Pengaruh Pemeriksaan Kehamilan (Ante Natal Care) dan Status Gizi pada Ibu Hamil terhadap Luaran Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Rumah Bersalin Kota Medan Tahun 2010

(1)

PENGARUH PEMERIKSAAN KEHAMILAN (ANTENATAL CARE) DAN STATUS GIZI PADA IBU HAMIL TERHADAP LUARAN

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI RUMAH BERSALIN DI KOTA MEDAN

TAHUN 2010

TESIS

Oleh

MARYANI SIMANJUNTAK 097032037/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF ANTENATAL CARE AND NUTRITIONAL STATUS IN PREGNANT MOTHER ON THE OUT COME OF LOW BIRTH

WEIGHT BABY IN THE MATERNITY CLINIC IN MEDAN IN 2010

THESIS

By

MARYANI SIMANJUNTAK 097032037/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH PEMERIKSAAN KEHAMILAN (ANTENATAL CARE) DAN STATUS GIZI PADA IBU HAMIL TERHADAP LUARAN

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI RUMAH BERSALIN DI KOTA MEDAN

TAHUN 2010

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

OLEH

MARYANI SIMANJUNTAK 097032037/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH PEMERIKSAAN KEHAMILAN (ANTENATAL CARE) DAN STATUS GIZI PADA IBU HAMIL TERHADAP LUARAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI RUMAH BERSALIN DI KOTA MEDAN TAHUN 2010

Nama Mahasiswa : Maryani Simanjuntak Nomor Induk Mahasiswa : 097032037

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si Ketua

)

Anggota

(Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG)

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PEMERIKSAAN KEHAMILAN (ANTENATAL CARE) DAN STATUS GIZI PADA IBU HAMIL TERHADAP LUARAN

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI RUMAH BERSALIN DI KOTA MEDAN TAHUN 2010

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, November 2011


(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 31 Oktober 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si Anggota : 1. Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG

2. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si 3. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes


(7)

ABSTRAK

Kejadian BBLR di Kota Medan tahun 2010 terdapat 301 bayi (0,6%) dari 52.613 bayi. Jumlah BBLR yang terbanyak terdapat di 4 kecamatan yaitu Kecamatan Medan Barat 54 orang (6,9%), Kecamatan Medan Helvetia 76 orang (6,2%), Kecamatan Medan Deli 55 orang (9,1%) dan Kecamatan Medan Labuhan 69 orang (6,7%) dengan jumlah 254 bayi (6,9%) dari 3639 bayi yang lahir.

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care) dan status gizi pada ibu hamil terhadap luaran berat bayi

lahir rendah (BBLR) di Klinik Bersalin Kota Medan Tahun 2010. Jenis penelitian survey eksplanatori. Populasi adalah data ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilan dan melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) yang tercatat pada rekam medik di klinik bersalin pada 4 kecamatan terdiri dari Kecamatan Medan Barat, Kecamatan Medan Helvetia, Kecamatan Medan Deli dan Kecamatan Medan Labuhan tahun 2010 sebanyak 254 orang. Sampel diambil secara proportional random sampling sebanyak 100 orang BBLR. Data dikumpulkan berdasarkan data sekunder

diperoleh di rekam medik. Analasis data menggunakan Kruskall Wallis dilanjutkan

dengan Mann Whitney pada taraf kemaknaan α = 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat badan ibu hamil, pemberian tablet zat besi (Fe), tinggi fundus uteri dan status gizi ibu (LLA) berpengaruh terhadap luaran bayi berat lahir rendah. Pemeriksaan kehamilan ibu dan pemberian imunisasi

toxoid pada ibu hamil tidak berpengaruh terhadap luaran bayi berat lahir rendah.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dan instansi terkait untuk meningkatkan program pemeriksaan kehamilan melalui kegiatan posyandu dan kunjungan rumah. Petugas kesehatan memberikan promosi dan pelayanan kesehatan terutama dalam pemeriksaan kehamilan sesuai dengan program 7T, dan ibu hamil menggali informasi kesehatan dan memeriksakan kehamilannya secara rutin serta melaksanakan pesan-pesan yang diperoleh dari petugas kesehatan untuk mencegah terjadinya bayi berat lahir rendah.


(8)

ABSTRACT

There were 301 (0,6%) out of 52.613 newborn babies were low birth weight in Medan in 2010. Most of low birth weight were found in four subdistricts: 54 babies (6,9%) at Medan Barat Subdustrict, 76 babies (6,2%) at Medan Helvetia Subdustrict, 55 babies (9,1%) at Medan Deli Subdustrict, and 69 babies (6,7%) at Medan Labuhan Subdustrict. In these four subdistricts, there were 254 low birth weight out of 3.639 newbrn babies.

The aim of this research was to analyze the effect of Ante Natal Care and nutritional status in pregnant mothers on the low birth weight newborn babies in the Maternity Clinic in Medan in 2010. The type of the research was an explanatory survey. The population was 254 mother who had their pregnancy examined and who gave birth to low birth weight babies recorded in the medical records in the maternity clinics in four subdistricts: Medan Barat Subdustrict, Medan Helvetia Subdustrict, Medan Deli Subdustrict, and Medan Labuhan Subdustrict in 2010. 100 low birth weight were used as the samples which were taken by using proportional random sampling. The data were collected from the secondary data which were obtained in the medical records. The data were analyzed by using Kruskall Wallis, followed by Mann Whitney at the confidence level of α = 95%.

The results of the research showed that the weight of pregnant mothers, the giving of iron substance (Fe) tablets, the height of fundus uterus, and the mothers’ nutritional status (LA) affected the low birth weight newborn babies. The examination of mothers’ pregnancy and the giving of toxoid immunization to pregnant mothers did not affect on the low birth weight newborn babies.

It is recommended that the management of Medan Health Service and authorities concerned should increase the program of pregnancy examination through posyandu (integrated service post) activities and home visits. It is also reccomended that the health workers should give health promotion and services, especially in pregnancy examination, according to 7T program. Moreover, pregnant mothers should find health information, have their pregnancy examined regularly, and carry out what the health workers ask them to do in order to prevent the accident of low weight newborn babies.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa atas berkat dan limpahan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul

“Pengaruh Pemeriksaan Kehamilan (Ante Natal Care) dan Status Gizi pada Ibu Hamil terhadap Luaran Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Rumah Bersalin Kota Medan Tahun 2010.”

Selama proses penyusunan tesis ini, saya telah banyak menerima bantuan, nasehat dan bimbingan demi kelancaran proses pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H., M.Sc (CTM)., Sp.A, (K).

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya Utama, M.S atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Masyarakat Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si dan Sekretarisnya Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si sekaligus sebagai Tim


(10)

Penguji yang telah membimbing penulis dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.

4. Ketua Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si dan Anggota Komisi Pembimbing Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, Sp.OG atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

5. Tim Penguji Dra. Jumirah, Apt, M.Kes yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama penulisan tesis.

6. Kepala Pimpinan Rumah Bersalin Kota Medan, yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

7. Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 8. Dr. H. Raja Imron Ritonga, M.Sc dan dr. Rosa Dalima selaku Ketua Yayasan

Imelda Medan yang telah memberikan izin dan dorongan untuk mengikuti pendidikan ini.

9. Suami tercinta Parlin Siagian, terima kasih atas kesabaran, dukungan, dan doa kepada penulis.

10. Anak-anakku terkasih Markus Siagian, Maria Siagian dan Hermansyah Siagian sebagai motivator terhebat bagi penulis.


(11)

11. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis.

Akhirnya penulis menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, November 2011 Penulis


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Maryani Simanjuntak dilahirkan di Pematang Siantar tanggal 25 Desember 1954, penulis anak ketujuh dari tujuh bersaudara, dari pasangan Jetro Simanjuntak (+) dan Elisabet Malau (+).

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 6 Pematang Siantar pada tahun 1967. Pendidikan lanjutan SLTP Cinta Rakyat di Pematang Siantar tamat tahun 1971. Menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Budi Mulia Pematang Siantar pada tahun 1974. Pada tahun 1975 penulis melanjutkan ke Sekolah Pengatur Rawat A di RS St. Elisabet Medan dan menamatkannya pada tahun 1978. Pada tahun 1980 melanjutkan ke Pendidikan Kebidanan di RS. St. Elisabet Medan dan menyelesaikannya pada tahun 1981. Menamatkan Akademi Kebidanan di RS. St. Elisabet Medan pada tahun 2002. Pada tahun 2005 dilanjutkan dengan Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Mutiara Indonesia tamat tahun 2007.

Penulis memulai karir pada tahun 2007 hingga saat ini bekerja di Akademi Kebidanan Imelda Medan dan menikah dengan Parlin Siagian dan dikarunia dua putra dan satu putri, selanjutnya pada tahun 2009 melanjutkan Pendidikan Strata 2 di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat pada Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK. ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Permasalahan ... 8

1.3Tujuan Penelitian ... 8

1.4Hipotesis ... 9

1.5Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pemeriksaan Kehamilan (Ante Natal Care = ANC) ... 10

2.1.1 Pengertian Ante Natal Care ( ANC) ... 10

2.1.2 Pelayanan Ante Natal Care ... 11

2.1.3 Standar Pelayanan Ante Natal Care (ANC) ... 13

2.1.4 Penatalaksanaan Ante Natal Care (ANC) ... 15

2.1.5 Cakupan Kunjungan Ante Natal Care (ANC) ... 20

2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ante Natal Care (ANC) ... 24

2.2Status Gizi Ibu Hamil ... 25

2.2.1 Definisi Gizi Ibu Hamil ... 25

2.2.2 Tinggi Badan Ibu ... 26

2.2.3 Berat Badan Ibu ... 27

2.2.4 Tinggi Fundus Uteri ... 27

2.3Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ... 28

2.3.1 Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ... 29

2.3.2 Penyebab Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ... 31

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya BBLR ... 33

2.4Landasan Teori ... 39


(14)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian ... 42

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 42

3.2.2 Waktu Penelitian ... 42

3.3Populasi dan Sampel ... 43

3.3.1 Populasi ... 43

3.3.2 Sampel ... 43

3.4Metode Pengumpulan Data ... 44

3.5Variabel dan Definisi Operasional ... 45

3.5.1 Variabel Independen ... 45

3.5.2 Variabel Dependen ... 45

3.6Metode Pengukuran ... 48

3.7Metode Analisis Data ... 49

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 51

4.1.1 Kecamatan Medan Barat ... 51

4.1.2 Kecamatan Medan Helvetia ... 51

4.1.3 Kecamatan Medan Deli ... 52

4.1.4 Kecamatan Medan Labuhan ... 53

4.2 Analisis Univariat ... 54

4.2.1 Gambaran Karakteristik Responden ... 54

4.2.2 Distribusi Bayi Berat Lahir Rendah ... 56

4.2.3 Distribusi Masa Gestasi Bayi Berat Lahir Rendah ... 56

4.2.4 Distribusi Kunjungan Kelahiran Bayi Berat Lahir Rendah 57 4.2.5 Distribusi Pemeriksaan Kehamilan Ibu ... 57

4.2.6 Distribusi Status Gizi (LLA) ... 59

4.3 Analisis Bivariat ... 60

4.3.1 Hasil Uji Kruskal Wallis Pemeriksaan Kehamilan dengan Luaran Bayi BeratLahir Rendah ... 60

4.3.2 Hasil Uji Kruskal Wallis Status Gizi dengan Luaran Bayi BeratLahir Rendah ... 62

4.3.3 Hasil Uji Whitney untuk Perbedaan Pemeriksaan Kehamilan (K1-K4), Berat Badan, dan Pemberian Imunisasi Toxoid) pada Bayi Berat Lahir Amat Rendah dengan Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah ... 63

4.3.4 Hasil Uji Whitney untuk Perbedaan Pemeriksaan Kehamilan (K1-K4), Berat Badan, dan Pemberian Imunisasi Toxoid) pada Bayi Berat Lahir Rendah dengan Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah ... 65


(15)

4.3.5 Hasil Uji Whitney untuk Perbedaan Status Gizi Ibu

(LLA) pada Bayi Berat Lahir Amat Rendah dengan

Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah ... 67

4.3.6 Hasil Uji Mann Whitney untuk Perbedaan Status Gizi Ibu (LLA) pada Bayi Berat Lahir Rendah dengan Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah ... 69

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Pengaruh Pemeriksaan Kehamilan (ANC) terhadap Luaran Bayi Berat Lahir Rendah... 70

5.2 Pengaruh Status Gizi Ibu (LLA) terhadap Luaran Bayi Berat Lahir Rendah... 72

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 74

6.2 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

LAMPIRAN ... 79


(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Jadwal Pemberian Imunisasi TT ... 19 2.2. Adekuasi Pemanfaatan Pelayanan Ante Natal Sehubungan

Dengan Waktu dan Total Kunjungan ... 40

3.1. Distribusi Jumlah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Empat Kecamatan (Kecamatan Medan Barat, Medan Helvetia, Medan Deli dan Medan Labuhan) Sebagai Penelitian ... 44

3.2. Variabel, Indikator, hasil Pengukuran, Kategori dan Skala Ukur ... 49

4.1. Distribusi Karakteristik Responden ... 55 4.2. Distribusi Luaran Bayi Berat Lahir Rendah di Rumah

Bersalin Kota Medan... 56 4.3. Distribusi Masa Gestasi Bayi Berat Lahir Rendah di Rumah

Bersalin Kota Medan... 56 4.4. Distribusi Kunjungan Kelahiran Bayi Berat Lahir Rendah di

Rumah Bersalin Kota Medan ... 57 4.5. Distribusi Kunjungan Kehamilan di Rumah Bersalin

Kota Medan ... 57 4.6. Distribusi Berat Badan Ibu di Rumah Bersalin Kota Medan ... 58

4.7. Distribusi Tekanan Darah Ibu di Rumah Bersalin Kota Medan ... 58

4.8. Distribusi Pemberian Imunisasi Toxoid Ibu di Rumah

Bersalin Kota Medan... 58

4.9. Distribusi Pemberian Tablet Zat Besi (Fe) Ibu di Rumah Bersalin Kota Medan... 59


(17)

4.10. Distribusi Tinggi Fundus Uteri Ibu di Rumah Bersalin Kota Medan ... 59

4.11. Distribusi Status Gizi Ibu Berdasarkan LLA di Rumah Bersalin Kota Medan... 60

4.12 . Hasil Uji Krusakal Wallis Kunjungan K1-K4 dengan Luaran

Bayi Berat Lahir Rendah di Rumah Bersalin Kota

Medan... 60

4.13. Hasil Uji Krusakal Wallis Berat Badan Ibu dengan Luaran

Bayi Berat Lahir Rendah di Rumah Bersalin Kota Medan ... 61 4.14. Hasil Uji Krusakal Wallis Pemberian Imunisasi Toxoid dengan

Luaran Bayi Berat Lahir Rendah di Rumah Bersalin Kota Medan ... 61

4.15. Hasil Uji Krusakal Wallis Pemberian Zat Besi (Fe) dengan

Luaran Bayi Berat Lahir Rendah di Rumah Bersalin Kota Medan ... 62

4.16. Hasil Uji Krusakal Wallis Tinggi Fundus Uteri dengan Luaran

Bayi Berat Lahir Rendah di Rumah Bersalin Kota Medan ... 62 4.17. Hasil Uji Krusakal Wallis Status Gizi (LLA) dengan Luaran

Bayi Berat Lahir Rendah di Rumah Bersalin Kota Medan ... 63 4.18. Hasil Uji Mann Whitney untuk Perbedaan Pemeriksaan

Kehamilan (K1-K4, BB, dan TT) terhadap Luaran Bayi Berat Lahir Rendah ... 64

4.19. Hasil Uji Mann Whitney untuk Perbedaan Pemeriksaan

Kehamilan (Pemberian Tablet Zat Besi (Fe) dan Tinggi Fundus Uteri) terhadap Luaran Bayi Berat Lahir Rendah ... 64

4.20. Hasil Uji Mann Whitney untuk Perbedaan Status Gizi (LLA)


(18)

4.21. Hasil Uji Mann Whitney untuk Perbedaan Pemeriksaan

Kehamilan (K1-K4, BB, dan TT) Pada Bayi Berat Lahir Amat

Rendah dengan Bayi Berat lahir Amat Sangat Rendah... ... 66 4.22. Hasil Uji Mann Whitney untuk Perbedaan Pemeriksaan

Kehamilan (Pemberian Zat Besi atau Fe) dan Tinggi Fundus Uteri) pada Bayi Berat Lahir Amat Rendah dengan Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah ... 66

4.23. Hasil Uji Mann Whitney untuk Perbedaan Status Gizi (LLA)

pada Bayi Berat Lahir Amat Rendah dengan Bayi Berat Lahir

Amat Sangat Rendah... ... 67

4.24. Hasil Uji Mann Whitney untuk Perbedaan Pemeriksaan

Kehamilan (K1-K4, BB, dan TT) pada Bayi Berat Lahir Rendah dengan Bayi Berat lahir Amat Sangat Rendah ... 68 ...

4.25. Hasil Uji Mann Whitney untuk Perbedaan Pemeriksaan

Kehamilan (Pemberian Zat Besi (Fe) dan Tinggi Fundus Uteri) pada Bayi Berat Lahir Rendah dengan Bayi Berat Lahir Amat

Sangat Rendah ... 68 4.26. Hasil Uji Mann Whitney untuk Perbedaan Status Gizi (LLA)

pada Bayi Berat Lahir Rendah dengan Bayi Berat Lahir Amat


(19)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ... 79

2. Surat Izin Penelitian dari Klinik Bersalin Kota Medan ... 80

3. Kuesioner Penelitian ... 81

4. Pengolahan Data ... 83

5. Tabel Distribusi Jumlah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Empat Kecamatan (Kecamatan Medan Barat, Medan Helvetia, Medan Deli dan Medan Labuhan)... 95

6. Kartu Data Rekam Medik Ibu Hamil ... 96


(21)

ABSTRAK

Kejadian BBLR di Kota Medan tahun 2010 terdapat 301 bayi (0,6%) dari 52.613 bayi. Jumlah BBLR yang terbanyak terdapat di 4 kecamatan yaitu Kecamatan Medan Barat 54 orang (6,9%), Kecamatan Medan Helvetia 76 orang (6,2%), Kecamatan Medan Deli 55 orang (9,1%) dan Kecamatan Medan Labuhan 69 orang (6,7%) dengan jumlah 254 bayi (6,9%) dari 3639 bayi yang lahir.

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care) dan status gizi pada ibu hamil terhadap luaran berat bayi

lahir rendah (BBLR) di Klinik Bersalin Kota Medan Tahun 2010. Jenis penelitian survey eksplanatori. Populasi adalah data ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilan dan melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) yang tercatat pada rekam medik di klinik bersalin pada 4 kecamatan terdiri dari Kecamatan Medan Barat, Kecamatan Medan Helvetia, Kecamatan Medan Deli dan Kecamatan Medan Labuhan tahun 2010 sebanyak 254 orang. Sampel diambil secara proportional random sampling sebanyak 100 orang BBLR. Data dikumpulkan berdasarkan data sekunder

diperoleh di rekam medik. Analasis data menggunakan Kruskall Wallis dilanjutkan

dengan Mann Whitney pada taraf kemaknaan α = 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat badan ibu hamil, pemberian tablet zat besi (Fe), tinggi fundus uteri dan status gizi ibu (LLA) berpengaruh terhadap luaran bayi berat lahir rendah. Pemeriksaan kehamilan ibu dan pemberian imunisasi

toxoid pada ibu hamil tidak berpengaruh terhadap luaran bayi berat lahir rendah.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dan instansi terkait untuk meningkatkan program pemeriksaan kehamilan melalui kegiatan posyandu dan kunjungan rumah. Petugas kesehatan memberikan promosi dan pelayanan kesehatan terutama dalam pemeriksaan kehamilan sesuai dengan program 7T, dan ibu hamil menggali informasi kesehatan dan memeriksakan kehamilannya secara rutin serta melaksanakan pesan-pesan yang diperoleh dari petugas kesehatan untuk mencegah terjadinya bayi berat lahir rendah.


(22)

ABSTRACT

There were 301 (0,6%) out of 52.613 newborn babies were low birth weight in Medan in 2010. Most of low birth weight were found in four subdistricts: 54 babies (6,9%) at Medan Barat Subdustrict, 76 babies (6,2%) at Medan Helvetia Subdustrict, 55 babies (9,1%) at Medan Deli Subdustrict, and 69 babies (6,7%) at Medan Labuhan Subdustrict. In these four subdistricts, there were 254 low birth weight out of 3.639 newbrn babies.

The aim of this research was to analyze the effect of Ante Natal Care and nutritional status in pregnant mothers on the low birth weight newborn babies in the Maternity Clinic in Medan in 2010. The type of the research was an explanatory survey. The population was 254 mother who had their pregnancy examined and who gave birth to low birth weight babies recorded in the medical records in the maternity clinics in four subdistricts: Medan Barat Subdustrict, Medan Helvetia Subdustrict, Medan Deli Subdustrict, and Medan Labuhan Subdustrict in 2010. 100 low birth weight were used as the samples which were taken by using proportional random sampling. The data were collected from the secondary data which were obtained in the medical records. The data were analyzed by using Kruskall Wallis, followed by Mann Whitney at the confidence level of α = 95%.

The results of the research showed that the weight of pregnant mothers, the giving of iron substance (Fe) tablets, the height of fundus uterus, and the mothers’ nutritional status (LA) affected the low birth weight newborn babies. The examination of mothers’ pregnancy and the giving of toxoid immunization to pregnant mothers did not affect on the low birth weight newborn babies.

It is recommended that the management of Medan Health Service and authorities concerned should increase the program of pregnancy examination through posyandu (integrated service post) activities and home visits. It is also reccomended that the health workers should give health promotion and services, especially in pregnancy examination, according to 7T program. Moreover, pregnant mothers should find health information, have their pregnancy examined regularly, and carry out what the health workers ask them to do in order to prevent the accident of low weight newborn babies.


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik kesehatan ibu maupun janin yang dikandungnya sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur. Hal ini dilakukan guna menghindari gangguan sedini mungkin dan segala sesuatu yang membahayakan terhadap kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya. Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu perawatan khusus, karena kehamilan bersifat dinamis. Walaupun kehamilan merupakan peristiwa yang normal, namun secara tiba-tiba dapat menjadi beresiko tinggi dan merupakan keadaan yang sangat berbahaya serta mungkin menjadi penyebab kematian ibu yang sedang hamil tersebut (Depkes RI, 2006).

Angka kematian dan kesakitan ibu meningkat drastis selama masa kehamilan, melahirkan dan pasca lahir. Oleh karena itu, setiap keadaan selama hamil yang menggangu kesehatan dan keselamatan jiwa ibu maupun janin haruslah diketahui sedini mungkin sehingga dapat dilakukan pencegahan ataupun pengobatan yang sebaik-baiknya. Pemeriksaan kehamilan merupakan cara yang terbaik.

Penyebab kematian ibu hamil menurut Mc Carthy dan Maine terdiri dari penyebab langsung (proximate) dan penyebab antara (intermediate) serta penyebab

tidak langsung (distant). Penyebab langsung adalah kejadian kehamilan, komplikasi


(24)

akses terhadap pelayanan kesehatan, perilaku sehat dan faktor lain yang tidak diketahui. Penyebab tidak langsung berupa status wanita dalam keluarga dan masyarakat, status keluarga dalam masyarakat dan status masyarakat. Layanan antenatal merupakan penyebab antara, karena kurangnya kualitas pelayanan antenatal menyebabkan akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan.

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan professional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat) seperti pengukuran berat badan dan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) serta pemberian tablet besi kepada ibu

hamil selama masa kehamilannya sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik berat pada kegiatan promtif dan preventif. Tujuan pelayanan antenatal adalah dicapainya keadaan-keadaan sebagai berikut :

1. Kehamilan dengan gejala dan keluhan fisik dan psikis minimal,

2. Persalinan dengan status kesehatan ibu dan bayi dalam keadaan yang prima. 3. Lahirnya bayi sehat tanpa kelainan.

4. Tertanamnya kebiasaan hidup sehat yang memberi manfaat bagi anggota keluarga yang lain.

5. Penyesuaian yang baik terhadap keadaan pasca melahirkan.

Kunjungan pertama ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan atau K1 bertujuan untuk mendapatkan pelayanan antenatal yang dilakukan pada trimester pertama kehamilan. Sedangkan K4 adalah kunjungan ibu hamil untuk mendapatkan


(25)

pelayanan antenatal minimal 4 kali, yaitu 1 kali pada trimester pertama kehamilan, 1 kali pada trimester kedua, dan 2 kali pada trimester ketiga (Depkes RI, 2008).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (2008), terlihat bahwa cakupan pelayanan KI setiap tahunnya mengalami kenaikan, yaitu pada tahun 2004, cakupan KI sebesar 88,09%, pada tahun 2005 sebesar 88,60%, tahun 2006 sebesar 90,38%, tahun 2007 sebesar 91,23%, dan pada tahun 2008 sebesar 92,65%. Cakupan K4 di Indonesia juga mengalami kenaikan, yaitu pada tahun 2004, cakupan KI sebesar 77,00%, pada tahun 2005 sebesar 77,10%, tahun 2006 sebesar 79,63%, tahun 2007 sebesar 80,26%, dan pada tahun 2008 sebesar 86,04%. Namun, angka-angka tersebut (KI dan K4) setiap tahunnya belum mencapai target yang ditetapkan Departemen Kesehatan RI yaitu 95%.

Pada tahun 2007, cakupan K1 tertinggi pada provinsi DKI Jakarta, yaitu; 99,40% dan cakupan K4 tertinggi pada provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu 93,31% (Depkes RI,2Ô07). Pada tahun 2008, cakupan K1 dan K2 tertinggi pada provinsi DKI Jakarta yaitu 99,76% untuk cakupan K1 dan 95,78% untuk cakupan K4 (Depkes RI, 2008).

Sementara itu, untuk Provinsi Sumatera Utara, cakupan KI mengalami kenaikan dan 90,29% pada tahun 2007, menjadi 92,18% pada tahun 2008. Untuk cakupan K2 juga mengalami kenaikan dari 83,80% pada tahun 2007 menjadi 85,53% pada tahun 2008. Cakupan KI di Provinsi Sumatera Utara walaupun mengalami kenaikan, namun masih di bawah target cakupan KI provinsi di Indonesia yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2008, yaitu 93%. Hal yang sama


(26)

terjadi pada cakupan K4 yang walaupun mengalami kenaikan, namun masih berada di bawah target provinsi, yaitu 87% (Depkes RI, 2008).

Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2007 menunjukkan, kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dengan cakupan KI tertinggi adalah Kabupaten Pakpak Barat dan Karo sebesar 100% dan terendah adalah Kota Tanjung Balai sebesar 65,5%. Cakupan K4 tertinggi pada Kota Sibolga sebesar 92,56% dan terendah pada Kabupaten Samosir sebesar 52,77%. Namun, data ini hanya didapat dari Puskesmas yang ada di tiap kabupaten/kota, artinya belum terdapat pencatatan yang lengkap dari rumah sakit maupun praktek dokter atau bidan.

Pemanfaatan pelayanan antental dapat dibedakan menurut kuantitas dan kualitasnya. Kuantitas adalah bila hanya melihat jumlah kunjungan atau frekuensi kunjungan, juga memperhitungkan beberapa variabel lain yang sedikit banyak mampu menggambarkan kualitas pemanfaatan suatu pelayanan antenatal. Pemanfaatan suatu jenis pelayanan kesehatan selalu diharapkan menghasilkan peningkatan atau perbaikan status kesehatan dan si pemakai pelayanan kesehatan tersebut. Dalam pelayanan antenatal, diharapkan pemanfaatannya dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya sehingga kelak ibu dapat melahirkan dengan selamat dan bayi berada dalam keadaan yang sehat (WHO, 1998).

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2.500 gram yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir. BBLR merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian


(27)

perinatal dan neonatal. Angka BBLR secara nasional belum tersedia, walaupun demikian, proporsi BBLR dapat diketahui berdasarkan hasil estimasi dan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (Depkes RI, 2008).

Penambahan berat badan yang terjadi selama kehamilan disebabkan oleh peningkatan ukuran berbagai jaringan reproduksi, adanya pertumbuhan janin, dan terbentuknya cadangan lemak dalam tubuh ibu. Resiko melahirkan BBLR meningkat pada kenaikan berat badan yang kurang selama kehamilan. Untuk menghindari terjadinya kelahiran bayi BBLR atau di bawah 2500 gram, seorang ibu harus menjaga kondisi fisiknya dengan mencukupkan kebutuhan gizinya. Di samping itu harus berusaha menaikkan berat badannya sedikitnya 11 Kg (bertahap sesüai dengan usia kehamilan (Maulana, 2009).

Menurut Solihin (2003), status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat memengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan, apabila status gizi ibu buruk sebelum dan selama kehamilan akan menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

Banyak faktor pengaruhi terjadinya bayi berat lahir rendah (BBLR). Seharusnya pelayanan antenatal, yang bertujuan sebagai salah satu prosedur yang mampu menentukan apakah ibu hamil termasuk kelompok beresiko, melalui tindakan intervensi, mampu menurunkan angka BBLR, atau bila mungkin mencegah terjadinya BBLR. Sebaliknya, ibu hamil yang tidak pernah memeriksakan kehamilannya


(28)

diasumsikan akan menghadapi resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (Budiarto, 2009).

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, mendata berat badan bayi baru lahir, tidak semua bayi diketahui berat badan hasil penimbangannya. Bayi yang diketahui berat badan lahir hasil penimbangan waktu baru lahir, 11,5% lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram atau BBLR. Tiga provinsi dengan BBLR tertinggi adalah Papua sebesar 27%, Papua Barat sebesar 23,8%, dan NTT sebesar 20,3%. Tiga provinsi dengan BBLR terendah adalah Bali sebesar 5,8%, Sulawesi Barat sebesar 7,2%, dan Jambi sebesar 7,5%. Persentase BBLR hasil SDKI tahun 2002-2003 menunjukkan 7,6% bayi lahir dengan BBLR, dan Riskesdas tahun 2007 seperti disebutkan di atas sebesar 11,5%.

Sampai saat ini BBLR masih menjadi salah satu masalah kesehatan penting di negara-negara berkembang. Angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi yaitu sekitar 35 per 1000 kelahiran hidup dan BBLR merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain merupakan faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan angka kesakitan dan kematian bayi, BBLR dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, gangguan pendengaran, penglihatan, gangguan belajar, retardasi mental, masalah perilaku dan cerebral palsy, serta rentan terhadap infeksi saluran

pernafasan bagian bawah. Sekitar 45% kematian bayi terjadi pada bayi yang berumur kurang bulan terutama disebabkan BBLR (Depkes RI, 2008).


(29)

Penelitian lain di AS menyatakan resiko kematian neonatal pada bayi dengan BBLR hampir 40 kali lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan cukup (Institute of Medicine, 1990). Data epidemiologi di Inggris dan

berbagai negara maju lainnya menunjukkan setelah menjadi dewasa, bayi yang BBLR akan lebih mudah terkena penyakit kronis, misalnya Diabetes Mellitus Tipe 2 atau penyakit kardiovaskuler (Kramer, 2003).

Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2007, kabupaten/kota dengan persentase BBLR tertinggi adalah Kota Tanjung Balai sebesar 4,88%, dan terendah adalah Kota Padang Sidempuan sebesar 0,12%. Kota Medan, sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara memiliki persentase BBLR sebesar 0,99% pada tahun 2007 (Dinkes Provsu, 2007).

Mengingat bahwa pelayanan antenatal merupakan pelayanán yang telah tersedia untuk masyarakat sejak tahun 1952, padahal kejadian BBLR masih tinggi di Indonesia, maka yang menjadi pertanyaan adalah seberapa jauh pelayanan antenatal yang ada, sudah mampu membantu menurunkan angka kejadian BBLR.

Kota Medan adalah kota terbesar yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Sebagai kota terbesar, sudah semestinya Kota Medan memiliki berbagai kemajuan di berbagai bidang dibandingkan daerah lain di Sumatera Utara, termasuk dalam hal pelayanan kesehatan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Salah satu pelayanan kesehatan penting yang dituntut baik dari segi kuantitas dan kualitasnya adalah pelayanan antenatal. Namun, ibu hamil yang memanfaatkan pelayanan


(30)

pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care) di rumah bersalin yang ada di Kota Medan,

masih ada yang melahirkan dengan bayi berat lahir rendah (BBLR).

Berdasarkan survei awal di rumah bersalin di Kota Medan pada tahun 2010 terdapat 301 bayi (0,6%) dari 52.613 bayi yang lahir. Penelitian ini dibatasi pada 4 kecamatan yang ada di kota Medan, yaitu Kecamatan Medan Barat 54 orang (6,9%) dari 783 bayi yang lahir, Kecamatan Medan Helvetia 76 orang (6,2%) dari 1217 bayi yang lahir, Kecamatan Medan Deli 55 orang (9,1%) dari 604 bayi yang lahir dan Kecamatan Medan Labuhan 69 orang (6,7%) dari 1035 bayi yang lahir yang merupakan daerah yang memiliki jumlah BBLR terbanyak dengan jumlah 254 bayi (6,9%) dari 3639 bayi yang lahir. Oleh karena masih banyaknya angka BBLR tersebut, maka peneliti ingin melihat apakah ada pengaruh dari pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care) dan status gizi ibu hamil terhadap luaran BBLR tersebut. 1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: apakah ada pengaruh pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care) dan status gizi pada ibu hamil terhadap luaran bayi berat lahir rendah (BBLR)

di rumah bersalin Kota Medan tahun 2010.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care)dan status gizi pada ibu hamil terhadap luaran bayi berat


(31)

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care) dan status gizi pada

ibu hamil terhadap luaran bàyi berat lahir rendah (BBLR) di rumah bersalin Kota Medan tahun 2010.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan. penelitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk mengambil kebijakan terutama berkaitan dengan pelayanan pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care) dalam upaya

menurunkan angka kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR).

2. Manfaat bagi ilmu pengetahuan dalam penelitian ini untuk perbaikan dan pengembangan model promosi kesehatan tentang pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care) dan status gizi ibu hamil.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemeriksaan Kehamilan (Ante Natal Care = ANC)

Pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal dan menghasilkan kelahiran bayi sehat cukup bulan melalui jalan lahir, namun ini kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sulit sekali diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan menjadi masalah. Oleh karena itu pelayanan antenatal/asuhan antenatal merupakan cara penting untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal (Kusmiyati, 2009).

2.1.1 Pengertian Ante Natal Care (ANC)

Ante Natal Care adalah sebagai salah satu upaya pencegahan awal dari faktor

resiko kehamilan. Menurut WHO, Ante Natal Care untuk mendeteksi dini terjadinya

resiko tinggi terhadap kehamilan dan persalinan juga dapat menurunkan angka kematian ibu dan memantau keadaan janin. Idealnya bila tiap wanita hamil mau memeriksakan kehamilannya, bertujuan untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang mungkin ada atau akan timbul pada kehamilan tersebut lekas diketahui, dan segera dapat diatasi sebelum berpengaruh tidak baik terhadap kehamilan (Winkjosastro, 2006).

Ante Natal Care adalah cara penting untuk memonitor dan mendukung

kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal. Pelayanan antenatal atau yang sering disebut pemeriksaan kehamilan adalah pelayanan yang


(33)

diberikan oleh tenaga profesional yaitu dokter spesialisasi bidan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan perawat bidan. Untuk itu selama masa kehamilannya ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ibu merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan asuhan antenatal. Bidan melakukan pemeriksaan klinis terhadap kondisi kehamilannya. Bidan memberi KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) kepada ibu hamil, suami dan keluarganya tentang kondisi ibu hamil dan masalahnya (Depkes RI, 2007).

Ketidakpatuhan dalam melakukan Ante Natal Care selama kehamilan dapat

menyebabkan tidak diketahuinya berbagai komplikasi pada ibu dan janin. Apalagi ibu hamil tidak melakukan Ante Natal Care, maka tidak akan diketahui apakah

kehamilannya berjalan dengan baik atau mengalami resiko tinggi dan komplikasi yang dapat membahayakan kehidupan ibu dan janinnya. Dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Indiarti, 2009).

2.1.2 Pelayanan Ante Natal Care

Pelayanan antenatal dilakukan oleh tenaga profesional seperti dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan, dan perawat bidan. Perawatan antenatal dapat diberikan di ruang praktek dokter, klinik di rumah sakit, atau klinik bidan swasta. Ibu hamil harus diberikan kesempatan untuk memilih fasilitas yang disukainya (Liewellyn, 2001).

Perawatan yang ditujukan kepada ibu hamil, bukan saja bila ibu sakit dan memerlukan perawatan saja, tetapi juga pengawasan dan penjagaan wanita hamil agar


(34)

tidak terjadi kelainan sehingga mendapatkan ibu dan anak yang sehat (Mochtar, 1998).

Sasaran pelayanan antenatal adalah ibu hamil, dengan perhitungan bahwa sasaran ibu hamil baru setiap tahun adalah “Crude Birth Rate” (CBR)

Propinsi/Kabupaten x Jumlah Penduduk x 1,1. Sedangkan target pelayanan antenatal adalah jumlah ibu hamil yang harus dicakup, yang perhitungan setiap tahunnya ditentukan oleh daerah tingkat I dan daerah tingkat II.

Standar pelayanan kehamilan yang bertujuan memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan umum dan tumbuh kembang janin, mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, deteksi risiko tinggi (anemia, kurang gizi, hipertensi, penyakit menular seksual), memberikan pendidikan kesehatan serta mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin (Depkes RI, 2002).

Perawatan antenatal pada ibu hamil mencakup: (a) Pengawasan kehamilan untuk melihat apakah segalanya berlangsung normal, untuk mendeteksi dan mengatasi setiap kelainan yang timbul juga antisipasinya. (b) Penyuluhan atau pendidikan mengenai kehamilan dan bagaimana cara-cara mengatasi gejalanya mengenai gaya hidupnya. (c) Persiapan, baik fisik maupun psikologis untuk persalinan nantinya. (d) Dukungan dan dorongan mental jika terdapat masalah-masalah sosial ataupun psikologis dalam kehamilan (Farrer, 2000).


(35)

Kesehatan ibu dan janin sangat penting dijaga, dengan melakukan pemeriksaan ke dokter, bidan atau puskesmas. Pemeriksaan kehamilan harus dilakukan minimal 4 kali selama kehamilan berlangsung, yakni pada trimester pertama, kedua dan ketiga. Namun, idealnya pemeriksaan dilakukan sebulan sekali pada bulan 1-6, dua kali pada bulan 7-8, dan seminggu sekali pada bulan ke-9 hingga bersalin (Indiarti, 2009).

Ante Natal Care bertujuan untuk memantau kemajuan kehamilan untuk

memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan anak, mengenal secara dini ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan, mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu dan bayinya dengan trauma seminimal mungkin, mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI Eksklusif dan mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.

2.1.3 Standar Pelayanan Ante Natal Care (ANC)

a. Standar 1: Metode Asuhan

Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah : Pengumpulan data dan analisa data, penentuan diagnosa perencanaan, evaluasi dan dokumentasi.


(36)

b. Standar 2 : Pengkajian

Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.

c. Standar 3: Identifikasi Ibu Hamil

Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.

d. Standar 4: Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal

Bidan memberikan sedikitnya 4x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan resiko tinggi/kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS (Penyakit Menular Seksual) / infeksi HIV (Human Immuno Deficiency Virus); memberikan pelayanan

imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh Puskesmas. Mereka harus mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan rnerujuknya untuk tindakan selanjutnya.

e. Standar 5: Palpasi Abdominal

Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan; serta bila umur kehamilan bertambah,


(37)

memeriksa posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.

f. Standar 6: Pengelolaan Anemia pada Kehamilan

Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan/atau rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. g. Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan

Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklamsi lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.

h. Standar 8 : Persiapan Persalinan

Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik, disamping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi kadaan gawat darurat. Bidan hendaknya kunjungan rumah untuk hal ini (Sofyan, 1999).

2.1.4 Penatalaksanaan Ante Natal Care (ANC)

Pelayanan Ante Natal Care (ANC) adalah pelayanan kesehatan yang

diberikan kepada ibu selama kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan Ante Natal Care (ANC). Selengkapnya mencakup banyak hal yang meliputi anamnesis,


(38)

serta intervensi dasar dan khusus sesuai dengan resiko yang ada. Namun dalam penerapan operasionalnya menurut Manuaba (2001) pada dasarnya, ada 7 standar minimal dalam melakukan asuhan kehamilan (Antenatal Care) yang disebut dengan

7 T yaitu:

1. (Timbang) berat badan

Berat badan ibu selama kehamilan haruslah bertambah. Pertambahan berat badan ibu selama hamil merupakan salah satu indikator penilaian status gizi, indikator tumbuh kembang janin. Pertambahan berat badan selama hamil rata-rata 0,3-0,5 kg per minggu. Dalam KMS ibu hamil selama trimester I kisaran pertambahan berat sebaiknya 1-2 kg (350-400gr/mg). Sementara trimester II dan III, sekitar 0,34-0,50 kg tiap minggu pertumbuhan janin, plasenta serta penambahan jumlah cairan amnion berlangsung sangat cepat selama trimester III.

Berat badan janin bertambah sebesar 5 gr sehari pada minggu ke 14-15 dan menjadi 10 gr pada minggu ke 20, kecepatan tumbuh sebesar 30-35 gr sehari berlangsung pada minggu ke 32-34 dan berubah menjadi 230 gr seminggu pada minggu ke 33-36. Pada akhir kehamilan pertambahan berat badan total sebanyak 12,5 kg (Arisman, 2007). Bila terdapat kenaikan berat badan yang berlebihan, perlu dipikirkan adanya kemungkinan preeklamsi, kehamilan kembar atau hidramnion. 2. Ukur (tekanan) darah

Tekanan darah diperiksa dan dicatät setiap kunjungan. Bila lebih tinggi dari sebelumnya, perlu diteliti dan harus diberitahukan apa yang harus dilakukan oleh penderita. Tekanan darah ibu hamil yang normal tidak boleh lebih dan 30 mmHg


(39)

systole dan 15 mmHg diastole. Bila lebih dan itu, hati-hati adanya preeklamsi untuk kehamilan lebih dari 20 minggu.

3. Ukur (tinggi) fundus uteri

Pengukuran tinggi fundus uteri mulai dari batas atas symsis dan disesuaikan dengan hari pertama haid terakhir. Tinggi fundus uteri diukur pada kehamilan >12 minggu karena pada usia kehamilan ini uterus dapat diraba dari dinding perut dan untuk kehamilan > 24 minggu dianjurkan mengukur dengan pita meter. Tinggi fundus uteri dapat menentukan ukuran kehamilan. Bila tinggi fundus kurang dari perhitungan umur kehamilan mungkin terdapat gangguan pertumbuhan janin, dan sebaliknya mungkin terdapat gemeli, hidramnion atau molahidatidosa (Depkes, 2007).

Pengukuran tinggi fundus uteri adalah merupakan pemeriksaan palpasi abdomen, pada pemeriksaan palpasi ini ada cara menurut Leopold (yang sering) I, II, III, IV dan atau cara Kenebel, Budin dan Ahfeld (Mochtar, 1998). Biasanya bila dilakukan pemeriksaan tinggi fundus uteri dengan cara Leopold I diteruskan dengan Leopold II, III, dan IV sekaligus perabaan gerakan janin dan pemeriksaan auskultasi untuk mendengarkan denyut jantung janin. Tujuan utama dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan janin dengan menilai besarnya tinggi fundus uteri yang tidak sesuai dengan usia kehamilan, atau penilaian terhadap janin yang tumbuh terlalu besar sehingga tinggi fundus uteri yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda (Depkes, 2007).


(40)

Menurut Spiegelberd dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari simfisis, maka diperoleh :

- 22 – 28 minggu : 24 – 25 cm di atas simfisis. - 28 minggu : 26,7 cm di atas simfisis. - 30 minggu : 29,5 – 30 cm di atas simfisis. - 32 minggu : 29,5 – 30 cm di atas simfisis. - 34 minggu : 31 cm di atas simfisis. - 36 minggu : 32 cm di atas simfisis. - 38 minggu : 33 cm di atas simfisis. - 40 minggu : 37,7 cm di atas simfisis.

Menurut Sarwono (2008), pengukuran tinggi fundus uteri, kemudian hasil pengukuran dimasukkan dalam perhitungan dengan menggunakan rumus:

Berat badan janin = (Tinggi Fundus Uteri – 13) x 155 gram: untuk kepala janin yang masih floating.

Berat badan janin = (Tinggi Fundus Uteri – 12) x 155 gram: untuk kepala janin yang sudah memasuki pintu atas panggul.

Berat badan janin = (Tinggi Fundus Uteri – 11) x 155 gram: untuk kepala janin yang sudah melewati atas panggul.

Pengukuran tinggi fundus uteri juga dapat dilakukan pada posisi ibu tidur terlentang, ibu diminta untuk berkemih sehingga kandungan kemih dalam keadaan kosong. Titik 0 pada pengukurannya adalah tulang symphisis pubis. Pemeriksaan dimulai dengan pemeriksaan Leopold. Perut ibu disimetriskan, centimeter ditarik dari


(41)

titik 0 sampai setinggi umbulikus, kemudian ditambahkan dari hasil pengukuran yang kembali dimulai dari umbulikus ke fundus uteri (Henretty, 2006).

4. Pemberian Imunisasai (Tetanus Toxoid) TT lengkap

Tinjauan pemberian imunisasi TT (tetanus toxoid) adalah untuk melindungi

ibu dan bayi dan infeksi tetanus neonatorum. Pemberian TT baru menimbulkan efek perlindungan bila diberikan sekurang-kurangnya 2 kali dengan variabel 4 minggu kecuali bila sebelumnya ibu telah mendapat TT 2 kali pada kehamilan yang lalu atau pada masa calon pengantin. Maka TT cukup diberikan satu kali saja (TT ulang). Bila ibu pernah mendapatkan suntikan TT 2 kali, diberikan suntikan ulang/boster 1 kali pada kunjungan antenatal yang pertama (Depkes, 2007).

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi TT Antigen Interval (selang waktu

minimal)

Lama perlindungan Perlindungan

TT 1 Pada kunjungan antenatal pertama

- -

TT 2 4 minggu setelah TT 1 3 tahun 80

TT 3 1-6 bulan setelah TT 2 5 tahun 95

TT 4 1 tahun setelah TT 3 10 tahun 95

TT 5 1 tahun setelah TT 4 25 tahun / seumur hidup 99

Keterangan :Apabila dalam waktu tiga (3) tahun WUS tersebut melahirkan maka bayi yang dilahirkan akan terlindungi dari tetanus neonatorum.

5. Pemberian Tablet Zat Besi

Tujuan pemberian tablet zat besi adalah untuk memenuhi kebutuhan Fe pada ibu hamil dan nifas, karena pada masa hamil volume darah ibu mengalami pengenceran hingga kira-kira 25%, sedangkan pada masa nifas terjadi banyak pendaharan sehingga membutuhkan Fe yang lebih banyak (Pusdiknakes, 2001).


(42)

Kebijakan program KIA di Indonesia saat ini menetapkan, pemberian tablet Fe (320 mg sulfas ferosis dan 0,5 mg asam folat) untuk semua ibu hamil sebanyak l x 1 tablet selama 90 hari. Jumlah tersebut mencukupi kebutuhan tambahan zat besi selama hamil yaitu 1000 mg. Bila ditemukan anemia pada ibu hamil diberikan tablet zat besi (Fe) dan dilakukan pemantauan Hb 1 kali dalam bulan.

Daya serap tubuh terhadap zat besi akan baik apabila dihindari mengkonsumsi tembakau, teh dan kopi untuk membantu penyerapan, dianjurkan mengkonsumsi makanan kaya protein dan vitamin C (Wastidar, 1999).

6. Tes terhadap Penyakit Menular Seksual

Tes penyakit menular seksual sangat penting karena banyak gejala asimtomatik penyakit menular seksual ini yang tidak diketahui seperti sipilis, gonorrhoe, clamidya trachomatis ataupun AIDS.

Tes penyakit menular seksual dapat dilakukan mulai dari:

a. Mengkaji riwayat penyakit terdahulu, riwayat obstetric, riwayat sosial dan lain-lain.

b. Melakukan pemeriksaan fisik mulai dan inspeksi seperti pada alat genitalia dan mungkin juga dibutuhkan palpasi. Bila ada indikasi maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan Torch, VDRI dan juga pemeriksaan AIDS.

7. Temu Wicara dalam Persiapan Rujukan

Kebanyakan ibu tampak sehat-sehat saja sampai waktu persalinan dan melahirkan. Meskipun sebagian besar ibu akan mengalami persalinan normal, namun


(43)

ada sekitar 10-15% dari mereka khususnya di Indonesia yang perlu dirujuk ke tempat pertolongan khusus seperti transfuse darah, tindakan-tindakan khusus (ekstraksi vakum, seksio secarea dan tindakan bedah obstetric). Karena itu seringkali ada suatu masalah yang muncul saat persalinan, seringkali sulit melakukan upaya rujukan dengan cepat. Penundaan dalam membuat keputusan dan pengiriman si ibu ke tempat rujukan akan menyebabkan tertundanya ibu mendapatkan penatalaksanaan yang diharapkan. Penundaan ini akan mempertinggi angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi.

2.1.5 Cakupan Kunjungan Ante Natal Care (ANC)

Menurut Depkes RI, (2007), disebutkan kunjungan ibu hamil adalah kontak ibu hamil dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan Ante Natal Care

(ANC) sesuai standar yang ditetapkan. Istilah kunjungan di sini tidak hanya mengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi adalah setiap kontak tenaga kesehatan baik di posyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah dengan ibu hamil tidak memberikan pelayanan ANC sesuai dengan standar dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil sebagaimana uraian dibawah ini:

A. Kunjungan ibu hamil KI

Kunjungan baru ibu hamil adalah kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan. Pada kunjungan pertama suatu pelayanan antenatal, dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:


(44)

1) Anamesis, yaitu pencarian riwayat kehamilan dan persalinan terdahulu seperti gangguan kehamilan atau penyulit persalinan yang pernah dialami.

2) Pengukuran tinggi badan yang dilakukan satu kali saja dan pengukuran berat badan (yang dilakukan setiap kali ibu memeriksakan diri). Rasio tinggi dan berat badan juga dapat dipakai sebagai pedoman kasar untuk melihat kekurangan gizi pada ibu.

3) Pengukuran tinggi fundus uteri untuk menaksir usia kehamilan, dilakukan dengan perabaan perut.

4) Pemeriksaan panggul, dilakukan dengan maksud:

a) Mendeteksi infeksi vagina atau alat reproduksi oleh kuman Neisseria atau kuman Gonnorhoea

b) Ada atau tidaknya tumor atau massa massif yang bukan janin

c) Mengetahui posisi spina ischidiea untuk memperkirakan besar panggul

d) Mengadakan pemeriksaan untuk membuktikan bahwa ibu itu benar-benar hamil.

5) Penghitungan detak jantung janin.

6) Penentuan perkiraan taksiran tanggal persalinan; dengan perhitungan paling lazim menggunakan rumus Naegele, yaitu tanggal haid terakhir dikurangi 7, bulan ditambah 3, dan tahun ditambah 1.

7) Pemeriksaan kesehatan secara umum, meliputi pengukuran tekanan darah dan denyut jantung ibu, dan pemeriksaan faal tubuh.


(45)

a) Pemeriksaan darah lengkap atau pemeriksaan kadar Hb atau perhitungan hematokrit untuk mengetahui kadar Hb di darah (kehamilan cenderung menimbulkan anemia fisiologis karena volume darah menjadi lebih banyak. Kadar Hb yang ditoleransi oleh WHO pada wanita hamil adalah 1 lg% atau lebih. Di bawah nilai tersebut, wanita hamil digolongkan anemis).

b) Pemeriksaan serologis untuk pendeteksian VDRL dan faktor Rhesus.

c) Pemeriksaan urine untuk menentukan kadar Folticle Stimulating Hormon

(FSH) sebagai indikator hamil atau tidak; pemeriksaan urine untuk memeriksa kadar albumin dan glukosa.

9) Pemeriksaan radiologis yang diadakan hanya bila ada indikasi yang kuat dan dihindari jika tidak diperlukan.

10)Penyuluhan kesehatan pada kehamilan, yang ditujukan kepada pemeliharaan kebersihan perorangan, pemeliharaan status gizi, perencanaan berkeluarga, dan persiapan pemeliharaan anak (menyusui).

11)Suplemen gizi dengan pemberian tablet besi, khususnya bagi negara-negara dengan prevalensi anemia ibu hamil tinggi.

12)Pemberian suntikan Tetanus Toksoid (TT) lengkap 2 kali untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum.

B. Kunjungan ulang

Kunjungan ulang adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang kedua dan seterusnya, untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan standar selama satu periode kehamilan berlangsung. Pada kunjungan ulang ini, prosedur pada


(46)

kunjungan pertama dilakukan kembali. Bergantung kepada pendiagnosisan kesehatan maka frekuensi pemeriksaan dapat dipersering. Selanjutnya dapat dilakukan jenis-jenis pemeriksaan yang lebih spesifik.

C. Kunjungan ibu hamil K4

Kunjungan ibu hamil K4 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke empat atau lebih untuk mendapatkan pelayanan Ante Natal Care (ANC)

sesuai standar yang ditetapkan dengan syarat:

1) Satu kali dalam trimester pertama (sebelum 14 minggu). 2) Satu kali dalam trimester kedua (antara minggu 14-28)

3) Dua kali dalam trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan setelah minggu ke 36). 4) Pemeriksaan khusus bilä terdapat keluhan-keluhan tertentu

Upaya preventif program pelayanan kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan pemeriksaan rutin selama kehamilan. Dalam program kesehatan ibu dan anak, kunjungan antenatal ini diberi kode angka K yang merupakan singkatan dari kunjungan. Pemeriksaan antenatal yang lengkap adalah K1, K2, K3, dan K4. Ini berarti, minimal dilakukan sekali kunjungan antenatal hingga usia kehamilan 28 minggu, sekali kunjungan antenatal selama kehamilan 28-36 minggu dan sebanyak dua kali kunjungan antenatal pada usia kehamilan di atas 36 minggu (Sarwono, 2008).

Pemeriksaan kesehatan secara periodik selama periode antenatal juga perlu untuk membangun hubungan dan kepercayaan antara ibu hamil dan petugas kesehatannya, pemberian pesan-pesan sebagai promosi kesehatan secara pribadi serta


(47)

untuk identifikasi dan penanganan bila ada faktor resiko dan komplikasi pada ibu. Cakupan pelayanan ANC lengkap (K4) berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 adalah 34,4% dan SKRT 1992 sebesar 38,2%, ada peningkatan namun sangat kecil dan terkesan sangat lambat, sedangkan berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesebatan Indonesia (SDKI) tahun 1991 adalah sebesar 55,54%.

2.1.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Ante Natal Care (ANC) a. Pengetahuan

Ketidakmengertian ibu dan keluarga terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan berdampak pada ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya pada petugas kesehatan,

b. Ekonomi

Tingkat ekonomi akan berpengaruh terhadap kesehatan, tingkat ekonomi keluarga rendah tidak mampu untuk menyediakan dana bagi pemeriksaan kehamilan, masalah yang timbul pada keluarga dengan tingkat ekonomi rendah ibu hamil kekurangan energi dan protein (KEK) hal mi disebabkan tidak mampunya keluarga untuk menyediakan kebutuhan energi dan protein yang dibutuhkan ibu selama kehamilan.

c. Sosial Budaya

Keadaan lingkungan keluarga yang tidak mendukung akan mempengaruhi ibu dalam memeriksakan kehamilannya. Perilaku keluarga yang tidak mengijinkan seorang wanita meninggalkan rumah untuk memeriksakan kehamilannya merupakan


(48)

budaya yang rnenghambat keteraturan kunjungan ibu hamil memeriksakan kehamilannya.

d. Geografis

Letak geografis sangat menentukan terhadap pelayanan kesehatan, ditempat yang terpencil ibu hamil sulit memeriksakan kehamilannya, hal ini karena transpontasi yang sulit menjangkau sampai tempat terpencil (Depkes RI, 2001).

2.2 Status Gizi Ibu Hamil 2.2.1 Definisi Gizi Ibu Hamil

Brozek (1966) dalam Moersintowati, 2005, mendefinisikan status gizi adalah sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrisi. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diet.

Selama kehamilan dianjurkan mengkonsumsi beberapa makanan segar harus dikonsumsi setiap ibu, misalnya buah-buahan yang sudah matang seperti buah persik, aprikot, pear, jeruk ceri, nanas, anggur, plum, stroberi, dan lain-lain. Mengkonsumsi Gizi adalah suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh suatu organisme melalui suatu proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan mengeluarkan zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi. Makanan bergizi adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangunan dan zat yang sesuai dengan kebutuhan gizi (Bandiyah, 2009).


(49)

teh, kopi, coklat, dan susu/kalsium memang bisa menghalangi penyerapan zat besi (gizi) dalam tubuh. Oleh karena itu, Samuel (dokter spesialis gizi klinik) menyarankan untuk memberi jarak waktu antara pemberian makanan atau suplemen zat gizi dengan konsumsi teh, kopi, cokelat, dan susu/kalsium sekitar 1,5 sampai dua jam (Ratih, 2008).

2.2.2. Lingkar Lengan Atas (LLA)

Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan dapat memengaruhi periode siklus kehidupan berikutnya. Masa kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas SDM di masa depan karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kondisinya saat masa janin di dalam kandungan. Akan tetapi perlu diingat bahwa keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan juga jauh sebelumnya yaitu pada saat remaja atau usia sekolah.

Indikator untuk mengetahui status gizi ibu hamil adalah dengan mengukur lingkar lengan atas (LLA). Lingkat lengan atas kurang dari 23,5 cm merupakan indikator kuat untuk status gizi yang kurang/buruk, sehingga ibu berisiko untuk melahirkan anak dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bila hal ini ditemukan sejak awal kehamilan, petugas dapat memotivasi ibu agar lebih memperhatikan kesehatannya (Depkes RI, 2007)

2.3. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Berdasarkan perkiraan organisasi kesehatan dunia World Health Organization


(50)

di negara berkembang). Lebih dari dua pertiga kematian itu terjadi pada periode neonatal dini. Umumnya karena berat badan lahir kurang dari 2.500 gram 17% dari 25 juta persalinan per tahun adalah BBLR dan hampir semua terjadi di negara berkembang. Kondisi tersebut berkaitan erat dengan kondisi kehamilan, pertolongan persalinan yang aman, dan perawatan bayi baru lahir (WHO, 1998).

Bayi Berat Lahir Rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan dalam 2 kategori, yaitu BBLR karena premature dan BBLR karena intrauterine growth retardation

1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

(IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang (Kosim, 2003).

Bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram, tanpa memandang usia kehamilan disebutkan sebagai bayi berat lahir rendah. Bayi ini fungsi sistem organnya belum matur sehingga dapat mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

2. Bayi Berat Lahir Amat Rendah (BBLAR)

Bayi berat lahir amat rendah dengan berat lahir kurang dari 1001- 1.500 gram. BBLAR ini memiliki kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor krisis dalam terjadinya sindrome gawat nafas. Kesiapan paru menjalankan fungsinya tersebut


(51)

terutama disebabkan oleh kekurangan surfaktan dapat menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi.

3. Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR).

BBBL amat sangat rendah dengan berat lahir kurang ≤ 1000 gram. Bayi prematur ini umumnya kurang mampu untuk bertahap hidup karena struktur anatomi atau fisiologi yang imatur dan fungsi biokimianya belum bekerja seperti bayi yang lebih tua terutama dalam disfungsi pernafasan, ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelektasis dan kematian (Maulana,

2009).

2.3.1Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Bayi Berat Lahir Rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan dalam 2 kategori, yaitu BBLR karena premature atau BBLR karena intrauterine growth retardation

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang beratnya kurang dari 2,5 kilogram saat dilahirkan. BBLR diketahui dengan menimbang bayi sebelum 30 menit setelah lahir. Bila penimbangan bayi tidak mungkin dilakukan, masih ada cara mengenal BBLR, yaitu dengan mengukur lingkar lengan atas bayi. Lengan atas bayi normal minimal 9,5 cm. Jika tubuhnya kurang berisi, ototnya lembek dan kulitnya mungkin keriput atau tipis serta lebih kecil dari bayi normal, bayi termasuk kategori BBLR (Indiarti, 2009).

(IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang (Surasmi, 2003).


(52)

Menurut Krisnadi (2009), berdasarkan usia kehamilan, bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibedakan menjadi 2 tipe yaitu:

1. Prematur yaitu bayi yang lahir lebih awal dari waktunya (kehamilan < 37 minggu); disebabkan oleh berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih remaja, kehamilan kembar, pernah melahirkan bayi prematur sebelumnya,

cervical imcompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak mampu menahan

berat bayi dalam rahim), perdarahan sebelum atau saat persalinan (antepartum hemorrhage), dan ibu hamil yang sedang sakit.

2. Bayi kecil masa kehamilan (KMK) yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi memiliki berat badan kurang. Bayi KMK ini dapat dibagi tiga yaitu bayi kurang bulan (pre term), cukup bulan (aterm), lewat bulan (post term). Bayi ini sering

dsebut juga dengan sebutan Small for Gestational Age (SGA) atau Small for Date

(SDA). Hal ini dikarenakan janin mengalami gangguan pertumbuhan di dalam uterus sehingga pertumbuhan janin mengalami hambatan. Beberapa penyebabnya seperti : ibu hamil kekurangan nutrisi, ibu memiliki hipertensi, preeklamsi, atau anemia, kehamilan kembar, kehamilan lewat waktu, malaria kronik, penyakit kronik, dan ibu hamil merokok. Bayi KMK dibagi atas:

a. Proportionate intra Uterine Growth Retardation (IUGR) adalah janin yang

menderita distres yang lama, dimana gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum lahir, sehingga berat, panjang kepala dan lingkar kepala dalam proporsi yang seimbang, akan tetapi keseluruhannya masih berada di bawah masa gestasi yang sebenamya.


(53)

b. Disproportionate Intra Uterine Growth Retardation, terjadi akibat distress sub

akut. Gangguan terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan lingkar kepala normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak kurus dan lebih panjang dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering keriput dan mudah diangkat.

2.3.2 Penyebab Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

BBLR terjadi karena bayi lahir sebelum waktunya atau usia kelahiran belum mencapai 9 bulan, bayi lahir cukup bulan tetapi pertumbuhan ketika dalam kandungan tidak baik karena ibu kurang gizi, kurang darah, sering sakit, banyak merokok atau bekerja berat (Indiarti, 2009).

Penyebab BBLR sangat multifaktorial, seperti asupan gizi ibu sangat kurang pada masa kehamilan, gangguan pertumbuhan dalam kandungan (janin tumbuh lambat), faktor plasenta, infeksi, kelainan rahim ibu, trauma, dan lain sebagainya (Maulana, 2009).

Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas, artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. "Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan


(54)

keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang" (Widyastuti, 2009).

BBLR disebabkan oleh proses paling penting yaitu persalinan prematur atau pertumbuhan intra urine yang lambat atau kedua-duanya (Depkes RI, 2008) :

1. Persalinan prematur atau kurang bulan

Persalinan prematur atau kurang bulan adalah bayi lahir pada umur kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu. Pada umumnya bayi kurang bulan disebabkan tidak mampunya uterus menahan janin, gangguan selama kehamilan, lepasnya plasenta lebih cepat dan waktunya atau rangsangañ yang memudahkan terjadinya kontraksi uterus sebelum cukup bulan. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim. Semakin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh semakin kurang sempurna dan prognosisnya semakin kurang baik, kelompok BBLR ini sering mendapat penyulit atau komplikasi akibat kurang matangnya organ karena masa gestasi yang kurang (prematur).

2. Pertumbuhan intrauterine yang lambat atau bayi lahir kecil untuk masa kehamilan

Pertumbuhan intrauterine yang lambat atau bayi lahir kecil untuk masa kehamilan

karena ada hambatan pertumbuhan pada saat dalam kandungan (janin tumbuh lambat). Retardasi pertumbuhan intrauterine berhubungan dengan keadaan yang

mengganggu sirkulasi dan efisiensi plasenta dengan pertumbuhan dan perkembangan janin atau dengan keadaan umum dan gizi ibu. Keadaan ini mengakibatkan kurangnya oksigen dan nutrisi secara kronik dalam waktu yang


(55)

lama untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Kematangan fungsi organ tergantung pada usia kehamilan walaupun berat lahirnya kecil.

2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Terjadinya BBLR

Sulit untuk mengetahui secara pasti penyebab BBLR, namun ada beberapa faktor resiko yang erat hubungannya dengan kejadian BBLR. Menurut WHO (1998), adapun faktor-faktor resiko tersebut adalah

1. Karakteristik Ibu

a. Umur saat melahirkan

Umur ibu yang paling baik untuk melahirkan adalah berkisar antara 20-35 tahun, makin jauh umur ibu dan rentang waktu tersebut makin besar resiko bagi ibu maupun anaknya. Banyak penelitian yang menghubungkan antara umur ibu dengan kejadian BBLR 12,69 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang berumur lebih dari 20 tahun (JNPKKR, 2004). Menurut Kramer (1987) yang dikutip oleh institute of medicine, secara umum ibu yang umurnya lebih muda akan mernpunyai bayi yang

lebih kecil dibandingkan dengan ibu yang lebih tua. Penelitian menunjukkan angka kematian dan kesakitan ibu akan tinggi bila melahirkan terlalu muda atau terlalu tua, yaitu usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun.

Menurut SKDI 1994, proporsi ibu hamil berusia kurang dan 20 tahun sebesar 25,4% dan usia lebih dan 35 tabun sebesar 19,5%. Faktor usia pada wanita hamil di negara berkembang perlu diperhatikan, hal ini dikarenakan perkawinan pada masyarakat di pedesaan sering terjadi pada usia muda, yaitu sekitar usia menarche. Di


(56)

usia ini resiko untuk melahirkan BBLR sekitar 2 kali lipat dan yang hamil pada usia 2 tahun setelah menarche (Sutjiningsih, 1995).

Pada umur ibu yang masih muda perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologisnya belum optimal serta belum tercapai emosi dan kejiwaan yang cukup matang yang akhimya akan mempengaruhi janin yang dikandungnya. Di sisi lain pada umur yang tua akan banyak merugikan perkembangan janin selama periode dalam kandungan, hal ini disebabkan oleh karena penurunan fungsi fisiologik dan reproduksinya (Maulana, 2009).

b. Usia kehamilan saat melahirkan

Makin rendah usia kehamilan maka semakin kecil bayi yang dilahirkan, dan makin tinggi morbiditas dan mortalitasnya. Bayi yang dilahirkan prematur (< 37 minggu) belum mempunyai alat-alat yang tumbuh lengkap seperti bayi matur ( 37 minggu), oleh sebab itu ia memiliki lebih banyak kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya. Makin pendek umur kehamilannya makin kurang sempurna alat-alat dalam tubuhnya, yang mengakibatkan makin mudah terjadi komplikasi dan makin tinggi angka kematiannya. Dalam hal ini sebagian besar kematian neonatal terjadi pada bayi-bayi prematur.

c. Status bekerja

Ibu yang bekerja pada waktu bayi ada dalam kandungan tidak begitu memengaruhi keadaan bayi asalkan pada trimester pertama dan kedua saja. Bila ibu bekerja pada trimester ketiga maka angka prematuritas akan naik. Istirahat pada trimester ketiga adalah sangat penting untuk ibu dan calon bayi (Indiarti, 2009).


(57)

d. Tingkat pendidikan

Pendidikan ibu mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga, variabel tersebut secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya BBLR. Dengan pendidikan, seseorang dapat menerima lebih banyak informasi dan memperluas cakrawala berpikir sehingga mudah untuk mengembangkan diri, mengambil keputusan dan bertindak.

Secara konsisten penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki ibu mempunyai pengaruh kuat pada perilaku reproduksi, kelahiran, kematian anak dan bayi, kesakitan, dan sikap serta kesadaran atas kesehatan keluarga. Latar belakang pendidikan itu mempengaruhi sikapnya dalam pemilihan pelayanan kesehatan dan pola konsumsi makan yang berhubungan juga dengan peningkatan berat badan ibu semasa hamil yang pada saatnya akan mempengaruhi kejadian BBLR. Ibu yang berpendidikan rendah sulit untuk menerima inovasi dan sebagian besar kurang mengetahui pentingnya perawatan pra kelahiran. Disamping itu juga mempunyai keterbatasan mendapatkan pelayanan antenatal yang adekuat, keterbatasan mengkonsumsi makanan yang bergizi selama hamil. Kesemuanya ini akan mengganggu kesehatan ibu dan janin, bahkan sering mengalami keguguran atau lahir mati (Varney, 2003).

e. Tinggi badan sebelum hamil

Tinggi badan selain ditentukan oleh faktor genetik juga ditentukan oleh status gizi pada masa kanak-kanak, keadaan ini dapat diartikan bahwa gangguan gizi waktu anak-anak pengaruhnya sangat jauh sampai dengan masa reproduksi (JNPKKR,


(58)

2004). Pengukuran tinggi badan ibu hamil sedapat mungkin dilaksanakan pada awal kehamilan, untuk menghindari kesalahan akibat perubahan postur tubuh.

Perubahan postur tubuh dapat mengurangi ukuran tinggi badan sepanjang 1 cm (institute of medicine, 1990). Ibu yang mempunyai tinggi badan kurang dan 144

cm akan melahirkan bayi yang lebih kecil dibandingkan ibu yang mempunyai tinggi badan normal. Penelitian Budiman di Garut (1996) menyebutkan bahwa ibu hamil yang mempunyai TB 145 cm akan melahirkan bayi dengan BBLR 3,06 kali lebih besar dan pada ibu yang tinggi badannya lebih dan 145 cm.

f. Berat badan sebelum hamil

Berat badan ibu merupakan parameter penting selama kunjungan ANC. BB selama kehamilan adalah indikator untuk menentukan status gizi ibu. Bila berat badan ibu pada kunjungan pertama ANC kurang dan 47 kg maka kemungkinan melahirkan bayi BBLR adalah 1,73 kali lebih besar bila dibandingkan dengan ibu yang berat badannya lebih atau sama dengan 47 kg (Kestler, 1991).

Berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikan berat badannya selama hamil temyata dapat berpengaruh terhadap kesehatan serta pertumbuhan janin dalam kandungannya. Kesehatan dan pertumbuhan jamn sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibunya., salah satu faktor penting untuk kesehatan ibu adalah pengaturan berat badan, yang sebaiknya dilakukan sejak si ibu merencanakan kehamilan. Indeks massa tubuh yang normal untuk wanita yaitu antara 19-23. Bila berat badan ibu sebelum hamil terlalu kurus atau terlalu gemuk, maka sebiknya diatur dulu agar berat badannya normal.


(59)

g. Pertambahan berat badan

Pertambahan BB kurang dan 210 gram per minggu akan memberikan resiko melahirkan BBLR 1,85 kali lebih besar bila dibandingkan dengan ibu yang penambahan BB nya lebih atau sama dengan 210 gram per minggu (Kestler, 1991), jadi pertambahan BB 8-13 kg selama kehamilan dianggap normal, sehingga pada akhir kehamilan minimal BB ibu adalah 55 kg.

Berikut ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk pertambahan berat badan ibu selama kehamilan :

1) Bila berat badan ibu sebelum hamil adalah normal, maka kenaikan berat badan ibu sebaiknya antara 9-12 kg.

2) Bila berat badan sebelumnya adalah berlebih, maka kenaikan berat badannya cukup 6-9 kg saja.

3) Bila sebelum kehamilan berat badan ibu adalah kurang, maka kenaikan berat badannya sebaiknya 12-15 kg.

4) Jika ibu mengandung bayi kembar dua atau lebih, maka kebaikan berat badan selama kehamilan harus lebih banyak lagi, tergantung dan jumlah bayi yang dikandung.

h. LLA

Indikator untuk mengetahui status gizi ibu hamil adalah dengan menggunakan LLA. LLA adalah Lingkar Lengan Atas. LLA kurang dari 23,5 cm merupakan indikator kuat untuk status gizi yang kurang/buruk. Ibu berisiko melahirkan anak dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Dengan demikian, bila hal ini ditemukan


(1)

Ranks

Ktg_BBLR N Mean Rank Sum of Ranks

K1_K4 Berat bayi lahir rendah

(1501-2500 gram) 71 50,20 3564,50

Berat bayi lahir amat rendah

(<1500 gram) 23 39,15 900,50

Total 94

BB Berat bayi lahir rendah

(1501-2500 gram) 71 51,25 3639,00

Berat bayi lahir amat rendah

(<1500 gram) 23 35,91 826,00

Total 94

TB Berat bayi lahir rendah

(1501-2500 gram) 71 47,37 3363,50

Berat bayi lahir amat rendah

(<1500 gram) 23 47,89 1101,50

Total 94

TT Berat bayi lahir rendah

(1501-2500 gram) 71 50,64 3595,50

Berat bayi lahir amat rendah

(<1500 gram) 23 45,80 969,50

Total 94

Fe Berat bayi lahir rendah

(1501-2500 gram) 71 51,15 3631,50

Berat bayi lahir amat rendah

(<1500 gram) 23 36,24 833,50

Total 94

TFU Berat bayi lahir rendah

(1501-2500 gram) 71 53,27 3782,00

Berat bayi lahir amat rendah

(<1500 gram) 23 29,70 683,00

Total 94

LLA Berat bayi lahir rendah

(1501-2500 gram) 71 51,01 3621,50

Berat bayi lahir amat rendah

(<1500 gram) 23 36,67 843,50


(2)

Test Statistics(a)

K1_K4 BB TB TT Fe TFU LLA

Mann-Whitney U 624,500 550,000 807,500 693,500 557,500 407,000 567,500

Wilcoxon W 900,500 826,000 3363,500 869,500 833,500 683,000 843,500

Z -1,739 -2,352 -,080 -2,318 -2,483 -3,698 -2,221

Asymp, Sig, (2-tailed) ,082 0,019 ,936 ,060 ,013 ,000 ,026

a Grouping Variable: Luaran BBLR

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

Luaran BBLR N

Mean Rank

Sum of Ranks K1_K4 Berat bayi lahir amat rendah (<1500 gram) 23 15,43 355,00

Berat bayi lahir amat sangat rendah (=1000

gram) 6 13,33 80,00

Total 29

BB Berat bayi lahir amat rendah (<1500 gram) 23 16,67 383,50 Berat bayi lahir amat sangat rendah (=1000

gram) 6 8,58 51,50

Total 29

TB Berat bayi lahir amat rendah (<1500 gram) 23 15,98 367,50 Berat bayi lahir amat sangat rendah (=1000

gram) 6 11,25 67,50

Total 29

TT Berat bayi lahir amat rendah (<1500 gram) 23 13,61 313,00 Berat bayi lahir amat sangat rendah (=1000

gram) 6 20,33 122,00

Total 29

Fe Berat bayi lahir amat rendah (<1500 gram) 23 15,46 355,50 Berat bayi lahir amat sangat rendah (=1000

gram) 6 13,25 79,50

Total 29

TFU Berat bayi lahir amat rendah (<1500 gram) 23 15,33 352,50 Berat bayi lahir amat sangat rendah (=1000

gram) 6 13,75 82,50

Total 29

LLA Berat bayi lahir amat rendah (<1500 gram) 23 16,15 371,50 Berat bayi lahir amat sangat rendah (=1000

gram) 6 10,58 63,50


(3)

Mann-Whitney U 59,000 30,500 46,500 37,000 58,500 61,500 42,500

Wilcoxon W 80,000 51,500 67,500 313,000 79,500 82,500 63,500

Z -,575 -2,087 -1,224 -2,116 -,723 -,445 -1,483

Asymp, Sig, (2-tailed) ,565 ,037 ,221 ,034 ,470 ,657 ,138

Exact Sig, [2*(1-tailed

Sig,)] ,618(a) ,036(a) ,232(a) ,090(a) ,581(a) ,694(a) ,158(a)

a Not corrected for ties,

b Grouping Variable: Luaran BBLR

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Ranks

Luaran BBLR N Mean Rank Sum of Ranks

K1_K4 Berat bayi lahir rendah (1501-2500 gram) 71 40,01 2841,00

Berat bayi lahir amat sangat rendah (=1000 gram) 6 27,00 162,00

Total 77

BB Berat bayi lahir rendah (1501-2500 gram) 71 41,59 2953,00

Berat bayi lahir amat sangat rendah (=1000 gram) 6 8,33 50,00

Total 77

TB Berat bayi lahir rendah (1501-2500 gram) 71 39,90 2833,00

Berat bayi lahir amat sangat rendah (=1000 gram) 6 28,33 170,00

Total 77

TT Berat bayi lahir rendah (1501-2500 gram) 71 38,46 2731,00

Berat bayi lahir amat sangat rendah (=1000 gram) 6 45,33 272,00

Total 77

Fe Berat bayi lahir rendah (1501-2500 gram) 71 40,37 2866,00

Berat bayi lahir amat sangat rendah (=1000 gram) 6 22,83 137,00

Total 77

TFU Berat bayi lahir rendah (1501-2500 gram) 71 41,15 2921,50

Berat bayi lahir amat sangat rendah (=1000 gram) 6 13,58 81,50

Total 77

LLA Berat bayi lahir rendah (1501-2500 gram) 71 41,01 2912,00

Berat bayi lahir amat sangat rendah (=1000 gram) 6 15,17 91,00


(4)

Test Statistics(a)

K1_K4 BB TB TT Fe TFU LLA

Mann-Whitney U 141,000 29,000 149,000 175,000 116,000 60,500 70,000

Wilcoxon W 162,000 50,000 170,000 2731,000 137,000 81,500 91,000

Z -1,410 -3,508 -1,233 -,848 -1,994 -2,981 -2,753

Asymp, Sig, (2-tailed) ,159 ,000 ,218 ,397 ,046 ,003 ,006

a Grouping Variable: Luaran BBLR

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

K1_K4 BB TB TT Fe TFU LLA

Luaran BBLR

N 100 100 100 100 100 100 100 100

Normal Parameters (a,b)

Mean

2.57 54.20 153.5

3 1.05 52.500 25.6

5 24.545 1904.00

Std.

Deviation 1.409 4.814 3.186 .592

25.717 0

2.45

5 2.8631 481.038 Most Extreme

Differences

Absolute

.217 .083 .158 .334 .329 .161 .225 .151

Positive .217 .083 .126 .334 .329 .161 .225 .108

Negative -.133 -.083 -.158 -.316 -.198 -.149 -.127 -.151

Kolmogorov-Smirnov Z 2.171 .834 1.577 3.33

6 3.292 1.61

2 2.255 1.508

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .489 .014 .000 .000 .011 .000 .021

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.


(5)

Medan Deli dan Medan Labuhan)

No

Kecamatan

Puskesmas

Klinik Bersalin

Jlh BBLR

1.

Medan Barat

Puskesmas Pulo Brayan

KlinikBersalin Pelita

9

.

Puskesmas Sei Agul

Klinik.Bersalin Sejahtera

16

Klinik Bersalin Ratna

12

Puskesmas Glugur Kota

Klinik Bersalin Clara

17

2.

Medan

Helvetia

Puskesmas Helvetia

Klinik Bersalin Mariana

Klinik Bersalin Lordes

13

8

Klinik Bersalin Ekasari

11

Klinik Bersalin Sepakat Sehat

9

Klinik Bersalin Mariati

12

3.

Medan Deli

Puskesmas Medan Labuhan Klinik Bersalin Risma

3

Klinik Bersalin Diana

3

Klinik Bersalin Sri Hanum

4

Klinik Bersalin Mariani

4

Klinik Bersalin Yose

3

Klinik Bersalin Yani

4

Klinik Bersalin Suhesti

5

Klinik Bersalin Kartika

3

Klinik Bersalin Dandy

4

Klinik Bersalin Bunda

3

Klinik Bersalin Indra

3

Klinik Bersalin Surya

2

Klinik Bersalin Rosmawaty

3

Klinik Bersalin Latifah

Hanum

3

Klinik Bersalin Rawit

4

4.

Medan

Labuhan

Puskesmas Medan

Labuhan

Klinik Bersalin Afanisi

3

Puskesmas Martubung

Andika Rospita

5

Puskesmas Pekan Labuhan

Klinik Bersalin Reja Syifa

8

Klinik Bersalin Lily

5

Klinik Bersalin Bunda Riani

4

Klinik Bersalin Suprapti

4

Klinik Bersalin Esta

2

Klinik Bersalin Evi Sudari

3


(6)

Klinik Bersalin Masta

8

Klinik Bersalin Rosmawaty

5

Klinik Bersalin Riri Astuty

12

Klinik Bersalin Dewi

3