BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian - Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya Dan Pemeriksaan Kehamilan Ibu Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

  Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional-analitik, Variabel independen adalah status sosial ekonomi (pendidikan dan pendapatan), budaya (pola makan, makanan pantangan pembagian makanan dalam keluarga) dan pemeriksaan kehamilan (jumlah kunjungan dan komponen pemeriksaan kehamilan 7T) variabel dependen BBLR.

  Desain penelitian Kasus-Kontrol dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut :

  FR (+)

Retrospektif BBLR

FR (-)

  Populasi FR (+) Retrospektif Tidak BBLR FR (-)

  Keterangan Gambar : Pendidikan FR (+) : Tingkat pendidikan rendah

  FR (-) : Tingkat pendidikan tinggi Pendapatan FR (+) : Tingkat pendapatan rendah

  FR (- ) : Tingkat pendidikan tinggi Pola Makan FR (+) : Pola makan tidak baik

  FR (-) : Pola makan baik Makanan Pantangan FR (+) : Makanan pantangan ada

  FR (-) : Makanan pantangan tidak ada Pembagian makanan dalam keluarga FR (+) : Pembagian makan dalam keluarga ada

  FR (-) : Pembagian makanan dalam Keluarga tidak ada

  Kunjungan pemeriksaan kehamilan FR (+) : Kunjungan pemeriksaan kehamilan Kurang dari 4 kali

  FR (-) : Kunjungan pemeriksaan kehamilan 4 kali atau lebih Komponen pemeriksaan kehamilan FR (+) : Menerima komponen pemeriksaan

  Kehamilan kurang dari 7T FR (-) : Menerima komponen 7T lengkap

  Gambar : 3.1 Desain Kasus-Kontrol Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya dan Pemeriksaan Kehamilan Ibu Hamil terhadap Kejadian BBLR

  3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

  Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Penelitian dimulai dari bulan Desember 2011 sampai dengan September 2012. Alasan dietmpat tersebut karena masih ditemukan BBLR.

  3.3. Populasi dan Sampel

  3.3.1 Populasi

  Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang bulan Mei-September 2012.

  Sebanyak 382 orang.

  3.3.2 Sampel

  Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki BBLR sejumlah 31 orang sebagai kasus dan 31 orang ibu yang tidak memiliki BBLR sebagai kontrol yang diambil secara random, sehingga total jumlah sampel 62 orang ibu di wilayah kerja puskesmas Kabupaten Deli Serdang.

  Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 62 orang, yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kebupaten Deli Serdang. Pengambilan sampel pada masing-masing desa mewakili tiap desa 1 berbanding 1 antara kasus dan kontrol.

  16 Simalingkar A

  1

  12 Nama Rih

  3

  3

  13 Batu

  1

  1

  14 Namo Bintang

  2

  2

  15 D Tonggal

  2

  2

  1

  11 Lama

  1

  17 D Jangak

  1

  1

  18 Perumnas Simalingkar - -

  19 S Baru

  2

  2

  20 Tuntungan II

  2

  2

  21 Tuntungan I

  1

  1

  3

Tabel 3.1. Distribusi Pengambilan Sampel Ibu yang Memiliki BBLR dan tidak Memiliki BBLR di Setiap Desa

  1

  No Nama Desa Sampel

  BBLR (Kasus) Non BBLR (Kontrol)

  1 Bintang Meriah

  1

  1

  2 Sugau

  1

  1

  3 Tiang Layar

  2

  2

  4 Duren Simbelang

  1

  5 Namo Riam

  3

  1

  1

  6 Pertampilan - -

  7 S Tani

  2

  2

  8 Hulu

  2

  2

  9 Tengah

  2

  2

  10 Namo Simpur

  1

3.4. Metode Pengumpulan Data

  3.4.1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi

  kepada responden dengan menggunakan questioner, meliputi data status sosial ekonomi (pendidikan, dan pendapatan), budaya ibu hamil (Pola makan, makanan pantangan, Pembagian makanan dalam keluarga), pemeriksaan kehamilan (jumlah kunjungan dan komponen pemeriksaan kehamilan 7T) dan Berat Bayi lahir.

  3.4.2. Data Sekunder

  Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui laporan maupun dokomen dari puskesmas data Hb ibu sewaktu hamil.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

  3.5.1. Variabel Penelitian

  Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak empat variabel yang terdiri dari tiga variabel independen yaitu status sosial ekonomi (pendidikan, pendap atan), budaya (pola makan, makanan pantangan, distribusi makanan dalam keluarga) dan pemeriksaan kehamilan (jumlah kunjungan, kompenen pemeriksaan 7T) serta satu variabel dependen yaitu BBLR

  3.5.2. Defenisi Operasional 1.

  Sosial Ekonomi Sosial ekonomi terdiri dari beberapa variabel yaitu, pendidikan dan pendapatan.

  a.

  Pendidikan

  Pendidikaan responden adalah tingkat pendidikan formal yang didapatkan ibu nifas meliputi SD/SLTP, SLTA, PT (Perguruan Tinggi) b.

  Pendapatan.

  Pendapatan adalah jumlah penghasilan keluarga yang didapatkan dalam satu bulan.

  2. Budaya adalah tradisi atau kebiasaan yang terdapat pada suatu komunitas tertentu yang dilakukan meliputi : a.

  Pola makan Pola makan yaitu frekuensi makan dan jenis makanan. Jenis makanan merupakan makanan yang dikonsumsi ibu hamil yang terdiri dari makanan pokok, lauk hewani dan nabati, sayuran serta buah. Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari yaitu sebanyak 3 kali makan (pagi, siang dan malam).

  b.

  Makanan pantangan Makanan pantangan adalah makanan yang tidak boleh dikonsumsi ibu selama hamil sesuai dengan kebiasaan turun- temurun yang dianut c.

  Pembagian makanan dalam keluarga Distribusi makanan yaitu kegiatan dan kebiasa an pembagian makanan dalam keluarga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Pemeriksaan kehamilan meliputi : a.

  Jumlah kunjungan

  Jumlah kontak ibu hamil dengan bidan yang dilakukan selama kehamilan dalam rangka pemeriksaan kehamilan sebanyak 4 kali atau lebih dengan komposisi 1 kali ditrimester I, 1 kali ditrimester II dan 3 kali ditrimester III.

  b.

  Komponen pemeriksaan kehamilan 7T Pelayanan pemeriksaan kehamilan yang diterima ibu saat melakukan kunjungan 7T meliputi, Timbang berat badan dan ukur tinggi badan, ukur tinggi fundus uteri, ukur tekanan darah, imunisasi TT, tes penyakit menular seksual, pemberian tablet besi dan temu wicara.

6. BBLR yaitu bayi yang dilahirkan dengan berat badan < 2500 gr

3.6. Metode Pengukuran

  Metode pengukuran sampel status sosial ekonomi (pendidikan dan pendapatan), budaya ibu hamil (pola makan, makanan pantangan, distribusi makanan dalam keluarga) dan pemeriksaan kehamilan (jumlah kunjungan dan komponen pemeriksaan kehamilan 7T)

3.6.1. Status Sosial Ekonomi 1.

  Pendidikan Pengukuran tingkat pendidikan diukur dengan mengkatagorikan jenjang pendidikan formal responden kedalam 2 tingkat jenjang pendidikan, yaitu rendah dan tinggi dengan menggunakan skala ordinal.

1. Rendah, jika tamat SD/SLTP 2.

  Tinggi, jika tamat SMA dan Akademi/PT

2. Pendapatan

  Pengukuran tingkat panghasilan responden diukur berdasarkan upah minimum provinsi Sumatera Utara (Keputusan Gubernur Sumatera Utara No 188.44/1042/Tahun 2011), Pengkategorian penghasilan dari responden adalah : 1.

  Rendah, jika pendapatan &lt; Rp. 1.200.000 2. Tinggi, jika pendapatan lebih besar dari Rp. ≥ Rp. 1.200.000

  

Tabel. 3.2. Aspek Pengukuran Status Sosial Ekonomi (Tingkat Pendidikan dan

Tingkat Pendapatan) No Variabel Cara Ukur Skala Ukur Hasil Ukur

  1 Tingkat pendidikan Kuesioner Ordinal

  1.Rendah

  2.Tinggi

  2 Tingkat Kuesioner Ordinal

  1. Rendah &lt; 1.200.000 pendapatan

  2. Tinggi ≥ 1.200.000

3.6.2. Budaya 1.

  Pola makan Pengukuran pola makan dengan menggunakan Metode Riwayat Makan

  (Dietary History Method) untuk mendapatkan data tentang jenis makanan dan frekuensi makan sehari-hari menggunakan pertanyaan terdiri dari 7 pertanyaan, kategori hasil ukur yaitu baik dan tidak baik, diberikan nilai skor 0 dan 1 yang terdiri dari 7 pertanyaan sehingga skor tertinggi responden 1. Pola makan diukur dengan skala ordinal, dikategorikan: 1). Pola makan baik, jika responden memperoleh nilai ≥ median. 2). Pola makan tidak baik, apabila reponden memperoleh nilai &lt; median

  2. Makanan pantangan

  Mengetahui ada atau tidaknya makanan pantangan respoden sewaktu hamil dilakukan dengan memberi pertanyaan. Pertanyaan diajukan 8 soal kuesioner menggunakan skala likert dengan skor 0-1. Alternatif jawaban tidak benar diberi skor 0, benar diberi skor 1.

  1). Ada, apabila responden memperoleh nilai ≥ median

  2). Tidak ada, apabila responden memperoleh nilai &lt; median

  3. Distribusi makanan dalam keluarga Pembagian makanan dalam keluarga adalah adanya prioritas pembagian makanan pada anggota keluarga tertentu dalam keseharian di keluarga dengan memberi pertanyaan. Pertanyaan diajukan 8 soal kuesioner menggunakan skala likert dengan skor 1-3. Alternatif jawaban tidak benar diberi skor 1, kurang benar diberi skor 2, paling benar diberi skor 3. 1). Baik, jika responden memperoleh nilai ≥ median. 2). Kurang baik, jika responden memperoleh nilai &lt; median.

Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Budaya (Pola Makan, Makanan Pantangan, Pembagian Makanan dalam Keluarga)

  No Variabel Cara Ukur Skala Hasil Ukur

  1 Pola Makan Kuesioner Ordinal 1). Baik 2). Tidak Baik

  2 Makanan pantangan Kuesioner Ordinal 1). Ada 2). Tidak ada

  3 Pembagian makanan dalam Kuesioner Ordinal 1). Baik keluarga 2). Tidak baik

3.6.3. Pemeriksaan Kehamilan 1.

  Jumlah kunjungan Mengetahui berapa kali ibu melakukan pemeriksaan kehamilan selama hamil meliputi :

1. Baik, jika responden melakukan pemeriksaan kehamilan ≥ 4 selama kehamilan 1 kali trimester I, 1 kali trimester II dan 2 kali trimester III.

  2. Tidak baik, jika responden melakukan pemeriksaan kehamilan &lt;4 kali selama kehamilan

2. Komponen pemeriksaan kehamilan 7T

  Mengetahui komponen pelayanan pemeriksaan kehamilan yang diterima ibu pada saat kunjungan pemeiksaan kehamilan meliputi :

1. Baik, jika kompenen pemeriksaan kehamilan 7T diterima oleh ibu 2.

  Tidak baik, jika komponen pemeriksaan kehamilan 7T tidak diterima oleh ibu

Tabel 3.4. Aspek Pengukuran Pemeriksaan Kehamilan (Jumlah Kunjungan dan Komponen Pemeriksaan)

  No Variabel Cara Ukur Skala Hasil Ukur

  1 Jumlah kunjungan Kuesioner Ordinal 1). Baik 2). Tidak Baik

  2 Komponen pemeriksaan Kuesioner Ordinal 1). Baik 2). Tidak Baik

3.7. Metode Analisis Data

  a. Analisis hasil studi case control secara sederhana adalah perhitungan OR (Odds Ratio) OR adalah odds pada kasus dibandingkan odds pada kontrol yaitu :

  a/(a+c) b/(b+d) : = a/c : b/d = ad/bc c/(a+c) d/(b+d)

  b. Analisis univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal variabel- variabel independen dan dependen dalam bentuk distribusi frekuensi.

  c. Analisis bivariat, yaitu analisis lanjutan untuk melihat hubungan variabel independen dengan dependen menggunakan uji chi square pada taraf kepercayaan 95% (p&lt; 0,05), sehingga bila hasil analisis statistik &lt; 0,05 maka variabel dinyatakan berpengaruh secara signifikan.

  a. Analisis multivariat, yaitu untuk melihat faktor paling dominan mempengaruhi variabel dependen BBLR. Bila hasil uji mempunyai nilai p &lt; 0.25 maka variabel tersebut dapat masuk dalam model multivariat dengan menggunakan Uji Regresi Logistik Berganda dengan persamaan:

  b + b X + b

  X Logit P(x) = a + b

  5

  5

  6

  6

  7

  7 Keterangan;

  1 X 1 + b

  2 X 2 + b

  3 X 3 + b

  4 X 4 +

  P = Probabilitas

   b 1,2,3,4,5,6,7 = Nilai Beta

   X 1 = Tingkat Pendidikan X = Tingkat Pendapatan

  2

   X 3 = Pola Makan

   X 4 = Makanan Pantangan X = Distribusi Makanan dalam Keluarga

  5 = Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

  6 = Komponen Pemeriksaan Kehamilan

7 BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

  4.1.1. Letak Geografis

  Puskesmas Pancur Batu terletak di Kecamatan Pancur Batu. Puskemas Pancur Batu terletak dijalan Jamin Ginting Km. 17,5 Desa Tengah Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang dengan luas wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu 4.037 Ha.

  Kecamatan Pancur Batu berada pada ketinggian 160 meter dari permukaan laut yang berbatasan dengan Medan Tuntungan (utara), Kecamatan Sibolangit (selatan), Kecamatan Namo Rambe (timur), Kecamatan Kutalinbaru (barat).

  Secara administratif Kecamatan Pancur Batu terdiri dari 25 desa dan terdiri dari 112 Dusun/Lingkungan, tetapi wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu hanya terdiri dari 22 desa dan terdiri dari 96 dusun/lingkungan selebihnya menjadi wilayah kerja Puskesmas Sukaraya.

  4.1.2. Demografi

  Jumlah penduduk kecamatan Pancurbatu berjumlah 74.103 jiwa dengan rincian 37.112 jiwa laki-laki dan 36.991 jiwa yang berjenis kelamin perempuan serta 18.001 KK maka rata – rata jiwa/anggota 4,12 jiwa atau dalam satu rumah tangga ada 4-5. luas wilayah sebesar 122,53 km² maka rata-rata kepadatan penduduk wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu adalah 795 jiwa/km².

  4.1.3. Pendidikan

  Distribusi penduduk Kecamatan Pancur Batu beradasarkan tingkat pendidikannya sebagian besar berpendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) yang mencapai 46,63%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 21,56%, Sarjana merupakan kelompok usia produktif dibanding dengan kelompok usia yang non produktif. Sebagian besar penduduk di wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Petani 43,51%, Buruh 31,12%, Pedagang 13,41% kemudian selebihnya Wiraswasta, Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Swasta.

  4.1.4. Sarana Kesehatan

  Sarana kesehatan yang terdapat di wilayah kerja puskesmas Pancur Batu 1 Puskesmas Induk dengan fasilitas rawat inap, 21 puskesmas pembantu, dan polindes

  21. Jarak tempuh rata-rata dari desa ke Puskesmas Pancur Batu antara 0,1 – 5 km tetapi ada beberapa desa dengan jarak tempuh antara 8-10,5 km

4.2. Analisis Univariat

4.2.1. Karakteristik Ibu

  Dalam penelitian ini karakteristik ibu berupa umur ibu, suku, pekerjaan, jumlah anggota keluarga. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

  No Karateristik Berat Bayi Lahir

  BBLR Tidak BBLR Total Persentase N % N %

  1 Umur

  20-35 Tahun

  18

  29

  18

  29 36 58,1 &lt; 20 dan &gt; 35 Tahun

  13

  21

  13

  21 26 41,9

  Jumlah

  31

  50

  31

  50 62 100

  2 Suku

  Karo

  18

  29 11 17,7 29 46,8 Batak 5 8,1 10 16,1 15 24,2 Jawa 8 12,9 5 8,1 13 21,0 Simalungun 5 8,1 5 8,1

  Jumlah

  31

  50

  31

  50 62 100

  3 Pekerjaan

  Tidak Bekerja 17 27,4 19 30,6 36 58,1 Bekerja 14 22,6 12 19,4 26 41,9

  Jumlah

  31

  50

  31

  50 62 100,0

  4 Jumlah Anggota Keluarga

  4 orang 9 14,5 11 17,7 20 32,3

  &gt; 4 orang 22 35,5 20 32,3 42 67,7

  Jumlah

  31

  50

  31

  50 62 100,0 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa umur ibu dalam penelitian ini adalah kelompok umur 20-35 yang melahirkan BBLR dan tidak BBLR 29%, dilihat dari suku, suku karo mayoritas melahirkan BBLR 29%, status pekerjaan mayoritas ibu yang tidak bekerja melahirkan BBLR dan jumlah anggota keluarga lebih dari 4 orang melahirkan BBLR 35,5%

4.3. Analisis Bivariat

  Analisis yang digunakan adalah uji Chi-Square dengan hasil sebagai berikut:

  

4.3.1. Hubungan pendidikan ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas

Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

  Hubungan pendidikan ibu dengan BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.2. Hubungan Pendidikan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

  Pendidikan Berat Bayi Lahir OR (95% CI) p value BBLR Tidak BBLR

  N % N % Rendah 11 61,1% 7 39,9% 0,530 0,263 Tinggi 20 45,5% 24 54,5% (0,173-1,622)

  31 100,0

31 100,0 Berdasarkan Tabel 4.2. BBLR lebih banyak ditemukan pada ibu yang berpendidikan rendah (61,1%) dibanding dengan ibu yang berpendidikan tinggi (45,5%). Hasil uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian BBLR dengan nilai (p=0,263)

  

4.3.2. Hubungan Pendapatan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas

Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

  Hubungan pendapatan ibu dengan BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3. Hubungan pendapatan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

  Pendapatan Berat Bayi Lahir OR (95% CI) p value BBLR Tidak BBLR

  N % N % Rendah 19 61,3% 8 25,8% 0,220 0,005 Tinggi 12 38,7% 23 74,2% (0,074-0,648)

  31 100,0

31 100,0

  Berdasarkan Tabel 4.3. BBLR lebih banyak ditemukan pada ibu yang berpendapatan rendah (61,3%) dibanding dengan ibu yang berpendapatan tinggi (38,7%). Sedangkan ibu yang tidak melahirkan BBLR mempunyai pendapatan tinggi

  (74,2%). Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara pendapatan ibu dengan kejadian BBLR (p=0.005). Hasil analisis diperoleh nilai OR=0,220 artinya ibu dengan pendapatan rendah beresiko mempunyai peluang 0,220 kali melahirkan BBLR dibanding dengan ibu yang berpendapatan tinggi.

4.3.3. Hubungan Pola Makan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

  Hubungan Pola Makan ibu dengan BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4. Hubungan Pola Makan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

  Pola Makan Berat Bayi Lahir OR (95% CI) p value BBLR Tidak BBLR

  N % N % Baik 5 16,1% 21 67,7% 10,920 0,000 Tidak Baik 26 83,9% 10 32,3% (3,231-36,908)

  31 100,0

31 100,0

  Berdasarkan Tabel 4.4. BBLR paling banyak ditemukan pada ibu yang pola makan tidak baik (83,9%) dibanding dengan ibu yang pola makan baik (16,1%).

  Sedangkan ibu yang tidak melahirkan BBLR mempunyai pola makan baik (67,7%) Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan antara pola makan ibu dengan kejadian BBLR (p=0.000). Hasil analisis diperoleh nilai OR=10,920 artinya ibu dengan pola makan tidak baik beresiko mempunyai peluang 10,920 kali melahirkan BBLR dibanding dengan ibu yang pola makan baik

  

4.3.4. Hubungan Makanan Pantangan ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja

Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

  Hubungan Makanan Pantangan ibu dengan BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5. Hubungan Makanan Pantangan Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

  Makanan Berat Bayi Lahir OR (95% CI) p value Pantangan Tidak BBLR BBLR

  N % N % Ada 16 51,6% 21 67,7% 1,969 0,196 Tidak Ada 15 48,4% 10 32,3% (0,702-5,521)

  31 100,0

31 100,0

  Berdasarkan Tabel 4.5. BBLR ditemukan pada ibu yang memiliki makanan pantangan (67,7%) dibanding dengan ibu yang tidak memiliki makanan pantangan melahirkan BBLR (32,3%). Hasil uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan antara makanan pantangan ibu dengan kejadian BBLR (p=0.196).

  

4.3.5. Hubungan Pembagian Makanan dalam Keluarga Ibu dengan BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

  Hubungan Pembagian Makanan ibu dengan BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.6. Hubungan Pembagian Makanan dalam Keluarga Ibu dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang

  Tahun 2012

  Pembagian Berat Bayi Lahir OR (95% CI) p value Makanan BBLR Tidak BBLR

  N % N % Ada 16 51,6% 13 41,9% 0,677 0,445 Tidak Ada 15 48,4% 18 58,1% (0,248-1,845)

  31 100,0

31 100,0

  Berdasarkan Tabel 4.6. BBLR ditemukan pada ibu yang yang tidak ada pembagian makanan dalam keluarga (58,1%) dibanding dengan ibu yang memiliki pembagian makanan dalam keluarga melahirkan BBLR (51,6%). Hasil uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan antara makanan pantangan ibu dengan kejadian BBLR (p=0.445).

  

4.3.6. Hubungan Kunjungan Ibu Hamil ke Petugas Kesehatan dengan BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

  Hubungan Kunjungan Ibu Hamil ke Petugas Kesehatan dengan BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.7. Hubungan Kunjungan Ibu Hamil ke Petugas Kesehatan dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli

  Serdang Tahun 2012

  Jumlah Berat Bayi Lahir OR (95% CI) p value Kunjungan BBLR Tidak BBLR

  N % N % Baik 13 41,9% 25 80,6 % 5,769 0,002 Tidak Baik 18 58,1% 6 19,4 % (1,834-18,064)

  31 100,0

31 100,0

  Berdasarkan Tabel 4.7. BBLR paling banyak ditemukan pada ibu yang jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilannya tidak baik (58,1%) dibanding dengan ibu yang pemeriksaan kehamilanny baik (41,9%). Sedangkan ibu yang melahirkan tidak BBLR melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan baik (80,6%). Hasil uji

  

chi square menunjukkan ada hubungan antara jumlah kunjungan pemeriksaan

  kehamilan ibu dengan kejadian BBLR (p=0.002). Hasil analisis diperoleh nilai OR=5,769 artinya ibu dengan jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan tidak baik beresiko mempunyai peluang 5,769 kali melahirkan BBLR dibanding dengan ibu yang jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilannya baik.

  

4.3.6. Hubungan Komponen Pemeriksaan Kehamilan (7T) dengan BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

  Hubungan Komponen Pemeriksaan Kehamilan (7T) dengan BBLR di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.8. Hubungan Komponen Pemeriksaan Kehamilan (7T) dengan BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang

  Tahun 2012

  Komponen Berat Bayi Lahir OR (95% CI) p value Pemeriksaan BBLR Tidak BBLR

  7T N % N %

  Baik 11 35,5% 24 77,4% 6,234 0,001 Tidak Baik 20 64,5% 7 22,6% (2,038-19,069)

  31 100,0

31 100,0

  Berdasarkan Tabel 4.8. BBLR paling banyak ditemukan pada ibu yang pmendapatkan komponen pemeriksaan 7T tidak baik (64,5%) dibanding dengan ibu yang komponen pemeriksaan 7T tidak baik (35,5%). Sedangkan ibu yang tidak melahirkan BBLR mendapatkan komponen pemeriksaan 7T baik (77,45). Hasil uji

  

chi square menunjukkan ada hubungan antara komponen pemeriksaan kehamilan ibu

  7T dengan kejadian BBLR (p=0.001). Hasil analisis diperoleh nilai OR=6,234 artinya ibu dengan komponen pemeriksaan kehamilan 7T tidak baik beresiko mempunyai peluang 6,234 kali melahirkan BBLR dibanding dengan ibu yang komponen pemeriksaan kehamilannya baik.

4.4. Analisis Multivariat

  Analisis multivariat dilakukan untuk melihat beberapa variabel secara bersama-sama berhubungan dengan BBLR. Pada penelitian ini digunakan uji regresi logistic berganda. Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh empat variabel nilai p &lt; 0,05 yaitu variabel pendapatan, pola makan, jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan dan komponen pemeriksaan 7T. Selanjutnya semua variabel ini dimasukkan dalam model, kemudian di analisis multivariat. Hasil akhir analisis multivariat uji regresi logistik dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.9. Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Antara Satatus Sosial Ekonomi, Budaya dan Pemeriksaan Kehamilan dengan BBLR di

  Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 No Variabel B Exp (B) P value

  1 Pendapatan -2,512 0.081 0,015

  2 Pola Makan 3,335 28,076 0,004

  3 Jumlah Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan 2,867 17,588 0,011

  4 Komponen Pemeriksaan Kehamilan 7T 2,280 9,776 0,024 Setelah dilakukan analisis multivariat ternyata pendapatan, pola makan, jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan dan komponen pemeriksaan kehamilan 7T mempunyai nilai p &lt; 0,05 artinya variabel tersebut tidak dikeluarkan dari model dan merupakan variabel yang mempunyai pengaruh terhadap BBLR, dengan nilai OR masing – masing variabel pendapatan OR = 0,081 Artinya ibu dengan pendapatan rendah mempunyai peluang 0,081 kali untuk melahirkan BBLR dibanding dengan ibu yang berpendapatan tinggi, pola makan OR = 28,076 Artinya ibu yang memiliki pola makan tidak baik mempunyai peluang 28,076 kali untuk melahirkan BBLR dibanding dengan ibu yang pola makannya baik, Jumlah Kunjungan. Pemeriksaan Kehamilan dengan nilai OR = 17,588 Artinya ibu yang jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilannya tidak baik mempunyai peluang untuk melahirkan BBLR 17,588 kali untuk melahirkan BBLR disbanding dengan ibu yang kunjungan pemeriksaan kehamilannya baik, Komponen Pemeriksaan Kehamilan 7T dengan nilai OR = 9,776 Artinya ibu yang mendapatkan komponen pemeriksaan 7T tidak baik mempunyai peluang untuk melahirkan BBLR 9,776 kali untuk melahirkan BBLR dibanding engan ibu yang mendapatkan komponen pemeriksaan kehamilan7T nya baik.

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. BBLR

  Dari hasil analisis didapat ternyata di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 masih ditemukan kasus ibu yang melahirkan BBLR (8%). Keadaan ini menunjukkan bahwa ternyata masih tingginya kejadian BBLR.

  Hal sesuai dengan data, Prevalensi BBLR diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3 – 38%. Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003.

  Menurut Sulani (2011), BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram, berat badan lahir merupakan prediktor yang baik untuk pertumbuhan bayi dan kelangsungan hidupnya. Seorang bayi yang cukup bulan pada umumnya lahir dengan berat badan 2500 gram atau lebih, Bayi dengan berat badan lahir rendah merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal, Angka kejadian dan kematian BBLR akibat komplikasi seperti asfiksia, infeksi, hipotermia, hiperbilirubinemia masih tinggi.

  Terjadinya BBLR karena adanya komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada ibu dimasa kehamilan BBLR diantaranya adalah faktor makanan ibu, faktor makanan jika asupan makanan yang dikonsumsi ibu tidak sesuai dengan kebutuhan ibu Selama hamil maka dapat menyebabkan terjadinya kelaianan anemia pada kehamilan dan kehamilan dengan Kurang Energi dan Kalori (KEK) jika anemia dan KEK secara langsung bayi yang dikandung juga akan mengalami kekurangan asupan makanan sehingga berat badan bayi yang akan dilahirkan juga kurang atau tidak sesuai dengan berat rata-rata bayi normal yang dilahirkan.

  Upaya untuk penanggulangan BBLR menurut M.S Kramer (1987) dilakukan dengan cara pemeriksaan kehamilan secara teratur yaitu 4 kali selama kehamilan dengan komponen pemeriksaan kehamilan 7T, sehingga terdeteksi secara dini kelainan-kelainan pada ibu dan bayi yang akan dilahirkan, selain itu mengkomsumsi makanan yang bergizi disesuaikan dengan kebutuhan ibu selama hamil yang jelas berbeda dengan kebutuhan gizi wanita tidak hamil.

5.2. Pengaruh Status Sosial Ekonomi Ibu terhadap Kejadian BBLR

5.2.1. Pendidikan

  Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pendidikan ibu yang melahirkan BBLR lebih banyak pada pendidikan tinggi. Hasil uji regresi logistik pada penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak mempunyai pengaruh terhadap kejadian BBLR. Hal ini disebabkan ibu mayoritas berpendidikan tinggi sebesar 71% dan tidak melahirkan BBLR. Sehingga faktor pendidikan tidak dapat menunjukkan pengaruh dengan kejadian BBLR selain itu pula Kecamatan Pancur Batu Berbatasan langsung dengan Ibu Kota Propinsi Sumatera Utara sehingga masyarakat bisa cepat mengakses informasi melalui pendidikan di kota Medan kemudian dari hasil wawancara dengan penduduk kecamatan pancur batu bahwa ada adat istiadat disuku karo bahwa mereka yang memiliki keinginan menyekolahkan anak setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuan mereka.

  Pendidikan yang dimiliki oleh seorang ibu-ibu yang ada di Pancur Batu akan mempengaruhi pengetahuan dalam pengambilan keputusan dan juga akan berpengaruh pada prilakunya termasuk dalam pemenuhan gizi melalui pola makan dan memahami untuk melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan.

  Hal ini terlebih lagi kalau seorang ibu tersebut memasuki masa ngidam, di mana perut rasanya tidak mau diisi, mual dan rasa yang tidak karuan. Walaupun dalam kondisi yang demikian jika seseorang memiliki pengetahuan yang baik maka ia akan berupaya untuk memenuhi gizinya dan juga bayinya.

  Hasil penelitian ini berbeda dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati &amp; Mutalazimah tahun 2004 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan BBLR.

  Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Djaja dkk, di kabupaten Cirebon tahun 2004 didapatkan hasil bahwa 57% ibu dari bayi yang BBLR berpendidikan SD – SMP.

  Peran petugas kesehatan sangat diperlukan untuk menyebarluaskan informasi- informasi tentang seputar kesehatan terutama kehamilan dan BBLR dikalangan masyarakat sehingga upaya preventif terhadap kejadian BBLR dapat dilaksanakan sedini mungkin.

5.2.2. Pendapatan

  Pendapatan merupakan penghasilan yang didapatkan ibu dalam satu bulan yang dapat dipergunakan ibu untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa, BBLR lebih banyak ditemukan pada ibu dengan jumlah penghasilan rendah (61,1%) dibanding dengan ibu yang berpenghasilan tinggi (39,9%). Secara statistik uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendapatan yang rendah dengan kejadian BBLR (p=0,005).

  Hasil analisis multivariat menunjukkan ada pengaruh antara pendapatan dengan kejadian BBLR.

  Penyebab terjadinya BBLR salah satunya adalah faktor sosial ekonomi terutama pendapatan secara logika dengan pendapatan yang mencukupi maka daya beli juga akan meningkat secara keseluruhan termasuk untuk konsumsi. Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangan. Semakin banyak mempunyai uang berarti semakin baik makanan yang diperoleh. Dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli daging, buah, sayuran dan beberapa jenis bahan makanan lainnya (Fikawati &amp; Shafig, 2012)

  Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada kondisi umum di masyarakat. Masalah utama penduduk miskin pada umumnya sangat tergantung pada pendapatan perhari yang pada umumnya tidak mencukupi kebutuhan dasar secara normal. Penduduk miskin cenderung tidak mempunyai cadangan panagan karena daya belinya rendah. Pada tahun 1998, ada 51,0% rumah tangga didaerah perkotaan dan 47,5% rumah tangga didaerah, pedesaan mengalami masalah kekurangan konsumsi pangan (Ernawati, 2006) Berdasarkan uji regresi logistik, diketahui bahwa pendapatan termasuk variabel yang mempengaruhi terjadinya BBLR OR=0,081 artinya pendapatan ibu yang rendah mempunyai peluang 0,081 kali ibu melahirkan BBLR dibanding dengan ibu yang pendapatannya tinggi karena dengan pendapatan yang tinggi kecenderungan dapat memenuhi kebutuhan hidup lebih baik diantaranya membeli makanan dengan kualitas yang lebih baik, kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap dibanding dengan ibu yang memilki pendapatan lebih rendah cenderung lebih sulit memenuhi kebutuhan karena pandapatan yang rendah, terlebih lagi dari hasil pendataan di kecamatan Pancur Batu tenryata jumlah anggota keluarga 4-5 orang dalam satu rumah maka secara mutlak kebutuhan akan konsumsi/pangan meningkat dengan status rata-rata responden tidak bekerja dan hanya mengandalakan pencarian suami sebagai kepala rumah tangga.

  Hal ini sesuai dengan pendapat M.S Kramer (2007), bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya BBLR adalah status sosial ekonomi yang termasuk didalamnya adalah pendapatan yang rendah, menurut Kramer wanita hamil dengan pendapatan rendah tidak mampu membeli dan mengkonsumsi jenis makanan yang banyak mengandung zat gizi

  Hal ini sesuai dengan penelitian yang Yuliva dkk (2010) di RSUD Djamil Padang, yang menemukan bahwa pendapatan memengaruhi terjadinya BBLR. Apabila pendapatan rendah maka daya beli terhadap makanan juga rendah sehingga tidak terpenuhi asupan gizi untuk ibu selama hamil dan janin yang dikandungnya

5.3. Pengaruh Budaya Ibu terhadap Kejadian BBLR

5.3.1. Pola Makan

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa, BBLR lebih banyak ditemukan pada ibu dengan pola makan tidak baik (83,9%) dibandingkan dengan ibu yang pola makan baik (16,1%). Secara statistik uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pola makan yang tidak baik dengan BBLR (p=0,000). Hasil analisis multivariat menunjukkan ada pengaruh antara pola makan yang tidak baik dengan BBLR.

  M.S. Kramer menegaskan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya BBLR adalah makanan yang dikonsumsi ibu selama masa kehamilan. Penyebab terjadinya BBLR adalah faktor makanan.

  Asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhan selama hamil adalah penting untuk mencapai gizi yang baik untuk ibu dan bayi yang dikandungnya. Pola makan yang baik akan cukup menyediakan gizi yang dibutuhkan untuk kesehatan kehamilan, dan mengurangi risiko lahirnya bayi cacat. Pola makan yang salah pada ibu hamil membawa dampak terhadap terjadinya gangguan gizi antara lain anemia, pertambahan berat badan kurang pada ibu hamil dan gangguan pertumbuhan janin (Samhadi, 2011)

  Pola makan merupakan hasil budaya masyarakat yang bersangkutan, dan mengalami perubahan terus-menerus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan tingkat kemajuan budaya masyarakat tersebut, Pola makan yang baik akan cukup menyediakan gizi yang dibutuhkan untuk kesehatan kehamilan, dan mengurangi resiko lahirnya bayi cacat. Selain itu makanan yang baik akan membantu sistem pertahanan tubuh ibu hamil terhadap infeksi, makanan yang baik juga akan melindungi ibu hamil dari akibat buruk zat – zat yang mungkin ditemui seperti obat – obatan, toksin, polutan (Sediaoetama, 2009)

  Berdasarkan uji regresi logistik, diketahui bahwa variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap BBLR OR=28,076 artinya pola makan yang tidak baik mempunyai peluang 28,076 kali melahirkan BBLR dibanding dengan ibu yang pola makannya baik.

  Pola makan dinilai dari frekuensi makan dan jenis makanan yang dikonsumsi, ibu hamil kurang memperdulikan zat gizi yang dimakan mereka prinsip yang ada dimasyarakat yang penting makan mengenyangkan tanpa melihat kualitas dan kuantitas makanan serta frekuensi makan yang kurang dari 3 kali sehari dan tanpa menusesuai gizi seimbang berakibat ibu akan mengalami Anemia dan KEK sehingga berakibat BBLR pada bayi yang dilahirkan, selain itu pula ibu-ibu lebih mendahulukan makanan untuk anak dan keluarga yang lainnya dibandingkan dengan dirinya sendiri.

  Pola makan yang tidak baik akan meyebabkan asupan gizi ibu hamil tidak tercukupi sehingga berkontribusi terhadap bayi yang dilahirkan yaitu BBLR hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan Nur jaya di RSUD Ajjatpannge Watan Soppeng tahun 2010 menunjukkan bahwa adanya hubungan antara status gizi ibu dengan kejadian BBLR.

  Ibu selama hamil membutuhkan lebih banyak asupan gizi yang berasal dari makanan dibanding dengan wanita dikala tidak hamil. Pola makan tidak langsung mempengaruhi terjadinya BBLR, tetapi dengan pola makan yang tidak baik ibu hamil akan mengalami anemia defisiensi besi dan kurang energi kalori selama kehamilan jika salah satu hal ini terjadi pada ibu hamil maka bayi yang akan dilahirkan BBLR

  Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh St. Fatimah dkk, di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan tahun 2011 menyatakan bahwa pola makan ibu hamil memiliki hubungan yang signifikan terhadap rendahnya kadar haemoglobin ibu hamil

  Rendahnya tingkat konsumsi besi sesuai dengan hasil penelitian Subagio, 2004, pada ibu hamil di Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak yang menderita defisiensi besi sebesar 59,3% begitu pula hasil penelitian Wahyuni di Kabupaten Bantul Jogjakarta menyatakan bahwa rerata konsumsi besi pada ibu hamil 15,54 setara dengan 33,78% dari AKG yang dianjurkan

  Status gizi ibu merupakan hal yang sangat berpengaruh selama masa kehamilan kekurangan gizi tentu saja akan menyebabkan akibat yang buruk bagi ibu dan bayinya salah satunya ibu dapat menderita anemia sehingga suplai darah yang menghantarkan oksigen dan makanan pada janinnya akan terhambat sehingga akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

  Pencegahan BBLR lebih ditekankan kepada upaya untuk memperbaiki pola makan ibu selama hamil sesuai dengan kebutuhan selama kehamilan, sehingga asupan gizi yang dibutuhkan mencukupi kebutuhan ibu baik untuk dirinya maupun bayi yang akan dilahirkan.

5.3.2. Makanan Pantangan

  Makanan pantangan adalah jenis-jenis makanan tertentu yang tidak boleh dikonsumsi pada saat ibu hamil, dari hasil penelitian menunujukkan bahwa BBLR ditemukan pada ibu yang memiliki makanan pantangan selama hamil. Dari hasil uji regresi logistik tidak ada pengaruhnya antara makanan pantangan dengan BBLR hal ini disebabkan karena dominan suku yang ada di wilayah pancur batu adalah karo, pada adat istiadat karo jarang dijumpai adanya makanan pantangan, justru yang biasanya paling banyak makanan pantangannya adalah suku jawa.

  Pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tabu makanan adalah suatu kebudayaan yang menentukan kapan seseorang boleh atau tidak boleh memakan suatu makanan (Suhardjo, 2003).

  Pada dasarnya larangan atau tabu yang mengenai makanan dapat dibagi 2 kategori: (a) pantangan atau larangan mengkonsumsi suatu jenis makanan berdasarkan agama atau kepercayaan, dan (b) pantangan atau larangan pangan yang bukan berdasar agama, tetapi ditunkan dari nenek moyang sejak jaman dahulu, yang tidak diketahui lagi kapan dimulainya. Ada makanan pantangan yang sesuai dengan pendapat para ilmuwan tetapi ada juga yang merugikan kesehatan dan kondisi gizi (Sediaoetama, 2009)

  Makanan pantangan sebenarnya tidak secara langsung berhubungan dengan BBLR tetapi biasanya ibu hamil yang banyak memiliki makanan pantangan asupan gizi sesuai dengan kebutuhan selama hamil tidak tercukupi maka akan menyebabkan ibu anemia dalam kehamilan dan salah satu akibatnya bla ibu anemia bayi yang akan dilahirkan BBLR.

  Hal ini sesuai dengan Hasil penelitian yang dilakukan Harnany di kota Pekalongan tahun 2006 dibuktikan responden yang memiliki pantangan makan sebagian besar (85%) masuk kelompok anemia.

  Mayoritas suku yang tinggal diwilayah kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang adalah suku karo pada umumnya suku karo tidak mengadopsi kepercayaan adanya makanan pantangan saat seorang wanita hamil tetapi mereka cenderung mengikut pada kebiasaan-kebiasaan yang umum terjadi dimasyarakat secara luas.

5.3.3. Pembagian Makanan dalam Keluarga

  Hasil pada penelitian ini menujukkan bahwa BBLR paling banyak dijumpai ditemukan pada ibu yang tidak ada pembagian makanan dalam keluarga. Dari hasil uji regresi logistik tidak ada pengaruhnya antara pembagian makanan dalam keluarga dengan BBLR.

  Pembagian makanan dalam keluarga biasanya lebih memprioritaskan orang tertentu misalnya bapak sebagai kepala keluarga sedangkan anak biasanya menempati posisi ke dua kemudian ibu yang menempati posisi terkahir dalam pembagian makanan, ayah selalu mendapatkan bagian terbaik dari makanan sementara seorang ibu hamil dan anak yang lebih membutuhkan makanan yang terbaik karena ibu untuk kebutuhannya dan janin yang dikandung sedangkan anak karena masa petumbuhan.

  Pembagian makanan berkenaan dengan pembagian pangan yang dikonsumsi oleh perorangan, anggota suatu keluarga. Di sini pun sering pembagian pangan tersebut tidak merata. Yang dimaksud merata disini bukanlah bahwa setiap anggota keluarga tersebut mendapat jatah bagian makanan yang sama banyak, tetapi bahwa setiap anggota keluarga itu mendapat jumlah makanan yang sesuai dengan tingkat kebutuhannya, menurut umur dan keadaan fisik serta jenis kelaminnya (Sediaoetama, 2008).

5.4. Pemeriksaan Kehamilan

5.4.1. Jumlah Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa, BBLR lebih banyak ditemukan pada ibu dengan jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan tidak baik (83,9%) dibandingkan dengan ibu yang pola makan baik (58,1%). Secara statistik uji chi

  

square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jumlah kunjungan

  pemeriksaan kehamilan yang tidak baik dengan BBLR (p=0,002). Hasil analisis multivariat menunjukkan ada pengaruh antara jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan yang tidak baik dengan BBLR.

  Hal ini sesuai dengan apa yang dipertegas oleh M.S. Kramer bahwa salah satu penyebab terjadinya BBLR adalah pemeriksaan atau pemantau Ante Natal Care yang tidak teratur.

  Pada saat seorang wanita hamil maka akan terjadi perubahan baik fisik maupun psikologisnya secara umum proses kehamilan adalah merupakan hal yang fisiologis terjaadi pada setiap kehamilan tetapi proses yang fisiologis ini dapat berubah menjadi hal yang patologis bila tidak dilakukan Pemantauan atau pemeriksaan kehamilan yang teratur minimal 4 kali selama kehamilan dapat mendeteksi dini kelainan-kelainan pada ibu selama kehamilan dan janin yang dikandung.

  Berdasarkan uji regresi logistik, diketahui bahwa variabel kunjungan pemeriksaan kehamilan berpengaruh terhadap BBLR OR=17,558 artinya bahwa ibu hamil dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan yang tidak baik mempunyai peluang 17,558 kali melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu hamil yang kunjungan pemeriksaan kehamilannya baik.

  Didukung dengan penelitian yang dilakukan Marissa, dkk di kelurahan kramat jati dan ragunan ternyata menunjukkan hasil bahwa 60,0% ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya sesuai anjuran minimal 4 kali selama kehamilan dan 89,0% responden tidak mendapatkan pelayanan “7T”

  Pemeriksaan kehamilan dianjurkan untuk dilakukan oleh ibu hamil minimal 4 kali selama kehamilan. Pemeriksaan pertama atau kunjungan pertama dilakukan sebelum usia kehamilan mencapai 4 bulan atau antara 0-3 bulan (trimester I), kunjungan keuda pada usia kehamilan natara 4-6 bulan (trimester II), sedangkan untuk kunjungan ketiga dan keempat dilakukan pada usia kehamilan 7-9 bulan

  (trimester III). Pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan di Polindes, Posyandu, Puskesmas, Rumah sakit, Praktek dokter atau bidan swasta. (Kusmiyati, 2008).

  Sesuai dengan hasil penelitian Joeharno di kabupaten serang tahun 2007, yang menunjukkan bahwa pemanfaatan pelayanan ante natal care merupakan faktor resiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu yang tidak melaksanakan pemeriksaan kehamilan secara lengkap beresiko 5 kali untuk melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Faktor Gizi, Merokok, Minum Kopi, Minum Teh dan Antenatal Care terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

5 47 151

Peran Bidan sebagai Pelaksana dalam Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Medan Tahun 2014

3 90 80

Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya Dan Pemeriksaan Kehamilan Ibu Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

4 68 134

Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya dan Pemeriksaan Kehamilan Terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

8 64 134

Pengaruh Pemeriksaan Kehamilan (Ante Natal Care) dan Status Gizi pada Ibu Hamil terhadap Luaran Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Rumah Bersalin Kota Medan Tahun 2010

0 40 116

Faktor Risiko Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012- 2014

1 25 164

Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil dan Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2013-2015

0 7 140

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) 2.1.1 Pengertian - Pengaruh Faktor Gizi, Merokok, Minum Kopi, Minum Teh dan Antenatal Care terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Batang Kuis Kabupate

0 0 21

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Faktor Gizi, Merokok, Minum Kopi, Minum Teh dan Antenatal Care terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

0 1 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah - Pengaruh Karakteristik Ibu dan Pelayanan Antenatal Care Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Desa Bukit Rata Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang

0 0 22