Faktor Risiko Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012- 2014

(1)

FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH

(BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA

TANGERANG SELATAN TAHUN 2012- 2014

Laporan Skripsi

Disusun Oleh :

KARLINA SULISTIANI

1110101000002

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(3)

iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

Skripsi, Juli 2014

Karlina Sulistiani, NIM 111010100002

FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2012- 2014

(xiv, 165 Halaman, 15 Tabel, 73 Gambar, 5 Lampiran)

ABSTRAK

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor risiko yang mempunyai konstribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa neonatal. Di Kota Tangerang Selatan kasus BBLR meningkat selama selama 4 tahun terakhir yaitu pada tahun 2010 sebanyak 185 orang, tahun 2011 sebanyak 204 orang, tahun 2012 sebanyak 168 orang dan pada tahun 2013 sebanyak 255 orang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012-2014. Penelitian ini menggunakan desain case control unmatched, sampel penelitian adalah ibu yang melakukan kunjungan ANC (Ante Natal Care) dan melahirkan pada bulan Januari 2012-April 2014 ditolong oleh tenaga kesehatan. Sampel dalam penelitian ini berjumlan 285 dengan perbandingan kasus kontrol 1:2. Cara pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Analisis menggunakan uji OR. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tinggi badan ibu <145cm berisiko 6,337 kali, umur kehamilan <37minggu berisiko 143,5 kali, KEK berisiko 8,179 kali dan anemia berisiko 3,989 kali menyebabkan BBLR. Adanya kejadian BBLR (95 kasus) sebagian besar adalah pada ibu yang berumur antara 20-35 tahun (91,6%), memiliki tinggi badan ≥145cm (93,7%), mengalami penambahan berat badan ≥10kg (60%), melahirkan pada usia kehamilan ≥37minggu (56,8%), tidak mengalami KEK (81,1 %), tidak menderita anemia (67,4%), melahirkan bayi tunggal (82,1%), tingkat pendidikan tinggi (60%), ibu rumah tangga (93,7%), tidak mengalami komplikasi kehamilan (87,4%) dan tidak adanya penyakit pada saat hamil (93,7%). Tinggi badan, umur kehamilan, KEK, anemia berisiko terhadap BBLR sehingga perlunya mengadakan penyuluhan kepada ibu hamil mengenai risiko BBLR dan dampak yang ditimbulkan akibat BBLR dan pemantauan status gizi ibu sebelum dan selama hamil perlu dilakukan lebih intensif sehingga insidensi BBLR di Kota Tangerang Selatan dapat diturunkan.

Kata kunci : BBLR, Ibu hamil, Faktor Risiko Daftar Bacaan: 63 (2000-2014)


(4)

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

DEPARTMENT OF EPIDEMIOLOGY UNDERGRADUATED THESIS, July 2014 Karlina Sulistiani, NIM 111010100002

RISK FACTORS OF LOW BIRTH WEIGHT (LBW) IN HEALTH CENTER OF SOUTH TANGERANG CITY AT 2012- 2014.

(xiv, 165 Pages, 15 Tables, 73 Figure, 5 Attachments)

ABSTRACT

Infant Mortality Rate (IMR) is the indicator to determine the health status of children. Low Birth Weight (LBW) is one of risk factors that contribute to infant mortality in the neonatal period. In South Tangerang City, LBW cases have increased in the last 4 years. The number of LBW cases were 185 (2010), 204 (2011), 168 (2012) and 255 (2013). This study aims to determine the risk factors of LBW in Health Center of South Tangerang City during 2012-2014 period. This study used unmatched case-control design, the sample were mothers doing antenatal care visit and having delivery with health personnel between January 2012-April 2014. The sample size of this study was 285 with case-control comparison of 1: 2. Technique sampling was purposive sampling. Analysis used the OR test. The results showed that incidence of LBW is influenced by maternal height <145 cm (OR: 6.337), gestational age <37 weeks (OR: 143.5), deficiency of energy (OR:8.179) and anemia (OR: 3.989). The cases of LBW (95 cases) most delivery with mothers between 20-35 years (91.6%), height ≥ 145 cm (93.7%), weight gain ≥ 10 kg (60%), gave birth at ≥ 37 weeks' gestation (56.8%), haven’t deficiency of energy (81.1%), haven’t anemia (67.4%), delivery with single baby (82.1%), higher education level (60% ), housewives (93.7%), haven’t experience pregnancy complications (87.4%) haven’t disease (93.7%). Counseling to pregnant women about the risk and the impact of LBW and monitoring the nutritional status of the mother before and during pregnancy needs to be strengthened and enforced in effort to reduce incidence of LBW in South Tangerang City.

.

Key Words: Low Birth Weight, Pregnancy Mother, Risk Reading List: 63 (2000-2014)


(5)

v


(6)

(7)

vii

RIWAYAT HIDUP PENULIS

A. Identitas Pribadi

Nama : Karlina Sulistiani

Tempat, Tanggal Lahir : Pandeglang, 11 Oktober 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat :Ds.Pangkalan RT 01/02, Kecamatan

Sobang, Kabupaten Pandeglang, Banten, 42281

No. telp : 087773242757

Email : karlinasulistiani@ymail.com

B. Riwayat Pendidikan

1. 1997 - 2003 : SD Negeri Pangkalan 3, Pandeglang 2. 2003 - 2006 : SMP Negeri 2 Panimbang, Pandeglang 3. 2006 - 2010 : SMA Daar El Qolam, Tangerang

4. 2010 – sekarang : S1-Peminatan Epidemiologi, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, Juli 2014


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat taufik dan hidayah-Nya laporan skripsi ini dapat terselesaikan dengan judul “Faktor Risiko Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012-2014”. Laporan Skripsi ini penulis susun dalam

rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat, di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan laporan skripsi ini banyak kekurangannya. Namun berkat bimbingan ibu Narila Mutia Nasir, SKM, MKM, Ph.D dan ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes serta dorongan dari berbagai pihak maka hambatan itu sedikit banyak dapat diatasi.

Penulis berharap semoga laporan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi siapa saja yang memerlukannya. Akhir kata pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak, Ibu dan nenek tercinta yang tak hentinya selalu memberikan

kasih sayang, semangat dan mendoakan penulis di setiap waktunya. 2. Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

ix 3. Ir.Febriyanti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta .

4. Para Dosen Kesehatan Masayarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

5. Para Dosen Peminatan Epidemiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu, nasihat dan motivasinya.

6. Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan. 7. dr.Toni Wandra Ph.D yang telah membimbing dan memberikan

ilmunya kepada penulis.

8. dr.Sholah Imari M.Sc yang telah meluangkan waktu sibuknya dalam memberikan ilmunya kepada penulis.

9. Anton Wibawa S.K.M, M.K.M yang telah memberikan arahan, bimbingannya serta nasihat-nasihatnya.

10.Ridwan Fauzi Muhsin S.HI yang selalu memberikan motivasi, nasihat dan selalu meluangkan waktunya kepada penulis dalam setiap proses penelitian ini.

11.Semua staf Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang senantiasa bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi.


(10)

x 12.Semua Bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan

yang telah membantu peneliti dalam mengumpulkan data penelitian. 13.Teman-teman epidemiologi tercinta, Tri Bayu, Kartika, Rizka, Siti

Malati, Ana, Najah, Mayli, Harun, Zata, Wiwid, Fajriatin, Sofwatunnida, Nur Lutfiyah dan Putri yang selalu memberikan semangat, motivasi dan meluangkan waktunya untuk berdiskusi. 14.Semua pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,

terima kasih atas dukungannya.

Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga laporan skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan berharap ada kritik atau saran yang membangun untuk kesempurnaan laporan skripsi ini.

Jakarta, Juli 2014


(11)

xi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN... v

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR ISTILAH ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.4.1 Tujuan Umum ... 8

1.4.2 Tujuan Khusus ... 8

1.5 Manfaat Penelitian... 10

1.5.1 Mahasiswa ... 10

1.5.2 Institusi Pendidikan... 10

1.5.3 Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ... 10

1.5.4 Masyarakat ... 10

1.6 Ruang Lingkup ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ... 12

2.2 Klasifikasi BBLR ... 13

2.3 Masalah – Masalah pada BBLR ... 15

2.4 Gambaran Klinis Bayi Dengan BBLR ... 17

2.5 Tata Laksana Bayi BBLR Saat Lahir ... 18

2.6 Faktor Risiko Kejadian BBLR ... 20

2.7 Kerangka Teori ... 59

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS .... 61

3.1 Kerangka Konsep ... 61

3.2 Definisi Operasional... 63

3.3 Hipotesis ... 67

BAB IV METODE PENELITIAN ... 69

4.1 Desain Penelitian ... 69

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 70

4.3 Populasi dan Sampel ... 70

4.3.1Populasi ... 70

4.3.2Sampel Kasus ... 70

4.3.3Sampel kontrol... 71

4.4 Cara Pengambilan Sampel ... 71

4.5 Perhitungan Besar Sampel Penelitian ... 71


(12)

xii

4.7 Pengolahan Data ... 73

4.8 Analisis Data... 74

BAB V HASIL PENELITIAN ... 76

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 76

5.2 Gambaran Berat Badan Bayi ... 78

5.3 Analisis Faktor Risiko Kejadian BBLR ... 80

BAB VI PEMBAHASAN ... 93

6.1 Keterbatasan Penelitian ... 93

6.2 Gambaran Berat Badan Bayi ... 93

6.3 Analisis Faktor Risiko Kejadian BBLR ... 95

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 123

7.1Simpulan ... 123

7.2Saran ... 123


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Definisi Operasional Penelitian ... 63

Tabel 2 Perhitungan Besar Sampel ... 72

Tabel 3 Distribusi Berat Badan Bayi ... 63

Tabel 4 Distribusi BBLR ... 92

Tabel 5 Risiko Umur Ibu Terhadap BBLR ... 95

Tabel 6 Risiko Tinggi Badan Ibu Terhadap BBLR ... 96

Tabel 7 Risiko Penambahan Berat Badan Ibu Terhadap BBLR ... 97

Tabel 8 Risiko Umur Kehamilan Ibu Terhadap BBLR ... 98

Tabel 9 Risiko Kek Ibu Terhadap BBLR ... 100

Tabel 10 Risiko Anemia Ibu Terhadap BBLR ... 101

Tabel 11 Risiko Kehamilan Ganda Terhadap BBLR ... 102

Tabel 12 Risiko Tingkat Pendidikan Ibu Terhadap BBLR ... 103

Tabel 13 Risiko Status Bekerja Ibu Terhadap BBLR ... 104

Tabel 14 Risiko Komplikasi Kehamilan Ibu Terhadap BBLR ... 105


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Teori Kejadian BBLR ... 60

Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian ... 62

Gambar 3 Rancangan Penelitian Kasus Kontrol ... 69


(15)

xv

DAFTAR ISTILAH

AKB Angka Kematian Bayi

ANC Antenatal Care

BBLR Bayi Berat Lahir Rendah

BBLN Bayi Berat Lahir Normal

BBLASR Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah BBLSR Bayi Berat Lahir Sangat Rendah

BMK Besar Masa Kehamilan

FAS Fetal Alcoholic Syndrome

IMD Inisiasi Menyusui Dini

IUGR Intrauterine Growth Retardation

HPHT Hari Pertama Haid Terakhir

LILA Lingkar Lengan Atas

KB Kurang Bulan

KEK Kekurangan Energi Kronik

KMK Kecil Masa Kehamilan

MDGs Milenium Development Goals

NCB KMK Neonatus Cukup Bulan-Kecil Untuk Masa Kehamilan NKB KMK Neonatus Kurang Bulan-Kecil Masa Kehamilan NKB SMK Neonatus Kurang Bulan-Sesuai Masa Kehamilan PIH Pregnancy Induced Hypertension

SMK Sesuai Masa Kehamilan


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Form Pelacakan Kasus BBLR Lampiran 2 Kartu Ibu

Lampiran 3 Surat Permohonna Izin Penelitian Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Lampiran 4 Surat Pemberian Iizn Penelitian Dinas Kesehatan Kota Tangernag Selatan


(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak. Selain itu, angka kematian bayi juga merupakan cerminan dari status kesehatan masyarakat. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita adalah masalah yang terjadi pada bayi baru lahir/neonatal (umur 0-28 hari). Masalah neonatal ini meliputi asfiksia (kesulitan bernafas saat lahir), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan infeksi (Depkes, 2011).

Kematian neonatal terdiri atas kematian neonatal dini dan kematian neonatal lanjut. Kematian neonatal dini merupakan kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup dalam 7 hari setelah kelahiran, sedangkan kematian neonatal lanjut merupakan kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup lebih dari 7 hari sampai kurang 29 hari. Angka kematian neonatal adalah jumlah kematian neonatal per 1.000 kelahiran hidup. BBLR merupakan salah satu faktor risiko yang mempunyai konstribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa neonatal (Raharni dkk, 2010).

Menurut UNICEF dan WHO (2004), penurunan kejadian BBLR merupakan salah satu kontribusi penting dalam Millennium Development Goal (MDGs) untuk menurunkan kematian bayi. Pencapaian tujuan dari MDGs dicapai dengan memastikan kesehatan anak pada awal kehidupannya. Oleh karena itu, BBLR merupakan masalah kesehatan yang


(18)

2 perlu mendapatkan perhatian mengingat BBLR merupakan salah satu indikator untuk menilai kemajuan dari tujuan MDGs ini.

BBLR didefinisikan sebagai bayi dengan berat lahir kurang dari 2.500gr dengan tidak memandang masa kehamilan (WHO, 2011). BBLR memberikan kontribusi sebesar 60-80% dari semua kematian neonatal. Prevalensi global BBLR adalah 15,5%, yang berjumlah sekitar 20 juta BBLR lahir setiap tahun dan 96,5% dari mereka berasal dari negara berkembang. Ada variasi yang signifikan dari prevalensi BBLR di beberapa negara, dengan insiden tertinggi di Asia Tengah (27,1%) dan terendah di Eropa (6,4%). BBLR dapat disebabkan karena kelahiran prematur (kelahiran sebelum 37 minggu umur kehamilan) (WHO, 2013).

Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukan bahwa kejadian BBLR di Indonesia memiliki prevalensi sebesar 10,2% sedangkan Banten sendiri memiliki prevalensi BBLR sebesar 10,1%, angka ini hampir mendekati prevalensi BBLR secara nasional. Jika dibandingkan dengan provinsi lain, Banten memiliki proporsi BBLR yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari prevalensi BBLR di Yogyakarta sebesar 9,9% dan DKI Jakarta sebesar 9,5%. Sedangkan kasus BBLR tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah sebesar 18,2% dan terendah di Sumatra Utara sebesar 7,5%.

Berdasarkan laporan dari Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan selama 4 tahun, angka kematian neonatal di Kota Tangerang Selatan tahun 2010 sebesar 2,25/1.000 KH dengan kematian akibat BBLR


(19)

3 sebanyak 25 kasus kematian neonatus dan tahun 2011 sebesar 1,26/1.000 KH dengan kematian akibat BBLR sebanyak 8 kasus kematian neonatus. Pada tahun 2012 sebesar 0,85/1.000 KH dengan kematian akibat BBLR sebanyak 9 kasus kematian neonatus dan pada tahun 2013 kematian bayi sebesar 0,54/1.000 KH dengan kematian akibat BBLR sebanyak 4 kasus kematian neonatus. Sedangkan jumlah kasus BBLR pada tahun 2010 sebanyak 185 orang, tahun 2011 sebanyak 204 orang, tahun 2012 sebanyak 168 orang dan pada tahun 2013 sebanyak 255 orang. Walaupun adanya penurunan jumlah kematian neonatus yang diakibatkan oleh BBLR, namun kejadian BBLR mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Disamping adanya peningkatan kejadian BBLR dari tahun ke tahun, pada tahun 2012 terdapat penambahan sistim dalam pencatatan dan pelaporan kasus BBLR di Kota Tangerang Selatan. Pada tahun 2012 dan sampai saat ini terdapat pelacakan BBLR sehingga jika ditemukan kasus di wilayah kerja puskesmas, maka akan langsung dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

Bayi dengan berat <2.500gr mempunyai risiko 20 kali untuk mengalami kematian jika dibandingkan dengan bayi dengan berat badan normal (WHO, 2004). BBLR menyebabkan berbagai masalah kesehatan, salah satunya masalah kesehatan jangka panjang. BBLR memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami keterbelakangan pada awal pertumbuhan, mudah terkena penyakit menular, dan mengalami kematian selama masa bayi dan masa anak-anak (WHO, 2011).


(20)

4 Faktor risiko kejadian BBLR di Indonesia yaitu ibu hamil yang berumur <20 atau >35 tahun, jarak kehamilan terlalu pendek, ibu mempunyai riwayat BBLR sebelumnya, mengerjakan pekerjaan fisik yang berat, mengerjakan pekerjaan fisik beberapa jam tanpa istirahat, sangat miskin, beratnya kurang dan kurang gizi, merokok, konsumsi obat-obatan terlarang, konsumsi alkohol, anemia, pre-eklampsi atau hipertensi, infeksi selama kehamilan, kehamilan ganda, bayi dengan cacat bawaan dan infeksi selama dalam kandungan (Depkes RI, 2009).

Sedangkan menurut WHO (2004), faktor risiko kejadian BBLR yaitu status gizi, status ekonomi, pendidikan, komplikasi kehamilan, pekerjaan berat, umur kehamilan, umur ibu, riwayat BBLR sebelumnya, alkohol, merokok, obat-obatan terlarang, riwayat penyakit, kehamilan ganda, tinggi badan dan tinggal di daerah ketinggian.

Penelitian yang dilakukan oleh Festy (2009) di Kabupaten Sumenep (Jawa Timur) menemukan bahwa variabel yang berhubungan dengan BBLR adalah kadar Hb ibu, LILA (Lingkar Lengan Atas) ibu, penambahan berat badan selama kehamilan dan pendidikan ibu. Penelitian yang dilakukan Trihardiani (2011) di Kabupaten Singkawang (Kalimantan Barat) menemukan bahwa indeks masa tubuh ibu, anemia kehamillan, LILA, penambahan berat badan ibu pada masa kehamilan, berhubungan dengan BBLR. Variabel yang berhubungan dengan kejadian BBLR menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurfilaila (2012) di Aceh yaitu umur ibu. Penelitian yang dilakukan oleh Surtiati (2002) di Bogor


(21)

5 menunjukan bahwa umur kehamilan berhubungan dengan BBLR. Penelitian yang dilakukan oleh Nurrohmah (2002) di Magelang (Jawa Tengah) menunjukan bahwa faktor umur ibu, status gizi ibu, anemia, riwayat penyakit dan pendidikan berhubungan dengan kejadian BBLR.

Berbagai penelitian yang dikemukakan diatas menyebutkan bahwa faktor anemia, LILA, penambahan berat badan, pendidikan, umur ibu, umur kehamilan, riwayat penyakit memiliki hubungan dengan kejadian BBLR dan lokasi penelitian tersebut banyak dilakukan di rumah sakit atau

hospital based. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor yang berisiko terhadap kejadian BBLR dengan lokasi penelitian berdasarkan komunitas. Selain itu, dengan meningkatnya kasus BBLR di Kota Tangerang Selatan dari tahun ke tahun menjadi alasan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Dengan mengetahui faktor-faktor yang berisiko terhadap kejadian BBLR, maka dapat dilakukan kegiatan intervensi yang tepat sasaran yaitu pada kelompok-kelompok yang berisiko tinggi. Pada akhirnya program tersebut dapat mengurangi insiden BBLR dan angka kematian neonatus di Kota Tangerang Selatan.

1.2 Rumusan Masalah

BBLR merupakan masalah kesehatan yang perlu ditangani secara serius karena BBLR berkontribusi terhadap kematian neonatus dan kematian neonatus merupakan indikator yang menentukan derajat kesehatan masyarakat suatu bangsa. BBLR memiliki risiko 20 kali untuk


(22)

6 mengalami kematian dibandingkan dengan bayi normal. Selain itu, BBLR juga memiliki risiko untuk mengalami keterbelakangan pada masa awal pertumbuhan, mudah terserang penyakit menular dan mengalami kematian selama masa bayi dan anak-anak.

Banyak faktor risiko kejadian BBLR diantaranya yaitu umur ibu, pendidikan, pekerjaan, umur kehamilan, status gizi ibu, tinggi badan, penyakit yang diderita ibu, anemia, komplikasi kehamilan dan penambahan berat badan ibu. Walaupun adanya penurunan jumlah kematian yang disebabkan oleh BBLR, namun kasus BBLR mengalami peningkatan setiap tahunnya di Kota Tangerang Selatan. Maka berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah, yaitu apakah faktor-faktor yang berisiko terhadap kejadian BBLR di Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah umur ibu berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014? 2. Apakah tingkat pendidikan ibu berisiko terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014?


(23)

7 3. Apakah status ibu bekerja berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014?

4. Apakah Kekurangan Energi Kronik (KEK) berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014?

5. Apakah penambahan berat badan ibu berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014?

6. Apakah tinggi badan ibu berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014?

7. Apakah anemia berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014? 8. Apakah umur kehamilan berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014?

9. Apakah penyakit ibu berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014?

10.Apakah komplikasi kehamilan berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014?


(24)

8 11.Apakah kehamilan ganda berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor risiko kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 sampai dengan 2014.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui umur ibu yang berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014.

2. Mengetahui tinggi badan ibu yang berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014.

3. Mengetahui penambahan berat badan ibu yang berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014.

4. Mengetahui umur kehamilan ibu yang berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014.


(25)

9 5. Mengetahui risiko Kekurangan Energi Kronik (KEK) terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014.

6. Mengetahui risiko anemia terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014.

7. Mengetahui risiko kehamilan ganda terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014.

8. Mengetahui tingkat pendidikan ibu yang berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014.

9. Mengetahui status bekerja ibu yang berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014.

10.Mengetahui risiko komplikasi kehamilan terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014.

11.Mengetahui risiko penyakit ibu terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014.


(26)

10

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Mahasiswa

Penelitian ini dapat dijadikan wacana pembelajaran mahasiswa untuk menambah dan memperluas khasanah keilmuan serta sebagai sarana dalam mengaplikasikan keilmuan tentang faktor risiko kejadian BBLR.

1.5.2 Institusi Pendidikan

Selain dapat menambah khasanah keilmuan Program Studi Kesehatan Masyarakat, khususnya dalam Peminatan Epidemiologi, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan penelitian sejenis dan berkelanjutan mengenai faktor risiko kejadian BBLR.

1.5.3 Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan evaluasi dalam pengambilan kebijakan untuk mengurangi morbiditas maupun mortalitas bayi akibat BBLR.

1.5.4 Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat terutama ibu hamil, tentang faktor risiko kejadian BBLR. Sehingga kejadian BBLR dapat dihindari atau setidak-tidaknya dapat dikurangi. Dengan upaya tersebut diharapkan ibu hamil mempunyai kewaspadaan dini terhadap


(27)

11 kejadian BBLR dengan melakukan kunjungan ANC (Antenatal Care) secara rutin.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik yang bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian BBLR di Tangerang Selatan Tahun 2012 sampai dengan 2014. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-April 2014. Desain penelitian yang digunakan adalah studi

case control unmathced. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode Purposive Sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan data sekunder. Sampel pada penelitian ini adalah bayi berat lahir rendah (BBLR) dan bayi berat lahir normal (BBLN) yang lahir pada bulan Januari 2012-April 2014.


(28)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang sangat penting dan paling sering di gunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untukmendiagnosa bayi normal atau BBLR. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang baru lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari 2500gr. BBLR dibedakan dalam dua kategori, yaitu bayi berat lahir rendah karena premature (umur kandungan kurang dari 37 minggu) atau BBLR karena Intrauterine Growth Retardation (IUGR) yaitu bayi cukup bulan tetapi berat badan kurang untuk umurnya (Depkes RI, 2003).

Definisi BBLR menurut World Health Organization (WHO) yaitu berat badan saat lahir <2.500gr (5,5 pon). Berdasarkan pengamatan epidemiologi, bayi dengan berat <2.500gr mempunyai risiko 20 kali untuk mengalami kematian dibandingkan dengan bayi yang berat badanya normal. BBLR lebih banyak terjadi di negara berkembang jika dibandingkan dengan negara-negara maju (WHO, 2004).

Menurut Manuaba (2010) istilah prematuritas telah diganti dengan BBLR karena terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat badan lahir <2.500gr, yaitu karena umur kehamilan <37 minggu, berat badan lebih rendah dari semestinya sekalipun umur cukup atau karena kombinasi keduanya. Pilliteri (1986) menyebutkan BBLR merupakan


(29)

13 neonatus atau bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat lahirnya <2.500gr.

BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang <2500gr tanpa memandang masa kehamilan. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Penyebab BBLR sangat kompleks. BBLR dapat disebabkan oleh kehamilan kurang bulan, bayi kecil untuk masa kehamilan atau kombinasi keduanya. Bayi kurang bulan adalah bayi yang lahir sebelum umur kehamilan 37 minggu. Sebagian bayi kurang bulan belum siap hidup di luar kandungan dan mendapatkan kesulitan untuk mulai bernafas, menghisap, melawan infeksi dan menjaga tubuhnya agar tetap hangat (Depkes RI, 2009).

Bayi kecil masa kehamilan (KMK) adalah bayi yang tidak tumbuh dengan baik dalam kandungan selama kehamilan. Ada 3 kelompok bayi yang termasuk KMK yaitu KMK lebih bulan, KMK cukup bulan, KMK kurang bulan. Bayi KMK cukup bulan kebanyakan mampu bernafas dan menghisap dengan baik. Sedangkan bayi KMK kurang bulan kadang kemampuan bernafas dan menghisap lemah (Depkes RI, 2009).

2.2 Klasifikasi BBLR

BBLR dapat digolongkan menjadi (Maryunani, 2013):

a. Firmansjah (1998) dalam Maryunani (2013) menyebutkan bahwa ada beberapa istilah bayi prematur atau bayi lahir rendah yang harus diketahui karena berhubungan dengan prognosis dan penatalaksanaanya. Menurut Firmansjah neonatus dengan berat badan


(30)

14 lahir rendah adalah bayi yang kurang dari 2.500gr. Dalam hal ini disebutkan juga oleh firmansjah bahwa Neonatus yang termasuk dalam BBLR mungkin termasuk salah satu dari beberapa keadaan, yaitu : 1) NKB SMK (neonatus kurang bulan-sesuai masa kehamilan) adalah

bayi prematur dengan berat badan lahir yang sesuai dengan masa kehamilan

2) NKB KMK (neonatus kurang bulan-kecil masa kehamilan) adalah bayi prematur dengan berat badan lahir kurang dari normal menurut umur kehamilan.

3) NCB KMK (neonatus cukup bulan-kecil untuk masa kehamilan) adalah bayi yang lahir cukup bulan dengan berat badan lahir kurang dari normal.

b. Selain itu sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran, BBLR dibagi lagi menurut berat badan lahir, yaitu :

1) Bayi yang berat lahirnya kurang dari 2500gr, disebut bayi berat lahir rendah (BBLR)

2) Bayi dengan berat lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birth weight (VLBW) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir antara 1500gr.

3) Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 1000gr.


(31)

15 1) BBLR (berat badan lahir rendah) yaitu bayi dengan berat badan lahir

absolut <2500gr tanpa memandang umur kehamilan.

2) KMK (kecil masa kehamilan) yaitu berat badan <10 persentil dari berat badan berdasarkan umur gestasi.

3) BMK (besar masa kehamilan) yaitu berat badan lahir >90 persentil dari berat badan berdasarkan umur gestasi.

2.3 Permasalahan pada BBLR

Bayi dengan BBLR lebih mudah mengalami kematian atau mengalami masalah kesehatan yang serius. Berat bayi dan masa kehamilan menggambarkan risiko, semakin kecil berat bayi dan semakin muda masa kehamilan maka semakin besar risikonya. Masalah-masalah BBLR antara lain (Depkes RI,2009):

a. Asfiksia

BBLR bisa kurang, cukup atau lebih bulan, semuanya berdampak pada proses adaptasi pernapasan waktu lahir sehingga mengalami asfiksia lahir. BBLR membutuhkan kecepatan dan keterampilan dalam tindakan resusitasi.

b. Gangguan Pernapasan

Gangguang napas yang sering terjadi pada BBLR kurang bulan adalah penyakit membran hialin, sedangkan pada BBLR lebih bulan adalah aspirasi mekonium. BBLR yang mengalami gangguan napas harus segera dirujuk ke fasilitas rujukan yang lebih tinggi.


(32)

16 c. Hipotermi

Hipotermi terjadi karena hanya sedikitnya lemak tubuh dan sistem pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum matang. Metode kanguru dengan kontak kulit ibu dengan kulit bayi membantu bayi BBLR agar tetap hangat.

d. Hipoglikemi

Hipoglikemi terjadi karena hanya sedikitnya simpanan energi pada bayi baru lahir dengan BBLR. Bayi dengan BBLR membutuhkan ASI sesegara mungkin setelah lahir dan minum sangat sering (setiap 2 jam) pada minggu pertama.

e. Masalah Pemberian ASI (Air Susu Ibu)

Masalah pada bayi BBLR yaitu ukuran tubuh bayi yang kecil, kurang energi, lemah, lambung kecil dan tidak dapat menghisap, sehingga menyebabkan bayi dengan BBLR membutuhkan bantuan dalam mendapatkan ASI . Pemberian ASI dilakukan dalam jumlah yang lebih sedikit tapi sering. BBLR dengan kehamilan ≥35 minggu dan berat badan lahir ≥2000gr umumnya bisa langsung menetek. f. Infeksi

Karena sistem kekebalan tubuh BBLR belum matang. Keluarga dan tenaga kesehatan yang merawat BBLR harus melakukan tindakan pencegahan infeksi antara lain dengan mencuci tangan dengan baik.


(33)

17 g. Ikterus (kadar bilirubin yang tinggi)

Ikterus terjadi karena fungsi hati belum matang. Bayi dengan BBLR menjadi kuning lebih awal dan lebih lama dari pada bayi yang cukup beratnya.

h. Masalah Pendarahan

Masalah pendarahan berhubungan dengan belum matangnya sistem pembekuan darah saat lahir. Pemberian injeksi vitamin K1 dengan dosis 1 mg intramuskular segera sesudah lahir (dalam 6 minggu pertama). Untuk semua bayi baru lahir dapat mencegah kejadian pendarahan ini. Injeksi ini dilakukan di paha kiri.

2.4 Gambaran Klinis BBLR

Bayi baru lahir dengan berat lahir rendah mempunyai lemak dibawah kulit yang sangat sedikit, karena beratnya kurang dari 2500gr.

a. Tanda-tanda bayi kurang bulan yaitu : 1) Kulit tipis dan mengkilap

2) Tulang rawan telinga sangat lunak, karena belum terbentuk dengan sempurna.

3) Lanugo (rambut halus/lembut) masih banyak ditemukan terutama pada punggung.

4) Jaringan payudara belum terlihat, puting masih berupa titik. 5) Pada bayi perempuan labia mayora belum menutupi labia minora 6) Pada bayi laki-laki skrotum belum banyak lipatan, testis kadang


(34)

18 7) Rajah telapak kaki kurang dari 1/3 bagian atau belum terbentuk 8) Kadang disertai dengan pernapasan tidak teratur

9) Aktifitas dan tangisanya lemah

10)Refleks menghisap dan menelan tidak efektif/lemah b. Tanda-tanda bayi Kecil Masa Kehamilan (KMK) yaitu :

1) Umur bayi dapat cukup, kurang atau lebih bulan tetapi beratnya kurang dari 2500gr.

2) Gerakanya cukup aktif dan tangisanya cukup kuat 3) Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis

4) Bila kurang bulan jaringan payudara kecil dan puting kecil. Bila cukup bulan payudara dan puting sesuai masa kehamilan.

5) Bayi perempuan bila cukup bulan, labia mayora menutupi labia minora.

6) Bayi laki-laki, testis mungkin telah turun 7) Rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian 8) Menghisap cukup kuat

2.5 Tata Laksana BBLR Saat Lahir

Seperti bayi baru lahir lainya, bayi dengan BBLR perlu mendapat perhatian dan tatalaksana yang baik pada saat lahir, yaitu harus mendapat “Pelayanan Neonatal Esensial” (Depkes RI, 2009).

a. Tatalaksana bayi pada saat lahir yaitu : 1) Persalinan yang bersih dan aman 2) Stabilisasi suhu


(35)

19 3) Inisiasi pernapasan spontan

4) Pemberian ASI dini (Inisiasi Menyusui Dini/IMD) dan ASI Eksklusif

5) Pencegahan infeksi dan pemberian imunisasi b. Tatalaksana saat lahir mencakup

1) Penilaian BBLR saat lahir dengan menggunakan parameter yaitu bernapas spontan atau menangis dan air ketuban (keruh atau tidak). 2) Asuhan bayi baru lahir

c. Asuhan bayi baru lahir yaitu:

1) BBLR yang menangis termasuk ke dalam kriteria bayi lahir tanpa asfiksia. Bayi tersebut dalam keadaan bernapas baik dan warna air ketuban jernih. Untuk BBLR yang lahir menangis atau bernapas spontan ini dilakukan asuhan BBLR tanpa asfiksia sebagai berikut: a) Bersihkan lender secukupnya kalau perlu

b) Keringkan dengan kain yang kering dan hangat

c) Segera berikan pada ibu untuk kontak kulit ibu dengan kulit bayi

d) Segera memberikan ASI dini dengan membelai

e) Memandikan bayi dilakukan setelah 24 jam, atau lebih dari 24 jam jika bayi hipotermi <36,5c, suhu lingkungan dingin, ada penyulit yang lain.

f) Profilaksis suntikan vitamin K1 1mg dosis tunggal, IM pada paha kiri anterolateral


(36)

20 g) Salep mata antibiotic

h) Perawatan tali pusat : kering, bersih, tidak dibubuhi apapun dan terbuka

i) Bila berat lahir ≥2000gr dan tanpa masalah atau penyulit, dapat diberikan vaksinasi Hepatitis B pertama pada paha kanan

2) BBLR yang tidak bernapas spontan dimasukan ke dalam kategori lahir dengan asfiksia dan harus segera dilakukan lagkah awal resusitasi dan tahapan resusitasi berikutnya diperlukan :

a) Diputuskan berdasarkan penilaian keadaan bayi baru lahir, yaitu bila air ketuban bercampur mekonium (letak kepala/gawat janin) dan bayi tidak menangis atau tidak bernapas spontan atau bernapas mengap-mengap.

b) Langkah awal resusitasi yaitu jaga bayi dalam keadaan hangat, atur posisi kepala bayi sedikit tengadah, isap lendir dimulut kemudian hidung, keringkan sambil dilakukan rangsang taktil, reposisi kepala, nilai keadaan bayi dengan melihat parameter yaitu usaha napas bila setelah dilakukan penilaian, bayi tidak menangis atau tidak bernapas spontan dan teratur.

2.6 Faktor Risiko Kejadian BBLR

Menurut WHO (2004), bayi dengan berat badan rendah saat lahir adalah salah satu hasil dari kelahiran prematur (sebelum 37 minggu kehamilan ) atau pembatasan pertumbuhan janin (intrauterine). Berat lahir rendah sangat erat kaitannya dengan mortalitas dan morbiditas janin dan


(37)

21 neonatal, menghambat pertumbuhan dan perkembangan kognitif dan penyakit kronis. Banyak faktor yang mempengaruhi durasi kehamilan dan pertumbuhan janin yang akan berpengaruh pada berat lahir bayi. Faktor-faktor tersebut berhubungan untuk bayi, ibu atau lingkungan fisik dan memainkan peran penting dalam menentukan berat lahir bayi dan perkembangan kesehatanya. Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Untuk umur kehamilan yang sama, berat badan anak perempuan lebih kurang dari pada anak laki-laki, bayi sulung lebih ringan dari bayi berikutnya (riwayat BBLR), dan kehamilan ganda.

b. Berat lahir dipengaruhi oleh pertumbuhan janin ibu sendiri dan diet selama masa kelahiran dengan kehamilan

c. Wanita muda memiliki bayi yang lebih kecil, nutrisi ibu hamil, gaya hidup (misalnya, alkohol, merokok atau penyalahgunaan obat) dan eksposur lainnya (misalnya, malaria, HIV atau sifilis), atau komplikasi seperti hipertensi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin serta durasi kehamilan

d. Ibu dengan kondisi sosial-ekonomi rendah sering memiliki bayi berat lahir rendah. Berat lahir rendah terutama terjadi disebabkan oleh status gizi ibu yang buruk dan status kesehatan selama jangka waktu yang panjang, termasuk selama kehamilan, tingginya prevalensi infeksi spesifik dan non - spesifik, atau dari kehamilan komplikasi didukung oleh kemiskinan. secara jasmani menuntut kerja selama kehamilan juga berkontribusi untuk pertumbuhan janin yang buruk.


(38)

22 Penyebab BBLR umumnya tidak hanya satu, sehingga kadang sulit untuk dilakukan tindakan pencegahan. Faktor risiko kejadian BBLR diantaranya ibu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun atau lenih dari 35 tahun, jarak kehamilan terlalu pendek, ibu mempunyai riwayat BBLR sebelumnya, mengerjakan pekerjaan fisik, mengerjakan pekerjaan fisik beberapa jam tanpa istirahat, sangat miskin, beratnya kurang dan kurang gizi, perokok, pengguna obat terlarang, alkohol,anemia, pre-eklampsi atau hipertensi, infeksi selama kehamilan, kehamilan ganda, bayi dengan cacat bawaan dan infeksi selama dalam kandungan (Depkes RI, 2009).

Menurut Manuaba (2010), faktor risiko kejadian BBLR yaitu terdiri dari faktor ibu berupa KEK (Kekurangan Energi Kronik), usia ibu <20 dan >35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah dan pekerjaan yang terlalu berat. Kemudian faktor kehamilan berupa hamil dengan hidramnion, hamil ganda, pendarahan antepartum, komplikasi kehamilan: preeklamsi/eklamsi dan KPD (Ketuban Pecah Dini) dan faktor janin yang terdiri dari cacat bawaan dan infeksi dalam rahim.

Faktor risiko kejadian BBLR menurut WHO (2004), Depkes (2009) dan Manuaba (2010) antara lain:

1. Faktor ibu

a. KEK (Kekurangan Energi Kronik)

Masalah gizi yang sering dihadapi ibu hamil yaitu Kekurangan Energi Kronik (KEK). KEK berdampak negatif terhadap ibu hamil


(39)

23 dan janin yang dikandung berupa peningkatan kematian ibu, sedangkan bayi berisiko mengalami BBLR, kematian dan gangguan tumbuh kembang. Kematian bayi merupakan indikator status kesehatan masyarakat yang penting berhubungan dengan anak sebagai investasi bangsa. Ibu hamil yang KEK sebaiknya mendapatkan makanan tambahan dan peyuluhan yang berkualitas (Festy, 2009).

KEK disebabkan oleh kekurangan energi dalam jangka waktu yang cukup lama. KEK pada wanita di negara berkembang merupakan hasil kumulatif dari keadaan kurang gizi sejak masa janin, bayi dan anak-anak serta berlanjut hingga dewasa. Secara spesifik, penyebab KEK pada ibu hamil adalah akibat dari ketidakseimbangan antara asupan untuk pemenuhan kebutuhan dan pengeluaran energi. Yang sering terjadi adalah adanya ketidaktersediaan pangan secara musiman atau secara kronis di tingkat rumah tangga, distribusi didalam rumah tangga yang tidak proporsional dan beratnya beban kerja ibu hamil (Albugis, 2008).

Energi yang tersembunyi dalam protein ditaksir sebanyak 5180Kkal, dan lemak 36.337Kkal. Agar energi ini bisa ditabung masih dibutuhkan tambahan energi sebanyak 26.224Kkal, yang digunakan untuk mengubah energi yang terikat dalam makanan menjadi energi yang bisa dimetabolisir. Dengan demikian jumlah total energi yang harus tersedia selama kehamilan adalah


(40)

24 74.537Kkal, dibulatkan menjadi 80.000Kkal. Untuk memperoleh besaran energi per hari, hasil penjumlahan ini kemudian dibagi dengan angka 250 (perkiraan lamanya kehamilan dalam hari) sehingga diperoleh angka 300Kkal (Marie, 2002).

Mekanisme terjadinya BBLR akibat Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada ibu hamil yaitu diawali dengan ibu hamil yang menderita KEK yang menyebabkan volume darah dalam tubuh ibu menurun dan cardiac output ibu hamil tidak cukup, sehingga meyebabkan adanya penurunan aliran darah ke plasenta. Menurunya aliran darah ke plasenta menyebabkan dua hal yaitu berkurangnya transfer zat-zat makanan dari ibu ke plasenta yang dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan janin dan pertumbuhan plasenta lebih kecil yang menyebabkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) (Soetjiningsih, 1995 dalam Kemar 2008).

Kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan sangat dipengaruhi oleh keadaan gizi ibu selama hamil. KEK pada ibu hamil perlu diwaspadai kemungkinan ibu melahirkan bayi BBLR, pertumbuhan dan perkembangan otak janin terhambat sehingga mempengaruhi kecerdasan anak dikemudian hari dan kemungkinan premature (Depkes, 2001 dalam Mulyaningrum, 2009).

LILA merupakan indikator status gisi ibu hamil. LILA diasumsikan ukuran yang tidak terpengaruh dengan berat badan ibu dan bayi dalam kandungan. Di Indonesia batas ambang LILA


(41)

25 normal adalah 23,5cm. Ibu hamil dengan ukuran LILA kurang 23,5cm berisiko menderita Kekurangan Energi Kronik (KEK) yang dapat menyebabkan prematuritas dan risiko Berat Badan Bayi Rendah (Festy, 2009).

Pengukuran Lingkar Lengan Bagian Atas (LILA) ibu pada saat hamil sangat penting. Tujuan dilakukan pengukuran LILA untuk mengetahui secara dini status gizi ibu hamil, apabila ukuran LILA <23,5cm maka kemungkinan ibu hamil untuk melahirkan bayi dengan BBLR lebih besar. Sedangkan apabila ukuran LILA >23,5cm maka ibu akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Hal ini disebabkan setiap ibu hamil memerlukan tambahan kalori dan nutrisi sehari-hari karena selama kehamilannya mereka harus memasok energi untuk pertumbuhan dan perkembangan janinnya (Puji, 2009).

b. Umur ibu <20 dan >35 tahun

Menurut Depkes (2001) dalam Mulyaningrum (2009) pada ibu hamil dengan umur >20 tahun, rahim dan panggul sering kali belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya, ibu hamil pada umur itu mungkin mengalami persalinan lama/macet, atau gangguan lainya karena ketidaksiapan ibu untuk menerima tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang tua. Sedangkan pada umur >35 tahun, kesehatan ibu sudah menurun, akibatnya ibu hamil pada


(42)

26 umur itu mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mempunyai anak cacat, persalinan lama dan pendarahan.

Kehamilan pada masa remaja (umur >20 tahun) menimbulkan tantangan bagi remaja itu sendiri dan bagi janin yang dikandungnya yang berhubungan dengan meningkatnya risiko terhadap komplikasi kehamilan dan luaran perinatal yang buruk seperti preeklamsi, berat lahir janin rendah dan prematuritas. Kehamilan pada umur remaja berdampak pada pertumbuhan yang kurang optimal karena kebutuhan zat gizi pada masa tumbuh kembang remaja sangat dibutuhkan oleh tubuhnya sendiri, (Simbolon & Aini, 2013).

Masalah gizi yang sering dihadapi ibu hamil, terutama bagi ibu hamil di umur remaja yaitu Kurang Energi Kronik (KEK), anemia tablet Fe, pertambahan berat badan kurang selama hamil, dan tinggi badan berisiko. Status gizi ibu hamil berpengaruh terhadap berat badan lahir bayi yang ternyata sangat erat hubungannya dengan tingkat kesehatan bayi selanjutnya dan angka kematian bayi. Kehamilan di umur remaja memperburuk pemenuhan kebutuhan energi, karena remaja sendiri juga membutuhkan energi untuk pertumbuhannya yang masih terus berjalan dan harus bersaing dengan pertumbuhan janin. (Simbolon & Aini, 2013).

Meski kehamilan dibawah umur sangat berisiko tetapi kehamilan >35 tahun juga tidak dianjurkan dan sangat berbahaya.


(43)

27 Mengingat mulai umur ini sering muncul penyakit seperti hipertensi, tumor jinak peranakan, atau penyakit degeneratif pada persendian tulang belakang dan panggul.

Menurut Sitorus (1999) dalam Setianingrum (2005) menyatakan bahwa Kesulitan lain kehamilan >35 tahun ini yakni bila ibu ternyata mengidap penyakit seperti diatas yang ditakutkan bayi lahir dengan membawa kelainan. Dalam proses persalinan sendiri, kehamilan di umur lebih ini akan menghadapi kesulitan akibat lemahnya kontraksi rahim serta sering timbul kelainan pada tulang panggul tengah. Mengingat bahwa faktor umur memegang peranan penting terhadap derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu hamil serta bayi, maka sebaiknya merencanakan kehamilan pada umur antara 20-35 tahun.

Selain itu semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang sedang hamil, akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Umur yang muda perlu tambahan gizi yang banyak karena selain digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri juga harus berbagi dengan janin yang dikandungnya. Sedangkan umur yang tua perlu energi yang besar juga karena fungsi organ yang semakin melemah dan diharuskan untuk bekerja maksimal maka memerlukan tambahan energi yang cukup guna mendukung kehamilan yang sedang berlangsung (Kristyanasari, 2010, dalam Muazizah, 2011).


(44)

28 Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir. Kehamilan pada umur >20 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4 kali lebih tinggi di bandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur. Pada umur yang masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi kehamilannya secara sempurna dan sering terjadi komplikasi (Nurfilaila, 2012).

Umur reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara umur 20-35 tahun, dibawah atau diatas umur tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan dan persalinannya (Depkes RI, 2003). Menurut Surtiati (2003), ibu yang berumur <20 dan >35 tahun memiliki risiko 3,18 kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang melahirkan pada umur 20-35 tahun. c. Penyakit

Kesehatan dan pertumbuhan janin dipengaruhi oleh kesehatan ibu. Bila ibu mempuyai penyakit yang berlangsung lama atau merugikan kehamilanya, maka kesehatan dan kehidupan janin pun terancam. Beberapa penyakit yang mempengaruhi kehamilan yaitu penyakit Jantung, anemia berat, TBC, Malaria, HIV dan infeksi. Ibu dengan keadaan tersebut harus diperiksa dan mendapat pengobatan secara teratur oleh dokter (KEMENKES RI, 2011).


(45)

29 Penyakit dalam kehamilan terdiri dari adanya riwayat penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, penyakit hati, penyakit ginjal dan toksemia, adanya penyakit infeksi seperti malaria kongenital, penyakit kelamin, kandung kemih, malaria kongenital serta infeksi vagina dan rubella. Selain itu, adanya ketidak seimbangan hormonal pada ibu hamil. Disamping dapat menyebabkan keguguran setelah kandungan besar, ketidakseimbangan hormonal juga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan BBLR. Dengan melakukan penggantian hormon dapat mencegah kelahiran prematur dan BBLR yang diakibatkan ketidakseimbangan hormonal (Maryunani, 2013).

Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang bersifat sementara. Pada penderita asma, penyempitan saluran pernapasan merupakan respons terhadap rangsangan, yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernapasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga (Junaidi, 2010).

Wanita yang hamil bernapas untuk dua orang, karena itu penting untuk mengendalikan asmanya. Kesulitan bernapas yang dialami wanita hamil mempengaruhi sang janin karena adanya


(46)

30 kompromi terhadap suplai oksigen. Jika asmanya terkendali, wanita penderita asma tidak akan mengalami komplikasi selama kehamilan dan bisa melahirkan sebagaimana wanita yang non-asmatik. Namun, asma yang tak terkendali selama kehamilan bisa mengakibatkan masalah kehamilan dan komplikasi pada sang janin seperti kelahiran prematur, bayi yang lahir kurang berat badan lahir rendah (BBLR), perubahan tekanan darah “maternal” (seperti eklampsia) (Chaitow, 2005).

Serangan yang akut membahayakan janin dalam kandungan ibu hamil, karena berkurangnya pasokan oksigen yang diterima. Cara mencegah terjadinya serangan selama kehamilan dan proses melahirkan dengan strategi tiga jalur pertahanan terhadap asma yaitu aturlah lingkungan hidup penderita asma (kendalikan pemicu asma di lingkungan sekitarnya), aturlah kesejahteraan saluran pernapasanya agar saluran napas tersebut kurang sensitive, sehingga lebih kecil kemungkinanya bereaksi dengan menimbulkan gejala asma dan aturlah serangan asma (kenali gejala datangnya serangan secara dini dan bertindak untuk menghentikanya sebelum berkembang menjadi masalah yang lebih besar) (Chaitow, 2005).

Oleh sebab itu mengontrol asma selama kehamilan sangat penting untuk mencegah keadaan yang tidak dimungkinkan baik pada ibu maupun pada janinya. Pada umumnya semua obat asma


(47)

31 dapat diminum selama kehamilan kecuali komponen adrenergik, bromfeniramin dan epinefrin. Kortikosteroid inhalasi sangat bermanfaat untuk mengontrol asma dan mencegah serangan akut terutama saat kehamilan. Bila terjadi serangan harus segera ditanggulangi secara agresif yaitu pemberian inhalasi agonis beta-2, oksigen dan kortikosteroid sistemik (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2004).

Penyakit batu saluran kemih (batu ginjal) adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi (Lina, 2008). Pada batu yang masih berukuran kecil dapat tidak memberikan gejala. Namun, pada batu yang berukuran lebih besar, maka dapat memberikan keluhan seperti nyeri kolik (nyeri yang disebabkan karena usaha untuk mengeluarkan batu, namun tersangkut di saluran kemih), hematuria (ada darah di urin), nyeri saat berkemih, terutama saat batu bergerak, buang air kecil sedikit, yang disebabkan tersumbatnya saluran kemih oleh batu, mual dan muntah (Gopar, 2009).

Batu saluran kemih dalam kehamilan tidaklah biasa. Frekuensinya sangat sedikit 0,03-0,07%. Walaupun demikian perlu juga diperhatikan karena urotiasis ini dapat mendorong timbulnya infeksi saluran kemih, atau menimbulkan keluhan pada penderita


(48)

32 berupa nyeri mendadak, kadang-kadang berupa kolik, dan hematuria. Diagnosis lebih tepat dengan melakukan pemeriksaan

intravenous pielografi; akan tetapi janin harus dilindungi dari efek penyinaran. Bila diketahui adanya urolitiasis dalam kehamilan, terapi pertama adalah analgetika untuk menghilangkan sakitnya, diberi cairan banyak agar batu dapat ke bawah, karena hampir 80% batu akan dapat turun ke bawah, serta antibiotika (Wiknyosastro, 2007).

Saat hamil, terkadang ibu hamil tidak berselera makan, mual dan muntah (emesis gravidarium) akibat pengaruh hormone chorionic gonadotropin. Karena perut sering tidak terisi, maka sakit maag akan muncul. Penyakit maag yang diderita sebelumnya dapat memperburuk masa mengidam ibu hamil, yaitu mual dan muntah berlebih (hiperemesis gravidarum) pada ibu hamil rentan sakit maag. Biasanya, keluhan pada daerah sekitar lambung baik itu mual, muntah (emesis gravidarum), heart burn (rasa panas di ulu hati, bahkan sampai mual dan muntah yang berlebihan (hiperemesis gravidarium) (Bambang, 2011).

Berdasarkan penelitian, obat yang dijual bebas untuk mengatasi keluhan maag relatif aman untuk dikonsumsi oleh ibu hamil, tetapi sesuai dosis. Karena tidak ditemukan efek teratogenik, malformasi (kecacatan) pada bayi. Namun sebelum itu terlebih dahulu berkonsultasi ke dokter agar lebih tepat jenis obat dan dosis sesuai


(49)

33 dengan kebutuhan. Berikut ada 2 cara untuk mengatasi gejala saluran pencernaan, antara lain farmakologis yaitu dengan menggunakan obat (vitamin B6, B12, anti histaine, antasida, H2 reseptor antagonist dan proton pump inhibitor) dan non farmakologis yaitu tanpa menggunakan obat seperti jahe (bentuk permen, sirup, atau kapsul), akupuntur atau dengan cara mengoleskan minyak kayu putih pada tubuh juga dapat mengurangi gas berlebih pada tubuh (Bambang, 2011).

d. Jarak kehamilan

Jarak kehamilan ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan. Seorang ibu yang jarak kehamilannya dikatakan berisiko apabila hamil dalam jangka kurang dari dua tahun, dan hal ini jelas menimbulkan gangguan pertumbuhan hasil konsepsi, sering terjadi immaturitas, prematuritas, cacat bawaan, atau janin lahir dengan berat badan yang rendah. Keadaan ini disebabkan karena kurangnya suplai darah nutrisi akan oksigen pada placenta yang akan berpengaruh pada fungsi plesenta terhadap janin (Depkes RI, 2003).

Jarak kehamilan yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup waktu untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Ibu hamil dalam kondisi tubuh kurang sehat inilah yang merupakan salah satu faktor penyebab kematian ibu dan bayi yang dilahirkan serta risiko terganggunya sistem


(50)

34 reproduksi. Sistem reproduksi yang terganggu akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan janin yang dikandungnya sehingga berpengaruh terhadap berat badan lahir. Ibu hamil yang jarak kehamilanya kurang dari dua tahun, kesehatan fisik dan kondisi rahimnya masih butuh istirahat yang cukup (Trihardiani, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Nurfilalila (2011) menemukan bahwa adanya hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian BBLR. Hubungan ini disebabkan karena jarak kehamilan berpengaruh terhadap proses petumbuhan janin dalam rahim, sehingga bila jarak kehamilan seseorang sangat dekat atau dalam jangka kurang dari dua tahun, maka mungkinkan terjadinya BBLR. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Trihardiani (2011) menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara jarak kehamilan dengan berat badan lahir. Hal ini dikarenakan sebagian besar subyek pada penelitian ini, yaitu sebesar 90,8% memiliki jarak kelahiran lebih dari sama dengan dua tahun.

e. Pekerjaan

Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh semua umur. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Pekerjaan adalah sesuatu yang dikerjakan untuk mendapatkan nafkah atau pencaharian masyarakat yang sibuk


(51)

35 dengan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari yang akan memiliki waktu yang lebih untuk memperoleh informasi (Depkes RI, 2001).

Benerjee (2009) dalam Sujoso (2011) mengemukakan bahwa wanita bekerja yang sedang hamil membutuhkan perlindungan khusus. Perlindungan khusus ini diperlukan karena beberapa alasan. Pertama, pada fase perkembangan embrio lebih rentan terhadap agen toksik dibandingkan dengan ibu yang terpapar. Kedua, pada beberapa jenis pekerjaan dirasa kurang sesuai dikerjakan oleh seorang wanita. Ketiga, kehamilan mungkin menurunkan kapasitas kemampuan menangani permasalahan kerja. Keempat, wanita cenderung kurang memperhatikan dirinya dibandingkan dengan pria.

Substansi bahaya di tempat kerja dapat masuk pada pekerja melalui tiga cara yaitu pernafasan, kontak melalui kulit dan melalui pencernaan. Wanita pekerja yang sedang hamil harus lebih berhati-hati mengenai bahaya pada kesehatan reproduksi. Beberapa bahan kimia dapat beredar di dalam darah ibu, melalui plasenta dan menjangkau perkembangan janin. Agen berbahaya lainya yaitu agen biologi seperti bakteri, virus, cacing yang dapat mempengaruhi secara keseluruhan pada kesehatan wanita dan mengurangi transport makanan ke janin sehingga menyebabkan bayi dengan berat lahir rendah (Sujoso, 2011).


(52)

36 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartikainen dalam Sujoso (2011) terhadap kelompok wanita pekerja yang hamil, terpapar dan tidak terpapar kebisingan. Batas paparan yang diterima 78db. Tidak ada perbedaan dalam kelompok. Namun hasil penelitian menyimpulkan bahwa bila wanita yang sedang hamil menerima paparan kebisisngan 90db atau lebih, akan mengakibatkan bayi yang dilahirkan mempunyai berat badan lahir rendah. Selain itu, paparan radiasi bagi ibu hamil di tempat kerja dapat mengakibatkan mutasi genetik dan kelainan kongenital serta radiasi ionisasi, misalnya sinar x dan sinar gamma dapat menyebabkan gangguan kesuburan, kelahiran cacat, bayi berat badan lahir rendah dan gangguang perkembangan mental.

Beban fisiologis pada pekerja juga dapat mengakibatkan gangguan kehamilan. Menurut Benerjee (2009) dalam Sujoso (2011) pekerjaan yang paling berisiko terpajan faktor fisiologis untuk wanita hamil adalah industri tekstil. Sumber bahaya fisiologis yang sering ditemukan adalah jam kerja panjang, shift kerja yang pengaturanya tidak ergonomis, jam kerja seminggu yang melebihi 35 jam, waktu memutuskan cuti kerja sampai dengan menjelang minggu ke 32, posisi kerja berdiri terlalu lama, membawa beban yang berat. Sedangkan yang berkaitan dengan sumber masalah psikis yang dialami pekerja wanita dalam kondisi hamil adalah tuntutan pekerjaan, pengawasan pekerjaan, pengerahan tenaga fisik.


(53)

37 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yuliva, dkk (2009) menunjukan bahwa rata-rata berat lahir bayi berdasarkan jenis pekerjaan dengan aktivitas fisik berat pada kelompok ibu bekerja lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata berat lahir bayi ibu tidak bekerja dengan aktivitas berat. Seorang wanita yang bekerja apabila mengalami stres terutama pada saat hamil secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku wanita tersebut terhadap kehamilannya, misalnya dalam melakukan perawatan kehamilannya.Wanita hamil yang berada dalam keadaan stres akan mempengaruhi perilakunya dalam hal pemenuhan intake nutrisi untuk diri dan janin yang dikandungnya. Nafsu makan yang kurang menyebabkan intake nutrisi juga berkurang, sehingga terjadi gangguan pada sirkulasi darah dari ibu ke janin melalui plasenta. Hal ini akan dapat mempengaruhi berat lahir bayi yang akan dilahirkan.

Pekerjaan terkait pada status sosial ekonomi dan aktifitas fisik ibu hamil. Dengan keterbatasan status sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap keterbatasan dalam mendapatkan pelayanan antenatal yang adekuat, pemenuhan gizi, sementara itu ibu hamil yang bekerja cenderung cepat lelah sebab aktifitas fisiknya meningkat karena memiliki pekerjaan/kegiatan diluar rumah (Depkes RI, 2003).


(54)

38 Menurut penelitian Alisyahbana (1990) dalam Surtiati (2003), menyatakan bahwa ibu yang bekerja memiliki risiko melahirkan BBLR sebesar 1,58 kali bila dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena pekerjaan fisik ibu juga berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi. Pada ibu yang berasal dari strata sosial ekonomi rendah banyak terlibat dengan pekerjaan fisik yang lebih berat.

Penelitian yang dilakukan oleh Trihardiani (2011) menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil ibu (11,2%) yang bekerja. Masyarakat cenderung memiliki persepsi bahwa suami merupakan tulang punggung keluarga yang berkewajiban mencari nafkah dengan bekerja diluar rumah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status pekerjaan tidak memiliki hubungan terhadap berat badan lahir. Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar (88,8%) subyek tidak bekerja, dan juga ada kemungkinan dikarenakan sebagian besar ibu yang bekerja memiliki pekerjaan yang tidak membahayakan kesehatan janin, selain itu ibu yang bekerja mempunyai pendidikan tinggi sehingga mereka dapat mengurangi faktor risiko dari pekerjaan mereka dengan melakukan pencegahan secara dini.

f. Pendidikan Rendah

Tingkat pendidikan ibu mengambarkan pengetahuan kesehatan. Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi mempunyai


(55)

39 kemungkinan pengetahuan tentang kesehatan juga tinggi, karena makin mudah memperoleh informasi yang didapatkan tentang kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah. Sebaliknya pendidikan yang kurang menghambat perkembangan seseorang terhadap nilai nilai yang baru di kenal (Notoadmojo,2007).

Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mendasari pengambilan keputusan. Pendidikan menentukan kemampuan menerima dan mengembangkan pengetahuan dan teknologi. Semakin tinggi pendidikan ibu akan semakin mampu mengambil keputusan bahwa pelayanan kesehatan selama hamil dapat mencegah gangguan sedini mungkin bagi ibu dan janinnya. Pendidikan juga sangat erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan kehamilan dan gizi selama masa kehamilan (Simarmata,2010).

Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, semakin tinggi pula pengetahuan kesehatan. Pendidikan yang tinggi memudahkan seseorang menerima informasi lebih banyak dibandingkan dengan pendidikan rendah. Pengetahuan kesehatan yang tinggi menunjang perilaku hidup sehat dalam pemenuhan gizi ibu selama kehamilan. (Festy, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Yuliva, dkk (2009) menunjukaan bahwa ibu yang berpendidikan rendah memiliki rata-rata berat lahir


(56)

40 bayi lebih rendah dari pada ibu yang berpendidikan tinggi, dalam hal ini pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap pengetahuan ibu yang berkaitan dengan perawatan selama hamil, melahirkan dan perawatan setelah melahirkan. Tinggi-rendahnya taraf pendidikan seseorang akan mendukung dan memberi peluang terhadap daya serap ilmu pengetahuan dan keinginan serta kemauan untuk mengetahui setiap hal yang berkaitan dengan kehamilan.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Atriyanto (2006), menunjukan bahwa ibu hamil yang memiliki pendidikan rendah (tidak tamat SLTA kebawah) memiliki risiko melahirkan BBLR sebesar 1,84 kali lebih besar dibandngkan dengan ibu hamil yang berpendidikan tinggi (tamat SLTA keatas).

g. Merokok

Perilaku merokok berhubungan dengan berkurangnya berat badan bayi yang dilahirkan dan dengan insiden perasalinan preterm. (Ladewig, et all, 2005). Selain berisikomengalami penyakit kardiovaskuler, penyakit paru obstruktif dan kanker paru, wanita yang merokok selama kehamilan juga merisikokan janinya mengalami penurunan perfusi uteroplasenta dan penurunan oksigenasi. Bayi yang lahir dari wanita yang merokok lebih dari ½ pak perhari cenderung lebih kurus dari pada bayi yang lahir dari wanita bukan perokok. Pada beberapa kasus efek merokok pada


(57)

41 bayi secara signifikan mempengaruhi berat lahir dan mengancam kesehatan janin (Wheeler. 2004).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rasyid, dkk, (2012) menunjukkan bahwa keterpaparan asap rokok selama hamil memberi pengaruh terhadap kejadian BBLR dengan besar risiko 4,2 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar. Nikotin pada rokok menimbulkan kontriksi pembuluh darah, akibatnya aliran darah ke janin melalui tali pusat janin akan berkurang sehingga mengurangi kemampuan distribusi zat makanan yang diperlukan oleh janin. Sedangkan karbon monooksida akan mengikat hemoglobin dalam darah, akibatnya akan mengurangi kerja hemoglobin yang mestinya mengikat oksigen untuk disalurkan ke seluruh tubuh sehingga akan mengganggu distribusi zat makanan serta oksigen ke janin.

h. Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol telah dihubungkan dengan deficit neurologist

pada bayi baru lahir dan dengan berat bayi lahir rendah. Peminum berat bisa mengakibatkan terjadinya sindrom janin alkohol. (Ladewig, et all, 2005).

Sindrom alkohol janin (Fetal Alcoholic Syndrome [FAS]) merupakan suatu sindrom mengenai gambaran wajah yang abnormal, pertumbuhan kerdil, masalah perilaku dan kecacatan intelektual dengan berbagai tingkat keparahan merupakan akibat


(58)

42 dari konsumsi alkohol berlebihan selama masa hamil dan merupakan penyebab retardasi mental kongenital. Ketika anak FAS beranjak dewasa biasanya mereka memiliki masalah dengan daya ingat, pemikiran dan penilaian yang abstrak, serta kontrol impuls. Jumlah minuman yang dikonsumsi selama periode organogenesis dan sensitivitas genetik juga dapat berperan. Wanita hamil yang mengkonsumsi alkohol satu gelas atau lebih perhari berisiko mengalami aborsi spontan sampai dua kali lipat dan setiap dua gelas alkohol yang dikonsumsi di kehamilan tahap lanjut akan membuat berat lahir berkurang sebesar 160gr (Wheeler, 2004).

i. Konsumsi Obat-obatan Terlarang

Ibu hamil dianjurkan untuk tidak menggunakan obat-obatan yang tidak diresepkan oleh dokter selama hamil (Maryunani, 2013). Penggunaan obat-obat sebelum hamil atau selama hamil terutama golongan obat teratogenik merupakan risiko untuk terjadi gangguan pertumbuhan janin ataupun kelainan kongenital, dengan demikian kejadian BBLR lebih besar dari pada ibu hamil yang tidak mempergunakan obat-obatan (Trihardiani, 2011).

Ibu sebaiknya menghindari penggunaan obat-obatan baik yang diresepkan dan yang dijula bebas ketika hamil. Jika suatu saat timbul kebutuhan untuk pengobatan, ibu seharusnya memastikan pemberi asuhan mengetahui bahwa dirinya sedang hamil. Ibu harus juga menghindari konsumsi heroin, crack, mariyuana dan obat yang


(59)

43 dijual bebas serta obat jalanan selama kehamilan (Ladewig et all, 2005).

j. Status Ekonomi rendah

Keadaan sosial, ekonomi dan demografi merupakan tolak ukur kualitas rumah tangga. Karena keadaan tersebut erat kaitannya dengan ketahanan pangan, keadaan gizi, pendidikan dan kesehatan rumah tangga. Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan tolak ukur yang sering digunakan dalam berbagai penelitian untuk menemukan hubungannya dengan banyak masalah kesehatan dan gizi (Subarkah, 2003).

k. Penambahan berat badan <10kg

Peningkatan berat badan dalam kehamilan terjadi karena adanya pertumbuhan janin dan perubahan beberapa tempat dari tubuh ibu. Sebagai respon terhadap pertumbuhan janin dan plasenta yang cepat serta kebutuhan-kebutuhan yang semakin meningkat, wanita hamil mengalami perubahan metabolik. Sebagian besar pertambahan berat badan selama hamil dihubungkan dengan uterus dan isinya, payudara, berubahnya volume darah serta cairan ekstrasel ekstravaskuler. Penambahan berat badan yang lebih kecil adalah akibat perubahan metabolik yang menyebabkan bertambahnya air dalam sel dan penumpukan lemak dan protein baru. Lemak bawah kulit pada umumnya tertimbun dibagian perut serta bagian depan


(60)

44 dan belakang paha terutama pada trimester pertama dan kedua (Puspitasari, dkk, 2011).

Pertambahan berat badan ibu merupakan pencerminan dari status gizi ibu hamil. Bertambahnya berat badan ibu sangat berarti sekali bagi kesehatan ibu dan janin. Pada ibu yang menderita kekurangan energi dan protein (status gizi kurang) maka akan menyebabkan ukuran plasenta lebih kecil dan suplai nutrisi dari ibu ke janin berkurang, sehingga terjadi reterdasi perkembangan janin intra utera dan bayi dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Samsudin dan Arjatmo Tjokronegoro, 1986 dalam Setianingrum, 2005).

Bila berat badan ibu sebelum hamil normal, maka perlu ditambah minimal 10kg pada masa kehamilanya. Sedangkan bila berat badan kurang sebelum hamil, perlu ditambah hingga mendekati 15kg (Maryunani, 2013). Menurut WHO penambahan berat badan ibu hamil yang normal yaitu ≥10kg sampai dengan <15kg. Defisiensi mikronutrien selama kehamilan serta penambahan berat badan yang tidak memadai memiliki dampak terhadap neonatal dan bayi yaitu berupa kelahiran prematur, berat lahir rendah (BBLR) dan kelahiran cacat (WHO, 2014). Sedangkan untuk kehamilan kembar penambahan berat badan ibu antara 18-23kg selama kehamilanya (Gopar, 2009).


(61)

45 Berat badan ibu hamil harus memadai, bertambah sesuai dengan umur kehamilan. Berat badan rendah sebelum hamil, serta pertambahan berat badan yang tidak adekuat merupakan penilaian langsung yang dapat digunakan untuk memperkirakan laju pertumbuhan janin. Pertambahan berat badan yang sesuai menggambarkan terpenuhinya kebutuhan ibu dan janin yang dapat mendukung pertumbuhan janin dalam rahim. Pertambahan berat badan ibu yang tidak sesuai akan memungkinkan terjadinya keguguran, kelahiran prematur, BBLR, dan perdarahan setelah persalinan. Sebagian besar BBLR terjadi pada ibu yang mengalami kenaikan berat badan selama hamilnya <10kg (Trihardiani, 2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Surtiati (2003), Ibu yang mengalami penambahan berat badan <10kg memiliki risiko 3,34 kali lebih besar untuk mengalami bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang mengalami penambahan ≥10kg pada saat kehamilanya. Hasil penelitian dilakukan oleh Festy (2010) di Kabupaten Sumenep menyatakan bahwa penambahan berat badan ibu berisiko 8,264 kali menyebabkan BBLR. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Darmayanti (2010) di RSUD Ulin Banjarmasin juga menyatakan bahwa penambahan berat badan ibu berisiko 7,1 kali menyebabkan BBLR.


(62)

46 l. Tinggi badan

Tinggi badan ibu hamil yang berisiko BBLR adalah kurang dari sama dengan 145cm. Hasil penelitian Budiman, (2011), menunjukkan bahwa makin tinggi badan ibu hamil maka makin besar juga berat bayi yang dilahirkan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kate dkk dalam Budiman (2011) bahwa ibu yang memiliki postur pendek memiliki risiko melahirkan bayi dengan berat lahir lebih rendah karena diperkirakan postur pendek mencerminkan keadaan status gizi yang kurang baik di masa lampau.

Sebuah studi dari India melaporkan tingginya insiden bayi BBLR pada ibu dengan tinggi badan <145cm dari pada ibu dengan tinggi badan >145cm. Ibu yang memiliki tinggi badan <145cm berisiko 1,32 kali melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang memiliki tinggi badan >145cm. Beberapa penelitian lain telah melaporkan bahwa ibu bertubuh pendek memiliki risiko lebih besar untuk memperoleh hasil kehamilan yang merugikan. Penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa tinggi ibu memiliki dampak terhadap ukuran bayi baru lahir (berat lahir dan panjang lahir). Pengerdilan (stunting) merupakan konsekuensi dari asupan nutrisi jangka panjang yang buruk dan merupakan indikator utama dalam menurunkan pertumbuhan pada anak-anak. Pengerdilan juga telah dikaitkan dengan kelangsungan siklus gizi dengan menyebabkan


(63)

47 berat badan lahir rendah di antara keturunan dari ibu yang terhambat (Bisai, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Festy (2009) menyatakan bahwa tidak adanya hubungan antara tinggi badan ibu dengan kejadian BBLR. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Trihardiani (2011) juga menyebutkan bahwa tidak adanya hubungan antara tinggi badan dengan kejadian BBLR. Hal ini dikarenakan sebagian besar subyek (98,2%) memiliki tinggi badan lebih dari 145cm.

Proverawati (2009) dalam Simbolon & Aini (2013) menjelaskan bahwa tinggi badan ibu hamil terlalu pendek dan kurang dari 145cm merupakan salah satu golongan risiko tinggi. Perbaikan tinggi badan perempuan berupa intervensi gizi dan kesehatan perempuan di negara-negara maju terbukti memberi pengaruh yang signifikan pada penurunan angka kejadian BBLR. Tingginya risiko ibu pendek melahirkan bayi BBLR, menunjukkan perlunya intervensi gizi dan kesehatan yang segera dilakukan bagi para perempuan Indonesia yang dimulai dari perbaikan status gizi sejak dini sebagai upaya penurunan angka kejadian BBLR.

m. Riwayat Kelahiran Prematur dan BBLR

Penyebab kelahiran prematur dan BBLR yang telah diketahui dapat diperbaiki dengan perawatan pralahir yang sempurna, pengurangan faktor risiko lainya serta pembatasan kegiatan dapat membantu mencegah hal tersebut terulang kembali. Bila penyebab


(64)

48 kelahiran prematur dan BBLR tidak dapat dicegah atau diperbaiki maka kelaahiran prematur dan BBLR dapat ditunda. Pengunduran waktu sejenak dapat bermanfaat, dimana setiap hari tambahan nutrisi bayi yang berada dalam uterus akan meningkatkan kesempatan untuk selamat (Maryunani, 2013).

n. Anemia Kehamilan

Sebagian besar penyebab anemia pada ibu hamil adalah kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin. Anemia gizi besi terjadi karena tidak cukupnya zat gizi besi yang diserap dari makanan sehari-hari guna pembentukan sel darah merah sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat besi dalam tubuh. Hal ini dapat menyebabkan distribusi oksigen ke jaringan akan berkurang yang akan menurunkan metabolisme jaringan sehingga pertumbuhan janin akan terhambat, dan berakibat berat badan lahir bayi rendah (Trihardiani, 2011).

Bondevik (2001) dalam Simbolon dan Aini (2013) menjelaskan bahwa anemia pada ibu hamil dapat menganggu pertumbuhan janin dalam kandungan, sehingga ibu hamil dengan anemia bisa melahirkan bayi prematur dan BBLR. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun otak. Secara fisiologis, penurunan kadar hemoglobin selama kehamilan terjadi karena ketidakseimbangan


(65)

49 jumlah sel darah merah dan plasma darah. Ketidakseimbangan ini akan terlihat dalam bentuk penurunan kadar hemoglobin. Peningkatan jumlah eritrosit juga menyebabkan peningkatan kebutuhan zat besi selama kehamilan sekaligus untuk pertumbuhan janin. Anemia pada ibu hamil mengakibatkan gangguan nutrisi dan oksigenasi utero plasenta, sehingga ibu hamil yang mengalami anemia akan berdampak pada gangguan pertumbuhan hasil konsepsi, sering terjadi immaturitas, prematuritas, cacat bawaan, atau janin lahir dengan BBLR.

Kadar Hb ibu hamil normal adalah 11gr/dl , kadar Hb ini tergantung pada asupan nutrisi ibu selama hamil. Hb <11gr/dl berisiko menderita anemia zat besi yang dapat berakibat pada terjadinya kelahiran dengan berat badan lahir rendah. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan kekurangan suplai oksigen ke jaringan sehingga mengganggu pertumbuhan janin. Untuk itu ibu hamil yang menderita anemia perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius. Petugas kesehatan hendaknya memeriksa Hb sedini mungkin (Festy, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Aristyawati (2011) menyatakan bahwa kejadian BBLR 3,57 kali lebih besar pada ibu hamil yang menderita anemia dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak menderita anemia. Selain itu, penelitian lainya dilakukan oleh Trihardiani (2011), menyatakan bahwa faktor penyebab anemia


(66)

50 pada ibu hamil diantaranya kurang gizi, penyakit kronis (infeksi dan non infeksi), kemiskinan, keterbelakangan, dan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah. Selain itu faktor ketidaktahuan ibu terhadap kebiasaan konsumsi bahan makanan/minuman tertentu yang dapat menghambat penyerapan zat besi oleh tubuh, yaitu antara lain ibu tidak mengetahui bahwa tablet besi tidak boleh dikonsumsi dengan teh (karena mengandung fitat) dapat menghambat penyerapan zat besi oleh tubuh.

Anemia terjadi apabila kadar hemoglobin dalam darah lebih rendah dari pada nilai normal. Kadar hemoglobin dapat dijadikan sebagai indikator tentang keadaan gizi pada umumnya. Batas Hb normal untuk wanita hamil adalah 11gr% atau lebih. Penelitian yang dilakukan oleh Puji (2007) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kadar Hb ibu dengan kejadian BBLR. Hal ini disebabkan karena apabila ibu hamil mengalami anemia maka pasokan O2 untuk jaringan menurun dan pengangkutan CO2 dari jaringan menjadi terhambat sehingga dapat menghambat pertumbuhan jaringan baik pada janin maupun pada plasenta sehingga dapat mengakibatkan kematian janin dalam kandungan, abortus, cacat bawaan, partus premature, partus lama dan lain-lain.


(67)

51 2. Faktor kehamilan

a. Komplikasi kehamilan

Kehamilan ganda yaitu kehamilan dimana jumlah janin yang dikandung lebih dari satu (Maryunani, 2013). Laju morbiditas dan mortalitas meningkat secara signifikan pada kehamilan dengan janin ganda. Laju mortalitas perinatal lebih tinggi dan adanya peningkatan risiko persalinan preterm dengan masalah yang berhubungan dengan prematuritas. Kehamilan ganda meningkatkan insidensi IUGR, kelainan kongenital dan presentasi abnormal. Bagi ibu kehamilan ganda dapat menyebabkan peningkatan rasa ketidaknyamanan fisik selama kehamilan, seperti pernapasan pendek, sakit punggung, edema kaki juga terjadi peningkatan insidensi PIH (Pregnancy Induced Hypertension), anemia serta plasenta previa (Ladewig et all, 2013).

Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan ganda dapat memberikan risiko yang lebih tinggi terhadap bayi dan ibu. Oleh karena itu, dalam menghadapi kehamilan ganda harus dilakukan pengawasan hamil yang lebih intensif. Kebutuhan untuk pertumbuhan hamil ganda lebih besar sehingga apabila terjadi difisiensi nutrisi seperti anemia hamil dapat mengganggu pertumbuhan janin dalam rahim (Lubis, 2011).

Kehamilan ganda (multifetus) adalah kehamilan yang terdiri dari dua janin atau lebih. Kehamilan ganda dapat menghasilkan


(68)

52 anak ganda dua, ganda tiga (triplet) ganda empat (quadruplet), ganda lima (quintriplet), dan ganda enam (sextuplet). Pertumbuhan janin ganda dan tunggal menunjukkan perbedaan yang cukup berarti. Berat badan satu janin ganda rata-rata lebih ringan 1000gr dari janin tunggal. Berat badan bayi ganda dua dan tiga yang baru lahir kurang dari 2500gr dan ganda lima kurang dari 1000gr. Berat badan janin dari kehamilan ganda tidak sama. Umumnya, terjadi perbedaan antara 50-1000gr. Selain itu, terjadi pembagian sirkulasi darah yang tidak sama. Akibatnya. pertumbuhan kedua janinnya pun berbeda (Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UI RSCM, 2014 ).

Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan dari pada janin pada kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang sama. Sampai kehamilan 30 minggu kenaikan berat badan janin kembar sama dengan janin kehamilan tunggal. Setelah itu, kenaikan berat badan lebih kecil, karena regangan yang berlebihan menyebabkan peredaran darah plasenta mengurang. Berat badan satu janin pada kehamilan kembar rata-rata 1000gr lebih ringan dari pada janin kehamilan tunggal. Berat badan bayi yang baru lahir umumnya pada kehamilan kembar <2500gr (Wulandari, 2011).

Pengaruh kehamilan ganda pada janin yaitu mortalitas janin naik sampai empat kali dibandingkan dengan kehamilan tunggal. Mortalitas keseluruhan bervariasi antara 9-14%. Meskipun


(69)

53 malpresentasi dan anomaly kongenital mempunyai peranan, sebab kematian terbesar adalah prematuritas. Berat lahir merupakan faktor penting, agaknya 2000gr merupakan titik kritis. Sementara berat masing-masing anak lebih kecil dari rata-rata, berat totalnya lebih besar dari bayi tunggal. Salah satu anak dapat lebih berat 50-1000gr dari lainya. Separoh kasus anaknya mempunyai berat badan cukup bulan. Seperdelapan kehamilan kedua bayinya dibawah 1500gr. Tiga perdelapan sisanya antara 1500-2500gr (Oxorn & Forte, 2010). b. Komplikasi Kehamilan

Komplikasi kehamilan seperti pendarahan, pre eklampsia/eklampsia, ketuban pecah dini. Perdarahan dibedakan dalam dua kelompok utama yaitu perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam yang terjadi sebelum bayi lahir. Perdarahan yang terjadi sebelum kehamilan 28 minggu seringkali berhubungan dengan aborsi atau kelainan. Perdarahan kehamilan setelah 28 minggu dapat disebabkan karena terlepasnya plasenta secara prematur, trauma, atau penyakit saluran kelamin bagian bawah (Depkes RI, 2000 dalam Parhusip, 2010).

Pre-eklampsia/eklampsia yaitu kondisi ibu hamil dengan tekanan darah meningkat keadaan ini sangat mengancam jiwa ibu dan bayi yang dikandung (Maryunani, 2013). Per-eklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)