Kandungan Zat Gizi Biskuit dengan Penambahan Berbagai Variasi Tepung Wortel per 100 gram ... 15

Tabel 2.5. Komposisi Zat Gizi Labu Kuning segar per 100 gram bahan ... 26

Tabel 2.6. Komposisi Zat Gizi Tepung Labu Kuning per 100 gram bahan ... 30

Tabel 2.7. Komposisi Gizi Ikan Lele per 100 gram bahan ... 33

Tabel 2.8. Komposisi Zat Gizi Tepung Ikan Lele per 100 gram bahan ... 36

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan Pada Pembuatan Biskuit ... 46

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Biskuit Tepung Labu kuning . Kuning dan Ikan Lele ... 49

Tabel 3.3. Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan ... 58

Tabel 3.4. Pemberian Skor pada Skala Hedonik ... 59

Tabel 3.5. Daftar Analisis Siddik Ragam Rancangan Acak Lengkap ... 60

Tabel 4.1 Karakteristik Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 62

Tabel 4.2 Perbandingan Kandungan Gizi Biskuit Makro Pada Biskuit Tepung Terigu dengan Penambahan Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 64

Tabel 4.3 Kandungan Zat Gizi Mikro Pada Biskuit per 100 gr berdasarkan DKBM ... 66

Tabel 4.4 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 ... 67

Tabel 4.5 Hasil Analisa Organoleptik Rasa Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 68

Tabel 4.6 Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Rasa Pada Anak SD ... 69

Tabel 4.7 Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Rasa Pada Mahasiswa ... 69

Tabel 4.8 Hasil Anasila Sidik Ragam Terhadap Rasa Pada Ibu Hamil ... 70

Tabel 4.9 Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Rasa Pada Anak SD ... 70

Tabel 4.10 Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Rasa Pada Mahasiswa ... 70

Tabel 4.11 Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Rasa Pada Ibu Hamil ... 71

Tabel 4.12 Hasil Analisa Organoleptik Aroma Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 72

Tabel 4.13 Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Aroma Pada Anak SD ... 73

Tabel 4.14 Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Aroma Pada Mahasiswa ... 73

Tabel 4.15 Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Aroma Pada Ibu Hamil ... 73

Tabel 4.16 Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Aroma Pada Anak SD ... 74

Tabel 4.17 Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Aroma Pada Mahsiswa ... 74

Tabel 4.18 Hasil Analisa Organoleptik Warna Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 75

Tabel 4.19 Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Warna Pada Anak SD ... 76


(14)

Tabel 4.21 Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Warna Pada Ibu Hamil ... 77

Tabel 4.22 Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Warna Pada Anak SD ... 77

Tabel 4.23 Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Warna Pada Mahasiswa ... 77

Tabel 4.24 Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Warna Pada Ibu Hamil ... 78

Tabel 4.25 Hasil Organoleptik Tekstur Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 79

Tabel 4.26 Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Tekstur Pada Anak SD ... 80

Tabel 4.27 Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Tekstur Pada Mahasiswa ... 80

Tabel 4.28 Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Tekstur Pada Ibu Hamil ... 80

Tabel 4.29 Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Tekstur Pada Anak SD ... 81


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 41

Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Labu Kuning ... 49

Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Pengolahan Tepung Ikan Lele ... 50

Gambar 3.3. Diagram Alir Proses Pembuatan Biskuit ... 51

Gambar 4.1. Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 61

Gambar 4.2. Kandungan Energi dan Protein Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele ... 64


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Uji Organoleptik

Lampiran 2 Hasil Analisis Kandungan Energi dan Protein serta Lemak dan Karbohidrat

Lampiran 3 Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Rasa Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele Pada Anak SD Lampiran 4. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap

Aroma Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele Pada Anak SD Lampiran 5. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap

Warna Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele Pada Anak SD Lampiran 6. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap

Tekstur Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele Pada Anak SD Lampiran 7. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap

Rasa Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele Pada Mahasiswa FKM USU

Lampiran 8. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Aroma Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele Pada Mahasiswa FKM USU

Lampiran 9. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Warna Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele Pada Mahasiswa FKM USU

Lampiran 10. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Tekstur Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele Pada Mahasiswa FKM USU

Lampiran 11. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap Rasa Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele Pada Ibu Hamil Lampiran 12. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap

Aroma Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele Pada Ibu Hamil Lampiran 13. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap

Warna Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele Pada Ibu Hamil Lampiran 14. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis terhadap

Tekstur Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele Pada Ibu Hamil Lampiran 15. Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian


(17)

ABSTRAK

Upaya diversifikasi pangan dapat dilakukan dengan memanfaatkan pangan lokal sebagai penganekaragaman pangan. Program diversifikasi pangan, perlu diperkenalkan hasil olahan labu kuning dan ikan lele untuk mendapatkan alternatif makanan baru. Labu kuning dan ikan lele cukup berpotensi sebagai sumber zat gizi karena mengandung sejumlah zat gizi makro maupun zat gizi mikro. Salah satu olahan yang dapat dibuat dari labu kuning dan ikan lele yaitu biskuit, sehingga dapat menambah keanekaragaman biskuit yang telah ada di pasaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan gizi energi dan protein serta uji daya terima biskuit tepung labu kuning dan ikan lele berdasarkan analisis organoleptik yang meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur biskuit ditentukan dengan menggunakan skala hedonik

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pembuatan biskuit dengan penambahan tepung labu kuning dan ikan lele sebesar 20%, 30%, dan 40%. Sementara itu, kandungan protein menggunakan metode Kjeldhal, lemak dengan metode Ekstraksi, Karbohidrat dengan metode Hidrolisis, dan Energi dengan menggunakan metode perhitungan yang dilakukan di laboratorium Badan Riset dan Standardisasi Industri Medan. Panelis dalam penelitian ini adalah anak SD Negeri No. 067097 Meda, sebanyak 30 orang, mahasiswa FKM USU sebanyak 30 orang, dan ibu hamil di Klinik Bersalin sebanyak 30 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biskuit tepung labu kuning dan ikan lele 40% memiliki kandungan energi dan protein yang tinggi dan rendah karbohidrat dan lemak. Berdasarkan hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa biskuit dengan penambahan tepung labu kuning dan ikan lele meliputi aroma, warna, rasa, maupun tekstur yang paling disukai adalah biskuit tepung labu kuning dan ikan lele 20% pada anak sekolah dasar. Berdasarkan analisis sidik ragam, penambahan tepung labu kuning dan ikan lele memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma, rasa, warna dan tekstur.

Disarankan kepada masyarakat agar dapat menjadikan biskuit tepung labu kuning dan ikan lele sebagai makanan tambahan bagi ibu hamil dan anak sekolah dasar untuk masa pertumbuhan dan perkembangan. Juga, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dari pembuatan biskuit tepung labu kuning dan ikan lele untuk meningkatkan cita rasa dan aroma agar ibu hamil ingin mengkonsumsi biskuit tepung labu kuning dan ikan lele.

Kata kunci: Analisis, Energi dan Protein Biskuit, Tepung Labu Kuning, Tepung Ikan Lele, Daya Terima


(18)

ABSTRACT

Diversification efforts can be done using local food as food diversity. Diversification program, needs no introduction processed pumpkin and catfish to get new food alternatives. Yellow squash and catfish have the potential as a source of nutrients because it contains a number of macro-nutrients and micro-nutrient. One of the preparations that can be made from pumpkin and catfish are biscuits, biscuits so as to increase the diversity existing in the market. The purpose of this study was to determine the nutrient content of energy and protein biscuits and test the acceptance of pumpkin flour and catfish organoleptic analysis covering the taste, aroma, color, and texture of the biscuit is determined by using a hedonic scale.

This study is an experimental research making biscuits with the addition of pumpkin flour and catfish by 20 %,30 %, and 40 %. Meanwhile, the protein content using the method Kjeldhal, fat extraction method, carbohydrate hydrolysis method, and energy by using the method of calculations carried out in the laboratory of Research and Standardization Agency for Industrial Field. Panelists in this study was the son of SD Negeri No. 067 097 Medan, as many as 30 people, FKM USU students as much as 30 people, and pregnant women at the Maternity Clinic as many as 30 people.

The results showed that pumpkin flour biscuits and catfish has an energy content of 40% and a high protein and low in carbohydrates and fat. Based on the results of organoleptic test showed that the addition of flour biscuits with pumpkin and catfish include aroma, color, flavor, and texture are the most preferred and pumpkin flour biscuits catfish 20 % in primary school children. Based on the analysis of variance, and the addition of pumpkin flour catfish gave a significantly different effect on the aroma, flavor, color and texture.

Advised the public to be able to make biscuits and pumpkin flour catfish as a food supplement for pregnant women and for children of primary school age and developmental growth. Also, further research needs to be done on making pumpkin flour biscuits and catfish to enhance the flavor and aroma that pregnant women like to eat pumpkin biscuit flour and catfish.

Keywords : Analysis, Energi and Protein, Biscuits, Pumpkin Flour Yellow, Catfish Meal, Power Accept


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan daerah tropis yang kaya akan hasil sumber daya alam. Salah satu hasilnya adalah sayuran. Seperti yang kita ketahui sayuran dan buah-buahan merupakan salah satu sumber pangan yang begitu penting untuk dikonsumsi oleh masyarakat, karena kandungan gizi pada sayuran dan buah-buahan sendiri sudah terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh.

Makanan yang kita konsumsi harus mengandung zat gizi, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Zat gizi vitamin dan mineral banyak dikandung oleh sayuran dan buah-buahan. Sayuran dan buah merupakan bahan pangan yang mudah didapatkan di berbagai tempat. Hanya saja, masih banyak orang yang tidak suka mengkonsumsinya dengan berbagai alasan. Padahal dengan kandungan vitamin dan mineralnya yang begitu lengkap serta bervariasi, sayuran dan buah merupakan bahan pangan yang sangat penting bagi kita. Selain kandungan vitamin dan mineralnya, buah juga banyak mengandung serat yang melancarkan pencernaan (Novary, 1997).

Komoditas sayuran dan buah sangat layak untuk dipertimbangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan. Mengingat, Indonesia sudah lama menerapkan sistem diversifikasi pangan. Pemerintah sendiri sudah menyadari pentingnya dilakukan diversifikasi pangan, karena program tersebut dapat meningkatkan mutu gizi makanan yang dikonsumsi sehingga dapat meningkatkan status masyarakat (Almatsier, 2011).


(20)

Buah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah labu kuning. Penyebaran labu kuning telah merata di Indonesia, hampir di semua kepulauan Nusantara terdapat tanaman buah labu kuning. Cara penanaman dan pemeliharaannya pun mudah. Labu kuning dapat menjadi sumber pangan yang dapat diandalkan (Anonim, 2010).

Jumlah produksi labu kuning cukup melimpah setiap tahunnya, labu kuning mudah dijumpai baik di pasar tradisional maupun modern. Didorong oleh beberapa faktor antara lain tanaman labu kuning dapat tumbuh dengan mudah, bahkan di lahan kering sekalipun dan tanpa memerlukan perawatan yang khusus. Tanaman ini dapat menghasilkan buah labu kuning sebesar 20-40 ton per hektar lahan dalam waktu yang relatif singkat, hanya sekitar 40-60 hari (Rahmat, 1998).

Labu kuning merupakan bahan pangan yang mengandung kalori, karbohidrat, protein, lemak, mineral (kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, tembaga dan seng), ß-karoten, tiamin, niacin, serat dan vitamin C. Daging buahnya pun mengandung antioksidan sebagai penangkal berbagai jenis kanker. Sifat labu kuning lunak dan mudah dicerna serta dapat digunakan untuk menambah warna menarik dalam olahan pangan lainnya, tetapi sejauh ini pemanfaatannya belum optimal.

Keunggulan manfaat pada labu kuning ini yang kaya akan β-Karoten yang bisa dijadikan sebagai anti inflamasi. Dengan mengkonsumsi labu kuning secara teratur dapat mencegah pengendapan kolesterol pada dinding arteri yang bisa menurunkan resiko stroke. Senyawa β-Karoten, vitamin A dan zinc pada labu kuning berperan sebagai obat alami untuk memperlambat proses penuaan, mencegah keriput dan mengghaluskan kulit.


(21)

Kandungan seratnya yang tinggi sangat baik untuk menjaga sistem saluran pencernaan dan mencegah terjadinya sembelit serta dapat melancarkan pencernaan. Serat juga sangat direkomendasikan dalam diet sehat, untuk mengontrol berat badan dan untuk diet pada penderita diabetes. Mengkonsumsi buah labu kuning secara teratur maka otomatis fungsi pancreas akan baik dan insulin bekerja dengan baik. Selain itu buah labu kuning juga tidak menaikkan zat gula darah dalam tubuh sehingga sangat baik untuk mencegah diabetes.

Zinc pada labu kuning juga berperan untuk memperkuat masa tulang dan mencegah terjadinya sel-sel tubuh yang rusak karena radikal bebas, dan juga dapat mencegah terjadinya osteoporosis. Buah labu kuning memiliki asam folat yang cukup baik untuk ibu hamil, kekurangan folat pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi mengalami caat bawaan lahir seperti spina bifina, dengan mengkonsumsi labu kuning juga dapat member asupan yang baik untuk kesehatan bayi, tetapi seajuh ini pemanfaatan buah labu kuning belum optimal.

Tingkat konsumsi labu kuning masih tergolong rendah kurang dari 5 kg per kapita per tahun. Pemanfaatan labu kuning selama ini terbatas dalam ruang lingkup olahan tradisional, misalnya sebagai sayuran, bahan dasar kolak dan aneka kue. Bagi masyarakat Manado labu kuning digunakan dalam bentuk bubur Manado dan di Sulawesi Selatan, labu kuning digunakan sebagai pencampuran dalam sayur bayam (Sari, 2011).

Labu kuning termasuk pangan lokal yang mudah rusak dan busuk apabila bahan makanan tersebut mengalami kerusakan, sehingga perlu diolah menjadi suatu produk yang tahan lama untuk disimpan, antara lain dapat dibuat menjadi tepung.


(22)

Pembuatan tepung labu kuning akan menguntungkan karena pemanfaatannya menjadi lebih luas sebagai campuran makanan, dan mempunyai daya simpan yang tinggi serta mudah dibentuk, diperkaya zat gizi, lebih cepat masak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Tepung labu kuning dapat digunakan pada beberapa produk pangan misalnya pada mie, roti, es krim, biskuit, cake, dan lain-lain.

Protein juga sangat dibutuhkan oleh tubuh kita, karena protein berfungsi sebagai salah satu sumber energi yang dibutuhkan tubuh. Selain itu pula protein juga berperan dalam sintesis hormon dan pembentukan enzim serta antibodi. Protein merupakan bagian penting selama masa pertumbuhan dan masa perkembangan tubuh manusia, misalnya untuk tulang, otot dan organ tubuh lainnya. Kekurangan protein pada masa-masa ini akan menyebabkan pembentukan otot, tulang dan organ lainnya terganggu. Efeknya adalah keterlambatan pertumbuhan sampai dengan adanya kekurangan gizi seperti kurus, gangguan kulit, dan lesuh (Mardhatillah, 2008).

Usaha yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan protein adalah dengan cara pemanfaatan bahan alam yaitu ikan lele yang memiliki kandungan protein yang tinggi. Lele yang memiliki nama ilmiah Clarias sp ini perkembangan produksinya secara nasional sangat baik. Selama lima tahun terakhir produksi ikan lele terus meningkat. Pada tahun 2008 produksi nasional ikan lele sebesar 114,371 ton, tahun 2009 terus meningkat menjadi 144,755 dan makin meningkat di tahun 2010, angka sementara yan dipublikasikan produksi ikan lele dari hasil budidaya sebesar 273,554 ton (Ditjen Perikanan Budidaya, 2012).

Ikan lele merupakan salah satu bahan pangan bergizi yang mudah untuk dihidangkan sebagai lauk. Kandungan gizi ikan lele sebanding dengan daging ikan


(23)

lainnya. Beberapa jenis ikan, termasuk ikan lele mengandung protein lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan dengan daging hewan lainnya. Nilai gizi ikan lele meningkat apabila diolah dengan baik yang terdapat pada ikan lele segar yang belum rusak dan busuk (Abbas, 2012).

Ikan lele mengadung karoten, vitamin A, protein, lemak, karbohidrat, fosfor, kalsium, zat besi, vitamin B1, vitamin B6, vitamin B12, dan kaya akan asam amino. Daging ikan lele mengandung asam lemak omega-3 yang sangat dibutuhkan untuk membantu perkembangan sel otak pada anak dibawah usia 12 tahun sekaligus memelihara sel otak. Kandungan komponen gizi ikan lele mudah dicerna dan diserap oleh tubuh manusia baik pada anak-anak, dewasa, dan orang tua.

Manfaat ikan lele dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Kandungan asam amino esensial sangat berguna untuk tumbuh kembang tulang, membantu penyerapan kalsium dan menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh, dan memelihara masa tubuh anak agar tidak terlalu berlemak. Selain itu juga ikan lele dapat menghasilkan antibody, hormon, enzim, dan pembentukan kolagen, untuk perbaikan pada jaringan tubuh. Sehingga kandungan ikan lele pun bisa melindungi anak dari cold sore dan virus herpes.

Ikan lele memiliki kandungan air tinggi sebesar 80% yang dapat menyebabkan daging ikan mudah rusak. Selain itu kandungan kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan daging ikan mudah mengalami proses oksidasi sehingga menyebabkan bau tengik. Hal-hal tersebut dapat menghambat penggunaanya sebagai bahan pangan, oleh karena itu diperlukan proses pengolahan


(24)

untuh menambah nilai, baik dari segi gizi, rasa, bau, bentuk, maupun daya awetnya (Adawyah, 2007).

Tepung ikan lele merupakan usaha pengolahan yang memerlukan banyak bahan baku ikan segar dengan harga yang murah. Sampai saat ini penggunaan tepung ikan belum dilakukan secara maksimal, kegunaan utama tepung ikan masih sebatas bahan campuran pakan ternak. Pembuatan tepung ikan lele dapat menjadi suatu bentuk alternatife bahan pangan. Selain memiliki daya simpan yang cukup lama dibandingkan ikan segar, bentuk yang berupa tepung diharapkan menjadi tepung ikan yang lebih fleksibel dalam pemanfaatannya.

Nilai gizi pada tepung ikan lele yang tinggi terutama kandungan proteinnya yang kaya akan asam amino essensial, terutama lisin dan metionin. Disamping itu tepung ikan lele juga kaya akan vitamin B, mineral, serta memiliki kandungan serat. Tepung ikan lele merupakan sumber kalsium (Ca) dan posfor (P), serta mengandung trace element seperti seng (Zn), yodium (I), besi (Fe), mangan (Mn) (Moeljanto, 1982).

Menurut penelitian Hervina (2009), berdasarkan pengukuran densitas kamba menunjukan bahwa tepung kepala ikan mempunyai densitas kamba yang tebih tinggi daripada tepung badan ikan. Densitas kamba tepung kepala ikan adalah 0,45 g/ml sedangkan densitas kamba tepung badan ikan adalah 0,37 g/ml. Hasil pengukuran derajat putih tepung menunjukan bahwa tepung ikan memiliki derajat putih yang lebih rendah daripada tepung terigu. Tepung kepala ikan memiliki derajat putih yang lebih rendah daripada tepung badan ikan. Derajat putih tepung kepala ikan adalah 29,00%, sedangkan derajat putih tepung badan ikan adalah sebesar 30,96%. Analisis


(25)

sifat kimia tepung ikan lele didapat hasil, untuk tepung kepala ikan kadar air 8,72%, kadar abu 18,10%, kadar protein 56,04 %, kadar lemak 9,39% dan kadar karbohidrat 7,84%, sedangkan hasil analisis untuk tepung badan ikan adalah kadar air 7,99%, kadar abu 4,83% kadar protein 63,83%, kadar lemak 10,83% dan kadar karbohidrat 11,83%.

Berdasarkan penelitian Herviana, penelitian ini hanya menggunakan daging saja pada penggunaan ikan lele dengan tujuan untuk memperkecil dentitas kamba, mengurangi kadar air, kadar lemak pada tepung serta untuk mendapatkan derajat keputihan tepung ikan lele. Kandungan gizi pada ikan lele juga lebih banyak terdapat pada daging ikan lele dalam pembuatan tepung ikan lele. Dengan uraian diatas peneliti ingin mencampurkan bahan pangan dari buah labu kuning dan ikan lele karena keunggulan dari manfaat kandungan gizi yang terdapat pada labu kuning dan ikan lele dengan mengolah menjadi tepung agar penggunaan bahan pangan lebih fleksibel serta kandungan gizinya dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan pada kalangan anak-anak, remaja, dewasa, ibu hamil, dan orang tua.

Penggunaan tepung ikan sebagai bahan subsitusi tepung terigu pada pembuatan biskuit merupakan salah satu alternatife penggunaan yang menjanjikan, terutama dari segi kualitas zat gizi yang dihasilkan. Biskuit merupakan salah satu kue kering yang sampai saat ini banyak digemari oleh masyarakat sebagai makanan jajanan atau camilan dari berbagai kelompok ekonomi dan umur. Menurut (Moehji, 2000) biskuit sering dikonsumsi oleh anak balita, anak usia sekolah, dan orang tua, yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan atau makanan bekal. Harga biskuit


(26)

terjangkau oleh berbagai kelompok ekonomi juga menjadi satu alasan mengapa biskuit banyak disukai oleh masyarakat.

Menurut SNI (1992), biskuit merupakan jenis kue kering yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun. Secara umum bahan pembuatan biskuit biasanya dibuat dari tepung terigu. Biskuit mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak dan sedikit mengandung zat gizi lainnya seperti zat fosfor, kalsium dan zat besi. Oleh karena itu, melalui penambahan tepung labu kuning dan ikan lele dalam pembuatan biskuit dapat mengurangi pemakaian tepung terigu dan meningkatkan kandungan gizi.

Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Pada sisi lain, masalah gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia sebagai dampak keberhasilan di bidang ekonomi. Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak di bawah lima tahun (balita). Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus (Almatsier, 2004).


(27)

Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan biskuit dengan penambahan tepung labu kuning dan tepung ikan lele dengan perbandingan 20%, 30%, 40% dilakukan karena peneliti telah melakukan penelitian pendahuluan sebelum melakukan penelitian ini dengan perbandingan tersebut peneliti ingin melihat bagaimana peningkatan kandungan energi dan protein dan apabila presentase terlalu besar akan menghasilkan biskuit yang keras dan bau langu serta aroma amis yang tinggi dari tepung labu kuning dan ikan lele akan lebih terasa. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan penambahan tepung ikan lele, maupun tepung labu kuning adanya peningkatan kandungan protein.

Pada penelitian Hervina (2009), biskuit dengan subsitusi tepung ikan lele dan isolat protein kedelai sebagai makanan tambahan balita gizi kurang, berdasarkan analisis kontribusi zat gizinya, formula terpilih dapat dikatakan sebagai pangan tinggi protein karena dapat memenuhi target 20% protein berdasarkan AKG balita. Untuk memenuhi target tersebut, jumlah yang harus dikonsumsi balita setiap harinya adalah 4 keping biskuit atau 50 gram biskuit, 50 gram biskuit dapat memberikan 240 kkal energi, 9,8 gram protein, 26,9 gram karbohidrat dan 10,6 gram lemak. Menurut hasil penelitian Gifar (2012), pengaruh penambahan tepung labu kuning dan tepung terigu terhadap pembuatan biskuit, berdasarkan uji analisa kadar air dan analisa kadar abu, diperoleh perlakuan terbaik yaitu pada perlakuan penambahan tepung labu kuning 20 gr : tepung terigu 245 gr. Selain itu ada juga hasil penelitian dari Nurhidayati (2011), kontribusi MP-ASI biskuit bayi dengan subsitusi tepung labu kuning dan ikan patin terhadap kecukupan protein dan vitamin A berdasarkan SNI 01-7111.2-2005 sudah memenuhi standar kandungan gizi.


(28)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti mencoba memanfaatkan tepung labu kuning dan tepung ikan lele dalam pembuatan biskuit dan melihat kandungan energi dan protein yang terkandung pada biskuit tersebut. Hal ini menarik untuk diteliti dalam sebuah penelitian yang berjudul “Analisis Energi dan Protein serta Uji Daya Terima Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana kandungan energi dan protein pada biskuit tepung labu kuning dan ikan lele serta uji daya terimanya”.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui kandungan energi dan protein serta uji daya terimanya biskuit tepung labu kuning dan ikan lele.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menganalisis kadar energi dan protein serta zat gizi mikro biskuit tepung labu kuning dan ikan lele.

2. Mengetahui daya terima terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur biskuit dengan penambahan tepung labu kuning dan ikan lele.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman suatu produk dari labu kuning yang selama ini hanya dikonsumsi sebagai sayuran dan kue.


(29)

2. Memberikan informasi dan pengetahuan nilai gizi dari labu kuning dan ikan lele sebelum dan sesudah dilakukan diversifikasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman suatu produk dari ikan lele yang selama ini hanya dikonsumsi sebagai lauk.

3. Sebagai salah satu usaha penganekaragaman pengolahan pangan agar tidak cepat rusak.

4. Sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan biskuit.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biskuit

Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Produk ini merupakan produk kering yang memiliki kadar air rendah. Saksono (2012) menyatakan bahwa berdasarkan data asosiasi industri, tahun 2012 konsumsi biskuit diperkirakan meningkat 5%-8% didorong oleh kenaikan konsumsi domestik. Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik bayi hingga dewasa namun dengan jenis yang berbeda-beda. Namun, biskuit komersial yang beredar di pasaran memiliki kandungan gizi yang kurang seimbang. Kebanyakan biskuit memiliki kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi, sedangkan kandungan protein yang relatif rendah. Biskuit merupakan jenis kue kering yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Konsumsi rata-rata kue kering di kota besar dan pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun (Subagjo, 2007).

Secara umum bahan pembuatan biskuit adalah tepung terigu biasanya biskuit hanya mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak dan sedikit mengandung zat gizi lainnya seperti zat fosfor, kalsium dan zat besi. Adanya teknologi fortifikasi diharapkan biskuit tidak lagi sekedar makanan ringan yang


(31)

mengandung zat gizi makro saja. Melalui penambahan tepung labu kuning dan ikan lele dalam pembuatan biskuit diharapkan dapat meningkatkan kandungan gizi biskuit, terlebih terhadap kandungan energi dan protein.

Biskuit yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara umum di Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992

No Kriteria Uji Klasifikasi

1. Air Maksimum 5%

2. Protein Minimum 9%

3. Lemak Minimum 9.5%

4. Karbohidrat Minimum 70%

5. Abu Maksimum 1.6%

6. Logam berbahaya Negatif

7. Serat kasar Maksimum 0,5%

8. Kalori (kal/100 gr) Minimum 400

9. Bau dan rasa Normal

10. Warna Normal

Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992). 2.1.1 Jenis dan Kandungan Gizi Biskuit

Menurut SNI 01-2973-1992, biskuit diklasifikasikan dalam 4 jenis yaitu biskuit keras, crackers, cookies, dan wafer. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, apabila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak yang tinggi atau rendah. Crackers merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah ke rasa asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampangan potongannya berlapis-lapis.


(32)

Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan apabila dipatahkan penampangannya bertekstur kurang padat. Sementara wafer merupakan biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah, dan jika dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga serta banyak dikonsumsi oleh kalangan masyarakat mulai dari balita, anak sekolah dan orang tua.

Berbagai penelitian mengenai pengaruh penambahan berbagai jenis tepung dalam pembuatan biskuit telah banyak dilakukan antara lain: Penelitian Utami (2012) yang berjudul pengaruh penambahan tepung pisang kepok terhadap daya terima biskuit sebagai alternatif makanan tambahan anak sekolah, pada pembuatan biskuit, kandungan kalsium dan tiamin meningkat setelah dilakukan penambahan tepung pisang kepok.

Tabel 2.2 Kandungan Gizi Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Pisang Kepok per 100 gram

Kandungan Gizi

No Zat Gizi

Biskuit dengan Tepung Terigu Biskuit dengan Penambahan Tepung Pisang Kepok 25% Biskuit dengan Penambahan Tepung Pisang Kepok 45% Biskuit dengan Penambahan Tepung Pisang Kepok 65%

1. Kalori (kkal) 484,90 482,30 480,20 478,10

2. Karbohidrat(gr) 73,34 75,00 76,30 77,61 3. Protein (gr) 7,41 6,64 6,02 5,40

4. Lemak (gr) 19,36 19,34 19,32 19,30

5. Serat (gr) 1,44 1,35 1,27 1,20 6. Kalsium (mg) 54,07 56,31 58,11 58,89

Selain itu, penelitian Ginting (2009), yang berjudul pemanfaatan ubi jalar orange sebagai bahan pembuat biskuit untuk alternatif makanan tambahan anak sekolah dasar di Desa Ujung Bawang Kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun. Zat gizi biskuit dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini.


(33)

Tabel 2.3 Komposisi Gizi Biskuit Ubi Jalar Orange dalam 100 gram

No. Zat Gizi Kadar

1. Energi (kal) 320,00

2. Protein (g) 5,00

3. Lemak (g) 7,00

4. Karbohidrat (g) 50,10

5. Serat (g) 6,00

6. Fosfor (mg) 47,60

7. Natrium (mg) 550,00

8. Calsium (gr) 198,00

9. Vitamin A(mgc) 6.350,00

10. Vitamin B1 (mg) 0,08

11. Vitamin B2 (mg) 0,06

12. Vitamin C (mg) 25,00

Selanjutnya penelitian Febrina (2012), yang berjudul pengaruh penambahan tepung wortel terhadap daya terima dan kadar vitamin A pada biskuit. Berdasarkan penambahan tepung wortel terlihat peningkatan kandungan vitamin A.

Tabel 2.4 Kandungan Zat Gizi Biskuit dengan Penambahan Berbagai Variasi Tepung Wortel per 100 gr

No Zat Gizi

Kandungan Gizi Biskuit dgn Tepung Terigu Biskuit Penambahan Tepung Wortel 5% Biskuit Penambahan Tepung Wortel 15% Biskuit Penambahan Tepung Wortel 25%

1 Energi (kkal) 505,90 498,60 498,60 469,10

2 Karbohidrat (gr) 71,50 69,60 66,20 62,70 3 Protein (gr) 7,20 7,11 7,04 7,28

4 Lemak (gr) 21,60 21,50 21,50 21,50

5 Serat (gr) 6,93 7,54 8,78 10,10

6 Vitamin A (RE) 900,80 909,20 925,90 942,70

2.1.2 Bahan-Bahan Pembuat Biskuit

Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material). Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk, putih telur, sedangkan bahan pelembut


(34)

terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening), bahan pengembang, dan kuning telur (Faridah, 2008). Bahan-bahan pembuatan biskuit terdiri dari :

1. Tepung terigu

Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan memengaruhi proses pembuatan adonan, fungsi tepung adalah sebagai struktur biskuit. Sebaiknya dalam pembuatan biskuit menggunakan tepung terigu protein rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata.

Tepung terigu merupakan bahan dasar utama dalam segala jenis roti, kue kering, mie, biskuit, dan spaghetti serta mempunyai peranan yang penting dan beragam bergantung pada sifat turunannya, kondisi tumbuh dan pemanenan. Nilai gizi makanan asal gandum ini tergantung pada susunan kimi tepung murni pada bahan dasarnya (Harris, 1989).

Bahan pokok dalam pembuatan biskuit adalah tepung terigu. Dipasaran saat ini paling tidak ada 3 macam produk tepung terigu yaitu tepung terigu dengan kandungan proteinnya 13-13%, tepung terigu dengan kandungan proteinnya 9-11%, dan tepung terigu dengan kandungan proteinnya 7-9%. Selama pengolahan biskuit menggunakan 100% tepung terigu. Perlu dikaji bahan baku yang digunakan untuk biskuit tidak hanya berasal dari tepung terigu saja, melainkan disubtitusikan (Rukmana, 1997).

2. Gula

Gula merupakan senyawa organik yang penting sebagai bahan makanan, karena gula didalam tubuh sebagai sumber kalori. Disamping sebagai bahan makanan


(35)

gula digunakan pula sebagai bahan pengawet makanan, bahan baku alkohol dan pencampur obat-obatan. Gula merupakan senyawa kimia termasuk karbohidrat yang memiliki rasa manis dan larut dalam air (Anonim, 1991).

Fungsi gula yang digunakan memberikan pengaruh terhadap tekstur dan warna kue kering. Penggunaan gula yang tinggi dapat menyebabkan adonan keras dan regas (mudah patah), daya lekat adonan tinggi, adonan kuat dan setelah dipanggang bentuk kue kering menyebar.

Gula dapat berfungsi untuk memberikan rasa manis, ada beberapa gula yang dapat ditambahkan pada produk makanan diantaranya adalah sukrosa. Sukrosa merupakan senyawa disakarida. Secara komersial, sukrosa diproduksi dari tebu dan bit. Berat molekul sukrosa : 342,30 titik cairnya 1860C.

3. Telur

Telur yang dipakai pada pembuatan kue kering bisa kuning telur, putih telur atau keduanya. Kue yang menggunakan kuning telur saja akan lebih empuk,

sebaliknya bila menggunakan putih telur untuk memberi kelembaban, nilai gizi sekaligus membangun struktur kue. Telur juga sering dipakai untuk memoles dan untuk mengkilatkan kue. Soda kue juga bisa mengontrol kekosongan gula. Terlalu banyak soda membuat kue, cream atau tartar dan tepung. Tujuan penambahan ini membuat kue kering lebih renyah dan memperlebar kue kering (Anonim, 2010).

Telur juga membuat produk lebih mengembang karena dapat menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk. Kuning telur atau dalam bahasa inggris disebut dengan egg yolk merupakan bagian daripada telur dimana embrio berkembang.


(36)

Kuning telur dikelilingi oleh putih telur (albumen atau ovalbumin). Sebagai makanan, kuning telur merupakan sumber utama beberapa vitamin dan mineral. Kuning telur juga banyak mengandung lemak, kolesterol dan protein. Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna.

4. Lemak

Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah yang berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine). Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.

5. Garam

Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein.

6. Bahan Pengembang

Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking powder. Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan. Fungsi bahan pengembang adalah untuk mengembangkan adonan, sehingga menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya (Faridah, 2008).


(37)

7. Susu Bubuk

Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah susu bubuk. Susu bubuk berupa serbuk atau seperti tepung ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu bubuk ini hanya digunakan sekitar 10 gram. Susu bubuk berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk.

2.1.3 Proses Pembuatan Biskuit

Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran (mixing), pembentukan (forming) dan pemanggangan (bucking). Tahap pencampuran bertujuan meratakan pendistribusian bahan-bahan yang digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus.

Terdapat tiga metode pencampuran yaitu single-stage dan continius. Pada metode single-stage, semua bahan dicampur menjadi satu dan dimixer bersamaan. Pada multiple-stage, terdiri dari dua tahap atau lebih, pertama yang dicampur adalah lemak dan gula, kemudian bahan-bahan cair, selanjutnya bahan-bahan lainnya. Pada metode continous biasanya dipilih karena keefektifannya, memaksimalkan output dan meminimalkan karena proses yang kontinu. Pencampuran adonan cookies biasanya diawali pencampuran antara gula dan shortening (disebut creaming method) kemudian bahan-bahan lain seperti tepung dan bahan pengembangan dimasukkan.

Adonan yang diperoleh selanjutnya dicetak sesuai dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan. Adonan biskuit dibentuk dengan lembaran-lembaran dan dipotong-potong dengan pisau pemotong atau alat pencetak biskuit. Adonan yang telah dicetak selanjutnya dipanggang dalam oven. Pemanggangan merupakan hal yang penting dari


(38)

seluruh urutan proses yang mengarah pada produk yang berkualitas. Suhu oven untuk proses pemanggangan tergantung pada jenis, bentuk dan ukuran dari produk yang dibuat dan dijaga sifat-sifat dari bahan-bahan penyusunannya. Pada umumnya suhu pemanggangan biskuit antara lain 218-2320C dalam waktu 15-20 menit.

Dalam pembuatan biskuit yang baik ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :

1. Pilih tepung berprotein rendah dengan jumlah yang tepat. Jumlah tepung yang terlalu banyak akan membuat biskuit bertekstur keras. Sebaliknya, jika tepungnya kurang akan menghasilkan biskuit yang tidak renyah.

2. Gula juga memegang peran penting, sebaiknya gula diganti dengan bahan yang rendah kalori atau dimodifikasi dengan bahan yang mempunyai cita rasa manis, misalnya gula dari buah-buahan.

3. Bahan lemak yang biasanya menggunakan margarin, mentega atau minyak. Jumlah yang digunakan sesuai dengan kebutuhan kesehatan tubuh.

4. Telur merupakan bahan pokok dalam pembuatan biskuit, telur dapat menggunakan bagian putih atau kuningnya saja. Jika kuningnya yang digunakan, pilih telur yang dalam pembuatan biskuitnya rendah kolesterolnya.

5. Bahan pemuai terkadang diperlukan dalam pembuatan kue kering. Bahan ini dapat menjadikan kue bertambah renyah.

6. Bahan tambahan lain dapat dipadukan agar mengahsilkan kue yang berkualitas. Misalnya susu, kulit jeruk, rempah-rempah, kacang-kacangan, dan lain sebagainya. Sebaiknya pilih susu kedelai yang mempunyai banyak manfaat sebagai penangkal radikal bebas penyebab kanker, menurunkan kolesterol dalam


(39)

darah, menghindari penyakit jantung koroner, mengurangi tekanan darah tinggi, membantu, mengurangi keluhan pada masa menopause dan mencegah osteoporosis (Muaris, 2007).

Salah satu resep dalam membuat biskuit adalah: 1. Tepung terigu 250 gram

2. Gula halus 125 gram

3. Mentega 100 gram

4. Tepung Meizena 10 gram 5. Susu bubuk 25 gram 6. Baking Powder ½ sdt

7. Garam ½ sdt

8. Kuning telur ayam 2 butir

9. Air 50 ml

Cara membuat biskuit meliputi beberapa proses, yaitu:

1. Campur mentega, kuning telur, garam, gula lalu mixer sampai rata.

2. Campur tepung terigu, baking powder, susu bubuk, dan tepung meizena lalu diayak.

3. Campuran 1 dan campuran 2 dicampur lalu tambahkan air dan diadoni selama 15 menit.

4. Adonan dipipihkan dan dicetak sesuai selera.

5. Letakkan adonan kue yang telah dibentuk dalam loyang yang sudah diolesi mentega.


(40)

2.2 Labu Kuning

Labu kuning merupakan suatu jenis tanaman sayuran menjalar dari family Cucurbitaceae, yang tergolong dalam jenis tanaman semusim yang setelah berbuah akan langsung mati. Tanaman labu kuning ini telah banyak dibudidayakan di Negara-negara Afrika, Amerika, India, Cina. Tanaman ini dapat tumbuh didataran rendah maupun dataran tinggi. Adapun ketinggian tempat ideal adalah anatara 0 m-1500 m di atas permukaan laut (Hendrasty, 2003).

Waluh atau buah labu perenggi adalah salah satu tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia yang mana penanamannya tidak sukit, baik pembibitannya, perawatannya, hasilnya pun cukup memberikan nilai ekonomis untuk masyarakat. Tanaman ini daapat ditanam di lahan pertanian, halaman rumah atau tanah perkarangan yang kosong dapat kita manfaatkan. Intinya tanaman ini dapat ditanam di daerah tropis maupun subtropics (Hidayah, 2010).

Waluh (Cucurbita moschata, Dutc, ex Poir) termasuk dalam family Cucurbitaceae. Di Jawa Barat waluh biasanya disebut sebagai “Labu Parang”. Tanaman tersebut merupakan tanaman setahun yang bersifat menjalar (merambat) dengan perantara alat pemegang yang berbentuk pipih. Batangnya cukup kuat dan panjang dipermukaan batanya terdapat bulu-bulu yang tajam (Heliyani, 1993).

Tanaman labu termasuk dalam keluarga buah labu-labuan atau Cucurbitaceae, dan masih sekerabat dengan melon (Cucumis melo) dan mentimun (Cucumis sativum). Biasanya yang dinamakan “labu” dalam pengertian waluh atau pumpkin. Labu ini tergolong jenis tanaman semusim sebab setelah selesai berbuah akan mati. Oleh karena itu tanaman labu di daerah pedesaan sering dijadikan tanaman


(41)

tumpangsari. Tanaman labu memerlukan suhu sekitar 25-300C, labu tidak memerlukan ketinggian tempat yang khusus. Keistimewaan lain dari tanaman labu adalah dapat ditanam di lahan-lahan yang kering atau tegalan yang masih tersedia luas di negara kita. Di Indonesia penyebaran labu juga telah merata, hampir di semua kepulauan nusantara terdapat tanaman labu, karena di samping cara penanaman dan pemeliharaannya mudah labu memang dapat menjadi sumber pangan yang dapat diandalkan (Anonim, 2010).

Pada bagian tengah labu kuning terdapat biji yang diselimuti lendir dan serat. Biji ini berbentuk pipih dengan kedua ujungnya yang meruncing. Bentuk buah waluh atau labu kuning ini bermacam-macam tergantung dari jenisnya, ada yang berbentuk bokor (bulat pipih, beralur), oval, panjang dan piala. Berat buah waluh atau labu kuning rata-rata 2-5 kg/buah, dan ada yang mencapai 30 kg/buah untuk waluh jenis tertentu. Tekstur daging buah tergantung jenisnya ada yang halus, padat dan lunak (Sudarto, 1993).

Adapun taksonomi tumbuhan diklasifikasi labu kuning adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Famili : Cucurbitaceae Genus : Cucubita

Spesies : Cucubita moschata duch

Untuk jenis lokal, buah dapat dipanen pada umur 3-4 bulan, sedangkan jenis hibrida, seperti labu kuning taiwan, pada umur 85-90 hari. Apabila ditanam secara


(42)

monokultur, tiap hektar lahan dapat menghasilkan buah sekitar 50 ton per musim. Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong, atau panjang dengan banyak alur (15-30 alur). Ukuran pertumbuhannya cepat sekali, mencapai 350 gram per hari. Buahnya besar dan warnanya bervariasi (buah muda berwarna hijau, sedangkan yang lebih tua kuning pucat). Daging buah tebalnya sekitar tiga cm dan rasanya agak manis. Untuk labu ukuran besar, beratnya ada yang dapat mencapai 20 kg per buah. Biji labu tua dapat dikonsumsi sebagai kuaci setelah digarami dan dipanggang (Anonim, 2010).

Tanaman labu kuning mempunyai sulur dahan berbentuk spiral yang keluar di sisi tangkai daun. Berdaun tunggal, berwarna hijau, dengan letak berselang-seling, dan bertangkai panjang. Daging bagian luar kulitnya keras, bakal buah terbenam, berdaun buah tiga, tetapi hanya berongga satu serta berbiji banyak, seperti terdapat pada suku timun-timunan Labu kuning merupakan satu-satunya buah yang awet atau tahan lama. Labu kuning akan awet asalkan disimpan di tempat yang bersih dan kering, serta tidak ada luka pada buah tersebut. Jika ada luka, labu kuning akan mengeluarkan semacam gas yang bisa memicu terjadinya berbagai macam perubahan di dalam buah. Labu kuning dapat disimpan selama tiga bulan tanpa ada perubahan (Soedarya, 2006).

2.2.1 Kandungan Gizi Labu Kuning

Labu kuning atau waluh merupkan bahan pangan yang kaya vitamin A, dan vitamin C, protein, mineral, kalsium, fosfor, kalium, zat besi, zinc, vitamin B1 serta kabohidrat. Kandungan karbohidrat yang cukup tinggi pada labu kuning sehingga sangat berpotensi untuk diolah menjadi tepung labu kuning.Daging buahnya pun


(43)

mengadung antioksidan sebagai penangkal jenis kanker. Buah labu dapat digunakan untuk berbagai jenis makanan dan cita rasanya enak. Daunnya berfungsi sebagai sayur dan bijinya bermanfaat untuk dijadikan kuaci. Air buahnya berguna sebagai penawar racun binatang berbisa, sementara itu bijinya menjadi obat cacing pita. Selain itu kandungan serat pada buah labu kuning cukup tinggi. Labu kuning mempunyai kandungan gizi sebagai berikut.

Tabel 2.5 Komposisi Zat Gizi Labu Kuning segar per 100 gram bahan

No Kandungan Gizi Kadar

1. Kalori (kal) 29,00

2. Protein (gr) 1,10

3. Lemak (gr) 0,30

4. Karbohidrat (gr) 6,60

5. Kalsium (mg) 45,00

6. Fosfor (mg) 64,00

7. Zat Besi (mg) 1,40

8. Vitamin A (SI) 180,00

9. Vitamin B1 (mg) 0,08

10. Vitamin C (mg) 52,00

11. Air (gr) 91,20

12. BDD (%) 77,00

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1996

Labu kuning dianggap sebagai rajanya ß-Karoten. Keunggulan β-Karoten, antara lain adalah dapat meningkatkan sistem imunitas serta mencegah penyakit jantung dan kanker. Dikatakan sebagai β-Karoten sebab kandungan karotennya sangat tinggi, seperti lutein, zeaxanthin, dan karoten, yang memberi warna kuning pada labu kuning yang membantu melindungi tubuh dengan menetralkan molekul oksigen jahat yan disebut juga radikal bebas (Anonim, 2011).


(44)

Labu jenis kulitnya bewarna orange atau kuning dan hijau, semakin cerah warnanya semakin banyak pula kandungan beta-karotennya. Labu kuning juga kaya akan vitamin A, C, E, zinc, potassium, magnesium, kalsium, serat, protein, niacin, dan selenium serta karbohidrat. Labu kuning yang bisa mencapai ukuran besar ini juga membawa beragam manfaat hebat untuk mencegah beragam penyakit.

Labu kuning kaya akan antioksidan β-Karoten yang bisa dijadikan sebagai anti inflamasi. Dengan mengkonsumsi labu kuning secara teratur dapat mencegah pengendepan kolesterol pada dinding arteri yang bisa menurunkan resiko stroke. Senyawa ß-karoten, vitamin A, vitamin C dan zinc pada labu kuning berperan sebagai obat alami untuk memperlambat proses penuaan, mencegah keriput dan menghaluskan kulit.

Senyawa alpha-karoten, antioksidan, lutein dan zeaxanthin pada labu kuning. Nutrisi ini dapat mencegah penuaan dini, memelihara kesehatan mata, dan mencegah terjadinya katarak, dan degnerasi macula yang bisa menyebabkan kebutaan. Kandungan seratnya yang tinggi sangat baik untuk menjaga sistem saluran pencernaan dan mencegah terjadinya sembelit serta dapat melancarkan pencernaan. Kandungan potassium pada labu kuning jenis ini, dapat membantu mengurangi resiko tingkat darah tinggi atau hipertensi dalam tubuh.

Labu kuning mengandung zinc yang baik utntuk memperkuat masa tulang dan mencegah terjadinya sel-sel tubuh yang rusak karena radikal bebas. Dengan mengkonsumsi labu kuning dapat mencegah terjadinya osteoporosis. Buah labu kuning memiliki folat yang cukup untuk ibu hamil, kekurangan folat pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi mengalami cacat bawaan lahir seperti spina bifina. Dengan


(45)

begitu mengkonsumsi labu kuning juga member asupan yang baik untuk kesehatan bayi.

Labu juga memiliki manfaat untuk manfaat bagi bayi dengan kandungan gizi serta seratnya. Teksturnya yang lembut dan dapat diolah menjadi berbaai macam makanan atau kue dan biskuit sangat baik untuk pencernaan anak yang masih dalam proses pertumbuhan. Berbagai kebutuhan gizi yang baik untuk tubuh anak mulai dari vitamin A, vitamin C, vitamin B, protein, lemak, kalsium, fosfor, hidrat, kalori dan zat besi semua terkandung dengan porsi yang baik dalam labu kuning.

2.2.3 Tepung Labu Kuning

Tepung labu kuning adalah tepung dengan butiran halus, lolos ayakan 60 mesh, berwarna putih kekuningan, berbau khas labu kuning dengan kadar air ± 13 %. Protein tepung labu kuning mengandung protein jenis glutein yang cukup tinggi sehingga mampu membentuk jaringan tiga dimensi yang kohesif dan elastis. Sifat ini akan sangat berfungsi pada pengembangan volume roti dan produk makanan lain yang memerlukan pengembangan volume. Tepung waluh atau labu kuning mempunyai sifat gelatinisasi yang baik sehingga dengan demikian dapat membentuk adonan yang konsisten, kekenyalan, viskositas, maupun elastisitas yang baik, sehingga produk makanan yang dihasilkan akan berkualitas baik. Karena sifatnya yang higroskopis dalam penyimpanannya, tepung labu kuning harus dilakukan sedemikian rupa, diusahakan agar udara dan sinar tidak menembus wadah. Jenis kemasan yang cocok untuk tepung labu kuning yaitu plastik yang dilapisi alumunium foil. Dengan penyimpanan ditempat yang kering, tepung labu kuning akan tahan selama dua bulan (Hendrasty, 2003).


(46)

Tepung labu kuning mempunyai sifat spesifik dengan aroma khas. Secara umum, tepung tersebut berpotensi sebagai pendamping terigu dan tepung beras dalam berbagai produk olahan pangan. Produk olahan dari tepung labu kuning mempunyai warna dan rasa yang spesifik, sehingga lebih disukai oleh konsumen. Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Dari segi proses, pembuatan tepung hanya membutuhkan air relatif sedikit dan ramah lingkungan dibandingkan dengan pembuatan pati.

Karbohidrat tepung labu kuning juga cukup tinggi, kabohidrat ini sangat berperan dalam pembuatan adonan pati. Granula pati akan melekat pada protein selama pembentukan adonan. Kelekatan antara granula pati dan protein akan menimbulkan kontinitas struktur adonan. Adonan pati tersebut akan mampu menahan air walaupun yang tersedia terbatas dan hanya terjadi gelatinisasi sebagian. Granula cukup fleksibel untuk memanjangkan gluten. Selain itu, kandungan lemak labu kuning tidak terlalu tinggi, namun bersama gluten akan mampu membentuk adonan (Utami, 1998).

Adapun enzim yang terkandung dalam tepung labu kuning adalah amylase, protase, lipase, dan oksidase. Enzim amylase akan menghidrolisis pati menjadi maltose dan dekstrin, sedangkan enzim protase berperan dalam pemecahan protein sehingga akan mempengaruhi selastisitas gluten. Tepung labu kuning mempunyai kandungan gizi sebagai berikut.


(47)

Tabel 2.6 Komposisi Zat Gizi Tepung Labu Kuning segar per 100 gram bahan

No Kandungan Gizi Kadar

1. Karbohidrat (gr) 0,08

2. Protein (gr) 5,04

3. Lemak (gr) 5,04

4. Kalsium (mg) 48,00

5. Fosfor (mg) 67,00

6. Zat Besi (mg) 2,40

7. Vitamin A (SI) 190,00

8. Vitamin B1 (mg) 0,12

9. Vitamin C (mg) 55,00

10. Air (gr) 11,14

2.3 Ikan Lele

Ikan lele banyak terdapat di perairan Indonesia. Ikan ini telah memasyarakat, sekali pun setiap daerah menyebutknya dengan nama yang berbeda-beda. Misalnya ikan kalang (Sumatera Barat), ikan maut (Sumatera Utara), ikan duri (Sumatera Selatan), ikan pinlet (Kalimantan Selatan), ikan penang (Kalimantan Timur), ikan lele atau ikan lendi (Jawa), ikan keling (Makasar), dan ikan lepi (Bugis). Dalam perdagangan internasional ikan lele disebut catfish.

Ikan lele merupakan salah satu di antara 1.500 spesies yang termasuk subordo Siluderia yang memiliki bentuk tubuh (badan) memanjang (Jw : gilig) dan memipih (pipih) dibagian belakang (pangkal ekor). Kepala gepeng, berukuran relatif besar, dan dilengkapi dengan empat pasang sungut di sekitar mulut. Ikan ini memiliki alat bantu pernapasan yang disebut selaput labirynth, sirip perut dan sirip dubur yang


(48)

terpisah (tidak menyatu). Pada sirip dadanya terdapat taji (patil) yang runcing dan bergerigi Taji (patil) berfungsi sebagai alat pertahanan (membela diri), sekaligus sebagai alat bantu untuk merayap di atas permukaan lumpur atau daratan.

Ikan lele memiliki kulit yang licin dan tidak bersisik, permukaan kepala dan punggung berwarna gelap dan permukaan perut berwarna lebih terang dari perut. Ikan lele termasuk jenis ikan karnivora (pemakan daging) sekaligus omnivora (pemakan segalanya). Ada beberapa jenis ikan lele yaitu ikan lele Clarias batrachus, Clarias leiacanthus, Clarias nieuwhofi, dan Clarias teesmani. Clarias batrachus termasuk jenis yang paling banyak dijumpai dan dibudidayakan di Indonesia, di samping terdapat di alam. Ikan lele juga banyak di pelihara di Taiwan. Sementara itu, Clarias leiachanthus, Clarias nieuwhofi dan Clarias teesmani terdapat di perairan di Indonesia, tetapi sudah jarang ditemukan dan diduga sudah langka.

2.3.1 Kandungan gizi Ikan Lele

Ikan lele merupakan salah satu bahan pangan bergizi yang mudah untuk dihidangkan sebagai lauk. Kandungan gizi daging ikan lele sebanding dengan daging ikan lainnya. Kandungan gizi daging ikan lele sebanding dengan daging ikan lainnya. Beberapa jenis ikan termasuk ikan lele mengandung protein lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan dengan daging hewan lain. Nilai gizi ikan lele meningkat apabila diolah dengan baik, kandungan gizi ikan lele segar dan ikan goring menurut hasil komposisi bahan makanan per 100 gram (Abbas, 2004).

Ikan lele mengandung protein yang cukup tinggi, yaitu sekitar 17,0 gram, daging ikan lele mengandung karoten 12,070 mikro gram dan vitamin A 210 UI (Internasional Unit). Daging ikan lele juga mengadung omega-3, vitamin D, vitamin


(49)

B6, vitamin B12, yodium, Selenium, seng, flour. Kandungan zat gizi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan jenis ikan lain.

Kandungan gizi yang terdapat pada ikan lele yaitu air, protein, lemak, fosfor, kalsium, zat besi, vitamin A, vitamin B1. Air merupakan bagian terpenting dalam struktur tubuh dan jumlahnya sekitar 60% dari berat badan. Air berperan sebagai pelarut material zat gizi dan sebagai pembuangan ampas makanan dalam tubuh, protein juga berperan sebagai pembentuk jaringan baru dan memperbaiki jaringan yang rusak dalam tubuh. Protein juga berperan dalam sintesis enzim, hormon, antibodi juga sebagai penyediaan energi, mengatur keseimbangan air dalam tubuh, memelihara netralitas tubuh, dan mengangkut zat-zat gizi.

Lemak berfungsi sebagai penyediaan energi, melarutkan vitamin larut lemak, juga sebagai sumber asam lemak esensial. Selain itu juga berperan dalam pembentukan membran sel, serta melindungi organ tubuh. Fosfor juga berperan sebagai klasifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorpsi dan transportasi gizi dalam tubuh. Selain itu, kalsium berperan dalam pembentukan tulang dan membantu otot berkontraksi, jantung berdetak, darah mengalir dan sebagai sistem syaraf mengirim rangsangan.

Zat besi membantu dalam metabolisme energi, kemampuan belajar, dan membantu sistem kekebalan tubuh. Vitamin A berperan dalam penglihatan, fungsi kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan dan reproduksi tubuh manusia. Sementara thiamin berperan dalam membantu tubuh memproduksi energi dari karbohidrat. Fungsi tersebut terdapat pada kandungan komposisi zat gizi ikan lele sebagai berikut.


(50)

Tabel 2.7 Komposisi Gizi Ikan Lele per 100 gram Bahan

No Zat Gizi Kandungan

1 Air (gr) 76,00 2 Protein (gr) 17,00 3 Lemak (gr) 4,50 4 Karbohidrat (gr) 200,00 5 Fosfor (mg) 20,00 6 Kalsium (mg) 1,00 7 Zat Besi (mg) 150,00 8 Vitamin A (UI) 0,05 9 Vitamin B1 (mg) 0,00

Sumber : Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Puslitbang Depkes RI, 1999

2.3.2 Manfaat Ikan Lele

Manfaat ikan lele dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Kandungan asam amino esensial sangat berguna untuk tumbuh kembang tulang, membantu penyerapan kalsium dan menjaga keseimbangan nitrogen dalam tumbuh, dan memelihara masa tubuh anak agar tidak terlalu berlemak. Selain itu juga manfaat ikan lele pun dapat menghasilkan antibodi, hormon, enzim, dan pembentukan kolagen, disamping itu untuk perbaikan jaringan tubuh.

Komponen gizi daging ikan lele mudah dicerna dan diserap oleh tubuh manusia bagi anak-anak maupun orang dewasa dan usia lanjut. Daging ikan lele mengandung asam lemak omega-3 yang sangat dibutuhkan untuk membantu perkembangan sel otak anak dibawah usia 12 tahun, sekaligus memelihara sel otak pada usia lanjut (sampai usia 70 tahun). Kandungan vitamin A dan vitamin D yang dibutuhkan oleh manusia untuk menjaga sekaligus untuk memperbaiki kesehatan mata, kulit dan tulang.


(51)

Daging ikan lele juga mengandung vitamin B1, B6 dan B12 yang berfungsi untuk membantu proses metabolism, mencegah anemia, melindungi jantung dan mencegah penyakit pada syaraf manusia. Zat besi yang mudah diserap oleh tubuh manusia serta yodium untuk mencegah terjadinya penyakit gondok, hambatan pertumbuhan anak. Sedangkan selenium untuk membantu metabolism tubuh dan sebagai anti oksidan yang melindungi tubuh dari radikal bebas dan flour yang berperan untuk memperkuat dan menyehatkan gigi.

2.3.3 Tepung Ikan Lele

Tepung ikan adalah produk padat yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar air dan sebagian atau seluruh lemak dalam ikan atau sisa ikan. Tepung ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan dalam bentuk kering untuk kemudian digiling menjadi tepung. Cara pengolahan yang paling mudah dan praktis adalah dengan mencincang ikan kemudian mengeringkannya dengan sinar matahari atau dengan mengeringan mekanis.

Pembuatan tepung ikan didasarkan pada pengurangan kadar air pada daging ikan. Kadar air pada daging ikan hal yang menentukan pada proses pembusukan. Bila kadar airnya dikurangi maka proses pembusukan dapat terhambat. Bila proses pengeringannya berjalan terus menerus, maka proses pembusukannya akan berhenti. Pada pembuatan tepung ikan selain menggunakan metode pengeringan dapat didahului dengan pemanasan suhu tinggi. Hal ini digunakan untuk menghentikan proses pembusukan, baik oleh bakteri, jamur, maupun enzim. Proses pembusukan dapat dihentikan sama sekali bila waktu dan suhu yang digunakan cukup (Moeljanto, 1982).


(52)

Tepung ikan memiliki nilai gizi yang tinggi terutama kandungan proteinnya yang kaya akan asam amino essensial, terutama lisin dan metionin. Disamping itu tepung ikan juga kaya akan vitamin B, mineral, serta memiliki kandungan serat yang rendah. Tepung ikan merupakan juga merupakan sumber kalsium (Ca) dan phospor (P). Tepung ikan juga mengandung trace element seperti seng (Zn), yodium (I), besi (Fe), mangan (Mn) dan kobalt (Co) (Moeljanto ,1982).

Urutan pengolahan tepung ikan adalah pencincangan, pemasakan, pengpresan, pengeringan, dan penggilingan.Tepung ikan yang baru selesai diolah biasanya berwarna abu-abu kehijauan. Setelah disimpan, terutama dalam suhu tinggi, warnanya berubah menjadi cokelat kekuningan. Akan tetapi perubahan ini tidak mempengaruhi nilai gizinya. Baunya seperti ikan yang lama-kelamaan menjadi tengik (Ilyas, 1993).

Komposisi kimia yang ada dalam tepung ikan tidak jauh berbeda dengan yang ada dalam ikan sebagai bahan bakunya, yaitu air, protein, lemak, mineral dan vitamin serta senyawa-senyawa nitrogen lainnya. Namun setelah mengalami pengolahan, komposisi kimia dalam tepung ikan menjadi berubah, terutama akibat terjadinya pengurangan kadar minyak, kadar air dan kerusakan (perubahan) senyawa kimia tertentu terutama dalam pemanasan (thermo processing) (Sunarya 1990). Komposisi kimia tepung ikan juga ditentukan olehjenis ikan, mutu bahan baku yang digunakan dan cara pengolahannya (Hapsari, 2002).

Komposisi kimia tepung ikan ditentukan oleh jenis ikan yang digunakan. Sebagai pedoman, tepung ikan yang bermutu harus mempunyai komposisi air 6%-10%, lemak 5%-12%, protein 60%-75% . Tepung ikan dengan kadar air kurang dari


(53)

6% sebab pada tingkat ini tepung ikan bersifat higroskopis. Brody di dalam Hapsari (2002) mengatakan kadar air tepung ikan rata-rata 18% dengan selang terendah 6 sampai 10%. Sejenis jamur (mold) dapat tumbuh pada kadar air tepung ikan.

Tepung ikan dengan kadar protein tinggi menghasilkan kadar mineral sekitar 12% dan 33% untuk kadar protein yang rendah. Sebagian besar abu dan mineral dalam tepung ikan berasal dari tepung-tepung ikan. Kadar mineral tepung akan tinggi bila bahan mentahnya berasal dari sisa-sisa ikan berupa kepala dan tulang-tulang ikan. Sebagian besar abu berupa kalsium fosfat. Tepung ikan juga mengandung trace element, diantaranya Zn, I, Fe, Cu, Mn, dan Co. Tepung ikan lele memiliki kandungan gizi sebagai berikut.

Tabel 2.8 Komposisi Gizi Tepung Ikan Lele per 100 gram Bahan

No Zat Gizi Kandungan

1 Air (gr) 7,99 2 Protein (gr) 19,00 3 Lemak (gr) 10,83 4 Karbohidrat (gr) 11,83 5 Fosfor (mg) 25,00 6 Kalsium (mg) 3,00 7 Zat Besi (mg) 150,00 8 Vitamin A (UI) 0,08 9 Vitamin B1 (mg) 0,00

2.4 Daya Terima Makanan

Daya terima terhadap makanan sebagai tngkat kesukaan atau ketidakkesukaan individu terhadap suatu jenis makanan. Diduga tingkat kesukaan ini sangat beragam pada setiap individu. Sehingga akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Dewinta, 2010). Semantara itu Menurut Rudatin (1997) yang dikutip oleh Jairani


(54)

(2010), daya terima makanan adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan makanan yang disajikan.

Menurut Wirakusumah (1995), kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan, dan pemasakan makanan serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadapa kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenanganya. Perbedaan suku , pengalaman, umur, dan tingkat ekonomi seseorang mempunyai poenilaian tertentu terhadap jenis makanan, sehingga standar kualitas makanan sulit untuk ditetapkan. Ada beberapa aspek yang dapat dinilai dari daya terima makanan antara lain adalah :

1. Penampilan dan cita rasa makanan

Menurut Moehyi (1992) cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan dan warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata.Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.

2. Konsistensi atau Tekstur Makanan

Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.


(1)

Lampiran 14

Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis Pada Ibu Hamil terhadap Tekstur Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele

No Panelis Jenis Kelamin Umur (tahun)

Perlakuan Total Panelis

A1 A2 A3 Yi Y2ij (Yi)2

1 P 21 2 1 1 4 6 36

2 P 24 2 1 2 5 9 81

3 P 21 3 2 1 6 14 196

4 P 27 2 1 2 5 9 81

5 P 22 2 1 3 6 14 196

6 P 20 2 1 2 5 9 81

7 P 25 2 1 2 5 9 81

8 P 20 1 1 2 4 6 36

9 P 24 1 1 2 4 6 36

10 P 20 2 1 2 5 9 81

11 P 20 2 2 3 7 17 289

12 P 24 2 1 3 6 14 196

13 P 23 1 2 2 5 9 81

14 P 20 1 1 1 3 3 9

15 P 26 1 2 1 4 6 16

16 P 23 1 1 1 3 3 9

17 P 20 1 1 1 3 3 9

18 P 20 1 1 2 4 6 36

19 P 23 1 2 1 4 6 16

20 P 21 1 2 1 4 6 16

21 P 29 1 1 1 3 3 9

22 P 26 1 1 1 3 3 9

23 P 37 1 2 1 4 6 16

24 P 29 1 2 1 4 6 16

25 P 22 1 1 1 3 3 9

26 P 22 2 1 3 6 14 196

27 P 21 1 2 2 5 9 81

28 P 25 1 1 2 4 6 36

29 P 20 2 1 1 4 6 36

30 P 22 1 1 1 3 3 9

Yi 43 39 49 131 1999

Y2ij 71 57 95 223

(Yi)2 1849 1521 2401 5771

Rata-rata 1,43 1,3 1,63


(2)

Kadar Protein :

AO : Berat Contoh : 0,5880 gram V Titrasi : 4,00 ml N HCL : 0.0109 V Blanko : 0,00 ml

F Pengenceran : 100/5

Kadar Protein : x 100% = 13,0%

A1 : Berat Contoh : 0,5340 gram V Titrasi : 4,62 ml NHCL : 0.0109 V Blanko : 0,00 ml F Pengenceran:

Kadar Protein : 16,5 %

A2 Berat Contoh : 0,5340 gram V Tritrasi : 4,62 ml NHCL : 0,0109 V Blanko : 0,00 ml

F Pengenceran :

Kadar Protein : 16,5 %

A3 Berat Contoh : 0,6110 gram V Tritrasi : 2,0431 ml NHCL : 0,0109 V Blanko : 0,00 ml

F Pengenceran :

Kadar Protein : 32,0 % Lemak :

A1 A1 A2

Berat Contoh 2,0346 2,0936 2,0431

Berat Labu Kosong 102,0764 102,3035 114,3070 Berat Labu +

Lemak

102,4410 102,66737 114,6380

Kadar Lemak A1 = X 100% = 17,92 % A2 = 17,68 %


(3)

Berat Contoh A1 A2 A3

N Tio Sulfat 4,0565 gr 4,7442 gr 4,9440 gr

Volume Titrasi Blanko 0,1000 0,1000 0,1000

Volume Titrasi Contoh 24,95 ml 24,95 ml 24,95 Faktor Pengencenceran

500/10

4,20 ml 2,15 ml 4,95 ml

Kadar Karbohidrat

A1 : 24,95 – 4,20 = 20,75 ml

Glukosa = 53,0 mg + (0,75 x 3,0) = 55,25 mg Glukosa dari contoh = x 100% = 68,1 % Kadar karbohidrat contoh = 0,90 x 68,1% = 61,39 % Dengan cara yang sama di dapat kadar karbohidrat untuk: A2 = 58,46 % A3 = 48,3 %


(4)

Lampiran 15

Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Labu Kuning dan Ikan Lele

Gambar 2. Proses ikan lele diblender

Gambar 3. Tepung Labu Kuning Gambar 4. Tepung Ikan Lele


(5)

Gambar 7. Adonan penambahan tepung labu kuning dan ikan lele 20%

Gambar 8. Adonan penambahan tepung labu kuning dan ikan lele 30%

Gambar 9. Adonan penambahan tepung labu kuning dan ikan lele 40%

Gambar 10. Proses pencetakan biskuit labu kuning dan ikan lele

Gambar 11. Biskuit labu kuning dan ikan lele setelah dipanggang

Gambar 12. Uji Organoleptik Mahasiswa FKM USU


(6)

Gambar 13. Uji Organoleptik Mahasiswa FKM USU

Gambar 14. Uji Organoleptik Siswa Sekolah Dasar

Gambar 15. Uji organoleptik Siswa Sekolah Dasar

Gambar 16. Uji Organoleptik Ibu Hamil